Sistem Pengelolaan Sampah dan Partisipasi Pedagang untuk Menciptakan Lingkungan Bersih di Pasar Dwikora Kota Pematangsiantar Tahun 2017

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian Sampah
Menurut definisi World Health Organization (WHO), sampah adalah
sesuatu yang tidak digunakan, tidak dipakai, tidak disenangi atau sesuatu yang
dibuang yang berasal dari kegiatan manusia dan tidak terjadi dengan sendirinya.
Menurut Ketentuan Umum Pasal 1 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008
tentang Pengelolaan Sampah, sampah adalah sisa kegiatan sehari-hari manusia
dan/atau proses alam yang berbentuk padat. Sedangkan menurut Peraturan
Menteri Dalam Negeri Nomor 33 Tahun 2010, sampah adalah sisa kegiatan
sehari-hari manusia dan/atau proses alam yang berbentuk padat yang terdiri atas
sampah rumah tangga maupun sampah sejenis sampah rumah tangga.
Menurut Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKMUI), sampah diartikan sebagai sesuatu bahan padat yang terjadi karena
berhubungan dengan aktifitas manusia yang tidak dipakai lagi, tidak disenangi,
dan dibuang secara saniter, kecuali buangan yang berasal dari tubuh manusia.
Menurut Slamet(2009), sampah adalah sisa kegiatan sehari-hari manusia
dan/atau

proses

alam


yang

berbentuk

padat.

Sementara

menurut

Notoatmodjo(2003), sampah adalah suatu bahan atau benda padat yang sudah
tidak dipakai lagi oleh manusia, atau benda padat yang sudah digunakan lagi
dalam suatu kegiatan manusia dan dibuang. Para ahli kesehatan masyarakat
Amerika membuat batasan, sampah(waste) adalah sesuatu yang tidak digunakan,

9
Universitas Sumatera Utara

10


tidak dipakai, tidak disenangi, atau sesuatu yang dibuang yang berasal dari kegiatan
manusia, dan tidak terjadi dengan sendirinya.
Sampah dalam ilmu kesehatan lingkungan sebenarnya hanya sebagian dari
benda atau hal-hal yang dipandang tidak dapat digunakan lagi, tidak dipakai, tidak
disenangi atau harus dibuang sedemikian rupa sehingga tidak sampai mengganggu
kelangsungan hidup(Aswar, 2002).
Dari beberapa pengertian sampah diatas, maka dapat disimpulkan bahwa yang
dimaksud dengan sampah adalah suatu benda yang umumnya berbentuk padat yang
berhubungan dengan aktifitas atau kegiatan manusia, yang tidak digunakan lagi, tidak
disenangi dan dibuang secara saniter, kecuali buangan yang berasal dari tubuh
manusia sehingga tidak sampai mengganggu kelangsungan hidup.
2.2. Penggolongan Sampah Menurut Sumbernya
Berdasarkan sumbernya, sampah dapat dibagi menjadi beberapa bagian,
antara lain:
1. Sampah yang Berasal dari Daerah Pemukiman (Domestic Wastes)
Sampah ini terdiri dari sampah-sampah hasil kegiatan rumah tangga dirumah
seperti sampah-sampah hasil pengolahan makanan, dari halaman dan dari dalam
rumah sendiri, sisa-sisa minyak, kardus bekas, pakaian bekas, bahan bacaan, bekas
lantai/karpet tua, perabotan rumah tangga. Pada sepuluh tahun terakhir ini sampah-


Universitas Sumatera Utara

11

sampah dari alat-alat rumah tangga, kulkas, mesin cuci, alat pemanas air cenderung
meningkatjumlahnya.
2. Sampah yang Berasal dari Daerah Perdagangan
Sampah dari pusat perdagangan atau pasar biasanya terdiri dari: kardus-kardus
yang besar, kotak-kotak pembungkus, kertas-kertas, karbon, pita mesin tik, pita-pita
lainnya. Dalam hal ini termasuk sampah makanan dari kantin dan restauran.
3. Sampah yang Berasal dari Jalan Raya
Sampah yang berasal dari pembersihan jalan-jalan biasanya terdiri dari kertaskertas, kardus-kardus kecil bercampur dengan bebatuan, debu, pasir, benda-benda
yang jatuh dari truk/kendaraan, sobekan-sobekan ban atau onderdil-onderdil yang
jatuh, juga daun-daunan, sampah-sampah yang dibuang dari mobil, kantong-kantong
plastik dan lain-lain.
4. Sampah-Sampah Industri (Industrial Wastes)
Sampah-sampah yang berasal dari daerah industri termasuk sampah yang
berasal dari pembangunan industri tersebut dan segala sampah dari prosesproses
produksi yang terjadi dalam industri tersebut misalnya: sampah-sampah pengepakan

barang, sampah bahan makanan, logam, plastik, kayu, potongan tekstil dan lain-lain.
Termasuk juga disini sampah-sampah dari rumah jagal serta industri daging kaleng.
Beberapa sampah industri dapat bersifat toksis dan berbahaya terhadap kesehatan
manusia.

Universitas Sumatera Utara

12

5. Sampah dari Daerah Pertanian dan Perkebunan (Agriculture Wastes)
Sampah-sampah dari daerah inidapat berupa sampah dari hasil perkebunan
atau pertanian misalnya jerami, sisa sayur mayur, batang jagung, pohon kacangkacangan dan lain-lain yang umumnya jumlahnya cukup besar sewaktu musim panen.
Umumnya sanpah-sampah ini dibakar dan dikembalikan pada tanah pertanian
ataupun dijadikan pupuk untuk pertanian.
6. Sampah yang Berasal dari Daerah Pertambangan
Pertambangan dapat menghasilkan sejumlah sampah yang tergantung pada
jenis usaha tambangnya. Pengumpulan sejumlah mineral yang diproses maupun yang
tidak diproses, mengandung zat-zat kontaminan yang apabila ada hujan dapat
merembes dan membawa zat-zat yang toksik dan berbahaya kesuatu sumber air serta
mencemari sumber air tersebut. Sampah-sampahnya berupa bahan-bahan tambang

disamping sampah-sampah dari aktivitas manusia pengelolanya.
7. Sampah dari Gedung-Gedung atau Perkantoran (Institutional Wastes)
Terdiri dari kertas-kertas, karbon-karbon, pita-pita mesin tik, klip dan lainlain, umumnya bersifat rubbish, kering dan mudah terbakar.
8.

Sampah

dari

daerah

penghancuran

gedung-gedung

dan

pembangunan/pemugaran
Terdiri dari puing-puing, pipa plastik/besi, paku, kayu-kayu, kaca,
kalengkaleng, potongan-potongan besi dan lain-lain.


Universitas Sumatera Utara

13

9. Sampah yang Berasal dari Tempat-Tempat Umum
Contohnya sampah dari tempat-tempat hiburan, tempat-tempat olahraga,
tempat-tempat ibadah dan lain-lain yang dapat berupa kertas, sisa buah-buahan,
plastik dan lain-lain.
10. Sampah yang Berasal dari Daerah Kehutanan
Misalnya sampah hasil dari penebangan kayu ataupun kegiatan reboisasi
hutan sebagian besar terdiri dari sampah daun dan ranting.
11. Sampah yang Berasal dari Pusat-Pusat Pengolahan Air Buangan
Dengan adanya sampah-sampah yang terangkut oleh air maka sampahsampah ini dapat diangkat dari air kotor pada sistem penyaluran atau pengolahan air
kotor, misalnya pada saringan besi. Sampah-sampah dapat berupa plastik, kertas,
kayu dan lain-lain. Disamping itu dihasilkan juga lumpur dari proses pengolahan air
buangan ini.
12. Sampah dari Daerah Peternakan dan Perikanan
Sampah-sampah dari sini dapat berupa kotoran ternak atau sisa-sisa
makanannya ataupun bangkai-bangkai binatang. Dari perikanan misalnya: bangkaibangkai ikan, sisa-sisa makanan ikan atau lumpur.

2.3 Jenis-Jenis Sampah
2.3.1. Berdasarkan Asal Sampah
Menurut Gilbert dkk. dalam Artiningsih (2008), berdasarkan asalnya sampah
padat dapat digolongkan menjadi 2 (dua) yaitu sebagai berikut :

Universitas Sumatera Utara

14

1. Sampah Organik
Sampah organik adalah sampah yang dihasilkan dari bahan-bahan hayati yang
dapat didegradasi oleh mikroba atau bersifat biodegradable. Sampah ini dengan
mudah dapat diuraikan melalui proses alami. Sampah rumah tangga sebagian besar
merupakan bahan organik. Termasuk sampah organik, misalnya sampah dari dapur,
sisa-sisa makanan, pembungkus (selain kertas, karet dan plastik), tepung,
sayuran,kulit buah, daun dan ranting.
2. Sampah Anorganik
Sampah anorganik adalah sampah yang dihasilkan dari bahan-bahan
nonhayati, baik berupa produk sintetik maupun hasil proses teknologi pengolahan
bahan tambang. Sampah anorganik dibedakan menjadi: sampah logam dan produkproduk olahannya, sampah plastik, sampah kertas, sampah kaca dan keramik, sampah

detergen. Sebagian besar anorganik tidak dapat diurai oleh alam/mikroorganisme
secara keseluruhan (unbiodegradable). Sementara, sebagian lainnya hanya dapat
diuraikan dalam waktu yang lama. Sampah jenis ini pada tingkat rumah tangga
misalnya botol plastik, botol gelas, tas plastik, dan kaleng.
2.3.2. Berdasarkan Sifat Fisik
Menurut Gilbert dkk. dalam Artiningsih (2008), berdasarkan keadaan fisiknya
sampah dikelompokkan atas :
1. Sampah basah (garbage)
Sampah golongan ini merupakan sisa-sisa pengolahan atau sisa sisa makanan
dari rumah tangga atau merupakan timbulan hasil sisa makanan, seperti sayur mayur,

Universitas Sumatera Utara

15

yang mempunyai sifat mudah membusuk, sifat umumnya adalah mengandung air dan
cepat membusuk sehingga mudah menimbulkan bau.
2. Sampah kering (rubbish)
Sampah golongan ini memang dikelompokkan menjadi 2 (dua) jenis:
a) Golongan sampah tak lapuk. Sampah jenis ini benar-benar tidak akan bisa lapuk

secara alami, sekalipun telah memakan waktu bertahun-tahun, contohnya kaca
dan mika.
b) Golongan sampah tak mudah lapuk. Sekalipun sulit lapuk, sampah jenis ini akan
bisa lapuk perlahan-lahan secara alami. Sampah jenis ini masih bisa dipisahkan
lagi atas sampah yang mudah terbakar, contohnya seperti kertas dan kayu, dan
sampah tak mudah lapuk yang tidak bisa terbakar, seperti kaleng dan kawat.
2.3.3. Berdasarkan Dapat dan Tidaknya Dibakar
1. Sampah yang mudah terbakar
Sampah yang mudah terbakar, misalnya: kertas, karet, kayu, plastik, kain bekas,
dan sebagainya.
2. Sampah yang tidak dapat terbakar
Sampah yang tidak dapat terbakar misalnya: kaleng-kaleng bekas, besi/logam
bekas, pecahan gelas, kaca, dan sebagainya. (Notoatmodjo, 2003)
2.4 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Jumlah Sampah
Menurut Budiman Candra (2007), faktor-faktor yang memengaruhi jumlah
sampah adalah sebagai berikut :
1. Jumlah Penduduk

Universitas Sumatera Utara


16

Jumlah penduduk bergantung pada aktivitas dan kepadatan penduduk. Semakin
padat penduduk, sampah semakin menumpuk karena tempat atau ruang untuk
menampung sampah kurang. Semakin meningkat aktivitas penduduk, sampah yang
dihasilkan semakin banyak, misalnya pada aktivitas pembangunan, perdagangan,
industri, dan sebagainya.
2. Sistem pengumpulan atau pembuangan sampah yang dipakai
Pengumpulan sampah dengan menggunakan gerobak lebih lambat jika
dibandingkan dengan truk.
3. Pengambilan bahan-bahan yang ada pada sampah untuk dipakai kembali
Metode itu dilakukan karena bahan tersebut masih memiliki nilai ekonomi bagi
golongan tertentu. Frekuensi pengambilan dipengaruhi oleh keadaan, jika harganya
tinggi, sampah yang tertinggal sedikit.
4. Faktor geografis
Lokasi tempat pembuangan apakah di daerah pegunungan, pantai, atau dataran
rendah.
5. Faktor waktu
Bergantung pada faktor harian, mingguan, bulanan, atau tahunan. Jumlah sampah
per hari bervariasi menurut waktu. Contoh, jumlah sampah pada siang hari lebih

banyak dari pada jumlah di pagi hari, sedangkan sampah di daerah perdesaan tidak
begitu bergantung pada faktor waktu.
6. Faktor sosial ekonomi dan budaya
Contoh, adat istiadat dan taraf hidup dan mental masyarakat.

Universitas Sumatera Utara

17

7. Faktor musim
Pada musim hujan sampah mungkin akan tersangkut pada selokan pintu air, atau
penyaringan air limbah.
8. Kebiasaan masyarakat
Contoh jika seseorang suka mengkonsumsi satu jenis makanan atau tanaman
sampah makanan itu akan meningkat.
9. Kemajuan teknologi
Akibat kemajuan teknologi, jumlah sampah dapat meningkat. Contoh plastik,
kardus, rongsokan AC, TV, kulkas, dan sebagainya.
10. Jenis sampah
Makin maju tingkat kebudayaan suatu masyarakat, semakin kompleks pula
macam dan jenis sampahnya.
2.5. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Komposisi Sampah
Komposisi sampah akan dipengaruhi oleh faktor-faktor sebagai berikut:
1. Sumber dari mana sampah tersebut berasal
Komposisi sampah yang berasal dari industrijelas akan berbeda dengan komposisi
sampah dari daerah pemukiman ataupun dari pasar.
2. Aktivitas penduduk
Penduduk yang sebagian besar aktifitasnya adalah pertanian, komposisi sampah
pertanian “garbage” akan lebih besar dari jenis-jenis sampah lainnya. Demikian
juga halnya dengan penduduk yang mempunyai aktifitas perdagangan atau
nelayan dan lain-lain.

Universitas Sumatera Utara

18

3. Sistem pengumpulan dan pembuangan yang dipakai
Sistem yang dipakai akan mempengaruhi komposisi sampah suatu daerah.
Sebagai contoh bila daerah tersebut akan memakai sistem pembuangan dengan
pembakaran (incenerator) maka komposisi yang penting yang perlu diketahui dan
dilakukan yaitu pemisahan antara sampah yang mudah terbakar dan yang sukar
terbakar.Sedangkan bila pemusnahan sampah dengan: ”composting” maka
komposisi sampah yang mudah membusuk dan yang sukar membusuklah yang
perlu diketahui. Juga harus diperhatikan pula sistem pengangkutan yang
digunakan bila diangkut dengan truk pemadat maka sampah-sampah yang
volumenya besar-besar seperti kulkas, mobil bekas dan lain-lain tidak bisa
dimasukkan sehingga harus dipidahkan.
4. Adanya sampah-sampah yang dibuang sendiri atau dibakar.
Contoh “garbage” dahulu kala diberikan pada binatang ternak sehingga jenis ini
akan berkurang pada pengumpulan. Juga pada musim dingin, banyak “rubbish”
dibakar sehingga jumlahnya berkurang. Adanya jenis-jenis bahan tertentu dalam
sampah diambil kembali untuk dijual, misalnya : besi, kertas, beling, plastik,
maka jenis sampah ini akan berkurang jumlahnya.
5. Geografi
Didaerah pegunungan jenis kayu-kayuan akan banyak, sedang didaerah pertanian
jenis “garbage”/sampah pertanian yang banyak. Beda dengan di daerah pantai
simana sampah jenis kerang-kerangan lebih dominan.

Universitas Sumatera Utara

19

6. Waktu
Faktor waktu dapat mempengaruhi komposisi jenis sampah. Misalnya jenis
sampah rumah tangga, pada waktu-waktu

pengolahan makanan, serta

penghidangannya maka jenis “garbage” akan banyak jumlahnya, sedangkan jenis
“rubbish” menurun jumlahnya.
7. Sosial ekonomi
Keadaan sosial ekonomi masyarakat mempunyai pengaruhnya terhadap jenis
sampah yang dihasilkan, misalnya masyarakat yang sosial ekonominya baik maka
jenis kaleng, plastik dan kardus-kardus meningkat dibandingkan dengan
masyarakat golongan rendah dimana jenis sampahnya didominasi oleh jenis daundaunan, kertas dan lain-lain. Juga kadang-kadang kita temukan sampah jenis
kulkas, AC, dan lain-lain yang sulit ditemukan pada masyarakat golongan rendah.
8. Musim/iklim
Pada waktu-waktu musim dingin, musim buah-buahan, musim kemarau, musim
liburan, musim Hari Raya/Adat/Perayaan-perayaan, maka terjadi perubahanperubahan komposisi sampah yang sesuai dengan iklim/musim saat itu.
9. Kebiasaan masyarakatnya
Kembali disini sebagai contoh dapat dikemukakan bahwa pada suku Bali jenis
janur dan sesajen akan meningkat serta pada suku minang, sampah makanan
meningkat. Sedangkan kebiasaan masyarakat yang senang bersantai ria, maka
sampah jenis plastik yang bertambah (bekas-bekas bedak, pakaian dan lain-lain).

Universitas Sumatera Utara

20

10. Teknologi
Teknologi berpengaruh terhadap komponen sampah misalnya peningkatan jenis
sampah plastik, kardus-kardus, karton-karton dalam perkembangan terakhir.
Demikian pula sampah alat-alat elektronik seperti mesin-mesin fotokopi, AC,
kulkas dan lain-lainnya. Juga dengan diciptakannya barang yang bersifat sekali
pakai (disposible), jelas jenis ini akan meningkat berkat kemajuan teknologi.
Sudah barang tentu perubahan komposisi ini tidak hanya pengaruh oleh satu
faktor saja tetapi merupakan gabungan dari faktor-faktor tersebut diatas. Jadi
dengan melihat komposisi sampah ini kita mengetahui kira-kira bahan-bahan apa
yang pat ddidaur ulang (Recycling) kembali. Selanjutnya dapat diketahui jenisjenis sampah lainnya yang harus dikelola, serta dapat dipikirkan kira-kira cara
pembuangan dan pemusnahan sampah yang tepat untuk penanggulangan sampah
pada suatu daerah.
2.6. Pengaruh Pengelolaan Sampah Terhadap Kesehatan, Masyarakat Dan
Lingkungan
2.6.1. Pengaruh Pengelolaan Sampah Terhadap Kesehatan
Menurut Slamet (2009), pengaruh pengelolaan sampah terhadap kesehatan
dikelompokkan menjadi:
1. Efek langsung
Yang dimaksud dengan efek langsung adalah efek yang disebabkan karena
kontak langsung dengan sampah tersebut. misalnya, sampah beracun, sampah yang
korosif terhadap tubuh, yang karsinogenik, teratogenik, dan lainnya. Selain itu ada

Universitas Sumatera Utara

21

pula sampah yang mengandung kuman patogen, sehingga dapat menimbulkan
penyakit. Sampah ini dapat berasal dari sampah rumah tangga selain sampah industri.
2. Efek tidak langsung
Pengaruh tidak langsung dapat dirasakan masyarakat akibat proses
pembusukan, pembakaran, dan pembuangan sampah. Pengaruh terhadap kesehatan
dapat terjadi karena tercemarnya air, tanah, dan udara. Efek tidak langsung lainnya
berupa penyakit bawaan vektor yang berkembangbiak di dalam sampah. Sampah bila
ditimbun sembarangan dapat dipakai sarang lalat dan tikus. Lalat adalah vektor
berbagai penyakit perut. Demikian juga halnya dengan tikus, selain merusak harta
benda masyarakat, tikus juga sering membawa pinjal yang dapat menyebarkan
penyakit Pest.
2.6.2 Pengaruh Pengelolaan Sampah Terhadap Masyarakat
Menurut Budiman Candra (2007) pengelolaan sampah disuatu daerah akan
membawa pengaruh bagi masyarakat yaitu :
1. Sampah dapat dijadikan pupuk
2. Sampah dapat dijadikan sebagai makanan ternak.
3. Dapat menurunkan minat wisatawan untuk berkunjung kedaerah tersebut
karena kondisi lingkungan yang buruk
4. Pengelolaaan sampah yang kurang baik mencerminkan keadaan sosial
5. budaya masyarakat setempat.

Universitas Sumatera Utara

22

2.6.3 Pengaruh Pengelolaan Sampah Terhadap Lingkungan
Menurut Budiman Candra (2007), pengelolaan sampah juga berpengaruh
terhadap lingkungan yaitu :
1. Sampah dapat digunakan untuk menimbun lahan semacam rawa-rawa dan
dataran rendah.
2. Mengurangi tempat untuk berkembangbiak serangga atau binatang pengerat.
3. Keadaan estetika lingkungan yang bersih menimbulkan kegairahan hidup
masyarakat.
4. Pengelolaan sampah yang kurang baik apabila musim hujan sampah akan
menumpuk dan mengakibatkan banjir dan pemcemaran lingkungan.
2.7. Aspek Kelembagaan
Menurut Rahardyan dan Widagdo dalam Artiningsih (2008), Organisasi dan
manajemen merupakan suatu kegiatan yang multi disiplin yang bertumpu pada
prinsip teknik dan manajemen yang menyangkut aspek-aspek ekonomi, sosial budaya
dan kondisi fisik wilayah kota dan memperhatikan pihak yang dilayani yaitu
masyarakat kota. Perancangan dan pemilihan organisasi disesuaikan dengan peraturan
pemerintah yang membinanya, pola sistem operasional yang ditetapkan, kapasitas
kerja sistem dan lingkup tugas pokok dan fungsi yang harus ditangani.
Menurut Syafrudin dan Priyambada dalam Artiningsih (2008), bentuk
kelembagaan pengelola sampah disesuaikan dengan kategori kota. Adapun bentuk
kelembagaan tersebut adalah sebagai berikut:

Universitas Sumatera Utara

23

1. Kota raya dan kota besar (jumlah penduduk > 500.000 jiwa) bentuk lembaga
pengelola sampah yang dianjurkan berupa dinas sendiri.
2. Kota sedang 1 (jumlah penduduk 250.000 – 500.000 jiwa) atau ibu kota propinsi
bentuk lembaga pengelola sampah yang dianjurkan berupa dinas sendiri.
3. Kota sedang 2 (jumlah penduduk 100.000 – 250.000 jiwa) atau kota/kotif bentuk
lembaga yang dianjurkan berupa dinas / suku dinas /UPTD dinas pekerjaaan
umum atau seksi pada dinas pekerjaan umum.
4. Kota kecil (jumlah penduduk 20.000 – 100.000 jiwa) atau kota kotif bentuk
lembaga pengelolaan sampah yang dianjurkan berupa dinas / suku dinas / UPTD,
dinas pekerjaan umum atau seksi pada dinas pekerjaan umum.
Menurut SNI 3242:2008 tentang pengelolaan sampah di pemukiman, aspek
kelembagaan terdiri dari:
a. Penanggung jawab pengelolaan persampahan dilaksanakan oleh :
1. Swasta/developer dan atau.
2. Organisasi kemasyarakatan.
3. Sampah B3-rumah tangga ditangani khusus oleh lembaga tertentu.
b. Tanggung jawab lembaga pengelola sampah permukiman adalah :
1. Pengelolaan sampah di lingkungan permukiman dari mulai sumber sampah
sampai dengan TPS dilaksanakan oleh lembaga yang dibentuk/ditunjuk oleh
organisasi masyarakat permukiman setempat.
2. Pengelolaan sampah dari TPS sampai dengan TPA dikelola oleh lembaga
pengelola sampah kota yang dibentuk atau dibentuk oleh Pemerintah Kota.

Universitas Sumatera Utara

24

3. Mengevaluasi kinerja pengelolaan sampah atau mencari bantuan teknis
evaluasi kinerja pengelolaan sampah.
4. Mencari bantuan teknik perkuatan struktur organisasi.
5. Menyusun mekanisme kerjasama pengelolaan sampah dengan pemerintah
daerah atau dengan swasta.
6. Menggiatkan forum koordinasi asosiasi pengelola persampahan.
7. Meningkatkan kualitas SDM berupa mencari bantuan pelatihan teknis dan
manajemen persampahan ke tingkat daerah.
8. Untuk sampah B3-rumah tangga diatur sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
2.8. Aspek Pembiayaan
Menurut SNI 3242:2008 tentang pengelolaan sampah di pemukiman, aspek
pembiayaan terdiri dari:
1. Program dan Pengembangan Pembiayaan:
a. Peningkatan kapasitas pembiayaan.
b. Pengelolaan keuangan.
c. Tarif iuran sampah.
d. Melaksanakan kesepakatan masyarakat dan pengelola serta konsultasi
masalah prioritas pendanaan persampahan untuk mendapatkan dukungan
komitmen Bupati/Walikota.
2. Sumber Biaya
Sumber biaya berasal dari:

Universitas Sumatera Utara

25

a. Pembiayaan pengelolaan sampah dari sumber sampah di pemukiman sampai
dengan TPS bersumber dari iuran warga.
b. Pembiayaan pengelolaan dari TPS ke TPA bersumber dari retribusi/jasa
pelayanan berdasarkan peraturan daerah/keputusan kepala daerah.
3. Jenis Pembiayaan
Jenis pembiayaan meliputi:
1. Biaya investasi dan depresiasi.
2. Total biaya operasional dan pemeliharaan sampah berasal dari: depresiasi +
biaya operasional dan pemeliharaan.
A. Biaya Investasi
1. Biaya investasi terdiri dari :


Alat pengomposan rumah tangga komunal, wadah sampah komunal.



Alat Pengumpulan (gerobak/beca/motor/mobil bak terbuka bersekat).



Instalasi pengolahan (bangunan, peralatan daur ulang, dan lainnya).

2. Sumber biaya, sumber biaya tergantung dari jenis peralatan yaitu:


Untuk wadah sampah, alat pengomposan, gerobak/beca/motor/ mobil bak
terbuka alat angkut tidak langsung lainnya, dari masyarakat atau swasta.



Untuk pengadaan kendaraan pengumpul secara langsung, TPS, alat
pengangkut sampah berasal dari pemerintah dan atau developer

Universitas Sumatera Utara

26

B. Iuran
1. Iuran dihitung dengan prinsip subsidi silang dari daerah komersil ke daerah non
komersil dan dari pemukiman golongan berpendapatan tinggi ke pemukiman
golongan berpendapatan rendah.
2. Besarnya iuran diatur berdasarkan kesepakatan musyawarah warga.
3. Iuran untuk membiayai reinvestasi, operasi dan pemeliharaan.
C. Retribusi
Retribusi diatur berdasarkan peraturan daerah yang berlaku.
D. Biaya Satuan Pengelolaan Sampah
Biaya satuan pengelolaan sampah sebagai berikut :
a. Biaya per penduduk /tahun.
b. Biaya per m3 atau per ton sampah.
c. Biaya rata-rata per rumah tangga/bulan.
2.9. Aspek Pengelolaan Sampah
Sistem pengelolaan sampah adalah proses pengelolaan sampah yang meliputi
limaaspek/komponen yang saling mendukung dimana antara satu dengan lainnya
saling berinteraksi untuk mencapai tujuan . (SNI 19-2454-2002)
Skema teknik operasional pengelolaan persampahan dapat dilihat pada
Gambar 2.1.

Universitas Sumatera Utara

27

Gambar 2.1. Diagram Teknik Operasional Pengelolaan Persampahan (SNI 192454(2002)
2.9.1. Aspek Teknis Operasional
Aspek teknis operasional pengelolaan sampah perkotaan meliputi dasar-dasar
perencanaan untuk kegiatan-kegiatan pewadahan sampah, pengumpulan sampah,
pengangkutan sampah, pengelolaan sampah ditempat pembuangan akhir. Teknik
operasional pengelolaan sampah perkotaan yang terdiri dari kegiatan perwadahan
sampai dengan pembuangan akhir sampah harus bersifat terpadu dengan melakukan
pemilahan sejak dari sumbernya. (SNI 19-2454-2002).

Universitas Sumatera Utara

28

Tata cara pengelolaan sampah bersifat integral dan terpadu secara berantai
dengan

urutan

yang

berkesinambungan,

yaitu:

penampungan/pewadahan,

pengumpulan, pengangkutan, pembuangan/pengolahan.
1. Penampungan sampah/pewadahan
Proses awal dalam penampungan sampah terkait langsung dengan sumber
sampah adalah penampungan. Penampungan sampah adalah suatu cara penampungan
sebelum dikumpulkan, dipindahkan, diangkut dan dibuang ke TPA. Tujuannya adalah
untuk menghindari agar sampah tidak berserakan sehingga tidak mengganggu
lingkungan (SNI 19-2454-2002). Bahan wadah yang dipersyaratkan sesuai Standard
Nasional Indonesia adalah tidak mudah rusak, ekonomis, mudah diperoleh dan dibuat
oleh masyarakat dan mudah dikosongkan. Sedangkan menurut Syafrudin dan
Priyambada dalam Artiningsih (2008), persyaratan bahan wadah adalah awet dan
tahan air, mudah diperbaiki, ringan dan mudah diangkat serta ekonomis, mudah
diperoleh atau dibuat oleh masyarakat. Macam tempat sampah yang dipakai untuk
penyimpanan sampah ini
banyak ragamnya. Di negara yang telah maju dipergunakan kertas plastik ataupun
kertas tebal. Sedangkan di Indonesia yang lazim ditemui adalah keranjang plastik,
rotan dan lain sebagainya (Aswar, 1990).
Menurut SNI 19- 2454-2002 pola pewadahan sampah dibagi menjadi:
1. Sampah organik seperti daun sisa, sayuran, kulit buah lunak, sisa makanan
dengan wadah warna gelap.

Universitas Sumatera Utara

29

2. Sampah anorganik seperti gelas, plastik, logam dan lainnya, dengan wadah warna
terang.
3. Sampah bahan berbahaya beracun rumah tangga (jenis sampah B3), dengan warna
merah yang diberi lambang khusus atau semua ketentuan yang berlaku.
Adapun syarat-syarat tempat sampah yang dianjurkan adalah:
1. Konstruksinya kuat, jadi tidak mudah bocor, penting untuk mencegah
berseraknya sampah.
2. Tempat sampah mempunyai tutup, tetapi tutup ini dibuat sedemikian rupa
sehingga mudah dibuka, dikosongkan isinya serta dibersihkan. Amat dianjurkan
agar tutup sampah ini dapat dibuka atau ditutup tanpa mengotorkan tangan.
3. Ukuran tempat sampah sedemikian rupa sehingga mudah diangkat oleh satu
orang. Macam tempat sampah yang dipakai untuk penyimpanan sampah ini
banyak ragamnya. Di negara yang telah maju dipergunakan kertas plastik, atau
kertas tebal. Sedangkan di Indonesia yang lazim ditemui adalah keranjang,
plastik, rotan, dan lain sebagainya (Aswar, 1990).
2. Pengumpulan sampah
Pengumpulan sampah yaitu cara atau proses pengambilan sampah mulai dari
tempat penampungan/pewadahan ke gerobak/becak sampah sampai ketempat
pembuangan sementara. Sampah yang disimpan sementara dirumah, kantor atau
restoran, tentu saja selanjutnya perlu dikumpulkan, untuk kemudian diangkut,
dibuang ataupun dimusnahkan. Tempat pengumpulan sampah ini tentunya harus pula
memenuhi syarat kesehatan. Syarat yang dianjurkan ialah sebagai berikut:

Universitas Sumatera Utara

30

a. Dibangun diatas permukaan setinggi kendaraan pengangkut sampah.
b. Mempunyai dua buah pintu, satu untuk tempat masuk sampah dan yang lain
untuk tempat mengeluarkan sampah.
c. Perlu ada lubang ventilasi, bertutup kawat kasa untuk mencegah masuknya
lalat.
d. Didalam rumah sampah harus ada keran air untuk membersihkan lantai.
e. Tidak menjadi tempat tinggal lalat dan tikus.
f. Tempat tersebut mudah dicapai, baik oleh masyarakat yang akan
mempergunakannya ataupun oleh kendaraan pengangkut sampah.
Dalam pengumpulan sampah sebaiknya dilakukan juga pemisahan yang
dikenal dengan dua macam, yaitu:
a. Sistem duet, artinya disediakan dua tempat sampah yang satu untuk sampah
basah dan lain untuk sampah kering
b. Sistem trio, yakni disediakan tiga bak sampah yang pertama untuk sampah
basah, kedua untuk sampah kering yang mudah dibakar serta yang ketiga
untuk sampah kering yang tidak mudah terbakar (kaleng, kaca dan
sebagainya)(Aswar,1990).
Menurut SNI-19-2454-2002, pola pengumpulan sampah pada dasarnya
dikelompokkan dalam dua yaitu :
a. Pola individual
Proses pengumpulan sampah dimulai dari sumber sampah kemudian diangkut
ketempat pembuangan sementara /TPS sebelum dibuang ke TPA.

Universitas Sumatera Utara

31

Sumber

Pengumpulan

Pengangkutan

TPA

Gambar 2.2. Pola Pengumpulan Sampah Individual Tak Langsung
Sumber : SNI 19-2454-2002

1. Pola Individual Langsung
Pola individual langsung adalah cara pengumpulan sampah dari rumahrumah/
sumber sampah dan diangkut langsung ke tempat pembuangan akhir tanpa melalui
proses pemindahan. Pola individual langsung dengan persyaratan sebagai berikut:
a. Kondisi topografi bergelombang (rata-rata > 5%) sehingga alat pengumpul
non mesin sulit beroperasi.
b. Kondisi jalan cukup lebar dan operasi tidak mengganggu pemakai jalan
lainnya.
c. Kondisi dan jumlah alat memadai.
d. Jumlah timbulan sampah > 0,3 m3/hari
2. Pola Individual Tak Langsung
Pola Individual Tak Langsung adalah cara pengumpulan sampah dari masingmasing sumber sampah dibawa ke lokasi pemindahan (menggunakan gerobak) untuk
kemudian diangkut ke tempat pembuangan akhir. Dengan persyaratan sebagai
berikut:
a. Bagi daerah yang partisipasi masyarakatnya rendah.
b. Lahan untuk lokasi pemindahan tersedia.
c. Alat pengumpul masih dapat menjangkau secara langsung.

Universitas Sumatera Utara

32

d. Kondisi topografi relatif datar (rata-rata < 5%).
e. Kondisi lebar jalan dapat dilalui alat pengumpul.
f. Organisasi pengelola harus siap dengan sistem pengendalian.
b. Pola komunal
Pengumpulan

sampah

dilakukan

oleh

penghasil

sampah

ketempat

penampungan sampah komunal yang telah disediakan ke truk sampah yang
menangani titik pengumpulan kemudian diangkut ke TPA tanpa proses pemindahan.

Sumber

Wadah

Tempat
Pembuangan

Pengangkut

Gambar 2.3. Pola Pengumpulan Sampah Komunal
Sumber : SNI 19-2454-2002

1. Pola Komunal Langsung
Pola Komunal Langsung adalah cara pengumpulan sampah dari masingmasing titik wadah komunal dan diangkut langsung ke tempat pembuangan akhir
dengan persyaratan sebagai berikut:
a. Bila alat angkut terbatas.
b. Bila kemampuan pengendalian personil dan peralatan relatif rendah.
c. Alat pengumpul sulit menjangkau sumber-sumber sampah.
d. Peran serta masyarakat tinggi.
e. Wadah komunal mudah dijangkau alat pengangkut.
f. Untuk permukiman tidak teratur.

Universitas Sumatera Utara

33

2. Pola Komunal Tak Langsung
Pola komunal tak Langsung adalah cara pengumpulan sampah dari masingmasing titik wadah komunal dibawa ke lokasi pemindahan (menggunakan gerobak)
untuk kemudian diangkut ke tempat pembuangan akhir. Dengan persyaratan sebagai
berikut:
a. Peran serta masyarakat tinggi.
b. Penempatan wadah komunal mudah dicapai alat pengumpul.
c. Lahan untuk lokasi pemindahan tersedia.
d. Kondisi topografi relatif datar (< 5%).
e. Lebar jalan/gang dapat dilalui alat pengumpul.
f. Organisasi pengelola harus ada.
Menurut SNI 19-2454-2002, perencanaan operasional pengumpulan sebagai
berikut:
1) Rotasi antara 1- 4 /hari
2) Periodisasi: 1 hari, 2 hari atau maksimal 3 hari sekali, tergantung dari kondisi
komposisi sampah, yaitu:
a) Semakin besar presentasi sampah organik, periodisasi pelayanan
maksimal sehari 1 hari.
b) Untuk sampah kering, periode pengumpulannya disesuaikan dengan
jadwal yang telah ditentukan, dapat dilakukan lebih dari 3 hari 1 kali.
c) Untuk sampah B3 disesuaikan dengan ketentuan yang berlaku.
d) Mempunyai daerah pelayanan tertentu dan tetap.

Universitas Sumatera Utara

34

e) Mempunyai petugas pelaksana yang tetap dan dipindahkan secara
periodik.
f) Pembebanan pekerjaan diusahakan merata dengan kriteria jumlah sampah
terangkut, jarak tempuh dan kondisi daerah.
Adapun pelaksana pengumpulan sampah:
1. Pelaksana
Pengumpulan sampah dapat dilaksanakan oleh:
1. Institusi kebersihan kota
2. Lembaga swadaya masyarakat
3. Swasta
4. Masyarakat
2. Pelaksanaan pengumpulan
Jenis sampah yang terpilah dan bernilai ekonomi dapat dikumpulkan oleh
pihak yang berwenang pada waktu yang telah disepakati bersama petugas pengumpul
dan masyarakat penghasil sampah. (SNI 19-2454-2002)
3. Pengangkutan sampah
Pengangkutan adalah kegiatan pengangkutan sampah yang telah dikumpulkan
ditempat penampungan sementara dari tempat sumber sampah ketempat pembuangan
akhir. Berhasil tidaknya penanganan sampah juga tergantung pada sistem
pengangkutan yang diterapkan . pengangkutan sampah yang ideal adalah dengan truk
container tertentu yang dilengkapi pengepres (SNI 19-2454-2002).
Menurut SNI 19-2454-2002 persyaratan alat pengangkut sampah yaitu:

Universitas Sumatera Utara

35

1. Alat pengangkut sampah harus dilengkapi dengan penutup sampah, minimal
dengan jaring.
2. Tinggi bak maksimum 1,6 m.
3. Sebaiknya ada alat ungkit.
4. Kapasitas disesuaikan dengan kelas jalan yang akan dilalui.
5. Bak truk/dasar kontainer sebaiknya dilengkapi dengan pengaman air sampah.
Jenis peralatan dapat berupa:
1. Truk (ukuran besar dan kecil).
2. Dump truk/tripper truk.
3. Armroll truk.
4. Truk pemadat.
5. Truk dengan crane.
6. Mobil penyapu jalan.
7. Truk gandengan.
Pola pengangkutan sampah terdiri dari:
1. Pengangkutan sampah dengan sistem pengumpulan individual langsung (door to
door)
a. Truk pengangkut sampah dari pool menuju titik sumber sampah pertama
untuk mengambil sampah;
b. Selanjutnya mengambil sampah pada titik-titik sumber sampah berikutnya
c. sampai truk penuh sesuai dengan kapasitasnya;
d. Selanjutnya diangkut ke TPA sampah;

Universitas Sumatera Utara

36

e. Setelah pengosongan di TPA, truk menuju ke lokasi sumber sampah
berikutnya, sampai terpenuhi ritasi yang telah ditetapkan.
2. Pengumpulan sampah melalui system pemindahan di transfer depo di tipe I dan II
a. Kendaraan pengangkut sampah keluar dari pool langsung menuju lokasi
pemindahan di transfer depo untuk mengangkut sampah ke TPA.
b. Dari TPA kendaraan tersebut kembali ke transfer depo untuk pengambilan
pada rit berikutnya
3. Untuk pengumpulan sampah dengan sistem container (transfer tipe III), pola
pengangkutannya adalah sebagai berikut:
a. Pola pengangkutan dengan system pengosongan container cara 1 adalah
sebagai berikut:
a) Kendaraan dari pool menuju container isi pertama untuk mengangkut
sampah ke TPA
b) Container kosong dikembalikan ke tempat semula
c) Menuju kekontainer isi berikutnya untuk diangkut ke TPA
d) Container kosong dikembalikan ke tempat semula
e) Demikian seterusnya sampai rit terakhir.
b. Pola pengangkutan dengan system pengosongan container cara 2 adalah
sebagai berikut:
a) Kendaraan dari pool menuju container isi pertama untuk mengangkat
sampah ke TPA

Universitas Sumatera Utara

37

b) Dari TPA kendaraan tersebut dengan container kosong menuju lokasi ke
dua untuk menurunkan container kosong dan membawa container isi
untuk diangkut ke TPA
c) Demikian seterusnya sampai pada rit terakhir
d) Pada rit terakhir dengan container kosong, dari TPA menuju ke lokasi
container pertama, kemudian truk kembali ke pool tanpa container
e) System ini diberlakukan pada kondisi tertentu (missal: pengambilan pada
jam tertentu atau mengurangi kemacetan lalu lintas).
c. Pola pengangkutan sampah dengan sistem pengosongan container cara 3
adalah sebagai berikut:
a) Kendaraan dari pool dengan membawa container kosong dengan menuju
ke lokasi container isi untuk mengganti atau mengambil dan langsung
membawanya ke TPA
b) Kendaraan dengan membawa container kosong dari TPA menuju ke
container isi berikutnya
c) Demikian seterusnya sampai dengan rit terakhir.
4. Pola pengangkutan sampah dengan sistem container tetap biasanya untuk
container kecil serta alat angkut berupa truk pemadat atau dump truk atau trek
biasa.
a. Kendaraan dari pool menuju container pertama, sampah dituangkan ke dalam truk
compactor dan meletakkan kembali container yang kosong.

Universitas Sumatera Utara

38

b. Kendaraan menuju ke container berikutnya sehingga truk penuh, untuk kemudian
langsung ke TPA.
c. Demikian selanjutnya sampai dengan rit terakhir.
4. Pembuangan Akhir Sampah
Tempat pembuangan sampah akhir (TPA) adalah sarana fisik untuk
berlangsungnya kegiatan pembuangan akhir sampah. Tempat menyingkirkan sampah
kota sehingga aman (SK SNI T-11-1991-03). Pembuangan akhir merupakan tempat
yang disediakan untuk membuang sampah dari semua hasil pengangkutan sampah
untuk diolah lebih lanjut. Prinsip pembuangan akhir adalah memusnahkan sampah
domestik disuatu lokasi pembuangan akhir. Jadi tempat pembuangan akhir
merupakan tempat pengolahan sampah.
Pembuangan sampah biasanya dilakukan didaerah yang tertentu sedemikian
rupa sehingga tidak mengganggu kesehatan manusia. Pertimbangan penentuan lokasi
TPA, mengacu kepada Standard Nasional Indonesia dengan penekanan pada
beberapa hal sebagai berikut:
a. Keberadaan dan letak fasilitas publik, perumahan.
b. Ketersediaan dan kesesuaian lahan.
c. Kondisi hidrogeologi.
d. Kondisi klimatologi.
e. Jalur jalan.
f. Kecepatan pengangkutan.
g. Batas pengangkutan (jalan, jembatan, underpass).

Universitas Sumatera Utara

39

h. Pola lalu lintas dan kemacetan.
i. Waktu pengangkutan.
j. Ketersediaan lahan untuk penutup (jika memakai sistem sanitary landfill).
k. Jarak dari sungai.
l. Jarak dari rumah dan sumur penduduk.
Lazimnya syarat yang harus dipenuhi dalam membangun tempat pembuangan
sampah adalah sebagai berikut:
1. Tempat tersebut dibangun tidak dekat dengan sumber air minum atau sumber air
lainnya yang dipergunakan oleh manusia (mencuci, mandi dan lain sebagainya).
2. Tidak pada tempat yang sering terkena banjir.
3. Ditempat-tempat yang jauh dari tempat tinggal manusia.
Adapun jarak yang sering dipakai sebagai pedoman ialah sekitar 2 Km dari
perumahan penduduk, dan sekitar 15 Km dari laut serta sekitar 200 m dari sumber
air.
Faktor-faktor yang mempengaruhi umur teknis tempat pembuangan akhir
sampah (TPA) adalah
a. Volume riil yang masuk kedalam TPA.
b. Pemadatan sampah oleh alat berat.
c. Volume sampah yang diangkut oleh pemulung.
d. Batas ketinggian penumpukan sampah.
e. Ketinggian tanah urugan.
f. Susut alami sampah.

Universitas Sumatera Utara

40

Menurut SNI 19-2454-2002 tentang teknik operasional pengelolaan sampah
perkotaan, secara umum teknologi pengolahan sampah dibedakan menjadi tiga
metode yaitu : Open Dumping, Sanitary Landfill, Controlled Landfill.
a. Metode Open Dumping
Metode open dumping merupakan sistem pengolahan sampah dengan hanya
membuang/menimbun sampah disuatu tempat tanpa ada perlakuan khusus atau sistem
pengolahan yang benar, sehingga sistem open dumping menimbulkan gangguan
pencemaran lingkungan.
b. Metode Sanitary Landfill
Metode pembuangan akhir sampah yang dillakukan dengan cara sampah
ditimbun dan dipadatkan, kemudian ditutup dengan tanah sebagai lapisan penutup.
Pekerjaan palapisan tanah penutup dilakukan setiap hari pada akhir jam operasi.
c. Metode Controlled Landfill
Metode controlled landfill adalah sistem open dumping yang diperbaiki yang
merupakan sistem pengalihan open dumping dan sanitary landfill yaitu dengan
penutupan sampah dengan lapisan tanah dilakukan setelah TPA penuh yang
dipadatkan atau setelah mencapai periode tertentu.
2.10. Pasar
2.10.1. Pengertian Pasar
Menurut Peraturan Menteri Perdagangan (2013), pasar adalah area tempat jual
beli barang dengan jumlah penjual lebih dari satu baik yang disebut sebagai pusat

Universitas Sumatera Utara

41

perbelanjaan, pasar tradisional, pertokoan, mall, plasa, pusat perdagangan maupun
sebutan lainnya.
2.10.2. Klasifikasi Pasar
Klasifikasi pasar dapat dikelompokkan menjadi beberapa macam. Pasar
menurut sifat atau jenis barang yang diperjualbelikan disebut juga pasar konkrit.
Pasar konkrit (pasar nyata) adalah tempat pertemuan antara penjual dan pembeli yang
dilakukan secara langsung. Penjual dan pembeli bertemu untuk melakukan transaksi
jual beli (tawar menawar). Barang-barang yang diperjualbelikan di pasar konkrit
terdiri atas berbagai jenis barang yang ada di tempat tersebut. Contoh pasar konkrit
yaitu pasar tradisional, supermarket, dan swalayan. Namun ada juga pasar konkrit
yang menjual satu jenis barang. Misalnya pasar buah hanya menjual buah-buahan,
pasar hewan hanya melayani jual beli hewan, pasar sayur hanya menjual sayur-mayur
(Adhyzal, 2003). Pasar konkrit pada kenyataannya dapat dikelompokkan menjadi
berbagai bentuk yaitu pasar konkrit berdasarkan manajemen pengelolaan, manajemen
pelayanan, jumlah barang yang dijual, banyak sedikit barang yang dijual, dan ragam
barang yang dijual (Adhyzal, 2003).
1. Berdasarkan manajemen pengelolaan
a. Pasar Tradisional
Pasar tradisional adalah pasar yang dibangun oleh pihak pemerintah, swasta,
koperasi, dan swadaya masyarakat. Tempat usahanya dapat berbentuk toko, kios, los,
dan tenda yang menyediakan barang-barang konsumsi sehari-hari masyarakat. Pasar

Universitas Sumatera Utara

42

tradisional biasanya dikelola oleh pedagang kecil, menengah, dan koperasi. Proses
penjualan dan pembelian dilakukan dengan tawar-menawar.
b. Pasar Modern
Pasar modern adalah pasar yang dibangun oleh pihak pemerintah, swasta, dan
koperasi yang dikelola secara modern. Pada umumnya pasar modern menjual barang
kebutuhan sehari-hari dan barang lain yang sifatnya tahan lama. Modal usaha yang
dikelola oleh pedagang jumlahnya besar. Kenyamanan berbelanja bagi pembeli
sangat diutamakan. Biasanya penjual memasang label harga pada setiap barang.
Contoh pasar modern yaitu plaza, supermarket, hipermart, dan shopping centre.
2. Berdasarkan manajemen pelayanan
a. Pasar Swalayan (Supermarket)
Pasar swalayan adalah pasar yang menyediakan barang-barang kebutuhan
masyarakat, pembeli bisa memilih barang secara langsung dan melayani diri sendiri
barang yang diinginkan. Biasanya barang-barang yang dijual barang kebutuhan
sehari-hari sampai elektronik. Seperti sayuran, beras, daging, perlengkapan mandi
sampai radio dan televisi.
b. Pertokoan (Shopping centre)
Pertokoan (Shopping centre) adalah bangunan pertokoan yang berderet-deret
di tepi jalan. Biasanya atas peran pemerintah ditetapkan sebagai wilayah khusus
pertokoan. Shopping centre berbentuk ruko yaitu perumahan dan pertokoan, sehingga
dapat dijadikan tempat tinggal pemiliknya atau penyewa.

Universitas Sumatera Utara

43

c. Mall/Plaza/Supermall
Mall/plaza/supermall adalah tempat atau bangunan untuk usaha yang lebih
besar yang dimiliki/disewakan baik pada perorangan, kelompok tertentu masyarakat,
atau koperasi. Pasar ini biasanya dilengkapi sarana hiburan, rekreasi, ruang pameran,
gedung bioskop, dan seterusnya.
3. Berdasarkan jumlah barang yang dijual
a. Pasar Eceran
Pasar eceran adalah tempat kegiatan atau usaha perdagangan yang menjual
barang dalam partai kecil. Contoh toko-toko kelontong, pedagang kaki lima,
pedagang asongan, dan sebagainya.
b. Pasar Grosir
Pasar grosir adalah tempat kegiatan/usaha perdagangan yang menjual barang
dalam partai besar, misalnya lusinan, kodian, satu dos, satu karton, dan lain-lain.
Pasar grosir dimiliki oleh pedagang besar dan pembelinya pedagang eceran. Contoh:
pusat-pusat grosir, makro, dan sebagainya (Adhyzal, 2003).
2.10.3. Pasar Sehat
Pasar Sehat adalah kondisi pasar yang bersih, nyaman, aman, dan sehat
melalui stakeholder terkait dalam menyediakan pangan yang aman dan bergizi bagi
masyarakat. Pengembangan pasar sehat adlah strategi sebagai upaya memperkuat
biosekuriti pada rantai pangan yang akan meningkatkan keamanan pangan sejak
produksi hingga konsumsi, mendidik produsen, pemasok, pedagang, konsumen dan
sebagai konsekuensinya, kesadaran mereka akan meningkat terhadap resiko

Universitas Sumatera Utara

44

keamanan pangan seperti kontaminasi silang, penularan flu burung dan penyakit lain
yang dihantarkan pangan, dan perilaku yang beresiko tinggi.
Dertemen Kesehatan (Depkes) sudah memiliki standarisasi mengenai pasar
yang bersih dan sehat, yakni Keputusan
519/MENKES/SK/VI/2008

tentang

pedoman

Menteri Kesehatan RI Nomor
penyelenggaraan

pasar

sehat.

Standarisasi itu dapat digunakan untuk melakukan penilaian awal, fasilitas apa yang
sebaiknya dibenahi terlebih dahulu.
Dalam persyaratan kesehatan lingkungan pasar, ada beberapa hal yang harus
dilakukan dalam pengelolaan sampah, antara lain:
1. Setiap kios/lo/lorong tersedia tempat sampah basah dan kering.
2. Terbuat dari bahan kedap air, tidak mudah berkarat, kuat, tertutup, dan mudah
dibersihkan.
3. Tersedia alat angkut sampah yang kuat, mudah dibersihkan, dan mudah
dipindahkan.
4. Tersedia TPS yang kedap air, kuat, mudah dibersihkan dan mudah dijangkau
petugas pengangkut sampah.
5. TPS tidak menjadi tempat perindukan binatang(vector) penular penyakit.
6. Lokasi TPS tidak berada di jalur utama pasar dan berjarak minimal 10 meter dari
bangunan pasar.
7. Sampah diangkut minimal 1 x 24 jam.

Universitas Sumatera Utara

45

2.11. Pengertian Partisipasi
Menurut Mubyarto yang dikutip oleh Abu Huraerah (2008) partisipasi adalah
tindakan mengambil bagian dalam kegiatan, sedangkan partisipasi masyarakat adalah
keterlibatan masyarakat dalam suatu proses pembangunan di mana masyarakat ikut
terlibat mulai dari tahap penyusunan program, perencanaan dan pembangunan,
perumusan kebijakan, dan pengambilan keputusan. Menurut Sulaiman yang dikutip
oleh Abu Huraerah (2008) partisipasi sosial sebagai keterlibatan aktif warga
masyarakat secara perorangan, kelompok, atau dalam kesatuan masyarakat dalam
proses pembuatan keputusan bersama, perencanaan dan pelaksanaan program serta
usaha pelayanan dan pembangunan kesejahteraan sosial di dalam dan atau di luar
lingkungan masyarakat atas dasar rasa kesadaran tanggung jawab sosialnya.
Menurut Isbandi yang dikutip oleh Abu Huraerah (2008) partisipasi
masyarakat adalah keikutsertaan masyarakat dalam proses pengidentifikasian masalah
dan potensi yang ada di masyarakat, pemilihan dan pengambilan keputusan tentang
alternatif solusi untuk menangani masalah, pelaksanaan upaya mengatasi masalah,
dan keterlibatan masyarakat dalam proses mengevaluasi perubahan yang terjadi.
Menurut Mikkelsen yang dikutip oleh Abu Huraerah (2008) dalam
mendefenisikan partisipasi, Mikkelsen membaginya ke dalam 6 bagian yaitu :
1. Partisipasi adalah kontribusi sukarela dari masyarakat kepada proyek tanpa ikut
serta dalam pengambilan keputusan;

Universitas Sumatera Utara

46

2. Partisipasi adalah “pemekaan” (membuat peka) pihak masyarakat untuk
meningkatkan kemauan menerima dan kemampuan untuk menanggapi proyekproyek pembangunan;
3. Partisipasi adalah keterlibatan sukarela oleh masyarakat dalam perubahan yang
ditentukannya sendiri;
4. Partisipasi adalah suatu proses yang aktif, yang mengandung arti bahwa orang
atau kelompok yang terkait, mengambil inisiatif dan menggunakan kebebasannya
untuk melakukan hal itu;
5. Partisipasi adalah pemantapan dialog antara masyarakat setempat dengan para staf
yang melakukan persiapan, pelaksanaan, monitoring proyek, agar supaya
memperoleh informasi mengenai konteks lokal, dan dampak-dampak sosial;
6. Partisipasi adalah keterlibatan masyarakat dalam pembangunan diri, kehidupan,
dan lingkungan mereka.
Dari beberapa defenisi partisipasi masyarakat yang dikemukakan oleh
beberapa ahli, maka dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan partisipasi
masyarakat adalah sesuatu melibatkan masyarakat bukan hanya kepada proses
pelaksanaan kegiatan saja, tetapi juga melibatkan masyarakat dalam hal perencanaan
dan pengembangan dari pelaksanaan program tersebut, termasuk menikmati hasil dari
pelaksanaan program tersebut. Lebih lanjut secara sederhana partisipasi masyarakat
adalah keterlibatan seseorang (individu) atau sekelompok masyarakat secara sukarela,
dalam suatu kegiatan mulai dari proses perencanaan, pelaksanaan kegiatan, sampai
kepada proses pengembangan kegiatan atau program tersebut.

Universitas Sumatera Utara

47

2.12. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Partisipasi Pedagang
Dikutip dalam Zulkarnaini (2009), Faktor-faktor yang mempengaruhi
partisipasi pedagang dalam pengelolaan sampah di pasar adalah sebagai berikut:
1. Faktor Internal
Faktor Internal yang mempengaruhi tingkat partisipasi pedagang dalam
pengelolaan sampah di pasar, meliputi pendidikan, pendapatan, kepedulian terhadap
sampah, dan pengetahuan tentang sampah.
a) Pendidikan
Salah

satu

tingkat

kesadaran

masyarakat

terhadap

lingkungan

dalam

berpartisipasinya ditentukan oleh tingkat pendidikan.
b) Penghasilan
Penghasilan pedagang dibagi menjadi dua kelompok yaitu pendapatan bersih dari
usaha dan pendapatan sampingan.
c) Kepedulian terhadap Sampah
Kepedulian terhadap sampah meliputi pemisahan bentuk sampah (antara kering
dan basah), sistem pembuangan sampah, dimana sampah terlebih dahulu
dikumpulkan pada wadah kantong plastik atau keranjang bambu, kemudian
diangkut dengan truk.
d) Pengetahuan tentang Sampah
Pengetahuan tentang sampah meliputi jenis sampah, cara pengolahan dan
pemanfaatan sampah, dampak dari sampah terhadap kesehatan, dan dampak dari
sampah terhadap lingkungan.

Universitas Sumatera Utara

48

2. Faktor Eksternal
Faktor eksternal yang mempengaruhi tingkat partisipasi pedagang dalam
pengelolaan sampah di pasar, meliputi :
a. Peraturan,
b. Bimbingan penyuluhan,
c. Kondisi lingkungan,
d. Fasilitas.
3. Partisipasi Pedagang Dalam Pengelolaan Sampah
Partisipasi pedagang dalam pengelolaan sampah meliputi :
a. Kebiasaan mengumpulkan sampah dagangan,
b. Menegur orang membuang sampah sembarangan,
c. Memberikan gagasan untuk kegiatan kebersihan,
d. Menghadiri rapat/pertemuan untuk membicaran masalah kebersihan,
e. Membayar retribusi sampah pasar,
f. Membuang sampah pada tempatnya,
g. Menjaga kondisi kebersihan sampah di tempat berusaha,
h. Menyediakan tempat sampah sementara sendiri,
i. Kerjasama antar pedagang dalam menjaga kebersihan,
j. Melakukan evaluasi bersama terhadap kebersihan di lingkungan sekitar pasar.

Universitas Sumatera Utara

49

2.13.

Kerangka Konsep

1.
2.
3.
4.

Jenis Sampah
Aspek Kelembagaan
Aspek Pembiayaan
Operasional Pengelolaan
Sampah Pasar :
a. Perwadahan Sampah
b. Pengumpulan Sampah
c. Pengangkutan Sampah
d. Pembuangan Sampah
5. Karakteristik Responden
Sistem Pengelolaan Sampah
Pasar Dwikora

1.
2.
3.
4.

Partisipasi Pedagang :
Penyediaan Tempat sampah
Pembuangan Sampah
Pembayaran Retribusi
Peraturan Kebersihan

Gambar 2.5. Skema Kerangka Konsep

Universitas Sumatera Utara