Akibat Hukum Terhadap Penghibahan Seluruh Harta Warisan Oleh Pewaris Sehingga Melanggar Legitime Portie Ahli Waris Ditinjau Dari KUHPerdata (Studi Putusan Nomor 188 Pdt.G 2013 PN.Smg)

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pada hakikatnya, manusia dalam kehidupannya pasti mengalami apa yang
disebut dengan kematian. Setelah seseorang meninggal, hubungan-hubungan
hukum antara orang yang meninggal dengan dunia luar di sekitarnya tidak lenyap
begitu saja, karena seseorang tadi masih mempunyai sanak saudara yang
ditinggalkan, entah

itu ayah atau ibunya, kakek dan neneknya, atau anak-

anaknya.1 Selain itu, pasca kematian seseorang kerap timbul permasalahan atau
perselisihan terkait segala sesuatu yang ditinggalkannya. Oleh karena itu, pada
umumnya, masyarakat selalu menghendaki adanya suatu peraturan yang
menyangkut tentang warisan dan harta peninggalan dari orang yang meninggal
dunia.2
Di Indonesia, hukum waris yang dipergunakan untuk setiap warga negara
Indonesia ada bermacam-macam, yaitu :
1. Pada dasarnya hukum adat berlaku untuk orang Indonesia asli, di mana
telah dijelaskan berbeda dari bermacam-macam daerah serta masih ada

kaitannya dengan ketiga macam sifat kekeluargaan, yaitu sifat kebapakan,
sifat keibuan, dan sifat kebapakibuan.
2. Peraturan warisan dari hukum agama Islam mempunyai pengaruh yang
mutlak bagi orang Indonesia asli di berbagai daerah.
3. Hukum warisan dari agama Islam pada umumnya diperlukan bagi orangorang Arab.
4. Hukum warisan Burgerlijk Wetboek atau Kitab Undang-undang Hukum
Perdata (selanjutnya disebut KUHPerdata) yakni buku II title 12 sampai
1

Oemarsalim, Dasar-dasar Hukum Waris di Indonesia, (Jakarta : Rineka Cipta, 2000),

2

Ibid.

hal. 1-2.

1
Universitas Sumatera Utara


2

dengan 18 Pasal 830 sampai dengan Pasal 1130 diperlukan bagi orangorang Tionghoa. 3
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa peraturan hukum warisan di
Indonesia terdiri dari tiga macam, antara lain hukum adat, hukum Islam, dan
hukum perdata atau Burgerlijk Wetboek atau KUHPerdata. Pewarisan yang akan
dibahas dalam tesis ini adalah terkait pewarisan berdasarkan hukum waris
Burgerlijk Wetboek atau KUHPerdata.
Hukum waris Burgerlijk Wetboek atau KUHPerdata termasuk dalam
lapangan atau bidang hukum perdata. Semua cabang hukum yang termasuk dalam
bidang hukum perdata memiliki kesamaan sifat dasar, antara lain bersifat
mengatur dan tidak ada unsur paksaan. Namun hal ini berbeda untuk hukum waris
Burgerlijk Wetboek atau KUHPerdata, karena meskipun terletak dalam bidang
hukum perdata, namun di dalamnya terdapat unsur paksaan, misalnya ketentuan
legitime portie

bagi ahli waris tertentu. Unsur paksaan dalam hukum waris

Burgerlijk Wetboek atau KUHPerdata berbeda dengan unsur paksaan dalam
hukum pidana, yakni pelanggaran terhadap unsur paksaan tidak berakibat pidana,

melainkan hanya berupa konsekuensi yang sudah diatur secara tersendiri di dalam
hukum waris Burgerlijk Wetboek atau KUHPerdata.4
Pada masa penjajahan Belanda, warga negara Indonesia dibagi atas
beberapa golongan penduduk dan masing-masing golongan penduduk mempunyai
aturan

hukumnya

sendiri.

Berdasarkan

ketentuan

Pasal

131

Indische


Staatsregeling jo. Staatblad 1917 Nomor 129 jo. Staatsblad 1924 Nomor 557,
3

Ibid., hal. 9.
Anisitius Amanat, Membagi Warisan Berdasarkan Pasal-pasal Hukum Perdata BW,
(Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2000), hal. 1-3.
4

Universitas Sumatera Utara

3

jo. Staatsblad 1917 Nomor 12 Tentang Penundukan diri Terhadap Hukum Eropa,
hukum waris yang diatur dalam Burgerlijk Wetboek atau KUHPerdata tidak
berlaku untuk semua golongan penduduk, melainkan hanya berlaku untuk :
1. golongan orang-orang Eropa dan mereka yang dipersamakan dengan
golongan orang-orang tersebut;
2. golongan orang-orang Timur Asing Tionghoa; dan
3. golongan orang-orang Timur Asing lainnya dan orang-orang Pribumi yang
menundukkan diri. 5

Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa unifikasi yang menyeluruh dalam
hukum waris belum dapat dicapai. Hal ini karena belum ada pengaturan secara
spesifik dalam Undang-undang nasional mengenai masalah harta peninggalan
(warisan).
Dalam hukum waris Burgerlijk Wetboek atau KUHPerdata, dikenal dua
cara untuk memperoleh warisan, yaitu :
1. Ketentuan Undang-undang atau ab intestato, yaitu ahli waris yang telah
diatur dalam Undang-undang untuk mendapatkan bagian dari warisan,
karena hubungan kekeluargaan atau hubungan darah dengan si meninggal.
2. Testamen atau wasiat atau testamentair, yaitu ahli waris yang
mendapatkan bagian dari warisan, karena ditunjuk atau ditetapkan dalam
suatu surat wasiat yang ditinggalkan oleh si meninggal. 6
Ahli waris menurut Undang-undang (ab intestato) ada karena kedudukannya
sendiri menurut Undang-undang, sedangkan ahli waris menurut surat wasiat
(testamentair) ada karena kehendak terakhir dari si pewaris, yang dicatatkan
dalam surat wasiat. Ahli waris secara testamentair dibagi menjadi dua cara yaitu
Erfstelling yaitu penunjukkan satu atau beberapa ahli waris untuk mendapatkan
sebagian atau seluruh harta peninggalan, orang yang ditunjuk dinamakan

5

6

Ibid., hal. 3.
A. Pitlo, Hukum Waris, (Jakarta : Intermasa, 1979), hal. 112.

Universitas Sumatera Utara

4

testamentair erfgenaam 7 serta Legaat (hibah wasiat) yaitu pemberian hak kepada
seseorang atas dasar testamen atau wasiat yang baru dapat dilaksanakan setelah
pemberi legaat meninggal dunia, orang yang menerima legaat disebut legataris.8
Selain kedua jenis pewarisan di atas, seseorang juga dapat memberikan
hartanya semasa hidupnya yang dikenal dengan sebutan hibah. Barang-barang
atau uang yang diberikan tersebut, jumlah dan harganya tergantung dari harta
kekayaan mereka. Pada keluarga kaya raya, besarnya nilai harga barang-barang
yang diberikan sama sekali tidak diperhatikan, walaupun barang-barang tersebut
mahal harganya. Akan tetapi, pada keluarga di mana tidak terlalu kaya,
pemberian-pemberian tersebut tentunya lebih kecil harga dan jumlahnya,
sedangkan pada keluarga yang hampir miskin keadaannya, pemberian-pemberian

ini adalah termasuk dikecualikan.9
Hibah dalam bahasa Belanda disebut schenking dan menurut KUHPerdata
Pasal 1666, definisi “hibah adalah sesuatu persetujuan dengan mana si penghibah
di waktu hidupnya, dengan cuma-cuma dan tidak dapat ditarik kembali,
menyerahkan suatu benda guna keperluan si penerima hibah yang menerima
penyerahan itu”.10 Tindakan penghibahan digolongkan perjanjian sepihak atau
perjanjian cuma-cuma, karena hanya satu pihak yang memberikan prestasi,
sedangkan pihak yang lain tidak mengembalikannya dengan kontra prestasi.11

7

Surani Ahlan Sjarif, Intisari Hukum Waris Menurut Burgelijk Wetboek, (Jakarta :
Ghalia Indonesia, 1982), hal. 14.
8
Ibid., hal. 20.
9
Oermarsalim, Op.cit., hal. 76.
10
Pasal 1666 Kitab Undang-undang Hukum Perdata.
11

Hukum Zone, Hibah Menurut Kitab Undang-undang Hukum Perdata,
(http://hukumzone.blogspot.com/2011/05/hibah-menurut-kitab-undang-undang-hukum.html),
diakses pada tanggal 20 Februari 2016.

Universitas Sumatera Utara

5

Agar suatu perbuatan hukum penghibahan dianggap sah, maka akta hibah harus
dibuat di muka Notaris.12
Adanya praktik hibah dan hibah wasiat menunjukkan bahwa seseorang
memiliki kebebasan mengatur pembagian harta peninggalannya. Kebebasan ini
merupakan pantulan kembali dari falsafah hidup, khususnya falsafah hukum, yang
menjadi landasan utama KUHPerdata, yaitu falsafah liberalisme. Falsafah ini
berpendirian bahwa setiap orang mampu menentukan sendiri apa yang cocok dan
baik untuk dirinya. Oleh karena itu, orang harus diberikan kebebasan penuh untuk
mengatur dan menetapkan sendiri perihal apa yang harus terjadi mengenai harta
peninggalannya. Campur tangan pihak luar termasuk campur tangan negara, tidak
perlu bahkan membawa pengaruh jelek terhadap perkembangan diri manusia.
Tujuan falsafah ini adalah untuk menciptakan keamanan, ketertiban, dan keadilan

sehingga mendorong perkembangan peradaban manusia.13
Namun dalam perkembangannya, kebebasan dalam falsafah liberalisme
bukan tanpa batas. Hal ini karena negara menyadari kemampuan manusia itu
terbatas sehingga kebebasannya juga harus dibatasi. Ada beberapa prinsip pokok
yang harus diindahkan oleh para anggota masyarakat dalam mengatur dan
menyelenggarakan kepentingannya adalah yang bersangkutan dengan ketertiban
umum dan kesusilaan (openbare orde en geode zeden). Prinsip-prinsip pokok ini

12

Pasal 1682 Kitab Undang-undang Hukum Perdata.
M.U. Sembiring, Beberapa Bab Penting Dalam Hukum Waris Menurut Kitab Undangundang Hukum Perdata, (Medan : Program Pendidikan Notariat Fakultas Hukum Universitas
Sumatera Utara, 1989), hal. 61.
13

Universitas Sumatera Utara

6

tidak boleh diatur sendiri oleh yang berkepentingan melainkan harus langsung

diatur oleh negara dengan perundang-undangan. 14
Sama halnya dengan ketentuan hukum waris dalam KUHPerdata,
meskipun dalam hukum waris berlaku asas kebebasan berwasiat (testeervrijheid),
namun kebebasan yang dimaksud bukanlah kebebasan tanpa batas. Sifat dan
tujuan dari pembatasan yang berlaku dalam hukum waris adalah berbagai ragam
namun dapat digolongkan dalam tiga jenis yaitu :
1. Pembatasan yang bertujuan untuk melindungi pewaris (pembuat wasiat)
terhadap diri sendiri yang berada dalam posisi lemah.
Misalnya seorang dokter yang telah merawat seseorang karena menderita
sakit yang membawa kematiannya, tidak boleh menerima keuntungan dari
wasiat orang yang dirawatnya itu jika wasiat itu diperbuat sewaktu orang
yang dirawatnya dalam keadaan sakit yang membawa kematiannya itu
(Pasal 906 KUHPerdata). Hal ini karena orang sakit cenderung dalam
keadaan lemah jasmani dan rohaninya serta terpengaruh oleh dokter yang
merawatnya sehingga ia membuat kentuan-ketentuan dalam wasiatnya
yang menguntungkan dokter itu, ketentuan mana mungkin sekali tidak
akan diperbuatnya jika ia dalam keadaan sehat.
2. Pembatasan yang bertujuan untuk menegakkan satu prinsip atau tujuan
etis.
Menurut Pasal 908 KUHPerdata, jika orang tua mempunyai anak luar

kawin yang diakui sah di samping anak sah, maka anak luar kawin itu
tidak boleh menikmati wasiat orang tuanya itu lebih dari yang dapat
diterimanya secara ab intestato. Pertimbangan pembuatan Pasal 908
KUHPerdata adalah tidak etis memberi keuntungan dengan wasiat kepada
anak luar kawin lebih dari maksimum tertentu, apalagi jika bahagiannya
itu lebih besar dari bagian anak sah.
3. Pembatasan yang bertujuan agar ahli waris tertentu tidak ditiadakan hak
warisnya sampai jumlah minimum tertentu.
Dasar pertimbangannya adalah ahli waris mutlak berhak atas bagian
tertentu dari harta peninggalan pewaris. Undang-undang menjamin bahwa
ahli waris tersebut berhak menuntut bagian tertentu dari harta peninggalan
itu meskipun pewaris tidak ingin memberi suatu apapun dari hartanya
kepada ahli waris tersebut. Bagian yang dapat dituntut ini yang dinamakan
bagian mutlak atau legitime portie. 15

14
15

Ibid., hal. 62.
Ibid., hal. 63-65.

Universitas Sumatera Utara

7

Pembatasan-pembatasan di atas harus diindahkan oleh setiap orang yang
membagikan hartanya. Jika peraturan yang bertalian dengan pembatasan tersebut
tidak dihiraukan, maka akibat hukumnya berbagai jenis pula, tergantung dari sifat
peraturan yang berlaku.
Awalnya, seseorang melakukan hibah dan wasiat sesuai keinginannya
dengan harapan agar hartanya dapat dimanfaatkan sesuai kebutuhan dan
perselisihan ahli waris dapat terhindarkan.16 Namun, kebebasan pemberian harta
ini sering melanggar batasan yang ditentukan oleh hukum sehingga efeknya bukan
mendamaikan melainkan menjadi menimbulkan banyak perselisihan atau konflik
di masyarakat. Batasan yang sering dilanggar seseorang dalam memberikan atau
membagikan hartanya adalah batasan mengenai ketentuan bagian mutlak atau
legitime portie. Definisi bagian mutlak atau legitime portie berdasarkan Pasal 913
KUHPerdata adalah “suatu bagian dari harta peninggalan yang harus diberikan
kepada ahli waris menurut garis lurus menurut Undang-undang, terhadap baagian
mana si meninggal tidak boleh menetapkan sesuatu baik selaku pemberian antara
yang masih hidup maupun selaku wasiat”. Eksistensi ketentuan tersebut berarti
bila dalam praktik seseorang menghibahkan atau mewasiatkan sejumlah tertentu
dari hartanya dan melanggar ketentuan legitime portie, maka para ahli waris
tertentu dapat menuntut porsi mutlaknya yang terlanggar.
Undang-undang tidak memperlakukan semua ahli waris ab intestato secara
sama. Hanya sebagian dari padanya yang oleh Undang-undang diberikan hak dan
jaminan untuk memperoleh bagian tertentu dari warisan pewaris. Perlindungan

16

Oemarsalim, Op.cit., hal. 82.

Universitas Sumatera Utara

8

yang diberikan oleh Undang-undang kepada ahli waris tertentu boleh saja tidak
dipergunakan oleh yang bersangkutan. Artinya tidak ada kewajiban ahli waris
tersebut untuk mempergunakan haknya itu. Hal ini sesuai dengan asas yang dianut
KUHPerdata yaitu “hak adalah hak” yaitu terserah pada yang mempunyai hak itu
apakah ingin mempergunakan haknya atau tidak. Ahli waris tertentu yang
diberikan perlindungan oleh Undang-undang disebut ahli waris legitimaris atau
ahli waris mutlak yaitu ahli waris dalam garis lurus ke bawah dan ke atas serta
anak luar kawin yang diakui sah terhadap warisan orang tua yang diakui.17
Upaya hukum yang dapat dilakukan ahli waris legitimaris atau mutlak
dalam menuntut bagian mutlak atau legitime portie-nya adalah dengan
mengajukan gugatan perdata ke pengadilan. Dasar hukum ahli waris tertentu
dalam menggugat adalah Pasal 834 KUHPerdata yang berbunyi :
“Tiap-tiap ahli waris berhak mengajukan gugatan guna memperjuangkan hak
warisnya, terhadap segala mereka yang baik atas dasar hak yang sama, baik tanpa
dasar sesuatu hak pun menguasai seluruh atau sebagian harta peninggalan, seperti
pun terhadap mereka, yang secara licik telah menghentikan penguasaannya.
Ia boleh mengajukan gugatan itu untuk seluruh warisan, jika ia adalah pewaris
satu-satunya atau hanya untuk sebagian, jika ada beberapa ahli waris lainnya.
Gugatan demikian adalah untuk menuntut supaya diserahkan kepadanya, segala
apa yang dengan dasar hak apapun juga terkandung dalam warisan beserta segala
hasil, pendapatan dan ganti rugi, menurut peraturan termaktub dalam bab ketiga
buku ini terhadap gugatan akan pengembalian barang-barang milik.” 18
Gugatan terkait dengan hibah atau wasiat harta warisan yang melanggar
legitime portie ahli waris bukanlah hal baru, melainkan sudah sering dijumpai di
masyarakat. Dari banyaknya gugatan penghibahan yang melanggar legitime portie
ahli waris, salah satu contoh yang akan dikemukakan dalam tesis ini adalah
17

M.U. Sembiring, Op.cit., hal. 66.
R. Subekti dan R. Tjitrosudibio, Kitab Undang-undang Hukum Perdata, (Yogyakarta :
Pradnya Paramita), hal. 222.
18

Universitas Sumatera Utara

9

putusan Nomor 188/Pdt.G/2013/PN. Smg. Harta peninggalan yang menjadi objek
sengketa dalam putusan adalah harta Ko Bing Nio (selanjutnya disebut
Almarhum) berupa tanah dan rumah dalam Sertifikat Hak Guna Bangunan Nomor
318/Peterongan atas nama Almarhum, setempat kenal dengan Jalan Mataram/MT
Haryono Nomor 896, Kelurahan Peterongan, Kecamatan Semarang Timur, Kota
Semarang, seluas lebih kurang 999 (sembilan ratus sembilan puluh sembilan)
meter persegi.
Almarhum semasa hidupnya telah kawin dengan Go A Sing dan dikaruniai
empat orang anak yaitu Lany Wibowo (Penggugat II), Hendra Gunawan
(Penggugat III), Go Kiem Lan (Penggugat IV), dan Sutadi Goyono (Tergugat I).
Sebelum kawin, Almarhum telah mempunyai seorang anak yaitu Ko Pien Tjoe
(Penggugat I). Diketahui bahwa Go A Sing sebagai suami Almarhum berstatus
Warga Negara Asing dan sudah lama meninggal dunia, sedangkan Almarhum
sendiri meninggal pada tanggal 13 Februari 2011. Adapun Hendri Guyono
(Tergugat II) juga merupakan anak kandung dari Almarhum, tetapi ia diasuh dan
dirawat oleh orang lain yang masih ada hubungan keluarga dengan Almarhum.
Semasa hidupnya, Almarhum pernah mengangkat satu orang anak yaitu Sugunto
Komarudin (Turut Tergugat I).
Sewaktu hidup, Almarhum ada membuat dua akta yang mengatur tentang
pemberian dan pembagian hartanya. Pada tanggal 6 Maret 1999, Almarhum
membuat Akta Nomor 10 tanggal 6 Maret 1999 yang berisi pernyataan
persetujuan dan pelepasan hak atas Hak Guna Bangunan Nomor 318/Peterongan
atas nama Almarhum oleh Para Penggugat dan selanjutnya dihibahkan kepada

Universitas Sumatera Utara

10

Tergugat I. Selanjutnya, pada tanggal 29 Maret 2003, Almarhum membuat Akta
Nomor 1 tanggal 29 Desember 2003 mengenai testamen (hibah wasiat) yang
isinya harta waris Almarhum diserahkan seluruhnya kepada Sutadi Guyono
(Tergugat I) dan Hendri Guyono (Tergugat II) serta menunjuk Hendra Gunawan
(Penggugat III) sebagai pelaksana testamen.
Dikarenakan kedua akta tersebut di atas, Para Penggugat selaku anak
kandung dari Almarhum tidak mendapat warisan sehingga sekitar bulan Mei
2012 timbul perselisihan antara Para Penggugat (khususnya Penggugat III)
dengan Tergugat I, karena Tergugat I akan menjual objek sengketa kepada pihak
lain, sedangkan Para Penggugat menghendaki kalau objek sengketa dijual maka
salah satu ahli waris dapat membelinya. Oleh karena perselisihan tersebut, Para
Penggugat menganggap bahwa Tergugat I bersikap seenaknya seolah-olah harta
warisan Almarhum sepenuhnya menjadi haknya seorang diri, padahal Para
Penggugat merasa dirinya harusnya juga mendapat bagian dari harta Almarhum.
Antara kedua belah pihak telah diusahakan perdamaian namun tidak berhasil
sehingga Para Penggugat akhirnya mengajukan gugatan perdata ke pengadilan.
Dalam gugatannya, Para Penggugat tidak menyetujui tindakan Almarhum dan
bermaksud menuntut pembatalan kedua akta tersebut di atas sehingga mereka
mendapat bagian dari harta peninggalan Almarhum.
Berdasarkan uraian permasalahan di atas, maka penulisan tesis ini
mengambil judul tentang “Akibat Hukum Penghibahan Seluruh Harta Warisan
Oleh Pewaris yang Melanggar Legitime Portie Ahli Waris (Studi Putusan Nomor
188/Pdt.G/2013/PN.Smg)”.

Universitas Sumatera Utara

11

B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang diuraikan di atas, maka dapat dirumuskan
beberapa permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana pengaturan hibah dan hibah wasiat dalam pewarisan menurut
KUHPerdata?
2. Apakah akibat hukum pelaksanaan penghibahan seluruh harta warisan oleh
pewaris yang melanggar bagian mutlak atau legitime portie ahli waris?
3. Bagaimana

pertimbangan

dan

putusan

hakim

Nomor

188/Pdt.G/2013/PN.Smg terkait penghibahan seluruh harta warisan oleh
pewaris yang melanggar bagian mutlak atau legitime portie ahli waris?

C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah yang dikemukakan di atas, maka tujuan
penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui pengaturan hibah dan hibah wasiat dalam pewarisan
menurut KUHPerdata.
2. Untuk mengetahui akibat hukum pelaksanaan penghibahan harta warisan
oleh pewaris yang melanggar bagian mutlak atau legitime portie ahli
waris.
3. Untuk mengetahui dan menganalisis sudah tepatkah pertimbangan dan
putusan hakim Nomor 188/Pdt.G/2013/PN.Smg terkait penghibahan
seluruh harta warisan oleh pewaris yang melanggar bagian mutlak atau
legitime portie ahli waris.

Universitas Sumatera Utara

12

D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat teoretis dan manfaat
praktis sebagai berikut :
1. Manfaat Teoretis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumbang pemikiran bagi
penyempurnaan peraturan di bidang hukum perdata pada umumnya, dan
hukum waris pada khususnya, terutama masalah penghibahan seluruh
harta warisan oleh pewaris yang melanggar bagian mutlak atau legitime
portie ahli waris. Selain itu, penelitian ini juga dapat dijadikan bahan
informasi bagi akademis yang memuat data empiris sebagai dasar
penelitian selanjutnya.
2. Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan masukan bagi
masyarakat khususnya memberikan informasi mengenai hibah harta
warisan oleh pewaris agar para pewaris yang ingin menghibahkan hartanya
dapat mengetahui batasan yang harus dipatuhi agar penghibahan yang
dilakukan tidak batal demi hukum atau dibatalkan karena munculnya
gugatan ahli waris yang menuntut bagian mutlak atau legitime portie-nya.
Selain itu, penelitian ini juga dapat dijadikan bahan masukan bagi para
penegak hukum dalam menyelesaikan masalah berkaitan dengan
penghibahan seluruh harta warisan oleh pewaris yang melanggar bagian
mutlak atau legitime portie ahli waris.

Universitas Sumatera Utara

13

E. Keaslian Penelitian
Berdasarkan hasil penelusuran dan pemeriksaan yang dilakukan di
kepustakaan penulisan karya ilmiah Program Studi Magister Kenotariatan
Universitas Sumatera Utara (USU), dan sejauh yang diketahui, penelitian tentang
”Akibat Hukum Terhadap Penghibahan Seluruh Harta Warisan Oleh Pewaris
Sehingga Melanggar Legitime Portie Ahli Waris Ditinjau dari KUHPerdata (Studi
Putusan Nomor 188/Pdt.G/2013/PN.Smg)” belum pernah dilakukan. Oleh karena
itu, penelitian ini adalah asli dan dapat dipertanggungjawabkan kemurniannya.
Terdapat beberapa judul yang telah ada di Perpustakaan Magister Hukum
Keotariatan Universitas Sumatera Utara (USU) yang berkaitan/hampir bersamaan
antara lain :
1. Penelitian dengan judul “Hibah kepada Ahli Waris Tanpa Persetujuan Ahli
Waris Lain (Studi Putusan P.A. Stabat Nomor 207/PDT.G/2013/PA.
Stabat)”, oleh Devi Kumala, NIM 137011082.
Rumusan masalah :
a.

Bagaimana akibat hukum hibah yang dibuat secara otentik tanpa
persetujuan ahli waris lain?

b.

Bagaimana tanggung jawab Notaris apabila membuat akta hibah yang
dilakukan tanpa persetujuan ahli waris?

c.

Bagaimana alasan hakim dalam pertimbangan hukum Putusan
Pengadilan Agama Nomor 207/Pdt.G/2013/PA.Stb?

Universitas Sumatera Utara

14

2. Penelitian dengan judul “Analisis Yuridis Pemungutan Bea Perolehan Hak
Atas Tanah dan Bangunan Atas Peralihan Hak Hibah Wasiat (Studi di
Kota Medan)”, oleh Lira Apriana Sari Nst, NIM 127011016.
Rumusan masalah :
a.

Bagaimana kedudukan penerima hibah wasiat dan ahli waris dalam
akta penyerahan hibah serta dalam pemungutan bea perolehan hak
atas tanah dan bangunan?

b.

Bagaimana peran PPAT dalam pembuatan akta penyerahan hibah
wasiat serta dalam pemungutan bea perolehan hak atas tanah dan
bangunan?

3. Penelitian dengan judul “Kedudukan Anak di Bawah Umur Atas Harta
Warisan Orang Tuanya Pada Masyarakat Karo (Suatu Penelitian di
Kecamatan Tigapanah)”, oleh Kurnia, NIM 017011035.
Rumusan masalah :
a.

Bagaimana prinsip hukum tentang kedudukan dan perlindungan
hukum terhadap anak di bawah umur pada masyarakat Karo?

b.

Bagaimana pelaksanaan perwalian/pengurusan terhadap anak yang
masih di bawah umur pada masyarakat Karo?

c.

Bagaimana perlindungan hukum terhadap hak anak di bawah umur
atas warisan orang tuanya yang menjadi bagiannya pada masyarakat
Karo?

Universitas Sumatera Utara

15

F. Kerangka Teori dan Konsepsi
1. Kerangka Teori
Kerangka teori adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori,
tesis mengenai suatu kasus atau permasalahan yang menjadi bahan
perbandingan dan pegangan teoretis.19 Dalam melakukan suatu penelitian
hukum, teori hukum diperlukan karena memegang peranan penting yaitu
berfungsi memberikan arahan atau petunjuk serta menjelaskan gejala yang
diamati.20 Adapun tujuan adanya teori hukum adalah untuk menganalisis
dan menerangkan pengertian hukum dan konsep yuridis, yang relevan
untuk menjawab permasalahan yang muncul dalam penelitian hukum.21
Teori hukum yang digunakan dalam penulisan tesis ini adalah teori
kepastian hukum. Teori kepastian hukum mengandung dua pengertian
yaitu :
a.
b.

adanya aturan yang bersifat umum membuat individu mengetahui
perbuatan apa yang boleh atau tidak boleh dilakukan;
keamanan hukum bagi individu dari kesewenangan pemerintah karena
dengan adanya aturan hukum yang bersifat umum itu individu dapat
mengetahui apa saja yang boleh dibebankan atau dilakukan oleh
negara terhadap individu. 22

Berpedoman pada pengertian di atas, kepastian hukum bukan hanya dilihat
dari kesesuaian atau kepatuhan pada pasal-pasal dalam Undang-undang,
melainkan juga termasuk konsistensi putusan hakim antara putusan hakim

19

M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, (Bandung : Mandar Maju, 1994), hal. 80.
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung : Remaja Rosdakarya,
2006), hal. 35.
21
Salim H.S., Perkembangan Teori Dalam Ilmu Hukum, (Jakarta : Rajawali Pers, 2010),
hal. 54.
22
Peter Mahmud Marzuki, Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta : Kencana Pranada Media
Group, 2008), hal. 158.
20

Universitas Sumatera Utara

16

yang satu dengan hakim yang lainnya untuk kasus yang serupa yang
diputuskan (yurisprudensi).
Menurut Soerjono Soekanto, “kepastian hukum menitikberatkan pada
adanya peraturan dan dilaksanakan peraturan itu sebagaimana yang
ditentukan, bukan pada apakah peraturan itu harus adil dan mempunyai
kegunaan bagi masyarakat”.23 Aliran kepastian hukum berasal dari ajaran
yuridis dogmatik yang didasarkan pada aliran pemikiran positivistis, yang
berpendapat bahwa hukum sebagai segala sesuatu yang otonom, mandiri
sehingga hukum dikatakan tak lain hanya kumpulan aturan. Kepastian
hukum diwujudkan oleh hukum dengan sifatnya yang hanya membuat
suatu aturan hukum yang bersifat umum. Sifat umum dari aturan-aturan
hukum membuktikan bahwa hukum tidak bertujuan mewujudkan keadilan
atau kemanfaatan, melainkan semata-mata untuk kepastian.24
Terkait dengan penulisan tesis ini, teori kepastian hukum digunakan agar
dapat mengetahui secara jelas aturan-aturan hukum mengenai hibah harta
peninggalan (warisan), pewarisan, bagian mutlak atau legitime portie, dan
lain sebagainya. Setelah itu, aturan-aturan tersebut dijadikan petunjuk atau
arahan dalam menganalisis putusan pengadilan tentang hibah harta
peninggalan (warisan) yang melanggar bagian mutlak atau legitime portie
di masyarakat sehingga dapat diketahui apakah putusan tersebut telah
sesuai dengan peraturan yang ada (memenuhi kepastian hukum) atau tidak.

23

Soerjono Soekanto, Suatu Tinjauan Sosiologi Hukum Terhadap Masalah-masalah
Sosial, (Bandung : Alumni, 1982), hal. 21.
24
Achmad Ali, Menguak Tabir Hukum (Suatu Kajian Fisiologis dan Sosiologis), (Jakarta
: Penerbit Toko Gunung Agung, 2002), hal. 82-83.

Universitas Sumatera Utara

17

Teori lain yang juga digunakan dalam penulisan tesis ini adalah teori
keadilan.
Menurut Aristoteles, “keadilan adalah tindakan yang terletak di antara
memberikan terlalu banyak dan sedikit yang dapat diartikan memberikan
sesuatu kepada setiap orang sesuai dengan apa yang menjadi haknya”,
sedangkan menurut Jhon Rawls dalam bukunya A Theory of Justice,
“keadilan adalah kebajikan utama umat manusia dalam institusi sosial”.25
Oleh karena itu, Rawls mengatakan bahwa perlu adanya keseimbangan
dan

keselarasan

antara

kepentingan

pribadi

dengan

kepentingan

masyarakat sehingga tercapai keadilan yang membawa jaminan bagi
kestabilan dan ketentraman dalam hidup manusia.26
Terkait penulisan tesis ini, teori keadilan berperan penting sebagai
pendukung teori kepastian hukum. Artinya, jangan sampai setelah suatu
putusan tentang hibah harta peninggalan (warisan) yang melanggar bagian
mutlak atau legitime portie dikategorikan memenuhi kepastian hukum atau
sesuai dengan aturan-aturan hukum yang ada, tetapi malah mendatangkan
ketidakadilan bagi para pihak terkait secara khusus dan masyarakat pada
umumnya. Dengan adanya teori keadilan, putusan tentang hibah harta
peninggalan (warisan) yang melanggar bagian mutlak atau legitime portie
diharapkan selain sesuai dengan aturan hukum juga memenuhi rasa adil
sehingga mewujudkan kedamaian dan ketertiban dalam masyarakat.

25

John Rawls, A Theory of Justice, (Jogjakarta : Pustaka Pelajar, 2006), hal. 3.
Dominikus Rato, Filsafat Hukum : Mencari, Menemukan, dan Memahami Hukum,
(Surabaya : Laksbang Justitia, 2010), hal. 78.
26

Universitas Sumatera Utara

18

2. Konsepsi
Konsepsi diterjemahkan sebagai usaha membawa sesuatu yang abstrak
menjadi sesuatu yang konkrit, yang disebut dengan operational
definition.27. Tujuan definisi operasional adalah untuk menghindarkan
perbedaan pengertian dan penafsiran (multitafsir) dari suatu istilah yang
dipakai dalam tesis ini serta dapat dipakai sebagai pegangan dalam
melakukan penelitian. Oleh karena itu, untuk menjawab permasalahan
dalam penelitian ini harus dibuat beberapa definisi konsep dasar sebagai
acuan agar penelitian ini sesuai dengan yang diharapkan, yaitu sebagai
berikut :
a.

Pewaris adalah orang yang meninggal dunia yang meninggalkan harta
kekayaan.28

b.

Ahli Waris adalah orang yang mempunyai hubungan darah atau
hubungan perkawinan dengan pewaris, dan tidak terhalang karena
hukum untuk menjadi ahli waris.29

c.

Harta Warisan adalah kekayaan yang berupa keseluruhan aktiva dan
pasiva yang ditinggalkan pewaris dan berpindah kepada para ahli
waris. Keseluruhan kekayaan yang berupa aktiva dan pasiva yang
menjadi milik bersama ahli waris disebut boedel.30

27

Sutan Remy Sjahdeini, Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan yang Seimbang Bagi
Para Pihak Dalam Perjanjian Kredit Bank di Indonesia, (Jakarta : Institut Bankir Indonesia,
1993), hal. 10.
28
Surini Ahlan Sjarif dan Nurul Elmiyah, Hukum Kewarisan Perdata Barat : Pewarisan
Menurut Undang-undang, (Jakarta : Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia,
2010), hal. 10.
29
H. Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta : Sinar Grafika, 2009), hal. 97.
30
Surini Ahlan Sjarif dan Nurul Elmiyah, Op.cit., hal. 11.

Universitas Sumatera Utara

19

d.

Mewaris adalah menggantikan tempat dari sseorang yang meninggal
(si pewaris) dalam hubungan-hubungan hukum harta kekayaannya.31

e.

Hibah adalah pemberian sebagian atau seluruh dari harta kekayaan
seseorang kepada orang lain sewaktu masih hidup dan peralihan hak
dari pemberi hibah kepada penerima hibah sudah berlangsung seketika
itu juga.32

f.

Hibah Wasiat atau legaat adalah suatu penetapan wasiat yang khusus,
dengan mana si yang mewariskan kepada seorang atau lebih
memberikan beberapa barang tertentu dari harta peninggalannya atau
memberikan barang-barangnya dari jenis tertentu.33

g.

Bagian mutlak atau legitime portie adalah suatu bagian dari harta
peninggalan yang harus diberikan kepada ahli waris dalam garis lurus
menurut Undang-undang, terhadap bagian mana si wafat tak
diperbolehkan menetapkan sesuatu, baik selaku pemberian antara
yang masih hidup (hibah) maupun selaku wasiat.34

h.

Ahli Waris Mutlak atau Legitimaris adalah ahli waris tertentu yang
diberikan perlindungan oleh Undang-undang.35

i.

Hukum Waris adalah hukum yang mengatur mengenai apa yang harus
terjadi dengan harta kekayaan seseorang yang meninggal dunia,

31

R. Soetojo Prawirohamidjojo, Hukum Waris Kodifikasi, (Surabaya : Airlangga
University Press, 2000), hal. 3.
32
Anisitius Amanat, Op.cit., hal. 52.
33
M. Idris Ramulyo, Perbandingan Pelaksanaan Hukum Kewarisan Islam Dengan
Kewarisan Menurut Kitab Undang-undang Hukum Perdata (BW), (Jakarta : Sinar Grafika, 1994),
hal. 155.
34
Anisitius Amanat, Op.cit., hal. 50-51.
35
M.U. Sembiring, Loc.cit.

Universitas Sumatera Utara

20

mengatur peralihan harta kekayaan yang ditinggalkan oleh seseorang
yang meninggal, serta akibat-akibatnya bagi para ahli waris.36
j.

Inkorting adalah pemotongan atau pengurangan bagian dari orang
yang diangkat sebagai ahli waris (baik karena hibah maupun wasiat)
di mana bagian tersebut melanggar legitime portie ahli waris.37

G. Metode Penelitian
Metode adalah suatu cara tertentu yang di dalamnya mengandung suatu
teknik yang berfungsi sebagai alat untuk mencapai suatu tujuan tertentu.38 Oleh
karena itu, metode penelitian dapat diartikan sebagai penelitian/penyelidikan yang
berlangsung menurut suatu rencana tertentu dengan tujuan agar penelitian tidak
acak-acakan.39 Selain itu, dengan menggunakan metode penelitian diharapkan
mampu untuk menemukan, merumuskan, menganalisis, memecahkan masalahmasalah dalam suatu penelitian dengan didasarkan pada data-data yang lengkap,
relevan, akurat, dan reliable (terpercaya). Adapun metode penelitian hukum yang
digunakan dalam tesis ini meliputi :
1. Jenis dan Metode Pendekatan
Dalam penulisan tesis ini, jenis penelitian yang dipakai adalah yuridis
normatif. Penelitian yuridis normatif merupakan penelitian yang mengacu
kepada norma yang tercantum dalam peraturan perundang-undangan, kitab

36

Surini Ahlan Sjarif dan Nurul Elmiyah, Loc.cit.
Ibid.
38
Arief Furchan, Pengantar Metode Penelitian Kualitatif, (Surabaya : Usaha Nasional,
1997), hal. 11.
39
Jhonny Ibrahim, Teori dan Metode Penelitian Hukum Normatif, (Malang : Bayumedia
Publishing, 2005), hal. 239-240.
37

Universitas Sumatera Utara

21

hukum, putusan pengadilan, dan lain sebagainya.40 Penelitian yuridis
normatif juga disebut penelitian doktrinal (doctrinal research) yang
menganalisis hukum baik yang tertulis di dalam buku (law as it is written
in the book) maupun hukum yang diputuskan oleh hakim melalui proses
pengadilan (law as it is decided by the judge through judicial process).41
Metode pendekatan yang dipakai dalam tesis ini adalah metode deskriptif
analisis. Suatu penelitian deskriptif dimaksudkan untuk memberikan data
yang seteliti mungkin tentang manusia, keadaan atau gejala-gejala lainnya
dengan maksud utama untuk mempertegas hipotesa-hipotesa agar mampu
memperkuat teori-teori lama, atau di dalam kerangka menyusun teori-teori
baru.42 Sedangkan penelitian analitis dimaksudkan untuk mempelajari satu
atau beberapa gejala tertentu dengan jalan menganalisanya. Dalam tesis ini
akan digunakan gabungan kedua metode di atas sehingga selain
menguraikan data secara lengkap, juga akan menganalisis data tersebut
dengan gejala-gejala yang diteliti, apakah gejala tersebut sesuai atau tidak
dengan data yang disajikan.
Selain itu, penelitian ini juga mempergunakan metode atau pendekatan
studi kasus (case study). Menurut Patton, “studi kasus (case study) adalah
studi tentang kekhususan dan kompleksitas suatu kasus tunggal dan

40

Ronny Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum, (Jakarta : Ghalia Indonesia,
1983), hal. 24.
41
Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, (Bandung : Citra
Aditya Bakti, 2006), hal. 18.
42
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta : Universitas Indonesia,
1986), hal. 12.

Universitas Sumatera Utara

22

berusaha untuk mengerti kasus tersebut dalam konteks, situasi, dan waktu
tertentu”43.
2. Sumber Data
Sumber data utama dalam penelitian ini adalah data sekunder dengan ciriciri data tersebut sudah dalam keadaan siap dibuat dan dapat dipergunakan
dengan segera serta bentuk dan isi data sekunder telah dibentuk dan diisi
oleh peneliti-peneliti terdahulu sehingga peneliti kemudian tidak
mempunyai pengawasan terhadap pengumpulan, pengolahan, analisa,
maupun konstruksi data.44 Data sekunder terbagi atas :
a. Bahan Hukum Primer, yaitu norma atau kaedah dasar seperti
Pembukaan UUD

1945, Peraturan

Dasar

seperti

Peraturan

Perundang-undangan yang meliputi Undang-undang, Peraturan
Pemerintah, dan Peraturan Menteri. Dalam tesis ini, bahan hukum
primer

meliputi

Kitab

Undang-undang

Hukum

Perdata

(KUHPerdata), Putusan Nomor 188/Pdt.G/2013/PN.Smg, dan lain
sebagainya.
b. Bahan Hukum Sekunder, yaitu buku-buku yang memberikan
penjelasan terhadap bahan hukum primer. Terkait dengan tesis ini,
bahan hukum sekunder meliputi buku-buku, jurnal hukum, karangan
ilmiah, data resmi pemerintah tentang Penghibahan, Legitime Portie,
Warisan, dan lain sebagainya.

43

J.R. Raco, Metode Penelitian Kualitatif : Jenis, Karakteristik, dan Keunggulannya,
(Jakarta : Grasindo), hal. 49.
44
Ibid.

Universitas Sumatera Utara

23

c. Bahan Hukum Tersier, yaitu kamus, bahan dari internet, dan lainlain yang merupakan bahan hukum yang memberikan penjelasan
tentang bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, meliputi
Kamus Hukum, Kamus Bahasa Indonesia, Kamus Bahasa Inggris,
Ensiklopedia, dan lain sebagainya. 45
3. Teknik Pengumpulan Data
Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah teknik penelitian kepustakaan (library research), yaitu penelitian
dengan mempelajari data sekunder yang diperoleh dari kepustakaan
sehingga dapat dilakukan penelitian dan penganalisaan masalah yang
dihadapi.46 Alat pengumpulan data dari penelitian kepustakaan adalah
studi dokumen berupa peraturan perundang-undangan, buku, situs internet,
jurnal ilmiah, artikel, karya ilmiah, putusan pengadilan yang berkaitan
dengan masalah yang diteliti.
Adapun metode lain yang digunakan selain library research yaitu
penelitian lapangan (field research) di mana alat pengumpulan data yang
digunakan berupa pedoman wawancara. Hal ini berarti mencari dan
mempelajari data melalui wawancara dari seseorang (informan) yang
memang mengetahui tentang gejala yang diteliti maupun dengan observasi
di lapangan tempat gejala yang diteliti berada. Informan yang dimaksud
dalam tesis adalah notaris yang memiliki pengetahuan tentang pewarisan

45
46

Ronny Hanitijo Soemitro, Op. cit., hal. 24-25.
Soerjono Soekanto, Op.cit., hal. 21.

Universitas Sumatera Utara

24

maupun hibah sehingga informasi yang didapat kemudian akan digunakan
sebagai data pendukung dari data sekunder dalam penulisan tesis ini.
4. Analisis Data
Analisis data yang digunakan dalam tesis ini adalah analisis data kualitatif
yaitu analisis dengan memahami manusia dari sudut pandang orang yang
bersangkutan itu sendiri, berguna memahami dan mengerti gejala yang
diteliti.47 Metode kualitatif ini akan menghasilkan data berupa pernyataanpernyataan atau data yang dihasilkan berupa data deskriptif mengenai
subjek yang diteliti.48 Analisis kualitatif sangat erat kaitannya dengan
subjektivitas yang meneliti, design-nya lebih fleksibel tergantung pada halhal spesifik yang penting dipandang oleh yang meneliti.
Penarikan kesimpulan akan dilakukan dengan metode deduktif yaitu
menyimpulkan pengetahuan-pengetahuan konkrit mengenai kaidah yang
benar dan tepat untuk diterapkan untuk menyelesaikan suatu permasalahan
(perkara) tertentu.49 Dengan begitu, kesimpulan yang didapat berupa
apakah permasalahan atau perkara tertentu telah sesuai atau tidak dengan
pengetahuan-pengetahuan konkrit yang diyakini tersebut.

47

Soerjono Soekanto, Op.cit., hal. 32.
Miles and Hubberman, Analisis Data Kualitatif, Buku Sumber Tentang Metode-metode
Baru, (Jakarta : Universitas Indonesia Press, 1992), hal. 15.
49
Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, (Jakarta : Raja Grafindo Persada,
1996), hal. 73.
48

Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

HAK SUAMI SEBAGAI AHLI WARIS DALAM KOMPILASI HUKUM ISLAM (Analisis Putusan Perkara Gugat Waris Di Pengadilan Agama Kota Cirebon Nomor : 753/Pdt.G/2011/PA.Cn.)

1 6 104

STUDI KASUS PUTUSAN NOMOR : 29 / PDT.G / 2010 / PN.TNG TENTANG PENERAPAN LEGITIME PORTIE DALAM PEMBAGIAN WARIS MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA.

0 0 3

PENETAPAN AHLI WARIS DAN PEMBAGIAN HARTA PENINGGALAN BERDASARKAN HUKUM WARIS MENURUT KUHPerdata.

0 0 1

Akibat Hukum Terhadap Penghibahan Seluruh Harta Warisan Oleh Pewaris Sehingga Melanggar Legitime Portie Ahli Waris Ditinjau Dari KUHPerdata (Studi Putusan Nomor 188 Pdt.G 2013 PN.Smg)

1 6 14

Akibat Hukum Terhadap Penghibahan Seluruh Harta Warisan Oleh Pewaris Sehingga Melanggar Legitime Portie Ahli Waris Ditinjau Dari KUHPerdata (Studi Putusan Nomor 188 Pdt.G 2013 PN.Smg)

0 0 2

Akibat Hukum Terhadap Penghibahan Seluruh Harta Warisan Oleh Pewaris Sehingga Melanggar Legitime Portie Ahli Waris Ditinjau Dari KUHPerdata (Studi Putusan Nomor 188 Pdt.G 2013 PN.Smg)

0 1 44

Akibat Hukum Terhadap Penghibahan Seluruh Harta Warisan Oleh Pewaris Sehingga Melanggar Legitime Portie Ahli Waris Ditinjau Dari KUHPerdata (Studi Putusan Nomor 188 Pdt.G 2013 PN.Smg) Chapter III V

0 1 56

Akibat Hukum Terhadap Penghibahan Seluruh Harta Warisan Oleh Pewaris Sehingga Melanggar Legitime Portie Ahli Waris Ditinjau Dari KUHPerdata (Studi Putusan Nomor 188 Pdt.G 2013 PN.Smg)

0 2 46

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HARTA AHLI WARIS DARI PEWARIS PENJAMIN AKTA PERSONAL GUARANTEE DI PERUSAHAAN PAILIT

0 0 13

Penghibahan Harta Orangtua Kepada Anak yang Melanggar Hak Mutlak/Hak Legitime Portie Anak yang Lain Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Studi Kasus Putusan Nomor 433/Pdt.G/2011/PN.JKT.PST) - UNS Institutional Repository

0 1 11