Perbedaan Skor Pengan Karies Antara Maloklusi Ringan Dan Maloklusi Berat Pada Siswa SMA Swasta Eria

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang

Salah satu cabang ilmu kedokteran gigi yang mempelajari pertumbuhan
wajah, perkembangan gigi, oklusi, diagnosis, pencegahan, dan perawatan anomali
oklusi adalah ortodonti. Oklusi adalah hubungan antara permukaan gigi geligi pada
rahang atas

dan rahang bawah.1,2 Maloklusi dapat didefenisikan sebagai suatu

penyimpangan dari bentuk oklusi normal.3-5 Jika susunan gigi dalam lengkung rahang
teratur dan hubungan antara gigi atas dan gigi bawah harmonis, oklusi dapat
dikatakan normal. Maloklusi bukan merupakan suatu penyakit, namun jika tidak
dirawat dapat mengakibatkan gangguan fungsi pengunyahan, penelanan, bicara dan
keserasian wajah sehingga berpotensi mempengaruhi kesehatan fisik dan mental.3,4,6
Maloklusi memiliki penyebab yang multifaktorial dan hampir tidak pernah
memiliki penyebab yang spesifik.7,8 Bermacam sistem klasifikasi etiologi maloklusi

sudah dikenalkan diantaranya adalah klasifikasi etiologi menurut Graber yang
membagi etiologi maloklusi berdasarkan faktor umum dan faktor lokal. Etiologi
maloklusi berdasarkan faktor umum adalah herediter, kongenital, lingkungan, nutrisi,
trauma, kebiasaan dan lain-lain. Etiologi maloklusi berdasarkan faktor lokal adalah
anomali jumlah gigi, anomali ukuran gigi, premature loss gigi desidui, persistensi
gigi desidui, karies dan lain-lain.2,7,8
Hubungan antara maloklusi dan prevalensi karies gigi merupakan temuan
penting namun sangat sedikit ditemukan dalam studi epidemiologi. Hubungan ini
terjadi karena peningkatan kerentanan retensi plak di antara gigi maloklusi, sehingga
meningkatkan risiko karies.1,9,10 Kebersihan mulut adalah salah satu faktor etiologi
penting, yang menyebabkan penyakit gigi seperti karies gigi dan periodontitis.
Kesulitan dalam mempertahankan kebersihan mulut dapat menyebabkan akumulasi
yang berlebih dari plak gigi, yang dianggap sebagai agen etiologi utama dalam
inflamasi periodontal.9 Hasil penelitian Stahl tahun 2004 mengenai hubungan antara

Universitas Sumatera Utara

maloklusi dengan karies gigi telah menunjukkan hasil yang bertentangan atau tidak
meyakinkan yaitu tidak dapat membuktikan hubungan yang signifikan antara
maloklusi dengan karies gigi, namun penelitian yang dilakukan Nobile dkk tahun

2007 menunjukkan hubungan positif antara maloklusi dan karies gigi.4
Karies merupakan suatu penyakit pada jaringan keras gigi yaitu email, dentin,
dan sementum yang disebabkan aktivitas jasad renik yang ada dalam suatu
karbohidrat yang diragikan.11,12 Karies dapat didefenisikan sebagai hasil interaksi dari
bakteri di permukaan gigi, plak atau biofilm, diet, khususnya komponen karbohidrat
yang dapat difermentasikan oleh bakteri plak menjadi asam sehingga terjadi
demineralisasi jaringan keras gigi dan memerlukan cukup waktu untuk kejadiannya.
Faktor utama penyebab karies ada empat yaitu inang/host, plak gigi, substrat dan
waktu. Karies akan terbentuk jika keempat faktor ini saling berinteraksi.13 Untuk
melihat prevalensi karies dapat digunakan salah satu rumus prevalensi karies dan
penilaian status karies dengan skor Decay Missing Filling-Tooth (DMF-T). Decay
Missing Filling-Tooth (DMF-T) sebagai indikator status kesehatan gigi yang
merupakan penjumlahan dari indeks Decay-tooth (D-T), Missing-tooth (M-T), dan
Filling-tooth (F-T) yang menunjukkan banyaknya kerusakan gigi yang pernah
dialami seseorang baik berupa Decay/D (gigi karies atau gigi berlubang), Missing/M
(gigi dicabut) dan Filling/F (gigi ditumpat).12,14 Karies merupakan salah satu masalah
kesehatan gigi dan mulut yang cukup tinggi, salah satunya di Kalimantan Selatan. Hal
ini dapat dilihat dengan tingginya angka karies aktif remaja di Kalimantan Selatan
pada usia 12 tahun (39,6%), usia 15 tahun (52,3%), dan 18 tahun (62,9%).1
Beberapa penelitian mengenai prevalensi maloklusi telah banyak dilakukan.

Dari data World Health Organization (WHO) menunjukkan bahwa maloklusi adalah
masalah yang cukup besar dalam kesehatan gigi dan mulut, karena prevalensi
maloklusi berada pada urutan ketiga tertinggi setelah penyakit periodontal dan karies
gigi.6,7 Berdasarkan penelitian yang dilakukan Silvia dkk mengenai maloklusi tahun
2001 di Amerika Latin pada remaja usia 12 – 18 tahun menunjukkan lebih dari 93%
remaja mengalami maloklusi. Hasil penelitian Oktavia mengenai maloklusi pada
remaja SMA di kota Medan tahun 2007 dengan menggunakan indeks HMAR

Universitas Sumatera Utara

menunjukkan prevalensi maloklusi 60,5% dengan kebutuhan perawatan ortodonti
23%.6 Penilaian suatu keparahan maloklusi dilakukan dengan indeks maloklusi. Salah
satu Indeks untuk mengukur maloklusi yaitu Handicapping Malocclusion Assessment
Record (HMAR). Indeks HMAR secara kuantitatif dan objektif memberikan
penilaian terhadap ciri-ciri oklusi dan cara menentukan prioritas perawatan ortodonti
menurut keparahan maloklusi yang dapat dilihat dari besarnya skor yang tercatat pada
lembar isian. Indeks HMAR ini digunakan untuk mengukur kelainan gigi pada suatu
rahang, kelainan hubungan kedua rahang dalam keadaan oklusi dan kelainan
dentofasial. Penilaian dapat dilakukan pada model gigi ataupun di dalam mulut.
Penilaian HMAR tidak memerlukan alat khusus atau rumit, dibandingkan dengan

indeks lain.3
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Rosihan tahun 2014 persentase
maloklusi pada remaja di Pondok Pesantren Darul Hijrah Martapura adalah 72% dari
remaja laki-laki mengalami maloklusi berat, sedangkan 56% dari remaja perempuan
mengalami maloklui ringan. Hasil penelitian menunjukkan dari 100 sampel yang
diperiksa, frekuensi untuk kelompok maloklusi ringan dengan kategori indeks karies
sangat rendah 17%, kategori rendah 13%, kategori sedang 11%, kategori tinggi 7%,
dan kategori sangat tinggi 2%. Frekuensi untuk kelompok maloklusi berat dengan
kategori indeks karies sangat rendah 2%, kategori rendah 2%, kategori sedang 2%,
kategori tinggi 10%, dan kategori sangat tinggi 34%.1
Berdasarkan hal tersebut peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
mengenai perbedaan skor pengalaman karies antara maloklusi ringan dan berat pada
siswa SMA Swasta Eria Medan tahun 2017 berdasarkan Indeks HMAR. Hal ini
didasarkan karena masih sedikitnya penelitian yang dilakukan untuk mengetahui
perbedaan skor karies antara maloklusi ringan dan berat khususnya di Sumatera Utara
belum pernah dilakukan. Adapun sampel yang akan digunakan adalah murid di SMA
Swasta Eria Medan. Indeks yang digunakan untuk mengukur karies pada penelitian
ini adalah Indeks DMFT WHO.

Universitas Sumatera Utara


1.2

Rumusan Masalah

Permasalahan yang akan diteliti adalah apakah ada perbedaan skor
pengalaman karies antara maloklusi ringan dan berat pada siswa SMA Swasta Eria

1.3

Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui perbedaan skor pengalaman karies antara maloklusi ringan
dan berat pada siswa SMA Swasta Eria

1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui skor pengalaman karies dalam maloklusi ringan pada siswa
SMA Swasta Eria
2. Mengetahui skor pengalaman karies dalam maloklusi berat pada siswa

SMA Swasta Eria
3. Mengetahui perbedaan skor pengalaman karies antara maloklusi ringan dan
berat pada siswa SMA Swasta Eria

1.4 Hipotesis Penelitian
Terdapat perbedaan skor pengalaman karies antara maloklusi ringan dan berat
pada siswa SMA Swasta Eria

1.5 Manfaat Penelitian
1.

Memberikan wawasan kepada peneliti, pihak sekolah dan siswa
mengenai hubungan karies dengan maloklusi.

2.

Memberikan tambahan informasi dalam ilmu kedokteran gigi bahwa
maloklusi juga berhubungan dengan karies.

3.


Sebagai sumber informasi ilmiah tentang perbedaan skor pengalaman
karies antara maloklusi ringan dan berat pada siswa SMA Swasta Eria.

4.

Dapat sebagai referensi untuk melakukan peyuluhan kesehatan gigi dan
mulut pada siswa SMA Swasta Eria.

Universitas Sumatera Utara