Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Ketersediaan Beras dan Jagung di Provinsi Sumatera Utara
SKRIPSI
OLEH :
WENNY MAHDALENA LUMBAN GAOL 110304035
PROGRAM STUDI AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
(2)
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KETERSEDIAAN BERAS DAN JAGUNG DI PROVINSI SUMATERA UTARA
SKRIPSI
OLEH :
WENNY MAHDALENA LUMBAN GAOL 110304035
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian di Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara
Disetujui oleh: Komisi Pembimbing
Ketua Anggota
(Dr.Ir.Tavi Supriana,MS) (Dr.Ir.Satia Negara Lubis,MEC) NIP. 196411021989032001 NIP.196302041997031001
PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2015
(3)
Wenny Mahdalena L.Gaol (110304035) dengan judul penelitian “Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Ketersediaan Beras dan Jagung Di Provinsi
Sumatera Utara”. Penelitian ini dibimbing oleh Ibu Dr.Ir. Tavi Supriana,MS dan
Bapak Dr. Ir. Satia Negara Lubis, MEc.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi ketersediaan beras dan jagung di Provinsi Sumatera Utara. Penelitian ini menggunakan data sekunder yang berhubungan dengan ketersediaan beras dan jagung di Sumatera Utara dari tahun 1999-2013. Data yang digunakan untuk penelitian ini diperoleh dari Badan Pusat Statistik, Dinas Pertanian, dan Badan Ketahanan Pangan Sumatera Utara. Metode analisis data yang digunakan adalah model regresi linear berganda.
Dari hasil penelitian diperoleh bahwa ketersediaan beras di Sumatera Utara secara serempak dipengaruhi oleh harga domestik, harga impor, harga kedelai, luas panen jagung, konsumsi beras, dan jumlah tenaga kerja. Ketersedian beras di Sumatera Utara secara parsial dipengaruhi oleh harga domestic, harga kedelai, konsumsi beras, dan jumlah tenaga kerja. Ketersediaan beras di Sumatera Utara secara parsial tidak dipengaruhi oleh harga impor dan luas panen jagung. Ketersediaan jagung di Sumatera Utara secara serempak dipengaruhi oleh panen, harga domestik, jumlah penduduk, tenaga kerja, dan nilai tukar. Ketersediaan jagung di Sumatera Utara secara parsial dipengaruhi oleh luas panen dan harga domestic. Ketersediaan jagung di Sumatera Utara secara parsial tidak dipengaruhi oleh jumlah penduduk, tenaga kerja, dan nilai tukar rupiah.
(4)
Wenny Mahdalena Lumban Gaol, dilahirkan di Medan pada tanggal 19 Agustus 1993. Penulis merupakan anak pertama dari empat bersaudara dari Ayahanda J.Lumban Gaol,S.Pd dan Ibunda N.br Sinaga.
Pendidikan formal yang pernah ditempuh penulis sebagai berikut: 1. Tahun 1998 masuk Taman Kanak-kanak Helvetia Medan. 2. Tahun 1999 masuk Sekolah Dasar Negeri 066049 Medan.
3. Tahun 2005 masuk Sekolah Menengah Pertama Negeri 18 Medan. 4. Tahun 2008 masuk Sekolah Menengah Atas Negeri 12 Medan.
5. Tahun 2011 diterima di Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN).
6. Bulan Agustus hingga September 2014 melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di Desa Bukit Mas, Kecamatan Besitang, Kabupaten Langkat.
7. Bulan Mei 2015 penulis melaksanakan penelitian skripsi di Provinsi Sumatera Utara.
Selama masa perkuliahan, penulis aktif pada kegiatan kemahasiswaan, antara lain Ikatan Mahasiswa Sosial Ekonomi Pertanian (IMASEP) dan Unit Kegiatan Mahasiswa Kebaktian Mahasiswa Kristen (UKM KMK).
(5)
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas karunia yang telah dilimpahkanNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Ketersediaan Beras dan
Jagung di Provinsi Sumatera Utara” yang merupakan syarat untuk memperoleh
gelar Sarjana Pertanian di Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan.
Dengan segala hormat dan kerendahan hati, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada kedua orangtua penulis Ayahanda J. Lumban Gaol, S.Pd dan Ibunda N. br Sinaga atas kasih sayang dan telah memberi dukungan, doa, dan motivasi selama menjalani perkuliahan hinggasekarang penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Tak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada adik-adik tersayang Putri Cristie L.G, Dani Armando L.G, dan Feby Yosepha L.G, atas doa dan semangat yang diberikan.
Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Ibu Dr.Ir. Tavi Supriana, MS sebagai ketua komisi pembimbing dan Bapak Dr. Ir. Satia Negara Lubis, MEc sebagai anggota komisi pembimbing, yang telah banyak memberikan arahan, masukan, dan bimbingan selama penulisan skripsi ini.
Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada:
1. Ibu Dr. Ir. Salmiah dan Bapak Dr. Ir. Satia Negara Lubis, MEc selaku ketua dan sekretaris Prodi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.
(6)
3. Seluruh instansi yang terkait dalam penelitian ini dan turut serta membantu penulis dalam memperoleh data yang diperlukan.
Terima kasih juga penulis ucapkan kepada teman-teman tercinta Sri Sinaga, SP, Dena Manuela,SP , Nadia Safitri,SP, Marisca Girsang,SP ,Natalina Ginting,SP, Pitawarni,SP, Yosevani,SP, Dolse,SP, Sri Ayu,SP, Yohana,SP, Meiska,SP yang telah membantu penulis dalam penelitian ini, serta kepada teman-teman seperjuangan stambuk 2011 yang tidak bisa disebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih dan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Medan, Agustus 2015
(7)
ABSTRAK ... i
RIWAYAT HIDUP ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR TABEL ... vii
DAFTAR GAMBAR ... viii
DAFTAR LAMPIRAN ... ix
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Identifikasi Masalah ... 5
1.3 Tujuan Penelitian ... 5
1.4 Kegunaan Penelitian... 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka ... 7
2.2 Landasan Teori ... 11
2.3 Penelitian Terdahulu ... 15
2.4 Kerangka Pemikiran ... 17
2.5 Hipotesis Penelitian ... 20
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penentuan Daerah Penelitian ... 21
3.2 Metode Pengumpulan Data ... 21
3.3 Metode Analisis Data ... 21
3.4 Defenisi dan Batasan Operasional ... 26
3.4.1 Defenisi ... 26
3.4.2 Batasan Operasional ... 27
BAB IV DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN 4.1 Letak dan Keadaan Geografi Sumatera Utara ... 28
4.2 Kondisi Iklim dan Topografi ... 29
4.3 Kondisi Demografi ... 29
(8)
Sumatera Utara ... 44 5.3 Analisis Regresi Linear Berganda Ketersediaan Jagung di Provinsi
Sumatera Utara ... 52 BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan ... 59 6.2 Saran ... 60 DAFTAR PUSTAKA
(9)
No. Judul Hlm. 1. Produksi Pangan Strategis (beras dan jagung) di Sumatera
Utara
1 2. Luas Wilayah, Jumlah Penduduk, dan Kepadatan Penduduk
Menurut Kabupaten/Kota tahun 2013
31 3. Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin, Rasio Jenis
Kelamin dan Kabupaten/Kota (jiwa) Tahun 2013
32 4. Ketersediaan Beras dan Jagung di Sumatera Utara Tahun
1999-2013
33 5. Luas Panen Jagung di Sumatera Utara Tahun 1999-2013 34 6. Harga Domestik Beras dan Jagung di Sumatera Utara Tahun
1999-2013
35 7. Harga Impor Beras di Sumatera Utara Tahun 2002-2013 36 8. Harga Kedelai di Sumatera Utara Tahun 2002-2013 36 9. Jumlah Konsumsi Beras di Sumatera Utara Tahun 2002-2013 37 10. Jumlah Penduduk Sumatera Utara Tahun 1999-2013 38 11. Jumlah Tenaga Kerja di Sektor Pertanian Sumatera Utara
Tahun 1999-2013
39 12. Nilai Tukar Rupiah terhadap Dollar di Indonesia Tahun
2002-2013
40 13. Ketersediaan Beras di Provinsi Sumatera Utara Tahun
2002-2013
41 14. Ketersediaan Jagung di Provinsi Sumatera Utara Tahun
1999-2013
42 15. Nilai Tolerance dan VIF Ketersediaan Beras 46
16. Hasil Analisis Ketersediaan Beras 47
17. Nilai Tolerance dan VIF Ketersediaan Jagung 54
(10)
No. Judul Hlm.
1. Skema Kerangka Pemikiran 17
2. Grafik Ketersediaan Beras Provinsi Sumatera Utara Tahun 2002-2013
42 3. Grafik Ketersediaan Jagung Provinsi Sumatera Utara Tahun
1999-2013
43
4. Grafik Normal Plot Ketersedian Beras 44
5. Scatterplot Uji Heterokedastisitas Ketersediaan Beras 45
6. Grafik Normal Plot Ketersedian Jagung 52
(11)
No Judul 1 Ketersediaan Beras di Provinsi Sumatera Utara 2 Ketersediaan Jagung di Provinsi Sumatera Utara
3 Hasil Analisis Regresi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Ketersediaan Beras di Sumatera Utara 2002-2013
4 Hasil Analisis Regresi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Ketersediaan Jagung di Sumatera Utara 1999-2013
(12)
Wenny Mahdalena L.Gaol (110304035) dengan judul penelitian “Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Ketersediaan Beras dan Jagung Di Provinsi
Sumatera Utara”. Penelitian ini dibimbing oleh Ibu Dr.Ir. Tavi Supriana,MS dan
Bapak Dr. Ir. Satia Negara Lubis, MEc.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi ketersediaan beras dan jagung di Provinsi Sumatera Utara. Penelitian ini menggunakan data sekunder yang berhubungan dengan ketersediaan beras dan jagung di Sumatera Utara dari tahun 1999-2013. Data yang digunakan untuk penelitian ini diperoleh dari Badan Pusat Statistik, Dinas Pertanian, dan Badan Ketahanan Pangan Sumatera Utara. Metode analisis data yang digunakan adalah model regresi linear berganda.
Dari hasil penelitian diperoleh bahwa ketersediaan beras di Sumatera Utara secara serempak dipengaruhi oleh harga domestik, harga impor, harga kedelai, luas panen jagung, konsumsi beras, dan jumlah tenaga kerja. Ketersedian beras di Sumatera Utara secara parsial dipengaruhi oleh harga domestic, harga kedelai, konsumsi beras, dan jumlah tenaga kerja. Ketersediaan beras di Sumatera Utara secara parsial tidak dipengaruhi oleh harga impor dan luas panen jagung. Ketersediaan jagung di Sumatera Utara secara serempak dipengaruhi oleh panen, harga domestik, jumlah penduduk, tenaga kerja, dan nilai tukar. Ketersediaan jagung di Sumatera Utara secara parsial dipengaruhi oleh luas panen dan harga domestic. Ketersediaan jagung di Sumatera Utara secara parsial tidak dipengaruhi oleh jumlah penduduk, tenaga kerja, dan nilai tukar rupiah.
(13)
1.1 Latar Belakang
Dalam Undang-Undang Pangan (UU RI No 7 Tahun 1996), pangan sebagai kebutuhan dasar manusia yang pemenuhannya merupakan hak asasi setiap rakyat Indonesia harus senantiasa tersedia cukup setiap waktu, aman, bermutu, bergizi, dan beragam dengan harga yang terjangkau oleh daya beli masyarakat. Untuk mencapai semua itu, perlu diselenggarakan suatu sistem pangan yang memberikan perlindungan, baik bagi pihak yang memproduksi maupun yang mengkonsumsi pangan, serta tidak bertentangan dengan keyakinan masyarakat.
Permasalahan pada pembangunan pertanian khususnya tanaman pangan secara khusus dapat diidentifikasi dari aspek produksi, konsumsi, dan distribusi. Orientasi kebijaksanaan pembangunan pertanian yang mengutamakan pola produksi bahan pangan terutama beras cenderung mengabaikan potensi sumber pangan lain sehingga menyebabkan beban kebijaksanaan pangan menjadi semakin berat. Akibatnya setiap pelaksanaan program peningkatan produksi beras membutuhkan biaya yang makin mahal. Pangan, tidak lagi seperti yang dikatakan antropolog-ekonom Melville J. Herskovits (1965), adalah the primary determinants of survival bagi umat manusia. Pangan, seperti halnya sumber daya ekonomi lainnya bersifat memiliki kelangkaan (scarcity). Dalam perkembangannya, pangan bukan saja sebagai “barang”, namun juga produk atau komoditi yang masuk dalam siklus supply-demand dan dibelakangnya beriringan muncul industri dan bisnis. Dalam perkembangannya, ketersediaan pangan bermakna dua, yaitu terdapat barangnya dan dapat dibeli dengan harga murah.
(14)
Dengan demikian dalam hal pangan diletakkan dalam konteks politik adalah: “pemerintah akan berusaha mempertahankan ketersediaan pangan dalam jumlah yang cukup (bahkan kalau perlu melimpah) dan dengan harga yang murah (bukan sekedar terjangkau) (Sumodiningrat, 2001).
Mengenai persoalan pangan, dunia kembali dikhawatirkan dengan persoalan ketahanan pangan bagi masyarakat, terutama dari dimensi ketersediaan, akses terhadap pangan dan stabilitas harga pangan, mengingat fenomena perubahan iklim tidak mampu sepenuhnya diantisipasi dengan baik. Jika dilihat dari aspek konsumsi, perwujudan ketahanan pangan juga mengalami hambatan karena sebagian besar masyarakat Indonesia selama ini memenuhi kebutuhan pangan sebagai sumber karbohidrat berupa beras. Masalah yang dihadapi ke depan adalah negara harus mampu meningkatkan produksi untuk bisa menyediakan pangan beras secara berkecukupan dan berkelanjutan, namun di sisi lain terdapat banyak faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat ketersediaan beras di masyarakat (Rompone, 2013).
Pemerintah RI menargetkan pencapaian swasembada pangan yaitu padi, jagung, kedelai, gula, dan daging dalam periode tiga hingga empat tahun ke depan. Dengan demikian Kementerian Pertanian akan dapat tambahan anggaran sebesar Rp16,9 triliun dalam APBN-P 2015. Kepada DPR, Mentan menjelaskan bahwa tujuan swasembada padi untuk memenuhi kebutuhan pangan. Kedelai untuk pemenuhan kebutuhan pengrajin tempe dan tahu dan industri lainnya. Jagung untuk memperkaya pangan dan pemenuhan kebutuhan pakan dan industri lainnya. Daging, untuk memenuhi defisit daging dan konsumsi nasional, dan gula untuk
(15)
kebutuhan nasional. Mentan memaparkan bahwa fenomena pergeseran musim yang terjadi di berbagai daerah bakal berimplikasi kepada ketersediaan pangan sehingga dapat mengganggu target swasembada bila tidak dilakukan upaya percepatan. Untuk itu, diperlukan upaya khusus guna mempercepat ketersediaan pangan sesuai arahan Presiden untuk terwujudnya swasembada pangan sesuai dengan visi misi (Priyo. B, 2015).
Provinsi Sumatera Utara merupakan provinsi yang memiliki jumlah penduduk cukup tinggi. Semakin tinggi jumlah penduduk, maka jumlah permintaan akan pangan juga akan semakin tinggi. Komoditas pangan utama seperti beras dan jagung merupakan kebutuhan pokok yang pemenuhannya harus selalu dijaga oleh pemerintah. Beras dan jagung merupakan komoditas pangan utama yang termasuk dalam pangan strategis.
Dari data Badan Ketahanan Pangan (BKP) Provsu, kebutuhan beras di Sumut sampai dengan bulan Oktober 2014 bahwa produksi gabah/beras mampu memenuhi kebutuhan konsumsi penduduk Sumatera Utara, bahkan surplus mencapai 217.550 ton. Hal ini menunjukkan, tanpa adanya pemasukan beras baik dari impor maupun dari provinsi lainnya, produksi beras di Sumut mampu memenuhi kebutuhan konsumsi masyarakat (Anonimous, 2014).
(16)
Tabel 1. Produksi Beras dan Jagung di Sumatera Utara dalam satuan ton
Tahun Beras (ton) Jagung (ton)
1999 2.361.779 683.065
2000 2.221.008 666.764
2001 2.080.237 634.162
2002 1.992.889 640.593
2003 2.150.743 687.360
2004 2.160.670 712.558
2005 2.178.752 735.456
2006 1.900.826 664.217
2007 2.064.006 804.852
2008 1.852.567 1.098.969
2009 1.975.623 1.166.550
2010 2.006.089 1.377.716
2011 2.020.147 1.294.645
2012 2.080.687 1.347.127
2013 2.087.501 1.182.925
Sumber : Badan Pusat Statistik Sumatera Utara 2014
Dari Tabel 1. Dapat dilihat bahwa produksi dari komoditi pangan strategis yaitu beras dan jagung mengalami fluktuasi dari tahun 1999 – 2013. Perubahan (fluktuasi) jumlah produksi dapat disebabkan oleh beberapa factor yang mempengaruhinya. Produksi beras lebih besar dari produksi jagung. Produksi merupakan salah satu fungsi dari ketersediaan pangan. Secara umum selain produksi, stok, impor dan ekspor merupakan fungsi ketersediaan pangan. Ketersediaan beras dapat dipengaruhi oleh harga domestik, harga impor, harga kedelai, konsumsi, luas panen jagung, dan tenaga kerja,. Sementara ketersediaan jagung dapat dipengaruhi oleh luas panen, harga domestic, jumlah penduduk, jumlah tenaga kerja, dan nilai tukar.
Adanya target swasembada akan dipengaruhi oleh ketersediaan. Salah satu fungsi ketersediaan adalah produksi, dimana produksi beras dan jagung mengalami
(17)
fluktuasi sementara jumlah penduduk mengalami peningkatan setiap tahunnya. Maka dari itu peneliti tertarik untuk meneliti faktor-faktor yang mempengaruhi ketersediaan beras dan jagung di Provinsi Sumatera Utara.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut:
1. Bagaimanakah perkembangan ketersediaan beras dan jagung di Provinsi Sumatera Utara?
2. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi ketersediaan beras di Provinsi Sumatera Utara?
3. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi ketersediaan jagung di Provinsi Sumatera Utara?
1.3 Tujuan Penelitian
Dari permasalahan di atas maka tujuan penelitian adalah sebagai berikut:
1. Menganalisis perkembangan ketersediaan beras dan jagung di Provinsi Sumatera Utara.
2. Menganalisis faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi ketersediaan beras di Provinsi Sumatera Utara.
3. Menganalisis faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi ketersediaan jagung di Provinsi Sumatera Utara.
(18)
1.4 Kegunaan Penelitian
1. Sebagai bahan informasi bagi pemerintah maupun lembaga lainnya dalam mengambil kebijaksanaan untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi ketersediaan pangan strategis di Provinsi Sumatera Utara.
2. Sebagai penambah wawasan dan pegetahuan bagi penulis tentang faktor-faktor yang mempengaruhi ketersediaan pangan strategis di Provinsi Sumatera Utara. 3. Sebagai bahan informasi dan studi bagi pihak-pihak yang memerlukan.
(19)
2.1 Tinjauan Pustaka
Menurut Suryana (2003), jumlah penduduk Indonesia yang cukup besar, membutuhkan ketersediaan pangan yang cukup besar, yang tentunya akan memerlukan upaya dan sumber daya yang besar untuk memenuhinya. Beberapa masalah dalam mencukupi ketersediaan pangan adalah:
1. Upaya mewujudkan ketersediaan pangan yang cukup menghadapi kendala kemampuan produksi pangan yang semakin terbatas disebabkan oleh:
a. Berlanjutnya konversi lahan pertanian kepada kegiatan non pertanian. Seluruh ekosistem lahan pertanian terus mengalami degradasi kualitas dan kesuburan, karena cara-cara pemanfaatan yang kurang ramah lingkungan. b. Semakin langkanya ketersediaan sumber daya air untuk pertanian, karena
persaingan dengan aktivitas ekonomi lainnya, disamping menurunnya kualitas air terus berlangsung, yang terutama disebabkan oleh rendahnya efisiensi manajemen pemanfaatan air dan kepedulian terhadap lingkungan.
c. Fenomena iklim yang semakin tidak menentu karena pengaruh global warming.
2. Teknologi yang diperlukan oleh masyarakat untuk mengatasi semakin terbatasnya lahan serta meningkatnya kebutuhan pangan, mengalami beberapa keterbatasan diantaranya:
(20)
a. Teknologi produksi untuk lahan sawah relative stagnan, sedangkan teknologi lahan kering, lahan rawa/lebak, dan lahan pasang surut, relative belum mampu meningkatkan produktivitas tanaman secara signifikan. b. Teknologi pasca panen belum diterapkan dengan baik sehingga tingkat
penurunan mutu produk dan tingkat kehilangan hasil masih cukup tinggi. c. Kinerja pelayanan teknologi pengolahan hasil tepat gunna belum
memadai untuk menunjang pengembangan industri pengolahan pangan. 3. Terbatasnya kemampuan petani berlahan sempit dalam menerapkan teknologi
tepat guna menyebabkan tingkat produktivitas usaha tani relative stagnan. 4. Dalam era perdagangan global, peluang impor pangan telah terbuka untuk
umum. Disamping menguras devisa yang terbatas, impor menambah ketatnya persaingan produk-produk petani di pasar domestic.
Makna yang terkandung dalam konsep pangan adalah berkaitan dengan komoditas maupun sistem ekonomi pangan yang terdiri atas proses produksi termasuk industri pengolahan, penyediaan, distribusi, maupun konsumsi. Dengan demikian, masalah pangan meliputi ketidakseimbangan atau ketidakberagaman jenis pangan; kerawanan pangan baik produksi, cadangan, distribusi maupun konsumsi pangan/kelaparan (starvation). Bencana alam (banjir, longsor, kekeringan); gangguan hama/penyakit; pencemaran lingkungan; terbatasnya sarana, prasarana, teknologi dan perangsang produksi; pertambahan penduduk; lahan marginal maupun konversi lahan merupakan faktor penyebab terjadinya rawan produksi maupun cadangan pangan. Ketersediaan pangan merupakan kondisi penyediaan pangan yang mencakup makanan dan minuman yang berasal dari tanaman, ternak,
(21)
dan ikan serta turunannya bagi penduduk suatu wilayah dalam suatu kurun waktu tertentu. Ketersediaan pangan merupakan suatu sistem yang berjenjang mulai dari nasional, provinsi (regional), lokal (kabupaten/kota), dan rumah tangga. Ketersediaan pangan dapat diukur baik pada tingkat makro (nasional, provinsi, kabupaten/kota) maupun mikro (rumah tangga). Komponen ketersediaan pangan meliputi kemampuan produksi, cadangan maupun impor pangan setelah dikoreksi dengan ekspor dan berbagai penggunaan seperti untuk bibit, pakan industri makanan/nonpangan dan tercecer (Baliwati, 2010).
Pada dasarnya ketahanan pangan terdapat 4 (empat) pilar yaitu, aspek ketersediaan (food availibility), aspek stabilitas ketersediaan atau pasokan (access of supplies), aspek keterjangkauan (access to utilization), dan aspek konsumsi pangan (food utilization). Keempat pilar tersebut mengindikasikan bahwa pangan harus tersedia dalam jumlah yang cukup, baik di musim panen maupun paceklik, terdistribusi merata di seluruh peloksok negeri, harganya terjangkau oleh orang yang miskin sekalipun dan aman serta bermutu (Isbandi dan Rusdiana, 2014).
Ketersediaan pangan dari produksi domestic diperoleh dari produksi ditambah impor dikurangi kebutuhan untuk konsumsi pakan, benih, dan tercecer serta ekspor. Ketersediaan sebagian besar pangan pokok dunia menurun akibat adanya penurunan produksi di sebagian besar negara utama produsen beras yang
mengakibatkan meningkatnya harga pangan dunia
(Dewan Ketahanan Pangan, 2010).
Cadangan pangan nasional adalah persediaan pangan di seluruh pelosok wilayah Indonesia untuk konsumsi manusia, bahan baku industri, dan untuk menghadapi
(22)
keadaan darurat. Cadangan pangan nasional diupayakan berada di dalam negeri dan harus senantiasa cukup untuk mengatasi masalah kekurangan pangan, atau terjadinya berbagai kebutuhan yang mendadak akibat bencana, atau pengaruh fluktuasi harga (UU RI No 7, 1996).
Pangan tidak hanya beras, karena jenis pangan cukup banyak dan beragam serta semuanya diperlukan untuk berlangsungnya kehidupan manusia yang sehat yaitu terpenuhinya kebutuhan kalori, protein, vitamin, mineral, dan lemak. Pengelompokan pangan berdasarkan pangan pokok dan strategis yaitu beras, jagung, kedelai, ubi kayu, ubi jalar, kacang tanah, daging ayam, daging ruminansia, telur, susu, cabe merah, bawang merah, minyak goreng, gula pasir, dan ikan ( Badan Ketahanan Pangan, 2010).
Beras merupakan bahan pangan pokok bagi sebagian besar masyarakat Indonesia. Kecukupan ketersediaan beras pada tingkat nasional maupun regional menjadi prasarat bagi terwujudnya ketahanan pangan nasional. Beras merupakan komoditas pangan utama masyarakat Indonesia, hampir seluruh penduduk di negara ini mengkonsumsi beras setiap harinya. Hal ini menyebabkan komoditas beras memiliki nilai yang sangat strategis, selain karena menguasai hajat hidup orang banyak, juga dapat dijadikan parameter stabilitas ekonomi dan sosial negara. Apabila terjadi kelangkaaan atau tidak terpenuhinya kebutuhan beras pada masyarakat, akan berdampak pada inflasi dan gejolak social
(Sumodiningrat, 2001)
Jagung merupakan bahan baku utama dalam pembuatan pakan. Dari aspek produksi sebenarnya swasembada jagung sudah terpenuhi. Namun, karena
(23)
kontinuitas kebutuhan tidak dapat dipenuhi maka terpaksa dilakukan impor walaupun pada saat tertentu dilakukan ekspor. Terjadinya ekspor dan impor pada tahun yang sama disebabkan antara lain musim panen jagung tidak merata sepanjang tahun. Pada awal musim panen terjadi surplus produksi sehingga jagung harus diekspor karena belum tersedia fasilitas penyimpanan yang memadai. Sebaliknya, pada musim paceklik terjadi kekurangan produksi sehingga untuk memenuhi kebutuhan harus dipenuhi dari impor
(Adisarwanto dalam Sitepu Christy, 2013).
2.2 Landasan Teori
Persediaan adalah bahan pangan yang tersedia dan dapat diakses oleh masyarakat setiap saat dalam jumlah dan mutu yang memadai. Pada tingkat makro (nasional), persediaan lebih mudah diperkirakan yakni jumlah produksi ditambah impor bahan pangan. Kecukupan dilihat dari volume produksi dan impor dibandingkan dengan konsumsi. Apabila total persediaan sama atau melebihi konsumsi, maka persediaan mencukupi atau jika stock berada pada tingkat yang aman.. Secara teoritis, jika jumlah persediaan (produksi ditambah impor) melebihi konsumsi, maka kegiatan pengadaan tidaklah penting (Bantacut, 2010).
Ketersediaan pangan adalah kondisi tersedianya pangan dari hasil produksi dalam negeri dan cadangan pangan nasional serta impor apabila kedua sumber utama tidak dapat memenuhi kebutuhan (UU No 8, 2012).
Luas areal panen adalah jumlah seluruh lahan yang dapat memproduksi. Areal panen yang memadai merupakan salah satu syarat untuk terjaminnya produksi
(24)
yang mencukupi. Peningkatan luas areal panen secara tidak langsung akan meningkatkan produksi. Hal ini sangat dipengaruhi oleh kondisi alam yang terjadi pada suatu musin tanam. Apabila kondisi alam bersahabat dalam artian tidak terjadi kekeringan maupun kebanjiran, maka dapat diharapkan terjadi peningkatan dalam luas areal panen, sehingga berpengaruh terhadap produksi
(Sumodiningrat, 2001).
Produksi adalah menciptakan, menghasilkan, dan membuat. Proses produksi baru bisa berjalan bila persyaratan yang dibutuhkan dapat dipenuhi, persyaratan ini lebih dikenal dengan faktor produksi. Faktor produksi terdiri dari empat komponen, yaitu tanah, modal, tenaga kerja, dan skill atau manajemen (Daniel, 2002).
Fungsi produksi menunjukkan jumlah maksimum output yang dapat dihasilkan dari pemakaian sejumlah input dengan menggunakan teknologi (Sugiarto, 2002). Secara umum, fungsi produksi dapat dituliskan sebagai berikut:
Q = f (K, L, R, T)
Q = Output
K = Kapital/modal L = Labour/tenaga kerja R = Resources/sumber daya T = Teknologi
Tenaga kerja menurut UU No 13 Tahun 2003 adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang atau jasa baik untuk memenuhi
(25)
kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat. Adapun menurut ILO (International Labour Organization) tenaga kerja adalah penduduk usia kerja yang berusia antara 15-64 tahun. Penduduk usia kerja dibedakan lagi menjadi angkatan kerja dan bukan angkatan kerja (Arifin dan Hadi, 2007).
Produk marginal tenaga kerja adalah jumlah output tambahan yang diperoleh perusahaan dari satu unit tenaga kerja tambahan, dengan mempertahankan jumlah modal tetap. Semakin banyak tenaga kerja yang digunakan perusahaan, semakin banyak output yang diproduksi (Mankiw. G, 2007).
Menurut Thomas Robert Malthus menyebutkan dalam teorinya bahwa pertumbuhan penduduk akan selalu mengikuti deret ukur, sedangkan ketersediaan pangan akan mengikuti deret hitung. Teori tersebut terkenal dengan teori ledakan penduduk di suatu wilayah yang tidak diimbangi dengan ketersediaan pangan. Teori Malthus menghendaki produksi pangan melebihi dari pertumbuhan penduduk. Dalam pandangan pendukung teori Malthus, kelangkaan makanan akhirnya akan menghentikan pertumbuhan (Anderson, 2001).
Apabila suatu negara tidak dapat memenuhi ketersediaan pangannya dari produksi dalam negeri dan pengelolaan cadangan pangan, maka untuk memenuhi kebutuhannya negara tersebut harus mengimpor dari negara lain. Impor adalah suatu perdagangan dengan cara memasukkan barang dari luar negeri ke dalam wilayah pabean misalnya ke dalam wilayah pabean Indonesia dengan memenuhi ketentuan yang berlaku. Kegiatan mendatangkan barang maupun jasa dari luar negeri dapat dipandang sebagai suatu fungsi permintaan. Oleh karena itu Indonesia yang juga melakukan impor baik terhadap barang-barang maupun
(26)
jasa-jasa yang dihasilkan oleh negara lain, pada dasarnya juga telah melakukan suatu permintaan terhadap barang dan jasa tersebut (Zakiah, 2011).
Krugman, Paul R (2000) menjelaskan ada beberapa faktor-faktor yang mendorong dilakukannya impor antara lain:
a. Keterbatasan kualitas sumber daya manusia dan teknologi yang dimiliki untuk mengolah sumber daya alam yang tersedia agar tercapai efektifitas dan efisiensi yang optimal dalam kegiatan produksi dalam negeri.
b. Adanya barang-jasa yang belum atau tidak dapat diproduksi di dalam negeri. c. Adanya jumlah atau kuantitas barang di dalam negeri yang belum mencukupi.
Mankiw (2000) mengungkapkan beberapa faktor yang mempengaruhi impor, begitu pula dengan ekspor, yaitu:
a. Selera konsumen terhadap barang-barang produksi dalam negeri dan luar negeri
b. Harga barang-barang di dalam negeri
c. Besarnya nilai tukar yang menentukan jumlah mata uang domestik yang dibutuhkan untuk membeli mata uang asing
d. Ongkos angkut barang antar negara
e. Kebijakan pemerintah mengenai perdagangan internasional.
Salah satu faktor yang mempengaruhi impor adalah nilai tukar. Nilai tukar mata uang merupakan perbandingan nilai dua mata uang yang berbeda atau dikenal dengan sebutan kurs. Nilai kurs didasari dua konsep, pertama, konsep nominal merupakan konsep untuk mengukur perbedaan harga mata uang yang menyatakan berapa jumlah mata uang suatu Negara yang diperlukan guna memperoleh jumlah
(27)
mata uang dari Negara lain. Kedua, konsep riil yang dipergunakan untuk mengukur daya saing komoditi ekspor sutu Negara di pasaran internasional (Halwahi, 2005).
2.3 Penelitian Terdahulu
Penelitian yang berhubungan dengan analisis faktor yang mempengaruhi ketersediaan pangan strategis yang telah dilakukan, diantaranya:
Lestari, Lisa (2013) dengan penelitian yang berjudul “Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Ketersediaan dan Konsumsi Pangan Strategis di Provinsi Sumatera Utara” menggunakan metode penelitian regresi linear berganda dengan data tahunan periode 2001-2010. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketersediaan beras dipengaruhi oleh stok beras, produksi beras, impor beras dan ekspor beras di Sumatera Utara. Ketersediaan cabai dipengaruhi oleh stok cabai, produksi cabai, impor cabai dan ekspor cabai di Sumatera Utara. Konsumsi beras dipengaruhi oleh jumlah penduduk, harga beras dan PDRB di Sumatera Utara. Konsumsi cabai dipengaruhi oleh jumlah penduduk, harga cabai dan PDRB di Sumatera Utara.
Mawaddah, Helmi (2013) dengan penelitian yang berjudul “ Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan dan Ketersediaan Daging Ayam (Broiler) di Kota Medan” menggunakan metode analisis model regresi linear berganda. Hasil penelitian yaitu Secara serempak harga daging ayam broiler, harga daging ayam buras, konsumsi daging ayam broiler tahun sebelumnya dan konsumsi protein masyarakat Kota Medan mempengaruhi permintaan daging ayam broiler di Kota Medan. Sedangkan secara parsial hanya harga daging ayam broiler yang
(28)
mempengaruhi permintaan daging ayam broiler di Kota Medan. Secara serempak produksi daging ayam broiler, permintaan daging ayam broiler dan konsumsi daging ayam broiler mempengaruhi ketersediaan daging ayam broiler di Kota Medan. Sedangkan secara parsial hanya produksi daging ayam broiler yang mempengaruhi ketersediaan daging ayam broiler di Kota Medan.
Hasyim, Hasman (2007) dengan penelitian yang berjudul “Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Ketersediaan Beras” menggunakan metode Ordinary Least Square (OLS). Penelitian bertujuan untuk mengetahui pengaruh luas panen, harga beras, harga jagung, dan ketersediaan beras tahun sebelumnya terhadap ketersediaan beras di Sumatera Utara. Hasil penelitian menunjukkan secara serempak bahwa dari keseluruhan variabel bebas yaitu luas panen, harga beras, harga jagung, dan ketersediaan beras tahun sebelumnya memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap ketersediaan beras. Secara parsial variabel luas panen dan variabel harga beras memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap ketersediaan beras sedangkan kedua variabel yaitu harga jagung dan ketersediaan beras tahun sebelumnya menunjukkan pengaruh tidak nyata terhadap ketersediaan beras.
(29)
2.4 Kerangka Pemikiran
Beras dan jagung merupakan kebutuhan pokok yang pemenuhannya harus selalu dijaga dan tetap tersedia. Ketersediaan beras dapat dipengaruhi oleh harga domestic, harga impor, harga kedelai, luas panen jagung, konsumsi beras, dan jumlah tenaga kerja. Apabila harga domestic tinggi, maka ketersediaan akakn meningkat. Hal ini dapat disebabkan agar melindungi produsen untuk memperoleh keuntungan. Apabila harga impor meningkat, maka ketersediaan juga dapat meningkat. Hal ini dapat disebabkan karena permintaan yang tinggi akibat jumlah penduduk semakin meningkat sementara produksi tidak mencukupi, sehingga impor tetap dilakukan. Apabila harga kedelai tinggi, maka ketersediaan kedelai dapat berkurang. Hal ini dapat disebabkan karena produsen akan lebih memilih untuk menanam atau menghasilkan kedelai yang harganya tinggi dibandingkan dengan beras. Konsumsi beras juga dapat mempengaruhi ketersediaan. Jika konsumsi meningkat, maka ketersediaan juga meningkat. Hal ini dapat disebabkan karena jumlah penduduk yang meningkat sehingga ketersediaan beras harus tetap tersedia, juga surplus. Apabila tenaga kerja meningkat, ketersediaan juga meningkat. Hal ini dapat disebabkan karena peningkatan tenaga kerja dapat meningkatkan hasil produksi yang berimplikasi terhadap ketersediaan.
Ketersediaan jagung dipengaruhi oleh luas panen jagung, harga domestic, jumlah penduduk, tenaga kerja di sektor pertanian, dan nilai tukar. Apabila luas panen jagung meningkat maka produksi akan meningkat, sehingga ketersediaan juga meningkat. Apabila harga meningkat, maka produsen akan meningkatkan produksi untuk memperoleh keuntungan, sehingga ketersediaan juga akan
(30)
meningkat. Peningkatan jumlah penduduk akan meningkatkan jumlah permintaan, sehingga ketersediaan jagung juga meningkat untuk dapat memenuhi permintaan jagung. Nilai tukar dapat mempengaruhi ketersediaan jagung. Jika nilai tukar tinggi, maka impor akan berkurang, sehingga ketersediaan jagung jjuga kan berkurang. Sebaliknya jika nilai tukar rendah, impor akan meningkat, dan ketersediaan juga akan meningkat.
(31)
: Menyatakan Pengaruh : Menyatakan Hubungan
Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran Ketersediaan Beras Harga Domestik
Konsumsi Harga Impor Harga Kedelai Luas Panen Jagung
Tenaga Kerja
Harga Domestik Jumlah Penduduk Tenaga Kerja
Luas Panen
Nilai Tukar
Ketersediaan Beras
Kebijakan Pangan Strategis Sumatera Utara
(32)
2.5 Hipotesis
Sesuai dengan identifikasi masalah dan berdasarkan tujuan penelitian, maka hipotesis dapat dirumuskan sebagai berikut :
1. Ada pengaruh harga domestik, harga impor, harga kedelai, luas panen jagung, konsumsi beras, dan jumlah tenaga kerja terhadap ketersediaan beras di Provinsi Sumatera Utara secara parsial maupun agregat
2. Ada pengaruh luas panen, harga domestik, jumlah penduduk, jumlah tenaga kerja, dan nilai tukar terhadap ketersediaan jagung di Provinsi Sumatera Utara secara parsial dan agregat..
(33)
3.1 Metode Penentuan Daerah Penelitian
Daerah penelitian ditentukan secara purposive (sengaja) yaitu di Provinsi Sumatera Utara. Adapun yang menjadi pertimbangan di dalam penentuan wilayah adalah atas terjadinya fluktuasi jumlah produksi dari komoditi beras dan jagung di Sumatera Utara (Tabel.1 hal.4). Selain itu didukung oleh domisili peneliti yang berada di Sumatera Utara.
3.2 Metode Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini menggunakan data sekunder yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Sumatera Utara, Departemen dan Dinas Pertanian, dan Badan Ketahanan Pangan Sumatera Utara. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data time series dengan range tahun 1999-2013 (komoditi jagung) dan tahun 2002-1999-2013 (komoditi beras).
3.3 Metode Analisis Data
Data yang telah dikumpulkan selanjutnya ditabulasi, kemudian dibuat hipotesis yang selanjutnya diuji dengan menggunakan metode analisis yang sesuai dengan hipotesis tersebut.
Untuk menguji identifikasi masalah 1 dilakukan dengan menggunakan analisis deskriptif, yaitu dengan menjumlahkan data produksi, impor, dan stok awal (tahun sebelumnya) dari pangan strategis (beras dan jagung) tahun 1999-2013 dan dibandingkan setiap tahunnya, sehingga dapat dilihat perkembangan pangan strategis.
(34)
Untuk meguji identifikasi masalah 2 akan diuji dengan menggunakan model regresi linear berganda, dengan persamaan berikut :
Ketersediaan Beras
Y = a0 + a1X1 + a2X2 + a3X3 + a4X4 + a5X5 + a6X6 + µ
Keterangan :
Y : Ketersediaan beras (ton) a0 : Konstanta intersep
X1 : Harga Domestik (Rp/Ton) X2 : Harga Impor (Rp/Ton) X3 : Harga Kedelai (Rp/Ton) X4 : Luas Panen Jagung (Ha) X5 : Konsumsi beras (Ton) X6 : Tenaga kerja (jiwa) µ : Standar eror
(35)
Ketersediaan Jagung
Y = a0 + a1X1 + a2X2 + a3X3 + a4X4 + a5X5 + µ
Keterangan :
Y : Ketersediaan jagung (ton) a0 : Konstanta intersep
X1 : Luas Panen (Ha)
X2 : Harga Domestik (Rp/Ton) X3 : Jumlah Penduduk (Jiwa) X4 : Jumlah Tenaga kerja (jiwa) X5 : Nilai tukar (Rp/US$) µ : Standar eror
a1- a5 : Koefisien Variabel Regresi
Uji Asumsi Ordinary Least Square (OLS)
Untuk mengetahui apakah masing-masing faktor tersebut secara serempak berpengaruh nyata atau tidak terhadap ketersediaan pangan strategis (beras dan jagung), maka digunakan uji F (Supriana, 2012).
Kriteria uji F:
Jika F-hitung ≤ F-tabel, maka H0 diterima atau H1 ditolak Jika F-hitung ≥ F-tabel, maka H0 ditolak atau H1 diterima
(36)
Keterangan:
H0 = 0, tidak ada pengaruh signifikan secara serempak terhadap ketersediaan pangan strategis (beras dan jagung).
H0 ≠ 0, ada pengaruh signifikan secara serempak terhadap ketersediaan pangan strategis (beras dan jagung)
Dan untuk mengetahui apakah masing-masing faktor secara parsial berpengaruh nyata atau tidak terhadap ketersediaan pangan strategis (beras dan jagung), maka digunakan uji t.
Kriteria uji t:
Jika t-hitung ≤ t-tabel, maka H0 diterima atau H1 ditolak Jika t-hitung ≥ t-tabel, maka H0 ditolak atau H1 diterima
Keterangan:
H0 = 0, tidak ada pengaruh signifikan dari masing-masing faktor terhadap ketersediaan beras dan jagung.
H0 ≠ 0, ada pengaruh signifikan dari masing-masing faktor terhadap ketersediaan beras dan jagung.
Uji Asumsi Klasik
Uji asumsi klasik adalah persyaratan statistik yang harus dipenuhi pada analisis regresi linier berganda yang berbasis ordinary least square (OLS). Uji asumsi klasik yang digunakan yaitu uji multikolinearitas, uji heteroskedastisitas dan uji normalitas.
(37)
1. Uji Multikolinearitas
Multikolinearitas adalah keadaan dimana ada hubungan linear secara sempurna atau mendekati sempurna antara variabel independen dalam model regresi. Model regresi yang baik adalah model yang terbebas dari masalah multikolinearitas. Konsekuensi adanya multikolinearitas adalah koefisien korelasi tidak tertentu dan kesalahan menjadi sangat besar atau tidak terhingga. Variabel yang menyebabkan multikolinearitas dapat dilihat dari nilai Toleance yang lebih kecil dari 0,1 atau nilai VIF yang lebih besar dari nilai 10 (Priyatno,2012).
2. Uji Heteroskedastisitas
Heterokedastisitas merupakan kondisi dimana variansi data yang digunakan untuk membuat model tidak konstan sehingga seakan-akan ada beberapa kelompok data yang mempunyai besaran eror yang berbeda-beda sehingga bila diplotkan akan membentuk suatu pola yang sistematis.
Dampak heterokedastisitas terhadap OLS:
1. Akibat tidak konstannya variansi, maka salah satu dampak yang ditimbulkan adalah lebih besarnya variansi dari dugaan.
2. Uji hipotesis menjadi kurang akurat. Besanya varians dugaan akan berpengaruh pada uji hipotesis yang dilakukan (uji t dan uji F). Kedua uji ini menggunakan besaran varians dugaan.
3. Standard eror dugaaan juga lebih besar, sehingga interval kepercayaan menjadi sangat besar.
Akibat beberapa dampak tersebut, maka kesimpulan yang diambil dari persamaan regresi yang dibuat dapat menyesatkan (Supriana,2012).
(38)
3. Uji Normalitas
Uji normalitas adalah untuk melihat apakah nilai residual terdistribusi normal atau tidak. Model regresi yang baik adalah memiliki nilai residual yang terdistribusi normal. Jadi uji normalitas bukan dilakukan pada masing-masing variabel tetapi pada nilai residualnya.
3.4 Defenisi dan Batasan Operasional
Untuk menghindari kesalahan mengenai istilah-istilah yang terdapat dalam penelitian ini, maka diibuat defenisi dan batasan operasional sebagai berikut : 3.4.1 Defenisi Operasional
1. Ketersediaan adalah jumlah pangan (beras dan jagung) yang tersedia untuk dikonsumsi masyarakat dalam suatu kurun waktu tertentu dalam satuan ton. 2. Jumlah stok adalah jumlah bahan pangan (beras dan jagung) yang tersedia
dari tahun yang sebelumnya di Provinsi Sumatera Utara dalam satuan ton. 3. Jumlah produksi adalah jumlah dari hasil kegiatan budidaya atau usahatani
beras dan jagung dalam satuan ton.
4. Jumlah impor adalah jumlah barang/ komoditi beras dan jagung yang dikirim dari luar Provinsi Sumatera Utara maupun luar negeri ke Provinsi Sumatera Utara dalam satuan ton.
5. Harga domestic adalah harga beras dan jagung yang ditetapkan oleh pasar di Provinsi Sumatera Utara dalam satuan Rupiah/ton.
6. Harga impor adalah harga beras yang telah ditetapkan oleh Negara pengimpor berdasarkan nilai tukar yang berlaku dalam satuan Rupiah/ton.
7. Tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang atau jasa di bidang pertanian dalam satuan jiwa.
(39)
8. Nilai tukar mata uang adalah perbandingan suatu mata uang terhadap mata uang negara lain yang dinyatakan dalam satuan Rupiah per US$.
9. Konsumsi adalah sejumlah beras yang akan dimakan atau diolah oleh masyarakat dengan tujuan pemenuhan kebutuhan hayati dalam satuan ton. 10. Luas panen adalah luas tanaman yang diambil hasilnya atau dipanen pada
periode waktu tertentu dalam satuan Ha.
11. Jumlah penduduk adalah sejumlah penduduk yang mendiami dan beraktifitas di Sumatera Utara dalam satuan jiwa.
3.4.2 Batasan Operasional
1. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diambil dari tahun 1999 sampai 2013.
2. Penelitian dilakukan di Sumatera Utara. 3. Waktu penelitian adalah pada tahun 2015.
(40)
4.1. Letak dan Keadaaan Geografi Sumatera Utara
Provinsi Sumatera Utara berada di bagian Barat Indonesia, terletak pada garis 1º - 4º LU dan 98º - 100º BT. Adapun batasan wilayah Sumatera Utara adalah sebagai berikut :
- Sebelah Utara berbatasan dengan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. - Sebelah Timur berbatasan dengan Negara Malaysia di Selat Malaka. - Sebelah Selatan berbatasan dengan Provinsi Riau dan Sumatera Barat. - Sebelah Barat berbatasan dengan Samudera Hindia.
Luas daratan Provinsi Sumatera Utara adalah 71.680,68 km2, sebagian besar berada di daratan Pulau Sumatera dan sebagian kecil berada di Pulau Nias, Pulau-pulau Batu, serta beberapa Pulau-pulau kecil, baik di bagian barat maupun bagian timur pantai Pulau Sumatera. Berdasarkan luas daerah menurut Kabupaten/Kota di Sumatera Utara, luas daerah terbesar adalah Kabupaten Mandailing natal dengan luas 6.620,70 km2 atau sekitar 9,23 persen dari total luas Sumatera Utara, diikuti Kabupaten Langkat dengan luas 6.263,29 km2 atau 8,74 persen, kemudian Kabupaten Simalungun dengan luas 4.386,60 km2. Sedangkan luas daerah terkecil adalah Kota Sibolga dengan luas 10,77 km2 atau sekitar 0,02 persen dari total luas wilayah Sumaetra utara. Jumlah pulau di Sumatera Utara sekitar 162 pulau yang terdiri dari 156 pulau berada di tepi pantai Barat dan 6 pulau berada di pantai Timur.
(41)
4.2. Kondisi Iklim dan Topografi
Karena terletak dekat garis khatulistiwa, Provinsi Sumatera Utara tergolong ke dalam daerah beriklim tropis. Ketinggian permukaan daratan Provinsi Sumatera Utara sangat bervariasi, sebagian daerahnya datar, hanya beberapa meter di atas permukaan laut, beriklim cukup panas bisa mencapai 30,1°C, sebagian daerah berbukit dengan kemirigan yang landai, beriklim sedang dan sebagian lagi berada pada daerah ketinggian yang suhu minimalnya bisa mencapai 21,4°C.
Sebagaimana provinsi lainnya di Indonesia, Provinsi Sumatera Utara mempunyai musim kemarau dan musim penghujan. Musim kemarau biasaya terjadi pada bulan November sampai denga Maret dan musim peghujan biasanya terjadi pada bulan April sampai dengan bulan September, diantara kedua musim itu terdapat musim pancaroba.
4.3. Kondisi Demografi
Sumatera Utara merupakan Provinsi keempat yang terbesar jumlah penduduknya di Indonesia, setelah Jawa Barat, Jawa Timur dan Jawa Tengah . Menurut hasil pencacahan lengkap Sensus Penduduk (SP) 1990, jumlah penduduk Sumatera Utara pada tanggal 31 Oktober 1990 (hari sensus) sebesar 10,26 juta jiwa, kemudian dari hasil SP 2000, jumlah penduduk Sumatera Utara sebesar 11,51 juta jiwa. Selanjutnya dari hasil Sensus Penduduk pada bulan Mei 2010 jumlah penduduk Sumatera Utara 12.982,204 jiwa.
Kepadatan penduduk pada tahun 1990 adalah 143 jiwa per km2 kemudian pada tahun 2000 meningkat menjadi 161 jiwa per km2 dan selanjutnya pada tahun 2010 menjadi 168 jiwa per km2. Laju pertumbuhan penduduk selama kurun waktu
(42)
tahun1990-2000 adalah 1,20 persen per tahun, dan pada tahun 2000-2010 menjadi 1,22 persen per tahun. Pada tahun 2013 penduduk Sumatera Utara berjumlah 13.326.307 jiwa yang terdiri dari 6.648.190 jiwa penduduk laki-laki dan 6.678.117 jiwa perempuan atau dengan ratio jenis kelamin/sex ratio sebesar 99,55. Pada tahun 2013 penduduk Sumatera Utara lebih banyak tinggal di daerah pedesaan dibanding daerah perkotaan. Jumlah penduduk yang tinggal di pedesaan adalah 6,77 juta jiwa (51,83%) dan yang tinggal di daerah perkotaan sebesar 6,55 juta jiwa (49,1%).
Besarnya jumlah penduduk dengan kepadatannya pada masing-masing wilayah Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara beserta luas dari setiap wilayah dan jumlah penduduk menurut jenis kelamin, serta rasio jenis kelamin dapat dilihat pada Tabel 2 dan 3 berikut:
(43)
Tabel 2. Luas Wilayah, Jumlah Penduduk, dan Kepadatan Penduduk Menurut Kabupaten/Kota tahun 2013
No Kabupaten/ Kota Luas Wilayah (km2)
Jumlah Penduduk
Kepadatan Penduduk (jiwa/km2)
01 Nias 960,32 133.388 136
02 Mandailing Natal 6.620,70 413.475 62
03 Tapanuli Selatan 4.352,88 268.824 62
04 Tapanuli Tengah 2.158,00 324.006 150
05 Tapanuli Utara 3.764,65 286.118 76
06 Toba Samosir 2.352,35 175.069 74
07 Labuhanbatu 2.561,38 430.718 168
08 Asahan 3.675,79 681.794 185
09 Simalungun 4.358,60 833.251 191
10 Dairi 1.927,60 276.238 143
11 Karo 2.127,25 363.755 171
12 Deli Serdang 2.456,14 1.886.388 758
13 Langkat 6.253,29 978.734 156
14 Nias Selatan 1.625,91 295.968 182
15 Humbahas 2.297,20 176.429 77
16 Pakpak Barat 1.218,30 42.144 35
17 Samosir 2.433,50 121.924 50
18 Serdang Bedagai 1.913,33 605.583 317
19 Batu Bara 904,96 382.960 423
20 Padang Lawas Utara
3.918,05 232.746 59
21 Padang Lawas 3.892,74 237.259 61
22 Labuhanbatu Selatan
3.116,00 289.655 93
23 Labuhanbatu Utara 3.545,80 337.404 95
24 Nias Utara 1.501,63 129.053 86
25 Nias Barat 544,09 82.854 152
71 Sibolga 10,77 85.981 7.953
72 Tanjung Balai 61,52 158.599 2.578
73 Pematang Siantar 79,97 237.434 2.969
74 Tebing Tinggi 38,44 149,065 3.878
75 Medan 295,10 2.123.210 8.009
76 Binjai 90,24 252.263 2.795
77 Padang Sidempuan 114,65 204.615 1.785
78 Gunungsitoli 469,36 129.403 276
Sumatera Utara 71.680,68 13.326.307 186
(44)
Tabel 3. Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin, Rasio Jenis Kelamin dan Kabupaten/Kota (jiwa) Tahun 2013
No Kabupaten/Kota Laki-laki Perempuan Jumlah
Rasio Jenis Kelamin
01 Nias 64.999 68.389 133.388 95,04
02 Mandailing Natal 203.017 210.458 413.475 96,46 03 Tapanuli Selatan 133.531 135.293 268.824 98,70 04 Tapanuli Tengah 162.605 161.401 324.006 100,75 05 Tapanuli Utara 141.418 144.700 286.118 97,73
06 Toba Samosir 86.924 88.145 175.069 98,61
07 Labuhanbatu 217.581 213.137 430.718 102,09
08 Asahan 342.337 339.457 681.794 100,85
09 Simalungun 415.127 416.124 833.251 99,28
10 Dairi 137.918 138.320 276.238 99,71
11 Karo 180.535 183.220 363.755 98,53
12 Deli Serdang 949.270 937.115 1.886.388 101,30
13 Langkat 492.783 485.951 978.734 101,41
14 Nias Selatan 146.961 149.007 295.968 98,63
15 Humbahas 87.588 88.641 176.429 98,59
16 Pakpak Barat 21.242 20.902 42.144 101,63
17 Samosir 60.588 61.336 121.924 98,78
18 Serdang Bedagai 303.963 301.620 605.583 100,78
19 Batu Bara 192.710 190.250 382.960 101,29
20 P. Lawas Utara 116.830 115.910 232.746 100,80 21 Padang Lawas 118.889 118.370 237.259 100,44 22 Labuhanbatu
Selatan
147.688 141.967 289.655 104,03 23 Labuhanbatu
Utara
170.316 167.088 337.404 101,93
24 Nias Utara 63.865 65.188 129.053 97,97
25 Nias Barat 39.628 43.226 82.854 91,68
71 Sibolga 43.100 42.881 85.981 100,51
72 Tanjung Balai 79.913 78.686 158.599 101,56 73 Pematang Siantar 115.787 121.647 237.434 95,18
74 Tebing Tinggi 73.680 75.385 149,065 97,74
75 Medan 1.048.451 1.074.759 2.123.210 97,55
76 Binjai 125.917 125.346 252.263 99,66
77 P.Sidempuan 99.725 104.890 204.615 95,08
78 Gunungsitoli 53.298 56.105 129.403 95,75
Sumatera Utara 6.648.190 6.678.117 13.326.307 99,55
(45)
4.4 Deskripsi Variabel yang Diteliti
Pada bagian ini akan membahas perkembangan ketersediaan dan faktor yang mempengaruhi ketersediaan pangan strategis (komoditi beras, jagung, dan daging sapi) di Sumatera Utara. Perkembangan yang diamati dalam jangka waktu 12 tahun, mulai tahun 2002 sampai dengan tahun 2013.
4.4. 1. Ketersediaan Pangan Strategis
Ketersediaan dapat diperoleh dari jumlah produksi, stok awal, dan impor. Pada tabel.4 dapat dilihat bahwa ketersediaan beras memiliki jumlah yang sangat tinggi dibandingkan dengan ketersediaan jagung dan ketersediaan daging sapi.
Tabel 4. Ketersediaan Beras dan Jagung di Sumatera Utara Tahun 1999-2013
No Tahun Ketersediaan Beras
(Ton)
Ketersediaan Jagung (Ton)
1 1999 2.773.359,086 683.065
2 2000 2.550.211,574 666.764
3 2001 2.192.964,78 634.162
4 2002 2.020.667,546 640.614,33
5 2003 2.161.064,094 687.360,00
6 2004 2.199.371,000 712.558,00
7 2005 2.666.092,982 937.590,278
8 2006 2.432.651,447 771.636,00
9 2007 2.585.047,643 832.151,00
10 2008 2.340.626,106 1.190.449,338
11 2009 2.440.210,06 1.207.639,464
12 2010 2.633.748,272 1.786.892,977
13 2011 2.668.400,803 1.749.941,008
14 2012 2.382.686,611 1.860.226,481
15 2013 2.358.221,225 1.483.273,448
(46)
4.4. 2. Luas Panen
Luas panen jagung merupakan salah satu factor yang mempengaruhi ketersediaan beras dan jagung di Sumatera Utara. Pada tabel 5 dapat dilihat bahwa terjadi fluktuasi luas panen. Luas panen tertinggi terjadi pada tahun 2010, dan luas panen terendah pada tahun 2006.
Tabel 5. Luas Panen Jagung di Sumatera Utara Tahun 1999-2013
No Tahun Luas Panen Jagung (Ha)
1 1999 233.506
2 2000 221.906
3 2001 198.709
4 2002 198.670
5 2003 210.782
6 2004 214.885
7 2005 218.596
8 2006 194.872
9 2007 229.882
10 2008 240.413
11 2009 247.782
12 2010 274.822
13 2011 255.291
14 2012 243.097
15 2013 211.750
Sumber : Badan Ketahanan Pangan, 2005, 2010, 2014
4.4. 3. Harga Domestik
Berdasarkan data yang dikumpulkan, maka dapat dilihat besarnya harga domestic pangan strategis (beras dan jagung) untuk wilayah Provinsi Sumatera Utara (1999-2013) pada Tabel 6.
(47)
Tabel 6. Harga Domestik Beras dan Jagung di Sumatera Utara Tahun 1999-2013
No. Tahun Harga Beras (Rp/Ton) Harga Jagung (Rp/Ton)
1 1999 2.087.000 1.980.873
2 2000 2.192.000 1.882.469
3 2001 3.172.000 1.685.660
4 2002 3.340.000 1.663.100
5 2003 3.306.400 1.691.500
6 2004 3.299.000 1.833.000
7 2005 3.992.200 2.117.000
8 2006 5.060.000 2.087.000
9 2007 5.708.000 2.192.000
10 2008 6.143.400 3.172.000
11 2009 6.750.750 3.385.000
12 2010 7.310.750 3.913.000
13 2011 8.656.500 4.146.000
14 2012 9.178.750 5.108.000
15 2013 9.701.000 6.423.000
Sumber : Badan Ketahanan Pangan
4.4. 4. Harga Impor
Harga impor diperoleh Nilai Impor atau Nilai CIF (US$) dibagi dengan Volume Impor atau Berat Bersih (Ton) dan dikali dengan Nilai Tukar yang berlaku. Harga impor beras tertinggi terjadi pada tahun 2013 sebesar Rp 5.907.950/ton dan terendah pada tahun 2004 sebesar Rp 1.552.360/ton.
Berdasarkan data yang dikumpulkan, maka dapat dilihat besarnya harga impor beras untuk wilayah Provinsi Sumatera Utara (2002-2013) pada Tabel 7.
(48)
Tabel 7. Harga Impor Beras di Sumatera Utara Tahun 2002-2013
No. Tahun Harga Impor
Beras (Rp/Ton)
1 2002 2.964.950
2 2003 2.094.490
3 2004 1.552.360
4 2005 2.725.020
5 2006 2.878.550
6 2007 3.062.280
7 2008 3.579.630
8 2009 3.511.030
9 2010 4.511.730
10 2011 5.011.010
11 2012 4.578.780
12 2013 5.907.950
Sumber : Diolah
4.4. 5. Harga Kedelai
Berdasarkan data yang dikumpulkan, maka dapat dilihat besarnya harga kedelai untuk wilayah Provinsi Sumatera Utara (2002-2013) pada tabel berikut ini
Tabel 8. Harga Kedelai di Sumatera Utara Tahun 2002-2013
No. Tahun Harga Kedelai (Rp/Ton)
1 2002 3.412.754
2 2003 3.838.014
3 2004 3.693.055
4 2005 4.397.416
5 2006 5.236.117
6 2007 5.172.916
7 2008 6.859.375
8 2009 6.810.416
9 2010 7.321.981
10 2011 8.177.777
11 2012 8.201.041
12 2013 9.650.000
(49)
4.4. 6. Konsumsi
Konsumsi beras mengalami fluktuasi. Konsumsi beras terendah terjadi pada tahun 2012 sebesar 1.303.170,693 ton/kapita/tahun dan tertinggi pada tahun 2008 sebesar 1.487.737,1 ton/kapita/tahun.
Besarnya jumlah konsumsi beras di Sumatera Utara (2002-2013) dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 9. Jumlah Konsumsi Beras di Sumatera Utara Tahun 2002-2013
No. Tahun Konsumsi (Ton/Kapita/Tahun)
1 2002 1.412.171,459
2 2003 1.410.201,321
3 2004 1.430.556,48
4 2005 1.447.151,997
5 2006 1.470.311,917
6 2007 1.478.262,852
7 2008 1.487.737,1
8 2009 1.440.099,558
9 2010 1.406.362,159
10 2011 1.453.188,796
11 2012 1.303.170,693
12 2013 1.392.599,082
Sumber : Diolah
4.4. 7. Jumlah Penduduk
Jumlah penduduk di Sumatera Utara cenderung mengalami peningkatan setiap tahunnya. Jumlah penduduk tertinggi berada pada tahun 2013 sebanyak 13.326.307 jiwa dan terendah pada tahun 2000 sebanyak 11.513.973 jiwa.
Berdasarkan data yang dikumpulkan, maka dapat dilihat besarnya jumlah penduduk untuk wilayah Provinsi Sumatera Utara (1999-2013) pada Tabel 10.
(50)
Tabel 10. Jumlah Penduduk Sumatera Utara tahun 1999-2013
No. Tahun Jumlah Penduduk (Jiwa)
1 1999 11.955.400
2 2000 11.513.973
3 2001 11.722.397
4 2002 11.847.076
5 2003 11.890.399
6 2004 12.123.360
7 2005 12.326.678
8 2006 12.643.494
9 2007 12.834.371
10 2008 13.042.317
11 2009 13.248.386
12 2010 12.982.204
13 2011 13.103.596
14 2012 13.215.401
15 2013 13.326.307
Sumber : Badan Pusat Statistik
4.4. 8. Jumlah Tenaga Kerja di Sektor Pertanian
Tenaga kerja di sektor pertanian yang tertinggi berada pada tahun 2010 sebanyak 4.468.816 jiwa dan terendah pada tahun 2000 sebanyak 2.800.396 jiwa.
Berdasarkan data yang dikumpulkan, maka dapat dilihat besarnya jumlah tenaga kerja di sektor pertanian untuk wilayah Provinsi Sumatera Utara (1999-2013) pada Tabel 11.
(51)
Tabel 11. Jumlah Tenaga Kerja di Sektor Pertanian Sumatera Utara tahun 1999-2013
No. Tahun Tenaga Kerja (Jiwa)
1 1999 2.829.078
2 2000 2.800.396
3 2001 2.899.214
4 2002 2.888.193
5 2003 4.571.093
6 2004 4.276.453
7 2005 4.399.699
8 2006 4.074.774
9 2007 3.987.998
10 2008 4.203.091
11 2009 4.255.602
12 2010 4.468.816
13 2011 3.845.341
14 2012 3.834.093
15 2013 3.880.703
Sumber : Diolah
4.4.9 Nilai Tukar
Nilai tukar mata uang Rupiah (Rp) terhadap mata uang asing (US$) mengalami fluktuasi. Nilai tukar terendah terjadi pada tahun 2003 sebesar Rp 7.100/US$ dan tertinggi pada tahun 2013 sebesar Rp 12.250/US$.
Besarnya nilai tukar Rupiah terhadap Dollar di Indonesia (1999-2013), dapat dilihat pada Tabel 12.
(52)
Tabel 12. Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dollar di Indonesia Tahun 1999-2013
No. Tahun Nilai Tukar
1 1999 7.100
2 2000 9.725
3 2001 10.265
4 2002 9.260
5 2003 8.570
6 2004 8.985
7 2005 9.705
8 2006 9.200
9 2007 9.125
10 2008 9.666
11 2009 9.447
12 2010 9.036
13 2011 9.113
14 2012 9.718
15 2013 12.250
(53)
5.1 Perkembangan Ketersediaan Beras dan Jagung
Keadaan ketersediaan beras dan jagung di Provinsi Sumatera Utara pada tahun 2002-2013 adalah tidak stabil atau mengalami fluktuasi. Untuk ketersediaan beras dapat diperoleh dari jumlah produksi, impor, dan ketersediaan beras tahun sebelumnya. Ketersediaan beras dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 13. Ketersediaan Beras di Provinsi Sumatera Utara Tahun 2002-2013 No Tahun
Jumlah Produksi (Ton) Jumlah Impor (Ton) Stok awal (Ton) Ketersediaan Beras
1 2002 1.992.889 27.778,5
46 0
2.020.667,5 46
2 2003 2.150.743 10.321,0
94 0
2.161.064,0 94
3 2004 2.160.670 38,701 0 2.199.371
4 2005 2.178.752 4.483,98
2 482.857
2.666.092,9 82
5 2006 1.900.826 21.918,4
47 509.907
2.432.651,4 47
6 2007 2.064.006 62.114,6
43 458.927
2.585.047,6 43
7 2008 1.852.567 16.702,1
06 471.357
2.340.626,1 06
8 2009 1.975.623 9.810,06
0 454.777
2.440.210,0 6
9 2010 2.006.089 48.269,2
72 579.390
2.633.748,2 72
10 2011 2.020.147 197.236,
803 451.017
2.668.400,8 03
11 2012 2.080.687 48.612,6
11 253.387
2.382.686,6 11
12 2013 2.087.501 22.940,2
25 247.780
2.358.221,2 25
Sumber: Diolah
Untuk ketersediaan jagung dapat diperoleh dari jumlah produksi, impor, dan ketersediaan jagung tahun sebelumnya. Ketersediaan jagung dapat dilihat pada Tabel 14.
(54)
Tabel 14. Ketersediaan Jagung di Provinsi Sumatera Utara Tahun 2002-2013 No Tahun
Jumlah Produksi (Ton) Jumlah Impor (Ton) Stok awal (Ton) Ketersediaan Jagung
1 1999 683.065 0 0 683.065
2 2000 666.764 0 0 666.764
3 2001 634.162 0 0 634.162
4 2002 640.593 21,330 0 640.614,33
5 2003 687.360 0 0 687.360
6 2004 712.558 0 0 712.558
7 2005 735.456 41,278 202.093 937.590,278
8 2006 664.217 0 107.419 771.636
9 2007 804.852 172 27.127 832.151
10 2008 1.098.969 278,338 91.202 1.190.449,3
38
11 2009 1.166.550 186,464 40.903 1.207.639,4
64
12 2010 1.377.716 163,977 409.013 1.786.892,9
77
13 2011 1.294.645 112,008 455.184 1.749.941,0
08
14 2012 1.347.127 224,481 512.875 1.860.226,4
81
15 2013 1.182.925 158,448 300.190 1.483.273,4
48
Sumber: Diolah
Kondisi ketersediaan pangan strategis di Provinsi Sumatera Utara untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar berikut.
Gambar 2. Grafik Ketersediaan Beras Provinsi Sumatera Utara Tahun 2002-2013 0 500000 1000000 1500000 2000000 2500000 3000000
2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
Ketersediaan Beras
(55)
Pada gambar 2 dapat dilihat bahwa ketersediaan beras mengalami keadaan yang fluktuatif dan cenderung meningkat. Peningkatan ketersediaan beras terjadi pada tahun 2002-2005, 2007, dan 2009-2011. Sementara penurunan jumlah ketersediaan terjadi pada tahun 2006, 2008, 2012, dan 2013. Penurunan yang terjadi tidak merupakan penurunan yang drastic ataupun melonjak.
Gambar 3. Grafik Ketersediaan Jagung Provinsi Sumatera Utara Tahun 2002-2013
Pada gambar 3 dapat dilihat bahwa ketersediaan jagung mengalami keadaan yang fluktuatif dan cenderung meningkat. Pada ketersediaan jagung, peningkatan terjadi pada tahun 2002-2005, 2007-2010, dan 2012. Sementara penurunan terjadi pada tahun 2000-2001, 2006, 2011, dan 2013.
0 200000 400000 600000 800000 1000000 1200000 1400000 1600000 1800000 2000000
1999 2001 2003 2005 2007 2009 2011 2013
Ketersediaan Jagung (ton)
Ketersediaan Jagung (ton)
(56)
5.2 Analisis Regresi Linear Berganda Ketersediaan Beras di Provinsi Sumatera Utara
Dari metode analisis data diketahui bahwa variabel-variabel yang dapat mempengaruhi ketersediaan beras adalah Harga Domestik (X1), Harga Impor (X2), Harga Kedelai (X3), Luas Panen Jagung (X4), Konsumsi Beras (X5), dan Jumlah Tenaga Kerja (X6). Dari variabel-variabel bebas atau independen tersebut akan dilihat seberapa besar pengaruhnya terhadap ketersediaan beras sebagai variabel terikat atau variabel dependen.
1. Uji Asumsi Klasik
Sebelum melakukan analisis regresi, terlebih dahulu dilakukan uji asumsi klasik yang harus dipenuhi, yaitu :
1.1 Uji Normalitas
Uji normalitas dapat dilihat dari grafik scatterplot hasil pengolahan dengan SPSS seperti berikut:
(57)
Berdasarkan gambar 4, tampilan grafik normal plot diatas, terlihat bahwa titik menyebar dekat di sekitar garis diagonal serta penyebarannya mengikuti arah garis diagonal. Hal ini menunjukkan bahwa model persamaan layak dipakai karena telah memenuhi asumsi normalitas.
1.2 Uji Heterokedastisitas
Uji heterokedastisitas dapat dilihat dari grafik scatterplot hasil pengolahan dengan SPSS seperti berikut:
Gambar 5. Scatterplot Uji Heterokedastisitas Ketersediaan Beras
Dari grafik scatterplot diatas dapat disimpulkan bahwa tidak ada terjadi gejala heterokedastisitas dikarenakan pada gambar 5. terlihat bahwa titik-titik menyebar secara acak dan tidak membentuk sebuah pola tertentu yang jelas serta tersebar baik diatas maupun dibawah angka nol pada sumbu Y.
(58)
1.3 Uji Multikolinearitas
Uji multikolinearitas dapat dilihat dari nilai Tolerance yang lebih kecil dari 0,1 atau nilai VIF yang lebih besar dari nilai 10 dari masing-masing variabel seperti berikut ini:
Tabel 15. Nilai Tolerance dan VIF Ketersediaan Beras
Variabel Tolerance VIF
Harga Domestik 0,020 49,476
Harga Impor 0,061 16,361
Harga Kedelai 0,016 63,690
Luas Panen Jagung 0,519 1,929
Konsumsi Beras 0,721 1,388
Tenaga Kerja 0,375 2,666
Sumber:Analisis data sekunder dari lampiran 3
Berdasarkan Tabel 15, dapat dilihat Harga Domestik (X1), Harga Impor (X2), Harga Kedelai (X3), Luas Panen Jagung (X4), Konsumsi Beras (X5), dan Jumlah Tenaga Kerja (X6) masing-masing nilai Tolerance-nya sebesar 0,020; 0,61; 0,016 < 0,1 ; 0,519; 0,721; 0,375; 0,218 > 0,1. Sedangkan masing-masing nilai VIF-nya sebesar 49,476; 16,361; 63,690 > 10 ; 1,929; 1,388; 2,666 < 10. Dari hasil tersebut dapat dilihat bahwa terjadi gejala multikolinearitas dalam persamaan ini antara harga domestic, harga impor, dan harga kedelai. Hal ini juga dapat disebabkan karena variabel yang semakin banyak, sehingga variabel tersebut dapat digunakan dalam persamaan.
2. Analisis Faktor-Faktor yang Mepengaruhi Ketersediaan Beras di Provinsi Sumatera Utara
Ketersediaan beras dipengaruhi variabel antara lain adalah Harga Domestik, Harga Impor, Harga Kedelai, Luas Panen Jagung, Konsumsi Beras, dan Jumlah Tenaga Kerja. Untuk menguji pengaruhnya, maka perlu dilakukan pengujian
(59)
dengan metode regresi linier berganda dengan menggunakan bantuan SPSS 16.0 baik secara serempak maupun secara parsial. Hasil regresi linier berganda dapat dilihat pada tabel 16 berikut ini:
Tabel 16. Hasil Analisis Ketersediaan Beras
Variabel Koefisien
Regresi T Hitung Signifikan
(Constant) -3.033E6 -2.206 .079
Harga Domestik (X1) .297 2.616 .047
Harga Impor (X2) .224 1.856 .123
Harga Kedelai (X3) -.406 -2.780 .039
Luas Panen Jagung (X4) 1.044 .486 .648
Konsumsi Beras (X5) 2.457 2.744 .041
Tenaga Kerja (X6) .388 2.796 .038
R2 .838
Uji F
F Hitung 4,317 0,065
F Tabel 4,95
T Tabel 2,571
Sumber: Analisis data sekunder dari lampiran 3
Dari Tabel 16 diperoleh persamaan regresi sebagai berikut:
Y= -3.033.000 + 0,297X1 + 0,224X2 - 0,406X3 +1,044X4 +2,457X5 + 0,388X6 Keterangan:
Y = Ketersediaan Beras (Ton) X1 = Harga Domestik (Rp/Ton) X2 = Harga Impor (Rp/Ton) X3 = Harga Kedelai (Rp/Ton) X4 = Luas PanenJagung (Ha)
X5 = Konsumsi Beras (Ton)
X6 = Tenaga Kerja (Jiwa)
2.1 Koefisien Determinasi (R2)
Dari Tabel 16 diperoleh nilai R2 sebesar 0,838 yang berarti 83,8% variabel terikat yaitu Ketersediaan Beras dapat dijelaskan oleh variabel-variabel bebas yaitu
(60)
Harga Domestik, Harga Impor, Harga Kedelai, Luas Panen Jagung, Konsumsi Beras, dan Jumlah Tenaga Kerja. Sedangkan sisanya sebesar 17,2% dijelaskan oleh variabel lain yang tidak dimasukkan ke dalam model.
2.2 Uji F (Uji Serempak)
Dari hasil analisis regresi linear beganda diperoleh bahwa nilai F hitung sebesar 4,317 dengan tingkat signifikansi sebesar 0,065 sedangkan nilai F tabel sebesar 4,95 pada tingkat signifikansi sebesar 0,05%. Dengan demikian F hitung ≤ F tabel dan sig. F hitung (0,065) ≥ 0,05, maka Ho diterima dan H1 ditolak yang artinya tidak ada pengaruh nyata antara harga domestik, harga impor, harga kedelai, luas panen jagung, konsumsi beras, dan jumlah tenaga kerja terhadap ketersediaan beras di Sumatera Utara.
2.3 Uji T (Uji Parsial)
Dari Tabel 17 dapat diinterpretasikan pengaruh variabel bebas adalah Harga Domestik, Harga Impor, Harga Kedelai, Luas Panen Jagung, Konsumsi Beras, dan Jumlah Tenaga Kerja terhadap Ketersediaaan Beras di Sumatera Utara sebagai berikut:
1. Pengaruh Harga Domestik terhadap Ketersediaan Beras
Koefisien regresi harga domestik adalah sebesar 0,297, yang diartikan bahwa terdapat pengaruh positif antara harga domestik dengan ketersediaan beras. Jika harga naik sebesar Rp 1000, maka ketersediaan beras akan bertambah sebanyak 297 ton.
(61)
Nilai T hitung variabel harga domestik yang diperoleh sebesar 2,616 dan nilai T tabel sebesar 2,571 maka T hitung > T tabel. Tingkat signifikansi T hitung sebesar 0,047 maka sig T (0,047) < 0,05, sehingga dapat disimpulkan bahwa H0 ditolak dan H1 diterima, yang artinya variabel harga domestik secara parsial berpengaruh nyata terhadap ketersediaan beras di Sumatera Utara.
2. Pengaruh Harga Impor terhadap Ketersediaan Beras
Koefisien regresi harga impor adalah sebesar 0,224, yang diartikan bahwa terdapat pengaruh positif antara harga impor dengan ketersediaan beras. Jika harga impor naik sebesar Rp 1000, maka ketersediaan beras akan bertambah sebanyak 224 ton.
Nilai T hitung variabel harga impor yang diperoleh sebesar 1,856 dan nilai T tabel sebesar 2,571 maka T hitung < T tabel. Tingkat signifikansi T hitung sebesar 0,123 maka sig. T (0,123) > 0,05, sehingga dapat disimpulkan bahwa H0 diterima dan H1 ditolak, yang artinya variabel harga impor secara parsial tidak berpengaruh nyata terhadap ketersediaan beras di Sumatera Utara.
3. Pengaruh Harga Kedelai terhadap Ketersediaan Beras
Koefisien regresi harga kedelai adalah sebesar -0,406, yang diartikan bahwa terdapat pengaruh negatif antara harga kedelai dengan ketersediaan beras. Jika harga kedelai naik sebesar Rp 1000, maka ketersediaan beras akan berkurang sebanyak 406 ton.
Nilai T hitung variabel harga impor yang diperoleh sebesar (-)2,780 dan nilai T tabel sebesar 2,571 maka T hitung > T tabel. Tingkat signifikansi T hitung sebesar
(62)
0,039 maka sig. T (0,039) < 0,05, sehingga dapat disimpulkan bahwa H0 ditolak dan H1 diterima, yang artinya variabel harga kedelai secara parsial berpengaruh nyata terhadap ketersediaan beras di Sumatera Utara.
4. Pengaruh Luas Panen Jagung terhadap Ketersediaan Beras
Koefisien regresi luas panen jagung adalah sebesar 1,044, yang diartikan bahwa terdapat pengaruh positif antara luas panen jagung dengan ketersediaan beras. Jika luas panen jagung naik sebesar 1 Ha, maka ketersediaan beras akan bertambah sebanyak 1,044 ton.
Nilai T hitung variabel luas panen jagung yang diperoleh sebesar 0,486 dan nilai T tabel sebesar 2,571 maka T hitung < T tabel. Tingkat signifikansi T hitung sebesar 0,648 maka sig. T (0,648) > 0,05, sehingga dapat disimpulkan bahwa H0 diterima dan H1 ditolak, yang artinya variabel luas panen jagung secara parsial tidak berpengaruh nyata terhadap ketersediaan beras di Sumatera Utara.
5. Pengaruh Konsumsi Beras terhadap Ketersediaan Beras
Koefisien regresi konsumsi beras adalah sebesar 2,457 , yang diartikan bahwa terdapat pengaruh positif antara konsumsi beras dengan ketersediaan beras. Jika konsumsi beras naik sebesar 1 ton, maka ketersediaan beras akan bertambah sebanyak 2,457 ton.
Nilai T hitung variabel konsumsi beras yang diperoleh sebesar 2,744 dan nilai T tabel sebesar 2,571 maka T hitung > T tabel. Tingkat signifikansi T hitung sebesar 0,041 maka sig. T (0,041) < 0,05, sehingga dapat disimpulkan bahwa H0 ditolak
(63)
dan H1 diterima, yang artinya variabel konsumsi beras secara parsial berpengaruh nyata terhadap ketersediaan beras di Sumatera Utara.
6. Pengaruh Tenaga Kerja terhadap Ketersediaan Beras
Koefisien regresi tenaga kerja adalah sebesar 0,388, yang diartikan bahwa terdapat pengaruh positif antara tenaga kerja dengan ketersediaan beras. Jika tenaga kerja naik sebesar 1000 jiwa, maka ketersediaan beras akan bertambah sebanyak 388 ton.
Nilai T hitung variabel tenaga kerja yang diperoleh sebesar 2,796 dan nilai T tabel sebesar 2,571 maka T hitung > T tabel. Tingkat signifikansi T hitung sebesar 0,038 maka sig T (0,038) < 0,05, sehingga dapat disimpulkan bahwa H0 ditolak dan H1 diterima, yang artinya variabel tenaga kerja secara parsial berpengaruh nyata terhadap ketersediaan beras di Sumatera Utara.
(64)
5.3 Analisis Regresi Linear Berganda Ketersediaan Jagung di Provinsi Sumatera Utara
Dari metode analisis data diketahui bahwa variabel-variabel yang dapat mempengaruhi ketersediaan jagung (Y) adalah Luas Panen (X1), Harga Domestik (X2), Jumlah Penduduk (X3), Jumlah Tenaga Kerja (X4), dan Nilai Tukar (X5). Dari variabel-variabel bebas atau independen tersebut akan dilihat seberapa besar pengaruhnya terhadap ketersediaan jagung sebagai variabel terikat atau variabel dependen.
1. Uji Asumsi Klasik
Sebelum melakukan analisis regresi, terlebih dahulu dilakukan uji asumsi klasik yang harus dipenuhi, yaitu :
1.1 Uji Normalitas
Uji normalitas dapat dilihat dari grafik scatterplot hasil pengolahan dengan SPSS seperti berikut:
(65)
Berdasarkan Gambar 6, tampilan grafik normal plot diatas, terlihat bahwa titik menyebar dekat di sekitar garis diagonal serta penyebarannya mengikuti arah garis diagonal. Hal ini menunjukkan bahwa model persamaan layak dipakai karena telah memenuhi asumsi normalitas.
1.2 Uji Heterokedastisitas
Uji heterokedastisitas dapat dilihat dari grafik scatterplot hasil pengolahan dengan SPSS seperti berikut:
Gambar 7. Scatterplot Uji Heterokedastisitas Ketersediaan Jagung
Dari grafik scatterplot diatas dapat disimpulkan bahwa tidak ada terjadi gejala heterokedastisitas dikarenakan pada gambar 7. terlihat bahwa titik-titik menyebar secara acak dan tidak membentuk sebuah pola tertentu yang jelas.
(66)
1.3 Uji Multikolinearitas
Uji multikolinearitas dapat dilihat dari nilai Tolerance yang lebih kecil dari 0,1 atau nilai VIF yang lebih besar dari nilai 10 dari masing-masing variabel seperti berikut ini:
Tabel 17. Nilai Tolerance dan VIF Ketersediaan Jagung
Variabel Tolerance VIF
Luas Panen 0,400 2,503
Harga Domestik 0,172 5,826
Jumlah Penduduk 0,188 5,309
Tenaga Kerja 0,569 1,757
Nilai Tukar 0,360 2,779
Sumber:Analisis data sekunder dari lampiran 4
Berdasarkan Tabel 17, dapat dilihat variabel Luas Panen (X1), Harga Domestik (X2), Jumlah Penduduk (X3), Tenaga Kerja (X4), dan Nilai Tukar (X5) masing-masing nilai Tolerance-nya sebesar 0,400; 0,172; 0,188; 0,569; 0,360 > 0,1. Sedangkan masing-masing nilai VIF-nya sebesar 2,503; 5,826; 5,309; 1,757; 2,779 < 10. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa tidak ada terjadi gejala multikolinearitas dalam persamaan ini.
2. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Ketersediaan Jagung di Provinsi Sumatera Utara
Ketersediaan jagung dipengaruhi variabel-variabel, yaitu Luas Panen, Harga Domestik, Jumlah Penduduk, Tenaga Kerja, dan Nilai Tukar. Untuk menguji pengaruhnya, maka perlu dilakukan pengujian dengan metode regresi linier berganda dengan menggunakan bantuan SPSS 16.0 baik secara serempak maupun secara parsial. Hasil regresi linier berganda dapat dilihat pada Tabel 18:
(67)
Tabel 18. Hasil Analisis Ketersediaan Jagung
Variabel Koefisien
Regresi T Hitung Signifikan
(Constant) -1.706.000 -0,879 0,402
Luas Panen (X1) 8,115 2,609 0,028
Harga Domestik (X2) 0,207 2,750 0,022
Jumlah Penduduk (X3) 0,012 0,072 0,944
Tenaga Kerja (X4) 0,057 0,607 0,559
Nilai Tukar (X5) -3,821 -0,054 0,958
R2 0,912
Uji F
F Hitung 18,721 0,000
F Tabel 4,77
T Tabel 2,262
Sumber: Analisis data sekunder dari lampiran 4
Dari Tabel 18 diperoleh persamaan regresi sebagai berikut:
Y = - 1.706.000 + 8,115X1 + 0,207X2+ 0,012X3 + 0,057X4– 3,821X5 Keterangan:
Y = Ketersediaan Jagung (Ton) X1 = Luas Panen (Ha)
X2 = Harga Domestik (Rp/Ton)
X3 = Jumlah Penduduk (Jiwa)
X4 = Tenaga Kerja (Jiwa)
X5 = Nilai Tukar (Rp/$) 2.1 Koefisien Determinasi (R2)
Dari Tabel 18 diperoleh nilai R2 sebesar 0,912 yang berarti 91,2% variabel terikat yaitu Ketersediaan Jagung dapat dijelaskan oleh variabel-variabel bebas yaitu Luas Panen, Harga Domestik, Jumlah Penduduk, Tenaga Kerja, dan Nilai Tukar. Sedangkan sisanya sebesar 8,8% dijelaskan oleh variabel lain yang tidak dimasukkan ke dalam model.
(68)
2.2 Uji F (Uji Serempak)
Dari hasil analisis regresi linear beganda diperoleh bahwa nilai F hitung sebesar 18,721 dengan tingkat signifikansi sebesar 0,000 sedangkan nilai F tabel sebesar 4,77 pada tingkat signifikansi sebesar 0,05%. Dengan demikian F hitung > F tabel dan sig. F hitung (0,000) ≤ 0,05, maka Ho ditolak dan H1 diterima yang artinya ada pengaruh nyata antara luas panen, harga domestic, jumlah penduduk, tenaga kerja, dan nilai tukar terhadap ketersediaan jagung di Sumatera Utara.
2.3 Uji T (Uji Parsial)
Dari Tabel 18 dapat diinterpretasikan pengaruh variabel bebas yaitu Luas Panen, Harga Domestik, Jumlah Penduduk, Tenaga Kerja, dan Nilai Tukar terhadap Ketersediaaan Jagung di Sumatera Utara sebagai berikut:
1. Pengaruh Luas Panen terhadap Ketersediaan Jagung
Koefisien regresi luas panen adalah sebesar 8,115, yang diartikan bahwa terdapat pengaruh positif antara luas panen dengan ketersediaan jagung. Jika luas panen naik sebesar 1 Ha, maka ketersediaan jagung akan bertambah sebanyak 8,115 ton.
Nilai T hitung variabel luas panen yang diperoleh sebesar 2,609 dan nilai T tabel sebesar 2,262 maka T hitung > T tabel. Tingkat signifikansi T hitung sebesar 0,028 maka sig.T (0,028) < 0,05, sehingga dapat disimpulkan bahwa H0 ditolak dan H1 diterima, yang artinya variabel luas panen secara parsial berpengaruh nyata terhadap ketersediaan jagung di Sumatera Utara.
2. Pengaruh Harga Domestik terhadap Ketersediaan Jagung
Koefisien regresi harga dometik adalah sebesar 0,207, yang diartikan bahwa terdapat pengaruh positif antara harga domestic dengan ketersediaan jagung. Jika
(69)
harga domestik naik sebesar Rp 1000, maka ketersediaan jagung akan bertambah sebanyak 207 ton.
Nilai T hitung variabel jumlah impor yang diperoleh sebesar 2,750 dan nilai T tabel sebesar 2,262 maka T hitung > T tabel. Tingkat signifikansi T hitung sebesar 0,022 maka sig. T (0,022) > 0,05, sehingga dapat disimpulkan bahwa H0 ditolak dan H1 diterima, yang artinya variabel harga domestik secara parsial berpengaruh nyata terhadap ketersediaan jagung di Sumatera Utara.
3. Pengaruh Jumlah Penduduk terhadap Ketersediaan Jagung
Koefisien regresi jumlah penduduk adalah sebesar 0,012, yang diartikan bahwa terdapat pengaruh positif antara jumlah penduduk dengan ketersediaan jagung. Jika jumlah penduduk naik sebesar 1000 jiwa, maka ketersediaan jagung akan bertambah sebanyak 12 ton.
Nilai T hitung variabel jumlah penduduk yang diperoleh sebesar 0,072 dan nilai T tabel sebesar 2,262 maka T hitung < T tabel. Tingkat signifikansi T hitung sebesar 0,944 maka sig. T (0,944) > 0,05, sehingga dapat disimpulkan bahwa H0 diterima dan H1 ditolak, yang artinya variabel jumlah penduduk secara parsial tidak berpengaruh nyata terhadap ketersediaan jagung di Sumatera Utara.
4. Pengaruh Tenaga Kerja terhadap Ketersediaan Jagung
Koefisien regresi tenaga kerja adalah sebesar 0,057, yang diartikan bahwa terdapat pengaruh positif antara tenaga kerja dengan ketersediaan jagung. Jika tenaga kerja naik sebesar 1000 jiwa, maka ketersediaan jagung akan bertambah sebanyak 57 ton.
(1)
Lampiran 4. Hasil Analisis Regresi Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Ketersediaan Jagung di Sumatera Utara 1999-2013
Variables Entered/Removedb Model
Variables Entered
Variables
Removed Method 1 Tenaga Kerja,
Nilai Tukar, Luas Panen, Jumlah Penduduk, Harga Domestika
. Enter
a. All requested variables entered.
(2)
Model Summaryb
Model R R Square
Adjusted R Square
Std. Error of the Estimate
Change Statistics
Durbin-Watson R Square
Change F Change df1 df2 Sig. F Change
1 .955a .912 .864 1.68875E5 .912 18.721 5 9 .000 1.499
a. Predictors: (Constant), Tenaga Kerja, Nilai Tukar, Luas Panen, Jumlah Penduduk, Harga Domestik
b. Dependent Variable: Ketersediaan Jagung
ANOVAb Model
Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 2.669E12 5 5.339E11 18.721 .000a
Residual 2.567E11 9 2.852E10
Total 2.926E12 14
a. Predictors: (Constant), Tenaga Kerja, Nilai Tukar, Luas Panen, Jumlah Penduduk, Harga Domestik
b. Dependent Variable: Ketersediaan Jagung
(3)
Coefficientsa
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized Coefficients
t Sig.
Correlations
Collinearity Statistics
B Std. Error Beta Zero-order Partial Part Tolerance VIF
1 (Constant) -1.706E6 1.941E6 -.879 .402
Luas Panen 8.115 3.111 .407 2.609 .028 .741 .656 .258 .400 2.503
Jumlah
Penduduk .012 .164 .016 .072 .944 .822 .024 .007 .188 5.309
Harga Domestik .207 .075 .655 2.750 .022 .868 .676 .272 .172 5.826
Nilai Tukar -3.821 70.950 -.009 -.054 .958 .296 -.018 -.005 .360 2.779
Tenaga Kerja .057 .094 .079 .607 .559 .386 .198 .060 .569 1.757
(4)
Collinearity Diagnosticsa
Model Dimension Eigenvalue
Condition Index
Variance Proportions (Constant) Luas Panen
Jumlah Penduduk
Harga
Domestik Nilai Tukar Tenaga Kerja
1 1 5.827 1.000 .00 .00 .00 .00 .00 .00
2 .141 6.420 .00 .00 .00 .19 .00 .00
3 .019 17.540 .00 .00 .00 .00 .06 .50
4 .012 22.431 .00 .17 .00 .00 .12 .16
5 .001 66.132 .08 .83 .09 .15 .71 .02
6 .000 150.984 .92 .00 .91 .65 .11 .31
a. Dependent Variable: Ketersediaan Jagung
(5)
(6)