Perbedaan Rerata Tekanan Darah Pada Remaja Berdasarkan Tipe Disomnia Di Kecamatan Muara Batang Gadis

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tidur
2.1.1. Definisi Tidur
Tidur merupakan keadaan berkurangnya tanggapan dan interaksi dengan lingkungan
yang bersifat reversibel dan berlangsung cepat.6 Literatur lain mendefinisikan tidur
sebagai suatu keadaan yang teratur, berulang, dan reversibel, yang ditandai dengan
keadaan yang relatif diam dan meningginya nilai ambang rangsang terhadap
stimulus dari luar bila dibandingkan dengan keadaan terjaga.3
Secara konseptual, tidur bukanlah semata-mata hilangnya kewaspadaan dan
persepsi, atau terhentinya proses sensorik tetapi merupakan hasil dari kombinasi
penarikan stimulus aferen dari otak dan aktivasi dari area otak spesifik. Kondisi
tersebut menggambarkan bahwa tidur merupakan suatu proses aktif.4
Tidur merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia. Tidur juga merupakan
komponen yang sangat penting bagi pertumbuhan fisik dan perkembangan
intelektual anak. Kebutuhan dan kebiasaan tidur berbeda-beda berdasarkan
usia.5,6,8,11 Kebiasaan tidur meliputi pengaturan rutinitas tidur, konsistensi waktu tidur
dan bangun, ruangan tidur yang sesuai, menghindari produk-produk berkafein, dan
penyesuaian aktivitas fisik sehari-hari. Kebiasaan tidur yang baik adalah jembatan
penghubung antara kebutuhan biologis tidur dengan kondisi lingkungan yang

mempengaruhi tidur.4
Secara

umum,

terjadi

perubahan

kebutuhan

tidur

seiring

dengan

bertambahnya usia. Neonatus membutuhkan tidur sekitar 16 jam perhari, sedangkan
anak usia 3 sampai 5 tahun membutuhkan tidur 11 jam perhari. Anak yang lebih tua


Universitas Sumatera Utara

(usia 10 sampai 11 tahun) memerlukan tidur sekitar 10 jam perhari, sedangkan orang
dewasa membutuhkan waktu tidur 7.5 sampai 8 jam perhari.4-6
Tabel 2.1. Kebutuhan tidur sesuai usia4
Usia

Kebutuhan tidur (jam)

0-2 bulan

12-18

3-11 bulan

14-15

1-3 tahun

12-14


3-5 tahun

11-13

6-10 tahun

10-11

10-17 tahun

8.5-9.25

2.1.2. Fisiologi Tidur
Proses tidur dan bangun dipengaruhi oleh keseimbangan dua sistem yaitu sistem
tidur (hypnogenic system) dan sistem bangun (arousal system) yang terdapat di otak.
Pusat-pusat tidur di otak antara lain:3
1. Nukleus raphe yang terletak di dalam medula dan di bawah pons. Dari struktur
tersebut akan tersebar serabut-serabut saraf ke formasio retikularis, talamus,
neokorteks, hipotalamus dan korteks limbik.

2. Daerah inti traktus solitarius di medula dan pons.
3. Ujung depan/rostral hipotalamus terutama suprakiasma dan daerah inti talamus.
Stimulasi pusat-pusat otak tersebut oleh serotonin akan menyebabkan tidur.
Di samping adanya pusat-pusat tidur, terdapat pula pusat terjaga/bangun di otak.
Pusat tersebut adalah Ascending Reticular Activating System (ARAS). Stimulasi
terhadap ARAS, terutama oleh neurotransmitter adrenergik akan memicu kondisi
terjaga.3

Universitas Sumatera Utara

2.1.3. Stadium Tidur
Tidur terdiri dari dua stadium, yaitu tidur Rapid Eye Movement (REM) dan tidur
NonRapid Eye Movement (NREM). Pada stadium REM, aktivitas korteks cukup
intensif, sedangkan pada stadium NREM, aktivitas korteks menghilang ditandai
dengan

gelombang

amplitudo


besar

berfrekuensi

rendah

pada

elektroensefalografi.3,4,12
Stadium NREM dibagi menjadi empat fase, yaitu fase N1 sampai N4. Fase
pertama adalah fase dimana orang mulai merasa mengantuk dan tertidur. Pada
kondisi ini, orang tersebut masih mudah dibangunkan. Pada elektroensefalografi
akan dijumpai gelombang alfa dengan penurunan voltase. Fase pertama
berlangsung selama 30 detik sampai 5 menit. Fase kedua merupakan fase tidur yang
lebih dalam. Gambaran elektroensefalografi menunjukkan gelombang tidur (sleep
spindle) dengan frekuensi 14-18 Hz. Orang tersebut masih mudah dibangunkan
meskipun dia benar-benar berada dalam keadaan tertidur. Fase ketiga dan keempat
merupakan fase tidur dalam. Pada fase ketiga, seseorang akan tidur pulas dan tonus
otot lenyap sama sekali. Elektroensefalografi menunjukkan gelombang lambat delta.
Fase keempat adalah fase tidur yang paling nyenak, tanpa mimpi dan sulit

dibangunkan.

Gelombang

delta

adalah

gambaran

yang

dominan

dari

elektroensefalografi. Gambaran gelombang tidur (sleep spindle) sulit ditemukan.
Selanjutnya tidur akan masuk ke stadium REM. Pada stadium ini terjadi banyak
aktivitas biologis yang penting seperti pelepasan hormon pertumbuhan, perbaikan
sel dan pembentukan otot. Pada stadium REM, elektroensefalografi akan

menunjukkan gelombang teta yang menonjol, atonia otot dan gerakan mata yang
cepat.3,4,12

Universitas Sumatera Utara

Pada individu tanpa gangguan tidur, fase NREM dan REM akan bergantian
secara siklik. Setiap siklus berlangsung dalam kurun waktu tertentu, bergantung
pada usia seseorang. Balita memiliki siklus tidur sekitar 45 menit, anak sampai usia
10 tahun memiliki siklus tidur 60 menit sedangkan anak usia 10 tahun hingga
dewasa memiliki siklus tidur sekitar 90-110 menit. Perubahan siklus ini penting
diketahui karena beberapa aktivitas motorik abnormal terjadi akibat gangguan siklus
tersebut. Perbandingan tidur REM dan NREM juga berubah sesuai dengan usia.
Pada neonatus, dijumpai perbandingan yang sama antara tidur REM dan NREM.
Seiring bertambahnya usia, proporsi tidur REM akan semakin meningkat.3,4,6

Gambar 2.1. Pola elektroensefalografi untuk masing-masing stadium tidur12

Universitas Sumatera Utara

2.2. Gangguan Tidur

2.2.1. Definisi dan Epidemiologi Gangguan Tidur
Gangguan tidur adalah kumpulan gejala yang ditandai gangguan dalam jumlah,
kualitas, dan waktu tidur pada seseorang.5 Prevalensi gangguan tidur pada anak dan
dewasa secara keseluruhan mencapai 30%. Sekitar 35% sampai 45% diantaranya
terjadi pada usia 2 sampai 18 tahun.3 Penelitian menunjukkan terjadinya peningkatan
prevalensi remaja yang mengalami gangguan tidur dari tahun ke tahun. Penelitian
yang dilakukan oleh Ohida, dkk di Jepang menunjukkan prevalensi gangguan tidur
pada remaja berada pada kisaran 15.3% sampai 39.2%. Bruni, dkk juga melakukan
penelitian mengenai gangguan tidur pada remaja dan melaporkan angka prevalensi
sebesar 73.4%.11 Chevrin, dkk melaporkan bahwa gangguan tidur sering terjadi pada
anak usia sekolah dengan jenis gangguan tidur yang paling sering dijumpai adalah
gangguan memulai dan mempertahankan tidur (10% sampai 20%). Penelitian yang
dilakukan di Beijing oleh Liu, dkk melaporkan prevalensi gangguan tidur sebesar
21.1% pada anak berusia 2-12 tahun. Sebuah survei yang dilakukan di Perancis,
Inggris, Jerman, dan Italia menunjukkan bahwa 25% gangguan tidur yang dialami
anak usia sekolah adalah insomnia.3 Di Indonesia, Haryono, dkk melakukan
penelitian untuk mengetahui prevalensi gangguan tidur pada remaja. Penelitian
tersebut dilakukan di Jakarta Timur dengan angka prevalensi sebesar 62.9%.13

2.2.2. Jenis Gangguan Tidur

Menurut International Classification of Sleep Disorders, terdapat tiga jenis gangguan
tidur pada anak, yaitu disomnia, parasomnia, dan gangguan tidur sekunder.
Disomnia merujuk pada masalah jumlah tidur, saat mulai tidur, dan lama
mempertahankan tidur. Parasomnia terdiri dari masalah yang berhubungan dengan

Universitas Sumatera Utara

keadaan terjaga, terjaga sebagian, atau transisi tahapan tidur. Gangguan tidur
sekunder diakibatkan oleh gangguan psikiatrik, neurologis, dan masalah medis
lainnya. International Statistical Classification of Diseases and Related Health
Program (ICD)-10 mengklasifikasikan gangguan tidur menjadi nonorganic sleep
disorders (F51) dan organic sleep disorders (G47). Kategori F51 selanjutnya akan
dibagi menjadi disomnia dan parasomnia.3,4,6,12,14

2.2.3. Disomnia
Menurut Bruni, dkk yang dijabarkan dalam kuesioner Sleep Disturbance Scale for
Children,

gangguan


tidur

dikategorikan

menjadi

gangguan

memulai

dan

mempertahankan tidur, gangguan pernafasan saat tidur, gangguan kesadaran saat
tidur, gangguan transisi tidur-bangun, gangguan somnolen berlebihan, dan
hiperhidrosis saat tidur.5,15 Gangguan memulai dan mempertahankan tidur, gangguan
pernafasan saat tidur, gangguan transisi tidur-bangun, dan gangguan somnolen
berlebihan merupakan jenis gangguan tidur yang termasuk ke dalam disomnia.3
Gangguan memulai dan mempertahankan tidur adalah jenis tersering dari
gangguan tidur pada anak. Gangguan ini juga dikenal dengan insomnia primer. Pada
gangguan memulai dan mempertahankan tidur, anak biasanya memerlukan

perlakuan khusus untuk dapat memulai tidur. Perlakuan tersebut misalnya anak
harus diayun-ayun atau orang tua harus berada di dekat anak. Anak menjadi sangat
bergantung pada perlakuan tersebut dan bila perlakuan tersebut tidak diberikan,
anak tidak akan dapat tertidur dan selalu merasa tidak nyaman setiap kali waktu tidur
tiba.2,3,12,16,17
Ganguan pernafasan saat tidur merupakan spektrum yang terdiri dari
mendengkur sampai obstructive sleep apnea. Kondisi ini ditandai dengan kekacauan

Universitas Sumatera Utara

tidur yang menyebabkan rasa mengantuk berlebihan. Obstructive sleep apnea (OSA)
adalah penyebab tersering dari gangguan pernafasan saat tidur pada anak. Kondisi
ini berkaitan erat dengan obesitas, hipertrofi adenotonsilar, kelemahan otot faring
posterior, dan penyakit motorneuron. Kondisi ini ditandai dengan mendengkur atau
pernafasan yang berbunyi saat tertidur. Terkadang dijumpai fase henti nafas,
gelisah, dan berkeringat. Gejala yang timbul bervariasi mulai dari ringan sampai
berat dan dapat bersifat persisten atau intermiten.4,12,13,16,17
Gangguan somnolen berlebihan disebut juga narkolepsi, terutama dialami
pada awal masa remaja atau usia dewasa muda sebelum 30 tahun. Gangguan
somnolen berlebihan ditandai dengan:3,12,16,17,18
1. Mengantuk yang hebat (serangan tidur) di siang hari dengan kecenderungan
berkali-kali tidur sepanjang hari
2. Katapleksi, yaitu hilangnya tonus otot dipicu oleh emosi yang mengakibatkan
imobilitas selama beberapa detik atau menit
3. Halusinasi hipnagogik yang merupakan halusinasi visual (pengelihatan) atau
auditoar (pendengaran) yang dialami pada permulaan tidur
4. Paralisis tidur, yaitu tidak mampu bergerak pada waktu awal bangun
Gangguan transisi tidur-bangun atau gangguan irama sirkadian mencakup
beberapa kondisi yang melibatkan ketidaksesuaian antara periode tidur yang
diinginkan dan yang sesungguhnya. Gangguan transisi tidur-bangun dibagi menjadi
4 tipe, yaitu tipe fase tidur terlambat, tipe jet lag, tipe pergantian kerja, dan tipe yang
tidak terklasifikasikan.3

Universitas Sumatera Utara

2.2.4. Etiologi Gangguan Tidur
Etiologi gangguan tidur dibagi menjadi etiologi internal dan eksternal. Etiologi internal
berasal dari diri anak itu sendiri, misalnya kebiasaan tidur yang buruk, kondisi medis
tertentu, konsumsi kafein dan alkohol serta karakteristik temperamen individu.
Etiologi eksternal berasal dari luar, seperti suara bising, suhu yang panas, dan
pemukiman yang padat. Etiologi-etiologi tersebut akan menstimulasi ascending
reticular activating system (ARAS) dan menyebabkan keadaan terjaga.6,11,13
Pendapat lain menyatakan bahwa gangguan tidur pada remaja disebabkan
oleh faktor medis maupun nonmedis. Faktor medis yang mempengaruhi antara lain
gangguan neuropsikiatri dan penyakit lain seperti asma atau obesitas. Faktor
nonmedis seperti jenis kelamin, status sosioekonomi keluarga, gaya hidup, dan
lingkungan juga berperan penting pada terjadinya gangguan tidur.3,6,14

2.2.5. Diagnosis Gangguan Tidur
Penilaian gangguan tidur dilakukan secara subjektif dan objektif. Penilaian subjektif
diperoleh dari laporan orang tua atau anak itu sendiri. Penilaian objektif dilakukan
dengan menggunakan alat seperti polisomnografi dan aktigrafi. Penilaian subjektif
dilakukan dengan menggunakan kuesioner. Penilaian ini bersifat penapisan karena
baku emas diagnosis tetap harus menggunakan polisomnografi. Namun, seringkali
peralatan tersebut tidak tersedia di fasilitas kesehatan ditambah harganya yang
mahal dan pengoperasiannya yang tidak mudah sehingga digunakan kuesioner
untuk membantu mendiagnosis gangguan tidur pada anak.3,4,6,9,13
Penilaian objektif dilakukan dengan polisomnografi (PSG) dan aktigrafi (ACG).
Polisomnografi

menggunakan

prinsip

elektroensefalografi

sedangkan

ACG

menggunakan informasi aktivitas motorik. Polisomnografi memberikan informasi

Universitas Sumatera Utara

lengkap mengenai perubahan keadaan tidur-bangun sehingga dijadikan baku emas
dalam penelitian tentang tidur. Aktigrafi sendiri hanya memberikan informasi
mengenai hilangnya aktivitas motorik saat tidur dan kemunculannya kembali saat
terjaga. Namun demikian, korelasi anatara PSG dan ACG dilaporkan cukup baik
dalam menilai gangguan tidur.3,5,6
Terdapat beberapa jenis kuesioner untuk menilai kualitas tidur pada anak
seperti Sleep Disturbance Scale for Children, Child Sleep Questionnaire, dan
Children’s Sleep Habits Questionnaire. Sleep Disturbance Scale for Children
merupakan kuesioner yang berfungsi sebagai uji tapis untuk gangguan tidur pada
anak. Kuesioner tersebut diisi oleh orang tua anak dengan mengingat pola tidur anak
mereka selama enam bulan terakhir. Dengan kuesioner tersebut dapat dideteksi
gangguan tidur dan jenis gangguan tidur pada anak yang berusia 6 sampai 15 tahun.
Kuesioner ini sering digunakan karena memiliki keuntungan antara lain prinsip
analisis komponen yang kuat dan normalitas yang distandarisasi.4-6,13,19
Sleep Disturbance Scale for Children telah diterjemahkan ke dalam bahasa
Indonesia dan diuji validitasnya oleh Natalisa, dkk terhadap pelajar sekolah
menengah pertama di Bekasi. Penelitian tersebut melaporkan bahwa Sleep
Disturbance Scale for Children atau Skala Gangguan Tidur untuk Anak memliki
sensitivitas 71.4% dan spesifisitas 54.5% dalam mendiagnosis gangguan tidur pada
remaja dibandingkan dengan baku emas.5

2.2.6. Penatalaksanaan Gangguan Tidur
Penatalaksanaan

gangguan

tidur

pada

anak

meliputi

penatalaksanaan

nonfarmakologis dan farmakologis. Penatalaksanaan nonfarmakologis meliputi:3,4,20

Universitas Sumatera Utara

1. Memberikan penjelasan kepada orang tua mengenai perilaku tidur yang normal
pada anak sesuai dengan usia anak. Penjelasan hendaknya disertai dengan
dukungan bahwa orang tua dapat mengatasi masalah tidur pada anak tersebut.
2. Mengatasi masalah transisi tidur dengan baik. Masalah transisi tidur yang sering
dijumpai antara lain pemisahan dengan orang tua, pemisahan dengan benda
transisional seperti selimut atau boneka, dan kebiasaan lain seperti minum susu
sebelum tidur. Masalah transisi tidur hendaknya ditangani secara bertahap
dengan kesabaran sehingga tidak menimbulkan respon negatif dari anak.
3. Menetapkan rutinitas tidur yang teratur. Orang tua hendaknya menentukan
aturan-aturan tidur yang jelas terhadap anak sehingga lambat laun akan
terbentuk kebiasaan tidur yang baik. Rutinitas tidur yang dimaksud mencakup
jam tidur siang, jam tidur malam, waktu bangun pagi, dan sebagainya.
Penatalaksanaan farmakologis yang paling tepat untuk mengatasi gangguan
tidur belum ditemukan. Beberapa jenis obat-obatan yang digunakan dalam
mengatasi gangguan tidur antara lain:3,4,20
1. Difenhidramin, yang bersifat sedatif ringan.
2. Golongan benzodiazepin dan antidepresan trisiklik, untuk mengatasi mimpi buruk
dan gangguan teror tidur yang terjadi secara terus menerus.
3. Melatonin, saat ini menarik perhatian banyak peneliti karena potensi terapinya
yang tinggi dan efek sampingnya yang minimal. Pemberian melatonin eksogen
dosis rendah (0.5 sampai 3 mg) dilaporkan dapat mengurangi latensi tidur dan
memperbaiki kualitas tidur. Namun, belum ada penelitian yang memberikan
cukup

bukti

mengenai

pemakaian

melatonin

eksogen

sebagai

terapi

farmakologis pada gangguan tidur.

Universitas Sumatera Utara

2.2.7. Komplikasi Gangguan Tidur
Gangguan tidur akan berdampak pada kesehatan dan fungsi sosial anak. Gangguan
tidur akan menyebabkan perubahan mood, gangguan fungsi kognitif, gangguan
performa motorik, peningkatan sekresi kortisol, depresi, migrain, peningkatan tonus
simpatis, dan perubahan tekanan darah.5,6,21-23 Di sisi lain, gangguan tidur akan
menyebabkan peningkatan angka ketidakhadiran di kelas serta meningkatkan risiko
penggunaan rokok, dan alkohol.5 Gangguan tidur pada anak juga dilaporkan akan
menyebabkan peningkatan risiko terjadinya gangguan tidur dan gangguan kesehatan
mental pada usia dewasa nanti.24-26
Penelitian yang menghubungkan antara gangguan tidur dengan kemampuan
kognitif telah danyak dilakukan. Penelitian-penelitian tersebut menyimpulkan bahwa
terdapat hubungan yang signifikan antara kedua variabel tersebut. Dilaporkan bahwa
adanya gangguan tidur akan menyebabkan penurunan kemampuan kognitif pada
anak. Hal ini diduga akibat kerusakan neuronal dan gangguan perkembangan otak
anak pada fase kritis. Intervensi terhadap gangguan tidur dilaporkan memiliki dampak
positif pada kemampuan kognitif anak di sekolah. Hal ini memperkuat adanya
hubungan antara gangguan tidur dengan kemampuan kognitif.18,22,26-28
Penelitian-penelitian telah dilakukan untuk mengetahui hubungan antara
gangguan tidur dengan tekanan darah pada anak. Terdapat perbedaan pendapat
mengenai hubungan kedua variabel tersebut, namun kebanyakan penelitian
melaporkan bahwa gangguan tidur akan meningkatkan tekanan darah. Setiap jenis
gangguan tidur yang terjadi dapat mengakibatkan perubahan tekanan darah.5,9,29-31

Universitas Sumatera Utara

2.3. Tekanan Darah
2.3.1. Mekanisme Pengaturan Tekanan Darah
Tekanan darah dipengaruhi oleh cardiac output dan tahanan vaskular perifer.
Cardiac output sendiri dipengaruhi oleh kontraktilitas dan preload. Kontraktilitas
dipengaruhi oleh aktivitas saraf otonom, yang terdiri dari sistem saraf simpatis dan
parasimpatis. Preload dipengaruhi oleh volume cairan di sirkulasi dan konstriksi
vena. Perubahan pada komponen-komponen tersebut akan mempengaruhi tekanan
darah.32

Tekanan Darah

Tahanan
Vaskular Perifer

Cardiac Output

Preload

Kontraktilitas

Konstriksi Vena

Saraf Otonom

Volume
Intravaskular
Gambar 2.2. Mekanisme pengaturan tekanan darah

2.3.2. Pengukuran Tekanan darah
Menurut The Fourth Report and The American Heart Association, anak berusia 3
tahun atau lebih seharusnya menjalani pengukuran tekanan darah setiap kali
berkunjung ke fasilitas kesehatan. Hal ini bertujuan untuk memantau anak-anak

Universitas Sumatera Utara

dengan peningkatan tekanan darah karena dapat meningkatkan risiko terjadinya
hipertensi dan penyakit kardiovaskular lain di kemudian hari. Namun, praktek
tersebut jarang dilakukan di Amerika Serikat sendiri, maupun di Indonesia.32
Pengukuran

tekanan

darah

dilakukan

dengan

metode

auskultasi

menggunakan manometer. Manset yang digunakan disesuaikan dengan ukuran
lengan anak. Manset sebaiknya memiliki cuff berukuran panjang 80% sampai 100%
lingkar lengan dan lebar sekitar 40% lingkar lengan. Ukuran yang terlalu kecil akan
menyebabkan peningkatan palsu dari tekanan darah yang terukur dan sebaliknya.
Pengukuran dilakukan pada posisi anak duduk dan di lingkungan yang tenang.
Lengan kanan disangga setentang jantung. Manset dililitkan pada lengan kanan
pada pertengahan akromion dan olekranon kemudian cuff dipompa. Tekanan darah
sistolik ditandai dengan munculnya bunyi Korotkoff 1 dan tekanan darah diastolik
ditandai dengan bunyi korotkoff 5.32

2.4. Hubungan Gangguan Tidur dengan Tekanan Darah
Masih terdapat kontroversi seputar hubungan gangguan tidur dengan tekanan darah.
Penelitian yang dilakukan oleh Tavasoli, dkk di Iran adalah salah satu penelitian
yang menunjukkan tidak adanya hubungan antara gangguan tidur dengan tekanan
darah.8 Sementara itu, penelitian yang dilakukan oleh Au, dkk, Horne, dkk, dan
Nisbet, dkk menunjukkan terdapat hubungan antara kualitas tidur dengan tekanan
darah pada anak.9,26,33 Meskipun sebagian besar peneliti sepakat bahwa terdapat
hubungan antara gangguan tidur dengan tekanan darah, belum ada penelitian terkait
perbedaan tekanan darah berdasarkan jenis gangguan tidur yang dialami anak.6,8
Gangguan tidur akan menyebabkan peningkatan sekresi hormon vasoaktif
seperti endotelin, vasopresin dan aldosteron. Hormon tersebut akan menyebabkan

Universitas Sumatera Utara

vasokonstriksi pembuluh darah sehingga meningkatkan resistensi vaskular perifer.
Selain itu, aktivasi sistem renin angiotensin aldosteron akan menyebabkan retensi
cairan sehingga meningkatkan volume intravaskular dan meningkatkan preload.
Stress yang timbul akibat gangguan tidur akan menyebabkan peningkatan sekresi
kortisol dan aktivasi sistem saraf simpatis berlebihan. Kondisi tersebut akan
menyebabkan peningkatan kontraktilitas jantung. Akumulasi dari kondisi di atas akan
mengakibatkan perubahan tekanan darah menjadi lebih tinggi.6,8,22
Peningkatan tekanan darah dapat berada dalam kisaran normal, prehipertensi
dan hipertensi. Prehipertensi pada anak didefinisikan sebagai rerata tekanan darah
sistolik dan/atau tekanan darah diastolik berada dalam rentang persentil 90 dan 95
pada kurva tekanan darah menurut usia, jenis kelamin, dan tinggi badan. Dikatakan
hipertensi apabila rerata tekanan darah sistolik dan/atau diastolik lebih tinggi atau
sama dengan persentil 95 pada tiga kali pengukuran. Terkadang dijumpai hipertensi
white coat dimana tekanan darah yang terukur berada pada atau lebih besar dari
persentil 95 saat berada di fasilitas kesehatan dan menjadi normal jika berada di luar
lingkungan medis.32
Peningkatan tekanan darah pada anak dapat menyebabkan hipertensi saat
anak tersebut dewasa nanti. Selain itu, risiko menderita penyakit lainnya seperti
aterosklerosis dan penyakit jantung koroner akan semakin meningkat pada usia
dewasa. Hal ini menekankan pentingnya evaluasi tekanan darah pada anak secara
rutin untuk mendeteksi peningkatan tekanan darah lebih cepat dan mencegah
timbulnya dampak lebih lanjut.9,29,33,34
The Fourth Report and the American Heart Association merekomendasikan
pemeriksaan tekanan darah rutin dilakukan terhadap anak yang berusia tiga tahun
atau lebih. Anak yang berusia kurang dari tiga tahun juga diperiksa apabila memiliki

Universitas Sumatera Utara

faktor risiko seperti prematuritas, penyakit jantung bawaan, penyakit ginjal,
keganasan, dan penggunaan obat-obatan yang dapat mempengaruhi tekanan darah.
Pemeriksaan tekanan darah hendaknya dilakukan pada setiap kunjungan ke praktisi
kesehatan termasuk dokter anak. Hal ini dilakukan untuk mendeteksi kejadian
hipertensi pada anak sedini mungkin.32
Hipertensi pada anak biasanya tidak menunjukkan gejala, namun tetap dapat
menyebabkan kerusakan organ target. Sekitar 40% anak dengan hipertensi
mengalami hipertrofi ventikel kiri dan penebalan tunika intima-media dari arteri
karotis yang berakhir pada aterosklerosis. Selain itu, hipertensi pada anak akan
berlanjut menjadi hipertensi saat usia dewasa.8,9,29,32

Universitas Sumatera Utara

2.5. Kerangka Konsep Penelitian
Faktor
Demografis

Gangguan Tidur

Sekresi hormon
vasoaktif

Aktivasi sistem
renin
angiotensin
aldosteron

Sekresi kortisol
dan aktivasi
sistem saraf
simpatis

Vasokonstriksi

Peningkatan
volume
intravaskular

Peningkatan
kontraktilitas
jantung

Rerata tekanan
darah

: variabel yang diteliti
Gambar 2.3. Kerangka konsep penelitian

Universitas Sumatera Utara