Pelaksanaan Perjanjian Pemborongan Pekerjaan Antara PT.PLN (Persero) dengan CV.Carmel dalam Hal Penyeimbangan Beban Trafo (Studi pada PT.PLN (Persero) Area Payakumbuh)

(1)

BAB II

TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN PEMBORONGAN PEKERJAAN

A. Pengertian Perjanjian Pemborongan Pekerjaan

Buku III KUH Perdata berjudul “Perihal Perikatan”. Perkataan “perikatan” (verbintenis) mempunyai arti yang lebih luas dari kata “perjanjian”, sebab dalam Buku III itu, diatur juga perihal hubungan hukum dan perihal perikatan yang timbul dari pengurusan kepentingan orang lain yang tidak berdasarkan persetujuan. Tetapi sebagian besar dari Buku III diajukan pada perikatan-perikatan yang timbul dari persetujuan atau perjanjian. Jadi berisikan hukum perjanjian.10

Perjanjian perburuhan menurut pasal 1601 a dinyatakan bahwa: “Perjanjian dengan mana pihak yang satu, si buruh, mengikatkan dirinya untuk di

Bentuk perjanjian melakukan pekerjaan termasuk dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Buku III Bab VII A pada Pasal 1601. Pasal tersebut dinyatakan bahwa:

“Selain Perjanjian-perjanjian untuk melakukan sementara jasa-jasa, yang diatur oleh ketentuan-ketentuan yang khusus untuk itu dan oleh syarat-syarat yang diperjanjikan, dan jika itu tidak ada, oleh kebiasaan, maka adalah dua macam perjanjian dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk melakukan pekerjaan bagi pihak yang lainnya dengan menerima upah; pekerjaan perburuhan dan pemborongan pekerjaan”.

10


(2)

bawah perintah pihak yang lain si majikan, untuk sesuatu waktu tertentu melakukan pekerjaan dengan menerima upah.”

Perjanjian untuk melakukan jasa-jasa tertentu adalah perjanjian dimana pihak yang satu menghendaki agar pihak yang lain melakukan suatu pekerjaan untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Untuk itu pihak yang menghendaki hasil pekerjaan tersebut bersedia membayar biaya, sedangkan apa yang akan dilakukan oleh pihak pemberi jasa, dalam melakukan pekerjaan tersebut sama sekali terserah padanya. Biasanya mereka adalah seorang ahli dalam melakukan pekerjaan tersebut dan selalu sudah memasang tarif untuk jasanya.11

Pemborongan kerja dalam Bahasa Belanda disebut dengan "aanneming van werk". Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Online, kata borong mempunyai makna melakukan pembelian secara besar-besaran, tidak satu-satu atau sedikit-sedikit (tertentu jual-beli, penanganan pekerjaan, dan sebagainya) semuanya secara keseluruhan dalam jumlah besar.12

Djumialdji menyatakan defenisi perjanjian pemborongan pekerjaan yang terdapat di dalam pasal 1601 b tersebut kurang tepat, karena perjanjian pemborongan adalah perjanjian sepihak, sebab si pemborong hanya mempunyai

Pasal 1601 b KUHPerdata memberikan rumusan mengenai Perjanjian Pemborongan Pekerjaan yaitu:

“Persetujuan dengan mana pihak yang satu, si pemborong, mengingkatkan diri untuk menyelesaikan suatu pekerjaan bagi pihak yang lain, pihak yang memborongkan, dengan menerima suatu harga yang ditentukan”.

11

Mohd. Syaufii Syamsuddin, Perjanjian-Perjanjian Dalam Hubungan Industrial,

(Jakarta: Sarana Bhakti Persada, 2005) hlm.85

12


(3)

kewajiban saja sedangkan yang memborongkan hanya mempunyai hak saja. Defenisi perjanjian pemborongan menurut Djumialdji yaitu bahwa Pemborongan Pekerjaan adalah suatu persetujuan dengan mana pihak yang satu, si pemborong, mengikatkan diri untuk menyelenggarakan suatu pekerjaan, sedangkan pihak yang lain, yang memborong, mengikatkan diri untuk membayar suatu harga yang ditentukan.13

Ketentuan-ketentuan perjanjian pemborongan di dalam KUH Perdata berlaku baik bagi perjanjian pemborongan pada proyek-proyek swasta maupun pada proyek-proyek pemerintah. Perjanjian pemborongan pada KUH Perdata itu bersifat pelengkap, artinya ketentuan-ketentuan perjanjian pemborongan dalam KUH Perdata dapat digunakan oleh para pihak dalam perjanjian pemborongan atau para pihak dalam perjanjian pemborongan dapat membuat sendiri ketentuan-ketentuan perjanjian pemborongan asal tidak dilarang oleh undang-undang, tidak bertentangan dengan ketertiban umum dan kesusilaan. Apabila para pihak dalam perjanjian pemborongan membuat sendiri ketentuan-ketentuan dalam perjanjian pemborongan maka ketentuan-ketentuan dalam KUH Perdata dapat melengkapi apabila ada kekurangannya.14

Peraturan lain yang juga mengatur mengenai perjanjian pemborongan pekerjaan adalah A.V.1941 singkatan dari “Algemene Voorwarden voorde unitvoering bij aanneming van openbare werken in Indonesia” (Syarat-syarat umum untuk pelaksanaan pemborongan pekerjaan umum di Indonesia).AV 1941 berdasarkan surat keputusan pemerintah Hindia Belanda tanggal 28 Mei 1941 No.

13

Djumialdji 1, Op.Cit., hlm.4

14


(4)

9 dan merupakan peraturan standar atau baku bagi perjanjian pemborongan di Indonesia, khususnya untuk proyek-proyek pemerintah.

Cara peraturan standar (AV 1941) masuk dalam perjanjian pemborongan sebagai perjanjian standar adalah sebagai berikut:

1. Dengan penunjukan yaitu dalam SPK atau Surat Perintah Kerja atau dalam surat perjanjian pemborongan (kontrak) terdapat ketentuan-ketentuan yang merujuk pada pasal-pasal AV 1941.

2. Dengan penandatanganan yaitu dalam SPK atau dalam surat perjanjian pemborongan (kontrak) dimuat ketentuan-ketentuan dari AV 1941 secara lengkap.15

Peraturan yang terdapat di dalam A.V.1941 sudah banyak yang ketinggalan zaman, sehingga dibentuklah peraturan yang sesuai dengan perkembangan dan kebutuhan saat ini. Pengaturan mengenai pemborongan pekerjaan diluar KUH Perdata yaitu Peraturan Presiden (Perpres) No. 54 Tahun 2010, Perpres No. 35 Tahun 2011 (Perubahan Pertama), dan Perpres No. 70 Tahun 2012 (Perubahan Kedua), Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi dengan peraturan pelaksananya yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2000. Dan untuk BUMN, pengadaan barang/jasa berdasarkan pada Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara Peraturan Menteri BUMN No. PER15/MBU/2012 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Negara Nomor PER-05/MBU/2008 tentang Pedoman Umum Pelaksanaa Pengadaan Barang dan Jasa Badan Usaha Milik Negara.

B. Pihak-Pihak dalam Perjanjian Pemborongan Pekerjaan

15


(5)

Pihak yang terkait dengan perjanjian pemborongan dapat dibedakan menjadi pihak yang terkait secara langsung dan pihak yang tidak terkait secara langsung. Pihak yang tidak tekait secara langsung seperti buruh/tenaga kerja dan lain sebagainya. Mengenai pihak-pihak yang langsung terkait dalam perjanjian pemborongan itu disebut dengan peserta dalam perjanjian pemborongan menurut Djumialdji terdiri dari unsur-unsur:

1. Yang memborongkan/prinsipil/bouwheer/aanbesteder/pemberi tugas dan lain sebagainya.

2. Pemborong/kontraktor/rekanan/aannemer/pelaksana dan sebagainya. 3. Perencana/arsitek.

4. Direksi/pengawas16

Unsur-unsur dari para pihak yang tersebut diatas, dapat diuraikan sebagai berikut:

a. Yang memborongkan

Pihak yang memborongkan dapat berupa perorangan ataupun badan swasta. Bagi proyek pemerintah, yang memborongkan adalah departemen atau lembaga pemegang mata anggaran. Yang memborongkan yang mempunyai rencana atau prakarsa memborongkan proyek sesuai dengan Surat Perjanjian Pemborongan atau Kontrak dan apa yang tercantum dalam bestek dan syarat-syarat.17

16

Ibid., hlm.23

17


(6)

Si pemberi tugas dalam pelaksanaan pemborongan tersebut dapat diwakili oleh direksi yang bertugas mengawasi pelaksanaan pekerjaan, dalam hal ini dapat ditunjuk seorang arsitek atau seorang utusan yang berwenang untuk melakukan. Dalam pemborongan pekerjaan umum yang dilakukan oleh instansi pemerintah, direksi lazim, ditunjuk dari instansi yang berwenang, biasanya dari instansi pekerjaan Umum atas dasar penugasan ataupun perjanjian kerja.18

1) Apabila Yang Memborongkan adalah pemerintah dan pemborong juga pemerintah, maka hubungannya disebut hubungan kedinasan.

Hubungan antara Yang Memborongkan dengan Pemborong dapat berupa:

2) Apabila Yang Memborongkan dari pemerintah sedangkan pemborong dari pihak swasta, hubungannya disebut perjanjian pemborongan yang dapat berupa akta di bawah tangan, Surat Perintah Kerja, atau surat perjanjian kerja/kontrak.

3) Apabila Yang Memborongkan maupun Pemborong keduanya merupakan pihak swasta, maka hubungannya disebut perjanjian pemborongan yang dapat berupa akta di bawah tangan, Surat Perintah Kerja, atau surat perjanjian kerja/kontrak.

Hubungan antara pemberi tugas dengan perencana dapat berupa:

a) Pemberi tugas dari pemerintah dan perencana juga dari pemerintah, maka hubungannya berwujud kedinasan.

b) Pemberi tugas dari pemerintah atau swasta, perencana berasal dari pihak swasta yang bertindak sebagai penasihat pemberi tugas, hubungannya dituangkan ke dalam perjanjian melakukan jasa-jasa tunggal.

c) Apabila pemberi tugas dari pemerintah atau swasta, dengan perencana swasta yang bertindak sebagai wakil pemberi tugas maka hubungannya dituangkan dalam perjanjian pemberian kuasa (Pasal 1792-1819 KUH Perdata).

Tugas dari pemberi tugas yaitu:

(1) Memeriksa dan menyetujui hasil pekerjaan pemborong (2) Menerima hasil pekerjaan

18

Sri Soedewi Masjchun Sofwan, Hukum Bangunan Perjanjian Pemborongan Bangunan, (Yogyakarta: Liberty Yogyakarta, 1982) hlm.68


(7)

(3) Membayar harga bangunan.19 b. Pemborong

Pemborong bertindak melakukan pemborongan bangunan sesuai dengan

bestek dan syarat-syarat sebagaimana tercantum dalam kontrak. Dalam melaksanakan pekerjaan pemborongan si pemborong dalam pekerjaan sehari-hari dapat menguasakan pekerjaan tersebut kepada pelaksana (uitvoerder).20

1) Melaksanakan pekerjaan sesuai dengan bestek

Pemborong bisa berupa perusahaan-perusahaan yang bersifat perorangan yang berbadan hukum atau yang bergerak dalam bidang pelaksanaan pemborongan pekerjaan. Tugas pemborong adalah:

2) Menyerahan pekerjaan. 21

Pemborong yang melaksanakan kegiatan dibidang usaha jasa konstruksi diwajibkan untuk memperoleh izin Menteri Pekerjaan Umum atau Pejabat yang ditunjuk, Izin tersebut adalah Surat Izin Jasa Konstruksi (SIUJK).

c. Perencana

Perencana adalah pihak yang menyusun rencana bangunan, membuat

bestek sesuai kehendak dari si pemberi pekerjaan. Tugas perencanaan dalam pemborongan pekerjaan dilakukan oleh seorang ahli yaitu arsitek. Pada fase perencanaan pekerjaan sebelum terjadinya kontrak pemborongan pekerjaan, perencanaan pada umumnya diserahkan kepada seorang arsitek. Arsitek di sini berfungsi sebagai penasehat bagi pemberi tugas, dan bertugas menyusun rencana

19

Djumialdji 2, Perjanjian Pemborongan, (Jakarta: Rhineka Cipta, 1995), hlm.8

20

Sri Soedewi Masjchun Sofwan, Op.Cit., hlm.69

21


(8)

bangunan, menyusun bestek anggaran sesuai yang dikehendaki oleh pemberi tugas untuk dilaksanakan oleh pemborong. Untuk pemborongan yang dilakukan melalui pelelangan, arsitek selaku wakil dari pemberi tugas mewakili pemberi tugas melakukan pengumuman, menyampaikan undangan, memberikan penjelasan-penjelasan tentang pekerjaan dan syarat-syarat pembangunan, serta mempersiapkan kontrak pemborongan bangunan.22

1) Menyusun rencana pekerjaan. Di sini arsitek bertindak sebagai penasehat dari pemberi tugas dan belum bertindak sebagai wakil dari pemberi tugas, sehingga belum ada unsur perwakilan di sini. Dalam praktek kemungkinan terjadi bahwa rencana pekerjaan ini diserahkan pada konsultan.

Tugas dari arsitek dalam proses pemborongan bangunan dapat dibagi atas tingkatan-tingkatan sebagai berikut:

2) Membantu proses pelelangan pekerjaan dan proses terjadinya perjanjian, disini arsitek bertindak sebagai wakil dari pemberi tugas. Pada fase pelelangan, bertugas melakukan pengumuman, memberikan undangan, memberikan penjelasan-penjelasan dan menyusun rencana perjanjian. 3) Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan yang dilakukan pemborong.

Di sini arsitek bertugas sebagai direksi, mewakili pemberi tugas melakukan pengawasan terhadap pekerjaan pemborong.23

d. Direksi

Direksi di dalam perjanjian pemborongan pekerjaan mempunyai tugas untuk mengawasi pelaksanaan pekerjaan pemborong. Pengawas memberi petunjuk-petunjuk, memborongkan pekerjaan, memeriksa bahan-bahan, waktu pembangunan berlangsung dan akhirnya membuat penilaian terhadap pekerjaan.

Pengawasan pelaksanaan berarti mewakili yang memborongkan dalam segala hal yang menyangkut pelaksanaan yaitu memberi pimpinan dan

22

Sri Soedewi Masjchun Sofwan, Op.Cit., hlm.75

23


(9)

mengadakan pengawasan dalam pelaksanaan pekerjaan. Hubungan hukum antara direksi dengan Yang Memborongkan diatur sebagai berikut:

1) Apabila direksi dan yang memborongkan keduanya adalah pihak pemerintah, maka hubungan hukumnya disebut dengan hubungan kedinasan.

2) Apabila direksi pihak swasta sedangkan yang memborongkan pihak pemerintah, maka hubungan hukumnya disebut perjanjian pemberian kuasa, dimana yang memberi kuasa pihak yang memborongkan (pemerintah) sedangkan yang diberi kuasa adalah pihak direksi atau swasta.

3) Apabila direksi dan yang memborongkan keduanya adalah pihak swasta, maka hubungan hukumnya disebut perjanjian pemberian kuasa.24

Pengawas lapangan adalah pengawas yang bertugas melakukan pengawasan di lapangan. Tugas pengawasan lapangan adalah sebagai berikut:

a) Melakukan pengawasan teknis terhadap pelaksanaan proyek di lapangan agar sesuai dengan ketentuan dokumen kontrak dan syarat-syarat spesifikasi teknis.

b) Melaksanakan pengawasan dan memberikan petunjuk kepada pihak kontraktor/pelaksana dan menjaga hasil pelaksanaan pekerjaan sesuai spesifikasi teknis dan jadwal waktu yang telah ditentukan sepanjang kegiatan yang diaksanakan dalam kontrak.

c) Membuat laporan teknis kemajuan dan hambatan di lapangan baik secara harian maupun mingguan kepada direksi teknis pekerjaan proyek.25

Selain pengawasan di lapangan, juga dikenal pengawas teknis. Pengawas teknis mempunyai tugas:

(1) Melaksanakan penelitian dan pengecekan lapangan atas kebenaran dan hasilnya dituangkan kedalam berita acara kemajuan fisik dan berita acara pembayaran.

(2) Memeriksa lapangan yang diserahkan oleh pemborong.

(3) Buku harian yang berisi catatan lengkap atas kejadian dan kenyataan sehubungan dengan pelaksanaan pekerjaan dan telah ditandatangani oleh pengawas lapangan kontraktor harus disimpan oleh direksi teknis.

(4) Menghitung biaya-biaya pekerjaan permanen yang diserahkan oleh kontraktor.26

24

Djumialdji 1, Op.Cit., hlm.34

25 Ibid.


(10)

Pasal 1 Perpres No. 70 Tahun 2012 tentang Perubahan Kedua Atas Perpres No. 12 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang dan Jasa juga menyebutkan pihak yang terdapat di dalam pengadaan barang dan jasa, pihak tersebut adalah:

(a) Pengguna barang dan jasa, yaitu pejabat pemegang kewenangan penggunaan barang dan /atau jasa milik Negara/Daerah di masing-masing Kementerian/Lembaga/Satuan Perangkat Daerah/Instansi lainnya.

(b) Pengguna Anggaran (PA), yaitu pejabat pemegang kewenangan penggunaan anggaran Kementerian/Lembaga/Satuan Perangkat Daerah atau pejabat yang disamakan pada Institusi Pengguna APBN/APBD.

(c) Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), yaitu pejabat yang ditetapkan oleh PA untuk menggunakan APBN atau ditetapkan oleh kepala daerah untuk menggunakan APBD.

(d) Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), yaitu pejabat yang bertanggung jawab atas pelaksanaan pengadaan barang/jasa.

(e) Pejabat Pengadaan, yaitu personil yang ditunjuk untuk melaksanakan pengadaan langsung.

(f) Aparat Pengawas Intern Pemerintah atau pengawas intern pada institsi lain (APIP), yaitu apart yang melakukan pengawasan melalui audit, reviu, evaluasi, pemantauan, dan kegiatan pengawasan lain terhadap penyelenggaraan tugas dan fungsi organisasi.

26


(11)

(g) Penyedia Barang/Jasa adalah badan usaha atau orang perseorangan yang menyediakan Barang/pekerjaan konstruksi/jasa Konsultansi/Jasa lainnya.

Para pihak yang terdapat di dalam Pasal 1 Peraturan Menteri BUMN PER-05/MBU/2008 tentang Pedoman Umum Pelaksanaa Pengadaan Barang dan Jasa Badan Usaha Milik Negara, tidak sebanyak yang diatur di dalam Perpres, para pihak yang diatur yaitu:

[1] Pengguna Barang dan Jasa, adalah BUMN pemilik pekerjaan.

[2] Penyedia Barang dan jasa, adalan badan usaha, termasuk BUMN, badan hukum, atau orang perseorangan/subjek hukum yang kegiatan usahanya menyediakan barang dan jasa.

[3] Anak Perusahaan adalah anak Perusahaan BUMN yang sahamnya minimum 90% dimiliki oleh BUMN.

C. Cara Memborongkan Pekerjaan

Tahapan awal yang dilakukan sebelum melakukan pemborongan pekerjaan adalah melakukan penyaringan pemborong. Penyaringan pemborong menurut Djumialdji, terdiri atas tiga, yaitu:

1. Kualifikasi, yaitu penyaringan pemborong menurut kemampuannya dalam jangka waktu panjang, misalnya lima tahun.

2. Prakualifikasi, yaitu penyaringan pemborong menurut kemampunannya dalam jangka waktu pendek, yaitu kurang dari lima tahun.

3. Klasifikasi, yaitu penyaringan pemborongan menurut spesialisasinya, seperti pemborong spesialis bidang kelistrikan.27

27


(12)

Di Indonesia, penyaringan pemborong termasuk prakualifikasi karena jangka waktunya kurang dari lima tahun. Prakualifikasi meliputi kegiatan:

a. Registrasi, yaitu pencatatan dan pendaftaran data calon pemborong

b. Klasifikasi, yaitu pengelolaan perusahaan bidangn sub bidang, dan lingkup pekerjaan.

c. Kualifikasi, yaitu penilaian serta penggolongan perusahaan menurut tingkat kemampuan dasarnya pada masing-masing bidang, sub bidang dan lingkup pekerjaannya.28

Pasal 56 Perpres No. 70 Tahun 2012 disebutkan bahwa kualifikasi adalah proses penilaian kompetensi dan kemampuan usaha serta pemenuhan persyaratan tertentu lainnya dari Penyedia Barang/Jasa.Kualifikasi dapat dilakukan dengan dua cara yaitu prakualifikasi atau pascakualifikasi. Prakualifikasi adalah proses penilaian kualifikasi yang dilakukan sebelum pemasukan penawaran. Sedangkan pasca kualifikasi adalah penilaian kualifikasi yang dilakukan setelah pemasukan penawaran.

Cara memborongkan pekerjaan menurut Perpres No. 70 Tahun 2012 (perubahan kedua atas Perpres No. 54 tahun 2010) pada Pasal 35 ayat (3), ada lima cara memborongkan pekerjaan atau dengan kata lain ada lima macam cara pengadaan barang dan jasa dalam pekerjaan konstruksi, yaitu:

1) Pelelangan umum 2) Pelelangan terbatas 3) Pemilihan langsung 4) Penunjukan langsung 5) Pengadaan langsung

28


(13)

Penjelasan mengenai cara memborongkan pekerjaan diatas dapat diuraikan sebagai berikut:

a) Pelelangan umum

Pasal 1 angka 23 Perpres No. 70 Tahun 2012 dinyatakan bahwa pelelangan umum adalah metode pemilihan Penyedia Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya untuk semua pekerjaan yang dapat diikuti oleh semua Penyedia Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya yang memenuhi syarat.

Keikutsertaan dalam pelelangan umum dilakukan dengan penawaran tertulis. Penawaran berdasarkan syarat mengenai pekerjaan yang akan dilaksanakan atau barang yang akan dibeli dan ketentuan lainnya. Syarat tersebut dapat diketahui oleh para peminat melalui:

(1) Pengumuman

Kepala Kantor/satuan kerja/pemimpin proyek/bagian proyek menyampaikan pengumuman secara luas melalui media masa, media cetak dan papan pengumuman resmi untuk penerangan sehingga masyarakat luas dunia usaha dapat mengetahuinya.

(2) Penjelasan

Kepala Kantor/satuan kerja/pemimpin proyek/bagian proyek memberikan penjelasan kepada rekanan yang berminat dan memenuhi kualifikasi.29

b) Pelelangan terbatas

29


(14)

Pasal 1 angka 24 Perpres No. 70 Tahun 2012 memberikan pengertian pelelangan terbatas adalah metode pemilihan Penyedia Barang/Pekerjaan Konstruksi dengan jumlah Penyedia yang mampu melaksanakan diyakini terbatas dan untuk pekerjaan yang kompleks. Pelelangan terbatas jumlah pesertanya relatif lebih sedikit karena peserta yang ikut adalah peserta yang diundang saja. Penetapan pemenang lelang akan lebih mudah karena setiap peserta diketahui kemampuannya.

c) Pemilihan langsung

Pasal 1 angka 26 Perpres No. 70 Tahun 2012 dinyatakan bahwa pengertian Pemilihan Langsung adalah metode pemilihan Penyedia Pekerjaan Konstruksi untuk pekerjaan yang bernilai paling tinggi Rp 5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah).Pemilihan Langsung dilakukan melalui proses pascakualifikasi. Pemilihan

Langsung diumumkan sekurang-kurangnya di website

Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah/Institusi, papan pengumuman resmi untuk masyarakat, dan Portal Pengadaan Nasional melalui Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE), sehingga masyarakat luas dan dunia usaha yang berminat dan memenuhi kualifikasi dapat mengikutinya. Dalam Pemilihan Langsung ini tidak ada negosiasi teknis dan harga.

d) Penunjukan Langsung

Penunjukan langsung menurut pasal 1 angka 31 Perpres No. 70 Tahun 2012, adalah metode pemilihan Penyedia Barang/Jasa dengan cara menunjuk


(15)

langsung satu Penyedia Barang/Jasa. Pengaturan lebih lanjut mengenai penunjukan langsung, terdapat dalam pasal 38 Perpres No. 70 Tahun 2012 yaitu sebegai berikut:

Penunjukan Langsung terhadap satu Penyedia Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya dapat dilakukan dalam hal:

(1) Keadaan tertentu

Kriteria keadaan tertentu yang dimaksud adalah:

(a) Penanganan darurat yang tidak bisa direncanakan sebelumnya dan waktu penyelesaian pekerjaannya harus segera/tidak dapat ditunda untuk: [1] Pertahanan negara;

[2] Keamanan dan ketertiban masyarakat;

[3] Keselamatan/perlindungan masyarakat yang pelaksanaan pekerjaannya tidak dapat ditunda/harus dilakukan segera, termasuk:

[a] Akibat bencana alam dan/atau bencana non alam dan/atau bencana sosial;

[b] Dalam rangka pencegahan bencana;dan/atau

[c] Akibat kerusakan sarana/prasarana yang dapat menghentikan kegiatan pelayanan publik.

(b) Pekerjaan penyelenggaraan penyiapan konferensi yang mendadak untuk menindaklanjuti komitmen internasional dan dihadiri oleh Presiden/Wakil Presiden;

(c) Kegiatan menyangkut pertahanan negara yang ditetapkan oleh Menteri Pertahanan serta kegiatan yang menyangkut keamanan dan ketertiban masyarakat yang ditetapkan oleh Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia;

(d) Kegiatan bersifat rahasia untuk kepentingan intelijen dan/atau perlindungan saksi sesuai dengan tugas yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan; atau

(e) Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya yang spesifik dan hanya dapat dilaksanakan oleh 1 (satu) Penyedia Barang/Jasa Lainnya karena 1 (satu) pabrikan, 1 (satu) pemegang hak paten, atau pihak yang telah mendapat izin dari pemegang hak paten, atau pihak yang menjadi pemenang pelelangan untuk mendapatkan izin dari pemerintah.

(2) Pengadaan Barang khusus/Pekerjaan Konstruksi khusus/ Jasa Lainnya yang bersifat khusus.

Kriteria yang dimaksud dengan sifat khusus ini adalah:

(a) Barang/Jasa Lainnya berdasarkan tarif resmi yang ditetapkan pemerintah;

(b) Pekerjaan Konstruksi bangunan yang merupakan satu kesatuan sistem konstruksi dan satu kesatuan tanggung jawab atas risiko kegagalan


(16)

bangunan yang secara keseluruhan tidak dapat direncanakan/diperhitungkan sebelumnya (unforeseen condition);

(c) Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya yang bersifat kompleks yang hanya dapat dilaksanakan dengan penggunaan teknologi khusus dan hanya ada 1 (satu) Penyedia yang mampu;

(d) Pekerjaan Pengadaan dan distribusi bahan obat, obat dan alat kesehatan habis pakai dalam rangka menjamin ketersediaan obat untuk pelaksanaan peningkatan pelayanan kesehatan masyarakat yang jenis dan harganya telah ditetapkan oleh Menteri yang bertanggung jawab di bidang kesehatan;

(e) Pengadaan kendaraan bermotor dengan harga khusus untuk pemerintah yang telah dipublikasikan secara luas kepada masyarakat;

(f) Sewa penginapan/hotel/ruang rapat yang tarifnya terbuka dan dapat diakses oleh masyarakat;

(g) Lanjutan sewa gedung/kantor dan lanjutan sewa ruang terbuka atau tertutup lainnya dengan ketentuan dan tata cara pembayaran serta penyesuaian harga yang dapat dipertanggungjawabkan; atau

(h) Pekerjaan pengadaan Prasarana, Sarana, dan Utilitas Umum di lingkungan perumahan bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah yang dilaksanakan oleh pengembang/developer yang bersangkutan.30

Penunjukan Langsung dilakukan dengan mengundang satu Penyedia Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya yang dinilai mampu melaksanakan pekerjaan dan/atau memenuhi persyaratan. Penunjukan tersebut didasarkan pada penilaian terhadap rekanan yang sudah pernah bekerja sama dengan pihak pengguna barang dan jasa sebelumnya, dan rekanan yang memenuhi persyaratanlah yang ditunjuk sebagai penyedia barang dan jasadalam pekerjaan tersebut. Penunjukan Langsung dilakukan dengan negosiasi baik teknis maupun harga sehingga diperoleh harga yang sesuai dengan harga pasar yang berlaku dan secara teknis dapat dipertanggungjawabkan.

e) Pengadaan langsung

30

Perpres No. 70 Tahun 2012 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Presiden No. 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang dan Jasa


(17)

Pasal 1 angka 32 Perpres No. 70 Tahun 2012 disebutkan bahwa pengadaan langsung adalah Pengadaan Barang/Jasa langsung kepada Penyedia Barang/Jasa, tanpa melalui Pelelangan/Seleksi/Penunjukan Langsung.Pemilihan Penyedia Barang/Pekerjaan Konstruksi dengan metode Pengadaan Langsung dilakukan sebagai berikut:

(1) Pembelian/pembayaran langsung kepada Penyedia untuk Pengadaan Barang/Jasa Lainnya yang menggunakan bukti pembelian dan kuitansi, serta Pengadaan Pekerjaan Konstruksi yang menggunakan kuitansi;

(2) Permintaan penawaran yang disertai dengan klarifikasi serta negosiasi teknis dan harga kepada Penyedia untuk Pengadaan Langsung yang menggunakan SPK.

Cara pengadaan barang dan jasa Menurut Peraturan Menteri BUMN No. PER-05/MBU/2008 tentang Pedoman Umum Pelaksanaan Pengadaan Barang dan Jasa Badan Usaha Milik Negara, ada empat jenis, yaitu:

(a) Pelelangan terbuka atau seleksi terbuka untuk jasa konsultan (b) Pemilihan langsung atau seleksi langsung

(c) Penunjukan langsung (d) Pembelian langsung

Penjelasan mengenai cara memborongkan pekerjaan diatas dapat diuraikan sebagai berikut:

[1] Pelelangan terbuka atau seleksi terbuka untuk jasa konsultan

Pasal 5 ayat (2) huruf a Peraturan Menteri BUMN No. PER-05/MBU/2008 menyebutkan bahwa pelelangan terbuka atau seleksi terbuka


(18)

untuk jasa konsultanyaitu diumumkan secara luas melalui media massa guna memberi kesempatan kepada penyedia barang/jasa yang memenuhi kualifikasi untuk mengikuti pelelangan.

[2] Pemilihan langsung

Pasal 5 ayat (2) huruf b Menteri BUMN No. PER-05/MBU/2008 menyebutkan bahwa pemilihan langsung atau seleksi langsung untuk pengadaan jasa konsultan, adalah pengadaan barang dan jasa yang ditawarkan kepada beberapa pihak terbatas sekurang-kurangnya 2 (dua) penawaran. [3] Penunjukan Langsung

Menurut pasal 5 ayat (2) huruf c Peraturan Menteri BUMN No. PER-05/MBU/2008, Penunjukan Langsung yaitu pengadaan barang atau jasa yang dilakukan secara langsung dengan menunjuk satu penyedia barang dan jasa atau melalui beauty contest.

Berdasarkan Pasal 9 Permen BUMN No. PER-05/MBU/2008 mengenai penunjukan langsung, dijelaskan bahwa penunjukan langsung dilakukan sebagai berikut:

[a] Pengadaan barang dan jasa melalui penunjukan langsung dilakukan dengan menunjuk langsung satu atau lebih penyedia barang dan jasa.

[b] Penunjukan langsung hanya dapat dilakukan sepanjang Direksi terlebih dahulu merumuskan ketentuan internal dan kriteria yang memenuhi ketentuan sebagaimana yang tercantum di dalam prisip umum dan tujuan pengaturan peraturan menteri tersebut.

[c] Penunjukan langsung dapat dilakukan apabila memenuhi minimal salah satu persyaratan sebagai berikut:

a} Barang dan jasa yang dibutuhkan bagi kinerja utama perusahaan dan tidak dapat ditunda keberadaannya (business critical asset).


(19)

c} Barang dan jasa yang bersifat knowledge intensive dimana untuk mengunakan dan memelihara produk tersebut membutuhkan kelangsungan pengetahuan dari penyedia barang dan jasa.

d} Bila pelaksanaan pengadaan barang dan jasa dengan cara pelelagan terbuka dan pemilihan langsung telah dua kali dilakukan namun peserta pelelangan atau pemilihan langsung tidak memenuhi kriteria atau tidak ada pihak yang mengikuti pelelangan atau pemilihan langsung, sekalipun ketentuan dan syarat-syarat telah memenuhi kewajaran.

e} Barang dan jasa yang dimiliki oleh pemegang hak atas kekayaan intelektual (HAKI) atau barang yang memiliki jaminan (warranty) dari

Original Equipment Manufacturer.

f} Penanganan darurat untuk keamanan, keselamatan masyrakat, dan asset strategis perusahaan.

g} Barang dan jasa yang merupakan pembelian berulang (repeat order) sepanjang harga yang ditawarkan menguntungkan dengan tidak mengorbankan kualitas barang dan jasa.

h} Penanganan darurat akibat bencana alam, baik yang bersifat lokal maupun nasional.

i} Barang dan jasa lanjutan yang secara teknis merupakan satu kesatuan yang sifatnya tidak dapat dipecah-pecah dari pekerjaan yang sudah dilaksanakan sebelumnya.

j} Penyedia barang dan jasa adalah BUMN atau Anak Perusahaan sepanjang barang dan/atau jasa yang dibutuhkan merupakan produk atau layanan dari BUMN atau Anak Perusahaan dimaksud dengan ketentuan apabila BUMN dan/atau Anak Perusahaan yang memproduksi atau memberi pelayanan yang dibutuhkan lebih dari satu, maka harus dilakukan pemilihan langsung terhadap BUMN dan/atau Anak Perusahaan tersebut.31

[4] Pembelian Langsung

Pasal 5 ayat (2) huruf d Menteri BUMN No. PER-05/MBU/2008 menyebutkan bahwa Pembelian Langsung adalah pembelian terhadap barang yang terdapat di pasar, dengan demikian nilainya berdasarkan harga pasar.

Pelelangan umum di dalam pengadaan barang dan jasa oleh pemerintah pada intinya sama dengan pelelangan terbuka yang terdapat di dalam keputusan

31

Permen BUMN No. PER-05/MBU/2008 tentang Pedoman Umum Pelaksanaan Pengadaan Barang dan Jasa Badan Usaha Milik Negara


(20)

menteri BUMN, yaitu sama-sama membuka kesempatan sebesar-besarnya untuk para penyedia barang/jasa yang memenuhi syarat untuk mengikuti lelang.

Pemilihan langsung di dalam pengadaan barang dan jasa oleh pemerintah, membuka kesempatan kepada pihak yang memenuhi kualifikasi untuk ikut di dalam pengadaan barang dan jasa oleh pemerintah, dengan cara mengumumkannya. Tetapi di dalam pengadaan barang dan jasa berdasarkan keputusan menteri BUMN, dalam pemilihan langsung hanya ditawarkan kepada beberapa pihak terbatas sekurang-kurangnya dua penawaran.

Penunjukan langsung di dalam pengadaan barang dan jasa oleh pemerintah dan di dalam peratura menteri BUMN sama-sama menunjuk satu penyedia barang dan jasa, dan didasarkan pada penilaian terhadap rekanan yang sudah pernah bekerja sama dengan pihak pengguna barang dan jasa sebelumnya, dan rekanan yang memenuhi persyaratanlah yang ditunjuk sebagai penyedia barang dan jasadalam pekerjaan.

D. Tanggung Jawab Para Pihak Dalam Perjanjian Pemborongan Pekerjaan

Para pihak dalam perjanjian pemborongan pekerjaan, baik yang memborongkan maupun pihak pemborong mempunyai tanggung jawab dalam pelaksanaan pekerjaannya.

1. Tanggung Jawab Pihak Yang Memborongkan

Pasal 1606 dan 1607 KUH Perdata menyebutkan dalam hal kontraktor melakukan pekerjaan saja, maka jika pekerjaan itu musnah sebelum pekerjaan itu diserahkan maka ia bertanggung jawab dan tidak dapat menuntut harga yang


(21)

diperjanjikan, kecuali apabila musnahnya barang itu karena cacat yang terdapat di dalam bahan yang disediakan oleh pemberi tugas, maka yang bertanggung jawab adalah pemberi tugas.

Pihak yang memborongkan juga memiliki tanggung jawab terhadap perbuatan yang melawan hukum dari pihak pemborong yang ditugaskan menyebabkan kerugian kepada pihak ketiga atau orang lain serta perbuatan wajar yang dilakukan pemborong yang dapat menimbulkan perbuatan melawan hukum. 2. Tanggung Jawab Pemborong

Menurut pasal 1609 KUH Perdata, jika suatu gedung yang telah diborongkan dengan harga tertentu seluruhnya atau sebagian musnah disebabkan karena cacat di dalam penyusunannya atau karena tidak sanggup tanahnya untuk mendukung bangunan itu maka para ahli bangunannya (boumeester) serta kontraktornya bertanggung jawab untuk itu selama 10 tahun. Pemborong juga mempunyai tanggung jawab dalam perbuatan melawan hukum dari pekerjaan yang ditugaskan oleh yang memborongkan dan perbuatan melawan hukum dari tenaga kerja yang dipakai.

Mengenai perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad) yang menjadi tanggung jawab pihak yang memborongkan maupun pihak pemborong dapat dijumpai dalam Pasal 1365 dan Pasal 1367 KUH Perdata yang dinyatakan sebagai berikut:

a. Pasal 1365 KUH Perdata: “Tiap perbuatan melanggar hukum yang membawa kerugian kepada seorang lain mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu mengganti kerugian tersebut”.


(22)

b. Pasal 1367 KUH Perdata:

“Seorang tidak hanya bertanggung jawab untuk kerugian yang disebabkan karena perbuatannya sendiri, tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan karena perbuatan orang-orang yang menjadi tanggungannya atau disebabkan barang-barang yang berada di bawah pengawasannya”.

E. Berakhirnya Perjanjian Pemborongan Pekerjaan

Berakhirnya perjanjian diatur dalam Pasal 1381 KUH Perdata mengenai hapusnya perikatan, dikatakan bahwa:

“Perikatan-perikatan hapus; karena pembayaran; karena penawaran pembayara tunai, diikuti dengan penyimpanan atau penitipan; karena pembaharuan utang; karena perjumpaan utang atau kompensasi; karena percampuran utang; karena pembebasan utangnya; karena musnahnya barang yang terutang; karena kebatalan atau pembatalan; karena berlakunya suatu syarat batal yang diatur dalam bab ke satu buku ini; karena liwatnya waktu, hal mana akan diatur dalam bab tersendiri.”

Subekti menjelaskan pengertian masing-masing poin di dalam pasal tersebut sebagai berikut:

Pembayaran yang dimaksudkan oleh Undang-Undang dengan kata “pembayaran” ialah pelaksanaan atau pemenuhan tiap perjanjian secara suka rela, artinya tidak dengan paksaan atau eksekusi. Jadi perkataan pembayaran itu oleh Undang-Undang tidak melulu ditujukan pada penyerahan uang saja, tetapi penyerahan tiap barang menurut perjanjian, dinamakan pembayaran. Bahkan si pekerja yang melakukan pekerjaannya untuk majikannya dikatakan membayar.

Penawaran pembayaran tunai diikuti oleh penyimpanan ini, suatu cara pembayaran untuk menolong si berhutang dalam hal si berpiutang tidak suka menerima pembayaran. Barang yang hendak dibayarkan itu diantarkan pada si berpiutang atau ia peringatkan untuk mengambil barang itu dari suatu tempat. Jikalau ia tetap menolaknya, maka barang itu disimpan di suatu tempat atas tanggungan si berpiutang. Penawaran dan peringatan tersebut harus dilakukan secara resmi.

Pembaruan utang merupakan suatu perjanjian baru yang menghapuskan suatu perikatan lama, sambil meletakkan suatu perikatan baru. Menurut pasal 1415, kehendak untuk mengadakan suatu pembaharuan utang itu, harus ternyata


(23)

secara jelas dari perbuatan para pihak (dalm hal ini perkataan akte berarti perbuatan).

Kompensasi atau perhitungan timbal balik yaitu jika seseorang yang berhutang, mempunyai suatu piutang pada si berpiutang, sehingga dua orang itu sama-sama berhak untuk menagih puitang satu kepada yang lainnya, maka hutang piutang antara kedua orang itu dapat diperhitungkan untuk suatu jumlah yang sama. Menurut pasal 1426 KUH Perdata perhitungan itu terjadi dengan sendirinya. Artinya tidak perlu para pihak menuntut diadakannya perhitungan itu. Untuk perhitungan itu juga tidak diperlukan bantuan dari siapapun. Untuk dapat diperhitungkan satu sama lain, kedua piutang itu harus mengenai utang atau mengenai sejumlah barang yang semacam, misalnya beras atau hasil bumi lainnya dari suatu kwalitet. Lagi pula kedua piutang itu harus dapat dengan seketika ditetapkan jumlahnya dan seketika dapat ditagih.

Percampuran utang terjadi misanya jika si berutang kawin dalam percampuran kekayaan dengan si berpiutang atau jika si berhutang menggantikan hak-hak si berpiutang karena menjadi warisnya ataupun sebaliknya.

Pembebasan utang merupakan suatu perjanjian baru dimana si berpiutang dengan suka rela membebaskan si berhutang dari segala kewajibannya. Perikatan utang piutang itu telah hapus karena pembebasannya itu diterima baik oleh si berhutang, sebab ada juga kemungkinan seseorang yang berhutang tidak suka dibebaskan dari utangnya.

Hapusnya barang yang dimaksudkan dalam perjanjian menurut pasal 1444, jika suatu barang tertentu yang dimaksudkan dalam suatu perjanjian hapus atau karena suatu larangan yang dikeluarkan oleh pemerintah, tidak boleh diperdagangkan atau hilang hingga tidak terang keadannya, maka perikatan menjadi hapus, asal saja hapus atau hilangnya barang itu sama sekali diluar kesalahan si berhutang dan sebelumnya ia lalai menyebabkannya.

Pembatalan perjanjian sebagaimana telah diterangkan, perjanjian-perjanjian yang dibuat oleh orang-orang yang menurut undang-undang tidak cakap untuk bertindak sendiri, begitu pula yang dibuat karena paksaan, kekhilafan atau penipuan atau pun mempunyai sebab yang bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan atau ketertiban umum, dapat dibatalkan. Pembatalan ini pada umumnya berakibat, bahwa keadaan antara kedua pihak dikembalikan seperti pada saat perjanjian belum dibuat.32

32

Subekti, Op.Cit., hlm.152

Kontrak bangunan dapat berakhir karena beberapa sebab disamping yang telah diatur di dalam pasal 1381 tersebut. Secara khusus KUH Perdata menguraikan beberapa alasan putusnya suatu perjanjian pemborongan berdasarkan pasal 1611 dan 1612 KUH Perdata.


(24)

Menurut Djumialdji, perjanjian pemborongan dapat berakhir dalam hal-hal sebagai berikut:

1. Pekerjaan telah diselesaikan oleh pemborong setelah masa pemeliharaan selesai atau dengan kata lain pada penyerahan kedua dan harga borongan telah dibayar oleh pihak yang memborongkan.

Di dalam perjanjian pemborongan, dikenal ada dua macam penyerahan: a. Penyerahan pertama yaitu penyerahan fisik setelah selesai 100%.

b. Penyerahan kedua yaitu penyerahan pekerjaan setelah masa pemeliharaan selesai.

2. Pembatalan perjanjian pemborongan

Menurut pasal 1611 KUH Perdata, disebutkan:

“Pihak yang memborongkan jika dikehedakinya demikian, boleh menghentikan pemborongannya meskipun pekerjaan telah dimulai, asal dia memberikan gati rugi sepenuhnya kepada si pemborong untuk segala biaya yang telah dikeluarkannya guna pekerjaannya serta untuk keuntungan yang terhitung karenanya.”

3. Kematian pemborong

Menurut pasal 1612 KUH Perdata bahwa pekerjaan berhenti dengan meninggalnya si pemborong. Di sini pihak yang memborongkan harus membayarkan pekerjaan yang telah diselesaikan, juga bahan-bahan yang telah disediakan. Demikian juga ahli waris pemborong tidak boleh melanjutkan pekerjaan tersebut tanpa seizin yang memborongkan. Sebaliknya, dengan meninggalnya pihak yang memborongkan, maka perjanjian pemborongan tidak berakhir. Oleh karena itu ahli waris dari yang memborongkan harus melanjutkan atau membatalkan dengan kata sepakat kedua belah pihak. Pada waktu sekarang pemborong adalah berbentuk badan hukum, maka dengan meninggalnya pemborong, perjanjian pemborongan tidak akan berakhir karena pekerjaan dapat dilanjutkan anggota lain dari badan hukum tersebut. 4. Kepailitan

5. Pemutusan perjanjian pemborongan

Pemutusan perjanjian pemborongan ini karena adanya wanprestasi. Pemutusan perjanjian pemborongan ini untuk waktu yang akan dating, dengan kata lain pekerjaan yang belum dikerjakan yang diputuskan, namun mengenai pekerjaan yang telah dikerjakan akan tetap dibayar.

6. Persetujuan kedua belah pihak.33

Berakhirnya suatu perjanjian pemborongan menurut Mariam Darus Badrulzaman apabila:

a. Proyek telah selesai dikerjakan dan masa pemeliharaan telah berakhir. Penyerahan bangunan dilakukan oleh pihak pemborong kepada pihak pemberi

33


(25)

tugas setelah proyek bangunan selesai secara keseluruhan yang dinyatakan dengan berita acara serah terima proyek yang ditandatangani untuk kedua belah pihak serta dilampiri berita acara hasil pemeriksaan oleh tim peneliti serah terima proyek.

b. Pihak aanbesteder menghentikan pemberi pemborongannya meskipun pekerjaannya telah dimulai, asal ia memberikan ganti rugi sepenuhnya kepada pemborong untuk segala biaya yang telah dikeluarkannya guna pekerjaannya, secara keuntungan yang hilang karenanya. (Pasal 1611 KUH Perdata)

c. Pemborongan juga dapat berakhir melalui putusan pengadilan, yaitu apabila yang telah dikerjakan oleh pemborong tidak sesuai dengan isi perjanjian meskipun telah diperingati beberapa kali maka dalam hal ini pemberi tugas dapat meminta pengadilan supaya hubungan kerja diputuskan meskipun pekerjaan memberikan ganti kerugian sepenuhnya kepada pemborong guna pelaksanaan pekerjaan.34

Masa hapusnya perjanjian dapat juga disebut hapusnya perjanjian, yang berarti bahwa menghapuskan semua pernyataan kehendak para pihak yang telah dituangkan ke dalam persetujuan. Dan dengan hapusnya perjanjian, persetujuan yang bersangkutan tidak lagi mempunyai kekuatan pelaksanaan.

34


(1)

menteri BUMN, yaitu sama-sama membuka kesempatan sebesar-besarnya untuk para penyedia barang/jasa yang memenuhi syarat untuk mengikuti lelang.

Pemilihan langsung di dalam pengadaan barang dan jasa oleh pemerintah, membuka kesempatan kepada pihak yang memenuhi kualifikasi untuk ikut di dalam pengadaan barang dan jasa oleh pemerintah, dengan cara mengumumkannya. Tetapi di dalam pengadaan barang dan jasa berdasarkan keputusan menteri BUMN, dalam pemilihan langsung hanya ditawarkan kepada beberapa pihak terbatas sekurang-kurangnya dua penawaran.

Penunjukan langsung di dalam pengadaan barang dan jasa oleh pemerintah dan di dalam peratura menteri BUMN sama-sama menunjuk satu penyedia barang dan jasa, dan didasarkan pada penilaian terhadap rekanan yang sudah pernah bekerja sama dengan pihak pengguna barang dan jasa sebelumnya, dan rekanan yang memenuhi persyaratanlah yang ditunjuk sebagai penyedia barang dan jasadalam pekerjaan.

D. Tanggung Jawab Para Pihak Dalam Perjanjian Pemborongan Pekerjaan Para pihak dalam perjanjian pemborongan pekerjaan, baik yang memborongkan maupun pihak pemborong mempunyai tanggung jawab dalam pelaksanaan pekerjaannya.

1. Tanggung Jawab Pihak Yang Memborongkan

Pasal 1606 dan 1607 KUH Perdata menyebutkan dalam hal kontraktor melakukan pekerjaan saja, maka jika pekerjaan itu musnah sebelum pekerjaan itu diserahkan maka ia bertanggung jawab dan tidak dapat menuntut harga yang


(2)

diperjanjikan, kecuali apabila musnahnya barang itu karena cacat yang terdapat di dalam bahan yang disediakan oleh pemberi tugas, maka yang bertanggung jawab adalah pemberi tugas.

Pihak yang memborongkan juga memiliki tanggung jawab terhadap perbuatan yang melawan hukum dari pihak pemborong yang ditugaskan menyebabkan kerugian kepada pihak ketiga atau orang lain serta perbuatan wajar yang dilakukan pemborong yang dapat menimbulkan perbuatan melawan hukum.

2. Tanggung Jawab Pemborong

Menurut pasal 1609 KUH Perdata, jika suatu gedung yang telah diborongkan dengan harga tertentu seluruhnya atau sebagian musnah disebabkan karena cacat di dalam penyusunannya atau karena tidak sanggup tanahnya untuk

mendukung bangunan itu maka para ahli bangunannya (boumeester) serta

kontraktornya bertanggung jawab untuk itu selama 10 tahun. Pemborong juga mempunyai tanggung jawab dalam perbuatan melawan hukum dari pekerjaan yang ditugaskan oleh yang memborongkan dan perbuatan melawan hukum dari tenaga kerja yang dipakai.

Mengenai perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad) yang menjadi

tanggung jawab pihak yang memborongkan maupun pihak pemborong dapat dijumpai dalam Pasal 1365 dan Pasal 1367 KUH Perdata yang dinyatakan sebagai berikut:

a. Pasal 1365 KUH Perdata: “Tiap perbuatan melanggar hukum yang membawa

kerugian kepada seorang lain mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu mengganti kerugian tersebut”.


(3)

b. Pasal 1367 KUH Perdata:

“Seorang tidak hanya bertanggung jawab untuk kerugian yang disebabkan karena perbuatannya sendiri, tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan karena perbuatan orang-orang yang menjadi tanggungannya atau disebabkan barang-barang yang berada di bawah pengawasannya”.

E. Berakhirnya Perjanjian Pemborongan Pekerjaan

Berakhirnya perjanjian diatur dalam Pasal 1381 KUH Perdata mengenai hapusnya perikatan, dikatakan bahwa:

“Perikatan-perikatan hapus; karena pembayaran; karena penawaran pembayara tunai, diikuti dengan penyimpanan atau penitipan; karena pembaharuan utang; karena perjumpaan utang atau kompensasi; karena percampuran utang; karena pembebasan utangnya; karena musnahnya barang yang terutang; karena kebatalan atau pembatalan; karena berlakunya suatu syarat batal yang diatur dalam bab ke satu buku ini; karena liwatnya waktu, hal mana akan diatur dalam bab tersendiri.”

Subekti menjelaskan pengertian masing-masing poin di dalam pasal tersebut sebagai berikut:

Pembayaran yang dimaksudkan oleh Undang-Undang dengan kata “pembayaran” ialah pelaksanaan atau pemenuhan tiap perjanjian secara suka rela, artinya tidak dengan paksaan atau eksekusi. Jadi perkataan pembayaran itu oleh Undang-Undang tidak melulu ditujukan pada penyerahan uang saja, tetapi penyerahan tiap barang menurut perjanjian, dinamakan pembayaran. Bahkan si pekerja yang melakukan pekerjaannya untuk majikannya dikatakan membayar.

Penawaran pembayaran tunai diikuti oleh penyimpanan ini, suatu cara pembayaran untuk menolong si berhutang dalam hal si berpiutang tidak suka menerima pembayaran. Barang yang hendak dibayarkan itu diantarkan pada si berpiutang atau ia peringatkan untuk mengambil barang itu dari suatu tempat. Jikalau ia tetap menolaknya, maka barang itu disimpan di suatu tempat atas tanggungan si berpiutang. Penawaran dan peringatan tersebut harus dilakukan secara resmi.

Pembaruan utang merupakan suatu perjanjian baru yang menghapuskan suatu perikatan lama, sambil meletakkan suatu perikatan baru. Menurut pasal 1415, kehendak untuk mengadakan suatu pembaharuan utang itu, harus ternyata


(4)

secara jelas dari perbuatan para pihak (dalm hal ini perkataan akte berarti perbuatan).

Kompensasi atau perhitungan timbal balik yaitu jika seseorang yang berhutang, mempunyai suatu piutang pada si berpiutang, sehingga dua orang itu sama-sama berhak untuk menagih puitang satu kepada yang lainnya, maka hutang piutang antara kedua orang itu dapat diperhitungkan untuk suatu jumlah yang sama. Menurut pasal 1426 KUH Perdata perhitungan itu terjadi dengan sendirinya. Artinya tidak perlu para pihak menuntut diadakannya perhitungan itu. Untuk perhitungan itu juga tidak diperlukan bantuan dari siapapun. Untuk dapat diperhitungkan satu sama lain, kedua piutang itu harus mengenai utang atau mengenai sejumlah barang yang semacam, misalnya beras atau hasil bumi lainnya dari suatu kwalitet. Lagi pula kedua piutang itu harus dapat dengan seketika ditetapkan jumlahnya dan seketika dapat ditagih.

Percampuran utang terjadi misanya jika si berutang kawin dalam percampuran kekayaan dengan si berpiutang atau jika si berhutang menggantikan hak-hak si berpiutang karena menjadi warisnya ataupun sebaliknya.

Pembebasan utang merupakan suatu perjanjian baru dimana si berpiutang dengan suka rela membebaskan si berhutang dari segala kewajibannya. Perikatan utang piutang itu telah hapus karena pembebasannya itu diterima baik oleh si berhutang, sebab ada juga kemungkinan seseorang yang berhutang tidak suka dibebaskan dari utangnya.

Hapusnya barang yang dimaksudkan dalam perjanjian menurut pasal 1444, jika suatu barang tertentu yang dimaksudkan dalam suatu perjanjian hapus atau karena suatu larangan yang dikeluarkan oleh pemerintah, tidak boleh diperdagangkan atau hilang hingga tidak terang keadannya, maka perikatan menjadi hapus, asal saja hapus atau hilangnya barang itu sama sekali diluar kesalahan si berhutang dan sebelumnya ia lalai menyebabkannya.

Pembatalan perjanjian sebagaimana telah diterangkan, perjanjian-perjanjian yang dibuat oleh orang-orang yang menurut undang-undang tidak cakap untuk bertindak sendiri, begitu pula yang dibuat karena paksaan, kekhilafan atau penipuan atau pun mempunyai sebab yang bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan atau ketertiban umum, dapat dibatalkan. Pembatalan ini pada umumnya berakibat, bahwa keadaan antara kedua pihak dikembalikan seperti

pada saat perjanjian belum dibuat.32

32

Subekti, Op.Cit., hlm.152

Kontrak bangunan dapat berakhir karena beberapa sebab disamping yang telah diatur di dalam pasal 1381 tersebut. Secara khusus KUH Perdata menguraikan beberapa alasan putusnya suatu perjanjian pemborongan berdasarkan pasal 1611 dan 1612 KUH Perdata.


(5)

Menurut Djumialdji, perjanjian pemborongan dapat berakhir dalam hal-hal sebagai berikut:

1. Pekerjaan telah diselesaikan oleh pemborong setelah masa pemeliharaan

selesai atau dengan kata lain pada penyerahan kedua dan harga borongan telah dibayar oleh pihak yang memborongkan.

Di dalam perjanjian pemborongan, dikenal ada dua macam penyerahan:

a. Penyerahan pertama yaitu penyerahan fisik setelah selesai 100%.

b. Penyerahan kedua yaitu penyerahan pekerjaan setelah masa pemeliharaan

selesai.

2. Pembatalan perjanjian pemborongan

Menurut pasal 1611 KUH Perdata, disebutkan:

“Pihak yang memborongkan jika dikehedakinya demikian, boleh menghentikan pemborongannya meskipun pekerjaan telah dimulai, asal dia memberikan gati rugi sepenuhnya kepada si pemborong untuk segala biaya yang telah dikeluarkannya guna pekerjaannya serta untuk keuntungan yang terhitung karenanya.”

3. Kematian pemborong

Menurut pasal 1612 KUH Perdata bahwa pekerjaan berhenti dengan meninggalnya si pemborong. Di sini pihak yang memborongkan harus membayarkan pekerjaan yang telah diselesaikan, juga bahan-bahan yang telah disediakan. Demikian juga ahli waris pemborong tidak boleh melanjutkan pekerjaan tersebut tanpa seizin yang memborongkan. Sebaliknya, dengan meninggalnya pihak yang memborongkan, maka perjanjian pemborongan tidak berakhir. Oleh karena itu ahli waris dari yang memborongkan harus melanjutkan atau membatalkan dengan kata sepakat kedua belah pihak. Pada waktu sekarang pemborong adalah berbentuk badan hukum, maka dengan meninggalnya pemborong, perjanjian pemborongan tidak akan berakhir karena pekerjaan dapat dilanjutkan anggota lain dari badan hukum tersebut.

4. Kepailitan

5. Pemutusan perjanjian pemborongan

Pemutusan perjanjian pemborongan ini karena adanya wanprestasi. Pemutusan perjanjian pemborongan ini untuk waktu yang akan dating, dengan kata lain pekerjaan yang belum dikerjakan yang diputuskan, namun mengenai pekerjaan yang telah dikerjakan akan tetap dibayar.

6. Persetujuan kedua belah pihak.33

Berakhirnya suatu perjanjian pemborongan menurut Mariam Darus Badrulzaman apabila:

a. Proyek telah selesai dikerjakan dan masa pemeliharaan telah berakhir.

Penyerahan bangunan dilakukan oleh pihak pemborong kepada pihak pemberi

33


(6)

tugas setelah proyek bangunan selesai secara keseluruhan yang dinyatakan dengan berita acara serah terima proyek yang ditandatangani untuk kedua belah pihak serta dilampiri berita acara hasil pemeriksaan oleh tim peneliti serah terima proyek.

b. Pihak aanbesteder menghentikan pemberi pemborongannya meskipun

pekerjaannya telah dimulai, asal ia memberikan ganti rugi sepenuhnya kepada pemborong untuk segala biaya yang telah dikeluarkannya guna pekerjaannya, secara keuntungan yang hilang karenanya. (Pasal 1611 KUH Perdata)

c. Pemborongan juga dapat berakhir melalui putusan pengadilan, yaitu apabila

yang telah dikerjakan oleh pemborong tidak sesuai dengan isi perjanjian meskipun telah diperingati beberapa kali maka dalam hal ini pemberi tugas dapat meminta pengadilan supaya hubungan kerja diputuskan meskipun pekerjaan memberikan ganti kerugian sepenuhnya kepada pemborong guna

pelaksanaan pekerjaan.34

Masa hapusnya perjanjian dapat juga disebut hapusnya perjanjian, yang berarti bahwa menghapuskan semua pernyataan kehendak para pihak yang telah dituangkan ke dalam persetujuan. Dan dengan hapusnya perjanjian, persetujuan yang bersangkutan tidak lagi mempunyai kekuatan pelaksanaan.

34


Dokumen yang terkait

Analisa Manajemen Aliran Kas Pada PT.PLN (Persero) Area Medan

15 133 55

Pelaksanaan Perjanjian Pemborongan Pekerjaan Antara PT.PLN (Persero) dengan CV.Carmel dalam Hal Penyeimbangan Beban Trafo (Studi pada PT.PLN (Persero) Area Payakumbuh)

4 40 96

UPAYA PT.PLN (PERSERO) WILAYAH SUMATERA UTARA AREA PEMATANGSIANTAR TERHADAP HASIL PEKERJAAN YANG TIDAK SESUAI DENGAN PERJANJIAN DALAM PELAKSANAAN OUTSOURCING.

0 5 21

PENDAHULUAN UPAYA PT.PLN (PERSERO) WILAYAH SUMATERA UTARA AREA PEMATANGSIANTAR TERHADAP HASIL PEKERJAAN YANG TIDAK SESUAI DENGAN PERJANJIAN DALAM PELAKSANAAN OUTSOURCING.

0 2 24

PEMBAHASAN UPAYA PT.PLN (PERSERO) WILAYAH SUMATERA UTARA AREA PEMATANGSIANTAR TERHADAP HASIL PEKERJAAN YANG TIDAK SESUAI DENGAN PERJANJIAN DALAM PELAKSANAAN OUTSOURCING.

1 8 79

SKRIPSI UPAYA PT.PLN (PERSERO) WILAYAH SUMATERA UTARA AREA PEMATANGSIANTAR TERHADAP HASIL PEKERJAAN YANG TIDAK SESUAI DENGAN PERJANJIAN DALAM PELAKSANAAN OUTSOURCING.

0 2 16

Pelaksanaan Perjanjian Pemborongan Pekerjaan Antara PT.PLN (Persero) dengan CV.Carmel dalam Hal Penyeimbangan Beban Trafo (Studi pada PT.PLN (Persero) Area Payakumbuh)

0 0 9

Pelaksanaan Perjanjian Pemborongan Pekerjaan Antara PT.PLN (Persero) dengan CV.Carmel dalam Hal Penyeimbangan Beban Trafo (Studi pada PT.PLN (Persero) Area Payakumbuh)

0 0 1

Pelaksanaan Perjanjian Pemborongan Pekerjaan Antara PT.PLN (Persero) dengan CV.Carmel dalam Hal Penyeimbangan Beban Trafo (Studi pada PT.PLN (Persero) Area Payakumbuh)

0 0 17

Pelaksanaan Perjanjian Pemborongan Pekerjaan Antara PT.PLN (Persero) dengan CV.Carmel dalam Hal Penyeimbangan Beban Trafo (Studi pada PT.PLN (Persero) Area Payakumbuh)

0 0 3