Analisis Faktor Faktor Yang Mempengaruhi Ketersediaan Beras Di Sumatera Utara

(1)

ANALISIS FAKTOR FAKTOR YANG

MEMPENGARUHI KETERSEDIAAN

BERAS DI SUMATERA UTARA

TESIS

Oleh:

HASMAN HASYIM

057018009

S E K O L A H P A S C A S A R J A N A

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N

2 0 0 7


(2)

ANALISIS FAKTOR FAKTOR YANG

MEMPENGARUHI KETERSEDIAAN

BERAS DI SUMATERA UTARA

TESIS

Untuk memperoleh Gelar Megister Sains

dalam program studi Ekonomi Pembangunan

pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh :

Hasman Hasyim

057018009/EP

S E K O L A H P A S C A S A R J A N A

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2007


(3)

Judul Penelitian

: ANALISIS FAKTOR FAKTOR YANG

MEMPENGARUHI KETERSEDIAAN

BERAS DI SUMATERAUTARA

Nama Mahasiswa : Hasman Hasyim Nomor Pokok : 057018009

Program Studi : Ekonomi Pembangunan

Menyetujui Komisi Pembimbing

Drs. Iskandar Syarief, MA Dr. Sya,ad Afifuddin, SE. M.Ec Anggota Ketua

Ketua Program Studi Direktur

Dr. Murni Daulay, SE. M.Si Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B. M.Sc


(4)

Telah di uji pada Tanggal : 3 Juli 2007

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. Sya ,ad Afifuddin, SE, M.Ec Anggota : 1. Drs.Iskandar Syarief, MA 2. Dr. Murni Daulay. SE. M.Si 3. Dr. Ir. Rahmanta Ginting, M.S 4. Drs. Rujiman. MA


(5)

Allah memberikan hikmah (ilmu yang berguna)

kepada siapa yang dikehendakiNya, barang

siapa

mendapatkan hikmah itu,

sesungguhnya ia telah

mendapat kebajikan yang banyak, dan tiadalah

yang menerima peringatan, melainkan orang orang

yang berakal ( Al Baqarah : 269 )

Kupersembahkan buat : Kedua orang tuaku

Alm Bgd. H. Hasyim Zakaria Piliang dan Alm Puteri Hj. Syarifah Aziz, Mdl. Isteriku tercinta:

Hj. Sri Sofiani Eba B.Sc. Anak anakku tersayang : Haryati Eka Puteri Hasman SP.

Haryadi Dwi Putera Hasman Haryani Tri Puteri Hasman Haryaji Catur Putera Hasman


(6)

ABSTRAK

Hasman Hasyim. Nomor Pokok 057018009/EP. Analisis Faktor Faktor Yang Menpengaruhi Ketersediaan Beras Di Sumatera Utara (Dr. Sya,ad Afifuddin, SE, M.Ec, selaku ketua pembimbing dan Drs. Iskandar Syarief, MA, selaku anggota pembimbing)

Penelitian bertujuan Untuk mengetahui pengaruh luas panen, harga beras, harga jagung dan ketersediaan beras tahun sebelumnya terhadap ketersediaan beras di Sumatera Utara. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder runtun waktu (time series) mulai tahun 1987 hingga 2006. Dalam penelitian ini, analisis dilakukan dengan metode Ordinary Least Square (OLS). Alat bantu dalam mengolah data sekunder ini adalah Program Eviews versi 4.1.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari hasil estimasi dapat diperoleh nilai koefisen determinasi (R2) sebesar 0.993 yang berarti bahwa variasi yang terjadi pada luas panen, harga beras, harga jagung dan ketersediaan beras tahun sebelumnya dapat menjelaskan ketersediaan beras sebesar 99,3 % Secara serempak menunjukkan bahwa dari keseluruhan variabel bebas yaitu luas panen, harga beras, harga jagung dan ketersediaan beras tahun sebelumnya memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap ketersediaan beras Secara parsial variabel luas panen dan variabel harga beras memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap ketersediaan beras sedangkan kedua variabel yaitu harga jagung dan ketersediaan beras tahun sebelumnya menunjukkan pengaruh tidak nyata terhadap ketersediaan beras.

Kata kunci : Ketersediaan beras, luas panen, harga beras, harga jagung dan ketersediaan beras tahun sebelumnya.


(7)

ABSTRACT

Hasman Hasyim. Reg. Number Study. 057018009. The Analysis of Factors Influence on the Availability of Rice In Sumatera Utara (Dr. Syaad Afiruddin, SE, M.Ec, as Chairman and Drs. Iskandar Syarief, MA, as Member of the Advisory Committee).

The objective of this research is to know the influence of various factors, namely, the acre of crop, rice price, maize price and availability of rice in the previous year, to the availability of rice in Sumatera Utara. Data used in this research is secondary data in the form of time series of 1987 - 2006. The method

used is Ordinary Least Square (OLS). Data is processed by the Eviews Program version of 4.1.

The coefficient of determination (R2) - 0.993 result indicates that 99,3 % of the availability of rice variation can be explained by the variation of acre crop, rice price, maize price and availability of rice in the previous year. Simultaneously, all of these variables significantly influence on the availability of rice. Partially, the acre crop, rice price very significantly influence, while maize price and availability of rice in the previous year are not significant to the availability of rice.

Key words : Availability of rice, acre crop, rice price, maize price and availability of rice year before.


(8)

KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah kehadirat Allah SWT, berkat rahmat dan hidayah serta limpahan karuniaNya penulis dapat menyelesaikan tesis ini dengan judul : Analisis Faktor Faktor Yang Mempengaruhi Ketersediaan Beras Di Sumatera Utara. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam menyelesaikan tesis ini tidak akan berhasil tanpa dukungan, motivasi, bimbingan, pengarahan, serta kritikan membangun yang disampaikan kepada penulis. Untuk itu dalam kesempatan ini dengan setulus hati, penulis ingin menyampaikan rasa terimakasih dan penghargaan yang setinggi tingginya kepada :

1. Prof. dr Chairuddin P. Lubis. DTM &H. Sp. A.(k), selaku Rektor Universitas Sumatera Utara yang telah berkenan memberi kesempatan, fasilitas dan materi kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan di Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

2. Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B. M.Sc, selaku Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara yang telah berkenan memberi Kesempatan kepada penulis untuk mengikuti pendidikan di Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

3. Dr. Murni Daulay, SE. M.Si, selaku Ketua Program Studi Ekonomi Pembangunan di Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara. 4. Dr. Sya,ad Afifuddin, SE, M.Ec, selaku ketua pembimbing yang dengan

penuh perhatian telah memberikan dorongan, bimbingan arahan dan saran kepada penulis sehingga bisa dapat diselesaikan tesis ini dengan baik.


(9)

5. Drs. Iskandar Syarief, MA, selaku anggota pembimbing dengan penuh perha-tian telah memberikan dorongan, semangat, kritikan baik isi maupun redaksi-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini dengan baik. 6. Para Dosen pengasuh mata kuliah pada program studi ekonomi

pembangunan di Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan kuliah dan tesis ini.

7. Seluruh staf administrasi dan pegawai program studi Ekonomi Pembangunan di Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

8. Bapak Prof. Ir. Zulkifli Nasution M.Sc. PhD, selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, yang memberikan izin, dorongan dan semangat kepada penulis sampai diselesaikannya tesis ini

9. Ibu Ir. Lily Fauzia M.Si. selaku Ketua Departemen Sosial Ekonomi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, yang memberikan dorongan moril dan semangat kepada penulis sampai diselesaikannya tesis ini

10.Bapak Ir. Bintara Taher M.Si, selaku Kepala Dinas Pertanian Pemerintah Provinsi Sumatera Utara, dimana dalam menyelesaikan tesis banyak membantu memberikan data sekunder yang dibutuhkan pernulis

11.Kepada orang tua yang kucintai Bapanda almarhum Bgd. H. Hasyim Zakaria Piliang dan ibunda almarhum Puteri Hj. Syarifah Aziz, Mdl. kakanda almarhum Bgd. H. Hasymi Hasyim. Mdl,SE. Ak, Bgd. H. Haslim Hasyim Mdl, SH, Ir. Bgd. H. Hasmawi Hasyim Mdl, MS, Dra. Hj Hasmah Hasyim, Mdl, almarhum dr. Bgd. Hasrul Hasyim, Mdl, Dra Hasnani Hasyim, Mdl, Hj. Hasnah Hasyim Mdl, SH. SPN, Dra Hasnifah


(10)

Hasyim, Mdl, Hasmidah Hasyim Mdl, SH. SPN dan Dra Hasmawaty Hasyim Mdl. Atas segala keikhlasannya dalam dukungan yang senantiasa mendoakan dan memberikan dorongan semangat, perhatian dalam mengikuti pendidikan sampai selesainya tesis ini pada Program Studi Ekonomi Pembangunan di Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

12.Kepada isteri tercinta Hj. Sri Sofiani Eba B.Sc dan anak anak yang kusayangi Haryati Eka Puteri Hasman SP, Haryadi Dwi Putera Hasman, Haryani Tri Puteri Hasman dan Haryaji Catur Putera Hasman, yang telah memberikan dukungan, dorongan, motivasi, semangat, pengorbanan dan membantu serta mendampingi dengan setia sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini dengan baik.

Akhirnya penulis mendoakan kiranya Allah SWT menerima seluruh amal dan ibadah mereka dengan membalas budi baik mereka dengan pahala berlipat ganda semoga segala usaha dan niat baik yang telah kita lakukan mendapat ridha Allah SWT. Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari kesempurnaan, baik isi maupun redaksinya oleh karena itu dengan senang hati penulis menerima kritik, saran dan masukan semua pihak. Akhir kata penulis berharap semoga tesis ini bermanfaat bagi kita semua . Amin ya rabbal alamin.

Medan 6 Juni 2007 Penulis


(11)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Keterangan Perorangan

Nama lengkap : Ir. Bgd. H. Hasman Hasyim Mdl. M.Si

NIP : 130 936 323

Pangkat dan golongan ruang : Pembina Utama Muda / IV C

Jabatan : Lektor Kepala

Pekerjaan : Staf Pengajar Departemen SEP FP USU Tempat lahir / tanggal lahir : Medan 11 Nopember 1954

Jenis kelamin : Pria

Agama : Islam

Alamat : Jl. Flamboyan VI no 8 Komp. IKIP kelurahan Tj. Selamat, Kecamatan Medan Tuntungan, Medan 20134 Kota Madya Medan, Sumatera Utara Status perkawinan : Kawin

Keterangan Pendidikan

1. Sekolah Dasar Katlia Medan Lulus Tahun 1968 2. Sekolah Menengah Pertama Negeri XI Medan Lulus Tahun 1970 3. Sekolah Menengah Atas Negeri VI Medan Lulus Tahun 1973

Jurusan Pal

4. Fakultas Pertanian USU Sarjana Muda Lengkap (B.Sc) Lulus Tahun 1977 Jurusan Produksi Perkebunan

5. Fakultas Pertanian USU Sarjana Lengkap (Ir) Lulus Tahun 1981 Jurusan Pemuliaan Tanaman

6. Sekolah Pascasarjana USU Megister Lulus Tahun 2007 Program Studi Ekonomi Pembangunan

Keterangan Pekerjaan

1. Pengatur muda tk I gol IIb pelaksana, Fakultas Pertanian USU terhitung. 1-3-1981 s/d 1-10-1982 SK. No.56/24/C0/3/81 tanggal 18-6-1981

2. Pembina Utama Muda IVc. lektor kepala, Fakultas Pertanian USU, terhitung 1-10-2005 s/d sekarang, SK. No. 23/k. tahun 2006, tanggal 11-4-2006

3. Pekerjaan proyek pengembangan perk Inti dan perk.rakyat (Nes) II Air Molek terhitung Januari s/d Maret 1983 SK. 04.7/ket/31/1984, tanggal 6 -7-1984

4. Staf ahli lembaga studi bidang penelitian dan teknik pertanian terhitung Desember1981 s/d 1985, Sk. No. 04/B/AP/3/82 tanggal 1-3-1982

5. Kepala SMA Ade Irma Nasution terhitung Januari s/d Desember 1988 Sk No. 176/P.4PP- RAISN/1988, tanggal 1-1-1988

6. Dosen Fak. Pertanian UMSU terhitung 21-12-88 s/d Juli 1990, SK. No. 15994/PT05/H.1/C.88. tanggal 21-12-1988


(12)

7. Dosen Fak. Pertanian UMA terhitung 21-12-91 s/d Juni 1994, SK. No. 1156/A/BAU/02/91. tanggal 21-2-1991

8. Dosen Fak. Pertanian Univ. Al Azhar terhitung 4-3-92 s/d Juni 1996, SK. No. 202/UAA/H.FP/C. 92. tanggal 4-3-1992

9. Dosen Fak. Pertanian UPMI terhitung Agustus 1991 s/d Januari 2002, SK. No. 04/02.B/UPMI/II/93. tanggal 10-2-1993

10.Dosen Akademi Penyuluhan Pertanian terhitung 20-2-1995 s/d Januari 1998, SK. No Dl.210/252. a./SK/II/95. tanggal 15-2-1995

11.Ketua Koperasi Sejahtera Fak.Pertanian USU.terhitung 1994s/d 1996 12.Ketua Tim Kerja Sama terhitung 18-2-2002 s/d 5-6-2002 SK.Rektor USU

No.182/905/SK/KP/2002 tanggal 18-2-2002

Keterangan Tanda Jasa/Penghargaan

Penghargaan Satya Lencana Karya Satya X tahun Jakarta tanggal 30-4-1998 oleh Presiden Republik Indonesia Suharto

Penghargaan Satya Lencana Karya Satya X X tahun Jakarta tanggal 24-4-2007 oleh Presiden Republik Indonesia DR. H. Susilo Bambang Yudhoyono

Keterangan Penataran/kursus

1. Short Course Extension Methodology tanggal 20 Juli s/d 10 Agustus 1983 Piagam 1983. BKSB Unri Pakan Baru

2. Kursus Penyegar Exploitasi Karet tanggal 17 s/d 22 Oktober 1983 Sertifikat 1983. LPP. Medan

3. Penataran Program NKK Dalam Rangka Peningkatan Masyarakat Akedemik tanggal 28 Nopember s/d 9 Desember 1983. Sertifikat 1983. USU Medan

4. Penataran P 4. Type A. Angkatan Gabungan II. Tanggal 28 Nopember s/d 15 Desember 1984. Piagam 1984 BP7 Tingkat I Sumut Medan

5. Penataran Penelitian Tingkat Madya Dalam Bidang Ilmu Ilmu Alamiah tanggal 16 Juli 1984 s/d 9 Januari 1985. Sertifikat 1985. Unsri Palembang, Unri Pakan Baru, Unja Jambi, Unila Lampung.

6. Penataran Tenaga Peneliti Tingkat Lanjut tanggal 3 s/d 8 Maret 1986 sertifikat 1986. USU Medan

7. Kursus Intensif Bahasa Inggeris tanggal 13 Oktober s/d 1986 10 Januari 1987 Surat Keterangan 1987. BKSB /Unsri Palembang

8. Kursus Pelatihan Pelatih Manajemen LSM SeSumatera tanggal 7 s/d 19 Desember 1987 Sertifikat 1087. WIM Medan

9. Course Manajemen Agri Business tanggal 11 s/d 30 Januari 1988. Sertifikat 1988 BKSB/ USU Medan

10.Course Advanced Agri Business Manajemen tanggal 23 Januari s/d 11 Februari 1989 Sertifikat 1989. BKSB/ Unila Lampung

11.Program Studi Dan Latihan Demografi Bagi Staf Peneliti /Staf Pengajar Perguruan Tinggi tanggal 13 Mei s/d 5 September 1990 Sertifikat 1990 LD FE UI. Jakarta


(13)

12.Penataran Teknik Evaluasi Pendidikan Bagi Dosen Penguji Ujian Negara Cicilan Kopertis Wilayah I, tanggal 29 s/d 30 Juli 1998,. Sertifikat 1998 Kopertis Wilayah I Medan

Keterangan Organisasi Profesi

1. Korps Pegawai Negeri (KORPRI ) Wilayah Sumatera Utara anggota terhitung dari thn 1981 s/d sekarang

Ketua Drs. Syarifuddin Harahap

2. Persatuan Insinyur Indonesia ( PII ) Cabang Sumatera Utara Pengurus sekretaris III/Departemen Pengkajian IPTEK terhitung dari thn 1994 s/d 1999

Ketua Ir.D.Bangun

3. Perhimpunan ekonomi Pertanian (PERHEPI) Daerah Sumatera Utara Bidang Hubungan Kerja Sama dan Publikasi terhitung dari thn 1996 s/d 1999

Ketua Ir. MB. Sirait

4. Himpunan Pengetahuan Ilmu Ilmu Sosial (HIPIIS) daerah Sumatera Utara Anggota terhitung dari thn 1985 s/d sekarang

Ketua DR. Mulyanto Suhardi

5. Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Cabang Medan Anggota terhitung dari thn 2000 s/d sekarang

Ketua Drs. HM Soripada Rangkuti SH

6. Ikatan Sarjana Ekonomi (ISEI) Cabang Medan Anggota terhitung dari Nopember 2006 s/d sekarang

Ketua Prof. DR. Hj. Ade Fatma Lubis, MAFIS. MBA.Ak.

Keterangan Keluarga

Isteri, Hj. Sri Sofiani Eba B.Sc. lahir di Jakarta 13-4-1960 pekerjaan lbu rumahtangga

Anak- anak, 1. Haryati Eka Puteri Hasman SP. Lahir di Medan 23-9-1984

2. Haryadi Dwi Putera Hasman lahir di Jakarta 21-3-1987 Sem. V. Departemen ilmu komunikasi FISIP USU 3. Haryani Tri Puteri Hasman lahir di Jakarta 23-12-1988 Sem. I. Departemen ilmu Manajemen FE USU

4. Haryaji Catur Putera Hasman lahir di Medan 28-2-1992 Kelas X. 2. SMA Negeri 15 Medan


(14)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK... i

KATA PENGANTAR... iii

RIWAYAT HIDUP... vi

DAFTAR ISI... ix

DAFTAR TABEL... xii

DAFTAR GAMBAR... xiii

DAFTAR LAMPIRAN...xiv

BAB I. PENDAHULUAN... 1

1.1. Latar Belakang... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 6

1.3. Tujuan Penelitian ... 7

1.4. Manfaat Penelitian ... 7

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA... 8

2.1. Teori Penawaran ... 8

2.2. Ketersediaan Beras... 13

2.3. Luas Lahan... 14

2.4. Produktivitas Beras ...16

2.5 Harga Beras ... 21


(15)

2.7. Kerangka Berfikir... 28

2.8. Hipotesis ... 30

BAB III. METODE PENELITIAN... 31

3.1. Ruang Lingkup Penelitian... 31

3.2. Jenis dan Sumber Data... 31

3.3. Model Analisis ... 31

3.4. Metode Analisis ... 32

3.5. Uji kesesuaian (Test of Goodness of Fit)... 32

3.5.1. Koefisien Determinasi (R2) ...32

3.5.2. Uji Serempak (Uji F -statistik) ... 33

3.5.3. Uji Parsial ( Uji t -statistik)... 33

3.6. Uji Penyimpangan Asumsi Klasik... 33

3.6.1. Uji Normalitas ... 34

3.6.2. Uji Linieritas ... 34

3.6.3. Uji Multikolinearitas ... 35

3.6.4. Uji Autokorelasi ... 35

3.7. Batasan Operasional ... 36

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN...38

4.1. Analisis Perkembangan Luas Panen, Harga Beras, Harga Jagung Dan Ketersediaan Beras Tahun 1987-2006 ... 38

4.2. Faktor Faktor Yang Mempengaruhi Ketersediaan Beras...40


(16)

4.3.1. koefisien Determinasi (R2)... 41

4.3.2. Uji Serempak ( Uji F -statistik). ... 41

4.3.3. Uji Parsial ( Uji t -statistik). ... 42

4.4. Uji Penyimpangan Asumsi Klasik... 44

4.4.1. Uji Normalitas ... 45

4.4.2. Uji Linieritas ... 45

4.4.3. Uji Multikolinearitas ... 46

4.4.4. Uji Autokorelasi...47

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN... 48

5.1. Kesimpulan ... 48

5.2. Saran ... 48

DAFTAR PUSTAKA... 49


(17)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

4.1. Perkembangan Luas Panen, Harga Beras, Harga Jagung dan

Ketersediaan Beras Tahun 1987-2006 di Sumatera Utara ... 38 4.6.2. Hasil Uji Linieritas Ketersediaan Beras... 45 4.6.3. Hasil Uji Multikolinearitas Ketersediaan Beras... 46


(18)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

2.1. Kurva Penawaran Produsen ... 9 2.2. Gerakan Sepanjang Kurva Penawaran dan Pergeseran

Kurva Penawaran... 12 2.3. Skema Kerangka Berfikir, Analisis Faktor Faktor Yang


(19)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Penggunaan Produksi Gabah Kering Giling yang Akan Diolah Menjadi Bibit, Pakan Ternak, Bahan Baku Industrl Bukan Makanan, Susut, Limbah Produksi beras dan ketersediaan Beras

Tahun 1987-2006 ... 52

2. Hasil Regresi OLS Ketersediaan Beras di Sumatera Utara setelah dilag ... 53

3. Hasil Uji Normalitas Ketersediaan Beras di Sumatera Utara... 54

4. Hasil Uji Linieritas Ketersediaan Beras di Sumatera Utara... 55

5 Hasil Uji Multikolinearitas Untuk Variabel Luas Panen di Sumatera Utara.. 56

6. Hasil Uji Multikolinearitas Untuk Variabel Harga Beras di Sumatera Utara.. 57

7. Hasil Uji Multikolinearitas Untuk Variabel Harga Jagung di Sumatera Utara.58 8. Hasil Uji Multikolinearitas Untuk Variabel Ketersediaan Beras Tahun Sebelumnya di Sumatera Utara... 59


(20)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang akan menghadapi masalah pertanian, khususnya masalah pangan beras. Dimana pada tahun 1984-1986 pernah menjadi swasembada beras, sekarang menjadi negara pengimpor beras, sebab produksi beras dalam negeri tidak cukup mengatasi kebutuhan konsumsi penduduk, dalam hal ini sangat lambat untuk meningkatkan produksi dan produktivitas tanaman padi sedangkan laju pertumbuhan penduduk terus meningkat.

Pembangunan pertanian tanaman pangan khususnya pangan beras adalah untuk meningkatkan produksi dan produktivitas melalui peningkatan tersebut juga ditingkatkan kualitas, agar pangan beras yang dimakan rasanya lebih enak, polen, bergizi dan harum baunya. Sektor pertanian mampu memberikan pemulihan dalam mengatasi krisis yang sedang terjadi dan daya ransang petani untuk berusahatani juga tinggi.dimana petani mempunyai potensi besar untuk berperan sebagai pemicu pemulihan ekonomi nasional.

Ketahanan pangan suatu negara dikatakan baik jika semua penduduk disuatu negara setiap saat dapat memiliki akses terhadap makanan dalam volume dan mutu yang sesuai bagi suatu kehidupan yang produktif dan sehat. Akses setiap individu terhadap pangan yang cukup merupakan hak azasi manusia yang berlaku secara universal. Oleh sebab itu, sampai sejauh mana suatau negara menghormati hak asasi warganya yang dapat diukur dari ketahanan pangan yang dimilikinya, bahkan ketahanan pangan dijadikan salah satu indikator penting bagi


(21)

keberhasilan pembangunan nasional, disamping indikator pertumbuhan ekonomi dan pemerataan pendapatan (Saragih, 2001).

Pangan beras mempunyai peran yang sangat strategis dalam pemantapan ketahanan pangan, ketahanan ekonomi dan stabilitas politik nasional, dalam hal ini perlu ditingkatkan pembangunannya, strategi pembangunan tanaman pangan beras yang ditempuh selama ini adalah pembangunan irigasi teknis, penggunaan varietas unggul, pemupukan yang intensif, pemberantasan hama & penyakit dan pasca panen.

Tujuannya adalah :

1. Untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani 2. Untuk mengatasi kekurangan pangan beras pada masyarakat 3. Untuk menstabilkan harga pangan beras di pasar.

Undang-undang no 7 tahun 1996 tentang pangan mengamanatkan, bahwa pemerintah bersama masyarakat bertanggung jawab mewujudkan ketahanan. pangan pemerintah menyelenggarakan pengaturan, pembinaan, pengendalian dan pengawasan terhadap ketersediaan pangan yang cukup, baik jumlah dan mutunya, aman, bergizi, beragam, merata dan terjangkau oleh daya beli masyarakat. Selanjutnya masyarakat berperan dalam menyelenggarakan produksi dan penyediaan, perdagangan dan distribusi serta sebagai konsumen yang berhak memperoleh pangan yang aman dan bergizi (Lubis, 2005).

Kini persoalannya harus dikembalikan kepada kebijakan dasar pemerintah tentang pangan khususnya dan pertanian umumnya. Jika kita ingin menjadi bangsa yang mandiri, kita harus meningkatkan produksi beras agar bisa berswasembada. Dalam kemandirian pangan ada kebijakan jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang yang secara sistematis harus dilakukan


(22)

pemerintah pusat. Untuk meningkatkan produksi beras, usahatani beras harus menguntungkan jika tidak menguntungkan maka tidak ada insentif bagi petani untuk berproduksi beras (Sugema, 2006).

Indonesia berpotensi kehilangan produksi gabah kering giling sebesar 14.26 juta ton atau lebih dari 10 juta ton beras. Kemungkinan terjadi karena pemerintah daerah telah mengajukan permohonan alih fungsi lahan sawah ke Badah Pertanahan Nasional seluas 3.099 juta hektar pada tahun 2004. Konversi lahan sawah secara besar besaran sebagian besar telah disetujui oleh DPRD setempat dalam bentuk peraturan daerah. Hingga saat ini konversi lahan yang direncanakan terus dilakukan. Lahan sawah yang rata rata berkualitas baik dikonversi untuk membangun pusat perbelanjaan, pusat perkantoran, industri, infrastruktur jalan, real estate, hingga lahan kuburan (Kompas, 9 April 2007).

Ancaman penurunan produksi padi di Indonesia semakin serius karena petani mulai meninggalkan tanaman kebutuhan pokok, mereka beralih ketanaman perkebunan kelapa dan kelapa sawit. Keinginan petani mengkonversikan lahan sawah menjadi lahan perkebunan sulit dibendung karena lebih menjanjikan pendapatan yang lebih tinggi (Hadi, 2004).

Provinsi Sumatera Utara yang mempunyai sumber daya alam yang cukup potensial, sudah sewajarnya harus mampu mencukupi kebutuhan pangan bagi penduduknya, karena pangan mempengaruhi kebutuhan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, baik dalam bidang ekonomi, politik, sosial budaya dan hankam. Ketersediaan pangan beras secara umum bersumber dari produksi lokal, pasokan dari luar provinsi, luar negeri (impor) serta dukungan stok/cadangan, kesemuanya itu telah mampu memenuhi kebutuhan masyarakat (Lubis, 2005).


(23)

Keputusan pemerintah mengimpor beras dengan alasan menekan harga beras dan mengamankan stok nasional merupakan langkah yang kurang tepat karena naiknya harga beras bukan disebabkan oleh persediaan yang menipis, kenaikan itu justru disebabkan oleh melonjaknya ongkos produksi akibat naiknya harga bahan bakar minyak (Kompas, 11 Januari 2006)

Sumatera Utara saat ini sudah mengimpor beras sebesar 14 000 ton dari rencana secara nasional 70 050 ton dari negara Vietnam, Beras impor Bulog tidak untuk dipasarkan, melainkan murni sebagai penyangga stok nasional, beras yang ditangani bulog untuk cadangan nasional Sumut seperti terjadi bencana alam dan beras miskin (raskin). Jadi asumsi masyarakat selama ini beras impor bulog mengganggu petani dan pemasaran hal ini tidak benar, malahan bulog sendiri siap membeli gabah petani kalau harganya jatuh di pasaran. Saat ini harga gabah kering panen (GKP) lebih tinggi yakni Rp 1 500 - Rp 1 600 per kg sementara harga penetapan pemerintah (HPP) Rp 1 330 per kg, maka bulog tidak membelinya karena harga dipasaran lebih tinggi (Waspada, 2 Desember 2005). Di Indonesia memang ada kecenderungan kuat sektor pertanian selalu dituntut menyediakan beras dengan harga murah untuk mengamankan variabel variabel makro (inflasi, pertumbuhan ekonomi dan keseimbangan harga). Sektor pertanian juga dituntut mendukung sektor industri dengan menyediakan beras murah bagi para pekerja kota. Perlakuan ini tak lepas dari posisi strategis beras. Saat ini 96 % penduduk negeri ini bergantung pada beras (Khudori, 2006).

Kebijakan stabilitas yang pernah dilaksanakan Indonesia dan banyak negara berkembang lainnya dengan tujuan menjaga stabilitas harga pangan pokok, mengurangi tingkat fluktuasi harga agar tidak terlalu besar dan mengurangi disparitas harga yang terlalu lebar. Sejak tahun 1998 atau era dominasi IMF,


(24)

Indonesia telah memperoleh tekanan untuk tidak lagi menggunakan instrumen kebijakan“harga dasar” Indonesia berupaya menghadapi tekanan itu dengan masih mempertahankannya dalam kebijakan perberasan pada inpres no 32/1998 (Arifin, 2006)

Untuk menjaga harga beras tetap terkendali produksi nasional harus tetap seimbang dengan konsumsi nasional. Terjadinya peningkatan impor hanya akan memicu kenaikan harga beras internasional, karena itu dalam jangka panjang semakin besar ketergantungan terhadap impor semakin tidak terjamin pasokan beras secara murah. Indonesia adalah net importer beras dalam pasar dunia, intinya kebijakan impor hanya relevan untuk mengendalikan harga dalam jangka pendek tetapi amatriskan dalam jangka panjang (Sugema, 2006)

Dalam inpres no 9/2002 istilah “harga dasar” disandingkan dan “dikaburkan” dengan istilah harga dasar pembelian pemerintah (HDPP) yang tentu saja tidak terlalu memiliki konsekuensi kewajiban pemerintah untuk mengamankannya ”harga dasar“ akhirnya sama sekali hilang dalam inpres no 2/2005 karena telah berganti dengan istilah “harga pembelian pemerintah“ (HPP). Kebijakan terbaru inpres no 15/2005 hanya menyebut secara implisit sebagai berikut “menjaga stabilitas harga beras dalam negeri melalui pengelolaan cadangan beras pemerintah“ (Arifin, 2006)

Masyarakat Sumatera Utara mengkonsumsi bahan pangan umumnya belum beragam, bergizi dan berimbang sesuai pola pangan harapan, dimana kalori yang dihasilkan lebih kurang 60 % masih bersumber dari karbohidrat dengan makanan pokok utama adalah beras dengan tingkat konsumsi lebih kurang 140 kg/kapita/tahun dan tergolong sebagai daerah konsumsi beras terbesar di Indonesia karena rata rata nasional lebih kurag 112 kg/kapita/tahun (Lubis, 2005).


(25)

Pangan sebagai kebutuhan azasi manusia haruslah ditingkatkan guna mencukupi keperluan gizi. Untuk itu, penyediaannya harus selalu diutamakan, karena dapat mempengaruhi sumber daya manusia serta upaya perbaikkan ekonomi daerah dan nasional (Waspada, 1 Desember 2005).

Analisis faktor faktor yang mempengaruhi ketersediaan beras di Sumatera Utara dilaksanakan untuk mempelajari sejauh mana kemampuan luas panen, harga beras, harga jagung (harga barang lain) dan ketersediaan beras tahun sebelumnya dapat mempengaruhi ketersediaan beras di Sumatera Utara. Diharapkan hasil analisis ini digunakan sebagai basis informasi bagi berbagai pemangku kepentingan. Selanjutnya berdasarkan gambaran tersebut dapat dirumuskan perumusan masalah.

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang, permasalahan yang dikemukakan dalam penelitian ini adalah :

Berapa besar pengaruh luas panen, harga beras, harga jagung dan ketersediaan beras tahun sebelumnya terhadap ketersediaan beras di Sumatera Utara?

I.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan masalah yang telah dirumuskan, maka tujuan dari penelitian : Untuk mengetahui pengaruh luas panen, harga beras, harga jagung dan ketersediaan beras tahun sebelumnya terhadap ketersediaan beras di Sumatera Utara


(26)

1.4. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat antara lain :

1. Memberi masukan bagi pengambilan keputusan dalam ketersediaan beras di Sumatera Utara.

2. Memberi masukan bagi pihak pihak yang membutuhkan, baik untuk kepentingan akademis maupun non akademis

3. Sebagai bahan informasi dan referensi bagi peneliti lainnya yang berhubungan dengan ketersediaan beras di Sumatera Utara.


(27)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Teori Penawaran

Konsep penawaran digunakan untuk menunjukkan perilaku para penjual di suatu pasar. hal ini terdapat hubungan antara beberapa faktor yang mempengaruhi penawaran suatu barang, antara lain harga barang itu sendiri, harga barang lain dan harapan pada masa yang akan datang, tingkat teknologi digunakan dan lain sebagainya. Hal ini dapat ditulis dalam formula sebagai berikut :

Sx = f (Px, E, Py, T, u)

Keterangan : Sx = Jumlah barang yang ditawarkan Px = Harga barang itu sendiri

E = Harapan produsen Py = Harga barang lain

T = Teknologi

U = Faktor faktor lainnya

Dengan asumsi bahwa hanya harga itu sendiri yang mempengaruhi jumlah yang ditawarkan oleh seorang penjual, sementara faktor lain dianggap tetap. Para penjual harus mampu menyediakan jumlah barang pada berbagai tingkat harga. Semuanya itu ditunjukkan oleh fungsi penawaran. Jadi fungsi penawaran adalah suatu kurva yang menunjukkan hubungan antara kuantitas suatu barang yang ditawarkan pada berbagai tingkat harga, dengan asumsi ceteris paribus yaitu faktor lain dianggap tetap. Pada sepanjang suatu kurva penawaran menunjukkan perubahan harga dan kuantitas yang ditawarkan.


(28)

Kurva penawaran dapat dibentuk dengan menghubungkan titik titik pasangan nilai harga pada sumbu tegak dan kuantitas yang ditawarkan penjual/ produsen pada sumbu datar, seperti terlihat pada Gambar 2.1.

P

S K

L N M O

Q

Gambar 2.1. Kurva Penawaran Produsen

Hubungan antara harga dan kuantitas yang ditawarkan adalah searah. Konsekuensinya adalah jika harga naik, kuantitas barang yang ditawarkan semakin meningkat. Sebaliknya jika harga turun maka kuantitas barang yang ditawarkan semakin sedikit.

Hubungan Hukum penawaran menjelaskan hubungan antara harga suatu barang dengan jumlah penawaran barang tersebut, yang berbunyi makin tinggi harga suatu barang, maka makin banyak jumlah barang tersebut yang ditawarkan oleh para penjual, sebaliknya makin rendah harga suatu barang maka makin sedikit jumlah barang tersebut yang ditawarkan oleh penjual

(Joesron dan Fathorrozi, 2003).

Dasar analisis ekonomi yang paling utama adalah kekuatan permintaan dan penawaran. Penawaran menunjukkan hubungan antara jumlah barang yang ditawarkan sebagai variabel tidak bebas dengan variabel bebas. Yang paling penting untuk diketahui adalah hubungan antara jumlah barang yang ditawarkan


(29)

dengan harga barang yang bersangkutan bersifat positif. Semua faktor disamping harga barang yang bersangkutan dianggap konstan, perubahan harga dapat ditelusuri sepanjang kurva penawaran, sedangkan perubahan penawaran disebabkan oleh adanya perubahan faktor lain selain harga barang yang bersangkutan dan ditunjukkan oleh pergeseran kurva penawaran

(Suparmoko dan Suparmoko, 1998).

Hubungan antara sesuatu barang dengan berbagai jenis jenis barang lainnya dapat dibedakan kepada tiga golongan yaitu

1. Barang pengganti adalah barang yang dapat menggantikan atau digantikan barang lain apabila barang penggantinya sukar diperoleh atau harganya meningkat.

2. Barang pelengkap adalah barang yang digunakan secara serentak dengan barang lain.

3. Barang netral adalah barang yang bukan menjadi pengganti atau pelengkap barang lain dan tidak bersaing dengan barang lain

(Sukirno, 2006).

Harga adalah sinyal dari pasar yang menunjukkan tingkat kelangkaan produk secara relatif, harga tinggi cenderung mengurangi konsumsi dan mendorong produksi. Elastisitas harga dari penawaran mengukur kepekaan produsen terhadap perubahan harga. Elastisitas harga dari penawaran sama dengan persentase perubahan jumlah ditawarkan dibagi dengan persentase perubahan harga. Mengingat kenaikan harga biasanya mengakibatkan kenaikan jumlah yang ditawarkan maka persentase perubahan kuantitas dan persentase perubahan harga bergerak dalam arah yang sama sehingga elastisitas harga dari penawaran biasanya positif (Eachern, 2001).


(30)

Koefisien elastisitas suatu angka yang menunjukkan persentasi perubahan penawaran sebagai akibat perubahan sebesar satu persen keatas faktor berikut yaitu harga barang yang bersangkutan, harga barang lain dan pendapatan. Tingkat elastisitas adalah penggolongan elastisitas kepada konsep elastisitas yaitu jika nilai elastisitas lebih besar dari satu maka dikatakan elastis, nilai elastisitas lebih kecil dari satu maka dikatakan tidak elastis dan jika elastisitas nilainya tak terhingga maka dikatakan elastis sempurna.

Ada tiga faktor yang menyebabkan penawaran terhadap barang pertanian bersifat tidak elastis yaitu :

1. Barang pertanian dihasilkan secara bermusim

2. Kapasitas memproduksi sektor pertanian cenderung untuk mencapai tingkat yang tinggi dan tidak terpengaruh oleh perubahan permintaan 3. Beberapa jenis tanaman memerlukan waktu bertahun tahun sebelum

hasilnya dapat diperoleh ( Sukirno, 2006).

Seperti halnya dalam analisis mengenai penawaran perlu dibedakan antara pengertian gerakkan sepanjang kurva penawaran dan pergeseran kurva penawaran.

1. Perubahan harga menimbulkan gerakan sepanjang kurva penawaran. 2. Sedangkan perubahan faktor faktor lain di luar harga menimbulkan

pergeseran kurva tersebut.

Perhatikanlah kedua keadaan ini di Gambar 2.2. Dimisalkan pada mulanya kurva penawaran adalah SS. Titik A menggambarkan bahwa pada waktu harga adalah P, jumlah barang yang ditawarkan adalah Q. Sekiranya harga turun menjadi P1 hubungan diantara harga dan jumlah yang ditawarkan pindah ketitik B.


(31)

Ini berarti jumlah yang ditawarkan hanyalah sebanyak Q1. perubahan ini menggambarkan gerakan sepanjang kurva penawaran.

Perubahan dalam jumlah yang ditawarkan dapat pula berlaku sebagai akibat dari pergeseran kurva penawaran.pergeseran dari SS menjadi S1S1 atau S2S2 menggambarkan perubahan penawaran. Gambar 2.2. menunjukan pergeseran kurva penawaran dari SS menjadi S1S1 menyebabkan jumlah yang ditawarkan bertambah dari Q menjadi Q2 walaupun harga tetap sebesar P. Keadaan ini ditunjukan oleh titik A1. Pergeseran SS menjadi S2S2 menggambarkan pengurangan penawaran. Sebagai akibat dari pada pergeseran tersebut, seperti ditunjukan oleh titik A2, pada harga P sekarang hanya sebanyak Q3 yang ditawarkan para penjual, berbanding dengan sebanyak Q sebelum bergeser

(Sukirno, 2006).

harga S2 S S1 P A2 A A1

P1 B S2

S S1

Q2 Q1 Q Q3 Kuantitas

Gambar 2.2. Gerakan Sepanjang Kurva Penawaran dan Pergeseran Kurva Penawaran.

2.2. Ketersediaan Beras

Menurut undang undang RI nomor 7 tahun 1996 mendefinisikan ketahanan pangan (food security) sebagai kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, merata dan terjangkau (Lubis, 2005).


(32)

Dari definisi tersebut dapat dikemukakan ada tiga hal penting yang terkait dengan ketahanan pangan yaitu :

1. Ketersediaan (availability).

2. Stabilitas penawaran (Supply Stability).

3. Keterjangkauan (accessibility) (Sihombing, 2005).

Ketersediaan pangan disuatu negara yang tidak mencukupi kebutuhannya dapat menciptakan ketidak stabilan ekonomi. Seperti berbagai gejolak sosial dan politik dapat juga terjadi. Kondisi krisis ini bahkan dapat membahayakan stabilisasi nasional yang dapat meruntuhkan pemerintah yang sedang berkuasa, pengalaman telah membuktikan kepada kita bahwa gangguan pada ketahanan seperti kenaikan harga beras pada waktu krisis moneter, dapat memicu kerawanan sosial yang membahayakan stabilitas ekonomi dan stabilitas nasional.

Salah satu landasan kebijakan pembangunan pertanian 2001-2004 adalah mengembangkan sistem ketahanan pangan yang berbasis pada keaneka ragaman sumber daya bahan pangan, kelembagaan dan penduduk lokal dalam rangka menjamin tersedianya pangan dan nutrisi dalam jumlah dan mutu yang diperlukan pada tingkat harga terjangkau dengan memperhatikan peningkatan pendapatan petani serta peningkatan produksi yang diatur dengan undang undang (Saragih, 2001).

Kebijakan perberasan nasional pada garis besarnya mencakup lima instrumen kebijakan yaitu

1. Kebijakan peningkatan produksi, 2. kebijakan diversifikasi, 3. Kebijakan harga,


(33)

5. Kebijakan disteribusi beras untuk keluarga miskin (raskin).

Dengan demikian butir butir yang terkandung dalam inpres tersebut merefleksikan bahwa pemerintah telah menerapkan kebijakan promosi dan proteksi untuk mengembangkan ekonomi perberasan nasional. Melalui kebijakan proteksi dan promosi, diharapkan ketahanan pangan nasional dapat dibangun atas kemandirian pangan yang berkelanjutan (Suryana dan Hermanto, 2003).

2.3. Luas Lahan

Pertanian adalah sektor terbesar dalam hampir setiap ekonomi negara berkembang. Sektor ini menyediakan pangan bagi sebagian besar penduduknya, memberikan lapangan kerja bagi hampir seluruh angkatan kerja yang ada, menghasilkan bahan mentah, bahan baku atau penolong bagi industri dan menjadi sumber terbesar penerimaan devisa. (Silitonga, 1996).

Luas lahan pertanian akan mempengaruhi skala usaha, dan skala usaha ini pada akhirnya akan mempengaruhi efisien atau tidaknya suatu usaha pertanian. Sering kali dijumpai makin luas lahan yang dipakai sebagai usaha pertanian akan semakin tidak efisien lahan tersebut. Sebaliknya pada luasan lahan yang sempit, upaya pengusahaan terhadap penggunaan faktor produksi semakin baik, penggunaan tenaga kerja tercukupi dan tersedianya modal juga tidak terlalu besar, sehingga usaha pertanian seperti ini sering lebih efisien, meskipun demikian luasan yang terlalu kecil cenderung menghasilkan usaha yang tidak efisien (Soekartawi, 1993).

Lahan sawah mempunyai arti yang terpenting dalam menentukan ketahanan pangan nasional. Ketahanan pangan meliputi aspek ketersediaan bahan pangan, aksesibilitas masyarakat terhadap bahan pangan dan keamanan pangan


(34)

(food Safety). Lebih dari 90 % beras yang dikonsumsi di Indonesia dihasilkan di dalam negeri dan sekitar 95 % dari beras dalam negeri tersebut dihasilkan dari lahan sawah. Kekurangan kebutuhan beras selama ini dipenuhi dengan beras impor, jaminan ketersediaan beras impor lebih rendah dibandingkan dengan ketersediaan beras di dalam negeri. Selain ditentukan oleh kondisi produksi dari negara pengekspor, hubungan bilateral antara negara pengekspor dengan Indonesia serta keamanan regional menentukan ketersediaan beras impor (Susanto, 2004).

Terdapat kecenderungan bahwa konversi lahan pertanian menjadi lahan non pertanian mengalami percepatan. Dari tahun 1981 sampai tahun 1999 terjadi konversi lahan sawah di Jawa seluas 1 Juta ha dan 0,62 juta ha di luar Jawa. Walaupun dalam priode waktu yang sama dilakukan percetakan sawah seluas 0,52 juta ha di Jawa dan sekitar 2,7 juta ha di luar pulau Jawa, namun kenyataannya percetakaan lahan sawah tanpa diikuti dengan pengontrolan konversi, tidak mampu membendung peningkatan ketergantungan Indonesia terhadap beras impor. Selain itu, konversi lahan pertanian juga menyebabkan hilangnya berbagai multifungsi pertanian lainnya (selain ketahanan pangan), terutama fungsi lingkungan (Agus, 2004).

Konversi lahan sawah adalah suatu proses yang disengaja oleh manusia (anthropogenic), bukan suatu proses alami. Kita ketahui bahwa percetakan sawah dilakukan dengan biaya tinggi, namun ironisnya konversi lahan sulit dihindari dan terjadi setelah sistem produksi pada lahan sawah tersebut berjalan dengan baik. Contohnya berbagai sentra produksi beras di daerah pantura telah dijadikan sebagai kawasan industri. Hal ini menunjukkan antara sektor pertanian dan industri masih berjalan sendiri sendiri. Tidak ada penilaian seberapa banyak


(35)

kerugian ekonomi dan lingkungan akibat dikonversinya lahan sawah produktif. Analisis ekonomi jangka pendek sering lebih mengemukakan walaupun sebenarnya tidak cocok karena pengelolaan lahan menyangkut aspek kelestarian sumberdaya alam (Anwar, 1993).

2.4. Produktivitas Beras

Sampai akhir 2002, Sumatera Utara masih merupakan daerah kelima terbesar di Indonesia sebagai penghasil beras. Perestasi ini harus dipertahankan mengingat bagian terbesar dari masyarakat Sumatera Utara mengandalkan usahatani padi sebagian sumber pendapatan utama. Tetapi perkembangan perpadian Sumatera Utara sepuluh tahun terakhir kurang mengembirakan, rata rata peningkatan produktivitas hanya 0,62 % /tahun, peningkatan produksi lebih parah lagi karena dibarengi oleh terjadinya penurunan luas areal pertanian, sehingga timbul kekuatiran bahwa suatu saat nanti, Sumatera Utara tidak dapat lagi memenuhi kebutuhan pangan sendiri, oleh karena itu berbagai upaya telah dilakukan pengambil kebijakan, namun kondisi diatas telah menjadi kenyataan (Sembiring dan Moehar (b). 2003).

Tanaman padi merupakan tanaman semusim, termasuk golongan rumput rumputan dengan klasifikasi sebagai berikut.

Kingdom : Plantae

Divisio Spermatophyta Sub-Divisio : Angiospermae Class Monocotyledonae Ordo : Graminales


(36)

Sub- Family : Orysidae Genus : Oryza Linn

Species : Oryza sativa L (AAK, 1990 )

Tanaman padi (Oryza sativa L.) merupakan tanaman semusim termasuk golongan rumput rumputan dengan famili Graminae. Tanaman padi dapat hidup baik di daerah yang berhawa panas dan banyak mengandung uap air atau di daerah yang beriklim panas yang lembab ( Suparyono dan Agus. 1993) Strategi pembangunan pertanian, khususnya bidang pangan akan lebih tepat apabila dikaitkan dengan perubahan perubahan dalam memilih dan memanfaatkan kekuatan dan sumber daya masyarakat secara efisien dan bijaksana untuk mencapai swasembada pangan dalam arti luas (Noor, 1996).

Dalam hal ini beras di pasar dunia amat tipis hanya 4–7 % dari total produksi, jauh lebih kecil dibanding dengan gandum 20 %, jagung 15 % dan kedelai 30 %. Pasarnya jauh dari sempurna karena sekitar 80 % ekspor beras dikuasai oleh 6 negara yaitu Thailand, Vietnam, Amerika Serikat, India, Pakistan dan Cina. Beras yang dijual di pasar dunia merupakan sisa konsumsi domestik (residual goods). Pasar yang tipis dan oligopolistik ini yang membuat harga beras lebih tidak stabil dari pada gandum, jagung dan kedelai (Khudori, 2006).

Menurut teori Thomas Maltus jumlah populasi penduduk di suatu negara akan meningkat sangat cepat pada deret ukur atau tingkat geometrik 1, 2, 4, 8, 16, 32 dan seterusnya, karena adanya proses pertambahan hasil yang semakin berkurang dari suatu faktor produksi yang jumlahnya tetap, usaha persediaan pangan hanya akan meningkat menurut arimatik 1, 2, 3, 4, 5, 6 dan seterusnya oleh karena lahan yang dimiliki setiap anggota masyarakat semakin lama semakin


(37)

sempit maka kontribusi marjinalnya terhadap total produksi pangan akan semakin menurun (Todaro, 2000).

Di Indonesia peningkatan produksi beras tidak sepesat peningkatan jumlah penduduk, dimana jumlah penduduk pada tahun 2003 adalah sebesar 219,28 juta jiwa dengan rata rata pertumbuhan penduduk sebesar 1,27 % .per tahun. Sedangkan kebutuhan beras penduduk pada tahun 2003 adalah sebesar 29 383 juta ton, dengan tingkat konsumsi beras / kapita / tahun sebesar 134 kg (Rusmarilin dan Asmin, 2005).

Di Sumatera Utara beras yang masih merupakan makanan pokok, produksinya tumbuh dengan rata rata 3,21 % pada tahun 2001-2004, lebih tinggi dibandingkan dengan priode pada tahun 1997-2000 sebesar 2,04 % . Tingginya pertumbuhan produksi beras priode pada tahun 2001-2004 hal ini disebabkan oleh adanya pencetakan sawah baru yang pada kurun waktu tersebut tumbuh sebesar 2,7 % dan diikuti kenaikan produktivitas sebesar 1,34 %. (Sihombing, 2005).

Jumlah kebutuhan beras dibandingkan dengan rata rata ketersediaan beras selama lima tahun terakhir adalah sebesar 25.989 juta ton, maka akan terjadi kekurangan beras sebesar 3,394 juta ton beras. Ketidak seimbangan antara kebutuhan beras dengan ketersediaan beras dan dengan tidak diimbangi peningkatan produksi pangan lain mengakibatkan terjadinya peningkatan dan ketergantungan terhadap impor beras (Rusmarilin.dan Asmin, 2005).

. Dengan mengambil angka pertumbuhan penduduk sebesar 1,2 % maka diperkirakan jumlah penduduk Sumatera Utara pada tahun 2005 adalah sebesar 12. 297. 405 jiwa. Menurut data Dinas Pertanian Sumatera Utara pada tahun 2004 dengan luas panen 823,210 ha (sawah seluas 742,866 ha dan ladang seluas 80,344 ha) terdapat surplus beras sebanyak 469,030 ton. Dengan konsumsi rata rata


(38)

sebesar 138,63 kg/kap/tahun, wilayah ini memerlukan beras sebanyak 4,6 ton per hari. Secara nasional angka ini cukup tinggi dan berada diatas konsumsi nasional sebesar 115 kg/kap/tahun, artinya penduduk Sumatera Utara terlalu banyak memakan beras, walaupun produktivitas rata rata budidaya padi sawah hanya sebesar 86,9 % dari potensi nasional, sub sektor ini masih mampu melayani kebutuhan penduduk dan bahkan surplus. (Badan Ketahanan Pangan/Sekretariat Dewan Ketahanan Pangan Propinsi Sumatera Utara, 2005).

Data Dinas Pertanian Propinsi Sumatera Utara menunjukkan, keberhasilan pada sektor tanaman bahan pangan, terutama beras yang menunjukkan adanya perbaikan, baik dari sisi luas panen dan produktivitas. Pada tahun 2001 luasan padi sawah dan ladang tercatat seluas 801.948 ha. Pada tahun 2004 kurun waktu tiga tahun luas panen 823 210 ha (sawah 742 866 ha, ladang 80 344 ha) berarti ada penambahan luas panen sebesar 2,7 persen, dengan produktivitas rata rata sebesar 42,51 Kwt / ha. Angka ini masih jauh di bawah produktivitas rata rata nasional yaitu 46,3 kwt/ha (Sihombing, 2005).

Provinsi Sumatera Utara setiap tahun rata rata produksi beras mencapai 2,1 juta ton, itu datang dari berbagai daerah tingkat dua, sementara konsumsi beras adalah 140 kg per kapita per tahun atau mencapai 1,7 juta ton per tahun dan masih ada surplus beras 400 000 ton. Jika dihitung berdasarkan total konsumsi. Sumatera Utara masih surplus sebab dari data Badan Ketahanan Pangan (BKP) total konsumsi beras hanya 1,9 juta ton sudah termasuk beras yang digunakan untuk kebutuhan industri, bibit dan keperluan lainnya dan masih ada surplus 200 000 ton (Waspada, 28 Januari 2006).

Dalam rangka usaha peningkatan produksi padi, pemerintah berdaya upaya untuk mendapatkan jenis padi yang mempunyai sifat baik. Jenis padi


(39)

mempunyai sifat baik itu disebut dengan “jenis padi unggul”atau disebut varietas unggul. Caranya adalah dengan mengadakan perkawinan silang antara jenis padi yang satu mempunyai sifat baik dengan jenis padi yang lain mempunyai sifat baik, sehingga didapatkan jenis padi yang mempunyai sifat unggul (Sugeng, 2001).

Jika ingin meningkatkan produksi dengan tetap menjaga keterjangkauan harga dan menguntugkan petani satu satunya jalan melakukan efisiensi produksi dan tataniaga. Untuk itu ada 4 hal yang harus dilakukan pemerintah.

1. Pembangunan infrastruktur fisik pertanian dan pedesaan harus ditingkatkan. 2. Adopsi bibit unggul yang baru sehingga produktivitas dapat ditingkatkan. 3. Harus ada reforma agraria dengan pemanfaatan lahan tidur dan tidak

produktif.

4. Harus dilakukan rekayasa ulang kelembagaan pangan (Sugema, 2006).

2.5. Harga Beras

Kebijakan harga pembelian pemerintah (hpp) bertujuan agar petani padi menerima harga gabah yang layak, sehingga mereka manerima insentif untuk meningkatkan produktivitas. Sebagai perwujudan dari keberhasilan kepada petani, melalui inpres no. 9 tahun 2002 pemerintah menaikan hpp tersebut dari Rp 1 500/kg menjadi Rp 1 725/kg di gudang bulog. Penetapan hpp tersebut berdasarkan pertimbangan agar petani dapat menerima marjin keuntungan minimal 28 % dari harga yang diterima. Marjin keuntungan tersebut dapat dipandang sebagai insentif yang diberikan oleh pemerintah kepada petani untuk meningkatkan produktivitas (Suryana dan Hermanto, 2003).

Disparitas harga gabah dan harga beras yang semakin melebar sejak kejatuhan Presiden Soeharto menjadi persoalan tersendiri bagi ekonomi


(40)

perberasan, disamping dimensi politiknya yang juga semakin hangat. Laporan Badan Statistik 1 Februari 2006 menyebutkan harga rata rata gabah kering panen ditingkat petani bulan januari 2006 tercatat Rp. 1 990 per kg, harga rata rata beras kualitas medium di seluruh Indonesia Rp 3 500 per kg dan Rp 4 200 per kg, bahkan lebih tinggi lagi di daerah pedalaman dan yang terisolasi. Harga gabah dan beras tersebut sebenarnya masih berada di atas harga referensi atau harga pembelian pemerintah (hpp), menurut instruksi Presiden no 15 tahun 2005 tentang kebijakan perberasan yang menetapkan untuk gabah kering panen (gkp) Rp 1 730 per kg dan untuk beras Rp 3 550 per kg (Arifin, 2006).

Pergerakan harga beras terlihat dari laporan harian pemantau beras yang dibuat PT. Food Station Tjipinang Jaya di Jakarta, harga beras IR 64 mutu rendah dari Rp 5 200 /kg menjadi Rp 5 350, IR 64 Kualitas II Rp 5 700 dan IR 64 kualitas I Rp. 5 950. Untuk menghindari penyimpangan pola operasi pasar (op) akan dimodifikasi dengan menerapkan tiga pola, pola pertama operasi pasar beras dilakukan di pasar grosir atau pasar induk dengan jumlah 50 ton untuk setiap tempat dengan harga Rp. 3 450./kg, pola kedua operasi pasar beras dilakukan di pasar pasar tradisional dengan jumlah 5 ton untuk setiap tempat sedangkan harga jualnya diatur sendiri antara grosir dan pasar, pola ketiga operasi pasar ditingkat pengecer kecil atau rumah tangga dengan harga Rp 3 700 /kg

(kompas,16 Februari 2007).

Bulog Sumut, hingga kini sudah menyalurkan 1.938 ton beras. Dari jumlah itu, sebanyak 838 ton disalurkan ke Medan, 104 ton ke Tebing Tinggi, 69 ton ke Pematang Siantar, 270 ton ke Rantau Prapat (Labuhan Batu), 130 ton ke Padang Sidempuan, dan 225 ton ke Gunung Sitoli Kabupaten Nias. Medan menjadi daerah terbanyak menerima penyaluran beras operasi pasar dari bulog.


(41)

Hal ini berdasarkan survei, menyebutkan konsumen pemakaian beras bulog paling banyak ada di Medan dibanding dengan daerah lain (kompas, 22 Januari 2007).

Sebelum tahun 1998 marjin harga gabah dan harga beras hanya berkisar Rp 400 per kg, kini marjin harga gabah dan harga beras telah berada di atas Rp 1500 per kg bahkan lebih besar untuk daerah terpencil. Jika diperhitungkan faktor inflasi dan upah buruh tani priode 1993–2006, disparitas harga itu bahkan menunjukkan kesenjangan yang lebih buruk, artinya nilai tambah pengolahan dan perdagangan beras tidak dinikmati petani dan konsumen, tetapi lebih banyak oleh pedagang, pihak penggilingan padi dan pelaku lain, termasuk Perum Bulog yang memperoleh penugasan pemerintah untuk menjaga stok pangan nasional. Para ekonom pertanian telah lama yakin stabilitas harga menjadi salah satu dimensi yang penting dalam ketahanan pangan karena dapat menimbulkan konsekuensi ekonomi, politik dan sosial yang berat (Arifin, 2006).

Mengingat perekonomian nasional belum sepenuhnya pulih maka program beras miskin (raskin) perlu dilanjutkan, namun perlu dikaitkan dengan program pengurangan kemiskinan secara menyeluruh. Dengan demikian program raskin dapat dikatakan berhasil jika besaran kegiatan itu menurun. Secara operasional, program raskin dapat dipandang sebagai instrumen pelaksanaan dari kebijakan yang bertujuan untuk menjamin ketersediaaan beras bagi kelompok masyarakat miskin. Selama periode 1998-2003.

Melalui program raskin pemerintah telah menyalurkan sekitar 10 juta ton beras atau rata rata sekitar 1,7 juta ton beras per tahun kepada sekitar 7 juta rumah tangga miskin dengan harga yang sudah ditetapkan Rp 1 000 /kg Namun demikian dalam pelaksanaannya di lapangan program raskin masih menghadapi berbagai masalah antara lain rendahnya kualitas beras yang didistribusikan,


(42)

beragamnya harga yang harus dibayar oleh penerima raskin, kurangnya timbangan beras, kurang tepatnya sasaran lokasi dan rumah tangga penerima raskin dan timbulnya dampak program raskin yang menekan harga gabah petani di sentra produsi pada saat panen raya (Suryana dan Hermanto, 2003).

Pagu beras miskin (raskin) tahun 2007 di Sumatera Utara mencapai 72 679 ton, naik dibanding tahun 2006 sebanyak 65 740 ton. Pendistribusian raskin berlangsung selama 10 bulan, dimulai awal februari 2007 sebanyak 25 kabupaten/kota. Untuk Deli Serdang sebanyak 6 879 ton, Serdang Bedagai 3 517 ton, Langkat 7 432 ton, Tanah karo 2 434 ton, Dairi 2 329 ton Pakpak Barat 428 ton, Medan 6 681 ton, Binjai 581 ton, Tebing Tingggi 403 ton, Simalungun 5 026 ton, Tapanuli Utara 1 923 ton, Pematang Siantar 908 ton, Toba Samosir 1 415 ton, Samosir 1 327 ton, Humbang Hasundutan 1 214 ton, Tanjung Balai 696 ton, Labuhan Batu 4 432 ton, Mandailing Natal 3 255ton, Tapanuli Selatan 5 121, ton, Tapanuli Tengah 2 801 ton, Nias Selatan 3 096 ton, Padang Sidempuan 797 ton, Sibolga 345 ton dan Asahan 3 794 ton (Waspada, 2 Februari 2007).

2.6. Penelitian Sebelumnya

Pendekatan pengelolaan tanaman terpadu (ptt) yang mensinergikan komponen teknologi yaitu varietas unggul, spesifik lokasi, jumlah bibit 1-2 /lobang, jarak tanam rapat, pemupukan dan pemberian air berkala. Tujuannya mengevaluasi prospek pengembangan ptt untuk meningkatkan produksi padi di Sumatera Utara. Pendekatan ini mengutamakan rasionalisasi penggunaan input Hasilnya selama priode 1996-2000 mengalami peningkatan dengan persentase yang rendah. Persentase peningkatan produksi lebih besar 2,89 % dari pada persentase peningkatan luas panen. Artinya disamping akibat peningkatan luas


(43)

panen, peningkatan produktivitas juga mempunyai kontribusi dalam peningkatan produksi. Peningkatan luas panen berfluktuasi dari tahun ketahun dan yang cukup menonjol terjadi pada tahun 1998 yaitu 3,28 % atau seluas 26 204 ha. Peningkatan ini antara lain disebabkan oleh :

1. Terjadinya pergeseran bulan tanam 2. Rangsangan harga gabah

3. Pemberdayaan lahan tidur.

Peningkatan produktivitas sepuluh tahun terakhir hanya sekitar 0,6 %. (Sembiring dan Moehar (a), 2003 ).

Dengan menggunakan sampel 20 tahun (1987-2007) variabel yang digunakan adalah tingkat kebutuhan beras nasional dan tingkat produksi beras, dengan model diagram alir model simulasi penyediaan kebutuhan beras nasional. Tujuannya sebagai salah satu upaya untuk mengantipasi dan mempridiksi kebutuhan dan penyediaan beras Dari hasil simulasi terlihat sampai dengan tahun 2004 tidak terjadi defisit beras dalam sistem perberasan nasional, tetapi pada kenyataannya dalam beberapa tahun terakhir kita telah melakukan impor beras untuk mencukupi kebutuhan beras nasional (Akbar, 2002).

Dengan menggunakan sampel 25 tahun (1969-1993) variabel yang digunakan adalah produksi beras neto, ekspor dan impor, perubahan stok Bulug, konsumsi per kapita, harga gabah, harga urea, pendapatan per kapita dan jumlah penduduk. Analisis model dilakukan dalam tiga tahap tahap pertama dengan menggunakan fungsi Cobb-Douglas dengan OLS, tahap kedua analisis keseimbangan Cobweb diformulasikan dalam bentuk matriks, tahap ketiga dengan menggunakan formulasi matriks dari keseimbangan Cobweb. Hasil estimasi parameter dapat diketahui bahwa kenaikan jumlah penawaran sebesar 1 % dalam


(44)

jangka pendek akan mengakibatkan penurunan harga sebesar 0,67 % atau kenaikan penawaran beras sebesar 10 % akan menurunkan harga beras 6,7 % sebaliknya kenaikan harga beras sebesar 1 % akan meningkatkan penawaran sebesar 0,13 % atau kenaikan harga beras sebesar 10 % akan meningkatkan penawaran beras sebesar 13 %. Hal ini menunjukkan bahwa dalam jangka pendek beras merupakan komoditas kebutuhan pokok yang tidak elastis terhadap perubahan harga.

Dalam jangka panjang kenaikan harga pupuk sebesar 1 % akan mengakibatkan turunnya penawaran beras sebesar 0,03 %. Selain itu kenaikan harga pupuk tersebut juga mengakibatkan kenaikan harga beras sebesar 0,16 %. Bahwa peningkatan pendapatan per kapita sebesar 1 % dalam jangka panjang akan mengakibatkan meningkatnya permintaan beras sebesar 0,2 % dan meningkatkan harga beras sebesar 1,48 %. Hal ini mencerminkan bahwa dalam jangka panjang beras masih merupakan kebutuhan pokok yang tidak elastis baik terhadap harga maupun terhadap peningkatan pendapatan perkapita. Hasil analisis lainnya bahwa kenaikan pendapatan per kapita dan pertumbuhan penduduk tidak mempengaruhi penawaran beras, tetapi keduanya mempengaruhi permintaan beras. Hal ini tercermin dari pengaruh kedua peubah tersebut terhadap kenaikan harga beras (Swastika, 1999).

Untuk menganalisis stabilitas system keseimbangan penawaran dan permintaan beras di Indonesia serta dampak kebijakan harga dalam jangka pendek dan jangka panjang. Analisis ini menggunakan model keseimbangan Cobweb. Hasil analisis menunjukkan bahwa kenaikkan pendapatan per kapita dan pertumbuhan penduduk tidak dipengaruhi penawaran beras, tetapi keduanya mempengaruhi permintaan beras. Hal ini tercermin dari pengaruh kedua variabel


(45)

tersebut terhadap kenaikkan beras. Secara rinci, kenaikkan pendapatan per kapita sebesar 1 % dalam jangka pendek akan meningkatkan permintaan beras sebesar 0,01 %. Selanjutnya, peningkatan jumlah penduduk sebesar 1 % dalam jangka pendek akan meningkatkan permintaan beras sebesar 0,93 %. Pengaruh peningkatan jumlah penduduk terhadap peningkatan beras lebih tinggi dibandingkan pengaruh peningkatan pendapatan per kapita. Hal ini dapat disebabkan karena peningkatan jumlah penduduk itu sendiri sekaligus akan meningkatkan konsumsi beras per kapita, sehingga secara agregat berpengaruh besar terhadap peningkatan permintaan beras.

Dalam jangka panjang harga riil yang diterima petani menurun, dengan kata lain rasio harga beras terhadap harga pupuk urea samakin kecil, seperti halnya dalam jangka pendek. Pengaruh jangka panjang kenaikan harga pupuk urea terhap penawaran beras dan harga beras sangat kecil, hal ini disebabkan karena petani tidak responsif terhadap kenaikkan harga pupuk urea yang selama ini dikontrol pemerintah dan fluktuasi harga beras masih selalu dalam pengawasan pemerintah agar tetap terjangkau oleh konsumen (Nuryanti, 2005).

Perhitungan kebutuhan penyediaan pangan provinsi “P” dengan jumlah penduduk 8,5 juta orang, dengan komposisi pangan pokok beras (65 %), jagung (30%) dan ubikayu (5%). Dengan menggunakan angka kebutuhan makan pokok per hari per orang beras 370 gram, jagung 493 gram, dan ubi kayu 833 gram, maka kebutuhan pangan satu tahun penduduk provinsi “P” setelah ditambah 10 % adalah beras 820 600 ton, jagung 504 900 ton dan ubikayu 140 800 ton.

Untuk mencapai swasembada beras di provinsi “P” (yang berarti swasembada pangan) diperlukan luasan sawah minimal 298 400 ha, sedang luas sawah yang tersedia 275 615 ha atau kekurangan 22 785 ha. Lahan untuk jagung


(46)

dan ubikayu masing masing kelebihan 6 700 ha dan 170 ha, tetapi masih belum dihitung kebutuhan jagung dan ubi kayu untuk industri pakan ternak (Sumarno, 2006).

Permintaan terhadap beras digunakan variabel konsumsi di dalam rumah, diluar rumah (di rumah makan dan hotel), konsumsi makanan hasil industri pengolahan dan kebutuhan untuk cadangan rumah tangga. Dengan metode bantuan Tabel input/output (BPS) tahun 1990 dan 1995. Data konsumsi beras di dalam rumah diperoleh dari Susenas, kebutuhan beras untuk bahan baku industri pengolahan diperoleh dari rasio angka transaksi antara konsumsi industri dan konsumsi di dalam rumah. Hasilnya dapat diperkirakan komposisi penggunaan beras pada tahun 1999 yaitu 79,6 % di dalam rumah, 10,8 % di luar rumah (di rumah makan dan hotel) dan 9,6 % makanan hasil industri. Secara umum terdapat kecenderungan penurunan konsumsi beras perkapita di dalam rumah yang diiringi peningkatan konsumsi di luar rumah dan konsumsi produk produk industri makanan (Pusat Pengembangan Ketersediaan Pangan, 2007).

2.7. Kerangka Berfikir

Beras sebagai bahan pangan pokok bagi penduduk, yang mengandung karbohidrat sebagai sumber energi menyumbangkan sekitar 53 % kebutuhan kalori dan juga memenuhi kebutuhan protein per hari menyumbangkan sekitar 47 %, ketergantungan penduduk terhadap pangan beras meningkat sampai saat ini.

Ketersediaan beras di provinsi Sumatera Utara secara umum dibatasi bersumber dari produksi beras lokal, kesemuanya itu telah mampu untuk memenuhi kebutuhan konsumsi oleh penduduk. Ketersediaan beras yang berasal


(47)

sampai dengan April tingkat ketersediaan jauh melebihi kebutuhan, sedangkan pada bulan yang lain, ketersediaan produksi jauh dibawah kebutuhan. stok pangan beras yang dikuasai oleh pemerintah daerah guna mengatasi rawan pangan transien masih relatif kecil.

Analisis faktor fahtor yang mempengaruhi ketersediaan beras dipengaruhi oleh luas panen, harga beras, harga jagung dan ketersedian beras tahun sebelumnya. Hal ini dapat dianalisis selama dua puluh tahun priode tahun 1987 sampai dengan tahun 2006 di Sumatera Utara.

Dalam analisis ini melihat bagaimana luas panen, harga beras, harga jagung dan ketersedian beras tahun sebelumnya. Dalam hal ini mempengaruhi ketersediaan beras (Y) di Sumatera Utara, dapat dilihat pada Gambar 2.3.

KETERSEDIAAN BERAS (PENAWARAN BERAS)(ton) HARGA JAGUNG

(rp)

HARGA BERAS (rp)

LUAS PANEN (ha)

KETERSEDIAAN BERAS TAHUN SEBELUMNYA (ton)

Gambar 2. 3. Skema Kerangka Berfikir, Analisis Faktor Faktor Yang Mempengaruhi Ketersediaan Beras Di Sumatera Utara


(48)

2.8. Hipotesis

Berdasarkan perumusan masalah dan kerangka berfikir, maka hipotesis penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Terdapat pengaruh positif luas panen (X1) terhadap ketersediaan beras di Sumatera Utara (Y), ceteris paribus.

2. Terdapat pengaruh positif harga beras (X2) terhadap ketersediaan beras di Sumatera Utara (Y). ceteris paribus.

3. Terdapat pengaruh positif, harga jagung (X3) terhadap ketersediaan beras di Sumatera Utara (Y). ceteris paribus.

4. Terdapat pengaruh positif ketersediaan beras tahun sebelumnya Y(t-1) terhadap ketersediaan beras di Sumatera Utara (Y). ceteris paribus.


(49)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini berupaya menelaah ketersediaan beras (Y) di Sumatera Utara. Secara spesifik penelitian ini mengidentifikasikan faktor faktor yang mempengaruhi ketersediaan beras (Y) yakni luas panen (X1), harga beras (X2), harga jagung (X3) dan ketersediaan beras tahun sebelumnya Y(t-1).

3.2. Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder runtun waktu (time series) mulai tahun 1987 hingga 2006. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan software Eviews Versi 4.1 dengan mengacu pada literatur ekonometrika seperti Gujarati (1995).

Data bersumber dari Badan Pusat Statistik (BPS), Dinas Pertanian Sumatera Utara, Badan Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Sumatera Utara dan sumber lain, yaitu jurnal dan hasil hasil penelitian dan kemudian diolah sesuai kebutuhan model. Data yang dikumpulkan mencakup semua variabel yang relevan untuk keperluan estimasi.

3.3. Model Analisis

Untuk mengetahui faktor faktor yang mempengaruhi ketersediaan beras di Sumatera Utara dalam penelitian ini digunakan model sebagai berikut :


(50)

Persamaan tersebut dengan spesifikasi model ekonometrika setelah dilogaritmakan

LY=α0+α1L X 1+α 2 L X2 +α3 L X3 + α 4 LY ( t-1) +μ1...(2) Dimana

Y = Ketersediaan Beras (ton) X1 = Luas Panen (ha)

X2 = Harga Beras (rp/ton) X3 = Harga Jagung (rp/ton)

Y( t-1) = Ketersediaan Beras Tahun Sebelumnya (ton) α 0 = Konstanta/Koefisen intersep

α 1- α 2- α 3α 4 = Koefisen regresi

μ1 = kesalahan pengganggu

3.4. Metode Analisis

Dalam penelitian ini, analisis dilakukan dengan metode Ordinary Least Square (OLS). Alat bantu dalam mengolah data sekunder adalah Program Eviews versi 4.1.

3.5. Uji kesesuaian (Test of Goodness of Fit) 3.5.1. Koefisien Determinasi (R2)

Koefisien determinasi (R2) yang bertujuan untuk melihat apakah variabel bebas cukup memberikan arti dalam menjelaskan variabel terikat. Dengan kata lain variasi yang terjadi pada variabel bebas dapat menjelaskan variabel terikat sebesar (R2)

3.5.2. Uji Serempak ( Uji F -statistik).

Uji F yang dilihat dari signifikan keseluruhan variabel bebas dalam mempengaruhi variabel terikat, Pengujian arti keselurahan regresi sampel (over


(51)

koefisien regresi signifikan atau tidak secara serempak F tabel = K-1/n- k dimana

α = 5 % , n = 20 jadi F tabel = 5 -1 /20-5 = 4 / 15 Ftabel sebesar 3.06. Dari keseluruhan variabel bebas secara serempak memberikan pengaruh yang sangat signifikan Fhitung > Ftabel ( α=0.05 ).

3.5.3. Uji Parsial ( Uji t -statistik).

Dimana uji ini adalah uji t untuk melihat signifikan dari masing masing

variabel bebas, Uji t atau t-test (partial test); yaitu suatu pengujian yang bertujuan untuk mengetahui apakah koefisien regresi signifikan atau tidak secara parsial. adapun pengujian α = 5 % (0.05), n = 20 dimana t tabel = ± 1/2 α n-2 kemudian t tabel = ± 1/2 0.05 20-2 = 0.025 18 jadi nilai t tabel sebesar 2.101 (Gujarati, 1978).

3.6. Uji Penyimpangan Asumsi Klasik.

Pada umumnya ada beberapa permasalahan yang lazim terjadi dalam model regresi linier dimana secara statistik permasalahan tersebut dapat mengganggu model yang telah ditentukan. Bahkan dapat menyesatkan kesimpulan yang diambil dari persamaan yang dibentuk. Oleh karenanya perlu dilakukan uji penyimpangan asumsi klasik yang meliputi :

3.6.1. Uji Normalitas

Uji ini untuk mengetahui normal atau tidaknya faktor gangguan (μ1). Uji ini menggunakan hasil estimasi residual dan chisquare probability distribution. Dalam penelitian ini uji normalitas dilakukan dengan menggunakan Jarque-Bera


(52)

Test atau sering disebut dengan JB Test, dengan cara membandingkan nilai JB hitung terhadap vaiabel x2 tabel, dimana kriterianya adalah sebagai berikut :

1. Jika nilai JB hitung> nilai X2 tabel, maka hipotesis yang menyatakan bahwa residual adalah berdistribusi normal ditolak.

2. Jika nilai JB hitung < nilai X2 tabel, maka hipotesis yang menyatakan bahwa residual adalah berdistribusi normal tidak dapat ditolak.

3.6.2. Uji Linieritas

Uji ini dapat dilakukan dengan menggunakan uji Ramsey (Ramsey RESET Test) yang dikembangkan oleh Ramsey (1969). Adapun kriterianya antara lain :

1. Jika nilai F.hitung > nilai F-tabel maka hipotesis nol (H0) yang mengatakan bahwa spesifikasi model digunakan dalam bentuk fungsi linier adalah benar tidak diterima.

2. Jika nilai F.hitung < nilai F-tabel maka hipotesis nol (H0) yang mengatakan bahwa spesifkasi model yang digunakan dalam bentuk fungsi linier adalah benar diterima.

3.6.3. Uji Multikolinearitas

Uji ini diperkenalkan oleh Ragnar Frisch (1934). Menurut Frisch suatu model regresi dikatakan menghadapi masalah multikolinearitas bila terjadi hubungan linier yang perfect atau exact di antara beberapa atau semua variabel bebas dari suatu model regresi. Akibatnya akan bias dalam melihat pengaruh variabel penjelas terhadap vaiabel yang dijelaskan. Beberapa kaidah (rule of


(53)

thumb) yang lazim digunakan untuk mendeteksi ada tidaknya multikolinearitas dalam satu model empiris antara lain:

1. Nilai R2 yang dihasilkan dari estimasi model empiris sangat tinggi, tetapi tingkat signifikan variabel bebas berdasarkan uji t-statistik sangat kecil bahkan tidak ada variabel bebas yang signifikan (high R2 but few significant t ratios). Jika nilai R2 tinggi maka nilai uji F akan tidak diterima hipotesis nol bahwa nilai koefisien slope parsial secara simultan sebenarnya sama dengan nol.

2. Menggunakan korelasi parsial (examination of partial correlations) ataupun regresi bantuan (subsidiary or auxiliary regression) yang disarankan oleh Farrar dan Glauber (1967).

3.6.4. Uji Autokorelasi

Autokorelasi dapat didefenisikan sebagai korelasi antara anggota serangkaian observasi yang diurutkan menurut waktu seperti dalam data time series. Sehingga terdapat saling ketergantungan antara faktor pengganggu yang berhubungan dengan observasi yang dipengaruhi oleh unsur gangguan yang berhubungan dengan pengamatan lainnya. Oleh sebab itu masalah autokorelasi biasanya muncul dalam data time seriest meskipun tidak tertutup kemungkinan hal

ini juga dapat terjadi dalam data cross sectional. Untuk mengetahui apakah model menghadapi masalah autokorelasi dalam model penelitian ini dapat dilakukan pengujian dengan uji Lagrange Multiplier test (LM test) dengan membandingkan nilai X2 hitung dengan X2 tabel dengan kriteria penilaian sebagai berikut :

a. Jika nilai X2 hitung > nilai X2 tabel , maka hipotesis yang menyatakan bahwa tidak ada autokorelasi dalam model empiris yang digunakan ditolak.


(54)

b. Jika nilai X2 hitung < nilai X2 tabel, maka hipotesis yang menyatakan tidak ada korelasi dalam model empiris yang digunakan tidak dapat ditolak.

3.7. Batasan Operasional

Untuk memudahkan pemahaman terhadap istilah dan variabel yang digunakan dalam penelitian ini maka, perlu diberikan batasan operasional sebagai berikut :

Ketersediaan beras (Y) adalah banyaknya beras yang berasal dari gabah kering giling menjadi produksi beras untuk di Sumatera Utara yang tersedia mengatasi permintaan total konsumsi beras (ton).

Luas panen (X1) adalah jumlah luas panen yang bisa dipanen di Sumatera Utara dengan harapan kemampuan produksi mencapai 100 %.

Harga beras (X2) adalah harga barang itu sendiri yaitu variabel harga beras pada tingkat produsen yang dihitung dalam rupiah/ton.

Harga jagung (X3 ) adalah harga barang pengganti yaitu variabel harga jagung pada tingkat produsen yang dihitung dalam rupiah/ton.

Ketersediaan beras tahun sebelumnya (Yt-1) adalah banyaknya beras yang berasal dari gabah kering giling menjadi produksi beras pada tahun sebelumnya untuk di Sumatera Utara yang tersedia mengatasi permintaan total konsumsi beras (ton)


(55)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Analisis Perkembangan Luas Panen, Harga Beras, Harga Jagung dan Ketersediaan Beras Tahun 1987-2006

Kondisi perberasan di Sumatera Utara dalam kurun waktu tahun 1987-2006 selama 20 tahun mengalami fluktuasi dan peningkatan dimana terjadi pada peningkatan luas panen peningkatan harga beras, harga jagung dan peningkatan ketersediaan beras, hal ini dapat dilihat pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1. Perkembangan Luas Panen, Harga Beras, Harga Jagung dan Ketersediaan Beras Tahun 1987-2006 Di Sumatera Utara

Tahun

Luas Panen (ha)

Harga Beras (Rp/ton)

Harga Jagung (Rp/ton)

Ketersediaan Beras (ton)

X1 X2 X3 Y

1987 567223 315000 179000 1553511, 62

1988 672885 330000 187000 1569216, 82

1989 679423 340000 215000 1605832, 37

1990 681798 475000 226000 1654420, 53

1991 713060 540000 215000 1725608, 38

1992 752636 580000 209000 1829762, 61

1993 754569 600000 233000 1844272, 06

1994 792514 668000 290000 1946534, 72

1995 795183 900000 313000 1981024, 86

1996 790051 1050000 411000 1982432, 32

1997 797545 1100000 331000 2030115, 46

1998 823749 2136000 735000 2098902, 97

1999 838626 2483000 697000 2181303, 76

2000 847610 2178000 759000 2221007, 90

2001 801948 2709000 936000 2080237, 48

2002 765161 3152000 920000 1992888, 76

2003 825188 2908000 897000 2150743, 40

2004 802145 2994000 1007000 2160670, 22

2005 822073 3635000 1398000 2178752, 38

2006 704715 4386000 1192000 1888948, 78

∑ 15128102 33479000 11350000 3867618, .37

x 756405,1 1673950 567500 1933809, 37


(56)

Analisis ketersediaan beras dilaksanakan untuk mempelajari sejauh mana kemampuan produksi beras Sumatera Utara dapat memenuhi dan surplus untuk kebutuhan regional. Pada Tabel 4.1. berdasarkan data yang diperoleh selama 20 tahun mencakup data luas panen, harga beras, harga jagung dan ketersediaan beras terhitung dari kurun waktu 1987-2006, dimana perkembangan luas panen, harga beras, harga jagung dan ketersediaan beras berfluktuasi dan peningkatan dimana luas panen yang terluas terdapat pada tahun 2000 seluas 847 610 ha dengan rata rata luas 756 405, 1 ha, harga beras yang tertinggi terdapat pada tahun 2006 harga Rp 4 386 000/ton dengan rata rata harga Rp 1 673 950/ton, harga jagung yang tertinggi terdapat pada tahun 2005 harga Rp 1 398 000/ton dengan rata rata harga Rp 567 500/ton, dan ketersediaan beras yang tertinggi terdapat pada tahun 2000 sebesar 2 221 007, 90 ton dengan rata rata ketersediaan beras sebesar 1 933 809, 37 ton. Hal ini menunjukkan bahwa dengan semakin luas panen, produktivitas semakin tinggi dan harga beras semakin membaik maka semakin tinggi ketersediaan beras di Sumatera Utara.

Lahan sawah mempunyai arti yang terpenting dalam menentukan ketahanan pangan nasional. Ketahanan pangan meliputi aspek ketersediaan bahan pangan, aksesibilitas masyarakat terhadap bahan pangan dan keamanan pangan (food Safety). Lebih dari 90 % beras yang dikonsumsi di Indonesia dihasilkan di dalam negeri dan sekitar 95 % dari beras dalam negeri tersebut dihasilkan dari lahan sawah (Susanto, 2004).


(57)

4.2. Faktor Faktor Yang Mempengaruhi Ketersediaan Beras

Untuk menganalisis faktor faktor yang mempengaruhi ketersediaan beras (Y) , di Sumatera Utara. maka dengan menggunakan sejumlah data yang telah dikumpulkan selama 20 tahun dimulai dari tahun 1987- 2006, dari data skunder tersebut dilakukan pengolahan data dengan metode Ordinary Least Square (OLS) yangmenggunakan alat bantu program Eviews versi 4.1. Dari hasil pengolahan data tersebut diperoleh hasil estimasi faktor faktor yang mempengaruhi ketersediaan beras di Sumatera Utara dengan metode OLS.

Pengujian Pengaruh Variabel Bebas Terhadap Variabel Terikat, dari hasil analisis regresi linier berganda dengan menggunakan metode OLS dapat ditarik suatu bentuk model persamaan untuk analisis faktor faktor yang mempengaruhi ketersediaan beras di Sumatera Utara.

Y = f (X1, X2, X3,Y (t-1)) ... ...(1) Persamaan tersebut dengan spesifikasi model ekonometrika setelah dilogaritmakan

LY=α0+α1L X1+α 2 L X2 +α 3 L X3 + α4 LY (t-1) +μ1...(2) Dimana

Y = Ketersediaan Beras (ton) X1 = Luas Panen (ha)

X2 = Harga Beras (rp/ton) X3 = Harga Jagung (rp/ton)

Y (t-1) = Ketersediaan Beras Tahun Sebelumnya (ton) α 0 = Konstanta/Koefisen intersep

α 1- α 2- α 3 α 4 = Koefisen regresi μ1 = kesalahan pengganggu

Persamaan regresi untuk pengaruh luas panen, harga beras, harga jagung dan ketersediaan beras tahun sebelumnya, terhadap variabel ketersediaan beras


(1)

Sugeng, 2001. Bercocok Tanaman Padi. Aneka Ilmu. Semarang.

Sukirno Sadono. 2006 Mikro Ekonomi Teori Pengantar Edisi ketiga. PT Raja

Grafindo Persada Jakarta

Sumarno. 2006. Pentingnya Setiap Provinsi Berswasembada Beras. Pusat

Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan Harian Sinar Tani Edisi

1-7 Maret no 3139.

Suparmoko Maria R dan Suparmoko M. 1998. Ekonomika Untuk Manajer (teori

dan soal-jawab) Penerbit BPFE- Jogyakarta

Suparyono dan Agus Setyono, 1993. Padi, Penebar Swadaya. Jakarta.

Suparmoko, Maria R dan M, Suparmoko. 1998. Ekonomika Untuk Manajer

(Teori dan Soal –Jawab) edisi Pertama BPFE- Yogyakarta.

Susanto. U, 2004. Retrospek Dan Prospek Peranan Pemuliaan Tanaman Padi

Dalam Dinamika Perkembangan Zaman. Program Pascasarjana Institut

Pertanian Bogor.

Suryana, A dan Hermanto. 2003. Kebijakan Ekonomi Perberasan Nasional.

Ekonomi Padi dan Beras Indonesia. Badan Penelitian dan Pengembangan

Pertanian Departemen Pertanian. Jakarta.

Swastika, DKS. 1999. Penerapan Model Dinamis Dalam Sistem Penawaran dan

Permintaan Beras di Indonesia Informatika Pertanian Volume 8

(Desember 1999)

Todaro, P., 2000. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga. Erlangga. Jakarta.

Waspada, 1 Desember 2005. Hasil Pertanian Tapsel di Atas Standar Nasional.

Kolom Bisnis dan Teknologi. Medan.

Waspada, 2 Desember 2005. Sumut Impor Beras 14.000 ton. Kolom Bisnis dan

Teknologi. Medan.

Waspada, 28 januari 2006. Kita Memang Harus Tolak Beras Impor. Tajuk

Rencana. Kolom Opini. Medan

Waspada, 2 Februari 2007.25 Daerah Minta Jatah Raskin 2007. Kolom Bisnis dan

Teknologi.


(2)

Lampiran 1. Penggunaan Produksi Gabah Kering Giling yang Akan Diolah

Menjadi Bibit, Pakan Ternak, Bahan Baku Industrl Bukan

Makanan, Susut, Limbah Produksi Beras dan Ketersediaan

Beras Tahun 1987-2006

Tahun Produksi Gabah Kering Giling (ton)

Bibit/benih Pakan ternak

Bahan baku industri bukan makanan

Susut/tercecer Limbah

produksi beras Kertersediaan beras

0,90% 0,44% 0,56% 5,40% 29,50% 63,20%

1987 2458088 22122, 79 10815, 59 13765, 29 132736, 75 725135, 96 1553511, 62 1988 2482938 22346, 44 10924, 93 13904, 45 134078, 65 732466, 71 1569216, 82 1989 2540874 22867, 87 11179, 85 14228, 89 137207, 20 749557, 83 1605832, 37 1990 2617754 23559, 79 11518, 12 14659, 42 141358, 72 772237, 43 1654420, 53 1991 2730393 24573, 54 12013, 73 15290, 20 147441, 22 805465, 94 1725608, 38 1992 2895194 26056, 75 12738, 85 16213, 09 156340, 48 854082, 23 1829762, 61 1993 2918152 26263, 37 12839, 87 16341, 65 157580, 21 860854, 84 1844272, 06 1994 3079960 27719, 64 13551, 82 17247, 78 166317, 84 908588, 20 1946534, 72 1995 3134533 28210, 80 13791, 95 17553, 38 169264, 78 924687, 24 1981024, 86 1996 3136760 28230, 84 13801, 74 17565, 86 169385, 04 925344, 20 1982432, 32 1997 3212208 28909, 87 14133, 72 17988, 36 173459, 23 947601, 36 2030115, 46 1998 3321049 29889, 44 14612, 62 18597, 87 179336, 65 979709, 46 2098902, 97 1999 3451430 31062, 87 15186, 29 19328, 01 186377, 22 1018171, 85 2181303, 76 2000 3514253 31628, 28 15462, 71 19679, 82 189769, 66 1036704, 64 2221007, 90 2001 3291515 29623, 64 14482, 67 18432, 48 177741, 81 970996, 93 2080237, 48 2002 3153305 28379, 75 13874, 54 17658, 51 170278, 47 930224, 98 1992888, 76 2003 3403075 30627, 68 14973, 53 19057, 22 183766, 05 1003907, 13 2150743, 40 2004 3418782 30769, 04 15042, 64 19145, 18 184614, 23 1008540, 69 2160670, 22 2005 3447393 31026, 54 15168, 53 19305, 40 186159, 22 1016980, 94 2178752, 38 2006 2988843 26899, 59 13150, 91 16737, 52 161397, 52 881708, 69 1888948, 78

∑ 61196499 550768, 50 269264,60 342700, 40 3304611, 00 18052967, 50 38676187, 37 x 3059824,95 27538, 42 13463, 23 17135, 02 165230, 55 902648, 36 1933809, 37

Sumber : Dinas Pertanian Pemprovsu, Tahun 2007 Data Diolah


(3)

Lampiran 2. Hasil Regresi OLS Ketersediaan

Beras di Sumatera Utara, Setelah Di Lag

Dependent Variable: LY

Method: Least Squares Date: 07/18/07 Time: 13:29 Sample(adjusted): 1988 2006

Included observations: 19 after adjusting endpoints

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C -0.830903 0.755685 -1.099537 0.2901

LX1 0.978985 0.054826 17.85634 0.0000

LX2 0.041455 0.018270 2.269042 0.0396

LX3 -0.007912 0.018381 -0.430408 0.6735

LY(t-1) 0.107998 0.073666 1.466053 0.1647 R-squared 0.993025 Mean dependent var 14.47993

Adjusted R-squared 0.991032 S.D. dependent var 0.107746 S.E. of regression 0.010203 Akaike info criterion -6.111282 Sum squared resid 0.001457 Schwarz criterion -5.862745 Log likelihood 63.05718 F-statistic 498.3012 Durbin-Watson stat 1.913659 Prob(F-statistic) 0.000000

Lampiran 3. Hasil Uji Normalitas Ketersediaan Beras di Sumatera Utara

0 1 2 3 4 5 6 7

-0.01 0.00 0.01 0.02

Series: Residuals Sample 1988 2006 Observations 19

Mean -1.58E-15

Median 0.000112

Maximum 0.023918

Minimum -0.013682

Std. Dev. 0.008998

Skewness 0.726882

Kurtosis 3.998023

Jarque-Bera 2.461673

Probability 0.292048

Gambar 2. Histogram and stats uji normalitas Ketersediaan Beras di Sumatera Utara


(4)

Lampiran 4. Hasil Uji Linieritas Ketersediaan Beras

di Sumatera Utara

Ramsey RESET Test:

F-statistic 26.65627 Probability 0.000116 Log likelihood ratio 20.42803 Probability 0.000006 Test Equation:

Dependent Variable: LY Method: Least Squares Date: 07/10/07 Time: 18:30 Sample: 1987 2006

Included observations: 20

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 190.1497 36.12244 5.264032 0.0001

LX1 -38.66466 7.632578 -5.065741 0.0001

LX2 -3.155640 0.623638 -5.060054 0.0001

LX3 0.370765 0.080120 4.627602 0.0003

FITTED^2 1.848929 0.358113 5.162971 0.0001

R-squared 0.981117 Mean dependent var 14.46874 Adjusted R-squared 0.976081 S.D. dependent var 0.116210 S.E. of regression 0.017973 Akaike info criterion -4.987622 Sum squared resid 0.004845 Schwarz criterion -4.738689 Log likelihood 54.87622 F-statistic 194.8401 Durbin-Watson stat 1.762461 Prob(F-statistic) 0.000000

Lampiran 5. Hasil Uji Multikolinearitas Untuk Variabel

Luas Panen di Sumatera Utara

Dependent Variable: LX1 Method: Least Squares Date: 07/18/07 Time: 13:35 Sample(adjusted): 1988 2006

Included observations: 19 after adjusting endpoints

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 2.335301 3.507413 0.665819 0.5156

LX2 -0.026042 0.085778 -0.303603 0.7656

LX3 -0.031791 0.086176 -0.368908 0.7174

LY(t-1) 0.829295 0.272962 3.038135 0.0083

R-squared 0.655647 Mean dependent var 13.55365 Adjusted R-squared 0.586776 S.D. dependent var 0.074751 S.E. of regression 0.048052 Akaike info criterion -3.048406 Sum squared resid 0.034635 Schwarz criterion -2.849577 Log likelihood 32.95986 F-statistic 9.519970 Durbin-Watson stat 1.735577 Prob(F-statistic) 0.000911


(5)

Lampiran 6. Hasil Uji Multikolinearitas Untuk Variabel

Harga Beras di Sumatera Utara

Dependent Variable: LX2 Method: Least Squares Date: 07/18/07 Time: 13:51 Sample(adjusted): 1988 2006

Included observations: 19 after adjusting endpoints

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C -25.61004 8.386382 -3.053765 0.0080

LX3 0.897215 0.117546 7.632915 0.0000

LY(t-1) 2.151096 0.880547 2.442908 0.0274

LX1 -0.234519 0.772453 -0.303603 0.7656

R-squared 0.976881 Mean dependent var 14.05531 Adjusted R-squared 0.972257 S.D. dependent var 0.865734 S.E. of regression 0.144198 Akaike info criterion -0.850597 Sum squared resid 0.311895 Schwarz criterion -0.651768 Log likelihood 12.08068 F-statistic 211.2734 Durbin-Watson stat 1.816678 Prob(F-statistic) 0.000000

Lampiran 7. Hasil Uji Multikolinearitas Untuk Variabel

Harga Jagung di Sumatera Utara

Dependent Variable: LX3 Method: Least Squares Date: 07/18/07 Time: 13:54 Sample(adjusted): 1988 2006

Included observations: 19 after adjusting endpoints

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 12.95704 10.07392 1.286197 0.2179

LY(t-1) -0.588887 1.023528 -0.575350 0.5736

LX1 -0.282824 0.766651 -0.368908 0.7174

LX2 0.886358 0.116123 7.632915 0.0000

R-squared 0.965226 Mean dependent var 13.06079 Adjusted R-squared 0.958271 S.D. dependent var 0.701610 S.E. of regression 0.143323 Akaike info criterion -0.862773 Sum squared resid 0.308121 Schwarz criterion -0.663943 Log likelihood 12.19634 F-statistic 138.7847 Durbin-Watson stat 1.893791 Prob(F-statistic) 0.000000


(6)

Hasman Hasyim : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Ketersediaan Beras di Sumatera Utara, 2007

Lampiran 8. Hasil Uji Multikolinearitas Untuk Variabel

Ketersediaan Beras Tahun Sebelumnya

di Sumatera Utara

Dependent Variable: LY(t-1) Method: Least Squares Date: 07/18/07 Time: 13:58 Sample(adjusted): 1988 2006

Included observations: 19 after adjusting endpoints

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 6.862914 1.968646 3.486109 0.0033

LX1 0.459353 0.151196 3.038135 0.0083

LX2 0.132313 0.054162 2.442908 0.0274

LX3 -0.036666 0.063728 -0.575350 0.5736

R-squared 0.925142 Mean dependent var 14.46964 Adjusted R-squared 0.910170 S.D. dependent var 0.119322 S.E. of regression 0.035763 Akaike info criterion -3.639162 Sum squared resid 0.019184 Schwarz criterion -3.440333 Log likelihood 38.57204 F-statistic 61.79290 Durbin-Watson stat 1.585717 Prob(F-statistic) 0.000000

Lampiran 9. Hasil Uji Autokorelasi Ketersediaan Beras di

Sumatera Utara

Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test:

F-statistic 1.643883 Probability 0.233896 Obs*R-squared 4.086114 Probability 0.129632 Test Equation:

Dependent Variable: RESID Method: Least Squares Date: 07/18/07 Time: 14:05

Presample missing value lagged residuals set to zero.

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 0.524176 0.782051 0.670258 0.5154

LX1 -0.067759 0.064469 -1.051030 0.3140

LX2 0.014375 0.019680 0.730439 0.4791

LX3 -0.017440 0.020591 -0.846977 0.4136

LY(t-1) 0.029016 0.072666 0.399309 0.6967

RESID(-1) 0.049670 0.267616 0.185601 0.8559

RESID(-2) -0.616675 0.340114 -1.813145 0.0949 R-squared 0.215059 Mean dependent var 1.40E-15 Adjusted R-squared -0.177412 S.D. dependent var 0.008998 S.E. of regression 0.009764 Akaike info criterion -6.142902 Sum squared resid 0.001144 Schwarz criterion -5.794951 Log likelihood 65.35757 F-statistic 0.547961 Durbin-Watson stat 1.837721 Prob(F-statistic) 0.762878