Studi Perencanaan Program Interpretasi Alam Pada Jalur Trekking Hutan Pendidikan USU, Taman Hutan Raya Bukit Barisan Kabupaten Karo

TINJAUAN PUSTAKA

Taman Hutan Raya
Istilah taman hutan raya (Tahura) di Indonesia dikenal sejak tahun 1985,
saat diresmikan taman Hutan Raya Ir. Juanda seluas 590 Ha yang berlokasi di
Bandung Jawa Barat dan merupakan Taman Hutan Raya pertama di Indonesia
(Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Utara, 2012).
Menurut UU No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam
Hayati dan Ekosistemnya, Taman Hutan Raya adalah kawasan pelestarian alam
untuk tujuan koleksi tumbuhan dan/atau satwa alami atau buatan, jenis asli dan
atau bukan asli yang dimanfaatkan bagi kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan,
pendidikan, menunjang budidaya, budaya, pariwisata dan rekreasi.
Kawasan taman hutan raya dikelola oleh pemerintah dan dikelola dengan
upaya pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa

beserta

ekosistemnya. Suatu kawasan taman hutan raya dikelola berdasarkan satu rencana
pengelolaan yang disusun berdasarkan kajian aspek-aspek ekologi, teknis,
ekonomis dan sosial budaya. Upaya pengawetan kawasan taman hutan raya
dilaksanakan dalam bentuk kegiatan: perlindungan dan pengamanan, inventarisasi

potensi kawasan, penelitian dan pengembangan yang menunjang pengelolaan dan
pembinaan dan pengembangan tumbuhan dan atau satwa (Purnomo, 2012).
Interpretasi Alam
Defenisi Interpretasi
Interpretasi adalah suatu cabang ilmu pengetahuan yang mempelajari
tentang seni dalam memberikan penjelasan tentang suatu kawasan (flora, fauna,
proses geologis dan sebagainya) serta sejarah dan budaya masyarakat kepada

Universitas Sumatera Utara

pengunjung yang datang ke kawasan tersebut, sehingga dapat memberikan
kepuasan dan pengetahuan baru yang dapat menggugah pemikiran untuk
mengetahui, menyadari dan menarik minat pengunjung untuk ikut menjaga,
melestarikan serta mempelajari lebih lanjut, karena cara paling langsung bagi
masyarakat umum untuk mempelajari kawasan yang dilindungi adalah melihatnya
sendiri (MacKinnon et al dalam Satyatama, dkk, 2010).
Interpretasi alam adalah suatu kegiatan bina cinta alam yang khusus
ditujukan untuk pengunjung kawasan konservasi alam yang merupakan kombinasi
dari pelayanan informasi, pelayanan pemanduan, pendidikan, hiburan dan promosi
(Satyatama, 2008).

Tujuan Interpretasi
Program interpretasi ditujukan untuk menjelaskan pengertian dan apresiasi
suatu fenomena alam yang penting, nilai historis, nilai geologis, dan sebagainya
kepada pengunjung agar mereka memahami dan mengerti akan nilai-nilai serta
makna dari materi yang mereka lihat dan amati (WF, 2000).
Interpretasi akan membantu pengunjung untuk lebih dengan kesadaran
mengenal dan mengerti kondisi kawasan yang dikunjungi dengan flora dan
faunanya. Interpretasi akan membuka pikiran dan penghargaan pengunjung
terhadap alam yang dilintasi, dan inilah yang akan membantu manajemen dalam
melestarikan kawasan dilindungi. Interpretasi dapat mengurangi dampak manusia
pada lingkungan alam, dengan cara mengalihkan pengunjung dari kawasan rapuh
ke kawasan yang lebih baik untuk mendapat kunjungan yang lebih intensif.
Interpretasi juga dapat meningkatkan apresiasi mengenai rencana manajemen
kawsan dilindungi, membantu masyarakat mengenal kenyamanan rekreasi sehat di

Universitas Sumatera Utara

udara terbuka dan bersih. Dapat diharapkan bahwa dengan interpretasi yang baik,
pengunjung akan mencintai kawasan yang dilindungi, tidak mengotori, merusak,
mencorat-coret batu dan menggores pohon (Hadinoto, 1996).

Unsur-Unsur Interpretasi
1. Pengunjung
Pengunjung merupakan unsur utama interpretasi. Pelaksanaan di lapangan
harus melibatkan pengunjung karena pengunjung merupakan sasaran dari
perencanaan interpretasi (Sitepu, 2003).
2. Pemandu wisata alam
Ekowisata memerlukan pemandu khusus yang mampu menginterpretasikan
unsur lingkungan alam. Hal ini sangat penting untuk menimbulkan kepuasan
bernilai tinggi bagi pengunjung (Hadinoto, 1996).
3. Objek interpretasi yang bersangkutan
Objek interpretasi adalah segala sesuatu yang berada dalam kawasan wisata
alam, yang dipilih untuk diinterpretasikan kepada pengunjung.
Jalur Interpretasi
Jalur interpretasi dapat berupa jalur mobil, jalur bersepeda, dan jalur
pejalan kaki. Jalur interpretasi diharapkan dapat merupakan suatu rangkaian besar
yang berkesinambungan mengenai suatu objek sehingga dapat memberikan
pengertian mengenai objek tersebut di dalam suatu ruang (WF, 2000).
Karakteristik

jalur


yang

baik

untuk

kegiatan

trekking

adalah

(Sitepu, 2003):
1. Mengarahkan pada pemandangan yang menyenangkan dan spektakuler seperti
air terjun, gua, danau, pohon yang berusia ratusan tahun, dan aliran sungai.

Universitas Sumatera Utara

2. jalur yang diperuntukkan untuk berjalan-jalan, tidak licin, tidak curam dan tidak

berlumpur atau tergenang.
3. Menghindarkan pengunjung dari ketegangan. Daya tarik khusus ditempatkan
tidak terlalu jauh dari jalur tersebut.
4. Memudahkan pengunjung dan dilengkapi petunjuk arah.
5. Menghindarkan pengunjung dari lokasi yang berbahaya dan kawasan yang
sensitif seperti komunitas tumbuhan rapuh dan satwa yang mudah terganggu.
Program Interpretasi
Program interpretasi adalah suatu tuntunan atau panduan yang disusun
oleh interpreter untuk melaksanakan kegiatan interpretasi. Beberapa hal yang
perlu dilakukan untuk menyiapkan program interpretasi adalah sebagai berikut
(WF, 2000):
1. Menetapkan point of interest, sebagai sumber informasi untuk program
pendidikan dan interpretasi, serta menentukan target group dan memilih cara
pendekatan serta fasilitas pendukung yang diperlukan.
2. Menetapkan dan membuat jalur-jalur interpretasi untuk mengarahkan
pengunjung ke tempat-tempat yang memiliki objek geologis, sejarah,
tumbuhan, binatang serta kebudayaan yang menarik.
3. Memasang papan-papan petunjuk/pemandu yang ditujukan untuk memberikan
kemudahan kepada pengunjung ketika masuk ke dalam kawasan.
4. Membuat pusat informasi yang dapat memberikan gambaran bagi pengunjung

mengenai apa saja yang dapat dilihat, diketahui, dan dipelajari di kawasan
tersebut.
5. Membuat fasilitas-fasilitas pendukung.

Universitas Sumatera Utara

Kondisi Umum Tahura Bukit Barisan
Letak dan Luas
Tahura Bukit Barisan ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan Presiden
Republik Indonesia No. 48 Tahun 1988 dengan luas ± 51.600 Ha yang secara
geografis terletak pada 001’16"-019’37" Lintang Utara dan 9812’16"-9841’00"
Bujur Timur (Dephut, 2007).
Kawasan Tahura Bukit Barisan meliputi wilayah Pemerintah Kabupaten
Karo seluas 19.805 hektar, Deli Serdang terdapat 17.150 hektar, Langkat 13.000
hektar dan Simalungun 1045 hektar. Seluruh kawasan ini berasal dari hutan
lindung 38.273 hektar (74,17%), Taman Nasional 13.000 hektar (25,20%), Bumi
Perkemahan Pramuka Sibolangit 200 hektar (0,39%), Cagar Alam Sibolangit 120
hektar (0,23%) ,dan taman wisata Lau Debuk-debuk 7 hektar (0,01%)
(Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Utara, 2012).
Sejarah Kawasan

Tahura Bukit Barisan merupakan Tahura ketiga di Indonesia yang
ditetapkan oleh Presiden dengan Surat Keputusan Presiden R.I. No. 48 Tahun
1988 tanggal 19 Nopember 1988. Pembangunan Tahura ini sebagai upaya
konservasi sumber daya alam dan pemanfaatan lingkungan melalui peningkatan
fungsi dan peranan hutan. Tahura Bukit Barisan adalah unit pengelolaan yang
berintikan kawasan hutan lindung dan kawasan konservasi denga luas seluruhnya
51.600 Ha. Sebagian besar merupakan hutan lindung berupa hutan alam
pegunungan yang ditetapkan sejak jaman Belanda, meliputi Hutan Lindung
Sibayak I dan Simancik I, Hutan Lindung Sibayak II dan Simancik II serta Hutan
Lindung Sinabung. Bagian lain kawasan Tahura ini tersiri terdiri dari CA/TW.

Universitas Sumatera Utara

Sibolangit, SM. Langkat Selatan TW. Lau Debuk-debuk dan Bumi Perkemahan
Pramuka Sibolangit (Dephut, 2002).
Universitas Sumatera Utara bekerjasama dengan Dinas Kehutanan
Provinsi Sumatera Utara melakukan peresmian Hutan Pendidikan USU di wilayah
Tahura Bukit Barisan seluas 1.000 Ha tepatnya di Desa Tongkoh Kecamatan
Dolat


Rakyat

Kabupaten

Karo

pada

tanggal

25

Mei

2011

(Universitas Sumatera Utara, 2011).
Topografi dan Hidrologi
Pada umumnya keadaan topografi lapangan Tahura Bukit Barisan
sebagian datar, curam dan berbukit-bukit. Di beberapa tempat terdapat

pegunungan dan puncak tertinggi yaitu Gunung Sibayak dengan ketinggian 1.430
sampai 2.200 m dpl. Berdasarkan klasifikasi Schmidt dan Ferguson Tahura Bukit
Barisan termasuk ke dalam klasifikasi tipe B dengan curah hujan rata-rata
pertahun 2.000 s/d 2.500 mm. Suhu udara minimum 13C dan maksimum 25C
dengan kelembaban rata-rata berkisar antara 90-100% (Dephut, 2007).
Flora dan Fauna
Kawasan hutan ini didominasi oleh jenis-jenis pohon pegunungan baik
jenis lokal maupun yang berasal dari luar. Beberapa jenis tersebut antara lain:
Pinus Merkusii, Altingia exelsa , Schima wallichii, Podocarpus sp , Toona surei

dan jenis yang lain seperti Durian, Dadap, Rambutan, Pulai, Aren, Rotan, dan
lain-lain. Jenis tanaman yang berasal dari luar diantaranya: Pinus caribeae , pinus
khasia , Pinus insularis , Eucalyptus sp, Agathis sp, dan lain-lain. Beberapa fauna

yang hidup di kawasan ini antara lain: monyet ekor panjang, harimau sumatera,

Universitas Sumatera Utara

siamang, babi hutan, ular, elang, kijang, treggiling, kolibri, dan burung hantu
(Dephut, 2002).

Sosial Budaya Masyarakat
Masyarakat yang bermukim di sekitar kawasan Tahura Bukit Barisan
umumnya Suku Karo, Melayu, Aceh dan Batak. Mata pencaharian penduduk
umumnya petani dengan produksi utama jenis-jenis holtikultura seperti buahbuahan dan sayur-sayuran, juga berbagai bunga hias serta hasil perkebunan
lainnya. Sebagian kecil masyarakatnya sebagai pedagang dan pengusaha.
Budaya masyarakat cukup beranekaragam dengan atraksi-atraksi yang
sangat menarik perhatian terutama bagi wisatawan asing. Disamping itu juga
dijumpai beberapa objek peninggalan sejarah atau adat, antara lain: di Lingga
kabupaten Karo, di kabupaten Langkat dan Deli serdang (Sitepu, 2003).

Universitas Sumatera Utara

Sumber: Situmorang (2012)

Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian
Universitas Sumatera Utara