Profil Infeksi Luka Operasi di Bagian Bedah RSUP H. Adam Malik Periode Januari – Juni 2015

4

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Infeksi Luka Operasi
2.1.1. Definisi Infeksi Luka Operasi
Infeksi luka operasi adalah infeksi pada tempat didaerah luka setelah
tindakan bedah. infeksi luka operasi dibagi atas insisi superfisial (kulit dan
jaringan sekitar), insisi dalam (otot dan fasia), dan organ/ruang (Anaya dan
Dellinger, 2008).
Infeksi luka operasi adalah infeksi yang terjadi dalam kurun waktu 30 hari
setelah tindakan operasi jika tidak ada tindakan implantasi atau dalam kurun
waktu 1 tahun setelah tindakan operasi jika ada dilakukan implantasi dan infeksi
yang tampak ada hubunganya setelah dilakukan tindakan operasi (Gray dan
Hawn, 2007)
2.1.3. Klasifikasi Luka Operasi
Tabel 2.1 Klasifikasi Luka Operasi Menurut Derajat Kontaminasi
(Anaya dan Dellinger, 2008).

KELAS LUKA

Kelas I (bersih)

Kelas II (bersihterkontaminasi)

Kelas III

DEFENISI
Luka operasi yang tidak terinfeksi dimana tidak ada inflamasi
yang ditemukan dan infeksi tidak menembus respiratorius,
traktus gastrointestinalis dan traktus urogenitalis. Luka
ditutup dan bila perlu dikeringkan dengan drainage tertutup.
Luka operasi setelah trauma tumpul seharusnya termasuk
dalam kategori ini jika ditemukan kriteria tersebut.
Luka operasi yang menembus respiratorius, traktus
gastrointestinalis dan traktus urogenitalis namun masih dalam
kondisi yang terkendali dan tanpa kontaminasi yang
bermakna.
Luka akibat kecelakaan, tebuka dan masih segar.Ditambah,

Universitas Sumatera Utara


5

operasi dengan daerah kerusakan yang luas dengan teknik
steril atau tumpahnya cairan yang terlihat jelas dari traktus
gastrointestinalis dan insisional yang akut, inflamasi tidak
purulen yang ditemukan adalah termasuk dalam kategori ini.
Luka trauma yang sudah lama dengan mempertahankan
Kelas IV
(kotor/terinfeksi) jaringan yang dilemahkan dan itu meliputi adanya infeksi
klinikal atau perforasi viseral. Defenisi ini menyarankan
bahwa organisme penyebab infeksi paska operasi ada di
tempat operasi sebelum operasi.
(terkontaminasi)

2.1.3. Epidemiologi
Infeksi luka operasi menunjukan jenis infeksi yang paling sering terjadi di
negara berkembang, menurut literatur, kejadian infeksi luka operasi yaitu antara
1,2 - 23,6 per 100 tindakan operasi. Tingkat resiko yang lebih tinggi dari negara
berkembang dimana kejadian infeksi luka operasi rata-rata sekitar 2% – 3%

(WHO, 2010).
Study prevalensi baru-baru ini menemukan bahwa infeksi luka operasi
merupakan infeksi yang berhubungan dengan pelayanan kesehatan, dilaporkan
31% dari semua pasien rawat inap Healthcare-Associated Infection (HAI). Survey
prevalensi HAI CDC menemukan bahwa diperkirakan 157.500 infeksi luka
operasi berhubungan dengan pasien operasi rawat inap tahun 2011. NHSN data
selama 2006 – 2008 menunjukan kejadian infeksi luka operasi rata-rata 1,9%
(CDC, 2015).
Sementara kemajuan telah membuat praktek untuk mengontrol infeksi,
meliputi perbaikan ventilasi ruang operasi, metode sterilisasi, barrier, teknik
bedah dan pengadaan antimikroba propilaksis. Infeksi luka operasi masih
menyebabkan morbiditas, perpanjangan rawat inap, dan kematian. Tingkat
kematian akibat infeksi luka operasi yaitu 3% dan 75% kematian yang
berhubungan dengan infeksi luka operasi adalah kematian yang diakibatkan oleh
infeksi luka operasi tersebut secara langsung (CDC, 2015).

Universitas Sumatera Utara

6


2.1.4. Etiologi
Infeksi luka operasi berlanjut menjadi masalah yang rumit bagi ahli bedah
di zaman modern ini. Walaupun adanya kemajuan antibiotik, anestesi yang lebih
baik, peralatan yang unggul, masalah diagnosa bedah yang lebih awal dan
perbaikan teknik kewaspadaan post operasi, infeksi luka tetap terjadi. Meskipun
beberapa

menganggap

masalah

ini

hanya

sekedar

kencantikan,

itu


menggambarkan pengertian yang dangkal tetang masalah ini, yang mana
menyebabkan morbiditas dan bahkan kematian dan juga banyaknya biaya yang
dikeluarkan untuk biaya perawatan di rumah sakit (Kulaylat dan Dayton, 2008)
Banyak faktor penyebab terjadinya infeksi luka operasi. Faktor host juga
berkontribusi dalam perkembangan infeksi luka operasi. Infeksi luka operasi
disebabkan oleh kontaminasi bakteri dari tempat bedah, yang mana dapat terjadi
dengan berbagai cara diantaranya: kerusakan dinding viskus berongga, bakteri
flora normal pada kulit, dan teknik bedah steril yang buruk sehingga dapat
menyebabkan kontaminasi eksogen dari tim bedah, perlatan, atau lingkungan
sekitar (Kulaylat dan Dayton, 2008).
Faktor bakteri termasuk virulensi dan jumlah bakteri ditempat bedah.
Keparahan infeksi dipengaruhi oleh toksin yang dihasilan oleh mikroorganisme
dan kemampuan untuk resisten terhadap fagosit dan juga perusakan intrasel.
Mengenal mikrobiologi penyebab infeksi luka operasi adalah penting untuk
menentukan terapi empirik untuk mengatasi infeksi pasien secara spesifik. (Anaya
dan Dellinger, 2008).

Universitas Sumatera Utara


7

Tabel 2.2 Patogen yang Diisolasi dari Infeksi Luka Operasi di Rumah Sakit
Universitas (Weiss et al, 1999).
Patogen
Staphylococcus (koagulase negatif)
Enterococcus (grupn D)
Staphylococcus aureus
Candida albicans
Escherichia coli
Pseudomonas aeruginosa
Corynebacterium
Candida (non-albicans)
Α-Hemolytic Streptococcus
Klebsiella pneumoniae
Vancomysin-resisten Enterococcus
Enterobacter cloacae
Citrobacter species

Persentase

25,6
11,5
8,7
6,5
6,3
6,0
4,0
3,4
3,0
2,8
2,4
2,2
2,0

2.1.5. Faktor Resiko Infeksi Luka Operasi
Banyak faktor resiko penyebab infeksi luka operasi, faktor tersebut dapat
dibagi menjadi tiga bagian diantarnya: faktor mikroorganisme yang kontak selama
tindakan bedah, Faktor luka lokal, dan faktor pasien (Beilman dan Dunn, 2015).
Tabel 2.3 Faktor Resiko Infeksi Luka Operasi Menurut Tiga Faktor Utama
Penyebab Infeksi (Anaya dan Dellinger, 2008; Beilman dan Dunn, 2015).

Mikroorganisme
Rawat inap
berkepanjangan
Sekresi Toksin
Jumlah bakteri,
virulensi, resisten
antibakteri
Lamanya tindakan
bedah
Rawat inap sebelumnya
Kelas luka
Terapi antibiotik
sebelumnya
Potong rambut

Faktor Luka Lokal

Faktor Pasien

Teknik pembedahan


Usia

Hematoma/seroma
Nekrosis

Imunosupresan
Steroid

Jahitan

Obesitas

Saluran (drains)
Benda asing
Kontaminasi peralatan

Malignansi
Malnutrisi
Faktor komorbid

Tranfusi

Universitas Sumatera Utara

8

Merokok
Oksigen
Temperatur
Anemia
Gagal ginjal

Faktor bakteri merupakan faktor yang paling menentukan terjadinya
infeksi luka operasi, faktor tersebut meliputi virulensi dan jumlah bakteri di
tempat operasi. Infeksi akan semakin berat oleh karena beberapa bakteri dapat
menghasilkan toksin, kemampuan bertahan terhadap fagosit dan kemampuan
merusak intrasel. Selain itu derajat kelas luka, teknik aseptik dan antiseptik yang
digunakan, rawat inap pra-operasi yang lama dan lama tindakan bedah
meningkatkan jumlah bakteri dan tingkat kejadian infeksi luka operasi (Anaya dan
Dellinger, 2008).

Faktor luka operasi meliputi tindakan operasi yang menginvasi, ahli bedah
khusus dan teknik pembedahan. Faktanya bahwa tindakan operasi yang merusak
mekanisme pertahanan barrier dasar seperti kulit dan mukosa gastrointestinal
yang merupakan faktor jelas terhadap kejadian infeksi luka operasi. Teknik bedah
yang baik, menata jaringan sebaik mungkin, melakukan jahitan, drainase dan
menghindari benda asing berdasarkan indikasi yang adekuat adalah cara yang
paling baik untuk menghindari infeksi luka operasi (Anaya dan Dellinger, 2008).
Faktor pasien yaitu meliputi usia, imunosupresan, steroid, malignansi,
obesitas, tranfusi perioperasi, merokok, diabetes, penyakit berat lainnya,
malnutrisi dan lain sebagainya. Faktor pasien memainkan peran penting terhadap
infeksi luka operasi (Anaya dan Dellinger, 2008).
Usia muda dan usia tua berhubungan dengan penurunan resistensi tubuh
terhadap infeksi kondisi ini lebih diperberat bila penderita menderita penyakit
kronis seperti tumor, anemia, leukemia, diabetes mellitus, gagal ginjal, SLE dan
AIDS. Keadaan-keadaan ini akan meningkatkan toleransi tubuh terhadap infeksi
dari kuman yang semula bersifat opportunistik. Obat-obatan yang bersifat

Universitas Sumatera Utara

9

immunosupresif dapat menurunkan pertahanan tubuh terhadap infeksi (Babb, JR.
Liffe, AJ, 1995).
Bayi mempunyai pertahanan yang lemah terhadap infeksi, lahir
mempunyai antibodi dari ibu, sedangkan sistem imunnya masih imatur. Dewasa
muda sistem imun telah memberikan pertahanan pada bakteri yang menginvasi.
Pada usia lanjut, karena fungsi dan organ tubuh mengalami penurunan, sistem
imun juga mengalami perubahan. Peningkatan infeksi nosokomial juga sesuai
dengan umur dimana pada usia >65 tahun kejadian infeksi tiga kali lebih sering
daripada usia muda (Purwandari, 2006).
Tingkat infeksi luka operasi secara signifikan lebih tinggi pada pasien laki
– laki dari pada perempuan. Hal ini dikarenakan pada laki – laki banyak terdapat
faktor resiko seperti merokok dan HIV. Penelitian sebelumnya telah menunjukan
bahwa pasien dengan penyakit pre-morbid, seperti diabetes mellitus adalah yang
memiliki resiko paling tinggi terjadinya infeksi luka operasi oleh karena
rendahnya immunitas (Mawalla et al., 2011).
2.1.6. Penilaian yang Digunakan Untuk Infeksi Luka Operasi
Infeksi luka operasi paling sering terjadi 5 – 6 hari setelah operasi tetapi
mungkin saja berkembang lebih cepat atau lebih lambat dari pada itu. Sekitar 80%
- 90%

dari semua infeksi post-operasi yang terjadi dalam 30 hari setelah

dilakukan operasi. Dengan bertambahnya pasien operasi rawat jalan dan
mengurangi lamanya rawat inap, 30% sampai 40% menunjukan berkurangnya
luka infeksi setelah keluar dari rumah sakit (Kulaylat dan Dayton, 2008).
Infeksi luka operasi insisi superfisial dan insisi dalam ditandai oleh
eritema, tenderness, edema, dan terkadang ada pengeringan (drains). Luka sering
halus dan tidak rata pada sisi yang terinfeksi. Pasien juga dapat mengalami
leukositosis dan demam ringan. Menurut The Joint Commission on Accreditation
of Healthcare Organizations, luka bedah disebut terinfeksi bila menemukan

kriteria berikut :

Universitas Sumatera Utara

10

1. Keluar material purulen yang jelas terlihat dari luka
2. Luka terbuka secara spontan dan keluar cairan yang purulen
3. Luka mengalirkan cairan dimana hasil kultur bakteri positif dan pewarnaan
gram positif.
4. Ahli bedah mencatat adanya eritema dan pengeringan (drainage) dan
membuka luka setelah menganggap terinfeksi (Kulaylat dan Dayton, 2008).
Kriteria untuk mendiagnosa infeksi luka operasi menurut CDC dibagi
menjadi tiga yaitu: infeksi luka operasi insisional superficial, infeksi luka operasi
insisional dalam, dan infeksi luka operasi organ/ruang.

a. Infeksi Luka Operasi Insisional Superfisial
Merupakan infeksi yang terjadi pada waktu 30 hari setelah operasi dan infeksi
tersebut hanya melibatkan kulit dan jaringan subkutan pada tempat insisi dengan
setidaknya ditemukan salah satu tanda sebagai berikut :
1. Terdapat cairan purulen
2. Ditemukan kuman dari cairan atau tanda dari jaringan superfisial
3. Terdapat minimal satu dari tanda-tanda inflamasi
4. Dinyatakan oleh ahli bedah atau dokter yang merawat

b. Infeksi Luka Operasi Insisional Dalam
Merupakan infeksi yang terjadi dalam waktu 30 hari paska operasi jika tidak
menggunakan implan atau dalam kurun waktu 1 tahun jika terdapat implan dan
infeksi tersebut memang tampak berhubungan dengan operasi dan melibatkan
jaringan yang lebih dalam ( contoh, jaringan otot atau fasia ) pada tempat insisi
dengan setidaknya terdapat salah satu tanda :
1. Keluar cairan purulen dari tempat insisi
2.Dehidensi dari fasia atau dibebaskan oleh ahli bedah karena ada tanda inflamasi
3. Ditemukannya adanya abses pada reoperasi, patologi anatomi atau radiologis

Universitas Sumatera Utara

11

4. Dinyatakan infeksi oleh ahli bedah atau dokter yang merawat
c. Infeksi Luka Operasi Organ/Ruang
Merupakan infeksi yang terjadi dalam waktu 30 hari paska operasi jika tidak
menggunakan implan atau dalam kurun waktu 1 tahun jika terdapat implan dan
infeksi tersebut memang tampak berhubungan dengan operasi dan melibatkan
suatu bagian anotomi tertentu (contoh, organ atau ruang) pada tempat insisi yang
dibuka atau dimanipulasi pada saat operasi dengan setidaknya terdapat salah satu
tanda :
1. Keluar cairan purulen dari drain organ dalam
2. Didapat isolasi bakteri dari organ dalam
3. Ditemukan abses
4. Dinyatakan infeksi oleh ahli bedah atau dokter (Mangram A.J. et al., 1999).
2.1.7. Pencegahan Infeksi Luka Operasi
Pencegahan infeksi luka operasi harus dilakukan supaya tidak terjadi hal
berikut ini: lamanya rawat inap, peningkatan biaya pengobatan, terdapat resiko
kecacatan dan kematian, dan dapat mengakibatkan tuntutan pasien. Pencegahan
itu sendiri harus dilakukan oleh pasien, dokter dan timnya, perawat kamar operasi,
perawat ruangan, dan oleh nosocomial infection control team (Hidajat, 2009).
Pencegahan infeksi pada pasien yang mengalami tindakan bedah elektif
atau yang terluka merupakan hal terpenting yang perlu diperhatikan untuk
perawatan pasien yang berkualitas. Kebanyakan infeksi luka operasi terkontak
secara langsung dengan flora normal yang ada pada pasien, oleh karena itu
persiapan kulit yang baik itu penting dilakukan sebelum tindakan operasi.
Pencegahan dengan cara mengurangi waktu tindakan operasi dan menjaga suhu
normotermia selama tindakan juga menunjukan pengurangan tingkat kejadian
infeksi luka operasi yang signifikan. Teknik bedah yang baik juga berperan
penting dalam mengurangi infeksi luka operasi. Selain itu lingkungan tempat
operasi juga berkontibusi terhadap terjadinya infeksi luka operasi. Lingkungan
tersebut termasuk peralatan, suhu, ventilasi, ahli bedah, dan personil ruang

Universitas Sumatera Utara

12

operasi, pakaian di ruang operasi dan penggunaan teknik aseptik dibuat untuk
mengurangi sumber kontaminasi (Garrison, N.R. et al, 2013).
Prinsip pencegahan infeksi luka operasi yaitu dengan:
a. Mengurangi faktor pasien yang menyebabkan infeksi
b. Mencegah adanya transmisi mikroorganisme dari petugas, lingkungan,
instrumen dan pasien itu sendiri.
Hal diatas dilakukan sesuai dengan waktu pelaksanaan yaitu pra operatif,
intra operatif, ataupun paska operatif. Resiko infeksi luka operasi dapat
diturunkan terutama pada operasi terencana dengan cara memperhatikan
karakteristik pasien yaitu umur, adanya diabetes, kebiasaan merokok, obesitas,
adanya infeksi pada bagian tubuh lain, adanya kolonisasi bakteri, penurunan daya
tahan tubuh, dan lamanya prosedur operasi (Hidajat, 2009).
Pencegahan dapat diklasifikasikan menurut tiga faktor penyebab infeksi
luka (faktor mikroorganisme, faktor luka lokal dan faktor pasien) dan tahap
pelaksanaan operasi (Pre operatif, intra operatif dan paska operatif) lihat pada
tabel 2.4.

Tabel 2.4 Pencegahan Infeksi Luka Operasi (Anaya dan Dellinger, 2008).
TAHAP

FAKTOR INFEKSI LUKA OPERASI

PELAKSANAAN Mikroorganisme
Pre-operatif

Intra operatif

-Waktu rawat inap
yang singkat
-Penggunaan
antiseptik preoperatif
-Pencukuran
rambut bila
mengganggu
operasi
-Antibiotik
profilaksis
-Asepsis dan
antisepsis

Lokal

Pasien

-Pencukuran
rambut bila
menganggu
operasi

-Mengoptimalkan
nutrisi
-Penghangatan
pre-operasi
-Kontrol kenaikan
glukosa
-Berhenti merokok

Teknik operasi:
-Hematoma/
seroma
-Perfusi yang
baik

-Oksigen tambahan
-Penghangatan
intra operasi
-Resusitasi yang
adekuat

Universitas Sumatera Utara

13

Pasca-operatif

-Melindungi insisi
selama 48 – 72
jam
-Memindahkan
drain sesegera
mungkin
-Mencegah
bakterimia paska
operasi

-Debridemen
yang baik
-Dead space
-Benang
monofilamen
-Penggunaan
drain yang
baik(tertutup)
-Membatasi
penggunaan
benang /
benda asing
Menunda
Penutupan awal
ketika
diindikasikan
-Gaun paska
operasi selama
48 – 72 jam

-Kontrol kenaikan
glukosa

-Nutrisi awal
secara enteral
-Oksigen tambahan
-Kontrol kenaikan
glukosa
-Program
pengawasan

Pada tahap pra operatif, beberapa hal berikut ini mempengaruhi kejadian
infeksi luka operasi, yaitu :
1. Klasifikasi luka operasi :
a. Kelas I (bersih)
b. Kelas II (bersih-terkontaminasi)
c. Kelas III (terkontaminasi)
d. Kelas IV (kotor/terinfeksi)
Pada kejadian fraktur dapat ditentukan dari derajat fraktur itu sendiri,
apakah grade I, II, atau III
2. Lama operasi
3. Apakah operasi terencana atau emergensi
Perawatan pra operatif perlu dilakukan untuk pencegahan infeksi luka
operasi, pencukuran rambut bila mengganggu operasi, cuci dan bersihkan daerah

Universitas Sumatera Utara

14

sekitar tempat insisi dengan antiseptik pada kulit secara sirkuler ke arah perifer
yang harus cukup luas (Hidajat, 2009).
Pemberian antibiotik profilaksis terbukti mengurangi kejadian infeksi luka
operasi dan dianjurkan untuk tindakan dengan resiko infeksi yang tinggi seperti
pada infeksi kelas II dan III. Antibiotik profilaksis juga diberikan jika
diperkirakan akan terjadi infeksi dengan resiko yang serius seperti pada
pemasangan implan, penggantian sendi, dan operasi yang lama. Pemberian
antibiotik profilaksis harus mempertimbangkan kemungkinan terjadinya alergi,
resistensi bakteri, superinfeksi, interaksi obat, dan biaya (Hidajat, 2009).
Hal yang perlu diperhatikan selain hal diatas, pada saat operasi yaitu
mengenai scrub suits, tindakan antisepsis pada lengan tim bedah, gaun operasi
dan drapping (Hidajat, 2009).
Pada tahap intra operatif, bahwa semakin lama operasi berlangsung resiko
infeksi semakin tinggi, tindakan yang mengakibatkan terbentuknya jaringan
nekrotik harus dihindarkan, kurangi dead space, pencucian luka operasi harus
dilakukan dengan baik dan bahan yang digunakan untuk jahitan harus sesuai
kebutuhan seperti bahan yang mudah diserap atau monofilamen (Hidajat, 2009).
Paska operasi, pada tahap ini yang perlu diperhatikan adalah perawatan
luka insisi dan edukasi pasien. Perawatan luka insisi berupa penutupan secara
primer dan dressing yang steril selama 24-48 jam paska operasi. Dressing luka
insisi tidak dianjurkan lebih dari 48 jam pada penutupan primer. Tangan harus
dicuci sebelum dan sesudah penggantian dressing. Jika luka dibiarkan terbuka
pada kulit, maka luka tersebut harus ditutup dengan kassa lembab dengan dressing
yang steril (Hidajat, 2009).

Universitas Sumatera Utara