Pola Kuman dan Uji Sensitivitas Pasien Infeksi Luka Operasi Bedah Digestif RSUP H. Adam Malik Medan Periode Januari-Juni 2015

4



BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Infeksi Luka Operasi (ILO)

2.1.1

Definisi dan Kriteria
Menurut Centers for Disease Control and Prevention (CDC) pada tahun

2015, infeksi luka operasi dibagi atas tiga jenis, yaitu:
a.

ILO Superfisial
Infeksi dengan jenis superfisial terjadi dalam 30 hari setelah tindakan


operasi dimana infeksi hanya meliputi kulit dan jaringan subkutan

yang

memiliki minimal satu dari kriteria dibawah :
1. Drainase purulen berasal dari insisi superfisial dengan atau tanpa
konfirmasi laboratorium.
2. Organisme yang diisolasi dari kultur cairan asepsis berasal dari
jaringan pada insisi superfisial.
3. Muncul salah satu dari gejala klinis berikut: nyeri, pembengkakan
yang terlokalisir, kemerahan (insisi superfisial dibuka dengan sengaja
oleh dokter bedah kecuali jika hasil kultur insisi adalah negatif).
4. Diagnosis mengenai ILO superfisial dikemukakan oleh dokter atau
dokter bedah.
b.

ILO Insisi Dalam
Infeksi dengan insisi dalam terjadi dalam 30 hari setelah tindakan operasi


dengan kondisi tidak ada implan yang tertinggal, atau jika dalam satu tahun
implan tidak diangkat dan infeksi yang muncul berkaitan dengan tindakan
operasi meliputi jaringan lunak bagian dalam (contoh: otot, wajah) dari insisi
dan memiliki minimal salah satu dari kriteria dibawah :
1. Drainase purulen berasal dari insisi dalam namun tidak dari komponen
organ yang berkaitan dengan operasi.
2. Insisi dalam secara sengaja dilakukan oleh dokter bedah ketika pasien
mengalami salah satu dari gejala klinis berikut: demam (>380C), nyeri
yang terlokalisir kecuali jika hasil kultur dari insisi adalah negatif.

Universitas Sumatera Utara

5



3. Suatu abses atau bukti lain mengenai infeksi yang meliputi insisi
dalam ditemukan ketika pemeriksaan langsung, saat pengerjaan
operasi kembali, atau pada saat operasi histopatologi maupun
pemeriksaan radiologi.

4. Diagnosis mengenai ILO insisi dalam ditegakkan oleh dokter atau
dokter bedah.
c.

ILO Organ
ILO organ terjadi dalam 30 setelah tindakan operasi dengan kondisi tidak

adanya implan yang tertinggal, atau dalam jangka waktu satu tahun implan
tidak diangkat namun gejala infeksi muncul berkaitan dengan tindakan operasi
dan meliputi bagian anatomi (contoh: organ) namun tidak dari insisi yang
dibuka selama tindakan operasi, dan memiliki minimal salah satu dari kriteria
dibawah:
1. Drainase purulen berasal dari tempat dimana sebelumnya terdapat luka
tusukan organ ketika tindakan operasi.
2. Organisme yang diisolasi dari kultur cairan asepsis berasal dari
kelenjar di dalam organ.
3. Munculnya abses atau gejala infeksi lainnya yang meliputi organ,
ditemukan saat pemeriksaan langsung, saat tindakan operasi kembali,
atau saat operasi histopatologi maupun pemeriksaan radiologi.
4. Diagnosis mengenai ILO organ dikemukakan oleh dokter atau dokter

bedah.

2.1.2

Etiologi
Bakteri penyebab timbulnya ILO disimpulkan berdasarkan jenis

operasinya sebagai berikut:

Universitas Sumatera Utara

6



Tabel 2.1 Bakteri Penyebab ILO Berdasarkan Prosedur Operasi
No.

Prosedur


Organisme ILO yang Dilaporkan

1

Apendiktomi

Escherichia coli
Klebsiella pneumonia
Streptococci lainnya
Bakteri anaerob

2

Kolesistektomi

Escherichia coli
Enterobater spp

3


Herniorrhaphy

Staphylococci koagulase negatif

4

Operasi pada saluran empedu,

Klebsiella pneumonia

hati dan pankreas

Escherichia coli

Operasi pada kolon

Escherichia coli

5


Bakteri anaerob
Metichillin sensitive Staphylococcus
aureus (MSSA)
Pseudomonas spp
Staphylococci koagulase negatif
Enterococcus spp
Klebsiella spp
6

Operasi pada usus kecil

Klebsiella pneumonia
MSSA
Coliform spp

7

Laparotomi

Acinetobacter spp

Bakteri anaerob
Streptococci lainnya

8

Sistem integumen lainnya

Proteus spp
Enterococci spp
Staphylococci koagulase negatif
Escherichia coli

9

Endokrin

Staphylococci koagulase negatif

10


Bedah digestif lainnya

MSSA
Coliform spp
Enterococci spp

Sumber : (Wexford General Hospital, 2008)

Universitas Sumatera Utara

7



2.1.3

Jenis Luka Operasi
Semakin terkontaminasi suatu luka operasi, maka kemungkinan untuk

berlanjut menjadi ILO akan semakin besar, hal ini bisa dilihat dari salah satu

penelitian pada pasien pascaoperasi di RS Universitas Aga Khan di Kota Nairobi,
Kenya dimana insidensi ILO pada pasien dengan luka operasi bersih adalah 5.5%,
meningkat pada pasien dengan luka operasi bersih terkontaminasi yaitu 8.8%, lalu
pasien dengan luka operasi terkontaminasi 20%, dan insidensi terbanyak dengan
persentase 29.9% yaitu pada pasien dengan luka kotor terinfeksi (Victor et al.,
2013).
Laporan lain mengenai angka terjadinya ILO menunjukan penderita ILO
sebanyak 61.5% pada operasi dengan durasi lebih dari dua jam dan 38.5%
penderita pada operasi kurang dari dua jam. Hal ini menunjukan adanya pengaruh
durasi operasi terhadap kejadian ILO (Haryanti et al., 2013). Selain dari lamanya
durasi operasi, semakin minimal invasi pada tindakan operasi akan semakin
mengurangi terjadinya ILO dibandingkan dengan operasi terbuka (Pal dan
Guhathakurta, 2012).
Berikut adalah pengertian dari masing–masing jenis luka operasi yang
sudah disebutkan sebelumnya:
a.

Class I/Clean (Bersih)
Luka operasi bersih adalah luka operasi yang tidak terinfeksi atau tidak


ditemukannya suatu inflamasi pada sistem respirasi, sistem pencernaan, alat
genital, maupun saluran kemih. Luka operasi bersih harus tertutup dan
dilakukan drainase dengan drainase tertutup jika diperlukan. Luka insisi
operasi yang dilakukan tanpa trauma penetrasi (tumpul) tergolong ke dalam
kategori ini jika kriterianya sesuai (Mangram et al., 1999).
b.

Class II/Clean-Contaminated (Bersih-Terkontaminasi)
Luka operasi bersih-terkontaminasi adalah luka operasi pada sistem

respirasi, sistem pencernaan, alat genital, maupun saluran kemih yang terjadi
secara direncanakan dan tanpa kontaminasi. Secara lebih spesifik, jenis dan
teknik operasi yang dikerjakan berkaitan dengan saluran empedu, apendiks,

Universitas Sumatera Utara

8



vagina, dan orofaring termasuk kedalam kategori luka operasi ini namun pada
luka tidak ditemukan tanda infeksi (Mangram et al., 1999).
c.

Class III/Contaminated (Terkontaminasi)
Luka operasi terkontaminasi adalah luka terbuka yang terjadi secara tidak

direncanakan dan ditemukannya inflamasi nonpurulen pada tindakan operasi
yang dimulai dengan teknik yang steril (Mangram et al., 1999).
d.

Class IV/Dirty-Infected (Kotor-Terinfeksi)
Luka operasi kotor-terinfeksi adalah luka trauma tua dengan adanya

kelemahan jaringan, dan luka pada operasi yang meliputi munculnya gejala
infeksi maupun adanya perforasi organ internal. Definisi ini mengarahkan
bahwa organisme yang menyebabkan infeksi luka operasi sudah ada pada area
operasi sebelum tindakan operasi dimulai (Mangram et al., 1999).

500

20

400

15

300
10
200

ILO (%)

Jumlah tindakan operasi

ILO Berdasarkan Luka Operasi

5

100
0

0
Bersih

Bersih
terkontaminasi

Terkontaminasi

Kotor terinfeksi

Luka operasi
Jumlah tindakan operasi

ILO (%)

Gambar 2.1 Angka ILO berdasarkan kelas operasi (Wexford General Hospital,
2008)
Menurut penelitian pada tahun 2008 di RSU Wexford, pada 324 prosedur
operasi dengan luka operasi bersih, presentase terkecil diantara seluruh jenis luka
operasi yaitu 2.2% prosedur operasi berujung dengan ILO. Sedangkan 4.3%
kejadian ILO terjadi pada luka operasi bersih-terkontaminasi, 11.2% pada luka
terkontaminasi, dan 15.6% pada luka kotor-terinfeksi. Distribusi kasus ini seperti

Universitas Sumatera Utara

9



yang tertera pada gambar di atas memperjelas signifikansi angka kejadian ILO
pada masing – masing jenis luka operasi (Wexford General Hospital, 2008).

2.1.4

Penatalaksanaan ILO
Menurut Brooks dalam Amelia (2011) infeksi pada luka operasi

menandakan infeksi yang timbul karena prosedur operasi dimana tindakan
tersebut dilakukan di rumah sakit. Oleh karena itu, pada umumnya kuman
penyebab infeksi ini banyak yang sudah resisten terhadap antibiotik. Penanganan
infeksi tidak harus menunggu hingga hasil kultur keluar. Pasien dapat diberikan
antibiotik golongan betalaktam antara lain cephalosporin, cefoperazone (cefobid)
IM/IV setiap 12 jam (Amelia, 2011).

2.1.5

Pencegahan ILO
Beberapa organisasi yang bergerak di bidang medis, salah satunya

Surgical Care Improvement Project (SCIP) pada tahun 2003 melaporkan tentang
pengurangan kejadian ILO seperti di bawah ini (tiga langkah pertama merupakan
langkah terpenting dalam pencegahan):
1. Antibiotik profilaksis diberikan satu jam sebelum insisi operasi, atau
dalam dua jam jika pasien sedang menerima pemberian vancomycin atau
fluoroquinolones.
2. Pasien diberikan antibiotik profilaksis yang sesuai dengan prosedur yang
spesifik.
3. Gula darah pascaoperasi terkontrol (200 mg/dL atau kurang) pada pasien
operasi kardio.
4. Penyingkiran rambut pada area insisi operasi yang sesuai.
5. Pasien operasi colorectal harus dalam suhu badan normal pada 15 menit
pasca operasi di luar ruangan operasi.
(Salkind dan Kavitha, 2011)

Universitas Sumatera Utara

10



Tabel 2.2 Profilaksis Antimikroba Sesuai Dengan Jenis Operasi
Jenis Operasi
Traktus gastrointestinal bagian atas

Indikasi
Gastro-duodenal (risiko tinggi) :
-

Obstruksi

-

Perdarahan

-

Ulkus lambung

-

Keganasan

-

H2 Blocker

-

Proton pump inhibitor

-

Obesitas

-

Gastric Bypass

-

Endoskopi gastrotomi secara

Jenis Obat
-

iv Cefuroxime 1.5g
“atau”

-

iv Amoxicillinclavulanate 1.2g

perkutan
-

Operasi esophagus dengan
manipulasi faring

-

iv Cefuroxime 1.5 g

-

iv Cefazolin 1g +/Metronidazole 500mg

Hepato-Billiary System

Laparoskopi

Operasi kantung empedu

Risiko tinggi

-

iv Cefuroxime 1.5g + iv

-

Usia>70 years

Metronidazole 500 mg

-

Kolesistitis akut/Pankreatitis

“atau”

-

Obstruksi jaundice

-

Batu empedu

-

Obesitas

-

Kolangiogram intraoperatif

-

Kebocoran cairan empedu

-

Kehamilan

-

Imunosupresi

-

Terdapat perangkat prostetik

-

Perubahan tindakan

-

iv Amoxicillinclavulanate 1.2 g

laparoskopi menjadi
laparotomi
Endoscopic Retrograde

Obstuksi bilier

-

Cholangiopancreatography (ERCP)

po Ciprofloxacin 500-750
mg 2 jam sebelum
prosedur “atau”

-

iv Tacozin 4.5 g 1 jam
sebelum operasi

Apendiktomi
-

iv Cefuroxime 1.5 g + iv
Metronidazole 500mg
“atau”

-

iv Amoxicillin-

Universitas Sumatera Utara

11



clavulanate 1.2g
Kolorektal

Kebanyakan prosedur

Parenteral

memerlukan profilaksis

-

parenteral atau oral

iv Cefuroxime 1.5g + iv
Metronidazole 500mg
“atau”

-

iv Amoxicillinclavulanate 1.2g
Oral

-

po Neomycin dan
Erythromycin base 1g
3x1, 1 hari sebelum
operasi

Sumber : (Scientific Committee on Infection Control and Infection Control
Branch, Centre for Health Protection, Department of Health, 2009)

Tujuan pemberian antibiotik profilaksis pada kasus pembedahan antara
lain untuk menurunkan angka kejadian ILO, penurunan morbiditas dan mortalitas
pascaoperasi, penghambatan munculnya flora normal resisten, dan meminimalkan
biaya pelayanan kesehatan. Selain itu, pemberian antibiotik profilaksis
diindikasikan terhadap jenis operasi bersih dan bersih-terkontaminasi (Permenkes,
2011).
Pemberian antibiotik untuk profilaksis menurut Permenkes pada tahun
2011, yaitu berdasarkan:
1.

Sesuai dengan sensitivitas dan pola bakteri pathogen terbanyak pada kasus
yang bersangkutan.

2.

Spektrum sempit untuk mengurangi risiko resistensi bakteri.

3.

Toksisitas rendah

4.

Tidak menimbulkan reaksi merugikan terhadap pemberian obat anastesi.

5.

Bersifat bakterisidal.

6.

Harga terjangkau.

Pemberian antibiotik menggunakan sefalosporin generasi I-II untuk
profilaksis bedah, namun pada kasus tertentu yang dicurigai melibatkan bakteri
anaerob dapat ditambahkan metronidazole. Antibiotik sefalosporin generasi III-

Universitas Sumatera Utara

12



IV, antibiotik golongan karbapenem dan golongan kuinolon tidak dianjurkan
untuk profilaksis bedah (Permenkes, 2011).
Antibiotik diberikan secara intravena dan diberikan ≤ 30 menit sebelum
insisi kulit, idealnya diberikan pada saat induksi anastesi. Dosis ulangan dapat
diberikan atas indikasi perdarahan lebih dari 1500 ml atau operasi berlangsung
lebih dari 3 jam (Permenkes, 2011).

2.2

Langkah-Langkah Identifikasi Bakteri ILO

2.2.5

Pengambilan Spesimen
Spesimen yang layak dan proses pengangkutan dan penyimpanan dari

spesimen adalah bagian terpenting yang wajib diperhatikan, yaitu pada
pengambilan spesimen di bawah:
1.

Abses
Ketika suatu abses ditemukan, dokter bedah dan dokter mikrobiolgi harus

bekerjasama dalam penentuan hal yang harus dilakukan. Teknik dalam
pengambilan pus dan bagian dari dinding abses dilakukan dalam prosedur
operasi. Syringe dan jarum digunakan untuk mengaspirasi sebanyak mungkin
material purulen yang dipindahkan secara asepsis ke kontainer steril. Jika
kontainer tidak tersedia maka spesimen dibiarkan di dalam syringe dan segera
dibawa ke laboratorium mikrobiolgi (Vandepitte et al., 2003).
2.

Eksudat
Akumulasi cairan yang tidak normal di dalam tubuh seperti pada rongga

pleura, persendian, dan rongga peritoneum membutuhkan prosedur operatif
untuk dilakukannya aspirasi material yang tarakumulasi ke dalam kontainer
steril untuk segera dibawa ke laboratorium mikrobiologi dan laboratorium
sitology (Vandepitte et al., 2003).

2.2.2
1.

Evaluasi Makroskopik
Warna

Pus memiliki macam warna seperti hijau-kuning hingga cokelat-merah. Warna
merah menandakan adanya campuran dari darah ataupun haemoglobin. Aspirasi

Universitas Sumatera Utara

13



dari abses liver memiliki konsistensi seperti agar-agar dan berwarna cokelat tua
hingga cokelat-kekuningan. Pus pada ILO ataupun luka trauma bisa berwarna
biru-hijau karena adanya pigmen pyocanin yang diproduksi oleh Pseudomonas
aeruginosa (Vandepitte et al., 2003).
2.

Konsistensi

Konsistensi pada pus bervariasi, salah satunya seperti cairan keruh yang sangat
tebal dan lengket. Eksudat yang diaspirasi dari persendian, rongga pleura, kantung
prikardium, dan rongga abdomen pada umumnya adalah cair, dengan banyak
kemungkinan adanya peralihan antara eksudat serius dan pus (Vandepitte et al.,
2003).
3.

Bau

Bau yang pekat adalah salah satu karakteristik paling sering pada infeksi bakteri
anaerob maupun bakteri aerob-anaerob. Hasil pengamatan bau pada spesimen
sekaligus dengan hasil pemeriksaan gram-nya harus dilaporkan pada klinisi untuk
membantu penentuan antimikroba yang tepat, juga membantu diperlukan atau
tidaknya kultur anaerob (Vandepitte et al., 2003).

2.2.3

Evaluasi Mikroskopik
Evaluasi mikroskopik pada penelitian dengan menggunakan pewarnaan

gram. Hal yang harus diperhatikan pada pemeriksaan ini menurut Vandepitte dan
kawan-kawan pada tahun 2003 adalah :
-

Polymorphonuclear granulocytes (pus cells).

-

Kokus gram positif yang berkelompok (mengindikasikan staphylococci).

-

Kokus gram positif yang berantai (mengindikasikan streptococci atau
enterococci).

-

Gram negatif berbentuk batang (Escherichia coli, Klebsiella, etc.), dan
Enterobacteriaceae (Proteus, Serratia, etc.), batang tidak terfermentasi
(Pseudomonas spp.), ataupun obligat anaerob (Bacteroides spp.).

-

Batang lebar gram positif dengan akhir persegi mengindikasikan
Clostridium perfringens, yang merupakan agen dari gangrene, ataupun
Bacillus antrachis, agen dari antraks.

Universitas Sumatera Utara

14



-

Bakteri pleomorphic campuran yang sangat berat termasuk Streptococci,
batang gram positif dan gram negatif dari berbagai macam ukuran,
termasuk batang fusiform; diindikasikan sebagai flora anaerobik
campuran kultur.
Ketika bakteri terlihat pada pemeriksaan mikroskopik, maka kultur yang

tepat harus segera dilakukan. Terlepas dari hasil mikroskopis, seluruh spesimen
dari pus maupun eksudat harus diinokulasi kedalam sedikitnya tiga media kultur
yaitu:
-

Blood agar untuk isolasi staphylococci dan streptococci.

-

MacConkey agar untuk isolasi bakteri basil gram negatif.

-

Tabung kaldu yang dapat menyajikan medium dengan nutrisi yang cukup
untuk bakteri aerob seperti thioglycollate atau media daging matang.

Universitas Sumatera Utara