Pengaruh Sumber Daya Organisasi Terhadap Kesiapsiagaan Petugas Badan Penanggulangan Bencana Daerah (Bpbd) Kota Langsa Menghadapi Bencana Di Kota Langsa

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
Ancaman bahaya bencana alam di Aceh, yang sering terjadi adalah bersifat
hidro-meteorologi seperti banjir, angin puting beliung, dan kekeringan, dan yang
bersifat geologi seperti gempa bumi, tsunami, letusan gunung api dan tanah longsor.
Kejadian bencana di Aceh meningkat tiap tahunnya. Dalam satu dekade ini terjadi
sekitar ratusan bencana di Aceh. Sebagian besar jenis bencana tersebut adalah hidrometeorologi, yaitu banjir dan angin puting beliung (DRRA, 2011).
Bencana banjir hampir melanda sebagian wilayah Aceh selama 2 periode
waktu selama tahun 2014. Periode pertama terjadi pada 1 – 6 November 2014
bencana banjir melanda 5 Kabupaten/Kota: Aceh Barat Daya, Sabang, Aceh Jaya,
Aceh Barat dan Aceh Singkil, dengan korban yang mengungsi mencapai 83.504
jiwa/17.777 KK dan kerusakan rumah berat dan ringan sebanyak 3 unit serta
kehilangan 2 boat. Periode ke dua terjadi pada penghujung Desember 2014, kembali
melanda 7 Kabupaten/Kota yaitu: Aceh Timur, Aceh Utara, Aceh Tamiang, Aceh
Selatan, Aceh Pidie, Lhokseumawe dan Banda Aceh, di mana 120.966 warga harus
mengungsi (BPBA, 2015).
Kota Langsa yang terletak di pesisir pantai timur Provinsi Aceh ini
merupakan hasil pemekaran wilayah dari Kabupaten Aceh Timur, berada kurang
lebih 400 km dari Kota Banda Aceh. Kedudukan Kota Langsa berada pada titik


koordinat antara 04º24´-35,68´ - 04º33 47´0-0,3´ Lintang Utara (LU) dan
97º53´14,59´ - 98º04´42,16´ Bujur Timur (BT). Kota Langsa berstatus Kota
Administratif, sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 64 Tahun 1991 tentang
Pembentukan Kota Administratif Langsa. Langsa kemudian ditetapkan statusnya
menjadi Kota dengan Undang-undang Nomor 3 Tahun 2001, tanggal 21 Juni 2001.
Hari Jadi Kota Langsa ditetapkan pada tanggal 17 Oktober 2001 (BPBD Kota
Langsa, 2015).
Topografi Kota Langsa terletak pada dataran aluviasi pantai dengan elevasi
berkisar sekitar 8 m dari permukaaan laut di bagian barat daya dan selatan di batasi
oleh pegunungan lipatan bergelombang sedang, dengan elevasi 75 m, sedangkan di
bagian timur merupakan endapan rawa-rawa dengan penyebaran cukup luas (Rahmat,
H. 2011). Berdasarkan kondisi demografi dan topografi, Kota Langsa merupakan
daerah rawan akan bencana (alam dan non alam).
Survei pendahuluan yang peneliti lakukan pada tanggal 19 Januari 2015
mendapatkan

data di BPBD Kota Langsa, bencana yang sering terjadi setiap

tahunnya adalah banjir, kebakaran, pohon tumbang, puting beliung dan tanah longsor.

Tahun 2014 kasus banjir di Kota Langsa yang paling terparah adalah pada tanggal 19
Desember sampai 26 Desember 2014 yang diakibatkan oleh curah hujan yang tinggi
juga meluapnya air sungai Krueng Langsa sehingga menyebabkan tergenangnya
hampir seluruh wilayah Kota Langsa yang terdiri dari 5 kecamatan yaitu Langsa
Timur, Langsa Kota, Langsa Barat, Langsa Baro dan Langsa Lama. Hal ini memaksa
masyarakat harus mengungsi ke tempat pengungsian yang telah disediakan oleh

pemerintah Kota Langsa melalui BPBD Kota Langsa. Dengan korban yang
meninggal dunia 2 jiwa, korban yang mengungsi mencapai 3.411 KK, kerusakan
berat 1 mushalla dan 1 rumah, serta 91 hektar sawah (BPBD Kota Langsa, 2015).
Direktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Aceh, Muhammad
Nur menyebutkan, banjir yang terjadi ini salah satu penyebabnya adalah
berkurangnya luasan hutan akibat pembukaan untuk perkebunan, pertambangan,
ditambah illegal logging. Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Aceh
yang telah disahkan Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) dan disetujui
pemerintah pusat di dalamnya telah mengurangi luas hutan Aceh dan mengabaikan
keberadaan Kawasan Strategis Nasional (Hanafiah, 2014).
Peraturan Daerah (Perda) Aceh mengabaikan pengaturan wilayah Kawasan
Ekosistem Leuser (KEL) yang masuk dalam Kawasan Strategis Nasional (KSN)
seperti yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 tahun 2008 tentang

Rencana Tata Ruang dan Wilayah Nasional (RTRWN). RTRW tersebut telah
mengurangi 145.982 hektar hutan Aceh dimana hutan konservasi diubah menjadi
Areal Penggunaan Lain (APL) seluas 79.179 hektar padahal penunjukan kawasan
hutan baru hanya seluas 26.465 hektar (Hanafiah, 2014).

Gambar 1.1. Peta Rawan Bencana di Kota Langsa
Sumber : RENSTRA Tahun 2012-2017 BPBD Kota Langsa
Konferensi Sedunia tentang Peredaman Bencana (World Conference on
Disaster Reduction) diselenggarakan tanggal 18-22 Januari 2005 di Kobe, Hyogo,
Jepang dan mengadopsi Kerangka Kerja Aksi 2005-2015 memberikan suatu
kesempatan unik untuk menggalakkan suatu pendekatan yang strategis dan sistematis
dalam meredam kerentanan (vulnerability) dan risiko terhadap bahaya (hazard).
Konferensi tersebut menekankan perlunya untuk dan menengarai cara-cara untuk
membangun ketahanan bangsa dan komunitas terhadap bencana (disaster).
Komitmen Pemerintah Indonesia atas resolusi PBB No.63/1999 yang
ditindaklanjuti dengan Hyogo Framework for Action 2005-2015 dan Beijing Action
Plan untuk kawasan Asia disusunlah buku Rencana Aksi Nasional Pengurangan
Resiko Bencana (RAN-PRB) 2006-2009 yang bertujuan untuk mengubah paradigma

dalam menangani bencana alam, dari yang selama ini masih lebih bersifat responsif

(tanggap darurat) dalam menangani bencana, menjadi suatu kegiatan yang bersifat
preventif, sehingga bencana alam itu selain mungkin dapat dicegah atau
diminimalkan (mitigasi), juga resikonya dapat dikurangi atau malah ditiadakan.
Realisasi dari RAN-PRB 2006-2009, Pemerintah menetapkan Undang-undang
Republik Indonesia No. 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana.
Selanjutnya Presiden RI mengeluarkan Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 8
Tahun 2008 tentang Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). Kemudian
dalam rangka pelaksanaan pasal 18 jo pasal 25 Undang-undang No. 24 Tahun 2007
dibentuk Badan Penanggulangan Bencana Daerah, adanya Peraturan Menteri Dalam
Negeri No.46 Tahun 2008 tentang Pedoman Organisasi dan Tata Kerja Badan
Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) dan Peraturan Kepala Badan Nasional
Penanggulangan Penanggulangan Bencana No. 3 Tahun 2008 tentang Pedoman
Pembentukan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD).
Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Langsa dibentuk
berdasarkan Qanun Kota Langsa Nomor 18 Tahun 2010 Tanggal 14 Desember 2010
tentang Pembentukan Susunan Organisasi dan Tata Kerja Badan Penanggulangan
Bencana Daerah Kota Langsa Kota Langsa mempunyai tugas:
a.

Menetapkan pedoman dan


pengarahan terhadap pencegahan bencana,

penanganan darurat, rehabilitasi, serta rekonstruksi secara adil dan setara;
b.

Menetapkan standarisasi serta kebutuhan penyelenggaraan penanggulangan
bencana berdasarkan peraturan perundangan – perundangan;

c.

Menyusun dan menetapkan, dan menginformasikan peta rawan bencana;

d.

Menyusun dan menetapkan prosedur tetap penanganan bencana;

e.

Melaporkan penyelenggaraan penanggulangan bencana kepada Kepala Daerah

setiap bulan sekali dalam kondisi normal dan setiap saat dalam kondisi darurat
bencana;

f.

Mengendalikan pengumpulan dan penyaluran uang dan barang;

g.

Mempertanggungjawabkan penggunaan anggaran yang diterima dari Anggaran
Pendapatan dan Belanja Kota; dan

h.

Melaksanakan kewajiban lain sesuai dengan peraturan perundang – undangan.
Menurut Profil BPBD Kota Langsa Tahun 2015, BPBD Kota Langsa

merupakan BPBD dengan Klasifikasi Tipe A. Hal ini dapat terlihat dari BPBD Kota
Langsa setingkat dengan Badan atau Dinas, dipimpin oleh Esselon II, sumber daya
maksimal, mempunyai Kepala Bidang (KaBid) dan Kepala Seksi (KaSi). Terlihat dari

unsur pelaksana yang sudah sesuai tetapi tidak dengan unsur pengarah, karena belum
terbentuk hingga saat ini. Dari wawancara pendahuluan yang dilakukan didapatkan
informasi bahwa BPBD Kota Langsa sejak awal sudah pernah mengusulkan
pembentukan tim unsur pengarah kepada Pemerintah Kota Langsa tetapi hal tersebut
kurang mendapat tanggapan dan jawaban.
Kesiapsiagaan merupakan tingkat kesiapan (readiness) dan kemampuan
(ability) dari suatu masyarakat untuk fase pra-bencana pada saat ancaman bencana
akan terjadi. Upaya kesiapsiagaan tersebut dilaksanakan pada situasi dimana terdapat
potensi terjadinya bencana (DEPKES, 2007).

BNPB dan BPBD selaku penyelenggara penanggulangan bencana di daerah
yang meliputi tahap pra bencana, tanggap darurat, dan pasca bencana dituntut
memiliki kesiapsiagaan yang tinggi, khususnya kesiapsiagaan petugas yang terlibat
langsung dalam penanggulangan bencana. Hasil survei pendahuluan yang dilakukan
mendapatkan masih kurangnya kesiapsiagaan petugas BPBD Kota Langsa khususnya
yang terlibat dalam penanggulangan bencana karena masih sangat terbatasnya sumber
daya organisasi yang dimiliki, seperti belum optimalnya kapasitas dan kualitas
Sumber Daya Manusia (SDM) penanggulangan bencana, selain itu masih terbatasnya
sarana yang diperlukan dalam penanggulangan bencana baik alam mau pun non alam
belum memadai termasuk belum memiliki gedung kantor sendiri serta masalah dana

yang masih sangat terbatas.
BPBD selaku pelaksana fungsi Pengordinasian, Pengomandoan dan
Pengendalian (Controlling) dalam penanggulangan bencana daerah harus berperan
aktif guna mendukung perencanaan pembangunan, baik peran konsep maupun peran
dalam hal monitoring dan evaluasi. Hal ini dapat dicapai bilamana aparatur BPBD
dapat bekerja secara maksimal dan profesional melalui tingkat koordinasi yang
terarah baik dalam lingkungan internal BPBD dengan seluruh unit kerja terkait.
Rencana Strategis (Renstra) Tahun 2012-2017 BPBD Kota Langsa,
sehubungan dengan tugas dan fungsi yang harus dilaksanakan oleh BPBD ke depan,
secara umum BPBD Kota Langsa masih dihadapkan pada berbagai masalah dan
tantangan, di antaranya sebagai berikut :

1.

Terjadinya banjir di pemukiman masyarakat dan genangan air di ruas jalan utama
diakibatkan hujan dan meluapnya sungai Krueng Langsa serta sistem drainase
yang buruk

2.


Terjadinya kebakaran secara dadakan yang tidak dapat ditanggulangi dengan
cepat dikarenakan peralatan dan armada operasional yang masih terbatas dan
sering mengalami kerusakan serta belum tersedianya peta kawasan rawan
bencana kebakaran

3.

Belum optimalnya kapasitas dan kualitas SDM Penanggulangan Bencana

4.

Belum optimalnya koordinasi dan sinkronisasi komando proses Penanggulangan
Bencana

5.

Kurangnya partisipasi masyarakat dalam proses Pengurangan Resiko Bencana
baik bencana alam mau pun non alam
Dampak dan kerugian bencana dapat dikurangi secara berarti jika pihak


berwenang, individu dan komunitas di wilayah-wilayah yang rawan bencana sudah
dipersiapkan dengan baik dan siap untuk bertindak serta dilengkapi dengan
pengetahuan dan kapasitas untuk mengelola bencana secara efektif.
Informasi yang penulis dapatkan dari survei pendahuluan, ternyata belum
seluruhnya petugas BPBD Kota Langsa dalam hal ini personel yang terlibat dalam
penanggulangan bencana memiliki kesiapsiagaan dalam menghadapi bencana.
Kondisi ini diakibatkan oleh sumber daya organisasi yang dimiliki oleh BPBD Kota
Langsa masih kurang memadai seperti personil yang kurang baik dari segi kuantitas
dan kualitas, sarana yang terbatas serta dana yang jauh dari mencukupi. Unsur-unsur

manajemen yang bisa disamakan seperti komponen sumber daya organisasi, terdiri
dari: man (sumber daya manusia), money (dana), methode (metode), machines
(peralatan), materials (bahan-bahan), dan market (pasar), disingkat 6M (Malayu,
2001) pada BPBD Kota Langsa adalah:
1. Sumber Daya Manusia (Man)
Tabel 1.1. tentang Susunan Kepegawaian Sumber Daya Manusia Aparatur di
BPBD Kota Langsa, dimana PNS berjumlah 31 orang, Petugas Lapangan (Kontrak)
berjumlah 218 orang, Honor Daerah berjumlah 4 orang, CS (Cleaning Service) dan
Jaga Malam 5 orang dengan kekuatan personil sebagai berikut :
Tabel 1.1. Susunan Kepegawaian Sumber Daya Manusia Aparatur

di BPBD Kota Langsa
Kategori
a. Berdasarkan Kepangkatan/ Golongan

Jumlah

1) Golongan IV
2) Golongan III
3) Golongan II
b. Berdasarkan pendidikan
1) Pasca Sarjana/ S2
2) Sarjana/ S1
3) Sarjana Muda
4) SLTA
5) SLTP
c. Berdasarkan PNS/ Honorer/ Bakti/Cleaning Service
1) PNS
2) Honorer
3) Bakti
4) Cleaning Servis
5) Jaga Malam
d. Berdasarkan masa kerja
1) Lebih dari 20 tahun
2) 10 s/d 20 tahun
3) Kurang dari 10 tahun

3 Orang
15 Orang
13 Orang
3
20
5
221
9

Orang
Orang
Orang
Orang
Orang

31
4
218
4
1

Orang
Orang
Orang
Orang
Orang

4 Orang
9 Orang
245 Orang

Tabel 1.1 (Lanjutan)
Kategori
e. Berdasarkan usia
1) Diatas 45 tahun
2) 35 s/d 45 tahun
3) Dibawah 35 tahun
Sumber : RENSTRA Tahun 2012-2017 BPBD Kota Langsa

Jumlah
11 Orang
33 orang
214 orang

Masalah yang ada :
a.

Keterbatasan SDM dalam memahami tugas pokok dan fungsinya sebagai petugas
penanggulangan bencana

b.

Kapasitas dan kualitas sumber daya manusia yang dimiliki oleh BPBD Kota
Langsa belum memenuhi spesifikasi keahlian dalam penanggulangan bencana
Penelitian Aritonang (2014) menyatakan bahwa dalam penanggulangan bencana

Erupsi Gunung Sinabung terkendala pada SDM yang masih baru dan belum
berpengalaman dalam menangani bencana sehingga masih perlu pendampingan yang
mengakibatkan daerah belum mampu menyelesaikan masalah bencana tersebut
dengan mandiri.
2. Pendanaan (Money)
Berdasarkan Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana
(BNPB) No. 3 Tahun 2008 tentang Pedoman Pembentukan Badan Penanggulangan
Bencana

Daerah,

bahwa

Pemerintah

Daerah

bertanggungjawab

untuk

mengalokasikan dan menyediakan dana penanggulangan bencana dalam APBD
secara memadai untuk penyelenggaraan penanggulangan bencana pada setiap tahap
pra bencana, tanggap darurat dan pasca bencana. Sesuai dengan hal tersebut dana

BPBD Kota Langsa selain bersumber dari APBK Kota Langsa, juga bersumber dari
APBN yang berbentuk dana kontijensi, dana siap pakai dan dana bantuan sosial
berpola hibah. Selain itu juga terdapat bantuan dari dana Otonomi Khusus dan dana
Migas juga dari BPBA Provinsi Aceh. Menurut Kasubbag Program dan Pelaporan
BPBD Kota Langsa masalah yang terjadi adalah dana selalu defisit untuk operasional
dan maintenance karena dana yang didapatkan dari APBK selalu jauh dari cukup
karena tidak semua Rencana Kerja Anggaran BPBD Kota Langsa yang diajukan
setiap tahunnya tertampung dan disetujui oleh Pemerintah Kota Langsa. Sebagai
contoh untuk APBK BPBD Kota Langsa tahun 2014 yang di berikan Rp
5.222.344.755,- dari rencana anggaran yang diajukan ± Rp 7.000.000.000,-. Selain
dana bantuan yang tersebut di atas tidak selalu setiap tahun didapatkan kecuali dari
APBN yang ditempatkan di BNPB diberikan dalam bentuk sarana dan logistik.
Dana yang ada di BPBD Kota Langsa lebih banyak dipergunakan untuk
penggajian dari pada upaya penanggulangan bencana seperti penyuluhan, pelatihan,
geladi maupun pembinaan kelompok masyarakat tangguh bencana yang merupakan
amanat dari Perka BNPB No. 3 Tahun 2008 tentang Pedoman Pembentukan Badan
Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD). Dana ini sangat berperan penting dalam
penanggulangan dan harus dialokasikan meskipun kita tidak tahu kapan bencana itu
datang. Jika tidak dialokasikan maka penanganan bencana dan penyampaian bantuan
akan terhambat dan lambat seperti yang terjadi dalam penanggulangan bencana
Erupsi Gunung Sinabung dimana pemerintah daerah tidak mengalokasikan dana
APBD untuk bencana (Aritonang, 2014).

3.

Metode (Methode)
Bencana yang sering terjadi di Kota Langsa setiap tahunnya adalah banjir,

kebakaran, puting beliung dan pohon tumbang. Pada tahap kesiapsiagaan menghadapi
bencana yang terjadi, upaya-upaya yang dilakukan untuk mengurangi resiko dari
bencana meliputi pra bencana, tanggap darurat dan pasca bencana yang dilakukan
BPBD Kota Langsa bersama Pemerintah Kota langsa seperti:
a. Sudah adanya pemetaan (mapping) daerah rawan bencana dan jalur evakuasi
serta penyediaan ruang evakuasi bencana, tersedianya nomor hotline atau
informasi BPBD Kota Langsa yaitu telepon (0641) 20113 dan fax : (0641)
21019, mendapatkan sumber informasi peringatan dini tentang bencana setiap
bulannya berupa majalah bulanan dari BMKG Provinsi Aceh, dan adanya
Koordinator Bencana Kecamatan di tiap kecamatan yang bertugas
menyampaikan

informasi

akan

adanya

bahaya

bencana.

Pada

penanggulangan bencana alam seperti saat terjadi bencana angin puting
beliung dilakukan pendataan rumah rusak dan penyaluran bahan-bahan
material untuk perbaikan rumah rusak tersebut sehingga rumah-rumah rusak
dapat ditata kembali. Pada bencana kebakaran, BPBD pernah melakukan
kegiatan sosialisi penggunaan tabung racun api untuk proteksi bagi
masyarakat
b. Mitigasi bencana banjir sudah adanya pemetaan daerah rawan bencana banjir,
adanya perbaikan dan peningkatan sistem drainase juga normalisasi fungsi
sungai seperti pengerukan dan pembersihan sungai, dimana juga dilakukan

sesudah musim penghujan. Selain itu adanya program penanaman pohon di
sepanjang DAS Krueng Langsa juga jenis pohon japon di hutan lindung Kota
Langsa dan tanaman manggrove di Kuala Langsa. Tetapi upaya-upaya
tersebut masih kurang maksimal karena kurangnya sosialisasi tentang
kebencanaan ke masyarakat khususnya bencana banjir, belum adanya sistem
peringatan dini di bagian sungai yang sering menimbulkan banjir, masih
banyaknya masyarakat yang bertempat tinggal di sepanjang DAS, kurangnya
alat pompa (mesin vakum air) untuk penyedotan air banjir dan masih banyak
masyarakat yang membuang sampah di sungai Krueng Langsa
c. Masalah lain belum adanya perencanaan kontigensi antara BPBD Kota
Langsa, Pemko Langsa dan instansi terkait lainnya. Koordinasi baru terjadi
pada saat bencana (tanggap darurat), masih minimnya simulasi dan pelatihan
penanggulangan bencana bersama yang melibatkan Pemko Langsa dan
instansi terkait serta masyarakat, pemberian informasi daerah-daerah rawan
bencana belum tersosialisasi
4.

Peralatan dan Bahan-bahan (Machines and Materials)
Sarana yang dimiliki BPBD Kota Langsa antara lain:
a. Gedung kantor dan gedung parkiran kendaraan pemadam kebakaran
b. Sarana

Tabel 1.2. Sarana yang Dimiliki BPBD Kota Langsa
Sarana
1)
2)
3)
4)
5)
6)
7)
8)
9)
10)
11)
12)
13)
14)
15)
16)
17)
18)
19)

Mobil Ambulans
Mobil Pick Up TRC
Motor KLX Kawasaki
Perahu Karet ( LCR )
Mesin Perahu Karet ( LCR)
Mesin Vakum Air
Mesin Potong Tembok
Mesin Genset Besar
Mesin Genset Kecil
Mesin Compresor Aircomp CSBA (SCUBA)
Mesin Penyuling Air Bersih
Mesin Sinsou
Tenda Posko
Tenda Pengungsi
Tenda Peleton
Tenda Keluarga
Tenda Regu
Tabung Selam SCUBA
Baju Rompi Pelampung

20) Tenda (Terpal)
21) Kompor Kayu Serbaguna
22) Alat Medis
23) Ban pelampung
24) Mobil Pemadam Kebakaran (Fire Engine)
25) Mobil Tangki Air (Fire Tank)
26) Mesin Vorteblel (Water Fire Pump Vortable)
27) AC
28) Monitor Komputer
29) CPU Komputer
30) Laptop
31) Printer
Sumber : RENSTRA Tahun 2012-2017 BPBD Kota Langsa

Jumlah
1 unit
1 unit
1 unit
2 unit
3 unit
4 unit
1 unit
1 unit
4 unit
1 unit
1 unit
2 unit
2 unit
1 unit
2 unit
5 unit
1 unit
2 unit
40 unit
10 unit
10 unit
2 set
10 unit
6 unit
2 unit
1 unit
9 unit
7 unit
7 unit
2 unit
6 unit

Masalah:
a. BPBD Kota Langsa belum memiliki gedung perkantoran sendiri karena sampai
saat ini masih memakai bekas gedung Dinas PU ( Pekerjaaan Umum) Aceh Timur
yang lama dengan sistem pinjam pakai. Kondisi kantor yang dipakai sekarang juga
kurang baik karena bangunan sudah lama dengan posisi bangunan lebih rendah
dari jalan raya serta drainase yang ada di depan kantor kecil dan kurang baik
sehingga bila musim penghujan tiba, tidak jarang kantor BPBD Kota Langsa
menjadi “korban” banjir.
b. Pemerintah pusat memberikan bantuan sarana melalui BNPB, tetapi sampai saat
ini sarana masih kurang memadai dalam penanggulangan bencana di BPBD Kota
Langsa baik alam mau pun non alam, seperti terjadinya kebakaran secara tiba-tiba
yang tidak dapat ditanggulangi dengan cepat dikarenakan sering mengalami
kerusakan serta belum tersedianya peta kawasan rawan bencana kebakaran. Begitu
pun juga dalam operasional kantor BPBD Kota Langsa, peralatan kantor yang
dimiliki juga sangat kurang.
Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Elvianita (2012) tentang
Pengaruh Sumber Daya Organisasi Terhadap Kesiapsiagaan Petugas Penanggulangan
Bencana Menghadapi Bencana Banjir di Kabupaten Aceh Timur menyimpulkan
adanya

pengaruh sumber daya organisasi seperti personil, sarana (yang paling

berpengaruh) dan dana terhadap kesiapsiagaan petugas penanggulangan bencana
menghadapi bencana banjir di Kabupaten Aceh Timur. Selain itu Aritonang (2014)
juga menyatakan kurangnya sarana dan prasarana yang memadai akan mempersulit

fungsi koordinasi antar instansi yang seharusnya diatur oleh BPBD sebagai
penanggungjawab bencana.
Menurut Kepala BPBD Kota Langsa Ir. Iskandar Syukri, MM. MT, BPBD
Kota

Langsa

dengan

fungsi

kerja

Pengorganisasian

dan

Pengomandoan

Penanggulangan Bencana berupaya seoptimal mungkin untuk melaksanakan tugastugas pokok serta menjalankan berbagai program dan kegiatan yang telah
direncanakan

untuk

masa

yang

akan

datang.

Namun

demikian

fungsi

Pengorganisasian dan Pengomandoan dimaksud tidak dapat berjalan seperti yang
diharapkan tanpa adanya sumber daya yang memadai serta koordinasi dari seluruh
fungsi kerja internal pada BPBD dan antar instansi terkait Penanggulangan Bencana
seperti TNI, POLRI, SAR, PMI, Dinsos Kota Langsa, Dinkes Kota Langsa, ORARI,
dan sebagainya.
Adanya fenomena personil, sarana dan dana di atas, penulis merasa perlu
untuk melakukan penelitian tentang sumber daya organisasi meliputi personil, sarana
dan dana terhadap kesiapsiagaan petugas BPBD Kota Langsa dalam menghadapi
bencana di Kota Langsa, dan juga karena penelitian ini belum pernah dilakukan oleh
BPBD Kota Langsa.

1.2. Permasalahan
Berdasarkan latar belakang, maka dapat dirumuskan permasalahan
penelitian yaitu: bagaimanakah pengaruh sumber daya organisasi yang meliputi

personil, sarana dan dana terhadap kesiapsiagaan petugas Badan Penanggulangan
Bencana Daerah (BPBD) Kota Langsa dalam menghadapi bencana di Kota Langsa?

1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh sumber daya
organisasi meliputi personil, sarana dan dana terhadap kesiapsiagaan petugas Badan
Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Langsa dalam menghadapi bencana
di Kota Langsa.

1.4. Hipotesis
Sumber daya organisasi meliputi personil, sarana dan dana berpengaruh
terhadap kesiapsiagaan petugas Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD)
Kota Langsa dalam menghadapi bencana di Kota langsa.

1.5. Manfaat Penelitian
1.5.1. Ilmu Pengetahuan
Menambah khasanah ilmu kesehatan masyarakat khususnya tentang
manajemen sumber daya organisasi terkait kesiapsiagaan dalam menghadapi bencana.
1.5.2. BPBD Kota Langsa
Masukan bagi Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Langsa
dalam upaya melengkapi sumber daya organisasi untuk meningkatkan kesiapsiagaan
petugas Badan Penanggulangan Bencana Daerah dalam menghadapi bencana.

1.5.3. Bagi Peneliti
Menambah wawasan dan pengetahuan tentang manajemen sumber daya
organisasi terkait kesiapsiagaan dalam menghadapi bencana.