Tindak Pidana Perdagangan Organ Tubuh Manusia (ditinjau dari Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009)

 

BAB II
Pengaturan Hukum positif Indonesia mengenai Perdagangan Organ Tubuh
Manusia

A. Pengaturan Tentang Perdagangan Organ Tubuh Manusia Menurut
Ketentuan KUHPidana
Pada Bab VII Kitab Undang-undang Hukum Pidana tentang kejahatan yang
membahayakan keamanan umum bagi orang atau barang. Di dalam KUHPidana
tidak diatur secara langsung mengenai perdagangan organ tubuh manusia, tetapi
mengatur tentang memperjualbelikan barang yang diketahui membahayakan
nyawa dan jiwa. Dalam pasal 204 KUHPidana membahas tentang sanksi pidana
bagi yang memperjualbelikan barang yang diketahui membahayakan nyawa atau
kesehatan orang. Pada pasal 206 KUHPidana ditambah dengan pidana tambaha
berupa pencabutan terhadap hak tertentu dan pengumuman putusan hakim.40
Pasal 204 KUHP berbunyi:
(1)

(2)


Barangsiapa menjual, menawarkan, menyerahkan atau
membagi-bagikan barang yang diketahuinya membahayakan
nyawa atau kesehatan orang, padahal sifat berbahaya itu tidak
diberi tahu, diancam dengan pidana penjara paling lama 15
(lima belas) tahun,
Jika perbuatan itu mengakibatkan orang mati, yang bersalah
diancam dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana
penjara selama waktu tertentu paling lama dua puluh tahun.

Pada pasal tersebut yang menjadi unsur subjektifnya adalah yang
diketahuinya, dan yang menjadi unsur objektifnya adalah:

                                                            
112.

 

 Leden Marpaung, Asas-Teori-Praktik Hukum Pidana, Sinar Grafika, Jakarta, 2005, Hal

 

Universitas Sumatera Utara

 

 

a.

Barang siapa,

b.

Menjual, menawarkan, menyerahkan atau membagi-bagikan barang
berbahaya,

c.

Pidana penjara maksimum 15 tahun dan dirumuskan tungal, artinya tidak
ada pidana tambahan


Unsur subjektif merupakan unsur yang berasal dari dalam diri pelaku. Dalam
asas hukum pidana menyatakan “tidak ada hukuman kalau tidak ada kesalahan “
(an act does not make a person gulty unless the mind is guilty or actus non facit
reum nisi mens sit rea).41 Unsur subjektif pada pasal 204 KHUP yaitu “yang
diketahui” artinya dimengertinya sesudah melihat (menyaksikan, mengalami, dan
sebagainya).42 Kesalahan yang dimaksud disini adalah kesalahan yang
diakibatkan oleh kesengajaan (intention/ opzet/ dolus) dan kealpaan (negligence
or schuld). pada umumnya kealpaan mempunyai dua unsur:43
1. Tidak berhati- hati
2. Dapat diduganya akibatnya
Unsur objektif merupakan unsur yang berasal dari luar diri pelaku, unsur
ini terdiri atas:
a. Perbuatan manusia, berupa: act, yaitu perbuatan aktif atau perbuatan
positif dan omission, yaitu perbuatan pasif atau perbuatan negatif,
yaitu perbuatan yang mendiamkan atau membiarkan;
b. Akibat (result) perbuatan manusia: akibat tersebut yang membahyakan
atau merusak, bahkan menghilangkan kepentingan-kepentingan yang

                                                            


 Trini Handayani, Op. Cit., hal 83.
 Dessy Anwar, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, Amelia, Surabaya, 2005, hal 344.
 Sudarto, Op. Cit., hal 125.

 

Universitas Sumatera Utara

 

 

dipertahankan oleh hukum, misalnya nyawa, badan, kemerdekaan, hak
milik, kehormataan, dan sebagainya;
c. Keadaan-keadaan (circumstances): keadaan pada saat perbuataan
dilakukan dan keadaan setelah perbuatan dilakukan;
d. Sifat dapat dihukum dan sifat melawan hukum: sifat dapat dihukum
berkenaan dengan alasan-alasan yang membebaskan si pelaku dari
hukuman. Adapun sifat melawan hukum adalah apabila perbuatan itu
bertentangan dengan hukum, yakni berkenaan dengan larangan suatu

perintah.
Semua unsur delik tersebut merupakan satu kesatuan. Salah satu unsur saja
tidak terbukti, dapat mengakibatkan terdakwa dibebaskan pengadilan.44
Sebagaimana dapat dijelaskan secara sederhana dalam bagan di bawah ini:
PERUMUSAN DELIK
peru usa  
delik

sifat  ela a  
huku

sifat tercela

dipida a

Pembentuk Undang-undang bertolak dari membuat rumusan delik, apabila
sudah jelas rumusan deliknya, dapat dituduhkan kepada pelaku dan dibuktikan.
Jenis rumusan delik ini ada dua, yaitu rumusan formal dan rumusan materiil.
Delik formal menekankan pada perbuatannya, sedangkan delik materiil, yang
dilarang dan dapat dipidana adalah apabila menimbulkan akibat tertentu.

Sedangkan sifat melawan hukum atau kesalahan merupakan unsur dari Undangundang. Sifat tercela merupakan suatu sifat dapat dipidananya seseorang karena
                                                            

 Leden Marpaung, Op. Cit., hal 9-10.

 

Universitas Sumatera Utara

 

 

orang tersebut dapat bertanggungjawab, sebaliknya tidak ada sifat tercela apabila
perbuatan itu sama sekali tidak dapat dipertanggungjawabkan kepada sipembuat.
Sebagaimana ketentuan pasal 44 KUHPidana: barang siapa melakukan perbuatan
yang tidak dapat dipertanggungjawanbkan padanya, karena jiwanya cacat dalam
pertumbuhannya atau terganggu karena penyakit, tidak dipidana.45
Unsur objektif dalam rumusan pasal 204 KUHPidana adalah menjual,
menawarkan, menyerahkan atau membagi-bagikan barang berbahaya. Dalam

KBBI (kamus besar bahasa Indonesia) menjual artinya memberikan sesuatu
kepada orang lain untuk memperoleh uang pembayaran atau menerima uang.
Menawarkan artinya menunjukkan sesuatu kepada,dan memasang harga.
Menyerahkan

artinya

memberikan

(kepada);

menyampaikan

(kepada),

memberikan dengan penuh kepercayaan, memasrahkan. Membagi-bagikan berarti
memberikan kepada orang banyak. Barang merupakan benda, sesuatu yang
berwujud: benda cair, benda keras, dan sebagainya. Berbahaya brarti ada
bahayanya (mendatangkan kecelakaan, dapat berupa bencana, kesengsaraan,
kerugian dan sebagainya), mendatangkan bahaya, dalam keadaan terancam

bahaya.46
Dalam

pasal

204

KUHPidana,

perbuatan

“menjual,

menawarkan,

menyerahkan atau membagi-bagikan barang berbahaya” termasuk pada delik
formil. Delik formil adalah delik yang perumusannya dititik beratkan kepada
perbuatan yang dilarang.47 Sedangkan perbuatan “mengakibatkan orang mati”
termasuk delik materiil yang perumusannya dititikberatkan kepada akibat yang
                                                            


 Trini Handayani, Op.Cit., hal 84-85.
 Dessy Anwar, Op. Cit., hal 48.
 Sudarto, Op. Cit., hal 57.

 

Universitas Sumatera Utara

 

 

tidak dikehendaki (dilarang) dan diancam dengan pidana oleh Undang-undang.48
Delik ini baru selesai apabila akibat yang tidak dikehendaki itu telah terjadi.49
Unsur subjektif berupa adanya kesengajaan atau kealpaan sedangkan unsur
objektif meliputi perbuatan manusia, akibat yang ditimbulkan, adanya sifat
melawan hukum serta keadaan yang menyertainya.
Dihubungkan dengan tindak pidana perdagangan organ tubuh manusia,
rumusan pasal ini tidak mengatur secara langsung tentang perdagangan organ

tubuh manusia. Perbuatan “menjual, menawarkan, menyerahkan atau membagibagikan barang berbahaya” yang disebutkan dalam pasal ini merupakan delik
formil, yaitu menitik beratkan pada perbuatan tersebut. Maka orang yang menjual,
menawarkan, menyerahkan atau membagi-bagikan barang yang diketahuinya
membahayakan nyawa atau kesehatan orang dapat dikenakan ancaman pidana.
Tindak pidana perdagangan organ tubuh manusia merupakan perbuatan yang
dilakukan dengan sadar akan membahayakan kesehatan bahkan nyawa korban
yang diambil organ tubuhnya. Sehingga seseorang yang melakukan perbuatan
menjual, menawarkan, dan menyerahkan organ tubuh manusia dapat dikenakan
ancaman pidana sekalipun perbuatan tersebut tidak sampai mengakibatkan suatu
akibat.
Tindakan “mengakibatkan orang mati” yang tertulis dalam ayat 2 (dua) pasal
ini merupakan delik materiil dan termasuk delik yang ada pemberatannya
(gequalificeerde delict).50 Maka seseorang hanya dapat dikenakan pidana
pemberatan apabila telah mengakibatkan hilangnya nyawa orang lain. Seperti

                                                            

 Leden Marpaung, Op. Cit., hal 8.
 Ibid.
 Sudarto, Hukum dan Hukum Pidana, Alumni, Bandung, 1981, hal 57.


 

Universitas Sumatera Utara

 

 

yang tertulis dalam Pasal 204 KUHPidana ayat (1) terhadap Pasal 204
KUHPidana ayat (2) disertai dengan pemberatan pidana karena adanya syaratsyarat tertentu. Jadi pelaku perbuatan perdagangan organ tubuh manusia yang
diketahui dapat membahayakan kesehatan bahkan nyawa korban hanya dapat
dikenakan pemberatan pidana apabila korban meninggal dunia diakibatkan oleh
pengambilan organ tubuh korban.

B. Pengaturan Tentang Perdagangan Organ Tubuh Manusia

di luar

KUHPidana
a.

Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan
Dalam Undang-undang nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan disebutkan

bahwa setiap orang berhak atas kesehatan (pasal 4). Kesehatan merupakan hal
yang penting dalam hidup manusia. Kesejahteraan manusia juga dapat dicapai
apabila mempunyai tubuh yang sehat. Untuk mencapai kesehatan tersebut banyak
orang menggunakan berbagai cara untuk dapat mencapainya bahkan sampai
mengorbankan kesehatan orang lain. Untuk menghindari penyimpangan yang
dapat terjadi maka hal tersebut perlu adanya pengaturan yang mengatur hal
tersebut dalam undang-undang ini.
Poin menimbang yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun
2009 tentang Kesehatan, terdiri dari 5 dasar pertimbangan perlunya dibentuk
undang-undang kesehatan yaitu:
1. Kesehatan adalah hak asasi dan salah satu unsur kesejahteraan,
2. Prinsip kegiatan kesehatan yang nondiskriminatif, partisipatif dan
berkelanjutan.

 

Universitas Sumatera Utara

 

 

3. Kesehatan adaah investasi.
4. Pembangunan kesehatan adalah tanggung jawab pemerintah dan
masyarakat,
5. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 sudah tidak sesuai lagi dengan
perkembangan, tuntutan dan kebutuhan hukum dalam masyarakat.
Di dalam konsideran Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 secara jelas
disebutkan bawah kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur
kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia
sebagaimana tertera di dalam Pancasila dan Undang-undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945.
Di dalam pasal 1 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 dijelaskan
kesehatan adalah : Keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spritual maupun
sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan
ekonomis.
Dilihat dari azas dan tujuan, di dalam pasal 2 Undang-Undang Nomor 36
Tahun 2009 dijelakan, pembangunan kesehatan diselenggarakan dengan
berasaskan

perikemanusiaan,

keseimbangan,

manfaat,

perlindungan,

penghormatan terhadap hak dan kewajiban, keadilan gender dan nondiskriminal
dan norma-norma agama.
Sedangkan tujuan pembangunan kesehatan berdasarkan Pasal 3 UndangUndang Nomor 37 Tahun 2009, pembangunan kesehatan bertujuan untuk
meningkatkan kesadaraan, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap
orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya,

 

Universitas Sumatera Utara

 

 

sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya manusia yang produktif secara
sosial dan ekonomis.
Perdagangan organ tubuh diatur dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun
2009 yang tertuang dalam Pasal 64 , dan Pasal 192. Sedangkan ketentuan sanksi
pidana diatur dalam ketentuan Pasal 192 pada undang-undang ini.
Pasal 64 Undang-Undang ini berbunyi :
1. Penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan dapat dilakukan melalui
transplantasi organ dan/atau jaringan tubuh, implan obat dan/atau alat
kesehatan, bedah plastik dan rekonstruksi, serta penggunaan sel punca.
2. Transplantasi organ dan/atau jaringan tubuh sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) hanya untuk tujuan kemanusiaan dan dilarang untuk
dikomersilkan.
3. Organ dan/atau jaringan tubuh dilarang diperjualbelikan dengan dalih
apapun.
Pada Pasal 64 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 ini
mengatur tentang penyembuhan penyakit maupun pemulihan penyakit melalui
transplantasi organ dan/atau jaringan tubuh, implant obat dan/atau alat kesehatan
serta bedah plastik dan rekonstruksi maupun penggunaan sel punca (stem cell).
Selain itu juga ada tujuan kemanusiaan. Pada ayat (3) merupakan penjelasan
tentang perbuatan jual beli organ dan/atau jaringan tubuh yang dilarang dan
dijelaskan sanksi pidananya pada Pasal 192.51

                                                            

 Trini Handayani, Op. Cit., hal 97.

 

Universitas Sumatera Utara

 

 

Pasal 64 ayat (2) dan (3) dijelaskan bahwa, organ tubuh yang digunakan guna
keperluan medis tidak diperbolehkan untuk tujuan komersialisasi. Komersialisasi
yang dimaksud dari pasal tersbut adalah mempergunakan kesempatan untuk
mencari keuntungan sebanyak-banyaknya yang dilakukan oleh dokter atas
tindakan medisnya yang mengakibatkan biaya yang dibutuhkan terlampau tinggi
sehingga tidak terjangkau oleh sebagian masyarakat. Selain itu, dalam pengadaan
organ donor hanya diperbolehkan mendapatkan organ tersebut dari pendonor
organ yang rela organnya diambil secara sukarela. Dan tidak diperbolehkan
mendpatkan organ tersebut dengan cara-cara ilegal seperti mencuri dari orang
yang telah mati ataupun membeli dari orang yang menginginkan organnya tau
organ orang lain dijual demi mendapatkan keuntungan.
Dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 juga mengatur ketentuan pidana
mengenai tindak pidana perdagangan organ tubuh manusia.
Pasal 192 Undang-Undang ini berbunyi :
Setiap orang yang dengan sengaja memperjualbelikan organ atau
jaringan tubuh dengan dalih apa pun sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 64 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10
(sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu
miliar rupiah).
Unsur-Unsur yang terdapat dalam rumusan pasal ini adalah :
a. Unsur Subjektif : Dengan sengaja
b. Unsur Objektif : Memperjual belikan organ tubuh atau jaringan tubuh
Ketentuan pasal ini menjelaskan bahwa memperjualbelikan organ atau
jaringan tubuh dengan dalih apapun akan mendapat sanksi. Sanksi pidana berupa
pidana paling lama sepuluh tahun dan denda paling banyak satu milyar rupiah.

 

Universitas Sumatera Utara

 

 

Pada pasal ini merupakan perumusan kumulatif dari Pasal 64 ayat (3) yang
mengatur tentang larangan jual beli organ tubuh, sedangkan sanksinya
dirumuskan pada pasal 192 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009.52
Berdasarkan ketentuan di atas dapatlah dipahami bahwa di dalam UndangUndang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan penjualan organ tubuh manusia
dilarang dan bagi siapa saja yang terbukti bersalah melakukan jual beli organ
tubuh manusia, maka pelakunya dapat dikenakan pidana.
Pencantuman pasal 64 dan pasal 192 pada Undang-Undang Nomor 36 Tahun
2009 tentang Kesehatan merupakan salah satu cara pemerintah untuk melindungi
resipien dari praktek-praktek ilegal dan untuk memberikan jaminan kesehatan
bagi penderita atau resipien untuk mendapatkan organ yang dibutuhkannya demi
kesembuhan penyakitnya.

b. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
Penyelenggaraan perlindungan anak berasaskan Pancasila dan berlandaskan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 serta prinsipprinsip dasar Konvensi Hak Anak meliputi: non diskriminasi, kepentingan yang
terbaik bagi anak, hak untuk hidup, kelangsungan hidup dan perkembangan serta
penghargaan terhadap hak anak.53
Sesuai dengan Pasal 3 UU No.23 Tahun 2002, perlindungan anak bertujuan
untuk menjamin terpenuhinya hak-hak anak agar hidup, tumbuh, berkembang, dan
berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan,
                                                            

 Ibid. Hal 99.
 Undang-Undang No.23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak Pasal 2

 

Universitas Sumatera Utara

 

 

serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi, demi terwujudnya
anak Indonesia yang berkualitas, berakhlak mulia, dan sejahtera.
Anak sangat rentan terhadap tindakan eksploitasi dalam rangka pengambilan
organ tubuh. Maka sebagai upaya menghindari hal tersebut telah diatur dalam UU
No.23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Pasal 47 berbunyi :
(1) Negara, pemerintah, keluarga, dan orang tua wajib melindungi
anak dari upaya transplantasi organ tubuhnya untuk pihak lain.
(2) Negara, pemerintah, keluarga, dan orang tua wajib melindungi
anak dari perbuatan :
a. Pengambilan organ tubuh anak dan atau jaringan tubuh anak
tanpa memperhatikan kesehatan anak.
b. Jual beli organ dan atau jaringan tubuh anak; dan
c. Penelitian kesehatan yang menggunakan anak sebagai objek
penelitian tanpa seizin orang tua dan tidak mengutamakan
kepentingan yang terbaik untuk anak.
Pada Pasal 47 UU No 23 Tahun 2002 ini menjelaskan bahwa kewajiban
negara, pemerintah, keluarga maupun orang tua dalam melindungi anak dari
perbuatan pengambilan organ tubuh dan/atau jaringan tubuh anak tanpa
memperhatikan kesehatan anak, jual beli organ tubuh atau jaringan tubuh anak
serta penelitian kesehatan dengan objek penelitiannya menggunakan anak.54
Sanksi pidana terhadap pelanggaran Pasal 47 disebutkan dalam Pasal 85 yang
berbunyi:
“Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan transplantasi
organ dan/atau jaringan tubuh anak untuk pihak lain dengan maksud
menguntungkan diri sendiri atau orang lain, di pidana dengan pidana
penjara paling lama 10 ( sepuluh ) tahun dan/atau denda paling
banyak Rp 200.000.000 ( dua ratus juta rupiah ).”
Unsur-unsur yang terdapat dalam pasal ini adalah:
a. Unsur subjektif: Yang secara melawan hukum.
                                                            

 Trini Handayani, Op. Cit., hal 95

 

Universitas Sumatera Utara

 

 

b. Unsur objektif: Negara, pemerintah, keluarga, setiap orang, transplantasi,
jual beli organ dan/atau jaringan tubuh dengan sanksi pidana penjara
paling lama 10 (sepuluh) tahun dan atau denda paling banyak dua ratus
juta rupiah.
Salah satu unsur dari tindak pidana adalah unsur melawan hukum. Unsur ini
merupakan suatu penilaian obyektif terhadap perbuatan dan bukan terhadap si
pembuat.55 Sifat melawan hukum tidak hanya berarti apa yang bertentangan
dengan hak orang lain atau bertentangan dengan kewajiban hukum si pelaku,
melainkan apa juga yang bertentangan dengan tata susila maupun kepatutan dalam
pergaulan masyarakat.56
Lamintang menjelaskan, bahwa suatu perbuatan hanya dapat dipandang
bersifat wederrechtelijk (melawan hukum) apabila perbuatan tersebut memenuhi
unsur yang terdapat dalam rumusan suatu delik menurut Undang-undang.57
Jual beli organ dan/atau jaringan tubuh anak untuk transplantasi merupakan
perbuatan melawan hukum karena memenuhi unsur dalam rumusan delik.
Transplantasi merupakan kegiatan pemindahaan jaringan tubuh daru suatu tempat
ke tempat lain atau pentransplantasi.58
Pasal 85 UU No.23 Tahun 2002 :
(1)Setiap orang yang melakukan jual beli organ tubuh dan/atau
jaringan tubuh anak, dipidana dengan pidana penjara paling lama
15 tahun (lima belas tahun) dan/atau denda paling banyak Rp.
300,000,000 (tiga ratus juta rupiah).
(2)Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan pengambilan
organ tubuh dan/atau jaringan tubuh anak tanpa memperhatikan
                                                            

 Sudarto, Op. Cit., hal 76.
 Leden Marpaung, Op. Cit., hal 44.
 Ibid.
 Dessy Anwar, Op. Cit.,hal 372.

 

Universitas Sumatera Utara

 

 

kesehatan anak, atau penelitian kesehatan yang menggunakan
anak sebagai obyek penelitian tanpa seizin orang tua atau tidak
mengutamakan kepentingan yang terbaik bagi anak, dipidan de
ngan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau
denda paling banyak Rp. 200,000,000 (dua ratus juta rupiah).
Unsur-unsur dalam pasal ini adalah:
a. Unsur subyektif dalam pasal ini adalah: yang secara melawan hukum.
Melakukan berarti mengerjakan, mengadakan suatu perbuatan/tindakan.
b. Unsur obyektifnya adalah jual beli organ tubuh dan/atau jaringan tubuh,
pengambilan organ tubuh dan/atau jaringan tubuh, sanksi pidana penjara
paling lama lima belas tahun dan/atau denda paling banyak tiga ratus juta
rupiah bagi yang melakukan jual beli organ tubuh manusia. Sedangkan
bagi yang mengambil organ tubuh, sanksi pidana penjara paling lama
sepuluh tahun dan/atau denda paling banyak dua ratus juta rupiah.

c.

Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan
Perdagangan Orang.
Maraknya perdagangan manusia yang terjadi, berimbas pada terjadinya juga

perdagangan organ tubuh manusia. Dimana, terjadinya perdagangan organ tubuh
mausia ini memang sulit dihindarkan karena untuk memenuhi permintaan dari
para penderita yang sangat membutuhkan organ tubuh yang sehat untuk
menggantikan organ tubuhnya yang sudah tidak berfungsi dengan baik.

 

Universitas Sumatera Utara

 

 

Dalam upaya mengantisipasi semakin maraknya perdagangan orang yang
bertujuan untuk diperdagangkan organ tubuh korban, maka pemerintah Indonesia
menyusun, membuat, mensahkan dan memberlakukan Undang-undang No. 21
Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang. Dalam
Undang-undang ini mengatur tentang larangan untuk memperdagangkan organ
tubuh manusia, hal ini diatur dalam Pasal 1 angka 7 dan pasal 2, 3, 4, 5, 6, dan
pasal 7, dimana dalam pasal-pasal ini tindak pidana perdagangan organ tubuh
manusia sudah termasuk di dalamnya.
Pengaturan dalam hal pelarangan tertera pada pengaturan Pasal 2 UndangUndang Nomor 21 Tahun 2007 yang berbunyi :
(1) Setiap orang yang melakukan perekrutan, pengangkutan,
penampungan, pengiriman, pemindahan, atau penerimaan
seseorang dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan,
penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan
kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan utang, atau memberi
bayaran atau manfaat walaupun memperoleh persetujuan dari
orang yang memegang kendali atas orang lain, untuk tujuan
mengeksploitasi orang tersebut di wilayah negara Republik
Indonesia, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3
(tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana
denda paling sedikit Rp. 120.000.000,-(Seratus dua puluh juta
rupiah) dan paling banyak Rp. 600.000.000,-(Enam ratus juta
rupiah).
(2) Jika perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
mengakibatkan orang tereksploitasi, maka pelaku dipidana
dengan pidana yang sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Dalam penjelasan Undang-undang ini disebutkan :
Ayat (1) : Dalam ketentuan ini, kata “untuk tujuan” sebelum frasa
“mengeskploitasi orang tersebut” menunjukan bahwa
tindak pidana perdagangan orang merupakan delik formil,

 

Universitas Sumatera Utara

 

 

yaitu adanya tindak pidana perdagangan orang cukup
dengan dioenuhinya unsur-unsur perbuatan yang sudah
dirumuskan, dan tidak harus menimbulkan akibat.
Berdasarkan penjelasan pasal 2 tersebut dapat diketahui bahwa rumusan kata
“untuk tujuan” dalam rumusan pasal ini dikatakan bahwa pasal tersebut masuk
dalam kategori delik formil. Delik formil adalah yang dirumuskan adalah tindakan
yang dilarang (beserta hal/keadaan lainnya) dengan tidak mempersoalkan akibat
dari tindakan itu.59
Berdasarkan pasal ini dikatakan ketika unsur-unsur dalam tindak pidana
perdagangan orang telah dipenuhi maka dapat dikenakan sanksi pidana tanpa
harus menimbulkan akibat.
Unsur-unsur dalam pasal tersebut yakni:
a. Unsur subyektif: setiap orang, sengaja melakukan.
b. Unsur obyektif: melakukan perekrutan, pengangkutan, penampungan,
pengiriman, pemindahan, atau penerimaan seseorang dengan ancaman
kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan,
penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan utang,
atau memberi nayaran atau manfaat walaupun memperoleh persetujuan
dari orang yang memegang kendali atas orang lain, untuk tujuan
mengeksploitasi orang tersebut di wilayah negara Republik Indonesia.
Unsur pada pasal ini yang dapat dijadikan sebagai tolak ukur pendukung
delik formil yaitu terdapat pada unsur obyektif. Dimana unsur obyektif
                                                            

 Mohammad Ekaputra, Op. Cit., hal 97.

 

Universitas Sumatera Utara

 

 

merupakan unsur yang berasal dari luar diri manusia, berupa akibat, tindakan,
keadaan-keadaan dan sifat melawan hukum. Rumusan pasal jika seseorang telah
melakukan perbuatan perrekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman,
pemindahan, atau penerimaan seseorang dengan ancaman kekerasan, penggunaan
kekerasan, penculikan, penyekapan, penipuan, penjeratan utang, pemalsuan,
penyalahgunaan kekuasan atau posisi rentan, atau memperdagangkan organ tubuh
manusia akan mendapat hukuman penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling
lama 15 (lima belas) tahun. Ketika salah satu perbuatan-perbuatan diatas telah
terpenuhi maka sudah dapat dipidana tanpa melihat dulu akibat yang di timbulkan
oleh perbuatan tersebut.
Pengaturan pada ayat dua pasal ini mengancam untuk tindak pidana yang
menimbulkan akibat seseorang tereksploitasi. Apabila dapat dibuktikan bahwa
telah terjadi eksploitasi terhadap seseorang maka pelaku tindak pidana tersebut
dapat diancam pidana seperti ketentuan pada ayat satu. Penjatuhan pidana
dilakukan setelah terjadinya akibat dari suatu peruatan di karenakan pada ayat dua
pasal ini merupakan delik materiil. Delik materiil merupakan perbuatan yang
dilarang dan dapat dipidana ketika perbuatan tersebut menimbulkan akibat
tertentu.
Peraturan mengenai perdagangan organ tubuh manusia dalam undang-undang
ini terdapat pada defenisi eksploitasi, menurut Undang-Undang Nomor 21 Tahun
2007 Pasal 1 angka 7 menjelaskan definisi eksploitasi, yaitu:
Eksploitasi adalah Tindakan dengan atau tanpa persetujuan korban
yang meliputi pelacuran, kerja atau pelayanan paksa, perbudakan
atau, praktik, semacam, perbudakan, penindasan, pemerasan,pemanf
atan fisik, seksual, organ reproduksi atau secara hukum memindahkan

 

Universitas Sumatera Utara

 

 

atau mentransplantasi organ dan/atau jaringan tubuh atau
memanfaatkan tenaga atau kemampuan seseorang oleh pihak lain
untuk mendapatkan keuntungan baik materiil maupun immateriil.
Pada definisi eksploitasi terdapat rumusan perbuatan yang dapat di pidana
berupa pemindahan atau mentransplantasikan organ/jaringan tubuh untuk
mendapat keuntungan baik materiil maupun immateriil.
Ketentuan pelarangan lainnya tertera pada rumusan Pasal 3 Undang-Undang
Nomor 21 Tahun 2007, yang berbunyi:
Setiap orang yang memasukan orang ke wilayah negara Republik
Indonesia dengan maksud untuk dieksploitasi di wilyah negara
Republik Indonesia atau dieksploitasi di negara lain dipidana dengan
pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima
belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp. 120.000.000,(seratus dua puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 600.000.000,(Enam ratus juta rupiah).
Unsur-unsur dalam pasal tersbut :
a. Unsur Subjektif

: setiap orang, dengan maksud.

b. Unsur Objektif

: memasukkan orang ke wilayah negara

Republik Indonesia, dieksploitasi di wilayah negara Republik
Indonesia atau di wilayah negara lain, dipidana dengan pidana
penjara paling singkat tiga tahun dan paling lama lima belas tahun
dan pidana denda paling sedikit seratus dua puluh juta rupiah dan
paling banyak enam ratus juta rupiah.
Unsur subyektif dari rumusan pasal ini adalah segaja sebagai maksud, karena
pasal rumusan pasal ini menggunakan kalimat “dengan maksud”. Dengan
demikian setiap orang yang dengan sengaja dan memiliki maksud untuk
“memasukan orang ke wilayah negara Republik Indonesia dengan maksud untuk

 

Universitas Sumatera Utara

 

 

dieksploitasi di wilayah negara Republik Indonesia atau dieksploitasi di negara
lain” maka dapat dikenakan pidana sesuai rumusan pasal ini.
Jika dikaitkan dengan perdagangan organ tubuh manusia, maka sesuai dengan
ketentuan pasal ini maka hukuman dapat dijatuhkan bukan hanya kepada
perbuatan mengeksploitasi atau menjual organ tubuh manusia namun juga kepada
perbuatan yang mendatangkan seseorang ke Indonesia dengan tujuan untuk
diperdagangkan organ tubuhnya.
Pada ketentuan Pasal 4 Undang-undang Nomor 21 Tahun 2007 ini berbunyi :
Setiap orang yang membawa warga negara Indonesia ke luar wilayah
negara Republik Indonesia dengan maksud untuk dieksploitasi di luar
wilayah negara Republik Indonesia dipidana dengan pidana penjara
paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun
dan pidana denda paling sedikit Rp. 120.000.000,- (Seratus dua puluh
juta rupiah) dan paling banyak Rp. 600.000.000,- (Enam ratus juta
rupiah).
Unsur-unsur tindak pidana yang terdapat dalam rumusan pasal ini adalah:
a. Unsur Subyektif

: setiap orang, dengan maksud.

b. Unsur Obyektif

: membawa warga negara Indonesia ke luar wilayah

Republik Indonesia, untuk diekploitasi di luar wilayah Republik Indonesia.
Berdasarkan pasal ini maka yang menjadi unsur kesalahan dalam rumusan
pasal ini yaitu sengaja dengan maksud. Dalam pasal ini yang perbuatan yang
dikhususkan yakni perbuatan membawa warga negara Indonesia dengan tujuan
untuk di eksploitasi.
Dalam ketentuan pasal ini perbuatan mengeksploitasi warga negara Indonesia
akan dapat diancam hukuman pidana sekalipun dilakukan di luar wilayah
Indonesia.

 

Universitas Sumatera Utara

 

 

Pada pasal 5 Undang-undang Nomor 21 tahun 2007:
Setiap orang yang melakukan pengangkatan anak dengan
menjanjikan sesuatu atau memberikan sesuatu dengan maksud untuk
dieksploitasi dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga)
tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling
sedikit Rp. 120.000.000,- (seratus dua puluh juta rupiah) dan paling
banyak Rp. 600.000.000,- (Enam ratus juta rupiah)
Unsur-unsurnya yang terdapat dalam pasal 5:
a. Unsur Subyektif : setiap orang, dengan maksud.
b. Unsur Obyektif : pengangkatan anak, menjanjikan sesuatu atau memberi
sesuatu, dipenjara paling singkat tiga tahun dan paling lama 15 tahun dan
pidana denda paling sedikit seratus dua puluh juta dan paling banyak enam
ratus juta rupiah.
Pada rumusan pasal ini mengatakan bahwa adanya larangan mengangkat anak
dengan maksud untuk dieksploitasi. Karena rumusan pasal ini merupakan
rumusan delik formil maka ketika telah dilakukannya perbuatan pengangkatan
anak dengan maksud untuk dieksplotasi maka telah dapat dikenakan ancaman
pidana bagi siapa yang melakukan perbuatan tersebut tanpa adanya akibat dari
perbuatannya.
Sehingga ketika seseorang melakukan perbuatan pengangkatan anak dengan
maksud untuk memperjual belikan organ tubuh sang anak maka pelaku dapat
dikenakan ancaman pidana.
Terdapat perbedaan defenisi anak di Indonesia. Menurut Convention on right
of the child (Konvensi Hak anak) yang telah diratifikasi oleh Indonesia, yang
dimaksud dengan anak dalam konvensi ini adalah: “semua orang yang di bawah
umur 18 tahun. Kecuali undang-undang menetapkan kedewasaan dicapai lebih

 

Universitas Sumatera Utara

 

 

awal.”. menurut Kitab Undang-undang Hukum Pidana anak adalah seseorang
yang belum mencapai usia 21 tahun atau belum menikah.
Defenisi anak menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang
perlindungan Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun dan bahkan
masih dalam kandungan. Defenisi anak menurut Undang-Undang Nomor 3 Tahun
1997 tentang Peradilan Anak adalah yang telah mencapai usia 8 tahun akan tetapi
belum mencapai 18 tahun. Defenisi anak dalam Undang-Undang Nomor 11
Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak adalah (dalam hal ini anak
yang berkonflik dengan hukum) seseorang yang telah berumur 12 tahun tetapi
belum berumur 18 tahun.
Pengaturan lain mengenai perdagangan organ tubuh manusia dimuat juga
dalam ketentuan Pasal 6 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 yaitu :
Setiap orang yang melakukan pengiriman anak ke dalam atau ke luar
negeri dengan cara apapun yang mengakibatkan anak tersebut
tereksploitasi dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga)
tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling
sedikit Rp. 120.000.000,-(Seratus dua puluh juta rupiah) dan paling
banyak Rp. 600.000.000,-(Enam ratus juta rupiah)
Rumusan pasal ini merupakan rumusan delik materil sehingga perbuatan
dapat dikenakan ancaman pidana apabila perbuatan tersebut telah mengakibatkan
hal yang dilarang dalam pasal tersebut. Dalam pasal ini dikatakan bahwa dilarang
mengakibatkan anak tereksploitasi. Ketika suatu perbuatan pengiriman anak
keluar negeri atau kedalam negeri mengakibatkan anak tereksploitasi maka pelaku
dalam dikenakan ancaman pidana. Bahkan ketika seseorang melakukan perbuatan
pengiriman anak tanpa tujuan untuk mengeksploitasi anak namun anak merasa

 

Universitas Sumatera Utara

 

 

tereksplotasi maka pelaku perbuatan pengiriman anak dapat diancam pidana
sesuai dengan pasal tersebut.
Pasal 7 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 berbunyi :
(1) Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat
(2), Pasal 3, Pasal 4, Pasal 5, dan Pasal 6 mengakibatkan korban
menderita luka berat, gangguan jiwa berat, penyakit menular
lainnya yang membahayakan jiwanya, kehamilan, atau terganggu
atau hilangnya fungsi reproduksinya, maka ancaman pidananya
ditambah1/3 (sepertiga) dari ancaman pidana dalam pasal 2 ayat
(2), Pasal 3, Pasal 4, Pasal 5 dan Pasal 6
(2) Jika tindak pidana sebagimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2),
Pasal 3, Pasal 4, Pasal 5, dan Pasal 6 mengakibatkan matinya
korban, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima)
tahun dan paling lama penjara seumur hidup dan pidana denda
paling sedikit Rp. 200.00.00,- (Dua ratus juta rupiah) dan paling
banyak Rp. 5.000.000.00,- (Lima milyar rupiah).
Dalam penjelasan mengenai ketentuan Pasal 7 adalah :
Ayat (1) Yang dimaksud dengan “luka berat” dalam ketentuan ini adalah:
a. jatuh sakit atau mendapat luka yang tidak memberi harapan akan sembuh
sama sekali atau yang menimbulkan bahaya maut;
b. tidak mampu terus-menerus untuk menjalankan tugas jabatan atau
pekerjaan pencaharian;
c. kehilangan salah satu pancaindera;
d. mendapat cacat berat;
e. menderita sakit lumpuh;
f. mengalami gangguan daya pikir atau kejiwaan sekurangkurangnya selama
4 (empat) minggu terus menerus atau 1 (satu) tahun tidak berturut-turut;
atau

 

Universitas Sumatera Utara

 

 

g. gugur atau matinya janin dalam kandungan seorang perempuan atau
mengakibatkan tidak berfungsinya alat reproduksi.
Menurut Jonkers bahwa dasar Umum strafverhogingsgroden, atau dasar
pemberatan penambahan pidana umum adalah :60
1. Kedudukan sebagai pegawai negeri
Unsur-unsur pegawai negeri sebagai berikut :
a. Pengangkatan oleh pejabat yang berwenang;
b. Memegang suatu jabatan tertentu;
c. Melaksanakan sebagian tugas Negara dan badan-badannya;
d. Orang yang menerima gaji atau upah dari keuangan Negara atau
daerah; yang menerima gaji atau upah dari suatu korporasi yang
menerima

bantuan dari keuangan Negara atau daerah; yang

menerima gaji atau upah dari korporasi lain yang mempergunakan
modal atau fasilitas dari Negara atau masyarakat.
2. Residive (pengulangan delik)
3. Semenloop (gabungan atau pembarengan dua atau lebih delik) atau
concurus.
Pemberatan pidana sebagaimana diungkapkan Jonkers memang tidak dimuat
pada rumusan Pasal 7 undang-undang tersebut. Namun dalam rumusan pasal ini
memuat ketentuan penambahan hukuman pidananya apabila korban menderita
luka berat. Luka berat yang dimaksud sesuai dengan luka berat pada penjelasan
pasal 7 (tujuh) undang-undang ini. Pemberatan pidana diberikan dengan
                                                            
 Andi Hamzah, Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesiadan Perkembangannya, Sofmedia,

Jakarta, 2012, hal 324.

 

Universitas Sumatera Utara

 

 

menambah ancaman pidana sepertiga dari ancaman pidana untuk dari ketentuan
Pasal 2 ayat 2, Pasal 4, 5, dan Pasal 6. Sedangkan apabila perbuatan
pengeksploitasian mengakibatkan korban meninggal dunia maka ancaman
hukuman bagi pelaku bertambah menjadi paling singkat 5 tahun dan paling lama
penjara seumur hidup.
Pengaturan hukum yang mengatur mengenai perdagangan organ tubuh
manusia yang diatur di dalam dan diluar kuhp melarang perdagangan organ tubuh
manusia. Di dalam kuhp sendiri belum secara jelas melarang adanya perbuatan
perdagangan organ tubuh manusia, begitu juga dalam Undang-Undang Nomor 21
Tahun 2007 tentang Pemberantasan Perdagangan Orang yang memasukkan
perdagangan organ tubuh kedalam tindakan eksplotasi terhadap orang.
Dalam Undang- Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan telah
mengatur

dengan

jelas

bahwa

organ

tubuh

manusia

dilarang

untuk

diperdagangkan dalam kondisi apapun juga. Peraturan ini merupakam peraturan
yang dengan jelas mengatur larangan untuk memperdagangankan organ tubuh
manusia sehingga sangat bagus untuk digunakan untuk menanggulangi
perdagangan organ tubuh manusia yang semakin marak.
Dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 juga mengatur secara jelas
tentang perdagangan organ tubuh manusia yang korbannya merupakan anak-anak
dibawah umur. Tepatnya pada Pasal 47,84, dan pasal 85.

 

Universitas Sumatera Utara