Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Ketersediaan Beras dan Jagung di Provinsi Sumatera Utara

(1)

2.1 Tinjauan Pustaka

Menurut Suryana (2003), jumlah penduduk Indonesia yang cukup besar, membutuhkan ketersediaan pangan yang cukup besar, yang tentunya akan memerlukan upaya dan sumber daya yang besar untuk memenuhinya. Beberapa masalah dalam mencukupi ketersediaan pangan adalah:

1. Upaya mewujudkan ketersediaan pangan yang cukup menghadapi kendala kemampuan produksi pangan yang semakin terbatas disebabkan oleh:

a. Berlanjutnya konversi lahan pertanian kepada kegiatan non pertanian. Seluruh ekosistem lahan pertanian terus mengalami degradasi kualitas dan kesuburan, karena cara-cara pemanfaatan yang kurang ramah lingkungan. b. Semakin langkanya ketersediaan sumber daya air untuk pertanian, karena

persaingan dengan aktivitas ekonomi lainnya, disamping menurunnya kualitas air terus berlangsung, yang terutama disebabkan oleh rendahnya efisiensi manajemen pemanfaatan air dan kepedulian terhadap lingkungan.

c. Fenomena iklim yang semakin tidak menentu karena pengaruh global warming.

2. Teknologi yang diperlukan oleh masyarakat untuk mengatasi semakin terbatasnya lahan serta meningkatnya kebutuhan pangan, mengalami beberapa keterbatasan diantaranya:


(2)

a. Teknologi produksi untuk lahan sawah relative stagnan, sedangkan teknologi lahan kering, lahan rawa/lebak, dan lahan pasang surut, relative belum mampu meningkatkan produktivitas tanaman secara signifikan. b. Teknologi pasca panen belum diterapkan dengan baik sehingga tingkat

penurunan mutu produk dan tingkat kehilangan hasil masih cukup tinggi. c. Kinerja pelayanan teknologi pengolahan hasil tepat gunna belum

memadai untuk menunjang pengembangan industri pengolahan pangan. 3. Terbatasnya kemampuan petani berlahan sempit dalam menerapkan teknologi

tepat guna menyebabkan tingkat produktivitas usaha tani relative stagnan. 4. Dalam era perdagangan global, peluang impor pangan telah terbuka untuk

umum. Disamping menguras devisa yang terbatas, impor menambah ketatnya persaingan produk-produk petani di pasar domestic.

Makna yang terkandung dalam konsep pangan adalah berkaitan dengan komoditas maupun sistem ekonomi pangan yang terdiri atas proses produksi termasuk industri pengolahan, penyediaan, distribusi, maupun konsumsi. Dengan demikian, masalah pangan meliputi ketidakseimbangan atau ketidakberagaman jenis pangan; kerawanan pangan baik produksi, cadangan, distribusi maupun konsumsi pangan/kelaparan (starvation). Bencana alam (banjir, longsor, kekeringan); gangguan hama/penyakit; pencemaran lingkungan; terbatasnya sarana, prasarana, teknologi dan perangsang produksi; pertambahan penduduk; lahan marginal maupun konversi lahan merupakan faktor penyebab terjadinya rawan produksi maupun cadangan pangan. Ketersediaan pangan merupakan kondisi penyediaan pangan yang mencakup makanan dan minuman yang berasal dari tanaman, ternak,


(3)

dan ikan serta turunannya bagi penduduk suatu wilayah dalam suatu kurun waktu tertentu. Ketersediaan pangan merupakan suatu sistem yang berjenjang mulai dari nasional, provinsi (regional), lokal (kabupaten/kota), dan rumah tangga. Ketersediaan pangan dapat diukur baik pada tingkat makro (nasional, provinsi, kabupaten/kota) maupun mikro (rumah tangga). Komponen ketersediaan pangan meliputi kemampuan produksi, cadangan maupun impor pangan setelah dikoreksi dengan ekspor dan berbagai penggunaan seperti untuk bibit, pakan industri makanan/nonpangan dan tercecer (Baliwati, 2010).

Pada dasarnya ketahanan pangan terdapat 4 (empat) pilar yaitu, aspek ketersediaan (food availibility), aspek stabilitas ketersediaan atau pasokan (access of supplies), aspek keterjangkauan (access to utilization), dan aspek konsumsi pangan (food utilization). Keempat pilar tersebut mengindikasikan bahwa pangan harus tersedia dalam jumlah yang cukup, baik di musim panen maupun paceklik, terdistribusi merata di seluruh peloksok negeri, harganya terjangkau oleh orang yang miskin sekalipun dan aman serta bermutu (Isbandi dan Rusdiana, 2014).

Ketersediaan pangan dari produksi domestic diperoleh dari produksi ditambah impor dikurangi kebutuhan untuk konsumsi pakan, benih, dan tercecer serta ekspor. Ketersediaan sebagian besar pangan pokok dunia menurun akibat adanya penurunan produksi di sebagian besar negara utama produsen beras yang

mengakibatkan meningkatnya harga pangan dunia

(Dewan Ketahanan Pangan, 2010).

Cadangan pangan nasional adalah persediaan pangan di seluruh pelosok wilayah Indonesia untuk konsumsi manusia, bahan baku industri, dan untuk menghadapi


(4)

keadaan darurat. Cadangan pangan nasional diupayakan berada di dalam negeri dan harus senantiasa cukup untuk mengatasi masalah kekurangan pangan, atau terjadinya berbagai kebutuhan yang mendadak akibat bencana, atau pengaruh fluktuasi harga (UU RI No 7, 1996).

Pangan tidak hanya beras, karena jenis pangan cukup banyak dan beragam serta semuanya diperlukan untuk berlangsungnya kehidupan manusia yang sehat yaitu terpenuhinya kebutuhan kalori, protein, vitamin, mineral, dan lemak. Pengelompokan pangan berdasarkan pangan pokok dan strategis yaitu beras, jagung, kedelai, ubi kayu, ubi jalar, kacang tanah, daging ayam, daging ruminansia, telur, susu, cabe merah, bawang merah, minyak goreng, gula pasir, dan ikan ( Badan Ketahanan Pangan, 2010).

Beras merupakan bahan pangan pokok bagi sebagian besar masyarakat Indonesia. Kecukupan ketersediaan beras pada tingkat nasional maupun regional menjadi prasarat bagi terwujudnya ketahanan pangan nasional. Beras merupakan komoditas pangan utama masyarakat Indonesia, hampir seluruh penduduk di negara ini mengkonsumsi beras setiap harinya. Hal ini menyebabkan komoditas beras memiliki nilai yang sangat strategis, selain karena menguasai hajat hidup orang banyak, juga dapat dijadikan parameter stabilitas ekonomi dan sosial negara. Apabila terjadi kelangkaaan atau tidak terpenuhinya kebutuhan beras pada masyarakat, akan berdampak pada inflasi dan gejolak social

(Sumodiningrat, 2001)

Jagung merupakan bahan baku utama dalam pembuatan pakan. Dari aspek produksi sebenarnya swasembada jagung sudah terpenuhi. Namun, karena


(5)

kontinuitas kebutuhan tidak dapat dipenuhi maka terpaksa dilakukan impor walaupun pada saat tertentu dilakukan ekspor. Terjadinya ekspor dan impor pada tahun yang sama disebabkan antara lain musim panen jagung tidak merata sepanjang tahun. Pada awal musim panen terjadi surplus produksi sehingga jagung harus diekspor karena belum tersedia fasilitas penyimpanan yang memadai. Sebaliknya, pada musim paceklik terjadi kekurangan produksi sehingga untuk memenuhi kebutuhan harus dipenuhi dari impor

(Adisarwanto dalam Sitepu Christy, 2013).

2.2 Landasan Teori

Persediaan adalah bahan pangan yang tersedia dan dapat diakses oleh masyarakat setiap saat dalam jumlah dan mutu yang memadai. Pada tingkat makro (nasional), persediaan lebih mudah diperkirakan yakni jumlah produksi ditambah impor bahan pangan. Kecukupan dilihat dari volume produksi dan impor dibandingkan dengan konsumsi. Apabila total persediaan sama atau melebihi konsumsi, maka persediaan mencukupi atau jika stock berada pada tingkat yang aman.. Secara teoritis, jika jumlah persediaan (produksi ditambah impor) melebihi konsumsi, maka kegiatan pengadaan tidaklah penting (Bantacut, 2010).

Ketersediaan pangan adalah kondisi tersedianya pangan dari hasil produksi dalam negeri dan cadangan pangan nasional serta impor apabila kedua sumber utama tidak dapat memenuhi kebutuhan (UU No 8, 2012).

Luas areal panen adalah jumlah seluruh lahan yang dapat memproduksi. Areal panen yang memadai merupakan salah satu syarat untuk terjaminnya produksi


(6)

yang mencukupi. Peningkatan luas areal panen secara tidak langsung akan meningkatkan produksi. Hal ini sangat dipengaruhi oleh kondisi alam yang terjadi pada suatu musin tanam. Apabila kondisi alam bersahabat dalam artian tidak terjadi kekeringan maupun kebanjiran, maka dapat diharapkan terjadi peningkatan dalam luas areal panen, sehingga berpengaruh terhadap produksi

(Sumodiningrat, 2001).

Produksi adalah menciptakan, menghasilkan, dan membuat. Proses produksi baru bisa berjalan bila persyaratan yang dibutuhkan dapat dipenuhi, persyaratan ini lebih dikenal dengan faktor produksi. Faktor produksi terdiri dari empat komponen, yaitu tanah, modal, tenaga kerja, dan skill atau manajemen (Daniel, 2002).

Fungsi produksi menunjukkan jumlah maksimum output yang dapat dihasilkan dari pemakaian sejumlah input dengan menggunakan teknologi (Sugiarto, 2002). Secara umum, fungsi produksi dapat dituliskan sebagai berikut:

Q = f (K, L, R, T)

Q = Output

K = Kapital/modal L = Labour/tenaga kerja R = Resources/sumber daya T = Teknologi

Tenaga kerja menurut UU No 13 Tahun 2003 adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang atau jasa baik untuk memenuhi


(7)

kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat. Adapun menurut ILO (International Labour Organization) tenaga kerja adalah penduduk usia kerja yang berusia antara 15-64 tahun. Penduduk usia kerja dibedakan lagi menjadi angkatan kerja dan bukan angkatan kerja (Arifin dan Hadi, 2007).

Produk marginal tenaga kerja adalah jumlah output tambahan yang diperoleh perusahaan dari satu unit tenaga kerja tambahan, dengan mempertahankan jumlah modal tetap. Semakin banyak tenaga kerja yang digunakan perusahaan, semakin banyak output yang diproduksi (Mankiw. G, 2007).

Menurut Thomas Robert Malthus menyebutkan dalam teorinya bahwa pertumbuhan penduduk akan selalu mengikuti deret ukur, sedangkan ketersediaan pangan akan mengikuti deret hitung. Teori tersebut terkenal dengan teori ledakan penduduk di suatu wilayah yang tidak diimbangi dengan ketersediaan pangan. Teori Malthus menghendaki produksi pangan melebihi dari pertumbuhan penduduk. Dalam pandangan pendukung teori Malthus, kelangkaan makanan akhirnya akan menghentikan pertumbuhan (Anderson, 2001).

Apabila suatu negara tidak dapat memenuhi ketersediaan pangannya dari produksi dalam negeri dan pengelolaan cadangan pangan, maka untuk memenuhi kebutuhannya negara tersebut harus mengimpor dari negara lain. Impor adalah suatu perdagangan dengan cara memasukkan barang dari luar negeri ke dalam wilayah pabean misalnya ke dalam wilayah pabean Indonesia dengan memenuhi ketentuan yang berlaku. Kegiatan mendatangkan barang maupun jasa dari luar negeri dapat dipandang sebagai suatu fungsi permintaan. Oleh karena itu Indonesia yang juga melakukan impor baik terhadap barang-barang maupun


(8)

jasa-jasa yang dihasilkan oleh negara lain, pada dasarnya juga telah melakukan suatu permintaan terhadap barang dan jasa tersebut (Zakiah, 2011).

Krugman, Paul R (2000) menjelaskan ada beberapa faktor-faktor yang mendorong dilakukannya impor antara lain:

a. Keterbatasan kualitas sumber daya manusia dan teknologi yang dimiliki untuk mengolah sumber daya alam yang tersedia agar tercapai efektifitas dan efisiensi yang optimal dalam kegiatan produksi dalam negeri.

b. Adanya barang-jasa yang belum atau tidak dapat diproduksi di dalam negeri. c. Adanya jumlah atau kuantitas barang di dalam negeri yang belum mencukupi.

Mankiw (2000) mengungkapkan beberapa faktor yang mempengaruhi impor, begitu pula dengan ekspor, yaitu:

a. Selera konsumen terhadap barang-barang produksi dalam negeri dan luar negeri

b. Harga barang-barang di dalam negeri

c. Besarnya nilai tukar yang menentukan jumlah mata uang domestik yang dibutuhkan untuk membeli mata uang asing

d. Ongkos angkut barang antar negara

e. Kebijakan pemerintah mengenai perdagangan internasional.

Salah satu faktor yang mempengaruhi impor adalah nilai tukar. Nilai tukar mata uang merupakan perbandingan nilai dua mata uang yang berbeda atau dikenal dengan sebutan kurs. Nilai kurs didasari dua konsep, pertama, konsep nominal merupakan konsep untuk mengukur perbedaan harga mata uang yang menyatakan berapa jumlah mata uang suatu Negara yang diperlukan guna memperoleh jumlah


(9)

mata uang dari Negara lain. Kedua, konsep riil yang dipergunakan untuk mengukur daya saing komoditi ekspor sutu Negara di pasaran internasional (Halwahi, 2005).

2.3 Penelitian Terdahulu

Penelitian yang berhubungan dengan analisis faktor yang mempengaruhi ketersediaan pangan strategis yang telah dilakukan, diantaranya:

Lestari, Lisa (2013) dengan penelitian yang berjudul “Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Ketersediaan dan Konsumsi Pangan Strategis di Provinsi Sumatera Utara” menggunakan metode penelitian regresi linear berganda dengan data tahunan periode 2001-2010. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketersediaan beras dipengaruhi oleh stok beras, produksi beras, impor beras dan ekspor beras di Sumatera Utara. Ketersediaan cabai dipengaruhi oleh stok cabai, produksi cabai, impor cabai dan ekspor cabai di Sumatera Utara. Konsumsi beras dipengaruhi oleh jumlah penduduk, harga beras dan PDRB di Sumatera Utara. Konsumsi cabai dipengaruhi oleh jumlah penduduk, harga cabai dan PDRB di Sumatera Utara.

Mawaddah, Helmi (2013) dengan penelitian yang berjudul “ Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan dan Ketersediaan Daging Ayam (Broiler) di Kota Medan” menggunakan metode analisis model regresi linear berganda. Hasil penelitian yaitu Secara serempak harga daging ayam broiler, harga daging ayam buras, konsumsi daging ayam broiler tahun sebelumnya dan konsumsi protein masyarakat Kota Medan mempengaruhi permintaan daging ayam broiler di Kota Medan. Sedangkan secara parsial hanya harga daging ayam broiler yang


(10)

mempengaruhi permintaan daging ayam broiler di Kota Medan. Secara serempak produksi daging ayam broiler, permintaan daging ayam broiler dan konsumsi daging ayam broiler mempengaruhi ketersediaan daging ayam broiler di Kota Medan. Sedangkan secara parsial hanya produksi daging ayam broiler yang mempengaruhi ketersediaan daging ayam broiler di Kota Medan.

Hasyim, Hasman (2007) dengan penelitian yang berjudul “Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Ketersediaan Beras” menggunakan metode Ordinary Least Square (OLS). Penelitian bertujuan untuk mengetahui pengaruh luas panen, harga beras, harga jagung, dan ketersediaan beras tahun sebelumnya terhadap ketersediaan beras di Sumatera Utara. Hasil penelitian menunjukkan secara serempak bahwa dari keseluruhan variabel bebas yaitu luas panen, harga beras, harga jagung, dan ketersediaan beras tahun sebelumnya memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap ketersediaan beras. Secara parsial variabel luas panen dan variabel harga beras memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap ketersediaan beras sedangkan kedua variabel yaitu harga jagung dan ketersediaan beras tahun sebelumnya menunjukkan pengaruh tidak nyata terhadap ketersediaan beras.


(11)

2.4 Kerangka Pemikiran

Beras dan jagung merupakan kebutuhan pokok yang pemenuhannya harus selalu dijaga dan tetap tersedia. Ketersediaan beras dapat dipengaruhi oleh harga domestic, harga impor, harga kedelai, luas panen jagung, konsumsi beras, dan jumlah tenaga kerja. Apabila harga domestic tinggi, maka ketersediaan akakn meningkat. Hal ini dapat disebabkan agar melindungi produsen untuk memperoleh keuntungan. Apabila harga impor meningkat, maka ketersediaan juga dapat meningkat. Hal ini dapat disebabkan karena permintaan yang tinggi akibat jumlah penduduk semakin meningkat sementara produksi tidak mencukupi, sehingga impor tetap dilakukan. Apabila harga kedelai tinggi, maka ketersediaan kedelai dapat berkurang. Hal ini dapat disebabkan karena produsen akan lebih memilih untuk menanam atau menghasilkan kedelai yang harganya tinggi dibandingkan dengan beras. Konsumsi beras juga dapat mempengaruhi ketersediaan. Jika konsumsi meningkat, maka ketersediaan juga meningkat. Hal ini dapat disebabkan karena jumlah penduduk yang meningkat sehingga ketersediaan beras harus tetap tersedia, juga surplus. Apabila tenaga kerja meningkat, ketersediaan juga meningkat. Hal ini dapat disebabkan karena peningkatan tenaga kerja dapat meningkatkan hasil produksi yang berimplikasi terhadap ketersediaan.

Ketersediaan jagung dipengaruhi oleh luas panen jagung, harga domestic, jumlah penduduk, tenaga kerja di sektor pertanian, dan nilai tukar. Apabila luas panen jagung meningkat maka produksi akan meningkat, sehingga ketersediaan juga meningkat. Apabila harga meningkat, maka produsen akan meningkatkan produksi untuk memperoleh keuntungan, sehingga ketersediaan juga akan


(12)

meningkat. Peningkatan jumlah penduduk akan meningkatkan jumlah permintaan, sehingga ketersediaan jagung juga meningkat untuk dapat memenuhi permintaan jagung. Nilai tukar dapat mempengaruhi ketersediaan jagung. Jika nilai tukar tinggi, maka impor akan berkurang, sehingga ketersediaan jagung jjuga kan berkurang. Sebaliknya jika nilai tukar rendah, impor akan meningkat, dan ketersediaan juga akan meningkat.


(13)

: Menyatakan Pengaruh : Menyatakan Hubungan

Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran Ketersediaan Beras Harga Domestik

Konsumsi Harga Impor Harga Kedelai Luas Panen Jagung

Tenaga Kerja

Harga Domestik Jumlah Penduduk Tenaga Kerja

Luas Panen

Nilai Tukar

Ketersediaan Beras

Kebijakan Pangan Strategis Sumatera Utara


(14)

2.5 Hipotesis

Sesuai dengan identifikasi masalah dan berdasarkan tujuan penelitian, maka hipotesis dapat dirumuskan sebagai berikut :

1. Ada pengaruh harga domestik, harga impor, harga kedelai, luas panen jagung, konsumsi beras, dan jumlah tenaga kerja terhadap ketersediaan beras di Provinsi Sumatera Utara secara parsial maupun agregat

2. Ada pengaruh luas panen, harga domestik, jumlah penduduk, jumlah tenaga kerja, dan nilai tukar terhadap ketersediaan jagung di Provinsi Sumatera Utara secara parsial dan agregat..


(1)

mata uang dari Negara lain. Kedua, konsep riil yang dipergunakan untuk mengukur daya saing komoditi ekspor sutu Negara di pasaran internasional (Halwahi, 2005).

2.3 Penelitian Terdahulu

Penelitian yang berhubungan dengan analisis faktor yang mempengaruhi ketersediaan pangan strategis yang telah dilakukan, diantaranya:

Lestari, Lisa (2013) dengan penelitian yang berjudul “Faktor-Faktor Yang

Mempengaruhi Ketersediaan dan Konsumsi Pangan Strategis di Provinsi Sumatera Utara” menggunakan metode penelitian regresi linear berganda dengan data tahunan periode 2001-2010. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketersediaan beras dipengaruhi oleh stok beras, produksi beras, impor beras dan ekspor beras di Sumatera Utara. Ketersediaan cabai dipengaruhi oleh stok cabai, produksi cabai, impor cabai dan ekspor cabai di Sumatera Utara. Konsumsi beras dipengaruhi oleh jumlah penduduk, harga beras dan PDRB di Sumatera Utara. Konsumsi cabai dipengaruhi oleh jumlah penduduk, harga cabai dan PDRB di Sumatera Utara.

Mawaddah, Helmi (2013) dengan penelitian yang berjudul “ Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan dan Ketersediaan Daging Ayam (Broiler) di Kota Medan” menggunakan metode analisis model regresi linear berganda. Hasil penelitian yaitu Secara serempak harga daging ayam broiler, harga daging ayam buras, konsumsi daging ayam broiler tahun sebelumnya dan konsumsi protein masyarakat Kota Medan mempengaruhi permintaan daging ayam broiler di Kota Medan. Sedangkan secara parsial hanya harga daging ayam broiler yang


(2)

mempengaruhi permintaan daging ayam broiler di Kota Medan. Secara serempak produksi daging ayam broiler, permintaan daging ayam broiler dan konsumsi daging ayam broiler mempengaruhi ketersediaan daging ayam broiler di Kota Medan. Sedangkan secara parsial hanya produksi daging ayam broiler yang mempengaruhi ketersediaan daging ayam broiler di Kota Medan.

Hasyim, Hasman (2007) dengan penelitian yang berjudul “Analisis Faktor-Faktor

yang Mempengaruhi Ketersediaan Beras” menggunakan metode Ordinary Least Square (OLS). Penelitian bertujuan untuk mengetahui pengaruh luas panen, harga beras, harga jagung, dan ketersediaan beras tahun sebelumnya terhadap ketersediaan beras di Sumatera Utara. Hasil penelitian menunjukkan secara serempak bahwa dari keseluruhan variabel bebas yaitu luas panen, harga beras, harga jagung, dan ketersediaan beras tahun sebelumnya memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap ketersediaan beras. Secara parsial variabel luas panen dan variabel harga beras memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap ketersediaan beras sedangkan kedua variabel yaitu harga jagung dan ketersediaan beras tahun sebelumnya menunjukkan pengaruh tidak nyata terhadap ketersediaan beras.


(3)

2.4 Kerangka Pemikiran

Beras dan jagung merupakan kebutuhan pokok yang pemenuhannya harus selalu dijaga dan tetap tersedia. Ketersediaan beras dapat dipengaruhi oleh harga domestic, harga impor, harga kedelai, luas panen jagung, konsumsi beras, dan jumlah tenaga kerja. Apabila harga domestic tinggi, maka ketersediaan akakn meningkat. Hal ini dapat disebabkan agar melindungi produsen untuk memperoleh keuntungan. Apabila harga impor meningkat, maka ketersediaan juga dapat meningkat. Hal ini dapat disebabkan karena permintaan yang tinggi akibat jumlah penduduk semakin meningkat sementara produksi tidak mencukupi, sehingga impor tetap dilakukan. Apabila harga kedelai tinggi, maka ketersediaan kedelai dapat berkurang. Hal ini dapat disebabkan karena produsen akan lebih memilih untuk menanam atau menghasilkan kedelai yang harganya tinggi dibandingkan dengan beras. Konsumsi beras juga dapat mempengaruhi ketersediaan. Jika konsumsi meningkat, maka ketersediaan juga meningkat. Hal ini dapat disebabkan karena jumlah penduduk yang meningkat sehingga ketersediaan beras harus tetap tersedia, juga surplus. Apabila tenaga kerja meningkat, ketersediaan juga meningkat. Hal ini dapat disebabkan karena peningkatan tenaga kerja dapat meningkatkan hasil produksi yang berimplikasi terhadap ketersediaan.

Ketersediaan jagung dipengaruhi oleh luas panen jagung, harga domestic, jumlah penduduk, tenaga kerja di sektor pertanian, dan nilai tukar. Apabila luas panen jagung meningkat maka produksi akan meningkat, sehingga ketersediaan juga meningkat. Apabila harga meningkat, maka produsen akan meningkatkan produksi untuk memperoleh keuntungan, sehingga ketersediaan juga akan


(4)

meningkat. Peningkatan jumlah penduduk akan meningkatkan jumlah permintaan, sehingga ketersediaan jagung juga meningkat untuk dapat memenuhi permintaan jagung. Nilai tukar dapat mempengaruhi ketersediaan jagung. Jika nilai tukar tinggi, maka impor akan berkurang, sehingga ketersediaan jagung jjuga kan berkurang. Sebaliknya jika nilai tukar rendah, impor akan meningkat, dan ketersediaan juga akan meningkat.


(5)

: Menyatakan Pengaruh : Menyatakan Hubungan

Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran Ketersediaan Beras Harga Domestik

Konsumsi Harga Impor Harga Kedelai Luas Panen Jagung

Tenaga Kerja

Harga Domestik Jumlah Penduduk Tenaga Kerja

Luas Panen

Nilai Tukar

Ketersediaan Beras

Kebijakan Pangan Strategis Sumatera Utara


(6)

2.5 Hipotesis

Sesuai dengan identifikasi masalah dan berdasarkan tujuan penelitian, maka hipotesis dapat dirumuskan sebagai berikut :

1. Ada pengaruh harga domestik, harga impor, harga kedelai, luas panen jagung, konsumsi beras, dan jumlah tenaga kerja terhadap ketersediaan beras di Provinsi Sumatera Utara secara parsial maupun agregat

2. Ada pengaruh luas panen, harga domestik, jumlah penduduk, jumlah tenaga kerja, dan nilai tukar terhadap ketersediaan jagung di Provinsi Sumatera Utara secara parsial dan agregat..