Respons Pertumbuhan dan Produksi Bawang Merah (Allium ascalonicum L.) terhadap Jenis Mulsa dan Pemberian Urine Sapi
TINJAUAN PUSTAKA
Botani Tanaman
Bawang merah diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom: Plantae,
Divisio: Spermatophyta, Subdivisio: Angiospermae, Kelas: Monocotyledonae,
Ordo: Liliales, Famili: Liliaceae, Genus: Allium,
Species: Allium
ascalonicum L. (Steenis et al., 2005).
Tanaman mempunyai akar serabut dengan daun berbentuk silinder
berongga. Umbi terbentuk dari pangkal daun yang bersatu dan membentuk batang
yang berubah bentuk dan fungsi, membesar dan membentuk umbi berlapis
(Hervani et al., 2008).
Tanaman bawang merah memiliki batang sejati (discus) yang berada pada
dasar umbi bawang merah, yang berfungsi sebagai tempat melekatnya perakaran
dan mata tunas. Pangkal daun akan bersatu dan membentuk batang semu. Yang
kelihatan seperti batang pada tanaman bawang merah sebenarnya merupakan
batang semu yang akan berubah bentuk dan fungsinya sebagai umbi lapis
(Sinclair, 1998).
Bentuk daun bawang merah memanjang seperti pipa dan berbentuk bulat,
tetapi ada juga yang membentuk setengah lingkaran pada penampang melintang
daun. Bagian ujung daun meruncing, sedangkan bagiaan bawahnya melebar dan
membengkak. Daun berwarna hijau (Brewster, 2008).
Bunga bawang merah merupakan bunga sempurna (hermaphrodites) yang
pada umumnya terdiri dari 5-6 helai benang sari, sebuah putik, dengan daun
bunga yang berwarna putih. Tiap rangkaian (tandan bunga) mengandung 50-200
kuntum bunga. Sebagaimana daunnya, tangkai bunga itu pun merupakan pipa
yang berlubang di dalamnya (Firmanto, 2011).
Biji berwarna hitam, berbentuk tidak beraturan, dan berukuran agak kecil,
sekitar 250 biji tiap gramnya. Biji bawang merah matang sekitar 45 hari setelah
bunga mekar. Daya tumbuh biji dapat tumbuh dengan cepat, kecuali jika biji
disimpan
dalam
kondisi
optimum,
˚C suhu
dan
RH
0
rendah
(Rubatzky dan Yamaguchi, 1998).
Syarat Tumbuh
Iklim
Budidaya bawang merah pada daerah-daerah yang beriklim kering, dengan
suhu udara yang cukup tinggi dan penyinaran matahari yang penuh akan dapat
menyebabkan pertumbuhan tanaman yang optimal. Secara umum tanaman
bawang merah lebih cocok diusahakan secara agribisnis/komersial di daerah
dataran rendah pada akhir musim penghujan, atau pada saat musim kemarau,
dengan penyediaan air irigasi yang cukup untuk keperluan tanaman(Deptan,
2003).
Tanaman ini membutuhkan penyinaran cahaya matahari yang maksimal
(minimal 70% penyinaran), suhu udara 25o–32oC, dan kelembaban nisbi50–70%,
curah hujan 300-2500 mm/th. Tanaman bawang merah masih dapat membentuk
umbi di daerah yang suhu udaranya rata–rata 22oC tetapi hasil umbinya tidak
sebaik di daerah yang suhu udara lebih panas (Sumarni dan Hidayat, 2005).
Tanaman bawang merah cocok tumbuh di dataran rendah sampai tinggi
(0–1000 m dpl), dengan ketinggian optimum untuk pertumbuhan dan
perkembangan bawang merah adalah 0–450 m dpl. Tanaman ini peka terhadap
curah hujan dan intensitas hujan yang tinggi serta cuaca berkabut, juga
memerlukan penyinaran cahaya matahari maksimal (minimal 70% penyinaran)
dengan suhu udara 25-32oC, dan kelembaban nisbi 50-70% (Litbang, 2013).
Tanah
Tanaman
bawang
merah
memerlukan
tanah
berstruktur
remah,
tekstur sedang sampai liat, drainase dan aerasi yang baik, mengandung
bahan organik yang cukup, dan pH tanah netral (5,6-6,5). Tanah yang paling
cocok untuk tanaman bawang merah adalah tanah Aluvial atau kombinasinya
dengan tanah Glei-Humus atau Latosol. Tanah lembab dengan air yang tidak
menggenang disukai oleh tanaman bawang merah (Tim Prima Tani, 2011).
Kemasaman tanah (pH) yang paling sesuai untuk bawang merah adalah
agak masam sampai normal (6,0-6,8). Tanah ber-pH 5,5-7,0 masih dapat
digunakan untuk penanaman bawang merah. Tanah yang terlalu asam dengan pH
di bawah 5,5 banyak mengandung garam aluminium (Al). Garam ini bersifat
racun sehingga dapat menyebabkan tanaman menjadi kerdil. Di tanah yang terlalu
basa dengan pH lebih dari 7, garam mangan (Mn) tidak dapat diserap oleh
tanaman. Akibatnya umbi yang dihasilkan kecil dan produksi tanaman rendah
(Rahayu dan Berlian, 1999).
Jenis Mulsa
Mulsa adalah bahan atau material yang digunakan untuk menutupi
permukaan tanah atau lahan pertanian dengan tujuan tertentu yang prinsipnya
adalah untuk meningkatkan produksi tanaman. Secara teknis, penggunaan mulsa
dapat memberikan keuntungan antara lain, menghemat penggunaan air dengan
laju evaporasi dari permukaan tanah, memperkecil fluktuasi suhu tanah sehingga
menguntungkan pertumbuhan tanaman bawang merah dan mikroorganisme tanah,
memperkecil laju erosi tanah baik akibat tumbukan butir-butir hujan dan
menghambat laju pertumbuhan gulma (Lakitan, 1995).
Mulsa ada dua jenis yaitu mulsa organik dan mulsa anorganik. Mulsa
organik adalah mulsa yang berasal dari sisa panen, tanaman pupuk hijau atau
limbah hasil kegiatan pertanian, yang dapat menutupi permukaan tanah. Seperti
jerami, eceng gondok, sekam bakar dan batang jagung yang dapat melestarikan
produktivitas lahan untuk jangka waktu yang lama (Lakitan,1995).Mulsa
anorganik adalah mulsa yang meliputi semua bahan yang bernilai ekonomis tinggi
seperti plastik dan batuan. Perbedaan penggunaan bahan mulsa akan memberikan
pengaruh yang berbeda pada pertumbuhan dan hasil bawang merah. Keuntungan
dari mulsa organik lebih mudah didapatkan, dan dapat terurai sehingga menambah
kandungan bahan organik dalam tanah (Umboh, 2000).
Hasil penelitian Mayun (2007), terjadi perbedaan yang nyata antara
pemberian mulsa jerami padi (M1) dengan tanpa pemberian mulsa (M0) terhadap
jumlah daun per rumpun pada hasil umbi. Pemberian mulsa jerami padi dapat
meningkatkan hasil umbi kering sebesar 4,49 Kw Ha-1 atau terjadi peningkatan
sebesar 35,13%. Menurut Thomas et al. (1993), fungsi mulsa jerami adalah untuk
menekan pertumbuhan gulma, mempertahankan agregat tanah dari hantaman air
hujan, memperkecil erosi permukaan tanah, mencegah penguapan air, dan
melindungi tanah dari terpaan sinar matahari. Juga dapat membantu memperbaiki
sifat fisik tanah terutama struktur tanah sehingga memperbaiki stabilitas agregat
tanah.
Dengan pemberian mulsa jerami padi sebanyak 10 ton/ha, umbi bawang
merah yang tumbuh dangkal di permukaan tanah menjadi terlindungi dari
pengaruh cuaca dan jasad pengganggu karena kondisi kelembaban tanah dapat
dipertahankan menjadi konstan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
pemberian mulsa 10 ton/ha dapat memberikan konstribusi peningkatan hasil nyata
dengan rata–rata 700 kg/ha atau kenaikan hasil 20 % (Gurning dan Arifin, 1994).
Mulsa jerami padi menurunkan suhu tanah rata-rata 2,5%, sedangkan
mulsa plastik hitam meningkatkan suhu tanah rata-rata 1,3% dibanding tanpa
mulsa. Mulsa jerami padi dan plastik hitam meningkatkan kelembapan air dalam
tanah masing-masing 9,9% dan 9,2% dibanding tanpa mulsa (Ansar, 2012).
Penggunaan mulsa plastik merupakan salah satu cara budidaya yang telah
terbukti dapat meningkatkan hasil tanaman. Warna mulsa plastik yang umumnya
digunakan di Amerika Utara dan Eropa secara komersial adalah warna hitam,
transparan (bening), hijau dan warna perak. Plastik berwarna hitam dapat
menghambat pertumbuhan gulma dan dapat menyerap panas matahari lebih
banyak. Mulsa plastik bening dapat menciptakan efek rumah kaca, sementara
mulsa plastik perak dapat memantulkan kembali sebagian panas yang diserap
sehingga mengurangi serangan kutu daun (aphid) pada tanaman (Mawardi, 2000).
Mulsa plastik hitam perak mampu menciptakan kondisi mikroklimat
menjadi lebih sesuai dengan kebutuhan bawang merah. Mulsa plastik hitam perak
menyebabkan tanah menjadi lembab dan lebih gelap. Kondisi ini mendukung
pertumbuhan perakaran tanaman, sehingga akar mampu menyerap air dan unsur
hara medium. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan mulsa plastik hitam
perak meningkatkan tinggi tanaman, bobot basah, bobot basah dan bobot produksi
bawang merah bila dibandingkan dengan tanpa mulsa berbeda dengan perlakuan
yang lainnya (Tabrani et al., 2005).
Urine Sapi
Pupuk kandang cair merupakan pupuk yang diperoleh dari urin hewan atau
ternak. Urin hewan yang digunakan sebagai pupuk kandang berwarna cokelat
dengan bau menyengat. Bau ini disebabkan oleh kandungan unsur nitrogen
(Novizan, 2007).
Selama ini masih jarang penggunakan urine sapi sebagai pupuk padahal
urine sapi memiliki prospek yang bagus untuk diolah menjadi pupuk cair karena
mengandung unsur-unsur yang lengkap seperti N, P, K, Ca, Mg yang terikat
dalam bentuk senyawa organik. Urine sapi yang paling baik untuk diolah menjadi
pupuk cair adalah urine sapi murni segar (kurang dari 24 jam) yang belum
bercampur dengan cemaran lain yang ada dalam kandang (Sudiro, 2011).
Menurut Sudiro (2011), kandungan zat hara pada urin sapi, nitrogen
1,00%, fosfor 0,50%, kalium 1,50%, dan air sebanyak 95%. Selain itu banyak
penelitian yang melaporkan bahwa urine sapi mengandung zat perangsang
tumbuh yang dapat digunakan sebagai pengatur tumbuh diantaranya adalah IAA.
Karena baunya yang khas urine ternak juga dapat mencegah datangnya berbagai
hama tanaman sehingga urine sapi juga dapat berfungsi sebagai pengendalian
hama tanaman dari serangan.
Berdasarkan hasil pengamatan pada urine yang belum difermentasi dan
urine yang sudah difermentasi terdapat perbedaan kandungan diantara keduanya.
Kandungan urine pada saat sebelum difermentasi yang memiliki kandungan unsur
hara N, P, K adalah 1,1; 0,5; 0,9 dan saat urine setelah difermentasi terjadi
peningkatan kandungan jumlah unsur hara N, P, K,menjadi 2,7; 2,4; 3,8. Pada
proses fermentasi urine terdapat kelebihan jika dibandingkan dengan urine yang
tidak difermentasi, yaitu meningkatkan kandungan hara yang terdapat pada urine
tersebut yang dapat menyuburkan tanaman. Selain itu, bau urine yang telah
difermentasi menjadi kurang menyengat jika dibandingkan dengan bau urine yang
belum difermentasi (Lingga, 1991).
Beberapa keunggulan urine sapi
diantaranya mempunyai kandungan
unsur hara yang lengkap diantaranya N, P, K, Ca, Fe, Mn, Zn, dan Zu. Pemberian
urine sapi dapat memberikan pengaruh pada pertumbuhan akar tanaman. Menurut
Lingga dan Marsono (2008), dari segi kadar haranya, pupuk kandang cair dari
urin sapi memiliki kandungan hara yang lebih tinggi dibandingkan dengan
kotoran padatannya.
Pupuk kandang cair (urine) selain dapat bekerja cepat juga mengandung
hormon tertentu yang ternyata dapat merangsang perkembangan tanaman. Dalam
pupuk kandang cair kandungan unsur N dan K cukup besar (Sutedjo dan
Kartasapoetra, 2002).
Kandungan unsur hara pupuk kandang dapat hilang karena beberapa
faktor, antara lain penguapan, penyerapan, dekomposisi dan penyimpanan. Proses
penguapan dan penyerapan dapat menyebabkan hilangnya kandungan hara N dan
K rata – rata setengah dari semula, sedangkan P sekitar sepertiganya.
Penyimpanan di tempat terbuka dalam waktu lama akan menambah besarnya
kehilangan unsur N. Selain kehilangan dalam bentuk ammonia (menguap), juga
terjadi pencucian senyawa nitrat oleh air hujan. Pencucian ini berlaku juga untuk
unsur K dan P (Musnamar, 2003).
Dari hasil penelitian didapat bahwa urine hewan yang telah difermentasi
dapat digunakan sebagai nutrisi tanaman sebagai alternatif pengganti pupuk
buatan yang semakin hari harganya semakin tinggi sehingga petani tidak mampu
untuk membelinya. Kendala yang ditemui dalam pembuatan nutrisi ini adalah
proses pengambilan urinenya, karena tidak semua hewan jinak mau diperlakukan.
Demikian juga dengan masalah bau yang ditimbulkan merupakan masalah dari
segi estetika (Ginting, 2011).
Botani Tanaman
Bawang merah diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom: Plantae,
Divisio: Spermatophyta, Subdivisio: Angiospermae, Kelas: Monocotyledonae,
Ordo: Liliales, Famili: Liliaceae, Genus: Allium,
Species: Allium
ascalonicum L. (Steenis et al., 2005).
Tanaman mempunyai akar serabut dengan daun berbentuk silinder
berongga. Umbi terbentuk dari pangkal daun yang bersatu dan membentuk batang
yang berubah bentuk dan fungsi, membesar dan membentuk umbi berlapis
(Hervani et al., 2008).
Tanaman bawang merah memiliki batang sejati (discus) yang berada pada
dasar umbi bawang merah, yang berfungsi sebagai tempat melekatnya perakaran
dan mata tunas. Pangkal daun akan bersatu dan membentuk batang semu. Yang
kelihatan seperti batang pada tanaman bawang merah sebenarnya merupakan
batang semu yang akan berubah bentuk dan fungsinya sebagai umbi lapis
(Sinclair, 1998).
Bentuk daun bawang merah memanjang seperti pipa dan berbentuk bulat,
tetapi ada juga yang membentuk setengah lingkaran pada penampang melintang
daun. Bagian ujung daun meruncing, sedangkan bagiaan bawahnya melebar dan
membengkak. Daun berwarna hijau (Brewster, 2008).
Bunga bawang merah merupakan bunga sempurna (hermaphrodites) yang
pada umumnya terdiri dari 5-6 helai benang sari, sebuah putik, dengan daun
bunga yang berwarna putih. Tiap rangkaian (tandan bunga) mengandung 50-200
kuntum bunga. Sebagaimana daunnya, tangkai bunga itu pun merupakan pipa
yang berlubang di dalamnya (Firmanto, 2011).
Biji berwarna hitam, berbentuk tidak beraturan, dan berukuran agak kecil,
sekitar 250 biji tiap gramnya. Biji bawang merah matang sekitar 45 hari setelah
bunga mekar. Daya tumbuh biji dapat tumbuh dengan cepat, kecuali jika biji
disimpan
dalam
kondisi
optimum,
˚C suhu
dan
RH
0
rendah
(Rubatzky dan Yamaguchi, 1998).
Syarat Tumbuh
Iklim
Budidaya bawang merah pada daerah-daerah yang beriklim kering, dengan
suhu udara yang cukup tinggi dan penyinaran matahari yang penuh akan dapat
menyebabkan pertumbuhan tanaman yang optimal. Secara umum tanaman
bawang merah lebih cocok diusahakan secara agribisnis/komersial di daerah
dataran rendah pada akhir musim penghujan, atau pada saat musim kemarau,
dengan penyediaan air irigasi yang cukup untuk keperluan tanaman(Deptan,
2003).
Tanaman ini membutuhkan penyinaran cahaya matahari yang maksimal
(minimal 70% penyinaran), suhu udara 25o–32oC, dan kelembaban nisbi50–70%,
curah hujan 300-2500 mm/th. Tanaman bawang merah masih dapat membentuk
umbi di daerah yang suhu udaranya rata–rata 22oC tetapi hasil umbinya tidak
sebaik di daerah yang suhu udara lebih panas (Sumarni dan Hidayat, 2005).
Tanaman bawang merah cocok tumbuh di dataran rendah sampai tinggi
(0–1000 m dpl), dengan ketinggian optimum untuk pertumbuhan dan
perkembangan bawang merah adalah 0–450 m dpl. Tanaman ini peka terhadap
curah hujan dan intensitas hujan yang tinggi serta cuaca berkabut, juga
memerlukan penyinaran cahaya matahari maksimal (minimal 70% penyinaran)
dengan suhu udara 25-32oC, dan kelembaban nisbi 50-70% (Litbang, 2013).
Tanah
Tanaman
bawang
merah
memerlukan
tanah
berstruktur
remah,
tekstur sedang sampai liat, drainase dan aerasi yang baik, mengandung
bahan organik yang cukup, dan pH tanah netral (5,6-6,5). Tanah yang paling
cocok untuk tanaman bawang merah adalah tanah Aluvial atau kombinasinya
dengan tanah Glei-Humus atau Latosol. Tanah lembab dengan air yang tidak
menggenang disukai oleh tanaman bawang merah (Tim Prima Tani, 2011).
Kemasaman tanah (pH) yang paling sesuai untuk bawang merah adalah
agak masam sampai normal (6,0-6,8). Tanah ber-pH 5,5-7,0 masih dapat
digunakan untuk penanaman bawang merah. Tanah yang terlalu asam dengan pH
di bawah 5,5 banyak mengandung garam aluminium (Al). Garam ini bersifat
racun sehingga dapat menyebabkan tanaman menjadi kerdil. Di tanah yang terlalu
basa dengan pH lebih dari 7, garam mangan (Mn) tidak dapat diserap oleh
tanaman. Akibatnya umbi yang dihasilkan kecil dan produksi tanaman rendah
(Rahayu dan Berlian, 1999).
Jenis Mulsa
Mulsa adalah bahan atau material yang digunakan untuk menutupi
permukaan tanah atau lahan pertanian dengan tujuan tertentu yang prinsipnya
adalah untuk meningkatkan produksi tanaman. Secara teknis, penggunaan mulsa
dapat memberikan keuntungan antara lain, menghemat penggunaan air dengan
laju evaporasi dari permukaan tanah, memperkecil fluktuasi suhu tanah sehingga
menguntungkan pertumbuhan tanaman bawang merah dan mikroorganisme tanah,
memperkecil laju erosi tanah baik akibat tumbukan butir-butir hujan dan
menghambat laju pertumbuhan gulma (Lakitan, 1995).
Mulsa ada dua jenis yaitu mulsa organik dan mulsa anorganik. Mulsa
organik adalah mulsa yang berasal dari sisa panen, tanaman pupuk hijau atau
limbah hasil kegiatan pertanian, yang dapat menutupi permukaan tanah. Seperti
jerami, eceng gondok, sekam bakar dan batang jagung yang dapat melestarikan
produktivitas lahan untuk jangka waktu yang lama (Lakitan,1995).Mulsa
anorganik adalah mulsa yang meliputi semua bahan yang bernilai ekonomis tinggi
seperti plastik dan batuan. Perbedaan penggunaan bahan mulsa akan memberikan
pengaruh yang berbeda pada pertumbuhan dan hasil bawang merah. Keuntungan
dari mulsa organik lebih mudah didapatkan, dan dapat terurai sehingga menambah
kandungan bahan organik dalam tanah (Umboh, 2000).
Hasil penelitian Mayun (2007), terjadi perbedaan yang nyata antara
pemberian mulsa jerami padi (M1) dengan tanpa pemberian mulsa (M0) terhadap
jumlah daun per rumpun pada hasil umbi. Pemberian mulsa jerami padi dapat
meningkatkan hasil umbi kering sebesar 4,49 Kw Ha-1 atau terjadi peningkatan
sebesar 35,13%. Menurut Thomas et al. (1993), fungsi mulsa jerami adalah untuk
menekan pertumbuhan gulma, mempertahankan agregat tanah dari hantaman air
hujan, memperkecil erosi permukaan tanah, mencegah penguapan air, dan
melindungi tanah dari terpaan sinar matahari. Juga dapat membantu memperbaiki
sifat fisik tanah terutama struktur tanah sehingga memperbaiki stabilitas agregat
tanah.
Dengan pemberian mulsa jerami padi sebanyak 10 ton/ha, umbi bawang
merah yang tumbuh dangkal di permukaan tanah menjadi terlindungi dari
pengaruh cuaca dan jasad pengganggu karena kondisi kelembaban tanah dapat
dipertahankan menjadi konstan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
pemberian mulsa 10 ton/ha dapat memberikan konstribusi peningkatan hasil nyata
dengan rata–rata 700 kg/ha atau kenaikan hasil 20 % (Gurning dan Arifin, 1994).
Mulsa jerami padi menurunkan suhu tanah rata-rata 2,5%, sedangkan
mulsa plastik hitam meningkatkan suhu tanah rata-rata 1,3% dibanding tanpa
mulsa. Mulsa jerami padi dan plastik hitam meningkatkan kelembapan air dalam
tanah masing-masing 9,9% dan 9,2% dibanding tanpa mulsa (Ansar, 2012).
Penggunaan mulsa plastik merupakan salah satu cara budidaya yang telah
terbukti dapat meningkatkan hasil tanaman. Warna mulsa plastik yang umumnya
digunakan di Amerika Utara dan Eropa secara komersial adalah warna hitam,
transparan (bening), hijau dan warna perak. Plastik berwarna hitam dapat
menghambat pertumbuhan gulma dan dapat menyerap panas matahari lebih
banyak. Mulsa plastik bening dapat menciptakan efek rumah kaca, sementara
mulsa plastik perak dapat memantulkan kembali sebagian panas yang diserap
sehingga mengurangi serangan kutu daun (aphid) pada tanaman (Mawardi, 2000).
Mulsa plastik hitam perak mampu menciptakan kondisi mikroklimat
menjadi lebih sesuai dengan kebutuhan bawang merah. Mulsa plastik hitam perak
menyebabkan tanah menjadi lembab dan lebih gelap. Kondisi ini mendukung
pertumbuhan perakaran tanaman, sehingga akar mampu menyerap air dan unsur
hara medium. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan mulsa plastik hitam
perak meningkatkan tinggi tanaman, bobot basah, bobot basah dan bobot produksi
bawang merah bila dibandingkan dengan tanpa mulsa berbeda dengan perlakuan
yang lainnya (Tabrani et al., 2005).
Urine Sapi
Pupuk kandang cair merupakan pupuk yang diperoleh dari urin hewan atau
ternak. Urin hewan yang digunakan sebagai pupuk kandang berwarna cokelat
dengan bau menyengat. Bau ini disebabkan oleh kandungan unsur nitrogen
(Novizan, 2007).
Selama ini masih jarang penggunakan urine sapi sebagai pupuk padahal
urine sapi memiliki prospek yang bagus untuk diolah menjadi pupuk cair karena
mengandung unsur-unsur yang lengkap seperti N, P, K, Ca, Mg yang terikat
dalam bentuk senyawa organik. Urine sapi yang paling baik untuk diolah menjadi
pupuk cair adalah urine sapi murni segar (kurang dari 24 jam) yang belum
bercampur dengan cemaran lain yang ada dalam kandang (Sudiro, 2011).
Menurut Sudiro (2011), kandungan zat hara pada urin sapi, nitrogen
1,00%, fosfor 0,50%, kalium 1,50%, dan air sebanyak 95%. Selain itu banyak
penelitian yang melaporkan bahwa urine sapi mengandung zat perangsang
tumbuh yang dapat digunakan sebagai pengatur tumbuh diantaranya adalah IAA.
Karena baunya yang khas urine ternak juga dapat mencegah datangnya berbagai
hama tanaman sehingga urine sapi juga dapat berfungsi sebagai pengendalian
hama tanaman dari serangan.
Berdasarkan hasil pengamatan pada urine yang belum difermentasi dan
urine yang sudah difermentasi terdapat perbedaan kandungan diantara keduanya.
Kandungan urine pada saat sebelum difermentasi yang memiliki kandungan unsur
hara N, P, K adalah 1,1; 0,5; 0,9 dan saat urine setelah difermentasi terjadi
peningkatan kandungan jumlah unsur hara N, P, K,menjadi 2,7; 2,4; 3,8. Pada
proses fermentasi urine terdapat kelebihan jika dibandingkan dengan urine yang
tidak difermentasi, yaitu meningkatkan kandungan hara yang terdapat pada urine
tersebut yang dapat menyuburkan tanaman. Selain itu, bau urine yang telah
difermentasi menjadi kurang menyengat jika dibandingkan dengan bau urine yang
belum difermentasi (Lingga, 1991).
Beberapa keunggulan urine sapi
diantaranya mempunyai kandungan
unsur hara yang lengkap diantaranya N, P, K, Ca, Fe, Mn, Zn, dan Zu. Pemberian
urine sapi dapat memberikan pengaruh pada pertumbuhan akar tanaman. Menurut
Lingga dan Marsono (2008), dari segi kadar haranya, pupuk kandang cair dari
urin sapi memiliki kandungan hara yang lebih tinggi dibandingkan dengan
kotoran padatannya.
Pupuk kandang cair (urine) selain dapat bekerja cepat juga mengandung
hormon tertentu yang ternyata dapat merangsang perkembangan tanaman. Dalam
pupuk kandang cair kandungan unsur N dan K cukup besar (Sutedjo dan
Kartasapoetra, 2002).
Kandungan unsur hara pupuk kandang dapat hilang karena beberapa
faktor, antara lain penguapan, penyerapan, dekomposisi dan penyimpanan. Proses
penguapan dan penyerapan dapat menyebabkan hilangnya kandungan hara N dan
K rata – rata setengah dari semula, sedangkan P sekitar sepertiganya.
Penyimpanan di tempat terbuka dalam waktu lama akan menambah besarnya
kehilangan unsur N. Selain kehilangan dalam bentuk ammonia (menguap), juga
terjadi pencucian senyawa nitrat oleh air hujan. Pencucian ini berlaku juga untuk
unsur K dan P (Musnamar, 2003).
Dari hasil penelitian didapat bahwa urine hewan yang telah difermentasi
dapat digunakan sebagai nutrisi tanaman sebagai alternatif pengganti pupuk
buatan yang semakin hari harganya semakin tinggi sehingga petani tidak mampu
untuk membelinya. Kendala yang ditemui dalam pembuatan nutrisi ini adalah
proses pengambilan urinenya, karena tidak semua hewan jinak mau diperlakukan.
Demikian juga dengan masalah bau yang ditimbulkan merupakan masalah dari
segi estetika (Ginting, 2011).