Kesiapsiagaan Petugas Badan Penanggulangan Bencana Daerah (Bpbd) Dalam Menghadapi Bencana Di Kota Langsa

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan wilayah secara
keseluruhan sangat rawan terjadinya bencana alam. Kepulauan Nusantara yang
berada dalam zona tektonik dan gunung api sangat aktif menyebabkan wilayah ini
sangat rawan bahaya guncangan gempa bumi, gerakan patahan aktif, letusan gunung
api, dan tsunami.
Ditinjau dari karakteristik geografis dan geologis wilayah, Indonesia adalah
salah satu kawasan rawan banjir, sekitar 30% dari 500 sungai yang ada di Indonesia
melintasi wilayah padat penduduk. Lebih dari 220 juta penduduk, sebagian adalah
miskin dan tinggal di daerah rawan banjir. Pada umumnya bencana banjir tersebut
terjadi diwilayah Indonesia bagian barat yang menerima curah hujan tinggi di
bandingkan dengan bagian timur (Bakornas, 2007)
Aceh juga potensial rawan dan sering mengalami bencana, bila ditinjau dari
karakteristik geografis, geologis dan topografinya. yang mana Aceh terletak di ujung
Barat Laut Sumatera, dengan garis pantai 2.666,27 km2. dimana Provinsi Aceh
memiliki topografi datar hingga bergunung, wilayah dengan topografi daerah datar
dan landai sekitar 32 persen dari luas wilayah, sedangkan berbukit hingga bergunung
mencapai sekitar 68 persen dari luas wilayah. Dan secara geologis Aceh berada di

jalur penunjaman dari pertemuan lempeng Asia dan Australia, serta berada dibagian

ujung patahan besar Sumatera Utara (Sumatera faulth/ Transform) yang membelah
pulau Sumatera dari Aceh sampai selat Sunda yang dikenal dengan patahan
Semangko(http://www1-media.acehprov.go.id/uploads).
Kejadian bencana di Aceh yang paling sering di sebabkan oleh faktor
hidrologis dan meterologis, hal ini sesuai dengan Riset Tsunami dan Mitigasi
Bencana atau Tsunami Mitigation Research Center (TDMRC) Unsyiah, melalui
program Knowledge Management (KM) Profinsi Aceh selama tahun 2010 dilanda 92
kasus bencana alam. Banjir menempati urutan pertama dengan 47 kasus, angin
kencang 13 kasus, puting beliung 10 kasus, tanah longsor dan gelombang pasang
masing – masing 7 kasus, abrasi 4 kasus, gempa 3 kasus, dan erosi 1 kasus.
Banjir di wilayah Kota Langsa hampir terjadi setiap musim penghujan, hal ini
berdasarkan topografi Kota Langsa sebagian besar merupakan dataran rendah yang
mana terletak pada dataran aluviasi pantai dengan elevasi berkisar 8 m dari
permukaan laut di bagian barat daya dan selatan dibatasi oleh pegunungan lipatan
bergelombang sedang, dengan elevasi 75 m, sedangkan dibagian timur merupakan
endapan rawa-rawa dengan penyebaran cukup luas. Dinilai memiliki potensi dan
sangat rawan bencana alam banjir, terutama dikawasan pusat perkotaan, serta
kawasan daerah aliran sungai (DAS) (Pesonapariwisataindonesia.blogspot.com).

Kejadian banjir di Kota Langsa disebabkan oleh faktor alam, faktor non alam
maupun faktor yang disebabkan ulah manusia.Kejadian banjir ini sangat dipengaruhi
oleh faktor yang berupa curah hujan yang diatas normal, drainase yang tidak baik dan
adanya pasang surut air laut. Di samping itu faktor ulah manusia (man-made) juga

berperan penting seperti penggunaan lahan yang tidak tepat (pemukiman di daerah
bantaran sungai, di daerah resapan, penggundulan hutan dan sebagainya),
pembuangan sampah ke dalam sungai dan sebagainya.yang mana banjir di kota
Langsa terjadi secara terus menerus setiap tahunnya. Peristiwa banjir yang melanda
Kota Langsa pada bulan Desember 2014, menimbulkan korban jiwa, kerusakan
rumah warga, serta 27 desa terendam banjir yang mencapai sekitar 3411 KK (Profil
BPBD Kota Langsa, 2014).
Bencana merupakan peristiwa yang datang tiba-tiba, tidak pernah di harapkan
oleh semua orang. dapat mengakibatkan penderitaan bagi siapa pun yang
mengalaminya. Dan sering kali bencana menimbulkan banyak korban cidera bahkan
meninggal dunia. tidak hanya itu, bencana juga dapat menimbulkan dampak
psikologis atau kejiwaan karena kehilangan harta benda dan orang-orang yang kita
cintai sehingga membuat sebagian orang mengalami stres atau atau gangguan jiwa.
Kejadian bencana mempunyai dampak yang merugikan, seperti rusaknya
sarana dan prasarana fisik (perumahan penduduk, bangunan perkantoran, sekolah,

tempat ibadah, sarana jalan, jembatan dan lain – lain). Sering juga kejadian bencana
dapat menimbulkan masalah kesehatan dengan jatuhnya korban jiwa seperti
meninggal, luka – luka, meningkatnya kasus penyakit menular, menurunnya status
gizi masyarakat dan tidak jarang menimbulkan trauma jiwa bagi penduduk yang
mengalaminya. Selain itu dampak kejadian bencana dapat pula mengakibatkan
terjadinya arus pengungsian penduduk ke lokasi-lokasi yang dianggap aman. Hal ini
tentu dapat menimbulkan masalah kesehatan baru bagi wilayah yang menjadi tempat

penampungan pengungsi, mulai dari munculnya kasus penyakit menular, masalah
gizi, masalah penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan hingga kualitas kesehatan
lingkungan (Depkes, 2007).
Upaya kesiapsiagaan bencana banjir merupakan sesuatu hal yang penting di
Kota Langsa, karena di daerah ini sering kali dilanda banjir, hal ini ditunjukkan
bahwa semua kecamatan yang ada dilanda bencana banjir. Tingkat kerawanan banjir
berbeda pada lima kecamatan. Ada tiga kecamatan dengan tingkat kerawanan paling
tinggi yaitu kecamatan Langsa Lama, Langsa Kota, dan Langsa Timiur (BPBD Kota
Langsa, 2014)
Untuk mengatasi dan mengurangi masalah yang ditimbulkan oleh bencana di
daerah maka dibentuklah Badan Penanggulangan Bencana Daerah


berdasarkan

Peraturan Kepala BNPB Nomor 3 Tahun 2008. Tugas dari BPBD di daerah adalah
melakukan penanggulangan bencana dalam skala Kabupaten/Kota.
Berdasarkan Qanun Kota Langsa No.18 tahun 2010 tentang pembentukan
susunan organisasi dan tata kerja Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD)
Kota Langsa, maka terbentuklah Badan Penanggulangan Bencana daerah (BPBD)
kota Langsa, sebagai tindak lanjut amanah Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007
tentang penanggulangan Bencana. Salah satu kegiatan Badan Penanggulangan
Bencana Daerah berdasarkan Permendagri No. 46 Tahun 2008 tentang Pedoman
Organisasi dan Tata Kerja Badan Penanggulangan Bencana Daerah, yang merupakan
satuan kerja perangkat daerah yang di bentuk dalam rangka melaksanakan tugas dan
fungsi untuk penanggulangan bencana di wilayah kota Langsa.

Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Langsa bertanggung
jawab melakukan kegiatan penanggulangan bencana dapat berbentuk kesiapsiagaan
(preparednests) yaitu tindakan-tindakan yang memungkinkan pemerintah, organisasi,
masyarakat, komunitas, individu untuk mampu menanggapi situasi bencana secara
cepat dan tepat guna (Carter, 1991), upaya kesiapsiagaan juga bertujuan untuk
memastikan bahwa sumber daya yang diperlukan untuk tanggap dalam peristiwa

bencana dapat digunakan secara efektif pada saat bencana dan tahu bagaimana
menggunakannya

(Sutton

dan

Tierney)

kesiapsiagaan

menghadapi

banjir

sebagaimana konsep kesiapsiagaan menghadapi bencana secara umum mencakup
penyusunan

rencana


penanggulangan

bencana,

pemeliharaan

dan

pelatihan

personil(LIPI-UNESCO/ISDR,2006).
Kesiapsiagaan dalam penanggulangan bencana dipengaruhi oleh dua faktor
yaitu dari faktor unit/instansi yaitu BPBD itu sendiri dan dari faktor petugas atau
personilnya. Berdasarkan Perka BNPB Nomor 3 Tahun 2008, dalam melaksanakan
tugas Bidang/Seksi Pencegahan dan Kesiapsiagaan mempunyai fungsi membantu
Kepala Pelaksana dalam(1) perumusan kebijakan di bidang pencegahan, mitigasi dan
kesiapsiagaan

pada


prabencana

serta

pemberdayaan

masyarakat;

(2)

pengkoordinasian dan pelaksanaan kebijakan di bidang pencegahan, mitigasi dan
kesiapsiagaan pada prabencana serta pemberdayaan masyarakat; (3) pelaksanaan
hubungan kerja dengan instansi atau lembaga terkait di bidang pencegahan, mitigasi
dan

kesiapsiagaan

pada

prabencana


serta

pemberdayaan

masyarakat;dan

pemantauan, evaluasi, dan analisis pelaporan tentang pelaksanaan kebijakan di bidang

pencegahan, mitigasi dan kesiapsiagaan pada prabencana serta pemberdayaan
masyarakat. Kesiapsiagaan individu/petugas BPBD diantaranya dipengaruhi oleh
jumlah personil, pendidikan, pelatihan dan pengalaman kerja (Sedarmayanti, 2009).
Tugas kesiapsiagaan BPBD Kota Langsa yang pertama adalah perumusan
kebijakan di bidang pencegahan, mitigasi dan kesiapsiagaan pada prabencana serta
pemberdayaan masyarakat.Kenyataannya fungsi kesiapsiagaan tersebut di atas belum
terlaksana sepenuhya dikarenakan belum adanya kebijakan yang dibuat khusus oleh
BPBD Kota Langsa terkait bencana. Ketiadaan dokumen tentang kebijakan
penanggulangan bencana banjir di kota Langsadapat dilihat dari

ketiadaan SOP


(Standart Operational Procedure) yang akan diaktifkan jika terjadi bencana banjir.
SOP ini penting sekali karena penanggulangan bencana tidak dapat
dilaksanakan sendiri oleh BPBD tapi terkait juga dengan instansi lain seperti Dinas
Kesehatan, Rumah Sakit, TNI dan POLRI. OLeh karena itu dalam membuat SOP
bersama sebaiknya dibuat MOU terkait penanggulangan bencana antar dinas terkait
yang seharusnya diinisiasi oleh BPBD Kota Langsa. Hasil penelitian Aritonang
(2014) tentang penangggulangan bencana erupsi Gunung Sinabung di Kabupaten
Karo menyatakan bahwa penanggulangan bencana menjadi bersifat sporadis dimana
setiap instansi yang berkepentingan melakukan kegiatan masing-masing sehingga
upaya penanggulangan bencana menjadi lambat dan tidak merata akibat tidak adanya
SOP yang memadukan kerja dari masing-masing instansi yang terkait bencana.
Penanggulangan bencana haruslah dilakukan bersama-sama dengan pihak
terkait agar dapat bersatu dan tidak tumpang tindih dalam melaksanakan fungsi dan

tugas masing-masing instansi.Tentunya hal tersebut harus dituangkan dalam satu
kebijakan bersama atau MOU sehingga upaya penanggulangan bencana menjadi
cepat, tanggap dan kuat.Hal ini sesuai dengan Hasil penelitian Ristrini (2010)
menunjukkan kesiapsiagaan bencana bidang kesehatan di Propinsi Sumatera Barat,
telah di dukung oleh Peraturan Daerah. Jejaringan Kelembagaan, peran serta fungsi

lembaga penanggulangan bencana bidang kesehatan telah terbentuk. Dinas Kesehatan
Provinsi Sumatera Barat telah mengembangkan berbagai program kesiapsiagaan
penanggulangan bencana dengan melibatkan berbagai sektor yaitu BPBD, RSUP dr.
M Djamil Padang, PMI, TNI, Polda dan organisasi profesi.
Kegiatan administrasi di dalam organisasi dalam upaya penanggulangan
bencana di setiap BPBD tentunya mempunyai peranan yang penting dalam
memperkuat kapasitas sumberdaya manusia dalam melaksanakan kegiatan, agar
kegiatan penyelenggaraan penanggulangan bencana lebih terarah, seperti yang telah
diatur dalam suatu peraturan kepala BNPB No. 3 Tahun 2008 tentang pedoman
pembentukan Badan Penanggulangan Bencana Daerah.
Dalam upaya penanggulangan bencana terdapat tiga tahap penanggulangan
bencana yaitu pra bencana (sebelum bencana), saat bencana, pasca bencana (setelah
bencana). Di semua tahap tersebut sangat diperlukan sumberdaya yang memadai dan
dapat difungsikan terutama pada saat bencana terjadi, oleh karena itu dalam kaitannya
dengan penanggulangan bencana akibat banjir tentunya, sumberdaya manusia
menjadi hal yang sangat penting yang merupakan pelaksana teknis atau pelaksana
kegiatan operasional saat terjadi bencana maupun pasca bencana. Demikian juga

halnya dengan BPBD Kota Langsa, selain kesiapsiagaan secara administratif,
kesiapsiagaan juga ditentukan oleh petugas atau personil dari BPBD Kota Langsa.

Pada Survey awal ternyata dalam menjalan tugasnya BPBD Kota Langsa
mempunyai dwi tugas yaitu melaksanakan penanggulangan bencana dan sekaligus
pemadam kebakaran, hal ini terlihat dari struktur organisasi pemadam kebakaran
melebur jadi satu dalam struktur organisasi BPBD. Sehingga mengakibatkan
penambahan pekerjaan dari masing-masing bidang/seksi.
Hal ini disebabkan karena pada saat penyusunan struktur organisasi BPBD
Kota Langsa berdasarkan PP No. 41 Tahun 2007 tentang struktur organisasi
Perangkat Daerah. yang mana sifat PP ini, mengelompokkan kegiatan dan
penanganan kegiatan yang serumpun atau pun sama menjadi tanggung jawab satu
Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD). Oleh karena kebakaran termasuk dari pada
bencanaan maka kebakaran itu tunduk ke BPBD, hal ini juga di sebabkan karena
keterbatasan dari anggaran, personil, dan peralatan pemerintah daerah Kota Langsa.
Hasil wawancara dari bidang pencegahan dan kesiapsiagaan Bapak Khairil
Anwar,SE mengatakan bahwasanya pelaksanaan pencegahan dan kesiapsiagaan di
bidangnya hanya fokus pada penanggulangan pemadam kebakaran,. Selain itu ratarata PNS yang berkeja adalah masih baru dalam bidang bencana karena memang
masih baru terbentuk. Hal ini dapat mengakibatkan upaya penanggulangan bencana
tidak berjalan dengan baik. Keadaan ini dapat terlihatdari tidak berjalannya masingmasing TUPOKSI yang telah di tetapkan.

Kurangnya kegiatan pemberdayaan masyarakat dalam penanggulangan
bencana sejalan dengan tugas bidang/seksi pencegahan dan kesiapsiagaan
kemungkinan disebabkan oleh

BPBD Kota Langsa tidak pernah melakukan

pendidikan dan pelatihan kepada stafnya tentang penanggulangan bencana.Penelitian
Aritonang (2014) menyatakan bahwa kurangnya pelatihan mengenai bencana
menyebabkan petugas penanggulangan bencana tidak mampu menguasai lapangan
dan kurang mampu memimpin upaya penanggulangan bencana.
Jumlah PNS BPBD Kota Langsa adalah 27 orang yang terdiri dari 14 orang pejabat
struktural dan 13 0rang pejabat fungsional umum, tenaga honor 4 orang dan tenaga
kontrak 218 orang jumlah keseluruhan petugas 249 orang.Sesungguhnya sudah
sangat cukup dalam membangun kekuatan penanggulangan bencana di kota Langsa.
Jika dibandingkan dengan BPBD Kota Medan mempunyai 78 orang petugas yang
terdiri dari 25 orang PNS dan 53 orang THL, BPBD Kota Medan juga mempunyai 14
orang pejabat sruktural dan 13 orang pejabat fungsional umum (Profil BPBD Kota
Medan, 2015).
Meskipun BPBD Kota Langsa mempunyai 249 orang petugas, tapi dari
seluruh tenaga tersebut hanya satu orang yang pernah mengikuti pelatihan terkait
bencana. Sedangkan selebihnya belum pernah mendapatkan pelatihan yang terkait
dengan bencana. Menurut penelitian Hamalik (2007), dalam rangka meningkatkan
kesejahteraan dan kualitas tenaga kerja diperlukan kesadaran, produktivitas,
efektivitas, efisien dan kewiraswastaan, etos kerja yang produktif yang dilaksanakan
melalui berbagai kegiatan motivasi, penyuluhan, pendidikan dan pelatihan.

Kesiapsiagaan sumber daya manusia akan berpengaruh terhadap kegiatankegiatan kesiapsiaagaan BPBD Kota Langsa dalam penanggulangan bencana. Hal itu
telah dibuktikan oleh

Salim (2013) yang menyatakan bahwa variabel personil

berpengaruh positif dan signifikan terhadap kesiapsiagaan petugas dalam menghadapi
bencana banjir di Kabupaten Aceh Timur. Yang mana variabel sarana atau peralatan
berpengaruh positif dan signifikan terhadap kesiapsiagaan petugas dalam menghadapi
bencana banjir di kabupaten Aceh Timur.
Menurut Tiffin dan Cormick, seperti yang dikutip oleh Sutrisno (2009),
menjelaskan bahwa produktivitas kerja dipengaruhui oleh faktor yang ada pada diri
individu antara lain umur, kondisi fisik individu.Petugas BPBD yang ada di Kota
Langsa masih belum difungsikan berdasarkan hal tersebut, termasuk berdasarkan
pengalaman dan latar belakang pendidikan dan pelatihan yang diterima.Yuniarsih
(2008) dalam penelitiannya mengatakan bahwa kesiapsiagaan administratif di
organisasi atau unit kerja juga berhubungan dengan kesiapsiagaan sumberdaya
manusia dalam penanggulangan bencana, dukungan dari kegiatan administrasi yang
ada di unit kerja terkait penanggulangan bencana harus dapat di gunakan untuk
menunjang kelancaran pelaksanaan tugas.
Dalam siklus atau mekanisme penanggulangan bencana, kesiapsiagaan
sumberdaya manusia merupakan salah satu upaya peningkatan produktivitas
sumberdaya manusia yang dilakukan sebelum kejadian bencana.Hal tersebut tentunya
berhubungan dengan keterampilan dan kemampuan dari sumberdaya manusia, untuk
meningkatkan kualitas non fisik seseorang diperlukan upaya pendidikan dan pelatihan

(Sedarmayanti, 2009). Keterampilan adalah kemampuan dan penguasaan teknis
operasional mengenai bidang tertentu, yang bersifat kekaryaan dan diperoleh melalui
proses belajar dan berlatih. Pelatihan yang terkait dengan penanggulangan bencana
ada yang bersifat manajemen dan ada yang bersifat teknis termasuk pula simulasi dan
gladi, dengan keterampilan yang dimiliki seorang pegawai diharapkan mampu
mengerjakan

pekerjaan

secara

produktif

(Sulistyani,

2003).Perbaikan

dan

peningkatan prilaku kerja melalui pelatihan bagi sumberdaya manusia sangat
diperlukan agar lebih mampu melaksanakan tugas-tugasnya dan diharapkan lebih
berhasil dalam upaya pelaksanaan program kerja di unit kerjanya.
Sehubungan
pengkoordinasian,

dengan

koordinasi

pengkomandoan

dan

BPBD

selaku

pengendalian

pelaksana

fungsi

(controling)

dalam

penanggulangan bencana daerah harus berperan aktif guna mendukung perencanaan
pembangunan, baik peran konsep maupun peran hal monitoring dan evaluasi. Hal ini
dapat dicapai bilamana BPBD dapat menjalin kerjasama dengan masyarakat local
misalnya TAGANA, Karangtaruna, maupun Remaja mesjid adalah bagian dari
kesiapsiaagaan yang harus dilimiliki oleh BPBD Kota Langsa. Dengan demikian
aparatur penanggulangan bencana BPBD dapat bekerja secara maximal dan
profesional melalui tingkat koordinasi yang terarah baik dalam lingkungan internal
BPBD dengan seluruh unit /satuan kerja terkait
Menurut T. Hani (2002) koordinasi merupakan proses pengintegrasian
tujuan-tujuan dan kegiatan-kegiatan pada satuan-satuan yang terpisah (departemen
atau bidang-bidang fungsional) suatu organisasi untuk mencapai tujuan organisasi

secara efisien. Tanpa koordinasi, individu-individu dan departemen-departemen akan
kehilangan pegangan atas peranan mereka dalam organisasi. Mereka akan mulai
mengejar kepentingan sendiri, yang sering merugikan pencapaian tujuan organisasi
secara keseluruhan.
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penulis tertarik untuk membuat
judul penelitian : Kesiapsiagaan Petugas Badan Penanggulangan Bencana Daerah
(BPBD) Dalam Menghadapi Bencana DI Kota Langsa.

1.2. Permasalahan
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka permasalahan dalam
penelitian adalah:
1. Bagaimanakah kesiapsiagaan petugas Badan Penanggulangan Bencana Daerah
(BPBD) Kota Langsa secara administratif, meliputi ketersediaan kebijakan,
pengkoordinasian, pelaksanaan hubungan kerja dengan instansi terkait,
Pemantauan, Evaluasi dan Pelaporan
2. Bagaimanakah kesiapsiagaan petugas BPBD Kota Langsa meliputi pelatihan,
pendidikan dan keterampilan dalam penanggulangan bencana.

1.3.Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui bagaimana kesiapsiagaan petugas BPBD Kota Langsa
berdasarkan administrasiBidang pencegahan dan kesiapsiagaansertakesiapsiagaan
SDM Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) dalam penanggulangan
bencana di Kota Langsa.

1.4. Manfaat Penelitian
1.4.1. Ilmu Pengetahuan
Untuk Menambah khasanah ilmu kesehatan masyarakat khususnya tentang
kesiapsiagaan petugas Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) dalam
menghadapi bencana.
1.4.2. BPBD Kota Langsa
Sebagai masukan untuk meningkatkan kemampuan kesiapsiagaan petugas
Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) dalam menghadapi bencana.
1.4.3 Bagi Peneliti
Menambah wawasan dan pengetahuan tentang kesiapsiagaan Badan
Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) dalam menghadapi bencana.

1.5 Keaslian Penelitian
Tabel 1.1 Keaslian Penelitian
No Peneliti

Judul
Penelitian
Rucky
Kesiapsiagaan
Nurul
Sumber
Daya
Wursanty Manusia
Dewi,
Kesehatan
2010
Dalam
Penanggulangan
Masalah
Kesehatan
Akibat Banjir Di
Provinsi
Dki
Jakarta Tahun
2010

Hasil Penelitian

Persamaan

Perbedaan

1.

68
%
SDM
Kesehatan
siap
menghadapi
bencana,
dan
kesiapsiagaan
lebih banyak pada
petugas
yang
sudah
mendapatkan
pelatihan
dan
memiliki
keterampilan.

Objek
penelitiannya
adalah
ketenagaan atau
petugas
atau
sumber
daya
manusia
yang
diteliti
kesiapsiagaanny
a
dalam
menghadapi
bencana.

Dilakukan
secara
kuantitatif,
orientasi
penelitian
dibatasi pada
petugas atau
sumber daya
manusia
kesehatan
saja

Tabel 1.1 (Lanjutan)
2

Ristrini,
dkk,
2011

Analisis
Implementasi
Kebijakan
Kesiapsiagaan
Penanggulangan
Bencana Bidang
Kesehatan

Kesiapsiagaan
bencana Bidang
Kesehatan di
Propinsi Sumatera
Barat, telah
didukung oleh
Peraturan Daerah.
Di
Provinsi Jejaring
kelembagaan, peran
Sumatera Barat
serta fungsi
lembaga
penanggulangan
bencana bidang
kesehatan
telah terbentuk .
Dinas Kesehatan
Provinsi Sumatera
Barat
telah
mengembangkan
berbagai program
kesiapsiagaan
penanggulangan
bencana dengan
melibatkan
berbagai sektor
yaitu

Meneliti tentang
kesiapsiagaan di
daerah
dan
kapasitas Dinas
terkait
dalam
membangun
jejaring
dan
menjalin
kerjasama
terkait
kesiapsiagaan
menghadapi
bencana.

Hanya
menekankan
pada
fungsi
kesiapsiagaan
dan
belum
meneliti
kapastias
sumber daya
petugasnya

Meneliti tentang
kesiapsiagaan
personil
atau
petugas dalam
menghadapi
bencana

Sampel
diambil dari
berbagai
organisasi
yang terkait
dengan
bencana di
Aceh timur

BPBD, RSUP dr.
M.
Djamil
Padang,
PMI,
TNI, Polda dan
organisasi profesi.
3.

SRA
Salim,
2013

Pengaruh sumber
daya organisasi
terhadap
kesiapsiagaan
petugas
penanggulangan
bencana dalam

Variabel personil
berpengaruh positif
dan signifikan
terhadap
kesiapsiagaan
petugas dalam
menghadapi

Tabel 1.1 (Lanjutan)

menghadapi
bencana

banjir
Kabupaten
Aceh Timur

bencana banjir di
Kabupaten Aceh
di Timur.
Variabel sarana
atau peralatan
berpengaruh positif
dan
signifikan terhadap
kesiapsiagaan
petugas dalam
menghadapi
bencana banjir di

Kabupaten Aceh
Timur

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kesiapsiagaan Badan Penanggulangan Bencana Daerah

dan
diolah
secara
kualitatif.
Variabel
bencana turut
mempengaruhi
kesipasiagaan
petugas.