Perbedaan Skor Pengan Karies Antara Maloklusi Ringan Dan Maloklusi Berat Pada Siswa SMA Swasta Eria

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Maloklusi

Maloklusi adalah suatu penyimpangan dalam pertumbuhan dento-fasial yang
dapat mengganggu fungsi pengunyahan, penelanan, bicara, dan keserasian wajah.1
Maloklusi merupakan penyimpangan letak gigi kelainan hubungan antara rahang atas
dan rahang bawah ketika rahang menutup.3,6 Maloklusi memiliki dampak yang besar
terhadap individu dan lingkungan sosial dalam hal kenyamanan, kualitas hidup,
keterbatasan sosial dan fungsi.15 Dilihat dari segi fungsi fisik, gigi yang susunannya
tidak teratur merupakan tempat akumulasi sisa makanan, sehingga rentan terhadap
tejadinya penyakit karies dan periodontal, sedangkan dari segi psikis maloklusi juga
dapat berpengaruh pada estetika, sehingga menyebabkan kurangnya kepercayaan diri
serta kurangnya kepuasan terhadap penampilan wajah.16 Maloklusi sebenarnya bukan
suatu penyakit tetapi bila tidak dirawat dapat menimbulkan gangguan pada fungsi
pengunyahan, penelanan, bicara, dan keserasian wajah, yang berakibat pada
gangguan fisik maupun mental.3


2.1.1 Etiologi Maloklusi
Maloklusi memiliki penyebab yang multifaktorial dan hampir tidak pernah
memiliki satu penyebab yang spsesifik.7,8,15 Graber membagi etiologi maloklusi
berdasarkan faktor umum dan faktor lokal. Pengelompokan faktor ini membantu dan
membuat lebih mudah untuk memahami dan mengaitkan maloklusi dengan faktor
etiologi, hal-hal dibawah ini adalah faktor-faktor etiologi maloklusi menurut Graber:2
A. Faktor Umum, yaitu:2
1. Herediter
Anak memiliki materi gen yang sama dengan orang tuanya. Faktor herediter
memiliki pengaruh terhadap sistem neuromuskular, tulang, gigi dan jaringan lunak.

Universitas Sumatera Utara

2. Kongenital
Malformasi faktor kongenital terlihat pada saat mereka lahir. Malformasi
paling sering terjadi adalah mikrognasi, oligodonsia, anodonsia, celah bibir dan
langit-langit.
3.

Predisposisi penyakit metabolik


Kondisi

yang

perlu

diperhatikan

dalam

penyakit

sistemik

adalah

ketidakseimbangan endokrin, gangguan metabolik, dan penyakit infeksi.
4. Malnutrisi
Ketidakseimbangan gizi pada ibu hamil telah dikaitkan dengan malformasi

tertentu pada anak. Defesiensi nutrisi pada anak selama masa pertumbuhan dapat
menyebabkan pertumbuhan yang abnormal contohnya maloklusi.
5.

Kebiasaan buruk

Beberapa kebiasaan buruk yang bisa mempengaruhi terjadinya maloklusi
adalah menghisap ibu jari, menjulurkan lidah, menghisap atau menggigit bibir dan
kuku, bernapas dari mulut, bruxism. Semua kebiasaan ini memiliki satu kesamaan
yang menghasilkan kekuatan yang abnormal. Suatu kebiasaan buruk yang dilakukan
berulang dari waktu ke waktu dapat membuat deformitas permanen di
musculoskeletal.
6. Postur
Kebiasaan

postural

abnormal

atau


ketidakseimbangan

otot

lainnya

meningkatkan risiko maloklusi.
7.

Trauma dan kecelakaan

Trauma dan kecelakaan dapat dibagi menjadi prenatal trauma (hipoplasia
mandibular dan asimetri wajah) dan postnatal trauma (fraktur rahang dan gigi).
B. Faktor lokal, yaitu:2
1.

Kelainan jumlah gigi

Kelainan jumlah gigi terdapat dua jenis:

i.

Gigi supernumerari

Gigi supernumerari didefenisikan sebagai gigi tambahan pada rangkaian
normal, paling umum ditemukan pada regio anterior rahang atas. Gigi supernumerari

Universitas Sumatera Utara

berbeda dalam ukuran, bentuk, dan lokasi. Gigi supernumerari paling sering terlihat
adalah mesiodens, biasanya terletak diantara gigi insisif rahang atas dan dapat
bervariasi dalam bentuk. Biasanya berbentuk kerucut dengan akar dan mahkota yang
pendek, dapat terjadi pada rahang atas atau rahang bawah.2,17
ii. Jumlah gigi yang kurang
Jumlah gigi yang kurang lebih sering terlihat dibandingkan dengan gigi
supernumerari. Istilah yang digunakan untuk menggambarkan satu atau lebih
kongenital gigi yang hilang adalah anodonsia, hipodonsia, atau oligodonsia.2
2. Kelainan ukuran gigi
Hanya dua anomali dari ukuran gigi yaitu mikrodonsia dan makrodonsia, yang
melibatkan satu atau banyak gigi. Makrodonsia merupakan predisposisi gigi berjejal

sedangkan mikrodonsia merupakan predisposisi gigi tersusun renggang. Mikrodonsia
dari insisif lateral atas mempunyai hubungan dengan impaksi kaninus atas
permanen.2,17
3.

Kelainan bentuk gigi

Kelainan bentuk gigi dapat ditemukan pada gigi yang menyatu, rangkap, dan
dens in dente. Dilaserasi juga anomali bentuk gigi dimana ada lengkung di daerah
akar atau mahkota. Umumnya tidak mempengaruhi perawatan ortodonti tetapi dapat
mempersulit ekstraksi gigi yang terkena.2
4. Kelainan frenulum labial
Pada saat kelahiran, frenunum labial melekat pada ridge alveolar dengan
beberapa serat dan terletak dengan papilla lingual gigi. Saat gigi erupsi, frenulum
bermigrasi ke superior sehubungan dengan ridge alveolar. Beberapa serat dapat
bertahan di antara gigi insisif sentral atas. Perlekatan frenulum yang rendah
dihubungkan dengan diastema garis tengah rahang atas. Jika papilla palatal memucat
saat frenulum ditarik atau pada gambar radiograf terlihat celah alveolar diantara gigi
insisif, frenulum terlibat dalam pembentukan diastema.2,17
5. Kehilangan dini

Kehilangan dini gigi sulung merupakan keadaan gigi sulung yang hilang atau
tanggal sebelum gigi penggantinya mendekati erupsi yang disebabkan karena karies,

Universitas Sumatera Utara

trauma dan kondisi sistemik. Kehilangan dini gigi sulung dapat menyebabkan
pengurangan lengkung rahang, pergerakan atau drifting dari gigi geligi yang berada
dekat daerah hilang, gangguan perkembangan dan erupsi gigi permanen sehingga
akan menimbulkan gigi berjejal, rotasi, impaksi bahkan merubah hubungan
anteroposterior gigi molar pertama permanen rahang atas dengan rahang bawah dan
terjadi penyimpangan dari oklusi normal bila tidak dikoreksi.2,17,18
6. Retensi berkepanjangan gigi sulung
Apapun alasan untuk retensi berkepanjangan pada gigi sulung, mereka
memiliki dampak yang signifikan pada gigi. Defleksi palatal pada lengkung rahang
atas mengakibatkan erupsi gigi permanen menjadi crossbite yang kemungkinan sulit
untuk perawatan pada tahap selanjutnya.2
7. Terlambatnya tumbuh gigi tetap
Urutan erupsi gigi individu di setiap lengkung rahang terjadi secara alami.
Urutan erupsi memiliki sejumlah fleksibilitas, tetapi jika terdapat gigi supernumerari
atau gigi tidak menempati posisinya, kemungkinan akan terjadi migrasi gigi lainnya

kedalam ruang yang tersedia. Dapat mengakibatkan terjadinya impaksi pada gigi.2
8.

Kelainan jalan erupsi gigi

Umumnya setiap gigi mempunyai perjalanan erupsi yang berbeda sejak awal
ke lokasi dimana ia akan erupsi. Perjalanan ini dapat menyimpang dari jalan erupsi.
Gigi yang paling sering erupsi di lokasi yang tidak seharusnya erupsi adalah gigi
kaninus maksilla.2
9.

Ankilosis

Ankilosis adalah suatu kondisi yang melibatkan penyatuan akar atau bagian
dari akar langsung ke tulang tanpa intervensi membran periodontal. Ankilosis ini
ditemui relative sering selama tahap pertumbuhan gigi bercampur. Ankilosis gigi
yang terlihat lebih sering dikaitkan dengan gangguan infeksi endokrin tertentu dan
kelainan bawaan.2
10. Karies gigi
Adanya karies terutama pada bagian aproksimal dapat mengakibatkan

terjadinya pemendekan lengkung gigi. Kemungkinan ini disebabkan oleh migrasi gigi

Universitas Sumatera Utara

yang berdekatan ke ruang yang tersedia atau supra erupsi gigi pada lengkung
berlawanan.2
11. Restorasi gigi yang tidak tepat
Maloklusi dapat disebabkan oleh restorasi gigi yang tidak tepat. Restorasi
proksimal yang kurang dapat menyebabkan penurunan yang signifikan dalam panjang
lengkung terutama di geraham gigi sulung. Restorasi proksimal yang berlebih seperti
tonjolan ke gigi yang akan ditempati akan mengalami pengurangan ruang.2

2.1.2 Klasifikasi Maloklusi
Pemerikasaan klinis untuk menegakkan diagnosis dan rencana perawatan
maloklusi dapat ditentukan dengan suatu klasifikasi maloklusi. Klasifikasi yang
paling banyak digunakan adalah klasifikasi maloklusi menurut Angle. Pada tahun
1899, Edward Angle mengklasifikasikan maloklusi berdasarkan mesio-distal gigi,
lengkung gigi dan rahang. Penggunaan klasifikasi ini berdasarkan hubungan dari gigi
geligi terutama gigi molar satu permanen rahang atas memiliki relasi terhadap gigi
molar satu permanen rahang bawah yang digunakan sebagai kunci oklusi. Idealnya

cusp mesiobukal molar atas kontak dengan groove bukal molar bawah.2,17-19 Angle
membagi klasifikasi maloklusi kedalam tiga kategori, yaitu:
1.

Maloklusi Klas I

Rahang bawah terletak pada relasi mesiodistal yang normal terhadap rahang
atas. Posisi cusp mesiobukal molar satu rahang atas beroklusi dengan groove bukal
molar satu permanen rahang bawah dan cusp mesiolingual molar satu permanen
rahang atas beroklusi dengan fossa oklusal molar satu permanen rahang bawah ketika
rahang dalam posisi istirahat dan gigi dalam keadaan oklusi sentrik (Gambar 1).2,18-21
Angle menyatakan maloklusi angle Klas I sering terjadi dan mempunyai hubungan
dentofasial yang normal.6 Walaupun maloklusi Klas I Angle memiliki hubungan
molar yang normal tetapi garis oklusinya kurang tepat dikarenakan malposisi gigi,
rotasi gigi, proklinasi, gigitan terbuka anterior, crowding, spacing dan lain
sebagainya.19,21

Universitas Sumatera Utara

Gambar 1. Maloklusi Klas I Angle19

2.

Maloklusi Klas II

Hubungan mesiodistal pada lengkung gigi tidak normal dengan seluruh gigi
rahang bawah lebih posterior menciptakan ketidakharmonisan dengan gigi insisivus
atas dan garis wajah. Tonjol mesiobukal molar satu rahang atas beroklusi dengan
ruang diantara tonjol mesiobukal molar satu rahang bawah dan dengan bagian distal
premolar dua rahang bawah. Selain itu, tonjol mesiolingual molar satu permanen
rahang atas beroklusi lebih ke mesial dari tonjol mesiolingual molar satu permanen
rahang bawah (Gambar 2).2,18-20 Maloklusi Angle Klas II lebih sering terlihat, terjadi
pada individu dengan bibir atas yang menonjol dan dagu yang perkembangannya
kurang baik.6

Gambar 2. Maloklusi Klas II Angle19
Angle membagi maloklusi Klas II menjadi dua divisi berdasarkan sudut
labiolingual gigi insisivus rahang atas. Pembagiannya yaitu:2,18,20,21,
a.

Klas II divisi I

Hubungan molar Klas II tetapi gigi insisivus rahang atas labioversi.2,18,20,21
Maloklusi ini memiliki karakteristik dengan adanya proklinasi atau labioversi
insisivus rahang atas sehingga overjet meningkat. Konstruksi maksila berbentuk V,
gigitan yang dalam (deep bite) dan bibir yang pendek.2,18,20,21

Universitas Sumatera Utara

Gambar 3. Maloklusi Klas II divisi I Angle2
b.

Klas II divisi II

Maloklusi Klas II divisi 2 memiliki hubungan molar Klas II dengan
karakteristik maloklusi ini adalah adanya inklinasi lingual atau linguoversi gigi
insisivus sentralis rahang atas dan insisivus lateral rahang atas yang lebih ke labial
ataupun mesial (Gambar 4).2,18,20,21 Lengkung gigi rahang atas biasanya berbentuk
persegi dan memiliki overbite yang berlebihan.18

Gambar 4. Maloklusi Klas II divisi II Angle2
3. Maloklusi Klas III
Cusp mesiobukal molar satu permanen rahang atas beroklusi lebih ke distal
terhadap groove mesiobukal molar satu permanen rahang bawah atau sebaliknya
groove bukal molar satu permanen rahang bawah beroklusi lebih ke mesial terhadap
cusp mesiobukal molar satu permanen rahang atas (Gambar 5).2,18-20 Selain itu, jika
molar satu permanen rahang bawah memiliki posisi lebih ke anterior daripada molar
satu permanen rahang atas juga disebut sebagai maloklusi Klas III.21

Universitas Sumatera Utara

Gambar 5. Maloklusi Klas III Angle19

2.1.3 Indeks Maloklusi
Penilaian

kebutuhan

perawatan

ortodonti

pasien

dapat

dilakukan

menggunakan indeks kebutuhan perawatan ortodonti. Indeks ortodonti dapat
membantu dalam menilai kebutuhan perawatan secara subjektif dan objektif beberapa
parameter dan memberikan informasi tentang sulitnya suatu kasus.21
Macam-macam indeks maloklusi:
1.

Handicapping Malocclusion Assessment Record

Handicapping Malocclusion Assessment Record (HMAR) diperkenalkan oleh
Salzmann pada tahun 1968. Indeks ini memberikan penilaian terhadap ciri-ciri oklusi
dan cara menentukan prioritas kebutuhan perawatan ortodonti menurut tingkat
keparahan maloklusi yang dapat dilihat dari besarnya skor yang tercatat pada lembar
isian. Indeks HMAR digunakan untuk mengukur kelainan gigi pada satu rahang,
kelainan hubungan kedua rahang dalam keadaan oklusi dan kelainan dentofasial.
Penilaian dapat dilakukan pada model gigi atau didalam mulut. Penilaian indeks
HMAR tidak memerlukan alat khusus atau rumit dibandingkan dengan indeks lain.3,16
Penilaian maloklusi pada metode ini dengan menggunakan HMAR
(Handicapping Malocclusion Assesment Record) yaitu suatu lembar isian yang
dirancang oleh Salzmann pada tahun 1967 dan digunakan untuk melengkapi cara
menentukan priorotas perawatan ortodonti menurut keparahan maloklusi yang dapat
dilihat pada besarnya skor yang tercatat pada lembar isian tersebut.22

Universitas Sumatera Utara

Variabel-variabel yang dinilai sesuai indeks HMAR adalah:3,16,22
A. Penyimpangan gigi dalam satu rahang (Intra arch deviation)
1) Segmen Anterior
Setiap gigi anterior rahang atas yang terlibat diberi skor 2, dan setiap gigi
anterio r rahang bawah diberi skor 1.
a) Gigi absen (missing)
Gigi yang tidak terdapat dalam mulut, termasuk jika tinggal akar gigi (radiks).
b) Gigi berjejal (crowded)
Gigi berjejal yang dilihat secara visual dengan adanya gigi yang tidak pada
susunan yang seharusnya ataupun adanya gigi yang tumpang tindih dengan gigi lain.
c) Gigi rotasi (rotation)
Gigi yang letaknya berputar tetapi cukup tempat dalam lengkung rahang.
Perpindahan atau pergeseran posisi gigi dari sumbu gigi yang normal.
d) Diastema (spacing)
Keadaan gigi bercelah yang dilihat secara visual adanya celah antara satu gigi
dengan gigi lain.
2) Segmen posterior
Setiap gigi yang terlibat diberi skor 1. Cara penilaian seperti segmen anterior.
B. Kelainan hubungan gigi kedua rahang dalam keadaan oklusi (inter arch
deviation)
1) Segmen Anterior
Untuk setiap gigi rahang atas yang terlibat diberi skor 2
a) Jarak gigit (overjet)
Jarak gigit (overjet) adalah jarak antara tepi insisal bagian lingual gigi
insisivus sentralis maksila ke tepi insisal bagian labial gigi insisivus sentralis
mandibular dalam arah horizontal. Penilaian jarak gigit (overjet) ialah bila gigi
insisivus atas labioversi sehingga gigi insisivus bawah pada waktu oklusi mengenai
mukosa palatum. Apabila gigi insisivus atas tidak labioversi maka kelainan itu hanya
diskor sebagai kelainan tumpang gigit (overbite).

Universitas Sumatera Utara

b) Tumpang gigit (overbite)
Tumpang gigit (overbite) adalah jarak antara gigi insisivus atas dengan
mahkota klinis insisivus bawah dalam arah vertikal. Penilaian tumpang gigit
(overbite) ialah apabila pada waktu oklusi, gigi insisivus atas mengenai mukosa
gingiva gigi insisivus bawah, sedangkan gigi bawah tersebut mengenai mukosa
palatum.
c) Gigitan silang (crossbite)
Gigitan silang (crossbite) adalah suatu kondisi dimana satu atau lebih gigi
berada pada posisi abnormal baik dalam arah bukal, lingual, atau labial dalam
hubungannya dengan geligi antagonisnya.
d) Gigitan terbuka (openbite)
Gigitan terbuka (openbite) adalah keadaan oklusi dimana gigi insisivus atas
tidak beroklusi dengan gigi insisivus bawah (gigitan terbuka) diukur dari insisal
insisivus sentralis rahang atas ke insisal insisivus rahang bawah pada model gigi,
yaitu apabila waktu oklusi gigi depan atas dan bawah tidak berkontak.
2) Segmen posterior
Untuk setiap gigi yang terlibat diberi skor 1.
a) Kelainan anteroposterior
Kelainan anteroposterior yaitu kelainan oklusi dimana pada waktu oklusi gigi
kaninus, premolar pertama dan premolar kedua serta gigi molar pertama bawah
berada disebelah distal atau mesial gigi antagonisnya. Kelainan tersebut diskor bila
terdapat satu tonjol atau lebih dari gigi molar, premolar dan kaninus beroklusi lebih
ke mesial atau ke distal dari posisi normal.
b) Gigitan silang (crossbite)
Gigitan silang (crossbite) adalah suatu kondisi dimana satu atau lebih gigi
berada pada posisi abnormal baik dalam arah bukal, lingual, atau labial dalam
hubungannya dengan geligi antagonisnya.

Universitas Sumatera Utara

c) Gigitan terbuka (openbite)
Gigitan terbuka (openbite) adalah pada waktu keadaan oklusi terdapat celah
antara gigi posterior atas dan bawah.
Setiap ciri maloklusi berupa kelainan dentofasial diberi skor 8. Ciri-ciri
tersebut yaitu: celah bibir, palatal bite, gangguan oklusi, keterbatasan fungsi rahang,
asimetri wajah, gangguan bicara.3,16
Indikator kebutuhan perawatan berdasarkan kriteria tingkat keparahan
maloklusi menunjukan keparahan maloklusi berkisar antara :3,16,22
1.

Skor 0 – 4 : variasi oklusi normal

2.

Skor 5 – 9 : maloklusi ringan, tidak perlu perawatan

3.

Skor 10 – 14 : maloklusi ringan, kasus tertentu memerlukan perawatan

4.

Skor 15 – 19 : maloklusi berat, memerlukan perawatan

5.

Skor ≥ 20 : maloklusi berat, sangat memerlukan perawatan

2.

Dental Aesthetic Index

Dental Aethetic Index (DAI) dikembangkan oleh Cons, Jenny, dan Kohout
tahun 1986. Dental Aethetic Index telah diadopsi oleh World Health Organization
(WHO), mengevaluasi 10 karakteristik oklusal: overjet, underjet, kehilangan gigi,
openbite anterior, berjejal anterior, diastema anterior, penyimpangan yang parah pada
gigi anterior, dan hubungan antero-posterior molar. Indeks ini membagi nilai
kebutuhan akan perawatan ortodonti menjadi 4 tingkat, yaitu: normal atau maloklusi
ringan dan tidak atau sedikit memerlukan perawatan (tingkat < 25), indikasi
maloklusi nyata dan memerlukan perawatan (tingkat 26-30), indikasi maloklusi parah
dan sangat memerlukan perawatan (tingkat 31-35), dan indikasi maloklusi sangat
parah dan wajib dilakukan perawatan (tingkat ≥ 36).14,23
3.

Index of Orthodontic Treatment Need

Index of Orthodontic Treatment Need (IOTN) dikembangkan oleh Brook dan
Shaw tahun 1989 untuk menilai kebutuhan perawatan ortodonti. Index ini telah
diterima secara internasional karena dinilai valid, dapat dipercaya, dan mudah
digunakan. Index ini menggabungkan antara Aesthetic Component (AC) dan Dental

Universitas Sumatera Utara

Health Component (DHC). Aesthetic Component (AC) menilai persepsi seorang
tentang penampilan gigi-geligi melalui skala fotograf, terdapat 10 poin menunjukkan
tingkatan penampilan gigi-geligi secara estetik yang terlihat menarik dan foto
mewakili gigi-geligi secara estetik yang terlihat tidak menarik. Dental Health
Component (DHC) menilai beberapa jenis maloklusi seperti overjet, overbite,
openbite, crossbite, crowding, erupsi palatal yang terhalang, anomali palatal dan
bibir, serta hypodonsia.21,24
4.

Index of Complexity, Outcome and Need (ICON)

Index of Complexity, Outcome and Need (ICON) merupakan indeks
internasional yang menyediakan metode penilaian tunggal untuk mencatat
kekomplekan, kebutuhan dan keberhasilan perawatan. Indeks ini terdiri dari 5
komponen yang memiliki bobot yang berbeda sesuai dengan kepentingannya.
Komponen pertama diadaptasi dari komponen estetik IOTN. Komponen lainnya
termasuk diatema rahang atas, crossbite, openbite/overbite anterior, dan relasi
anteroposterior segmen bukal. Skor ICON mencerminkan tingkat dari kebutuhan,
kekomplekan dan derajat perubahan sebagai hasil perawatan.25

2.2

Karies

Karies merupakan suatu penyakit jaringan keras gigi, yaitu email, dentin dan
sementum yang disebabkan oleh aktivitas suatu jasad renik dalam karbohidrat yang
dapat diragikan. Gejala klinis karies gigi adalah demineralisasi jaringan keras gigi
yang kemudian diikuti oleh kerusakan bahan organiknya dan berakibat terjadi invasi
bakteri dan kematian pulpa serta menyebabkan penyebaran infeksi ke jaringan
periapikal yang dapat menyebabkan rasa nyeri.10,11,12

2.2.1 Etiologi Karies
Keyes dan Jordan pada tahun 1960-an menyatakan karies sebagai penyakit
yang multifaktorial yaitu adanya beberapa faktor yang menjadi penyebab
terbentuknya karies. Ada tiga faktor utama yang memegang peranan yaitu faktor host
atau tuan rumah, agen atau mikroorganisme, substrat atau diet ditambah faktor waktu.

Universitas Sumatera Utara

Agar terjadi karies, setiap faktor tersebut harus saling mendukung yaitu tuan rumah
yang rentan, mikroorganisme yang kariogenik, substrak yang sesuai dan waktu yang
lama.10,12
Faktor etiologi karies:10,11
1. Faktor host atau tuan rumah
Kerentanan permukaan gigi menunjukkan area dimana plak lebih mudah
melekat dan berakumulasi membentuk proses karies. Pit dan fisur pada gigi posterior
sangat rentan terhadap karies karena sisa-sisa makanan menumpuk terutama pit dan
fisur yang dalam. Permukaaan gigi yang kasar juga dapat menyebabkan plak mudah
melekat dan membantu perkembangan karies gigi.
2.

Faktor agen atau mikroorganisme

Plak gigi memegang peranan penting dalam menyebabkan terjadinya karies.
Plak merupakan materi yang bersifat lengket dan menjadi akumulasi mikroorganisme
pada permukaan gigi.
3.

Faktor substrat atau diet

Faktor substrat atau diet dapat mempengaruhi pembentukan plak karena
membantu perkembangbiakan dan kolonisasi mikroorganisme yang ada pada
permukaan enamel. Selain itu dapat mempengaruhi metabolism bakteri dalam plak
dengan menyediakan substrat untuk pembuatan asam bagi bakteri yang menyebabkan
timbulnya karies.
4. Faktor waktu
Waktu menunjukkan bahwa proses karies terdiri dari periode pengrusakan dan
perbaikan yang terjadi silih berganti. Lamanya waktu yang dibutuhkan karies untuk
berkembang menjadi suatu kavitas cukup bervariasi, diperkirakan 6-48 bulan.

2.2.1 Indeks Karies
Indeks adalah ukuran yang dinyatakan dengan angka dari keadaan suatu
golongan atau kelompok terhadap suatu penyakit gigi tertentu. Ukuran-ukuran ini
dapat digunakan untuk mengukur derajat keparahan dari suatu penyakit mulai dari
yang ringan sampai berat. Untuk mendapatkan data tentang status karies seseorang

Universitas Sumatera Utara

digunakan indeks karies agar penilaian yang diberikan pemeriksa sama atau
seragam.10
1. Indeks DMF, Klein
Indeks ini diperkenalkan oleh Klein H, Palmer CE, Knutson JW pada tahun
1938 untuk mengukur pengalaman seseorang terhadap karies gigi. Pemeriksaannya
meliputi pemeriksaan pada gigi (DMFT) dan permukaan gigi (DMFS). Semua gigi
diperiksa kecuali gigi molar tiga karena gigi molar tiga biasanya tidak tumbuh, sudah
dicabut atau tidak berfungsi. Indeks ini tidak menggunakan skor, pada kolom yang
tersedia langsung diisi kode D (gigi yang karies), M (gigi yang hilang) dan F (gigi
yang ditumpat) dan kemudian dijumlahkan sesuai kode. Untuk gigi permanen dan
gigi sulung hanya dibedakan dengan pemberian kode DMFT (decayed missing filled
tooth) atau DMFS (decayed missing filled surface) sedangkan deft (decayed extracted
filled tooth) dan defs (decayed extracted filled surface) digunakan untuk gigi susu.
Rerata DMF adalah jumlah seluruh nilai DMF dibagi atas jumlah orang yang
diperiksa.10
A. DMFT
Indeks DMFT adalah indeks yang digunakan pada gigi permanen untuk
menunjukkan jumlah gigi yang terkena karies (D), telah dicabut dan diindikasikan
pencabutan (M), dan gigi yang telah dirawat (F). Indeks DMFT menggambarkan
tingkat keparahan kerusakan gigi permanen.10.13
Beberapa hal yang perlu diperhatikan:10
i.

Semua gigi yang mengalami karies dimasukkan ke dalam kategori D.

ii. Karies sekunder yang terjadi pada gigi dengan tumpatan permanen
dimasukkan dalam kategori D.
iii. Gigi dengan tumpatan sementara dimasukkan dalam kategori D.
iv. Semua gigi yang hilang atau dicabut karena karies dimasukkan dalam
kategori M.
v. Gigi yang hilang akibat penyakit periodontal, dicabut untuk kebutuhan
perawatan ortodonti tidak dimasukkan dalam kategori M.
vi. Semua gigi dengan tumpatan permanen dimasukkan dalam kategori F.

Universitas Sumatera Utara

vii. Gigi yang sedang dalam perawatan saluran akar dimasukkan dalam
kategori F.
viii. Pencabutan normal selama masa pergantian gigi geligi tidak dimasukkan
dalam kategori M.
B. DMFS
Permukaan gigi yang diperiksa adalah gigi anterior dengan empat permukaan,
fasial, lingual, distal dan mesial sedangkan gigi posterior dengan lima permukaan
yaitu fasial, lingual, distal, mesial dan oklusal. Kriteria untuk D sama dengan DMFT.
Bila gigi sudah dicabut karena karies, maka pada waktu menghitung permukaan yang
hilang dikurangi satu permukaan sehingga untuk gigi posterior dihitung 4 permukaan
dan 3 permukaan untuk gigi anterior. Kriteria untuk F sama dengan DMFT.10
2. Indeks DMF, WHO
Pemeriksaan DMF-T dilakukan dengan memeriksa 28 gigi yang ada. Jumlah
DMF-T rata-rata dihitung dengan cara menjumlahkan jumlah gigi karies, gigi yang
hilang, dan gigi yang ditambal, lalu dibagi dengan jumlah populasi.26

Rerata DMF-T Populasi = D + M + F
Jumlah populasi

Universitas Sumatera Utara

2.3 KERANGKA TEORI

Maloklusi

Karies

Defenisi
Etiologi

Defenisi

Etiologi

Klasifikasi

Angle

Indeks
Indeks

HMAR
DAI

Klas II

Klas I

DMF
Klein

DMF
WHO

Klas III
IOTN

Divisi I

Divisi II

ICON

Universitas Sumatera Utara

2.4

KERANGKA KONSEP

Variabel Bebas

Variabel Terikat
Pengalaman Karies (Indeks

Maloklusi (Indeks HMAR) :

DMFT WHO) :

Maloklusi ringan

Decay (D)

Maloklusi berat

Missing (M)
Filling (F)

Universitas Sumatera Utara