02 BAB II up date_ok A_ok
[Perubahan RPJMD 2010 – 2015 Kab.
Minahasa Selatan]
BAB II
GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH
2.1. ASPEK GEOGRAFI DAN DEMOGRAFI
2.1.1.
Karekteristik Lokasi dan Wilayah
Kabupaten Minahasa Selatan terbentuk secara resmi dengan
ditetapkannya UndangUndang RI Nomor 10 Tahun 2003 Tentang
Pembentukan Kabupaten Minahasa Selatan dan Kota Tomohon.
Kabupaten Minahasa Selatan merupakan salah satu kabupaten di
Propinsi Sulawesi Utara dengan jarak dari Amurang ke Manado ± 64 km.
Peta Kabupaten Minahasa Selatan dapat dilihat pada gambar 01.
Gambar 2.1. Peta Kabupaten Minahasa Selatan
Sumber : Data RTRW Kab. Minahasa Selatan 20ll – 203l
2.1.1.1. Luas dan Batas Wilayah Administrasi
Kabupaten Minahasa Selatan mempunyai batasbatas :
Utara
: Berbatasan dengan Kabupaten Minahasa
Timur : Berbatasan dengan Kabupaten Minahasa Tenggara
Selatan : Berbatasan dengan Kabupaten Bolaang Mongondow
dan Kabupaten Bolaang Mongondow Timur
Barat : Berbatasan dengan Laut Sulawesi
Wilayah Kabupaten Minahasa Selatan mempunyai luas 1.496,66 km², yang
terdiri dari 17 (tujuhbelas) kecamatan dan 170 desa/kelurahan dengan
jumlah penduduk 206.049 jiwa seperti ditunjukkan pada Tabel 2.1.
II. 1
Bappeda Minahasa Selatan| 2014
[Perubahan RPJMD 2010 – 2015 Kab.
Minahasa Selatan]
Tabel 2.1.
Luas Kecamatan dan Jumlah Desa/Kelurahan
No
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
16.
Nama
Kecamatan
Modoinding
Tompaso Baru
Maesaan
Ranoyapo
Motoling
Kumelembuai
Motoling Barat
Motoling Timur
Sinonsayang
Luas
(Km²)
71,69
111,60
151,85
31,01
139,91
48,77
25,90
120,99
52,33
Tenga
Amurang
Desa
Kelurahan
8
10
11
12
7
7
8
8
13
102,64
18
104,66
2
6
Amurang Barat
29,67
8
2
Amurang Timur
57,62
7
2
Tareran
110,03
12
Suluun Tareran
125,64
8
Tumpaan
134,23
10
Tatapaan
78,12
11
J u m l a h
1,497 160
10
Sumber : Data RTRW Kab. Minahasa Selatan 20ll – 203l
Gambar 2.2. Luas Wilayah Kabupaten Minahasa Selatan Tahun 2010
Sumber : Data RTRW Kab. Minahasa Selatan 20ll – 203l
II. 2
Bappeda Minahasa Selatan| 2014
[Perubahan RPJMD 2010 – 2015 Kab.
Minahasa Selatan]
2.1.1.2. Letak dan Kondisi Geografis
Secara geografis, Kabupaten Minahasa Selatan terletak antara 0,47’
1,24’ Lintang Utara dan 124,18’ 12445’ Bujur Timur. Hal ini
menyebabkan letak geografis kabupaten Minahasa Selatan berada
pada posisi strategis karena berada pada jalur lintas darat trans
sulawesi yang menghubungkan jalur jalan seluruh provinsi di Pulau
Sulawesi. Pada pesisir jalur laut bagian utara merupakan daerah
yang strategis untuk pengembangan produksi perikanan di Kawasan
Timur Indonesia serta daerah perlintasan (transit) sekaligus stop over
arus penumpang, barang dan jasa pada kawasan Indonesia tengah
dan kawasan Indonesia timur bahkan untuk kawasan Asia Pasifik.
Hal ini disebabkan letak geografis Minahasa Selatan yang berada
pada ALKI II (alur laut kepulauan Indonesia) sehingga membuat
Minahasa Selatan menjadi daerah yang strategis dari sisi
perhubungan laut.
Posisi Minahasa Selatan juga sangat dekat dengan Ibu Kota Provinsi
yaitu Kota Manado sebagai pusat pariwisata di Sulawesi Utara dan
Kota Bitung sebagai pusat industri dan pelabuhan Internasional (IHP,
international hub port). Hal ini akan sangat menunjang pada
penetapan Minahasa Selatan sebagai kawasan cepat tumbuh.
Sebagian besar wilayah Kabupaten Minahasa Selatan memiliki
topografi bergununggunung yang membentang dari utara ke selatan.
Menurut Buku Minahasa Selatan Dalam Angka tahun 2008/2009,
dari 200 desa yang ada di Kabupaten Minahasa Selatan, 113 desa
memiliki topografi yang berbukitbukit, sedangkan sisanya 87 desa
memiliki topografi yang datar, yaitu di daerah lembah dan sebagian di
daerah pantai.
2.1.1.3. Topografi
Berdasarkan peta morfologi dapat diterangkan bahwa wilayah datar
terdiri dari Beting Pantai dan cekungan antara beting panatai (B82),
Dasar lembah kecil diantara bukit bukit , Dataran lakustrin (A44),
Dataran lava basa berbulit kecil (V51), Dataran lumpur antar pasang
surut dibawah halofit (B63), Dataran tufa vulkanik sedang sampai
basa yang berbukit kecil (V88), Dataran tufa vulkanik sedang sampai
basa yang bergelombang (V83), Dataran vulkanik basa yang
II. 3
Bappeda Minahasa Selatan| 2014
[Perubahan RPJMD 2010 – 2015 Kab.
Minahasa Selatan]
berombak sampai bergelombang (V83), Kipas aluvial vulkanik yang
melereng sangat landai (A27), dan Kipas aluvial vulkanik yang
melereng sedang (A27) dengan total luas wilayah datar ini sebesar
31.840 Ha. Sedangkan wilyah bergelombang hingga bergunung
terdapat pada morfologi yang berupa Krucut kecil vulkanik muda
basa/ sedang (V97); Punggung bukit linier yang terjal diatas tufa
sedang/basa (M72); Punggung bukit sejajar diatas tufa vulkanik
sedang/basa (H42); Punggung bukit yang sangat curam di atas
vulkanik basa (V52); Punggung gunung yang tak teratur diatas
batuan vulkanik; Teras teras laut teroreh dengan singkapan
singkapan batuan; Gunung berapi setrato muda berasal dari vulkanik
basa (V32); dan Bukit yang agak curam diatas kerucut vulkanik basa
(V97). Untuk daerah yang bukan dataran ini mempunya total luas
sebesar 116.877 Ha.
Gambar 2.3 Peta Morfologi Wilayah Kabupaten Minahasa Selatan
Sumber : RTRW Minsel
a. Gununggunung
Kabupaten Minahasa Selatan mempunyai topografi wilayah berupa
bukitbukit/pegunungan, berpantai dan sebagian kecil dataran
bergelombang dengan posisi dari daerah pantai (0 meter) sampai
pada ketinggian 1.500m dari permukaan laut. Beberapa gunung
II. 4
Bappeda Minahasa Selatan| 2014
[Perubahan RPJMD 2010 – 2015 Kab.
Minahasa Selatan]
yang terdapat di Kabupaten Minahasa Selatan, yaitu gunung
Soputan (1.780m), gunung Manimporok (1.661m), gunung Tagui
(1.550m), gunung Lumedon (1.425m).
b. Dataran rendah dan dataran tinggi
Dataran rendah dan dataran tinggi secara potensial mempunyai
nilai ekonomi bagi daerah. Ada beberapa dataran yang terdapat di
kabupaten Minahasa Selatan antara lain : Modoinding (2.350 ha),
Tompaso Baru (2.587 ha) Tatapaan.
c. Kemiringan lahan/ lereng dan Potensinya
Minahasa Selatan memiliki lereng yang bervariasi dari datar
sampai sangat curam. Lereng datar menempati daerah sekitar 13
% dari luas total daerah perencanaan dan tersebar di pesisir
kecamatan Tatapaan, Tumpaan, Amurang Barat, Tenga dan
Sinonsayang. Selain itu juga tersebar di Kecamatan Ranoyapo,
Tompaso Baru, Maesaan dan Modoinding. Lereng datar banyak
diusahakan secara intensif untuk kegiatan pertanian seperti
sawah, tegalan/hortikultura dan perkebunan kelapa. Daerah yang
memiliki kemiringan sebesar 1525 % menempati sekitar 32 % dari
luas total sedangkan kemirigan 2540 % menempati areal sekitar
30 % dan tersebar hampir di seluruh daerah perencanaan. Daerah
dengan kemiringan > 40 % menempati luas sekitar 20 % dari luas
total. Penyebarannya di kecamatankecamatan: Ranoyapo,
Tompaso Baru, Maesaan, Motoling, Sinonsayang, Tenga, Tatapaan
dan Tumpaan. Daerah ini sulit untuk dikembangkan bagi
kegiatan pertanian, sehingga sebagian besar lahannya termasuk
dalam kawasan hutan. Peta lereng Kabupaten Minahasa Selatan
dapat dilihat pada Gambar 04.
II. 5
Bappeda Minahasa Selatan| 2014
[Perubahan RPJMD 2010 – 2015 Kab.
Minahasa Selatan]
Gambar 2.4 Peta Kemiringan Lereng Kabupaten Minahasa Selatan
Sumber : RTRW Minsel
Hampir 25 % lahan di Minahasa Selatan berada di kemiringan
lereng diatas 40 %. Ini menunjukkan bahwa banyak lahan berada
pada kemiringan yang cukup curam.
Tabel 2.2. Kelas Kemiringan Lereng di Kabupaten Minahasa Selatan
Kelas Lereng
Luas (Ha)
Lereng 0 8%
8,675.14
Lereng 8 15%
17,863.22
Lereng 1525%
42,652.60
Lereng 2540%
43,490.50
Lereng > 40%
35,719.42
Unidentified
3.11
Total
148,403.98
Sumber : RTRW Minsel
Persen
5.85
12.04
28.74
29.31
24.07
0.00
100
Secara garis besar, kesesuaian potensi lahan terhadap kemiringan
lereng atas tanaman lahan basah, tanaman pangan lahan kering
dan tanaman pangan keras (tahunan) adalah sebagai berikut:
Tabel 2.3 Kesesuaian Lahan Berdasarkan Kemiringan Lereng
Kemiringan
lereng
0 – 8 %
8 15 % hingga 15
II. 6
Kesesuaian
Lahan
Cakupan wilayah
Sesuai untuk
tanaman lahan
basah (lahan
basah).
Sesuai untuk
5,85 % dari luas daratan
wilayah Kabupaten
Minahasa Selatan
12.04 % wilayah
Bappeda Minahasa Selatan| 2014
[Perubahan RPJMD 2010 – 2015 Kab.
Minahasa Selatan]
25%
tanaman pangan
lahan kering.
Kabupaten Minahasa
Selatan lereng 815% dan
1525 % seluas hampir
40.78 % dari luas
kabupaten
Sumber : RTRW Minsel
Hanya 5.85 % lahan di Minahasa Selatan memiliki potensi untuk
pengembangan tanaman lahan basa (padi padian). Walaupun kecil
namun jika digunakan metode pertanian yang modern maka hasil
bisa maksimal.
2.1.1.4. Geologi
Berdasarkan Peta Geologi skala 1 : 250.000 tahun 1996. Geologi
batuan penyusun wilayah Kabupaten Minahasa Selatan sangat
bervariasi, antara lain berisi formasi : Qal yaitu batuan aluvium yang
terdiri dari bongkah, kerakal, kerikil, pasir dan lempung. Qs Endapan
danau dan sungai. Formasi ini terdiri dari pasir, lanau, konglomerat
dan lempung napalan. Perselingan lapisan pasir lepas dan lanau,
lapisan berangsur, setempat silang siur, konglomerat tersusun dari
batuan kasar menyudut tanggung, lempung napalan hitam
mengandung muluska. Satuan ini membentuk undak dengan
permukaan menggelombang.
Ql = batugamping terumbu koral, kebanyakan terdapat di daerah
pasang surut di barat kampung Amurang. Batuan ini adalah hasil
pengangkatan. Qv = batuan gunung api muda, satuan batuan ini
terdiri dari Lava, bom, lapili dan abu volkanik membentuk gunung
api strato muda antara lain Gunung Soputan, Lokon dan Mahawu.
Khusus Gunung Soputan terdiri dari materil pasir.
TQpv : Batuan Gunungapi G. Lolombulan umumnya berbabtu apung,
kuning muda berbutur sedang sampai kasar, diselilingi oleh lava
bersusunan menengah sampai basa.
II. 7
Bappeda Minahasa Selatan| 2014
[Perubahan RPJMD 2010 – 2015 Kab.
Minahasa Selatan]
Gambar 2.5 Peta Geologi Kabupaten Minahasa Selatan
Sumber : RTRW Minsel
Sedangkan menurut peta REPPROT tahun 1987 jenis tanah yang ada
di wilayah Kabupaten Minahasa Selatan terdiri dari :
Tabe 2.4. Jenis Tanah Kabupaten Minahasa Selatan
Jenis Tanah dan Textur
Dystropepts Agak halus/agak
halus
Dystropepts Agak halus/halus
Dystropepts Kasar/ agak kasar
Dystropepts halus/halus
Eutrandepts Agak halus/halus
Eutrandepts halus/halus
Eutropepts
Eutropepts Agak halus/halus
Eutropepts halus/halus
Humitropepts Sedang/agak
halus
Sulfaquents halus/halus
Tropalquepts agak halus/agak
halus
Tropaquepts halus/halus
Tropopsamments halus/halus
Tropudalfs halus/halus
Sumber : Peta Repprot, 1987
II. 8
Luas (Ha)
50,201.87
8,106.29
6,802.04
40,546.88
6,930.53
6,350.93
3.25
189.90
10,294.80
10,146.30
1,109.69
1,272.24
876.76
110.66
5,775.36
Bappeda Minahasa Selatan| 2014
[Perubahan RPJMD 2010 – 2015 Kab.
Minahasa Selatan]
Menurut karakteristik tanahnya wilayah Kabupaten Minahasa
Selatan mempunyai tingkat kerentanan erosi mulai dari sangat
rendah hingga tinggi. Adapun Peta tanah dapat dilihat pada Gambar
2.6
Gambar 2.6
Peta Jenis Tanah Kabupaten Minahasa Selatan
Sumber : RTRW Minsel
Kawasan Pertanian lahan basah
Lahan basah adalah suatu wilayah yang tergenang air, baik alami
maupun buatan, tetap atau sementara, mengalir atau tergenang,
tawar asin atau payau, termasuk di dalamnya wilayah laut yang
kedalamannya kurang dari 6 m pada waktu air surut paling rendah.
Lahan basah di Kabupaten Minahasa Selatan adalah lahan untuk
pengembangan padi lahan basah atau kegiatan lainnya yang sistem
pengelolaanya membutuhkan ketersediaan air.
Jenis tanah Entisols, Inceptisols, Alfisols, Mollisols dan Ultisols
berkembang di Kabupaten Minahasa Selatan karena di dukung oleh
iklim yang panas, karakteristik pantai yang relatif dangkal serta arus
dan gelombangnya besar.
II. 9
Bappeda Minahasa Selatan| 2014
[Perubahan RPJMD 2010 – 2015 Kab.
Minahasa Selatan]
Tanaman perkebunan
Komoditaskomoditas lahan kering yang dikembangkan di Kabupaten
Minahasa Selatan terdiri dari kelapa, cengkih, pala, kakao, kopi,
aren, dan casiavera. Produksi tanaman perkebunan terbanyak di
Kabupaten Minahasa Selatan adalah kelapa, yaitu mencapai 49.439,7
ton. Selain itu, lahan kering dapat juga dimanfaatkan untuk
pengembangan lahan pengembalaan/peternakan. Berdasarkan faktor
lahan yang ada maka di kabupaten Minahasa Selatan dapat
ditentukan kesesuaian lahannya untuk penggunaan lahan basah dan
lahan kering. Sebagian besar kabupaten Minahasa Selatan dapat
dikembangkan untuk lahan usaha sebagai lahan kering, baik
perkebunan maupun tanaman palawija. Luas lahan yang tersebar di
17 kecamatan yang dapat dikembangkan untuk lahan kering hampir
mencapai luas sebesar 28.000,00 Ha sedangkan untuk lahan basah
yang ada adalah mencapai 10.364 Ha yang tersebar di 11 wilayah
kecamatan.
Tabel 2.5. Kesesuaian Lahan per Kecamatan di Kabupaten Minahasa Selatan
Gambar 2.7 Peta Kesesuaian Lahan Kabupaten Minahasa Selatan
II. 10
Bappeda Minahasa Selatan| 2014
[Perubahan RPJMD 2010 – 2015 Kab.
Minahasa Selatan]
Sumber: RTRW Minsel
II. 11
Bappeda Minahasa Selatan| 2014
[RPJMD 2010 – 2015 Kab.
2.1.1.5. Hidrologi
Sebagian besar kondisi hidrologi dipengaruhi juga oleh :
a. Air permukaan
b. Air tanah
c. Sumber daya mineral/bahan galian
d. Bencana alam
Di Minahasa Selatan, keadaan hidrologi dipengaruhi oleh beberapa
hal antara lain curah hujan, kandungan air tanah, dan keadaan
sungai. Untuk curah hujan terbanyak di Amurang terjadi pada bulan
bulan Desember, Januari, Pebruari dan Maret. Memang terdapat
korelasi yang positip antara curah hujan, kecepatan angin,
kecepatan arus permukaan dan tinggi gelombang.
Kondisi Sungai
Selain curah hujan, karakteristik hidrologi di pengaruhi oleh
keberadaan beberapa sungai yang melintasi wilayahnya. Untuk
kawasan perkotaan amurang dilintasi oleh sungai Ranoyapo, sungai
Ranowangko, sungai Ranomea dan Sungai Alar. Khusus untuk
kecamatan Tumpaan dilintasi oleh sungai Ranotana dan
waleimbang. Sungaisungai yang melintasi ini digunakan sebagai
drainage dan sewerage, akan tetapi apabila tiba musim penghujan
kadangkadang mengakibatkan ada beberapa daerah yang tergenang
karena luapan air dari sungai.
Sungai besar adalah sungai Ranoyapo dengan karakteristik sebagai
berikut ( Pokaton dkk, 2013, Perencanaan Jetty di Muara Sungai
Ranoyapo Amurang, Jurnal Sipil Statik Vol.1 No.6, Mei 2013 (434
443) ) Berdasarkan survey yang dilakukan, dapat diketahui bahwa
permasalahan yang terjadi di sekitar muara sungai Ranoyapo adalah
sering mengalami pengendapan pasir. Karena lokasi penelitian
termasuk pantai berpasir, penutupan muara mengakibatkan
terjadinya lidah pasir (sand spit) di muara. Dari hasil perhitungan
yang diperoleh besarnya angkutan sedimen sejajar pantai adalah
II. 12
Bappeda Minahasa Selatan| 2014
[RPJMD 2010 – 2015 Kab.
sebesar 205837,7 m3/tahun dengan laju angkutan sedimen tegak
lurus pantai adalah sebesar 677915,27 m3/tahun.
Untuk sempadan sungai mencakup dataran sepanjang tepian sungai
selebar 50 meter di kanankiri sungai besar dan kawasan selebar 25
meter di kanankiri sungai kecil. Sempadan sungai ini terdapat di
kanan dan di kiri sungaisungai dalam DAS Ranoyapo, DAS Poigar,
DAS Ranowangko, Sub DAS Nimanga, Sub DAS Pentu, Sub DAS
Ranotuana, Sub DAS Sendowan, Sub DAS Molinow, Sub DAS
Sidate, Sub DAS Sosogian, Sub DAS Ranomea, Sub DAS Worotican
dengan luas keseluruhan ± 1790 hektar.
Biota biota yang dihidup di sungai yang ada di Sungai Sungai
Minahasa Selatan, tidak terlalu bervariasi, yang terdiri dari beberapa
jenis ikan dan kepiting serta udang.
Kondisi air tanah di Minahasa Selatan masih sangat bagus kualitas
airnya dan menjadi sumber air yang digunakan penduduk sebagai
MCK dan memasak. Penduduk menggunakan sumber air tanah
untuk memenuhi kebutuhan airnya disamping PDAM.
Kondisi Sekitar Danau
Kawasan sekitar danau meliputi dataran sekeliling danau yang
lebarnya proporsional dengan bentuk dan kondisi fisiknya minimal
50 m dari titik pasang tertinggi kearah darat. Kawasan sekitar
danau ini meliputi Danau Mokobang (11,01 Ha), danau Moat (15,19
Ha) dan Danau Iloloy (2,02 Ha) semuanya Di Kecamatan Modoinding
dengan luas keseluruhan ± 28,02 hektar
Kondisi Sekitar Sempadan pantai
Sempadan pantai yang dimaksud meliputi dataran sepanjang tepian
laut yang lebarnya proporsional dengan bentuk dan kondisi fisik
pantai, minimal 100 meter dari titik pasang tertinggi kearah darat.
Kawasan sempadan pantai adalah kawasan tertentu sepanjang
pantai yang mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan
II. 13
Bappeda Minahasa Selatan| 2014
[RPJMD 2010 – 2015 Kab.
kelestarian fungsi pantai dari usikan kegiatan yang mengganggu
kelestarian fungsi pantai. Kawasan ini terletak di sepanjang pantai
Utara Kabupaten Minahasa Selatan, dengan luas keseluruhan +
1027,29 Ha. (lebih jelas lihat Tabel berikut)
Tabel 2.6. Kawasan Sempadan Pantai
Kecamatan
Luas (Ha)
Tatapaan
29,414
Amurang
32,686
Amurang Barat
158,211
Amurang Timur
46,622
Ranoyapo
0
Sinonsayang
245,098
Tatapaan
273,82
Tenga
187,139
Tumpaan
54,306
1027,296
Sumber : RTRW Minsel
Kondisi kawasan resapan Air
Kawasan resapan air, didefinisikan sebagai kawasan yang
mempunyai kemampuan tinggi untuk meresapkan air hujan,
sehingga merupakan tempat pengisian air bumi (akuifer) yang
berguna untuk keperluan penyediaan kebutuhan air tanah dan
penanggulangan banjir, baik untuk kawasan bawahnya maupun
kawasan yang bersangkutan. Kriteria dari kawasan resapan air ini
adalah curah hujan yang tinggi, struktur tanah yang mudah
meresapkan air dan bentuk geomorfologi yang mampu meresapkan
air hujan secara besarbesaran. Penetapan kawasan resapan air
ditetapkan sebagai ruang hijau kota atau hutan kota.
Kawasan resapan air berfungsi untuk memberikan ruang yang
cukup bagi resapan air hujan pada daerah tertentu untuk keperluan
penyedian kebutuhan air tanah dan penanggulangan banjir, baik
untuk kawasan bawahannya maupan kawasan yang bersangkutan.
II. 14
Bappeda Minahasa Selatan| 2014
[RPJMD 2010 – 2015 Kab.
Kawasan Resapan Air ini tersebar di beberapa Kecamatan (lihat tabel
berikut) dengan luas keseluruhan ± 25.613,9 hektar;
Tabel 2.7a Kawasan Resapan Air
Kecamatan
Tatapaan
Tumpaan
Amurang
Amurang Timur
Sulta
Tareran
Motoling Barat
Sinonsayang
Motoling
Kumelembuai
Motoling
Motoling Barat
Sinonsayang
Tenga
Tenga
Maesaan
Maesaan
Motoling Barat
Ranoyapo
Tompaso Baru
Ranoyapo
Tompaso Baru
Amurang Barat
Kumelembuai
Motoling Timur
Luas (Ha)
1123,332
142,356
912,812
8288,335
921,776
3183,31
838,284
1019,044
0,029
37,842
275,686
2174,246
936,877
605,223
760,484
1285,762
0,017
20,769
22,29
1474,207
931,179
173,411
327,695
24,705
134,237
25613,90
8
Total
Sumber : RTRW Minsel
2.1.1.6. Klimatologi
Jumlah hari hujan tertinggi adalah pada bulan januari (sebanyak 29
hari hujan) dengan curah hujan terbesar 866 mm. Menurut data
hasil pengukuran, diperoleh angka suhu udara ratarata minimum
bervariasi antara 17 s/d 23 derajat celcius, sedangkan suhu rata
rata maksimum berkisar antara 29 s/d 35 derajat celcius. Hal ini
II. 15
Bappeda Minahasa Selatan| 2014
[RPJMD 2010 – 2015 Kab.
menunjukkan bahwa di Kota Amurang (Kab. Minahasa Selatan) suhu
udara cenderung lebih panas dari kawasan perkotaan lainnya.
Tekanan udara rata rata berkisar antara 1000 s/d 1012 mb.
Kelembaban rata rata per bulan adalah berkisar antara 50 s/d 90
%. Kecepatan angin ratarata bulanan berkisar antara 1.0 s/d 9.0
m/s, dengan angka maksimum terjadi pada bulan Agustus (30.00
m/s). Angka kecepatan angin tersebut dipadukan dengan keadaan
suhu rata – rata, dari segi kenyamanan, belum dapat memberi
angka kenyamanan fisiologis manusia pada posisi “netral” atau
“nyaman”, tetapi masih cenderung terasa panas. Hal ini disebabkan
karena wilayah Kabupaten Minahasa Selatan berada pada daerah
pesisir pantai. Tingkat penyinaran matahari berkisar antara 20 s/d
89 %, dimana keadaan penyinaran minimum terjadi pada bulan
Maret, sedangkan keadaan maksimum terjadi pada bulan Juli.
(sumber: RTRW Kab. Minsel 20112031)
Tabel 2.7b. Kondisi Cuaca Perairan Amurang (Curah Hujan dan Kecepatan
angin)
Tahun 20112013
II. 16
Bappeda Minahasa Selatan| 2014
[RPJMD 2010 – 2015 Kab.
No
II. 17
Bulan dan
Tahun
Januari 2011
Pebruari 2011
Maret 2011
April 2011
Mei 2011
Juni 2011
Juli 2011
Agustus 2011
September
2011
Oktober 2011
November
2011
Desember
2011
Januari 2012
Pebruari 2012
Maret 2012
April 2012
Mei 2012
Juni 2012
Juli 2012
Agustus 2012
September
2012
Oktober 2012
November
2012
Desember
2012
Januari 2013
Pebruari 2013
Maret 2013
April 2013
Mei 2013
Juni 2013
Juli 2013
Agustus 2013
September
2013
Oktober 2013
November
2013
Desember
2013
2.2
2.8
2.4
3.8
1.9
4.7
8.0
10.4
6.5
Angin
Kecepatan
maksimu
m
(km/jam)
4.8
3.2
Kecepatan
Rata rata
(km/jam)
Arah
(derajat)
Curah
Huja
n
(mm)
108
376
392
199
305
285
20
64
89
70
140
3.7
659
2.5
2.5
2.8
3.0
3.7
6.7
6.2
8.7
6.3
271
112
294
398
224
210
211
39
25
5.6
3.8
148
286
3.8
502
2.5
5.0
4.4
4.1
3.6
4.0
5.0
7.6
5.7
39.6
18.1
41.4
28.8
32.4
36.0
27.0
39.6
27.0
360
270
220
220
180
180
50
180
130
634
405
212
292
462
143
332
131
131
4.5
3.9
30.6
36.0
90
50
102
193
3.1
30.6
270
208
Bappeda Minahasa Selatan| 2014
[RPJMD 2010 – 2015 Kab.
Sumber : BMKG Stasiun Klimatologi kayuwatu Manado
Untuk kondisi angin, secara rata rata, bulan Juli, Agustus dan
September adalah bulan bulan dengan tiupan angin rata rata yang lebih
kencang dibanding bulan lainnya. Namun kecepatan angin maksimum
berada di bulan Maret, agustus, januari dan november. Sedangkan
untuk curah hujan terbesar di bulan Desember, Januari, pebruari.
Kondisi Arus dan Gelombang laut di Teluk Amurang
Untuk kondisi arus dan gelombang laut oleh BMKG Stasiun
Meteorologi Maritim Bitung dengan menggunakan analisis model
Windwaves05 diperoleh data arus (arah dan kecepatan) dan
gelombang / ombak (tinggi rata rata dan tinggi maksimum
gelombang/ombak).
Tabel 2.7c. Kondisi Cuaca Perairan Amurang (arus dan gelombang)
Tahun 20122013
No
Bulan dan
Tahun
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
Januari 2012
Pebruari 2012
Maret 2012
April 2012
Mei 2012
Juni 2012
Juli 2012
Agustus 2012
September 2012
Oktober 2012
November 2012
Desember 2012
Januari 2013
Pebruari 2013
II. 18
Arus
Arah (dari)
Kecepata
n (cm/dt)
Barat daya
Barat daya
Barat daya
Barat daya
Selatan
Tenggara
Tenggara
Selatan
Tenggara
Selatan
Barat daya
Barat daya
Barat daya
Barat daya
15
12
15
9
4
4
7
5
6
8
11
16
15
16
Gelombang
Tinggi
Tinggi
rata rata Maksimu
(meter)
m
(meter)
1.5
1.9
1
2
1.5
2
1.1
1.4
0.7
0.9
0.7
1
0.8
1.1
0.8
1
0.6
0.7
0.7
0.9
1.1
1.4
1.5
2
1.5
2
1.6
2.1
Bappeda Minahasa Selatan| 2014
[RPJMD 2010 – 2015 Kab.
15
Maret 2013
Barat daya
6
16
April 2013
Barat daya
7
17
Mei 2013
Barat daya
7
18
Juni 2013
Selatan
4
19
Juli 2013
Tenggara
6
20
Agustus 2013
Selatan
8
21
September 2013
Tenggara
5
22
Oktober 2013
Timur
8
23
November 2013
Barat daya
9
24
Desember 2013
Barat daya
11
Sumber : BMKG Stasiun Meteorologi Maritim Bitung
1.2
0.9
0.8
0.7
0.8
0.7
0.6
0.8
1.2
1.4
1.6
1.2
1
1
1.1
0.9
0.8
1.1
1.5
1.9
Untuk kecepatan arus laut di Amurang, tertinggi pada bulan
bulan Desember, Januari, Pebruari dan Maret. Walaupun statusnya
belum sangat membahayakan bagi dunia pelayaran (moderat/
menengah). Demikian juga dengan tinggi gelombang, belum mencapai
>2.5 meter (catatan biasanya BMKG akan mengeluarkan peringatan dini
jika ombal >2.5 meter) namun pada bulan bulan Desember, Januari,
Pebruari dan maret, ombak cukup tinggi untuk kapal kapal tradisional,
sedangkan kapal besar, tidak terlalu signifikan untuk ombak dan arus
ini. Ini menunjukkan laut Amurang sangat baik untuk lalu lintas
pelayaran.
Dari kombinasi aspek klimatologi maka daerah Minahasa Selatan,
cukup nyaman untuk tempat hunian. Juga dengan kondisi laut yang
relatif tenang maka komoditas laut dapat dioptimalkan
penangkapannya. Cuma masalah utama adalah pada alat tangkap
nelayan yang masih tradisional yang tidak sanggup untuk gelombang
diatas 2 meter serta untuk kedalaman laut yang lebih dalam.
2.1.1.7. Penggunaan Lahan
a. Kawasan Lindung
Posisi dan luas kawasan Lindung
Kawasan hutan lindung yang dimaksud ialah yang memiliki sifat
mampu mencegah terjadinya erosi, bencana banjir, sedimentasi dan
menjaga fungsi hidrologi tanah untuk menjamin ketersedian unsur
II. 19
Bappeda Minahasa Selatan| 2014
[RPJMD 2010 – 2015 Kab.
hara, air tanah dan air permukaan.
Kawasan Lindung Nasional yang berada di kawasan Kabupaten
Minahasa Selatan adalah Taman Nasional Laut Bunaken
(Kecamatan Tumpaan dan Tatapaan). Kawasan Lindung Provinsi
yang berada di Kabupaten Minahasa Selatan adalah Hutan Lindung
Gunung Soputan, Gunung PoopoteluGunung Tapawanga, Gunung
Lolombulan, Gunung Usingusing. Kawasan hutan lindung di
Kabupaten Minahasa Selatan terdiri atas : Hutan Lindung Gunung
Lolombulan (Sinonsayang, Tenga, Kemelembuai dan Motoling) luas
1200 Ha, gunung Simbalang (Modoinding dan Tompaso Baru) luas
3793 Ha, gunung poopotelu (Sinonsayang) luas 412, 82 Ha, gunung
Torout (Tompaso Baru) luas 557 Ha, Gunung Soputan (Kota Menara
Kecamatan Amurang Timur ) luas 10650 Ha.
Kebijakan Menyangkut Kawasan Lindung
Berdasarkan RTRW Minsel maka kebijakan pengelolaan kawasan
Lindung adalah :
a. Pemantapan kawasan lindung berdasarkan Keppres No.32
Th.1990 melalui pemetaan, pengukuhan dan penataan batas di
lapangan untuk memudahkan pengendaliannya;
b. Pengendalian kegiatan budidaya yang telah berlangsung lama
dalam kawasan hutan lindung;
c. Pengembalian fungsi hidrologis kawasan hutan yang telah
mengalami kerusakan dengan reboisasi;
d. Percepatan rehabilitasi hutan lindung dengan tanaman yang
sesuai dengan fungsi lindung;
e. Pelestarian ekosistem yang merupakan ciri khas kawasan melalui
tindakan pencegahan pengrusakan dan upaya pengembalian
pada rona awal sesuai ekosistem yang pernah ada;
f. Pemantauan kegiatan yang diperbolehkan di kawasan hutan
lindung agar tidak mengganggu hutan lindung.
II. 20
Bappeda Minahasa Selatan| 2014
[RPJMD 2010 – 2015 Kab.
Secara detail pola pengelolaan kawasan lindung bertujuan untuk
mencegah kerusakan fungsi lingkungan. Berikut ini arahan
pengelolaan masingmasing kawasan lindung yang ada di Kabupaten
Minahasa Selatan.
Arahan pengelolaan Kawasan yang Memberikan Perlindungan
Kawasan Bawahannya
Arahan pengelolaan kawasan yang memberikan perlindungan
kawasan bawahannya yaitu :
a. Mencegah timbulnya erosi, bencana banjir, sedimentasi, dan
menjaga fungsi hidrologis tanah di kawasan hutan lindung
sehingga ketersediaan unsur hara tanah, air tanah dan air
permukaan dapat terjamin.
b. Memberikan ruang yang cukup bagi resapan air hujan pada
kawasan resapan air untuk keperluan penyediaan kebutuhan air
tanah dan penanggulangan banjir, baik untuk kawasan
bawahannya maupun kawasan yang bersangkutan.
Pengembangan Kawasan Hutan Lindung terkait dengan kebutuhan
kawasan resapan air, yang diarahkan pada wilayah yang mempunyai
kemiringan lereng > 15 %, sehingga dapat difungsikan sebagai
kawasan lindung untuk daerah tangkapan air dan pensuplai air
permukaan sebagai sumber air baku.
Penetapan kawasan resapan air yang kondisinya belum difungsikan
sebagai hutan lindung ditetapkan sebagai ruang hijau kota atau
hutan kota. Lingkup area dibuat dengan jarak 1.000 meter dari
sempadan danau / waduk di luar kawasan sempadan danau /
waduk. Fungsi kawasan resapan air yang merupakan kawasan
penyangga waduk, dan diantaranya sebagai daerah resapan air /
tangkapan air hujan untuk di salurkan dan diendapkan di kolam
penampung sebelum disalurkan ke danau / waduk, sehingga
menghindari terjadinya sedimentasi di danau / waduk akibat
II. 21
Bappeda Minahasa Selatan| 2014
[RPJMD 2010 – 2015 Kab.
terkikisnya lapisan tanah oleh air hujan. Kolamkolam penampung
ini dimaksudkan untuk menyaring lumpur / limbah agar dapat
dicegah terjadinya sedimentasi di danau / waduk yang ada dijadikan
sebagai sumber air baku.
Khusus pada daerahdaerah resapan air yang telah berkembang
menjadi kawasan budidaya, upaya perlindungan dapat dilakukan
dengan menyesuaikan kawasan sempadan waduk pada daerah yang
belum terbangun sedangkan daerah yang sudah terbangun dan
memiliki ijin tetap diijinkan berdiri hingga habis masa ijinnya dan
diberi kewajiban untuk ikut menjaga sempadan waduk yang ada di
sekitarnya, atau dengan mengembalikan fungsi kawasan sempadan
waduk pada daerah terbangun yang tidak memiliki ijin untuk
difungsikan kembali sebagai hutan lindung. Ini dikarenakan kawasan
sempadan waduk merupakan daerah tertutup bagi segala kegiatan
dengan jarak 100 meter dari pinggir waduk pada saat air pasang. Di
daerah ini tidak diperbolehkan ada tanah terbuka tanpa tumbuhan
penutup. Daerah sempadan waduk diberi batas yang jelas, misalnya
dengan jenis tanaman pembatas tertentu. Jenis tanaman yang dipilih
berupa tanaman tahunan yang cepat tumbuh serta memiliki
karakteristik akar yang kuat sehingga sulit tergerus, dapat tumbuh
saling berdekatan, berbatang keras, serta tahan terhadap genangan
dan kekeringan.
Arahan pengelolaan Kawasan yang Memberikan Perlindungan
Arahan pengelolaan kawasan yang memberikan perlindungan
kawasan bawahannya yaitu :
1) Arahan Pengelolaan Kawasan Perlindungan Setempat
a. Menjaga sempadan pantai untuk melindungi wilayah pantai dari
kegiatan yang mengganggu kelestarian fungsi pantai.
b. Menjaga sempadan sungai untuk melindungi sungai dari
kegiatan manusia yang dapat mengganggu dan merusak kualitas
II. 22
Bappeda Minahasa Selatan| 2014
[RPJMD 2010 – 2015 Kab.
air sungai, kondisi fisik pinggir dan dasar sungai serta
mengamankan aliran sungai.
c. Menjaga kawasan sekitar danau/waduk untuk melindungi
danau/waduk dari berbagai usaha dan/atau kegiatan yang dapat
mengganggu kelestarian fungsi waduk/danau
d. Menjaga kawasan sekitar mata air untuk melindungi mata air
dari dari berbagai usaha dan/atau kegiatan yang dapat merusak
kualitas air dan kondisi fisik kawasan sekitarnya.
e. Menjaga kawasan terbuka hijau kota termasuk di dalamnya
hutan kota untuk melindungi kota dari polusi udara dan
kegiatan manusia yang dapat mengganggu kelestarian
lingkungan kota, serta mengendalikan tata air, meningkatkan
upaya pelestarian habitat flora dan fauna, meningkatkan nilai
estetika lingkungan perkotaan dan kenyamanan kehidupan di
kota.
2) Arahan Pengelolaan Kawasan Suaka dan Cagar / Pelestarian
Alam
Arahan pengelolaan Kawasan Suaka Alam yaitu memberi
perlindungan terhadap keanekaragaman biota, tipe ekosistem,
gejala keunikan alam di kawasan suaka alam dan kawasan
suaka alam laut dan perairan lainnya untuk kepentingan plasma
nutfah, keperluan pariwisata, ilmu pengetahuan dan
pembangunan pada umumnya.
Arahan pengelolaan Kawasan Pelestarian Alam yaitu
melestarikan fungsi lindung dan tatanan lingkungan kawasan
pelestarian alam yang terdiri dari taman nasional, taman hutan
raya, dan taman wisata alam untuk pengembangan pendidikan,
II. 23
Bappeda Minahasa Selatan| 2014
[RPJMD 2010 – 2015 Kab.
rekreasi dan pariwisata, serta peningkatan kualitas lingkungan
sekitarnya dan perlindungan dari pencemaran.
Pemantapan fungsi lindung dari kawasan suaka alam, harus
memperhatikan wilayah jelajah atau sebaran vegetasi dan satwa
yang akan dilindungi. Arahan pengelolaan Kawasan Suaka Alam
yaitu memberi perlindungan terhadap keanekaragaman biota,
tipe ekosistem, gejala keunikan alam di kawasan suaka alam dan
kawasan suaka alam laut dan perairan lainnya untuk
kepentingan plasma nutfah, keperluan pariwisata, ilmu
pengetahuan dan pembangunan pada umumnya.
Pemantapan suaka alam bertujuan untuk melestarikan
lingkungan dan melindungi ekosistem lingkungan, sehingga
perlunya upayaupaya :
a. Pemantapan kawasan suaka alam (cagar alam, suaka
margasatwa, hutan wisata) sesuai dengan tujuan
perlindungannya masingmasing;
b. Peningkatan pengelolaan suaka alam yang telah ada, serta
melakukan pelarangan kegiatan budidaya di kawasan
tersebut, kecuali kegiatan yang berkaitan dengan fungsinya
dan tidak mengubah bentang alam, kondisi penggunaan
lahan serta ekosistem alami yang ada;
c. Pelestarian hutanhutan suaka alam dan hutan bakau;
d. Pengawasan dan pengendalian yang ketat terhadap kegiatan
budidaya yang telah ada di dalam kawasan suaka alam dan
hutan bakau agar tidak mengganggu akan fungsi suaka alam
tersebut;
e. Pengembangan dan pengelolaan Taman Nasional maupun
yang dicalonkan.
Rincian kawasan suaka alam dan cagar alam ialah :
Kawasan suaka alam dan cagar alam sebagaimana yang
dimaksudkan di wilayah Kabupaten Minahasa Selatan meliputi :
II. 24
Bappeda Minahasa Selatan| 2014
[RPJMD 2010 – 2015 Kab.
1. Suaka margasatwa;
2. Kawasan pantai berhutan bakau;
3. Cagar alam;
4. Taman nasional dan taman nasional laut;
a. Kawasan suaka margasatwa
Pemantapan fungsi lindung dari kawasan suaka
margasatwa, harus memperhatikan wilayah jelajah atau sebaran
vegetasi dan satwa yang akan dilindungi. Arahan pengelolaan
Kawasan Suaka margasatwa yaitu memberi perlindungan
terhadap keanekaragaman biota, tipe ekosistem, gejala keunikan
alam di kawasan suaka margasatwa dan kawasan suaka
margasatwa laut dan perairan lainnya untuk kepentingan plasma
nutfah, keperluan pariwisata, ilmu pengetahuan dan
pembangunan pada umumnya.
Kawasan suaka margasatwa yang dimaksud berada di desa
Popareng, Paslaten, Sondaken, Bajo, Wawontulap, Sulu, Wawona
dan Raprap Kecamatan Tatapaan luas 4543,60 Ha dan desa
Munte dan Desa Lelema di Kecamatan Tumpaan luas 850,92 Ha
dengan luas keseluruhan diperkirakan 5394,52 hektar.
Rencana pengelolaan kawasan suaka margasatwa adalah
sebagai berikut :
a. Pemantapan kawasan suaka margasatwa sesuai dengan tujuan
perlindungannya;
b. Peningkatan pengelolaan suaka margasatwa yang telah ada,
serta melakukan pelarangan kegiatan budidaya di kawasan
tersebut, kecuali kegiatan yang berkaitan dengan fungsinya dan
tidak mengubah bentang alam, kondisi penggunaan lahan serta
ekosistem alami yang ada;
c. Pelestarian hutanhutan suaka margasatwa;
d. Pengawasan dan pengendalian yang ketat terhadap kegiatan
budidaya yang telah ada di dalam kawasan suaka margasatwa
II. 25
Bappeda Minahasa Selatan| 2014
[RPJMD 2010 – 2015 Kab.
dan hutan bakau agar tidak mengganggu akan fungsi suaka
margasatwa tersebut;
b. Kawasan pantai berhutan bakau
Kawasan Pantai Berhutan Bakau yang dimaksud adalah
kawasan pesisir laut yang merupakan habitat alami hutan bakau
yang berfungsi memberi perlindungan kepada perikehidupan
pantai dan lautan, sebagai pembentuk ekosistem hutan bakau,
tempat berkembang biaknya berbagai biota laut, pelindung pantai
dan pengikisan air laut. Kriteria kawasan pantai berhutan bakau
adalah koridor dengan lebar paling sedikit 130 (seratus tiga puluh)
kali nilai ratarata perbedaan air pasang tertinggi dan terendah
tahunan, diukur dari garis air surut terendah ke arah darat.
Pantai berhutan bakau berada di Raprap, Sondaken,
Wawontulap, Bajo, Popareng, Paslaten di Kecamatan Tatapaan
dan Kelurahan Kawangkoan Bawah, Desa Teep dan Desa Kapitu di
Kecamatan Amurang Barat, kemudian desa Sapa, Radey di
Kecamatan Tenga, kemudian Desa Blongko dan desa Boyong
pante, desa Ongkaw 2, desa aergale dan desa Tanamon di
Kecamatan Sinonsayang, dengan luas keseluruhan ± 1.682,2
hektar;
Rencana pengelolaan pantai berhutan bakau dapat berupa
sebuah penetapan daerah perlindungan pantai dan laut (DPPL)
yang mencakup perlindungan dan pengawasan hutan bakau serta
perlindungan terhadap komunitas terumbu karang yang berada
disekitarnya. Selain perlindungan juga dapat dilakukan usaha
penanaman kembali mangrove pada lokasilokasi yang telah
mengalami penurunan luas hutan mangrovenya.
c. Kawasan cagar Alam
Kawasan Cagar Alam yang dimaksud berada di desa
Mokobang (Modoinding), Raraatean (Tompaso Baru) dan Temboan
II. 26
Bappeda Minahasa Selatan| 2014
[RPJMD 2010 – 2015 Kab.
(Maesaan) dengan luas keseluruhan diperkirakan + 3271,38
hektar;
Rencana pengelolaan kawasan cagar alam adalah sebagai
berikut :
a. Melestarikan dan melindungi kawasan cagar alam dan kawasan
historis dari alih fungsi.
b. Melestarikan dan merevitalisasi kawasan waruga, bangunan tua,
bangunan bernilai sejarah dan/atau bernilai arsitektur tinggi,
serta potensi sosial budaya masyarakat yang memiliki nilai
sejarah.
c. Melakukan Perlindungan Kawasan Bersejarah dan Budaya Kota
(Historical District and Cultural Heritage).
d. Pengalian Benda – benda bersejarah harus seijin pemerintah
daerah.
d. Kawasan Taman Nasional (Laut) Bunaken;
Taman Nasional (Laut) Bunaken yang dimaksud adalah
pelestarian alam yang dikelola dengan system zonasi yang
dimanfaatkan untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan,
pendidikan, pariwisata dan rekreasi. Taman Nasional (Laut)
Bunaken berada di Kecamatan Tatapaan dan sekitarnya (desa Rap
rap, Sondaken, Wawaontulap dan Popareng) dengan luas
keseluruhan ± 8.554,96 ha (Keputusan Menteri Kehutanan No.
730/KptsII/1991 tanggal 15 Oktober 1991)
Rencana pengelolaan Taman Nasional (Laut) Bunaken adalah :
a. Mengoptimalkan sumber daya alam dan kondisi alam yang ada
sebagai areal wisata (ecoturism), kawasan penelitian dan
pendidikan.
b. Meningkatkan kualitas lingkungan dan perlindungan dari
pencemaran.
c. Melengkapi prasarana dan sarana yang memadai untuk
mendukung fungsinya.
II. 27
Bappeda Minahasa Selatan| 2014
[RPJMD 2010 – 2015 Kab.
d. Pemberdayaan masyarakat di lingkungan kawasan Taman
Nasional (Laut) Bunaken.
3) Arahan Pengelolaan Kawasan Rawan Bencana Alam
Arahan pengelolaan Kawasan Rawan Bencana Alam yaitu
membuat pengaturan kegiatan manusia di kawasan rawan
bencana alam untuk melindungi manusia dari bencana yang
disebabkan oleh alam maupun secara tidak langsung oleh
perbuatan manusia.
Sebagaimana yang dimaksud dalam Keppres No. 32 tahun 1990,
hanya kawasan rawan bencana gunung berapi yang
diidentifikasikan dan telah masuk kawasan lindung, sedangkan
kawasan rawan bencana lainnya tidak dapat didelineasi secara
spesifik, karena lokasi bencana alam seperti longsor/erosi yang
sering terjadi terdapat pada kawasankawasan yang sudah
didelineasi sebagai kawasan yang melindungi kawasan
bawahannya. Pengelolaan daerah rawan bencana sangat penting
dalam upaya menghindari kerugian dan dampak yang
ditimbulkan yang dapat merenggut jiwa dan harta penduduk.
Kawasan ini perlu dilindungi agar kegiatan manusia terhindar
dari bencana yang disebabkan oleh perubahan pemanfaatan
lahan untuk kepentingan manusia. Sementara itu, menurut
Permen PU no 21 tahun 2007, telah diklasifikasikan tipologi
kerawanan bencana alam resiko letusan gunung berapi maupun
gempa bumi, yakni kategori A, B dan C, dimana masingmasing
memerlukan arahan peraturan zonasi yang berbeda.
Arahan pengelolaan Kawasan Rawan Bencana Alam yaitu :
a. Mewaspadai kegiatan gunung api, karena Kabupaten
Minahasa Selatan dilalui jalur gunung api yang masih aktif
yaitu Gunung Soputan
II. 28
Bappeda Minahasa Selatan| 2014
[RPJMD 2010 – 2015 Kab.
b. Lebih meningkatkan upaya penetapan kawasan Bahaya I dan
Bahaya II, bagi daerahdaerah yang sering terkena bencana
alam;
c. Melakukan upayaupaya perbaikan lingkungan serta
prasarana bagi daerah yang mengalami bencana;
d. Lebih memantapkan kawasankawasan yang sering
menimbulkan bencana (seperti erosi, longsor, banjir), dengan
membatasi kegiatan budidaya dan lebih menggembangkan
sebagai kawasan lindung.
e. Mewaspadai terjadinya gerakan tanah akibat gempa bumi,
dimana di Kabupaten Minahasa Selatan dilewati garis
sesar/patahan. Sedangkan Sulawesi Utara termasuk daerah
zona gempa pada kisaran resiko gempa sebesar 6.5 skala
richter. Pada daerah patahan dilakukan pengendalian
penataan bangunan dan pemanfaatan ruang sebagai langkah
mitigasi bencana.
f.
Pengelompokan daerah kerawanan bencana klasifikasi A, B
dan C sesuai Permen PU no 21 tahun 2007
Rincian kawasan rawan bencana :
Kawasan rawan bencana sebagaimana yang dimaksudkan
adalah kawasan yang sering berpotensi tinggi mengalami bencana
alam. Kawasan rawan bencana alam tersebar di wilayah
Kabupaten Minahasa Selatan meliputi :
a. Kawasan rawan bencana pada jalur sesar;
b. Kawasan rawan gerakan tanah/longsor ;
c. Kawasan rawan gelombang pasang/tsunami;
d. Kawasan rawan banjir.
a. Kawasan rawan bencana pada jalur sesar;
Kawasan rawan bencana jalur sesar dan amblesan yang
dimaksud adalah berada di sepanjang garis sesar desa Matani,
II. 29
Bappeda Minahasa Selatan| 2014
[RPJMD 2010 – 2015 Kab.
Popontolen, Lelema dan Munte (Kecamatan Tumpaan) dan
Kelurahan Buyungon, Lewet, Rumoong Bawah dan Ranoketang
Tua (Kecamatan Amurang) kemudian desa Tonde 1, Ranaan Baru 1
dan desa Toyopon (Kecamatan Motoling Barat), Desa Mokobang
(Modoinding), desa Temboan (Maesaan), desa Raraaten, Sion,
Pinaesaan (Tompaso Baru) dengan luas keseluruhan ± 2094,21
hektar;
Rencana pengelolaan kawasan rawan bencana pada jalur
sesar dan amblesan adalah :
a. Membebaskan jalur kiri dan kanan sesar selebar 250 m dan
melakukan penghijauan.
b. Mengarahkan pembangunan fisik dengan kostruksi
bersyarat/ketentuan khusus.
b. Kawasan rawan gerakan tanah/longsor ;
Kawasan rawan gerakan tanah/longsor yang dimaksud
ditetapkan dengan kriteria kawasan berbentuk lereng yang rawan
terhadap perpindahan material berupa batuan, bahan rombakan,
tanah, atau material campuran. Lahan yang memiliki kemiringan
lereng > 40% sangat berpotensi untuk terjadinya longsor. Kawasan
rawan longsor di Kabupaten Minahasa Selatan tersebar pada
kecamatan Tatapaan (Desa Raprap, Sondaken, Wawona,
Popareng, Wawontulap dan Paslaten), Kecamatan Tumpaan (Desa
Munte, Lelema
Minahasa Selatan]
BAB II
GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH
2.1. ASPEK GEOGRAFI DAN DEMOGRAFI
2.1.1.
Karekteristik Lokasi dan Wilayah
Kabupaten Minahasa Selatan terbentuk secara resmi dengan
ditetapkannya UndangUndang RI Nomor 10 Tahun 2003 Tentang
Pembentukan Kabupaten Minahasa Selatan dan Kota Tomohon.
Kabupaten Minahasa Selatan merupakan salah satu kabupaten di
Propinsi Sulawesi Utara dengan jarak dari Amurang ke Manado ± 64 km.
Peta Kabupaten Minahasa Selatan dapat dilihat pada gambar 01.
Gambar 2.1. Peta Kabupaten Minahasa Selatan
Sumber : Data RTRW Kab. Minahasa Selatan 20ll – 203l
2.1.1.1. Luas dan Batas Wilayah Administrasi
Kabupaten Minahasa Selatan mempunyai batasbatas :
Utara
: Berbatasan dengan Kabupaten Minahasa
Timur : Berbatasan dengan Kabupaten Minahasa Tenggara
Selatan : Berbatasan dengan Kabupaten Bolaang Mongondow
dan Kabupaten Bolaang Mongondow Timur
Barat : Berbatasan dengan Laut Sulawesi
Wilayah Kabupaten Minahasa Selatan mempunyai luas 1.496,66 km², yang
terdiri dari 17 (tujuhbelas) kecamatan dan 170 desa/kelurahan dengan
jumlah penduduk 206.049 jiwa seperti ditunjukkan pada Tabel 2.1.
II. 1
Bappeda Minahasa Selatan| 2014
[Perubahan RPJMD 2010 – 2015 Kab.
Minahasa Selatan]
Tabel 2.1.
Luas Kecamatan dan Jumlah Desa/Kelurahan
No
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
16.
Nama
Kecamatan
Modoinding
Tompaso Baru
Maesaan
Ranoyapo
Motoling
Kumelembuai
Motoling Barat
Motoling Timur
Sinonsayang
Luas
(Km²)
71,69
111,60
151,85
31,01
139,91
48,77
25,90
120,99
52,33
Tenga
Amurang
Desa
Kelurahan
8
10
11
12
7
7
8
8
13
102,64
18
104,66
2
6
Amurang Barat
29,67
8
2
Amurang Timur
57,62
7
2
Tareran
110,03
12
Suluun Tareran
125,64
8
Tumpaan
134,23
10
Tatapaan
78,12
11
J u m l a h
1,497 160
10
Sumber : Data RTRW Kab. Minahasa Selatan 20ll – 203l
Gambar 2.2. Luas Wilayah Kabupaten Minahasa Selatan Tahun 2010
Sumber : Data RTRW Kab. Minahasa Selatan 20ll – 203l
II. 2
Bappeda Minahasa Selatan| 2014
[Perubahan RPJMD 2010 – 2015 Kab.
Minahasa Selatan]
2.1.1.2. Letak dan Kondisi Geografis
Secara geografis, Kabupaten Minahasa Selatan terletak antara 0,47’
1,24’ Lintang Utara dan 124,18’ 12445’ Bujur Timur. Hal ini
menyebabkan letak geografis kabupaten Minahasa Selatan berada
pada posisi strategis karena berada pada jalur lintas darat trans
sulawesi yang menghubungkan jalur jalan seluruh provinsi di Pulau
Sulawesi. Pada pesisir jalur laut bagian utara merupakan daerah
yang strategis untuk pengembangan produksi perikanan di Kawasan
Timur Indonesia serta daerah perlintasan (transit) sekaligus stop over
arus penumpang, barang dan jasa pada kawasan Indonesia tengah
dan kawasan Indonesia timur bahkan untuk kawasan Asia Pasifik.
Hal ini disebabkan letak geografis Minahasa Selatan yang berada
pada ALKI II (alur laut kepulauan Indonesia) sehingga membuat
Minahasa Selatan menjadi daerah yang strategis dari sisi
perhubungan laut.
Posisi Minahasa Selatan juga sangat dekat dengan Ibu Kota Provinsi
yaitu Kota Manado sebagai pusat pariwisata di Sulawesi Utara dan
Kota Bitung sebagai pusat industri dan pelabuhan Internasional (IHP,
international hub port). Hal ini akan sangat menunjang pada
penetapan Minahasa Selatan sebagai kawasan cepat tumbuh.
Sebagian besar wilayah Kabupaten Minahasa Selatan memiliki
topografi bergununggunung yang membentang dari utara ke selatan.
Menurut Buku Minahasa Selatan Dalam Angka tahun 2008/2009,
dari 200 desa yang ada di Kabupaten Minahasa Selatan, 113 desa
memiliki topografi yang berbukitbukit, sedangkan sisanya 87 desa
memiliki topografi yang datar, yaitu di daerah lembah dan sebagian di
daerah pantai.
2.1.1.3. Topografi
Berdasarkan peta morfologi dapat diterangkan bahwa wilayah datar
terdiri dari Beting Pantai dan cekungan antara beting panatai (B82),
Dasar lembah kecil diantara bukit bukit , Dataran lakustrin (A44),
Dataran lava basa berbulit kecil (V51), Dataran lumpur antar pasang
surut dibawah halofit (B63), Dataran tufa vulkanik sedang sampai
basa yang berbukit kecil (V88), Dataran tufa vulkanik sedang sampai
basa yang bergelombang (V83), Dataran vulkanik basa yang
II. 3
Bappeda Minahasa Selatan| 2014
[Perubahan RPJMD 2010 – 2015 Kab.
Minahasa Selatan]
berombak sampai bergelombang (V83), Kipas aluvial vulkanik yang
melereng sangat landai (A27), dan Kipas aluvial vulkanik yang
melereng sedang (A27) dengan total luas wilayah datar ini sebesar
31.840 Ha. Sedangkan wilyah bergelombang hingga bergunung
terdapat pada morfologi yang berupa Krucut kecil vulkanik muda
basa/ sedang (V97); Punggung bukit linier yang terjal diatas tufa
sedang/basa (M72); Punggung bukit sejajar diatas tufa vulkanik
sedang/basa (H42); Punggung bukit yang sangat curam di atas
vulkanik basa (V52); Punggung gunung yang tak teratur diatas
batuan vulkanik; Teras teras laut teroreh dengan singkapan
singkapan batuan; Gunung berapi setrato muda berasal dari vulkanik
basa (V32); dan Bukit yang agak curam diatas kerucut vulkanik basa
(V97). Untuk daerah yang bukan dataran ini mempunya total luas
sebesar 116.877 Ha.
Gambar 2.3 Peta Morfologi Wilayah Kabupaten Minahasa Selatan
Sumber : RTRW Minsel
a. Gununggunung
Kabupaten Minahasa Selatan mempunyai topografi wilayah berupa
bukitbukit/pegunungan, berpantai dan sebagian kecil dataran
bergelombang dengan posisi dari daerah pantai (0 meter) sampai
pada ketinggian 1.500m dari permukaan laut. Beberapa gunung
II. 4
Bappeda Minahasa Selatan| 2014
[Perubahan RPJMD 2010 – 2015 Kab.
Minahasa Selatan]
yang terdapat di Kabupaten Minahasa Selatan, yaitu gunung
Soputan (1.780m), gunung Manimporok (1.661m), gunung Tagui
(1.550m), gunung Lumedon (1.425m).
b. Dataran rendah dan dataran tinggi
Dataran rendah dan dataran tinggi secara potensial mempunyai
nilai ekonomi bagi daerah. Ada beberapa dataran yang terdapat di
kabupaten Minahasa Selatan antara lain : Modoinding (2.350 ha),
Tompaso Baru (2.587 ha) Tatapaan.
c. Kemiringan lahan/ lereng dan Potensinya
Minahasa Selatan memiliki lereng yang bervariasi dari datar
sampai sangat curam. Lereng datar menempati daerah sekitar 13
% dari luas total daerah perencanaan dan tersebar di pesisir
kecamatan Tatapaan, Tumpaan, Amurang Barat, Tenga dan
Sinonsayang. Selain itu juga tersebar di Kecamatan Ranoyapo,
Tompaso Baru, Maesaan dan Modoinding. Lereng datar banyak
diusahakan secara intensif untuk kegiatan pertanian seperti
sawah, tegalan/hortikultura dan perkebunan kelapa. Daerah yang
memiliki kemiringan sebesar 1525 % menempati sekitar 32 % dari
luas total sedangkan kemirigan 2540 % menempati areal sekitar
30 % dan tersebar hampir di seluruh daerah perencanaan. Daerah
dengan kemiringan > 40 % menempati luas sekitar 20 % dari luas
total. Penyebarannya di kecamatankecamatan: Ranoyapo,
Tompaso Baru, Maesaan, Motoling, Sinonsayang, Tenga, Tatapaan
dan Tumpaan. Daerah ini sulit untuk dikembangkan bagi
kegiatan pertanian, sehingga sebagian besar lahannya termasuk
dalam kawasan hutan. Peta lereng Kabupaten Minahasa Selatan
dapat dilihat pada Gambar 04.
II. 5
Bappeda Minahasa Selatan| 2014
[Perubahan RPJMD 2010 – 2015 Kab.
Minahasa Selatan]
Gambar 2.4 Peta Kemiringan Lereng Kabupaten Minahasa Selatan
Sumber : RTRW Minsel
Hampir 25 % lahan di Minahasa Selatan berada di kemiringan
lereng diatas 40 %. Ini menunjukkan bahwa banyak lahan berada
pada kemiringan yang cukup curam.
Tabel 2.2. Kelas Kemiringan Lereng di Kabupaten Minahasa Selatan
Kelas Lereng
Luas (Ha)
Lereng 0 8%
8,675.14
Lereng 8 15%
17,863.22
Lereng 1525%
42,652.60
Lereng 2540%
43,490.50
Lereng > 40%
35,719.42
Unidentified
3.11
Total
148,403.98
Sumber : RTRW Minsel
Persen
5.85
12.04
28.74
29.31
24.07
0.00
100
Secara garis besar, kesesuaian potensi lahan terhadap kemiringan
lereng atas tanaman lahan basah, tanaman pangan lahan kering
dan tanaman pangan keras (tahunan) adalah sebagai berikut:
Tabel 2.3 Kesesuaian Lahan Berdasarkan Kemiringan Lereng
Kemiringan
lereng
0 – 8 %
8 15 % hingga 15
II. 6
Kesesuaian
Lahan
Cakupan wilayah
Sesuai untuk
tanaman lahan
basah (lahan
basah).
Sesuai untuk
5,85 % dari luas daratan
wilayah Kabupaten
Minahasa Selatan
12.04 % wilayah
Bappeda Minahasa Selatan| 2014
[Perubahan RPJMD 2010 – 2015 Kab.
Minahasa Selatan]
25%
tanaman pangan
lahan kering.
Kabupaten Minahasa
Selatan lereng 815% dan
1525 % seluas hampir
40.78 % dari luas
kabupaten
Sumber : RTRW Minsel
Hanya 5.85 % lahan di Minahasa Selatan memiliki potensi untuk
pengembangan tanaman lahan basa (padi padian). Walaupun kecil
namun jika digunakan metode pertanian yang modern maka hasil
bisa maksimal.
2.1.1.4. Geologi
Berdasarkan Peta Geologi skala 1 : 250.000 tahun 1996. Geologi
batuan penyusun wilayah Kabupaten Minahasa Selatan sangat
bervariasi, antara lain berisi formasi : Qal yaitu batuan aluvium yang
terdiri dari bongkah, kerakal, kerikil, pasir dan lempung. Qs Endapan
danau dan sungai. Formasi ini terdiri dari pasir, lanau, konglomerat
dan lempung napalan. Perselingan lapisan pasir lepas dan lanau,
lapisan berangsur, setempat silang siur, konglomerat tersusun dari
batuan kasar menyudut tanggung, lempung napalan hitam
mengandung muluska. Satuan ini membentuk undak dengan
permukaan menggelombang.
Ql = batugamping terumbu koral, kebanyakan terdapat di daerah
pasang surut di barat kampung Amurang. Batuan ini adalah hasil
pengangkatan. Qv = batuan gunung api muda, satuan batuan ini
terdiri dari Lava, bom, lapili dan abu volkanik membentuk gunung
api strato muda antara lain Gunung Soputan, Lokon dan Mahawu.
Khusus Gunung Soputan terdiri dari materil pasir.
TQpv : Batuan Gunungapi G. Lolombulan umumnya berbabtu apung,
kuning muda berbutur sedang sampai kasar, diselilingi oleh lava
bersusunan menengah sampai basa.
II. 7
Bappeda Minahasa Selatan| 2014
[Perubahan RPJMD 2010 – 2015 Kab.
Minahasa Selatan]
Gambar 2.5 Peta Geologi Kabupaten Minahasa Selatan
Sumber : RTRW Minsel
Sedangkan menurut peta REPPROT tahun 1987 jenis tanah yang ada
di wilayah Kabupaten Minahasa Selatan terdiri dari :
Tabe 2.4. Jenis Tanah Kabupaten Minahasa Selatan
Jenis Tanah dan Textur
Dystropepts Agak halus/agak
halus
Dystropepts Agak halus/halus
Dystropepts Kasar/ agak kasar
Dystropepts halus/halus
Eutrandepts Agak halus/halus
Eutrandepts halus/halus
Eutropepts
Eutropepts Agak halus/halus
Eutropepts halus/halus
Humitropepts Sedang/agak
halus
Sulfaquents halus/halus
Tropalquepts agak halus/agak
halus
Tropaquepts halus/halus
Tropopsamments halus/halus
Tropudalfs halus/halus
Sumber : Peta Repprot, 1987
II. 8
Luas (Ha)
50,201.87
8,106.29
6,802.04
40,546.88
6,930.53
6,350.93
3.25
189.90
10,294.80
10,146.30
1,109.69
1,272.24
876.76
110.66
5,775.36
Bappeda Minahasa Selatan| 2014
[Perubahan RPJMD 2010 – 2015 Kab.
Minahasa Selatan]
Menurut karakteristik tanahnya wilayah Kabupaten Minahasa
Selatan mempunyai tingkat kerentanan erosi mulai dari sangat
rendah hingga tinggi. Adapun Peta tanah dapat dilihat pada Gambar
2.6
Gambar 2.6
Peta Jenis Tanah Kabupaten Minahasa Selatan
Sumber : RTRW Minsel
Kawasan Pertanian lahan basah
Lahan basah adalah suatu wilayah yang tergenang air, baik alami
maupun buatan, tetap atau sementara, mengalir atau tergenang,
tawar asin atau payau, termasuk di dalamnya wilayah laut yang
kedalamannya kurang dari 6 m pada waktu air surut paling rendah.
Lahan basah di Kabupaten Minahasa Selatan adalah lahan untuk
pengembangan padi lahan basah atau kegiatan lainnya yang sistem
pengelolaanya membutuhkan ketersediaan air.
Jenis tanah Entisols, Inceptisols, Alfisols, Mollisols dan Ultisols
berkembang di Kabupaten Minahasa Selatan karena di dukung oleh
iklim yang panas, karakteristik pantai yang relatif dangkal serta arus
dan gelombangnya besar.
II. 9
Bappeda Minahasa Selatan| 2014
[Perubahan RPJMD 2010 – 2015 Kab.
Minahasa Selatan]
Tanaman perkebunan
Komoditaskomoditas lahan kering yang dikembangkan di Kabupaten
Minahasa Selatan terdiri dari kelapa, cengkih, pala, kakao, kopi,
aren, dan casiavera. Produksi tanaman perkebunan terbanyak di
Kabupaten Minahasa Selatan adalah kelapa, yaitu mencapai 49.439,7
ton. Selain itu, lahan kering dapat juga dimanfaatkan untuk
pengembangan lahan pengembalaan/peternakan. Berdasarkan faktor
lahan yang ada maka di kabupaten Minahasa Selatan dapat
ditentukan kesesuaian lahannya untuk penggunaan lahan basah dan
lahan kering. Sebagian besar kabupaten Minahasa Selatan dapat
dikembangkan untuk lahan usaha sebagai lahan kering, baik
perkebunan maupun tanaman palawija. Luas lahan yang tersebar di
17 kecamatan yang dapat dikembangkan untuk lahan kering hampir
mencapai luas sebesar 28.000,00 Ha sedangkan untuk lahan basah
yang ada adalah mencapai 10.364 Ha yang tersebar di 11 wilayah
kecamatan.
Tabel 2.5. Kesesuaian Lahan per Kecamatan di Kabupaten Minahasa Selatan
Gambar 2.7 Peta Kesesuaian Lahan Kabupaten Minahasa Selatan
II. 10
Bappeda Minahasa Selatan| 2014
[Perubahan RPJMD 2010 – 2015 Kab.
Minahasa Selatan]
Sumber: RTRW Minsel
II. 11
Bappeda Minahasa Selatan| 2014
[RPJMD 2010 – 2015 Kab.
2.1.1.5. Hidrologi
Sebagian besar kondisi hidrologi dipengaruhi juga oleh :
a. Air permukaan
b. Air tanah
c. Sumber daya mineral/bahan galian
d. Bencana alam
Di Minahasa Selatan, keadaan hidrologi dipengaruhi oleh beberapa
hal antara lain curah hujan, kandungan air tanah, dan keadaan
sungai. Untuk curah hujan terbanyak di Amurang terjadi pada bulan
bulan Desember, Januari, Pebruari dan Maret. Memang terdapat
korelasi yang positip antara curah hujan, kecepatan angin,
kecepatan arus permukaan dan tinggi gelombang.
Kondisi Sungai
Selain curah hujan, karakteristik hidrologi di pengaruhi oleh
keberadaan beberapa sungai yang melintasi wilayahnya. Untuk
kawasan perkotaan amurang dilintasi oleh sungai Ranoyapo, sungai
Ranowangko, sungai Ranomea dan Sungai Alar. Khusus untuk
kecamatan Tumpaan dilintasi oleh sungai Ranotana dan
waleimbang. Sungaisungai yang melintasi ini digunakan sebagai
drainage dan sewerage, akan tetapi apabila tiba musim penghujan
kadangkadang mengakibatkan ada beberapa daerah yang tergenang
karena luapan air dari sungai.
Sungai besar adalah sungai Ranoyapo dengan karakteristik sebagai
berikut ( Pokaton dkk, 2013, Perencanaan Jetty di Muara Sungai
Ranoyapo Amurang, Jurnal Sipil Statik Vol.1 No.6, Mei 2013 (434
443) ) Berdasarkan survey yang dilakukan, dapat diketahui bahwa
permasalahan yang terjadi di sekitar muara sungai Ranoyapo adalah
sering mengalami pengendapan pasir. Karena lokasi penelitian
termasuk pantai berpasir, penutupan muara mengakibatkan
terjadinya lidah pasir (sand spit) di muara. Dari hasil perhitungan
yang diperoleh besarnya angkutan sedimen sejajar pantai adalah
II. 12
Bappeda Minahasa Selatan| 2014
[RPJMD 2010 – 2015 Kab.
sebesar 205837,7 m3/tahun dengan laju angkutan sedimen tegak
lurus pantai adalah sebesar 677915,27 m3/tahun.
Untuk sempadan sungai mencakup dataran sepanjang tepian sungai
selebar 50 meter di kanankiri sungai besar dan kawasan selebar 25
meter di kanankiri sungai kecil. Sempadan sungai ini terdapat di
kanan dan di kiri sungaisungai dalam DAS Ranoyapo, DAS Poigar,
DAS Ranowangko, Sub DAS Nimanga, Sub DAS Pentu, Sub DAS
Ranotuana, Sub DAS Sendowan, Sub DAS Molinow, Sub DAS
Sidate, Sub DAS Sosogian, Sub DAS Ranomea, Sub DAS Worotican
dengan luas keseluruhan ± 1790 hektar.
Biota biota yang dihidup di sungai yang ada di Sungai Sungai
Minahasa Selatan, tidak terlalu bervariasi, yang terdiri dari beberapa
jenis ikan dan kepiting serta udang.
Kondisi air tanah di Minahasa Selatan masih sangat bagus kualitas
airnya dan menjadi sumber air yang digunakan penduduk sebagai
MCK dan memasak. Penduduk menggunakan sumber air tanah
untuk memenuhi kebutuhan airnya disamping PDAM.
Kondisi Sekitar Danau
Kawasan sekitar danau meliputi dataran sekeliling danau yang
lebarnya proporsional dengan bentuk dan kondisi fisiknya minimal
50 m dari titik pasang tertinggi kearah darat. Kawasan sekitar
danau ini meliputi Danau Mokobang (11,01 Ha), danau Moat (15,19
Ha) dan Danau Iloloy (2,02 Ha) semuanya Di Kecamatan Modoinding
dengan luas keseluruhan ± 28,02 hektar
Kondisi Sekitar Sempadan pantai
Sempadan pantai yang dimaksud meliputi dataran sepanjang tepian
laut yang lebarnya proporsional dengan bentuk dan kondisi fisik
pantai, minimal 100 meter dari titik pasang tertinggi kearah darat.
Kawasan sempadan pantai adalah kawasan tertentu sepanjang
pantai yang mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan
II. 13
Bappeda Minahasa Selatan| 2014
[RPJMD 2010 – 2015 Kab.
kelestarian fungsi pantai dari usikan kegiatan yang mengganggu
kelestarian fungsi pantai. Kawasan ini terletak di sepanjang pantai
Utara Kabupaten Minahasa Selatan, dengan luas keseluruhan +
1027,29 Ha. (lebih jelas lihat Tabel berikut)
Tabel 2.6. Kawasan Sempadan Pantai
Kecamatan
Luas (Ha)
Tatapaan
29,414
Amurang
32,686
Amurang Barat
158,211
Amurang Timur
46,622
Ranoyapo
0
Sinonsayang
245,098
Tatapaan
273,82
Tenga
187,139
Tumpaan
54,306
1027,296
Sumber : RTRW Minsel
Kondisi kawasan resapan Air
Kawasan resapan air, didefinisikan sebagai kawasan yang
mempunyai kemampuan tinggi untuk meresapkan air hujan,
sehingga merupakan tempat pengisian air bumi (akuifer) yang
berguna untuk keperluan penyediaan kebutuhan air tanah dan
penanggulangan banjir, baik untuk kawasan bawahnya maupun
kawasan yang bersangkutan. Kriteria dari kawasan resapan air ini
adalah curah hujan yang tinggi, struktur tanah yang mudah
meresapkan air dan bentuk geomorfologi yang mampu meresapkan
air hujan secara besarbesaran. Penetapan kawasan resapan air
ditetapkan sebagai ruang hijau kota atau hutan kota.
Kawasan resapan air berfungsi untuk memberikan ruang yang
cukup bagi resapan air hujan pada daerah tertentu untuk keperluan
penyedian kebutuhan air tanah dan penanggulangan banjir, baik
untuk kawasan bawahannya maupan kawasan yang bersangkutan.
II. 14
Bappeda Minahasa Selatan| 2014
[RPJMD 2010 – 2015 Kab.
Kawasan Resapan Air ini tersebar di beberapa Kecamatan (lihat tabel
berikut) dengan luas keseluruhan ± 25.613,9 hektar;
Tabel 2.7a Kawasan Resapan Air
Kecamatan
Tatapaan
Tumpaan
Amurang
Amurang Timur
Sulta
Tareran
Motoling Barat
Sinonsayang
Motoling
Kumelembuai
Motoling
Motoling Barat
Sinonsayang
Tenga
Tenga
Maesaan
Maesaan
Motoling Barat
Ranoyapo
Tompaso Baru
Ranoyapo
Tompaso Baru
Amurang Barat
Kumelembuai
Motoling Timur
Luas (Ha)
1123,332
142,356
912,812
8288,335
921,776
3183,31
838,284
1019,044
0,029
37,842
275,686
2174,246
936,877
605,223
760,484
1285,762
0,017
20,769
22,29
1474,207
931,179
173,411
327,695
24,705
134,237
25613,90
8
Total
Sumber : RTRW Minsel
2.1.1.6. Klimatologi
Jumlah hari hujan tertinggi adalah pada bulan januari (sebanyak 29
hari hujan) dengan curah hujan terbesar 866 mm. Menurut data
hasil pengukuran, diperoleh angka suhu udara ratarata minimum
bervariasi antara 17 s/d 23 derajat celcius, sedangkan suhu rata
rata maksimum berkisar antara 29 s/d 35 derajat celcius. Hal ini
II. 15
Bappeda Minahasa Selatan| 2014
[RPJMD 2010 – 2015 Kab.
menunjukkan bahwa di Kota Amurang (Kab. Minahasa Selatan) suhu
udara cenderung lebih panas dari kawasan perkotaan lainnya.
Tekanan udara rata rata berkisar antara 1000 s/d 1012 mb.
Kelembaban rata rata per bulan adalah berkisar antara 50 s/d 90
%. Kecepatan angin ratarata bulanan berkisar antara 1.0 s/d 9.0
m/s, dengan angka maksimum terjadi pada bulan Agustus (30.00
m/s). Angka kecepatan angin tersebut dipadukan dengan keadaan
suhu rata – rata, dari segi kenyamanan, belum dapat memberi
angka kenyamanan fisiologis manusia pada posisi “netral” atau
“nyaman”, tetapi masih cenderung terasa panas. Hal ini disebabkan
karena wilayah Kabupaten Minahasa Selatan berada pada daerah
pesisir pantai. Tingkat penyinaran matahari berkisar antara 20 s/d
89 %, dimana keadaan penyinaran minimum terjadi pada bulan
Maret, sedangkan keadaan maksimum terjadi pada bulan Juli.
(sumber: RTRW Kab. Minsel 20112031)
Tabel 2.7b. Kondisi Cuaca Perairan Amurang (Curah Hujan dan Kecepatan
angin)
Tahun 20112013
II. 16
Bappeda Minahasa Selatan| 2014
[RPJMD 2010 – 2015 Kab.
No
II. 17
Bulan dan
Tahun
Januari 2011
Pebruari 2011
Maret 2011
April 2011
Mei 2011
Juni 2011
Juli 2011
Agustus 2011
September
2011
Oktober 2011
November
2011
Desember
2011
Januari 2012
Pebruari 2012
Maret 2012
April 2012
Mei 2012
Juni 2012
Juli 2012
Agustus 2012
September
2012
Oktober 2012
November
2012
Desember
2012
Januari 2013
Pebruari 2013
Maret 2013
April 2013
Mei 2013
Juni 2013
Juli 2013
Agustus 2013
September
2013
Oktober 2013
November
2013
Desember
2013
2.2
2.8
2.4
3.8
1.9
4.7
8.0
10.4
6.5
Angin
Kecepatan
maksimu
m
(km/jam)
4.8
3.2
Kecepatan
Rata rata
(km/jam)
Arah
(derajat)
Curah
Huja
n
(mm)
108
376
392
199
305
285
20
64
89
70
140
3.7
659
2.5
2.5
2.8
3.0
3.7
6.7
6.2
8.7
6.3
271
112
294
398
224
210
211
39
25
5.6
3.8
148
286
3.8
502
2.5
5.0
4.4
4.1
3.6
4.0
5.0
7.6
5.7
39.6
18.1
41.4
28.8
32.4
36.0
27.0
39.6
27.0
360
270
220
220
180
180
50
180
130
634
405
212
292
462
143
332
131
131
4.5
3.9
30.6
36.0
90
50
102
193
3.1
30.6
270
208
Bappeda Minahasa Selatan| 2014
[RPJMD 2010 – 2015 Kab.
Sumber : BMKG Stasiun Klimatologi kayuwatu Manado
Untuk kondisi angin, secara rata rata, bulan Juli, Agustus dan
September adalah bulan bulan dengan tiupan angin rata rata yang lebih
kencang dibanding bulan lainnya. Namun kecepatan angin maksimum
berada di bulan Maret, agustus, januari dan november. Sedangkan
untuk curah hujan terbesar di bulan Desember, Januari, pebruari.
Kondisi Arus dan Gelombang laut di Teluk Amurang
Untuk kondisi arus dan gelombang laut oleh BMKG Stasiun
Meteorologi Maritim Bitung dengan menggunakan analisis model
Windwaves05 diperoleh data arus (arah dan kecepatan) dan
gelombang / ombak (tinggi rata rata dan tinggi maksimum
gelombang/ombak).
Tabel 2.7c. Kondisi Cuaca Perairan Amurang (arus dan gelombang)
Tahun 20122013
No
Bulan dan
Tahun
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
Januari 2012
Pebruari 2012
Maret 2012
April 2012
Mei 2012
Juni 2012
Juli 2012
Agustus 2012
September 2012
Oktober 2012
November 2012
Desember 2012
Januari 2013
Pebruari 2013
II. 18
Arus
Arah (dari)
Kecepata
n (cm/dt)
Barat daya
Barat daya
Barat daya
Barat daya
Selatan
Tenggara
Tenggara
Selatan
Tenggara
Selatan
Barat daya
Barat daya
Barat daya
Barat daya
15
12
15
9
4
4
7
5
6
8
11
16
15
16
Gelombang
Tinggi
Tinggi
rata rata Maksimu
(meter)
m
(meter)
1.5
1.9
1
2
1.5
2
1.1
1.4
0.7
0.9
0.7
1
0.8
1.1
0.8
1
0.6
0.7
0.7
0.9
1.1
1.4
1.5
2
1.5
2
1.6
2.1
Bappeda Minahasa Selatan| 2014
[RPJMD 2010 – 2015 Kab.
15
Maret 2013
Barat daya
6
16
April 2013
Barat daya
7
17
Mei 2013
Barat daya
7
18
Juni 2013
Selatan
4
19
Juli 2013
Tenggara
6
20
Agustus 2013
Selatan
8
21
September 2013
Tenggara
5
22
Oktober 2013
Timur
8
23
November 2013
Barat daya
9
24
Desember 2013
Barat daya
11
Sumber : BMKG Stasiun Meteorologi Maritim Bitung
1.2
0.9
0.8
0.7
0.8
0.7
0.6
0.8
1.2
1.4
1.6
1.2
1
1
1.1
0.9
0.8
1.1
1.5
1.9
Untuk kecepatan arus laut di Amurang, tertinggi pada bulan
bulan Desember, Januari, Pebruari dan Maret. Walaupun statusnya
belum sangat membahayakan bagi dunia pelayaran (moderat/
menengah). Demikian juga dengan tinggi gelombang, belum mencapai
>2.5 meter (catatan biasanya BMKG akan mengeluarkan peringatan dini
jika ombal >2.5 meter) namun pada bulan bulan Desember, Januari,
Pebruari dan maret, ombak cukup tinggi untuk kapal kapal tradisional,
sedangkan kapal besar, tidak terlalu signifikan untuk ombak dan arus
ini. Ini menunjukkan laut Amurang sangat baik untuk lalu lintas
pelayaran.
Dari kombinasi aspek klimatologi maka daerah Minahasa Selatan,
cukup nyaman untuk tempat hunian. Juga dengan kondisi laut yang
relatif tenang maka komoditas laut dapat dioptimalkan
penangkapannya. Cuma masalah utama adalah pada alat tangkap
nelayan yang masih tradisional yang tidak sanggup untuk gelombang
diatas 2 meter serta untuk kedalaman laut yang lebih dalam.
2.1.1.7. Penggunaan Lahan
a. Kawasan Lindung
Posisi dan luas kawasan Lindung
Kawasan hutan lindung yang dimaksud ialah yang memiliki sifat
mampu mencegah terjadinya erosi, bencana banjir, sedimentasi dan
menjaga fungsi hidrologi tanah untuk menjamin ketersedian unsur
II. 19
Bappeda Minahasa Selatan| 2014
[RPJMD 2010 – 2015 Kab.
hara, air tanah dan air permukaan.
Kawasan Lindung Nasional yang berada di kawasan Kabupaten
Minahasa Selatan adalah Taman Nasional Laut Bunaken
(Kecamatan Tumpaan dan Tatapaan). Kawasan Lindung Provinsi
yang berada di Kabupaten Minahasa Selatan adalah Hutan Lindung
Gunung Soputan, Gunung PoopoteluGunung Tapawanga, Gunung
Lolombulan, Gunung Usingusing. Kawasan hutan lindung di
Kabupaten Minahasa Selatan terdiri atas : Hutan Lindung Gunung
Lolombulan (Sinonsayang, Tenga, Kemelembuai dan Motoling) luas
1200 Ha, gunung Simbalang (Modoinding dan Tompaso Baru) luas
3793 Ha, gunung poopotelu (Sinonsayang) luas 412, 82 Ha, gunung
Torout (Tompaso Baru) luas 557 Ha, Gunung Soputan (Kota Menara
Kecamatan Amurang Timur ) luas 10650 Ha.
Kebijakan Menyangkut Kawasan Lindung
Berdasarkan RTRW Minsel maka kebijakan pengelolaan kawasan
Lindung adalah :
a. Pemantapan kawasan lindung berdasarkan Keppres No.32
Th.1990 melalui pemetaan, pengukuhan dan penataan batas di
lapangan untuk memudahkan pengendaliannya;
b. Pengendalian kegiatan budidaya yang telah berlangsung lama
dalam kawasan hutan lindung;
c. Pengembalian fungsi hidrologis kawasan hutan yang telah
mengalami kerusakan dengan reboisasi;
d. Percepatan rehabilitasi hutan lindung dengan tanaman yang
sesuai dengan fungsi lindung;
e. Pelestarian ekosistem yang merupakan ciri khas kawasan melalui
tindakan pencegahan pengrusakan dan upaya pengembalian
pada rona awal sesuai ekosistem yang pernah ada;
f. Pemantauan kegiatan yang diperbolehkan di kawasan hutan
lindung agar tidak mengganggu hutan lindung.
II. 20
Bappeda Minahasa Selatan| 2014
[RPJMD 2010 – 2015 Kab.
Secara detail pola pengelolaan kawasan lindung bertujuan untuk
mencegah kerusakan fungsi lingkungan. Berikut ini arahan
pengelolaan masingmasing kawasan lindung yang ada di Kabupaten
Minahasa Selatan.
Arahan pengelolaan Kawasan yang Memberikan Perlindungan
Kawasan Bawahannya
Arahan pengelolaan kawasan yang memberikan perlindungan
kawasan bawahannya yaitu :
a. Mencegah timbulnya erosi, bencana banjir, sedimentasi, dan
menjaga fungsi hidrologis tanah di kawasan hutan lindung
sehingga ketersediaan unsur hara tanah, air tanah dan air
permukaan dapat terjamin.
b. Memberikan ruang yang cukup bagi resapan air hujan pada
kawasan resapan air untuk keperluan penyediaan kebutuhan air
tanah dan penanggulangan banjir, baik untuk kawasan
bawahannya maupun kawasan yang bersangkutan.
Pengembangan Kawasan Hutan Lindung terkait dengan kebutuhan
kawasan resapan air, yang diarahkan pada wilayah yang mempunyai
kemiringan lereng > 15 %, sehingga dapat difungsikan sebagai
kawasan lindung untuk daerah tangkapan air dan pensuplai air
permukaan sebagai sumber air baku.
Penetapan kawasan resapan air yang kondisinya belum difungsikan
sebagai hutan lindung ditetapkan sebagai ruang hijau kota atau
hutan kota. Lingkup area dibuat dengan jarak 1.000 meter dari
sempadan danau / waduk di luar kawasan sempadan danau /
waduk. Fungsi kawasan resapan air yang merupakan kawasan
penyangga waduk, dan diantaranya sebagai daerah resapan air /
tangkapan air hujan untuk di salurkan dan diendapkan di kolam
penampung sebelum disalurkan ke danau / waduk, sehingga
menghindari terjadinya sedimentasi di danau / waduk akibat
II. 21
Bappeda Minahasa Selatan| 2014
[RPJMD 2010 – 2015 Kab.
terkikisnya lapisan tanah oleh air hujan. Kolamkolam penampung
ini dimaksudkan untuk menyaring lumpur / limbah agar dapat
dicegah terjadinya sedimentasi di danau / waduk yang ada dijadikan
sebagai sumber air baku.
Khusus pada daerahdaerah resapan air yang telah berkembang
menjadi kawasan budidaya, upaya perlindungan dapat dilakukan
dengan menyesuaikan kawasan sempadan waduk pada daerah yang
belum terbangun sedangkan daerah yang sudah terbangun dan
memiliki ijin tetap diijinkan berdiri hingga habis masa ijinnya dan
diberi kewajiban untuk ikut menjaga sempadan waduk yang ada di
sekitarnya, atau dengan mengembalikan fungsi kawasan sempadan
waduk pada daerah terbangun yang tidak memiliki ijin untuk
difungsikan kembali sebagai hutan lindung. Ini dikarenakan kawasan
sempadan waduk merupakan daerah tertutup bagi segala kegiatan
dengan jarak 100 meter dari pinggir waduk pada saat air pasang. Di
daerah ini tidak diperbolehkan ada tanah terbuka tanpa tumbuhan
penutup. Daerah sempadan waduk diberi batas yang jelas, misalnya
dengan jenis tanaman pembatas tertentu. Jenis tanaman yang dipilih
berupa tanaman tahunan yang cepat tumbuh serta memiliki
karakteristik akar yang kuat sehingga sulit tergerus, dapat tumbuh
saling berdekatan, berbatang keras, serta tahan terhadap genangan
dan kekeringan.
Arahan pengelolaan Kawasan yang Memberikan Perlindungan
Arahan pengelolaan kawasan yang memberikan perlindungan
kawasan bawahannya yaitu :
1) Arahan Pengelolaan Kawasan Perlindungan Setempat
a. Menjaga sempadan pantai untuk melindungi wilayah pantai dari
kegiatan yang mengganggu kelestarian fungsi pantai.
b. Menjaga sempadan sungai untuk melindungi sungai dari
kegiatan manusia yang dapat mengganggu dan merusak kualitas
II. 22
Bappeda Minahasa Selatan| 2014
[RPJMD 2010 – 2015 Kab.
air sungai, kondisi fisik pinggir dan dasar sungai serta
mengamankan aliran sungai.
c. Menjaga kawasan sekitar danau/waduk untuk melindungi
danau/waduk dari berbagai usaha dan/atau kegiatan yang dapat
mengganggu kelestarian fungsi waduk/danau
d. Menjaga kawasan sekitar mata air untuk melindungi mata air
dari dari berbagai usaha dan/atau kegiatan yang dapat merusak
kualitas air dan kondisi fisik kawasan sekitarnya.
e. Menjaga kawasan terbuka hijau kota termasuk di dalamnya
hutan kota untuk melindungi kota dari polusi udara dan
kegiatan manusia yang dapat mengganggu kelestarian
lingkungan kota, serta mengendalikan tata air, meningkatkan
upaya pelestarian habitat flora dan fauna, meningkatkan nilai
estetika lingkungan perkotaan dan kenyamanan kehidupan di
kota.
2) Arahan Pengelolaan Kawasan Suaka dan Cagar / Pelestarian
Alam
Arahan pengelolaan Kawasan Suaka Alam yaitu memberi
perlindungan terhadap keanekaragaman biota, tipe ekosistem,
gejala keunikan alam di kawasan suaka alam dan kawasan
suaka alam laut dan perairan lainnya untuk kepentingan plasma
nutfah, keperluan pariwisata, ilmu pengetahuan dan
pembangunan pada umumnya.
Arahan pengelolaan Kawasan Pelestarian Alam yaitu
melestarikan fungsi lindung dan tatanan lingkungan kawasan
pelestarian alam yang terdiri dari taman nasional, taman hutan
raya, dan taman wisata alam untuk pengembangan pendidikan,
II. 23
Bappeda Minahasa Selatan| 2014
[RPJMD 2010 – 2015 Kab.
rekreasi dan pariwisata, serta peningkatan kualitas lingkungan
sekitarnya dan perlindungan dari pencemaran.
Pemantapan fungsi lindung dari kawasan suaka alam, harus
memperhatikan wilayah jelajah atau sebaran vegetasi dan satwa
yang akan dilindungi. Arahan pengelolaan Kawasan Suaka Alam
yaitu memberi perlindungan terhadap keanekaragaman biota,
tipe ekosistem, gejala keunikan alam di kawasan suaka alam dan
kawasan suaka alam laut dan perairan lainnya untuk
kepentingan plasma nutfah, keperluan pariwisata, ilmu
pengetahuan dan pembangunan pada umumnya.
Pemantapan suaka alam bertujuan untuk melestarikan
lingkungan dan melindungi ekosistem lingkungan, sehingga
perlunya upayaupaya :
a. Pemantapan kawasan suaka alam (cagar alam, suaka
margasatwa, hutan wisata) sesuai dengan tujuan
perlindungannya masingmasing;
b. Peningkatan pengelolaan suaka alam yang telah ada, serta
melakukan pelarangan kegiatan budidaya di kawasan
tersebut, kecuali kegiatan yang berkaitan dengan fungsinya
dan tidak mengubah bentang alam, kondisi penggunaan
lahan serta ekosistem alami yang ada;
c. Pelestarian hutanhutan suaka alam dan hutan bakau;
d. Pengawasan dan pengendalian yang ketat terhadap kegiatan
budidaya yang telah ada di dalam kawasan suaka alam dan
hutan bakau agar tidak mengganggu akan fungsi suaka alam
tersebut;
e. Pengembangan dan pengelolaan Taman Nasional maupun
yang dicalonkan.
Rincian kawasan suaka alam dan cagar alam ialah :
Kawasan suaka alam dan cagar alam sebagaimana yang
dimaksudkan di wilayah Kabupaten Minahasa Selatan meliputi :
II. 24
Bappeda Minahasa Selatan| 2014
[RPJMD 2010 – 2015 Kab.
1. Suaka margasatwa;
2. Kawasan pantai berhutan bakau;
3. Cagar alam;
4. Taman nasional dan taman nasional laut;
a. Kawasan suaka margasatwa
Pemantapan fungsi lindung dari kawasan suaka
margasatwa, harus memperhatikan wilayah jelajah atau sebaran
vegetasi dan satwa yang akan dilindungi. Arahan pengelolaan
Kawasan Suaka margasatwa yaitu memberi perlindungan
terhadap keanekaragaman biota, tipe ekosistem, gejala keunikan
alam di kawasan suaka margasatwa dan kawasan suaka
margasatwa laut dan perairan lainnya untuk kepentingan plasma
nutfah, keperluan pariwisata, ilmu pengetahuan dan
pembangunan pada umumnya.
Kawasan suaka margasatwa yang dimaksud berada di desa
Popareng, Paslaten, Sondaken, Bajo, Wawontulap, Sulu, Wawona
dan Raprap Kecamatan Tatapaan luas 4543,60 Ha dan desa
Munte dan Desa Lelema di Kecamatan Tumpaan luas 850,92 Ha
dengan luas keseluruhan diperkirakan 5394,52 hektar.
Rencana pengelolaan kawasan suaka margasatwa adalah
sebagai berikut :
a. Pemantapan kawasan suaka margasatwa sesuai dengan tujuan
perlindungannya;
b. Peningkatan pengelolaan suaka margasatwa yang telah ada,
serta melakukan pelarangan kegiatan budidaya di kawasan
tersebut, kecuali kegiatan yang berkaitan dengan fungsinya dan
tidak mengubah bentang alam, kondisi penggunaan lahan serta
ekosistem alami yang ada;
c. Pelestarian hutanhutan suaka margasatwa;
d. Pengawasan dan pengendalian yang ketat terhadap kegiatan
budidaya yang telah ada di dalam kawasan suaka margasatwa
II. 25
Bappeda Minahasa Selatan| 2014
[RPJMD 2010 – 2015 Kab.
dan hutan bakau agar tidak mengganggu akan fungsi suaka
margasatwa tersebut;
b. Kawasan pantai berhutan bakau
Kawasan Pantai Berhutan Bakau yang dimaksud adalah
kawasan pesisir laut yang merupakan habitat alami hutan bakau
yang berfungsi memberi perlindungan kepada perikehidupan
pantai dan lautan, sebagai pembentuk ekosistem hutan bakau,
tempat berkembang biaknya berbagai biota laut, pelindung pantai
dan pengikisan air laut. Kriteria kawasan pantai berhutan bakau
adalah koridor dengan lebar paling sedikit 130 (seratus tiga puluh)
kali nilai ratarata perbedaan air pasang tertinggi dan terendah
tahunan, diukur dari garis air surut terendah ke arah darat.
Pantai berhutan bakau berada di Raprap, Sondaken,
Wawontulap, Bajo, Popareng, Paslaten di Kecamatan Tatapaan
dan Kelurahan Kawangkoan Bawah, Desa Teep dan Desa Kapitu di
Kecamatan Amurang Barat, kemudian desa Sapa, Radey di
Kecamatan Tenga, kemudian Desa Blongko dan desa Boyong
pante, desa Ongkaw 2, desa aergale dan desa Tanamon di
Kecamatan Sinonsayang, dengan luas keseluruhan ± 1.682,2
hektar;
Rencana pengelolaan pantai berhutan bakau dapat berupa
sebuah penetapan daerah perlindungan pantai dan laut (DPPL)
yang mencakup perlindungan dan pengawasan hutan bakau serta
perlindungan terhadap komunitas terumbu karang yang berada
disekitarnya. Selain perlindungan juga dapat dilakukan usaha
penanaman kembali mangrove pada lokasilokasi yang telah
mengalami penurunan luas hutan mangrovenya.
c. Kawasan cagar Alam
Kawasan Cagar Alam yang dimaksud berada di desa
Mokobang (Modoinding), Raraatean (Tompaso Baru) dan Temboan
II. 26
Bappeda Minahasa Selatan| 2014
[RPJMD 2010 – 2015 Kab.
(Maesaan) dengan luas keseluruhan diperkirakan + 3271,38
hektar;
Rencana pengelolaan kawasan cagar alam adalah sebagai
berikut :
a. Melestarikan dan melindungi kawasan cagar alam dan kawasan
historis dari alih fungsi.
b. Melestarikan dan merevitalisasi kawasan waruga, bangunan tua,
bangunan bernilai sejarah dan/atau bernilai arsitektur tinggi,
serta potensi sosial budaya masyarakat yang memiliki nilai
sejarah.
c. Melakukan Perlindungan Kawasan Bersejarah dan Budaya Kota
(Historical District and Cultural Heritage).
d. Pengalian Benda – benda bersejarah harus seijin pemerintah
daerah.
d. Kawasan Taman Nasional (Laut) Bunaken;
Taman Nasional (Laut) Bunaken yang dimaksud adalah
pelestarian alam yang dikelola dengan system zonasi yang
dimanfaatkan untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan,
pendidikan, pariwisata dan rekreasi. Taman Nasional (Laut)
Bunaken berada di Kecamatan Tatapaan dan sekitarnya (desa Rap
rap, Sondaken, Wawaontulap dan Popareng) dengan luas
keseluruhan ± 8.554,96 ha (Keputusan Menteri Kehutanan No.
730/KptsII/1991 tanggal 15 Oktober 1991)
Rencana pengelolaan Taman Nasional (Laut) Bunaken adalah :
a. Mengoptimalkan sumber daya alam dan kondisi alam yang ada
sebagai areal wisata (ecoturism), kawasan penelitian dan
pendidikan.
b. Meningkatkan kualitas lingkungan dan perlindungan dari
pencemaran.
c. Melengkapi prasarana dan sarana yang memadai untuk
mendukung fungsinya.
II. 27
Bappeda Minahasa Selatan| 2014
[RPJMD 2010 – 2015 Kab.
d. Pemberdayaan masyarakat di lingkungan kawasan Taman
Nasional (Laut) Bunaken.
3) Arahan Pengelolaan Kawasan Rawan Bencana Alam
Arahan pengelolaan Kawasan Rawan Bencana Alam yaitu
membuat pengaturan kegiatan manusia di kawasan rawan
bencana alam untuk melindungi manusia dari bencana yang
disebabkan oleh alam maupun secara tidak langsung oleh
perbuatan manusia.
Sebagaimana yang dimaksud dalam Keppres No. 32 tahun 1990,
hanya kawasan rawan bencana gunung berapi yang
diidentifikasikan dan telah masuk kawasan lindung, sedangkan
kawasan rawan bencana lainnya tidak dapat didelineasi secara
spesifik, karena lokasi bencana alam seperti longsor/erosi yang
sering terjadi terdapat pada kawasankawasan yang sudah
didelineasi sebagai kawasan yang melindungi kawasan
bawahannya. Pengelolaan daerah rawan bencana sangat penting
dalam upaya menghindari kerugian dan dampak yang
ditimbulkan yang dapat merenggut jiwa dan harta penduduk.
Kawasan ini perlu dilindungi agar kegiatan manusia terhindar
dari bencana yang disebabkan oleh perubahan pemanfaatan
lahan untuk kepentingan manusia. Sementara itu, menurut
Permen PU no 21 tahun 2007, telah diklasifikasikan tipologi
kerawanan bencana alam resiko letusan gunung berapi maupun
gempa bumi, yakni kategori A, B dan C, dimana masingmasing
memerlukan arahan peraturan zonasi yang berbeda.
Arahan pengelolaan Kawasan Rawan Bencana Alam yaitu :
a. Mewaspadai kegiatan gunung api, karena Kabupaten
Minahasa Selatan dilalui jalur gunung api yang masih aktif
yaitu Gunung Soputan
II. 28
Bappeda Minahasa Selatan| 2014
[RPJMD 2010 – 2015 Kab.
b. Lebih meningkatkan upaya penetapan kawasan Bahaya I dan
Bahaya II, bagi daerahdaerah yang sering terkena bencana
alam;
c. Melakukan upayaupaya perbaikan lingkungan serta
prasarana bagi daerah yang mengalami bencana;
d. Lebih memantapkan kawasankawasan yang sering
menimbulkan bencana (seperti erosi, longsor, banjir), dengan
membatasi kegiatan budidaya dan lebih menggembangkan
sebagai kawasan lindung.
e. Mewaspadai terjadinya gerakan tanah akibat gempa bumi,
dimana di Kabupaten Minahasa Selatan dilewati garis
sesar/patahan. Sedangkan Sulawesi Utara termasuk daerah
zona gempa pada kisaran resiko gempa sebesar 6.5 skala
richter. Pada daerah patahan dilakukan pengendalian
penataan bangunan dan pemanfaatan ruang sebagai langkah
mitigasi bencana.
f.
Pengelompokan daerah kerawanan bencana klasifikasi A, B
dan C sesuai Permen PU no 21 tahun 2007
Rincian kawasan rawan bencana :
Kawasan rawan bencana sebagaimana yang dimaksudkan
adalah kawasan yang sering berpotensi tinggi mengalami bencana
alam. Kawasan rawan bencana alam tersebar di wilayah
Kabupaten Minahasa Selatan meliputi :
a. Kawasan rawan bencana pada jalur sesar;
b. Kawasan rawan gerakan tanah/longsor ;
c. Kawasan rawan gelombang pasang/tsunami;
d. Kawasan rawan banjir.
a. Kawasan rawan bencana pada jalur sesar;
Kawasan rawan bencana jalur sesar dan amblesan yang
dimaksud adalah berada di sepanjang garis sesar desa Matani,
II. 29
Bappeda Minahasa Selatan| 2014
[RPJMD 2010 – 2015 Kab.
Popontolen, Lelema dan Munte (Kecamatan Tumpaan) dan
Kelurahan Buyungon, Lewet, Rumoong Bawah dan Ranoketang
Tua (Kecamatan Amurang) kemudian desa Tonde 1, Ranaan Baru 1
dan desa Toyopon (Kecamatan Motoling Barat), Desa Mokobang
(Modoinding), desa Temboan (Maesaan), desa Raraaten, Sion,
Pinaesaan (Tompaso Baru) dengan luas keseluruhan ± 2094,21
hektar;
Rencana pengelolaan kawasan rawan bencana pada jalur
sesar dan amblesan adalah :
a. Membebaskan jalur kiri dan kanan sesar selebar 250 m dan
melakukan penghijauan.
b. Mengarahkan pembangunan fisik dengan kostruksi
bersyarat/ketentuan khusus.
b. Kawasan rawan gerakan tanah/longsor ;
Kawasan rawan gerakan tanah/longsor yang dimaksud
ditetapkan dengan kriteria kawasan berbentuk lereng yang rawan
terhadap perpindahan material berupa batuan, bahan rombakan,
tanah, atau material campuran. Lahan yang memiliki kemiringan
lereng > 40% sangat berpotensi untuk terjadinya longsor. Kawasan
rawan longsor di Kabupaten Minahasa Selatan tersebar pada
kecamatan Tatapaan (Desa Raprap, Sondaken, Wawona,
Popareng, Wawontulap dan Paslaten), Kecamatan Tumpaan (Desa
Munte, Lelema