HAK SUAMI SEBAGAI AHLI WARIS DALAM KOMPILASI HUKUM ISLAM (Analisis Putusan Perkara Gugat Waris Di Pengadilan Agama Kota Cirebon Nomor : 753/Pdt.G/2011/PA.Cn.)

HAK SUAMI SEBAGAI AHLI WARIS DALAM KOMPILASI HUKUM ISLAM
(Analisis Putusan Perkara Gugat Waris Di Pengadilan Agama Kota Cirebon
Nomor : 753/Pdt.G/2011/PA.Cn.)
Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Syari’ah Dan Hukum Untuk Memenuhi Salah Satu
Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Syari’ah (S. Sy)

Oleh:
Mohamad Apip Firmansyah
NIM : 107044102095

KONSENTRASI PERADILAN AGAMA
PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA ISLAM
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
J A K A R T A
2014

HAK SUAMI SEBAGAI AHLI WARIS DALAM KOMPILASI HUKUM
ISLAM
(Analisis Putusan Perkara Gugat Waris Di Pengadilan Agama Kota Cirebon

Nomor : 753/Pdt.G/2011/PA.Cn.)
Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Syari’ah Dan Hukum Untuk Memenuhi Salah
Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Syari’ah (S. Sy)

Oleh
Mohamad Apip Firmansyah
NIM : 107044102095

Dibawah bimbingan

Dr. Moh. Ali Wafa, S. Ag, M. Ag.
NIP. 197304242002121007

KONSENTRASI PERADILAN AGAMA
PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA ISLAM
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
J A K A R T A
2013 M


i

LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Skripsi berjudul berjudul HAK SUAMI SEBAGAI AHLI WARIS DALAM
KOMPILASI HUKUM ISLAM (Analisis Putusan Perkara Gugat Waris Di
Pengadilan Agama Kota Cirebon Nomor : 753/Pdt.G/2011/PA.Cn.). telah diujikan
dalam sidang Munaqasah Fakultas Syari’ah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah Jakarta pada 2014. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu
syarat memperoleh gelar Sarjana Syari’ah (S. Sy) pada Konsentrasi Peradilan Agama,
Program Studi Hukum Keluarga Islam.
Jakarta,
Mengesahkan,
Dekan Fakultas Syari’ah dan Hukum

PANITIA UJIAN
.
1. Ketua

2. Sekertaris


Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, S.H. M.A. M.M.
NIP. 195505051982031012

: Drs. H. A. Basiq Djalil, S.H., M.A
NIP. 195003061976031001

(_________________)

: Hj. Rosdiana, MA
NIP. 196906102003122001

(_________________)

3. Pembimbing : Dr. Moh. Ali Wafa, S. Ag. M. Ag
NIP. 197304242002121007

(_________________)

4. Penguji I


: Ali Mansur, M. A

(_________________)

5. Penguji II

: Dr. KH. A. Juaini Syukri, Lcs., MA
NIP. 195507061992031001

(_________________)

ii

LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan :
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah
satu persyaratan memperoleh gelar sarjana Srata 1 di Universitas Islam Negeri
(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan

sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3. Jika dikemudian hari terbukti saya bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya
atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia
menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri Jakarta (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 1 November 2013

Mohamad Apip Firmansyah

iii

ABSTRAK
Mohamad Apip Firmansyah, NIM : 107044102095, HAK SUAMI
SEBAGAI AHLI WARIS DALAM KOMPILASI HUKUM ISLAM (Analisis
Putusan Perkara Gugat Waris Di Pengadilan Agama Kota Cirebon Nomor :
753/Pdt.G/2011/PA.Cn.)
Program Studi Hukum Keluarga Islam, Konsentrasi Peradilan Agama,
Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

Jakarta, 2014.
Dalam penelitian ini, penulis mengangkat suatu permasalahan yaitu
Bagaimana Deskripsi pada perkara Gugat Waris Nomor : 753/Pdt.G/2011/PA.Cn.,
Bagaimana prosedur pengajuan gugatan waris, Bagaimana konsep Kompilasi
Hukum Islam tentang penyelesaian kewarisan, serta apa yang mendasari
pertimbangandan putusan Majelis Hakim dalam memutuskan perkara waris.
Tujuan dari penelitian ini adalah Untuk mengetahui deskripsiPerkara
Gugat Waris Nomor : 753/Pdt.G/2011/PA.Cn, untuk mengetahui lebih rinci
mekanisme pengajuan gugatan waris, untuk mengetahui secara jelas konsep
Kompilasi Hukum Islam tentang masalah penyelesaian kewarisan, serta untuk
mengetahui dan memahamidasar dari pertimbangandan putusan Majelis Hakim
dalam menyelesaikan perkara waris Nomor : 753/Pdt.G/2011/PA.Cn.
Dalam penulisan skripsi ini menggunakan metode kualitatif, yaitu
penelitian yang menghasilkan data deskriftif, dibantu dengan bahan-bahan
sekunder berupa hasil karya ilmiah, pendapat para pakar, buku-buku rujukan, dan
sebagainya. Bahan-bahan penelitian tersebut kemudian disusun secara sistematis,
dikaji, kemudian ditarik kesimpulan dalam hubungannya dalam masalah yang
diteliti.
Kesimpulan dari hasil penelitian ini adalah Berdasarkan hasil temuan
peneliti dilapangan, gugatan yang diajukan tidak memenuhi syarat formil, karena

tidak sesuai dengan kriteria-kriteria gugatan sebagai berikut: Jelas, tegas
(eminuratif), memiliki dasar hukum yang jelas dan semua tuntutan memiliki
keterkaitan keterkaitan yang terdapat di posita, Menunjukan bahwa dalam
menentukan bagian-bagian ahli waris, dasar pertimbagan Mjajelis Hakim adalah
ayat 11 surat an-Nisa dan pasal 176 Kompilasi Hukum Islam. Namun demikian
ada yang kurang dalam dasar hukum yang digunakan oleh Majelis Hakim yaitu
bagian untuk suami yang seharusnya mengacu kepada pasal 179 KHI, karena
dalam pasal 176 itu hanya mencakup bagian anak laki-laki dan anak perempuan
saja.
Kata kunci : Waris, Kompilasi Hukum Islam, Gugat Waris
Pembimbing
: Dr. Moh. Ali Wafa, S. Ag, M. Ag.
Daftar Pustaka : Tahun 1981 sampai Tahun 2013

iv

KATA PENGANTAR
Alhamdulilah, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang
telah memberikan Rahmat dan Hidayah kepada kita semua khusisnya kepada
penulis. Shalawat beserta salam semoga selalu terlimpah curahkan kepada

junjungan kita Nabi Muhammad SAW, sebagai teladan bagi kita semua.
Semasa perkuliahan hingga tahap akhir penyusunan skripsi ini banyak
pihak yang telah memberikan dukungan dan motivasi kepada penulis. Sebagai
tanda syukur atas terselesaikannya penulisan skripsi yang berjudul HAK SUAMI
SEBAGAI AHLI WARIS DALAM KOMPILASI HUKUM ISLAM (Analisis
Putusan Perkara Gugat Waris Di Pengadilan Agama Kota Cirebon Nomor :
753/Pdt.G/2011/PA.Cn.). Maka pnulis ingin mengucapkan terimakasih yang
setinggi-tingginya kepada :
1. Bapak Prof. Dr. H. M. Amin Suma, SH. MA. MM., Sebagai Dekan Fakultas
Syari’ah dan Hukum Unifersitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Bapak Drs. H. A. Basiq Djalil, SH. MA., sebagai Ketua Program Studi Hukum
Keluarga Islam Fakultas Syari’ah dan Hukum Unifersitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3. Bapak Dr. Moh. Ali Wafa, S. Ag, M. Ag., sebagai Dosen Pembimbing yang
selalu sabar membimbing penulis dalam penulisan skripsi.
4. Bapak Ali Mansur, M. A sebagai penguji I, yang sudah memberikan arahan
dan masukan-masukan pada saat menguji skripsi ini

v


5. Bapak Dr. KH. A. Juaini Syukri, Lcs., MA sebagai Pengujui II, yang dengan
sabar memberikan nasihat-nasihat yang sangat berharga untuk menatap masa
depan yang lebih indah.
6. Perpustakaan Utama serta Perpustakaan Fakulas Fakultas Syari’ah dan Hukum
Unifersitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Yang telah memberikan
bantuan berupa bahan-bahan yang menjadi referensi dalam penulisan skripsi.
7. Secara khusus Kepada orang tua penulis (nenek, mamah, bapa) yang selalu
sabar dalam memotivasi serta dukungan moril maupun materil dari awal
masuk kuliah sampai selesainya perkuliahan, serta selalu mendo’akan penulis
agar penulis sukses.
8. Adik-adik tercinta yang selalu memberikan motivasi dan selalu menghibur
disaat penulis sedang jenuh dalam manulis skripsi.
9. Sodara tercinta Wisnu Ahmad Maulana dan Liha Fathiatusholihah yang selalu
memberikan dorongan dan motivasi kepada penulis, semoga kalian bahagia
dan menjadi keluarga sakinah, mawadah warohmah.
10. Fitriah Rospari, S. Ked, yang telah memberikan motivasi, dukungan,
kepercayaan, do’a, dan selalu sabar dalam mengingatkan penulis agar segera
menyelesaikan skripsi. Terimakasih atas bawelnya yang selalu membuat
penulis tertawa dan terhibur.
11. Kepada para senior dan teman-teman seperjuangan Ikatan Pemuda Pelajar dan

Mahasiswa Kuningan, yang telah memberikan masukan-masukan dan selalu
menghibur

sehingga

penulis

dapat

menyelesaikan skripsi.

vi

berkonsentrasi

kembali

dalam

12. Kepada tim tempur Imam Hamzah Nasrullah, Tantowi el-Hazmi, Tubagus

Adam Ma’rifat S.kom, terimakasih atas dukungann dan motivasiya, terutama
untuk Tubagus Adam Ma’rifat S. Kom, terimakasih atas sindirannya agar
cepat dalam menyelesaikan skripsi. Salam hangat untuk kalian semua semoga
kita bisa sukses dengan keinginan kita masing-masing.
13. Terimakasih juga kepada Edah, Sofiyah, Winda, Dinar, yang selalu membuat
dan mengantar makanan dan minuman ketika penulis sedang mengerjakan
skripsi. Terutama dinar terimakasih kopi buantannya mantap.
14. Tak lupa terimakasih kepada semua pihak yang turut membantu dalam
kelancaran penulisan skripsi ini yang penulis tidak bisa sebutkan.
Semoga semua kebaikan, dukungan dan motivasi yang diberikan kepada
penulis dibalas oleh Allah SWT dengan kebaikan yang jauh lebih besar.
Kesempurnaan hanya milik Alah SWT, mudah-mudahan semua yang penulis
lakukan diridhoi oleh Allah SWT, dan semoga Skripsi ini dapat bermanfaat.
Amin.

Jakarta, 1 November 2013
Penulis

Mohamad Apip Firmansyah

vii

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING.......................................................... i
LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN ...................................................... ii
LEMBAR PERNYATAAN .................................................................................... iii
ABSRAK ................................................................................................................ iv
KATA PENGANTAR ............................................................................................. v
DAFTAR ISI ........................................................................................................... viii
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ..................................................................................... 1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ................................................................. 6
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ........................................................................... 7
D. Review Studi...................................................................................................... 8
E. Kerangka Teori .................................................................................................. 9
F. Metode Penelitian .............................................................................................. 15
G. Sistematika Penulisan ........................................................................................ 16
BAB II : KEWARISAN, KHI DAN EKSEPSI
A. Pengertian Kewarisan ........................................................................................ 18
B. Tinjauan Teoritis Tentang Kewarisan ................................................................. 19
C. Penyelesaian Kewarisan Menurut Kompilasi Hukum Islam................................ 28
D. Prosedur Pengajuan Gugatan atau Permohonan Waris ........................................ 32
E. Pengertian Eksepsi ............................................................................................ 38
BAB III : PROFIL PENGADILAN AGAMA CIREBON
A. Dasar Hukum Pembentukan Pengadilan Agama Cirebon.................................... 43
B. Sejarah Pembentukan Pengadilan Agama Cirebon ............................................. 43
C. Visi Dan Misi..................................................................................................... 45
viii

D. Mekanisme Pengaduan Masyarakat Pencari Keadilan Di Kantor Pengadilan
Agama Cirebon ................................................................................................. 46
E. Struktur Pengadilan Agama Cirebon .................................................................. 48
F. Tugas Pokok Dan Fungsi Peradilan Agama ........................................................ 59
BAB IV : GUGATAN, KHI, DAN PUTUSAN MAJELIS HAKIM
A. Prosedur Gugatan Waris..................................................................................... 61
B. KHI dan Kewarisan............................................................................................ 64
C. Pertimbangan dan Putusan Majelis Hakim ......................................................... 66
BAB V : PENUTUP
A. Kesimpulan ....................................................................................................... 72
B. Saran-Saran ....................................................................................................... 73
DAFTAR PUSAKA ............................................................................................... 75
LAMPIRAN

ix

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1

: Surat Permohonan Pembimbing

Lampiran 2

: Surat Permpohonan Data / Wawancara

Lampiran 3

: Pedoman Wawancara dan Hasil Wawancara

Lampiran 4

: Putusan Pengadilan Agama Perkara Gugat Waris Nomor :

753/Pdt.G/2011/PA.Cn.
Lampiran 5

: Foto-Foto Penelitian

x

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Segi kehidupan manusia yang diatur Allah tersebut dapat dikelompokan
kepada dua kelompok, pertama, hal-hal penciptaannya. Aturan tentang hal
ini disebut “hukum ibadat”. Tujuannya untuk menjaga hubungan atau tali
antara Allah dengan hamba-Nya yang disebut juga hablun min Allah. Kedua,
berkaitan dengan hubungan antar manusia dengan alam sekitar,aturan ini
disebut juga “hukum muamalat”. Tujuannya menjaga hubungan antar
manusia dan alamnya atau disebut juga “hablun min al-Naas”. Kedua
hubungan ini harus tetap terpelihara agar manusia terlepas dari kehinaan,
kemiskinan, dan kemarahan Allah.1
Dalam hidup, sejak proses bayi, anak-anak, tamyiz, usia baligh dan usia
selanjutnya, manusia sebagai penanggung hak dan kewajiban. Baik selaku
pribadi, anggota keluarga, warga negara, dan pemeluk agama yang harus
tunduk, taat dan patuh pada ketentuan syari’at dalam seluruh totalitas
kehidupannya.Demikian juga kematian seseorang membawa pengaruh dan
akibat hukum kepada dirinya, keluarga, masyarakat dan lingkungan
sekitarnya. Selain itu kematian tersebut, menimbulkan kewajiban orang lain
bagi dirinya (si mayit) yang berhubungan dengan pengurusan jenazah (fardu

1

Amir Syarifudin, Hukum Kewarisan Islam, (Jakarta: Kencana, 2004), h. 3.

1

2

kifayah). Dengan kematian itulah timbul pula akibat hukum lain secara
otomatis. Yaitu adanya hubungan ilmu hukum yang menyangkut hak para
keluarganya (ahli waris) terhadap seluruh harta peninggalannya.2
Adanya kematian seseorang mengakibatkan timbulnya cabang ilmu
hukum yang menyangkut bagaimana cara peralihan atau penyelesaian harta
kepada keluarga (ahli waris) – nya, yang dikenal dengan nama : Hukum
Waris. Dalam syari’at islam dikenal dengan : Ilmu Mawaris, Fiqh Mawaris,
atau Faraid. Waris atau pusaka merupakan salah satu masalah dalam
keluarga yang mana apabila dalam pembagiannya tidak ada kemaslahatan
akan berakibat pecahnya keharmonisan keluarga.
Dalam pandangan Islam, pembagian harta peninggalan kepada yang
berhak mewarisi harta tersebut akan mewujudkan hubungan yang harmonis
dan saling tolong-menolong antara sesama keluarga.
Pada masa jahiliyyah (sebelum islam), bangsa Arab telah mengenal
sistem waris yang menjadi sebab berpindahnya hak kepemilikan atas harta
benda atau atas harta benda atau hak-hak material lainnya.3 Matinya
muwarits (pewaris) mutlak harus dipenuhi. Seseorang baru disebut muwarits
jika dia telah meninggal dunia. Itu berarti bahwa, jika seseorang memberikan

2

Suparman Usman, Fiqih Mawaris Hukum Kewarisan Islam, (Jakarta: Gaya Medika
Pratama cet-II.), h. 1.
3

Komite Fakultas Syari’ah ar-Risalah ad-Dauliyah. “Ahkamaul-mawarits fil-fiqhilmawarits-islami”. Mesir. Tahun 2000-2001. Diterjemahkan oleh H. Addys Aldizar, Lc. dan H.
Fathurohman, Lc. “Hukum Waris”. (Jakarta: Senayan Abadi Publishing, 2004), h. 1.

3

harta kepada ahli warisnya ketika dia masih hidup, maka itu bukan
waris.Kematian muwaris menurut ulama, dibedakan kedalam 3 macam,
yaitu:4
a.

Mati haqiqy (sejati)

b.

Mati hukmy (menurut putusan hakim)

c.

Mati taqdiry (menurut dugaan)
Bagi ummat Islam melaksanakan hukum – hukum islam, terutama

masalah kewarisan adalah suatu keharusan, selama belum adanya nash-nash
yang menunjukan ketidakwajibannya. Namun, dalam masalah waris, nash –
nash yang berkaitan dengan hukum membagi kewarisan tidak disebut, dan
yang disebut adalah keharusan menerapkan besar kecilnya masing – masing
bagian. Dengan demikian dapat dikatakan, bahwa kewajiban disini adalah
ketika seseorang menyerahkan masalah kewarisan secara (menurut) Faraidh
atau ilmu waris.5
Dalam praktiknya, banyak masyarakat yang masih bingung dalam
masalah waris, bahkan banyak yang menjadi sengketa dalam warisan. Seperti
halnya terjadi di Pengadilan Agama Cirebon,

pada putusan Pengadilan

4

H. R Otje Salman dan Mustofa Haffas, Hukum Waris Islam, (Bandung: PT Refika
Aditama cet-II, 2006), h. 5.
5

Ahmad Ferry Firdaus, Status Hukum Ahli Waris Pengganti menurut perspektif KHI dan
Fikih, (skripsi Mahasiswa Prodi Ahwal asy-Syakhsiyyah Konsentrasi Peradilan Agama, 2010), h.
5.

4

Agama Cirebon terdapat sengketa waris dalam putusan Nomor :
753/Pdt.G/2011/PA.Cn.
Dalam hal ini penulis perlu meyampaikan beberapa hal mengenai halhal yang terdapat dalam putusan tersebut.
Dalam putusan tersebut, penggugat mengajukan gugatannya kepada
Pengadilan Agama Cirebon dengan alasan ingkar janji terhadap surat
Keterangan dan pernyataan para ahli waris pada tanggal 1 Januari 2003.
Keterangan dan pernyataan para tergugat yang telah disepakati itu belum ada
pelaksanaan pembagiannya, meskipun penggugat telah sering memintanya.
Maka dari itu penggugat mengajukan gugatanya ke Pengadilan Agama
Cirebon untuk dibaginya harta warisan tersebut disebabkan penggugat ingin
nikah lagi.
Para tergugat menyatakan dalam eksepsinya bahwa, hal tersebut
tidaklah benar justru inisiasi membagikan harta waris itu sebelum penggugat
menikah kembali maka dari itu penggugat dan para tergugat melakukan
kesepakatan bahwa pembagian harta waris itu dilakukan sebelum
pernikahannya dengan istri baru nya seperti yang tertuang dalam surat
keterangan dan pernyataan ahli waris tanggal 1 Januari 2003. Para tergugat
juga menerangkan dalam eksepsinya bahwa prihal pengajuan gugatan itu
adalah gugatan pembagian waris, namun penggugat mendalihkan bahwa
tergugat melakukan perbuatan ingkar janji. Hal ini lah para tergugat
menyatakan materi gugatan tersebut menjadi simpang siur (Obscuur Libel).

5

Petitum bisa juga disebut tuntutan atau permintaan penggugat kepeda
Hakim untuk dikabulkan dan diputuskan.
Rumusan petitum harus memenuhi kriteria sebagai berikut : 6
a. Jelas dan Tegas (eminuratif);
b. Memiliki dasar hukum yang jelas
c. Semua tuntutan memiliki keterkaitan keterkaitan yang terdapat di posita.
Menurut penulis dalam Pertimbangan Majelis Hakim juga terdapat
ketidaktepatan dalam menetapkan landasan hukum acaranya. Dan dalam
putusan tersebut penulis menilai tidak dijalankannya pasal 119 HIR yaitu :
ketua pengadilan negri berkuasa memberikan nasihat dan pertolongan
kepada penggugat atau wakilnya tentang hal memasukan surat gugatan.”7.
sehingga Surat Gugatan tersebut menjadi simpang siur.
Berdasarkan uraian penulis di atas, maka penulis mengangkat
permasalahan dalam skripsi yang berjudul : Hak Suami Sebagai Ahli Waris
Dalam Kompilasi Hukum Islam (Analisis Putusan Perkara Gugat Waris
Di Pengadilan Agama Cirebon Nomor : 753/Pdt.G/2011/PA.Cn.)

6

Saifuddin Arief, Notariat Syari’ah Dalam Praktik Jilid 1 Hukum Keluarga Islam,
(Jakarta : Datunnajah Publishing, 2011), h. 265.
7

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgelik Wetbook) & RIB/HIR (Citra media
Wacana: tt), h. 556.

6

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah
Agar pembahasan dalam skripsi ini tidak menyimpang dan melebar
jauh dari inti atau pokok kajian masalah yang diangkat, maka penulis disini
akan membatasinya yakni pada persoalan yang berkaitan dengan kewarisan
yang diatur dalam Fiqh dan kewarisan yang diatur dalam Kompilasi Hukum
Islam. Dalam hal ini, penulis akan lebih fokus menyoroti dan menganalisis
putusan Perkara Nomor : 753/Pdt.G/2011/PA.Cn., antara lain:
a.

Pembagian waris dibatasi pengertian dan dasar hukum waris, sehingga
pembaca dapat mengerti tentang bagian-bagian yang harus diterima oleh
ahli waris.

b.

Pertimbangan Majelis Hakim dibatasi pada dasar hakim dalam
pertimbangan hukumnya sehingga pembaca dapat mengetahui dan
mengerti tentang cara mempertimbangan suatu gugatan.

c.

Putusan Majelis hakim dibatasi pada landasan hakim dalam memutus
suatu perkara sehingga pembaca dapat mengerti dan mengetahui tentang
landasan hakim dalam memutus suatu perkara waris.
Dari hasil kajian skripsi ini di harapkan akan dapat menjelaskan

tetang cara hakim menyelesaikan perkara di persidangan.
2. Perumusan Masalah
Dalam Herzien Inlandsch Reglement (HIR) dalam proses pengajuan
surat gugatan, surat gugatan itu harus jelas dan tegas juga mempunyai dasar
hukum yang jelas. Kenyataannya dalam surat gugatan (Petitum) yang di

7

ajukan oleh penggugat bercampur baur atau tidak jelas (Obscuur Libel)
antara gugatan pembagian waris atau gugatan perbuatan ingkar janji.
Dari latar belakang masalah tersebut di atas, perumuan masalah yang
akan diangkat penyusun dalam skripsi ini adalah sebagai berikut:
1.

Bagaimana

Deskripsi

pada

perkara

Gugat

Waris

Nomor

:

753/Pdt.G/2011/PA.Cn.?
2.

Bagaimana prosedur pengajuan gugatan waris?

3.

Bagaimana konsep Kompilasi Hukum Islam tentang penyelesaian
kewarisan?

4.

Apayang mendasari pertimbangan dan putusan Majelis Hakim dalam
memutuskan perkara waris?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan sebagai berikut:
1.

Untuk

mengetahui

deskripsi

Perkara

Gugat

Waris

Nomor

:

753/Pdt.G/2011/PA.Cn.
2.

Untuk mengetahui lebih rinci mekanisme pengajuan gugatan waris.

3.

Untuk mengetahui secara jelas konsep Kompilasi Hukum Islam tentang
masalah penyelesaian kewarisan.

4.

Untuk mengetahui dan memahami dasar dari pertimbangan dan putusan
Majelis Hakim dalam menyelesaikan perkara waris Nomor :
753/Pdt.G/2011/PA.Cn.

8

Adapun manfaat yang didapatkan dari penelitian ini adalah:
1.

Bagi penulis menambah wawasan tentang mekanisme pengajuan dan
proses penyelesaian perkawa waris.

2.

Bagi akademisi sebagai sumbangsih khasanah keilmuan kewarisan,
mekanisme pengajuan dan proses penyelesaian perkawa waris.

3.

Dapat memberikan pengetahuan lebih jauh dalam pembahasan
kewarisan dengan studi putusan Nomor : 753/Pdt.G/2011/PA.Cn.

D. Review Studi
1.

Milki Barokah: Disparitas Putusan Perkara Waris (Studi Putus Pengadilan
Agama Nomor. 1397/Pdt. G/2008/PA.JT) dan putusan Pengadilan Ttnggi
Agama Nomor 50/Pdt. G/2009/PTA.JK)
Dalam skripsi ini menguraikan sistem kewarisan secara jelas secara

fiqih dan letak keadilannya. Juga menguraikan secara jelas tentang kewarisan
menurut perspektif undang-undang.
2.

Dodi Darwin : Kasus Penetapan Ahli Waris Pengganti Di Pengadilan
Agama Jakarta Timur
Dalam skripsi ini menguraikan pengertian tentang waris dan ahli

waris pengganti yang cukup untuk dipahami. Juga mengerangkan tentang
rukun, syarat, sebab kewarisan dan asa-asas kewarisan.
Perbedaan antara skripsi yang sudah ada di fakultas syari’ah dengan
skripsi yang ditulis oleh penulis adalah:
a.

Dalam skripsi terdahulu, tentang Disparitas Putusan Perkara Waris
(Studi Putus Pengadilan Agama Nomor. 1397/Pdt. G/2008/PA.JT) dan

9

putusan Pengadilan Ttnggi Agama Nomor 50/Pdt. G/2009/PTA.JK).
membahas tentang efektifitas penerapan kaidah-kaidah dan dasar-dasar
hukum yang digunakan oleh Hakim.
Persamaannya dengan skripsi yang ditulis oleh penulis adalah samasama membahas tentang putusan hakim terhadap perkara waris.
b. Persamaan dalam skripsi “Kasus Penetapan Ahli Waris Pengganti Di
Pengadilan Agama Jakarta Timur” ini dengan yang ditulis oleh penulis
adalah sama-sama membahas tentang putusan hakim terhadap perkara
waris.
Perbedaannya adalah penulis lebih mengulas bagaimana hakim
menetapkan dan bagaimana cara pengajuan gugatan kepada Pengadilan
Agama. Dan membahas perkara waris dengan adanya gugatan waris
disebabkan adanya perbuatan ingkar janji oleh penerima waris lain.
E. Kerangka Teori
Proses perjalanan kehidupan manusia adalah lahir, hidup, dan mati.
Semua tahap itu mempunyai pengaruh dan akibat hukum dalam setiap fase
nya. Segi kehidupan manusia yang diatur Allah tersebut dapat dikelompokan
kepada dua kelompok, pertama, hal-hal penciptaan nya. Aturan tentang hal
ini disebut “hukum ibadat”. Tujuannya untuk menjaga hubungan atau tali
antara Allah dengan hamba-Nya yang disebut juga hablun min Allah. Kedua,
berkaitan dengan hubungan antar manusia dengan alam sekitar. Aturan ini
disebut juga “hukum muamalat”. Tujuannya menjaga hubungan antar
manusia dan alamnya atau disebut juga “hablun min al-Naas”. Kedua

10

hubungan ini harus tetap terpelihara agar manusia terlepas dari kehinaan,
kemiskinan, dan kemarahan Allah. 8
Dalam hidup, sejak proses bayi, anak-anak, tamyiz, usia baligh dan
usia selanjutnya, manusia sebagai penanggung hak dan kewajiban. Baik
selaku pribadi, anggota keluarga, warga negara, dan pemeluk agama yang
harus tunduk, taat dan patuh pada ketentuan syari’at dalam seluruh totalitas
kehidupannya.
Demikian juga kematian seseorang membawa pengaruh dan akibat
hukum kepada dirinya, keluarga, masyarakat dan lingkungan sekitarnya.
Selain itu kematian tersebut, menimbulkan kewajiban orang lain bagi dirinya
(si

mayit)

yang

berhubungan

dengan

pengurusan

jenazah

(fardu

kifayah).Dengan kematian itulah timbul pula akibat hukum lain secara
otomatis. Yaitu adanya hubungan ilmu hukum yang menyangkut hak para
keluarganya (ahli waris) terhadap seluruh harta peninggalannya.9
Waris hanya berlangsung karena kematian.10 Adaanya kematian
seseorang mengakibatkan timbulnya cabang ilmu hukum yang menyangkut
bagaimana cara peralihan atau penyelesaian harta kepada keluarga (ahli
waris) – nya, yang dikenal dengan nama : Hukum Waris. Dalam syari’at
Islam dikenal dengan : Ilmu Mawaris, Fiqh Mawaris, atau Faraid. Hukum
8

Amir Syarifudin, Hukum Kewarisan Islam, h. 3.

9

Suparman Usman, Fiqih Mawaris Hukum Kewarisan Islam, h. 1.

10

R. Subekti dan R. Tjitrosudibio, KUHPerdata / Burgelijk Wetboek dengan tambahan:
UU Pokok Agraria dan UU perkawinan, cet. 39 (Jakarta: Pradya Paramita, 2008), h. 221.

11

kewarisan adalah hukum yang mengatur tentang pemindahan hak pemilikan
harta peninggalan (tirkah) pewaris, menentukan siapa-siapa yang berhak
menjadi ahli waris dan berapa bagian masing-masing.11
Islam sebagai agama samawi mengajarkan hukum kewarisan,
disamping hukum-hukum lainnya untuk menjadi pedoman bagi umat
manusia agar terjamin adanya kerukunan, ketertiban, perlindungan dan
ketentraman dalam kehidupan di bawah naungan dan ridha Allah SWT.12
Hukum yang merupakan bagian dari hukum keluarga, dewasa ini mempunyai
peranan yang sangat penting bahkan menentukan dan mencerminkan sistem
kekeluargaan yang berlaku di masyarakat. Hazairin menyatakan bahwa,
“Dari seluruh hukum, maka hukum perkawinan dan kewarisanlah yang
menentukan dan mencerminkan sistem hukum kekeluargaan yang berlaku di
masyarakat.”13
Hukum kewarisan dan hukum perkawinan masing – masing
mempunyai sub sistem hukum, yaitu hukum keluarga. Oleh karena itu kedua
hukum tersebut mempunyai asas, sifat dan gaya yang sama sehingga dapat
dilaksanakan dengan baik dan selaras dalam tata kehidupan keluarga.
Demikian pula dalam Hukum kewarisan islam sebagai sub sistem hukum
11

155.

Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam, (Jakarta : Radar Jaya Ofset, 2007, cet-5), h.

12

Al-‘Utsmain dan syaikh muhamad bin shalih, panduan praktis hukum waris: menurut
al-Qur’an dan sunnah yang sohih, (Bogor: pustaka Ibnu Katsir, 2006), h. 2.
13

Hazairin, Hukum Kewarisan Bilateral Menurut al-Qur’an dan Hadist, (Jakarta: Tana
Mas, 1981), cet 5, h. 1.

12

keluarga harus memiliki sifat, asas, dan gaya yang sama dengan hukum
perkawinan. Sebagaimana hak kewarisan berlaku atas dasar hubungan
kekerabatan, dan berlaku atas dasar perkawinan, dengan arti bahwa suami
ahli waris bagi istrinya yang meninggal dan istri ahli waris bagi suaminya
yang meninggal, begitu juga keturunan dan anak-anaknya.
Berlakunya hubungan kewarisan antara

suami dengan istri

didasarkan pada ketentuan tertentu. Yaitu antara keduanya telah berlangsung
akad nikah yang sah.14 Tentang akad nikah yang sah ditetapkan dalam UU
No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan pasal 2 ayat 1 yaitu perkawinan sah
apabila

dilakukan

menurut

hukum

masing-masing

agamanya

dan

kepercayaannya.15
Menurut undang-undang yang berhak untuk menjadi ahli waris
adalah, para keluarga sedarah, baik sah maupun luar kawin dan si suami atau
istri yang hidup terlama.
Dalam hal ini penulis akan membahas khusus mengenai hak suami
dalam kewarisan menurut fiqh dan KHI. Dalam kitab Bidayatul Mujtahid
disebutkan sebagai berikut:

14
15

Amir Syarifudin, Hukum Kewarisan Islam, h. 188.

R. Subekti dan R. Tjitrosudibio, KUHPerdata / Burgelijk Wetboek dengan tambahan :
UU Pokok Agraria dan UU perkawinan, h. 538.

13

ِ
‫ث اﻟْ ِﺮ َﺟ ُﻞ ِﻣ َﻦ اِ ْﻣَﺮأَﺗِِﻪ اِ َذا َﱂْ ﺗَـْﺘـَﺮُك َوﻟَ ًﺪا َوﻻَْوﻟَ َﺪ اِﺑْ ُﻦ‬
ُ ‫وأَ ْﲨَ ُﻊ اﻟْﻌُﻠَ َﻤﺎء َﻋﻠَﻰ َﻣ َِﲑ‬
ِ
ِ‫ﺼ‬
.‫ وأ ﺎ ان ﺗﺮﻛﺖ وﻟﺪا ﻓﻠﻪ اﻟﺮﺑﻊ‬. ‫ اِﻻَ َﻣﺎ ذﻛﺮﻧﺎﻋﻦ ﺟﺎ ﻫﺪ‬. ‫ﻒ‬
ْ ‫اﻟﻨ‬
16

Artinya : “Fuqaha berpendapat bahwa warisan suami dari istrinya jika
istrinya tidak meninggalkan anak dan cucu laki-laki dari anak laki-laki,
maka bagiannya separuh harta. Kecuali pendapat yang kami sebut dari
mujahid, jika istri tersebut meninggalkan anak, maka bagian suami adalah
seperempat.”17
Dalam kitab Bajuri disebutkan:
18

ِ ‫ﻓَﻠِﻠﱠﺰو ِج اﻟْﻨِﺼﻒ و‬
ِ ْ ‫ ِﻷَﻧـﱠ َﻬﺎ اِﺛْـﻨَـ‬,‫اﺣ ًﺪ‬
ٍ ‫ﲔ ﳐََْﺮ َج اﻟﻨَـ ْﻔ‬
‫ﺲ‬
ْ
َُ ْ

Artinya : “Seorang suami baginya setengah jika sendiri, suami adalah salah
satu orang yang mendapat bagian pasti dalam urutan kedua.”

‫ )ﻓَِﺈ ْن َﻛﺎ َن َﳍُ ﱠﻦ َوﻟَ ٌﺪ‬: ‫ج َﻣ َﻊ اْ َﻟﻮﻟَﺪ أَْو َوﻟَ ُﺪ اْ ِﻻﺑْ ِﻦ ( اَ ْي ﻟَِﻘ ْﻮﻟُﻪُ ﺗَـ َﻌﻠﻰ‬
ُ ‫ ) اَﻟﱠﺰْو‬: ُ‫ﻗَـ ْﻮﻟَﻪ‬
.( ‫ﻜﻢ اَﻟ ﱡﺮﺑﻊ‬
ْ ُ ْ ُ َ‫ﻓَـﻠ‬
19

Arttinya : “Berkata (syekh khotib) : suami seserta anak atau cucu laki-laki,
sesuai dengan firman Allah SWT: seseungguhnya bila ada anak bagi kalian
(para suami) maka baginya adalah seperempat.
Dalam syarah Fathul Qarib diterangkan :

ِ
ِ
(‫ﺖ اْ ِﻻ ﺑْ ِﻦ‬
ٌ ‫ﻒ ﻓَـ ْﺮ‬
ُ ‫ﺼ‬
ُ ‫)و( ﺛَﺎﻧْﻴـ َﻬﺎ )ﺑِْﻨ‬
ُ ‫ض ﲬَْ َﺴﺔٌ ( اَ َﺣ ُﺪ َﻫﺎ )اﻟﺒِْﻨ‬
ْ ‫) ﻓَﺎﻧﱢ‬
َ ُ‫ﺖ( اَﻟْ َﻮاﺣ َﺪة‬
ِ ‫)و( ﺛَﺎﻟِﺜـُﻬﺎ )اْﻷُﺧﺖ ِﻣﻦ اْﻻَ ِب و اْﻻُﱢم( )و( راﺑِﻌﻬﺎ )اَﻻُﺧ‬
ِ
(‫)و‬
ُ ْ
َُ َ َ
َ
َ (‫ﺖ ﻣ َﻦ ْ◌ﻷَب‬
َ
َ
َ ُ ْ
16

Asyahir Abdul Wahid Muhammad bin Achmad bin Muhammad Ibnu Rusyh, Bidayatul
Mujtahid wa Nihayatul Muqtasyid, (Surabaya: Toko Kitab al-Hidayah, tt), h 256.
17

Imam Ghazali Said dan Ahmad Zaidun, Bidayatul Mujtahid Analisa Fiqih Para
Mujtahid, (Jakarta: Pustaka Amani, 2007), Jilid 3, cet III, h.388
18

Ibrohim al-Bajuri, syarahal-Bajuri (Hisyah Fathul Qarib). h. 110

19

Ibrohim al-Bajuri, syarahal-Bajuri, h. 110

14

ِ‫ﲬﺴﻬﺎ )اَﻟْﺰوج ا‬
ِ
ِ ْ ‫ﲔ( َﻣ َﻊ اﻟْﻮﻟَ ٍﺪ اَْو وﻟَ ِﺪ اِﻟ‬
ِ ْ ‫ض اِﺛْـﻨَـ‬
‫ذ‬
‫ﱭ‬
‫ﺮ‬
‫ـ‬
‫ﻓ‬
‫ﻊ‬
‫ﺑ‬
‫ﺮ‬
‫ﻟ‬
‫ا‬
‫)و‬
‫ﺪ‬
‫ﻟ‬
‫و‬
‫ﻪ‬
‫ﻌ‬
‫ﻣ‬
(
‫ﻦ‬
‫ﻜ‬
‫ﻳ‬
‫ﱂ‬
‫ا‬
ْ
ُ
َ
َ
َ
َ
ٌ
ُ
ْ
َ
ُ
َ
ْ
َ
ْ
ُ َْ َ ُ َ
َ
َ
َُ َ
20

Artinya :”Yang mendapatkan bagian setenmgah itu ada 5 (lima) kelompok,
yaitu : pertama anak perempuan, kedua cucu perempuan, ketiga saudara
perempuan seayah seibu, keempat saudara perempuan seayah, dan kelima
suami apabila tidak ada anak. Dan bagian kedua, suami dapat seperempat
bagian apabila bersama dengan anak atau cucu laki-laki.”
Jika melihat dari pandangan ulama – ulama di atas semua ulama
sepakat bahwa bagian suami adalah setengah bagian apabila pewaris tidak
mempunyai anak atau cucu laki-laki, dan mendapatkan seperempat bagian
apabila pewaris mempunyai anak atau cucu laki-laki.
Dalam putusan tersebut, penggugat mengajukan gugatannya kepada
Pengadilan Agama Cirebon dengan alasan ingkar janji terhadap surat
Keterangan dan pernyataan para ahli waris pada tanggal 1 Januari 2003.
Keterangan dan pernyataan para tergugat yang telah disepakati itu belum ada
pelaksanaan pembagiannya, meskipun penggugat telah sering memintanya.
Maka dari itu penggugat mengajukan gugatannya ke Pengadilan Agama
Cirebon untuk pembagian harta warisan tersebut disebabkan penggugat ingin
nikah lagi. Para tergugat menyatakan dalam eksepsinya bahwa, hal tersebut
tidaklah benar justru inisiasi membagikan harta waris itu sebelum penggugat
menikah kembali itu berasal dari para tergugat. Maka dari itu penggugat dan
para tergugat melakukan kesepakatan bahwa pembagian harta waris itu
dilakukan sebelum melaksanakan pernikahan dengan istri barunya. Seperti
20

Syeik an-Nawawi bin Umar al-Jawi, Tasyeh ‘ala Ibnu Qosim, (Syarah Fathul Qarib),
(ma’had islami al-salafi), h. 42

15

yang tertuang dalam surat keterangan dan pernyataan ahli waris tanggal 1
Januari 2003.
F. Metode Penelitian
Dalam penulisan skripsi ini menggunakan metode kualitatif, yaitu
penelitian yang menghasilkan data deskriftif, berupa kata-kata tertulis atau
lisan orang-orang atau prilaku yang diamati.21 Adapun jenis penelitian,
sumberdata dan jenis data adalah sebagai berikut:
1. Jenis Penelitian yang digunakan dalam skripsi ini adalah:
a. Penelitian pustaka (Library research). Dalam penelitian ini penulis
menelaah data tertulis yang berhubungan dengan topik permasalahan
penelitian baik dalam bentuk buku, makalah, brosur, dan lain-lain.
Untuk menemukan kajian teoritis.
b. Penelitian lapangan (Field research). Untuk mendapatkan data-data
secara langsung dari objek penelitian maka, penulis melakukan
wawancara dengan pihak-pihak terkait guna mendapatkan data yang
sesuai dengan kebutuhan penulis.
2. Sumber data
Yang dimaksud sumber data adalah subyek dari mana data dapat
diperoleh.22 Dalam penelitian ini yang menjadikan sumber data adalah
sebagai berikut:
21

Lexy J. Moeleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2004), h. 3.
22
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Edisi Revisi V,
(Jakarta: PT. Rineka Utama, 2002), h. 107.

16

a. Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari Pengadilan Agama
Cirebon.
b. Data sekunder adalah data yang diperoleh dari kajian pustaka, jurnal-jurnal
terkait dan wawancara hakim-hakim di Pengadilan Agama Cirebon.
3. Jenis data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini data kualitatif, yaitu
penelitian yang menghasilkan data deskriftif, berupa kata-kata tertulis atau
lisan orang-orang atau prilaku yang diamati. Selain kualitatif penulis juga
menggunakan metode interview/wawancara untuk mendapatkan data, yaitu
proses tanya jawab secara lisan antara dua orang atau lebih, bertatap muka,
mendengarkan secara langsung mengenai informasi atau keteranganketerangan.23

Pendekatan yang digunakan pada penelitian ini adalah

pendekatan yuridis normative yakni dengan kajian perundang-undangan
(statute approach). Dengan pendekatan ini, dilakukan kajian tentang
peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan tema sentral
penelitian ini.24
G. Sistematika Penulisan
Untuk mempermudah dalam menganalisis materi pembahasan
penulis memberikan sitematika penulisan sebagai berikut:

23
24

Cholid dan Abu Ahmadi, Metodologi Penelitian, (Jakarta: Bumi Aksara, 1999), h. 83

Johnny Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukuk Normatif, (Jakarta:
Bayumedia, 2008), h. 295 dan 302.

17

Bab pertama adalah PendahuluanmeliputiLatar Belakang Masalah,
Pembatasan dan Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian,
Review Studi, Kerangka Teori, Metode Penelitian, Sistematika Penulisan.
Bab kedua adalah Kewarisan, KHI dan Eksepsi meliputi Pengertian
Kewarisan, Tinjauan Teoritis Tentang Kewarisan, Penyelesaian Kewarisan
Menurut Kompilasi Hukum Islam, Prosedur Pengajuan Gugatan atau
Permohonan Waris, Pengertian Eksepsi.
Bab ketiga adalah Profil Pengadilan Agama Cirebon meliputi Dasar
Hukum Pembentukan Pengadilan Agama Cirebon, Sejarah Pembentukan
Pengadilan Agama Cirebon, Visi Dan Misi, Mekanisme Pengaduan
Masyarakat Pencari Keadilan Di Kantor Pengadilan Agama

Cirebon,

Struktur Pengadilan Agama Cirebon, Tugas Pokok Dan Fungsi Peradilan
Agama.
Bab keempat adalah Waris, Gugatan, KHI danPutusan Hakim
meliputi Deskripsi Gugatan Waris, Prosedur Gugatan Waris, KHI dan
Kewarisan, Pertimbangan dan Putusan Majelis Hakim.
Bab Kelima adalah Penutup yang meliputi : kesimpulan dan saransaran.

BAB II
KEWARISAN, KHI, GUGATAN DAN EKSEPSI
A. Pengertian Kewarisan
Hukum waris merupakan bagian dari hukum perdata, dimana dari
dahulu sampai sekarang ini hukum waris di Indonesia sangat beraneka ragam
sekali. Adapun garis besarnya terbagi menjadi tiga bagian:
1. Hukum waris yang terdapat pada undang-undang perdata (KUH Perdata/BW)
2. Hukum waris yang terdapat pada Kompilasi Hukum Islam (KHI)
3. Hukum waris yang terdapat pada kitab-kitab fiqh yang tersusun dalam fiqh
mawaris atau ilmu Faraidh.
Hukum Waris Islam (HWI) atau dikenal juga ilmu Faraid
dikembangkan berdasarkan al-Qur’an, as-Sunnah, dan Ijtihad. HWI di Indonesia
berkembang dengan pesat ditandai dengan munculnya ijtihad yang dimunculkan
dengan berbagai peraturan dan pendapat dari berbagai ahli.1
Undang-undang tentang Peradilan Agama yang mengatur kewenangan
dan tatacara pemeriksaan perkara orang Islam bertambah ketika keluarnya
peraturan Nomor 28 tahun 1977 tentang Perwakafan Tanah Milik, terutama pasal
12 yang berbunyi: “Penyelesaian perselisihan sepanjang yang menyangkut
persoalan perwakafan tanah, disalurkan melalui Pengadilan Agama setempat
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku”. Bahkan
pada tahun 1989, kewenangan peradilan agama mendapatkan perluasan bukan
1

159.

Saifuddin Arief, Notariat Syari’ah Dalam Praktik Jilid 1 Hukum Keluarga Islam, h.

18

19

hanya sebatas masalah perkawinan, namun juga masalah, kewarisan, wasiat,
hibah, wakaf, dan shadaqah.2 Ketentuan tersebut dinyatakan dalam UU No. 7
Tahun 1989 tentang Peradilan Agama. Instruksi Presiden Nomor 1 tahun 1991
tentang Kompilasi Hukum Islam (KHI) yang Mengatur tentang perkawinan, waris
dan wakaf. Lembaga perkawinan dan wakaf sudah diangkat menjadi undangundang, sedangkan waris belum diundang-undangkan. Undang-undang dan
INPRES tersebut merupakan hukum positif di Indonesia, artinya HWI adalah
undang-undang yang berlaku dan dilaksanakan oleh negara melalui Peradilan
Agama. Para Hakim telah mengacu pada KHI dalam menyelesaikannya.
B. Tinjauan Teoritis Tentang Kewarisan
a.

Pengertian Hukum Kewarisan Islam
Hukum kewarisan dalam Islam dikenal dengan Fiqh al-Mawaris. Prof.

T.M Hasby as-Syiddiqi dalam bukunya Fiqh al-Mawaris telah memberikan
pemahaman tentang pengertian hukum waris (fiqh mawaris). Fiqh mawaris ialah:3

‫ث َوِﻣ ْﻖ َد ُار ُﻛ ﱢﻞ َوا ِر ٍث َوَﻛْﻴ ِﻔﻴَﺔُ اَﻟﺘﱠـ ْﻮِزﻳَ ِﻊ‬
ُ ‫ِﻋ ْﻠ ٌﻢ ﻳـُ ْﻌَﺮ‬
ُ ‫ث َوَﻣ ْﻦ ﻻَ ﻳَِﺮ‬
ُ ‫ف ﺑِ ِﻪ َﻣ ْﻦ ﻳَِﺮ‬
Artinya : “Ilmu yang dengan dia dapat diketahuin orang-orang yang mewarisi,
orang-orang yang tidak dapat mewarisi, kadar yang diterima oleh masing-masing
ahli waris serta cara pengambilannya.”

2

Jaenal Arifin, Peradilan Islam dalam bingkai reformasi hukum di indonesia, (Jakarta:
Kencana, 2008), h. 429.
3

Moh. Muhibbin dan Abdul Wahib, Hukum Kewarisan Islam (Sebagai Pembaruan
Hukum Positif), (Jakarta: Sinar Grafika, 2011), h.7.

20

Waris berasal dari kata

‫ﯾﺮس – ورس‬

Dan dalam pengertian etimologis kata

‫ﻣﺮس‬

yang artinya

‫ﻣﻮارس‬

dan kata masdarnya

‫ﻣﺮس‬.

adalah bentuk jamak dari kata

adalah harta pusaka atau warisan.4 Sedangkan menurut

terminologi warisan adalah adalah pindahnya hak milik orang lain yang
meninggal, peninggalan itu berupa benda bergerak maupun tidak bergerak atau
berupa hak-hak syara’.5
Namun banyak dalam literatur kitab fiqh yang tidak menggunakan kata
mawaris karena yang digunakan sinonimnya yaitu Faraid. Menurut sejarah
menggunakan kata Faraid lebih dahuli daripada waris. Rasulullah SAW
menggunakan kata Faraid dan tidak menggunakan kata mawaris. Hadits riwayat
Ibnu Mas’ud berbunyi:

ِ
‫ ﻳَﺎ أَﺑَﺎ ُﻫَﺮﻳْـَﺮَة ﺗُـ َﻌﻠﱢ ُﻤ ْﻮا‬: ‫ﻠﻰ اﷲُ َﻋﻠَْﻴ ِﻪ َو َﺳﻠﱠ َﻢ‬
َ َ‫ ﻗ‬: ‫َﻋ ْﻦ اَِ ْﰊ ُﻫَﺮﻳْـَﺮَة‬
‫ﺻ ﱠ‬
َ ‫ﺎل َر ُﺳ ْﻮ ُل اﷲ‬
ِ ِ
ِ
‫ﻒ اﻟْﻌِْﻠ ِﻢ َو ُﻫ َﻮﻳـُْﻨ َﺴﻰ َو ُﻫ َﻮ اَﱠو ُل َﺷْﻴ ٍﺊ ﻳَـْﻨ ِﺰعُ ِﻣ ْﻦ اُﱠﻣ ِﱴ‬
ُ ‫ﺼ‬
ْ ‫ﺾ َو َﻋﻠﱠ ُﻤ ْﻮَﻫﺎ ﻓَﺎﻧﱠﻪُ ﻧ‬
ُ ‫اَﻟْ َﻔَﺮاﺋ‬

Artinya : “Diriwayatkan dari Abu Hurairah bahwasanya Rasulullah SAW pernah
bersabda : wahai Abu Hurairah pelajarilah Ilmu Faraid dan ajarilah kepada
yang lain, sesungguhya ia merupakan sebagian dari Ilmu dan hal yang paling
pertama yang akan dilupakan oleh umatku.”6

4

Mahud Yunus, Kamus Arab Indonesia,
Penterjemah/penafsir al-Qur’an cet. Ke-1, 1973), hal. 496.

(Jakarta:

Yayasan

Penyelenggara

5

Muhamad Ali ash-Sabuni, Hukum warisan dalam syariat islam (terjemah), (Bandung:
CV Diponegoro, 1988), h. 40.
6

Elfid Nurfitra M, Penyelesaian Gugatan Kewarisan Anak Perempuan Dengan Saudara
Kandung (Studi Analisis Pada Putusan Peradilan Agama), (skripsi Mahasiswa Prodi Ahwal asySyakhsiyyah Konsentrasi Peradilan Agama, 2008), h. 15.

21

Kemudian al-Qurtubiy berkata: “Apabila hal ini diakui kebenarannya,
maka ketahuilah bahwa Faraid adalah merupakan ilmu yang besar bagi para
sahabat dan sangat hebat teori-teori mereka, tetapi sayang banyak orang yang
menyia-nyiakan ilmu ini.(tafsir al-Qurtubiy : juz 5 halaman : 56).7
Adapun yang dimaksud dengan Faraid adalah masalah-masalah
pembagian harta warisan, yakni :

ِ ‫ف ﺑِ ِﻪ َﻛﻴ ِﻔﻴ ِﺔ ﻗِﺴﻤﺔ اَﻟﺘﱢـﺮَﻛ‬
ِ ‫ِﻋﻠْ ٌﻢ ﻳَـ ْﻌ‬
‫ﻠﻰ ُﻣ ْﺴﺘَ ِﺤ ﱢﻘ َﻬﺎ‬
‫ﻋ‬
‫ﺔ‬
‫ﺮ‬
ُ
َ
ْ
َ
ْ
َ
ْ
َ
Artinya: “Ilmu untuk mengetahui cara membagi harta peninggalan seseorang
yang telah meninggal dunia kepada yang berhak menerimanya.”8
Kata al-Faraid adalah bentuk jamak dari al-Faridhah yang bermakna
al-Mafrudhah atau sesuatu yang diwajibkan. Artinya, pembagian yang telah
ditentukan kadarnya.9
Seperti yang dicontohkan dalam surat an-Nisa ayat 12:

              
              

               

7
Muhammad Ali ash-Shabuniy, alih bahasa: Sarmin Syukur, Hukum Waris Islam,
(Surabaya: al-Ikhlas, 1995) h. 22.
8
9

Moh. Muhibbin dan Abdul Wahib, Hukum Kewarisan Islam, h. 7.

Komite Fakultas Syari’ah ar-Risalah ad-Dauliyah. “Ahkamaul-mawarits fil-fiqhilmawarits-islami”. Mesir. Tahun 2000-2001. Diterjemahkan oleh H. Addys Aldizar, Lc. dan H.
Fathurohman, Lc. “Hukum Waris”. (Jakarta: Senayan Abadi Publishing, 2004), h. 11.

22

              

             

               
        

Artinya : “Dan bagimu (suami-suami) seperdua dari harta yang ditinggalkan
oleh isteri-isterimu, jika mereka tidak mempunyai anak. jika isteri-isterimu itu
mempunyai anak, Maka kamu mendapat seperempat dari harta yang
ditinggalkannya sesudah dipenuhi wasiat yang mereka buat atau (dan) seduah
dibayar hutangnya. Para isteri memperoleh seperempat harta yang kamu
tinggalkan jika kamu tidak mempunyai anak. jika kamu mempunyai anak, Maka
Para isteri memperoleh seperdelapan dari harta yang kamu tinggalkan sesudah
dipenuhi wasiat yang kamu buat atau (dan) sesudah dibayar hutang-hutangmu.
jika seseorang mati, baik laki-laki maupun perempuan yang tidak meninggalkan
ayah dan tidak meninggalkan anak, tetapi mempunyai seorang saudara laki-laki
(seibu saja) atau seorang saudara perempuan (seibu saja), Maka bagi masingmasing dari kedua jenis saudara itu seperenam harta. tetapi jika saudarasaudara seibu itu lebih dari seorang, Maka mereka bersekutu dalam yang
sepertiga itu, sesudah dipenuhi wasiat yang dibuat olehnya atau sesudah dibayar
hutangnya dengan tidak memberi mudharat (kepada ahli waris)10. (Allah
menetapkan yang demikian itu sebagai) syari'at yang benar-benar dari Allah, dan
Allah Maha mengetahui lagi Maha Penyantun.(Q. S. An-Nisa : 12)
Ayat di atas menunjukan bahwa ilmu Faraid adalah ilmu yang sudah
pasti hitungannya dan sudah ditentukan kadarnya. Fiqh Mawaris adalah ilmu
yang mempelajari siapa-siapa ahli waris yang berhak menerima, serta bagianbagian tertentu yang diterimanya.11 Berdasarkan para ahli di atas, maka penulis
menyimpulkan bahwa hukum waris adalah adalah hukum yang mengatur
10

Memberi mudharat kepada waris itu ialah tindakan-tindakan seperti: a. Mewasiatkan
lebih dari sepertiga harta pusaka. b. Berwasiat dengan maksud mengurangi harta warisan.
Sekalipun kurang dari sepertiga bila ada niat mengurangi hak waris, juga tidak diperbolehkan.
11

Ahmad Rofiq, Fiqh Mawaris, (Jakarta: PT Raja Grafindo cet. II, 1995), h. 1.

23

mengenai apa yang harus terjadi terhadap harta kekayaan seseorang yang
meninggal dunia, dan menurut hukum Faraidh, bagian waris yang harus diterima
itu sudah ditentukan atau tertentu, dan besar atau kecilnya bagian tergantung
kepada keberadaan ahli waris lain yang secara bersama-sama mempunyai hak
waris sehingga bagian hak waris satu samalain dapat berbeda.
Namun meskipun demikian hak waris adalah hak individu yang tidak
boleh diganggu haknya oleh orang lain. Dengan demikian ada beberapa point
penting dalam sistem waris Islam, yaitu:
a. Waris adalah pindahnya hak milik orang lain yang meninggal, baik yang
ditinggalkannya itu benda bergerak maupun tidak bergerak atau berupa hakhak syara’
b. Warisan hanya terbatas pada lingkungan keluarga dengan adanya hubungan
perkawinan dan hubungan nasab.
c. Hukum waris Islam membagikan harta warisan dengan bagian tertentu kepada
ahli warisnya.
Semua penjelasan di atas mengenai pengertian dan dasar-dasar Faraid
menjelaskan bahwa ilmu kewarisan atau Faraid adalah ilmu untuk membagi harta
peninggalan yang wajib dibagikan kepada ahli waris. Mengingat pentingnya
Faraidh, maka setiap muslim tidak hanya diperintahkan untuk mempelajari ilmu
Faraidh saja, namun sekaligus diperintahkan untuk mengajarkan ilmu Faraidh
kepada orang lain.

24

b. Pengertian Hukum Kewarisan Menurut Undang-Undang
Pengaturan mengenai hukum waris tersebut dapat ditemukan dalam
pasal 830 sampai dengan pasal 1130 KUH Perdata. Meski demikian, pengertian
mengenai hukum waris itu sendiri tidak dapat ditemukan pada bunyi pasal-pasal
yang mengatur dalam KUH Perdata tersebut. Untuk mengetahui pengertian
mengenai hukum waris selanjutnya kita akan coba melihat beberapa pengertian
mengenai hukum waris yang diberikan oleh para ahli, sebagai berikut:
Hukum waris menurut Vollmar merupakan perpindahan harta kekayaan
secara utuh, yang berarti peralihan seluruh hak dan kewajiban orang yang
memberikan warisan atau yang mewariskan kepada orang yang menerima warisan
atau ahli waris. Pengertian hukum kewarisan dalam KUH Perdata menurut
Hartono Suryopratikno hukum waris adalah keseluruhan peraturan yang mengatur
akibat hukum dari meninggalnya seseorang terhadap harta kekayaannya,
perpindahan kepada ahli waris dan hubungannya deng