Implementasi Program Keluarga Harapan (PKH) di Kelurahan Indra Kasih Kecamatan Medan Tembung

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kemerdekaan merupakan hasil perjuangan bangsa Indonesia oleh generasi
terdahulu. Namun bukan berarti perjuangan berakhir di titik ini saja, karena akhir
dari perjuangan merebut kemerdekaan menjadi langkah baru bagi generasi
selanjutnya

untuk

mempertahankan serta

mengisi

kemerdekaan

dengan

pembangunan di segala bidang kehidupan. Pembangunan “menurut Sondang P
Siagian (2000 : 4) diartikan sebagai rangkaian usaha mewujudkan pertumbuhan
dan perubahan secara terencana dan sadar yang ditempuh oleh suatu negara

bangsa menuju modernitas dalam rangka pembinaan bangsa. Selain itu
Pembangunan juga dapat diartikan sebagai usaha untuk memajukan kehidupan
masyarakat dan warga negara, itulah sebabnya berkembang pandangan yang
mengatakan bahwa suatu negara modern merupakan suatu negara kesejahteraan
(welfare state).
Pembangunan erat kaitannya dengan pemenuhan kebutuhan masyarakat
agar tercipta sebuah kesejahteraan. Sebagaimana yang tertuang dalam Pembukaan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 alinea 4 (empat)
yang diantaranya menyatakan bahwa tujuan pembangunan nasional Indonesia
yaitu melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia,
memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa. Dalam
mewujudkan

sebuah

kesejahteraan

masyarakat,

pemerintah


harus

juga

memperhatikan masalah kemiskinan. Karena kemiskinan merupakan hal yang

1
Universitas Sumatera Utara

tidak dapat dilepaskan dari masalah pemenuhan kebutuhan hidup seperti
kekurangan bahan pangan, pendidikan, kesehatan, pengangguran, gizi buruk.
Menurut Bappenas dalam Rencana Aksi Nasional Pangan dan Gizi 20112015, kondisi kelompok rentan ibu dan anak masih mengalami berbagai masalah
kesehatan dan gizi, yang ditandai dengan masih tingginya angka kematian ibu dan
angka kematian bayi, prevalensi gizi kurang dan pendek pada anak balita,
prevalensi anemia gizi kurang zat besi pada ibu hamil, gangguan akibat kurang
yodium pada ibu hamil dan bayi serta kurang vitamin A pada anak balita. Pada
tahun 2007 prevalensi anak balita yang mengalami gizi kurang dan pendek
masing-masing 18,4 persen dan 36,8 persen sehingga Indonesia termasuk dalam
36 negara di dunia yang memberi 90 persen kontribusi masalah gizi dunia. (Hasil

laporan UN-SC on Nutrition 2008, dikutip dari Skripsi, Feby Margaret Gultom,
2015).
Kekurangan gizi berdampak buruk pada produktivitas dan daya tahan tubuh
seseorang sehingga menyebabkan orang tersebut terperangkap dalam siklus
kesehatan yang buruk. Seringnya tidak masuk sekolah karena kondisi kesehatan
yang buruk ini dapat menyebabkan anak putus sekolah atau setidaknya kurang
berprestasi di sekolah. Ada juga sebagian dari anak-anak keluarga sangat miskin
sama sekali tidak pernah mengenyam bangku sekolah karena harus membantu
mencari nafkah.
Salah satu tanggung jawab dari negara adalah memperhatikan kehidupan
masyarakatnya untuk sejahtera. UU No. 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan
Sosial menyatakan bahwa kesejahteran sosial merupakan kondisi terpenuhinya

2
Universitas Sumatera Utara

kebutuhan material, spiritual, dan sosial warga negara agar dapat hidup layak dan
mampu mengembangkan diri, sehingga dapat melaksanakan fungsi sosialnya.
Indonesia sebagai negara yang besar dan berpenduduk banyak masih rentan
dengan masalah kesejahteraan masyarakatnya, dimana masih banyaknya

masyarakat miskin yang hidup di negara ini menjadi salah satu indikator dalam
mengatakan bahwasanya negara ini masih belum bisa mensejahterakan warganya.
Kemiskinan diartikan sebagai keadaan dimana terjadi ketidakmampuan untuk
memenuhi kehidupan sehari-hari. Selain itu kemiskinan dapat diartikan sebagai
suatu kondisi ketidakmampuan dalam memenuhi hak-hak dasar dalam rangka
mempertahankan dan mengembangkan kehidupan yang bermartabat.
Masalah kemiskinan adalah masalah paling pokok yang dihadapi suatu
negara, dimana kemiskinan merupakan faktor yang sangat berpengaruh terhadap
kesehatan

dan

pendidikan

warga

negara

itu


sendiri,

ketika

seorang

individu/kelompok yang tergolong dalam kategori masyarakat miskin maka
tingkat kesadaran mereka rendah akan pentingnya kesehatan dan pendidikan,
rendahnya

kesadaran

akan

pentingnya

kesehatan

masyarakat


miskin

mengakibatkan masyarakat tidak terlalu memikirkan akan kesehatan yang harus
tetap terjaga dikarenakan mereka harus bekerja keras, untuk memenuhi kehidupan
mereka sehari-hari saja mereka sulit mendapatkannya.
Sadar dengan keadaan yang seperti ini negara (pemerintah) melakukan
beberapa program penanggulangan kemiskinan, program penanggulangan
kemiskinan merupakan kebijakan-kebijakan yang di keluarkan Pemerintah Pusat
dan akan diturunkan kepada Pemerintah Daerah untuk mengurangi kemiskinan
yang ada di Indonesia. Kartasasmita (1993 : 341) menyebutkan bahwa kebijakan

3
Universitas Sumatera Utara

penanggulangan kemiskinan dapat tertuang dalam tiga arah kebijakan. Pertama,
kebijakan tidak langsung yang diarahkan pada penciptaan kondisi yang menjamin
kelangsungan setiap upaya penganggulangan kemiskinan; kedua, kebijakan
langsung yang ditujukan kepada golongan masyarakat berpenghasilan rendah; dan
ketiga, kebijakan khusus yang dimaksudkan untuk mempersiapkan masyarakat
miskin itu sendiri dan aparat yang bertanggung jawab terhadap kelancaran

program, dan sekaligus memacu dan memperluas upaya penanggulangan
kemiskinan.
Berbagai kebijakan pemerintah dalam menangulangi kemiskinan di
Indonesia pada akhirnya diarahkan kedalam bentuk peningkatan kesejahteraan
dan pengurangan beban penduduk miskin. Dalam rangka penanggulangan
kemiskinan berbasis rumah tangga, Pemerintah meluncurkan program khususnya
yang diberi nama Program Keluarga Harapan (PKH) yang dilaksanakan sejak
tahun 2007 di bawah naungan Kementrian Sosial. Menurut Dirjen Bantuan dan
Jaminan Sosial (Depsos, 2010) PKH dirancang untuk membantu penduduk miskin
kluster terbawah berupa bantuan bersyarat.
Program Keluarga Harapan (PKH) sudah terlebih dahulu dilaksanakan di
berbagai negara, khususnya negara-negara Amerika Latin seperti Meksiko, Brazil,
Turki, Chili, Kolombia, Ekuator, Jamaika, Honduras, Panama, dan Afrika Selatan.
Program ini kemudian menyebar ke negara berpenghasilan rendah lainnya seperti
Nikaragua, Burkina Faso, Leshoto, Kamboja, Pakistan, dan Bangladesh. Bahkan
Amerika sejak tahun 2007 dengan nama program yang bervariasi. Namun secara
konseptuan program ini dikenal sebagai program Conditional Cash Transfers

4
Universitas Sumatera Utara


(CCT), yang diterjemahkan menjadi Bantuan Tunai Bersyarat. Program Keluarga
Harapan (PKH) merupakan suatu program penanggulangan kemiskinan.
Pemerintah Indonesia juga menaruh perhatian terhadap program CCT. Pada
tahun 2007, uji coba CCT yang diberi nama Program Keluarga Harapan
diluncurkan. Program Keluarga Harapan di berbagai negara terbukti berhasil
mengurangi kemiskinan dan meningkatkan akses peserta program terhadap
layanan dasar kesehatan dan pendidikan. Indonesia meluncurkan PKH dengan
harapan mampu memecahkan masalah kemiskinan yang sering dihadapi oleh
rumah tangga miskin. PKH dijadikan sebagai bakal pengembangan system
perlindungan sosial lebih lanjut dan salah satu strategi memerangi kemiskinan.
(dikutip dari www.bappenas.go.id “Deteksi dini dampak program keluarga
harapaan (PKH) terhadap kesehatan dan pendidikan, diakses pada tanggal 01
Maret 2017, pukul 15.00 WIB).
Program ini dilakukan untuk mengurangi angka kemiskinan dan memutus
mata rantai kemiskinan, meningkatkan kualitas sumberdaya manusia, serta
merubah perilaku Keluarga Penerima Manfaat (KPM) yang relatif kurang
mendukung peningkatan kesejahteraan. PKH ini dirancang untuk membantu
penduduk miskin kluster pertama yakni Bantuan Perlindungan Sosial Kelompok
Sasaran. Dalam jangka pendek PKH akan memberikan income effect kepada

Keluarga Penerima Manfaat melalui pengurangan beban pengeluaran rumah
tangga, sedangkan untuk jangka panjang, program ini akan memutus mata rantai
kemiskinan antar generasi melalui peningkatan kualitas kesehatan atau nutrisi,
pendidikan, dan kapasitas pendidikan anak di masa depan (price effect). Dengan
adanya PKH diharapkan Keluarga Penerima Manfaat (KPM) memiliki akses yang

5
Universitas Sumatera Utara

lebih baik untuk memanfaatkan pelayanan sosial dasar, yaitu kesehatan,
pendidikan, dan juga kesejahteraan sosial.
PKH dapat diartikan sebagai suatu program yang memberikan bantuan tunai
kepada Keluarga Penerima Manfaat (KPM), jika mereka memenuhi persyaratan
yang terkait dengan upaya peningkatan kualitas sumberdaya manusia (SDM),
yaitu pendidikan, kesehatan, dan kesejahteraan sosial. Tujuan utama dari PKH
adalah untuk mengurangi kemiskinan dan meningkatkan kualitas sumberdaya
manusia terutama pada kelompok masyarakat miskin penerima manfaat.
Sasaran Program Keluarga Harapan (PKH) adalah Keluarga Penerima
Manfaat (KPM) berdasarkan Basis Data Terpadu. Dalam program PKH ada 3
(tiga) komponen penerima bantuan, yaitu komponen pendidikan, kesehatan, dan

kesejahteraan sosial, didalam komponen kesejahteraan sosial terdapat beberapa
klasifikasi diantaranya adalah disabilitas berat, disabilitas ringan, serta lansia.
Kewajiban peserta PKH di bidang kesehatan meliputi pemeriksaan kandungan
bagi ibu hamil, pemberian asupan gizi dan imunisasi serta timbang badan anak
balita dan anak prasekolah. Sedangkan kewajiban di bidang pendidikan adalah
mendaftarkan dan memastikan kehadiran anggota keluarga PKH ke satuan
pendidikan sesuai jenjang sekolah dasar dan menengah. Khusus anggota keluarga
peserta PKH penyandang disabilitas, kewajibannya disesuaikan dengan kondisi
disabilitasnya. (Buku Pedoman PKH 2016).
Program Keluarga Harapan (PKH) pada Provinsi Sumatera Utara mulai
diberlakukan pada tahun 2008 yang meliputi 3 Kabupaten/Kota yakni Medan,
Nias dan Tapanuli Tengah sebagai daerah percontohan. Sumatera Utara dijadikan
salah satu daerah sasaaran Program Keluarga Harapan (PKH) mengingat jumlah

6
Universitas Sumatera Utara

penduduk miskin di daerah ini masih cukup banyak. Menurut Badan Pusat
Statistik (BPS) jumlah penduduk miskin di Sumatera Utara Mencapai 1.455.900
jiwa pada tahun 2016, kondisi kemiskinan ini menyebabkan banyak kelurga

miskin tidak dapat mengakses pendidikan dan kesehatan secara layak.
(http://sumut.bps.go.id/frontend/linkTableDinamis/view/id/12,

diakses

pada

tanggal 01 Maret 2017 Pukul:22.05 WI).
Medan merupakan salah satu Kota di Sumatera Utara yang mendapat
bantuan Program Keluarga Harapan (PKH). Sebagai Kota terbesar ketiga setelah
Jakarta dan Surabaya, Kota Medan memiliki 2.191.140 jiwa penduduk pada tahun
2014. Kota Medan didukung oleh luas wilayah 265,10 km2 atau 3,6 % dari total
luas wilayah Provinsi Sumtera Utara. Namun demikian, kondisi kemiskinan di
Kota Medan cukup tinggi dimana menurut data BPS Sumut tahun 2014 penduduk
miskin di Kota Medan mencapai 200.150 jiwa.(http://sumut.bps.go.id, diakses
pada tanggal 01 Maret 2017, Pukul:22:45 WIB).
Kota Medan secara administratif pemerintahan saat ini terdiri dari 21
Kecamatan dengan 151 Kelurahan, yang terbagi atas 2.001 lingkungan. Terkait
dengan Program Keluarga Harapan (PKH), ada 11 kecamatan kota Medan yang
menerima bantuan ini yaitu kecamatan Medan Labuhan, Medan Marelan, Medan
Amplas, Medan Tembung, Medan Belawan, Medan Johor, Medan Denai, Medan
Sunggal. Medan Barat, Medan Baru, dan Medan Polonia.
Kelurahan Indra Kasih merupakan salah satu dari beberapa daerah yang
terdaftar menerima bantuan Program Kelurga Harapan (PKH). Kelurahan Indra
Kasih merupakan salah satu kelurahan yang berada di Kecamatan Medan
Tembung. Jumlah penduduk di kelurahan ini mencapai 17.943 penduduk. Kondisi

7
Universitas Sumatera Utara

masyarakat di kelurahan ini masih tergolong kurang mampu, sebagian dari warga
Kelurahan Indra Kasih bermata pencaharian sebagai tukang becak, tukang cuci,
dan buruh, dan bahkan masih banyak yang belum mendapatkan pekerjaan.
Penghasilan yang diperoleh dari pekerjaan tersebut hanya mampu untuk
memenuhi kebutuhan harian penduduk, dan belum bisa membantu untuk biaya
pemeliharaan kesehatan dan pendidikan anak-anaknya. Dengan menyadari kondisi
penduduk tersebut diharapkan program PKH ini dapat membantu masyarakat
penerima bantuan di daerah ini dalam memperbaiki akses di bidang pelayanan
kesehatan dan pendidikan.
Berdasarkan hasil pra observasi pada tanggaal 4 Maret 2017 dalam
pelaksanaan PKH di Kelurahan Indra Kasih ditemukan adanya masalah, yaitu
masih adanya KPM yang tidak komitmen terhadap kewajibannya, sementara hak
mereka sudah mereka dapatkan dengan menerima bantuan. Selain itu mengingat
bantuan PKH ini merupakan bantuan tunai berbentuk uang maka banyak penerima
manfaat tidak memanfaatkan uang ini untuk kegiatan yang menjadi target dalam
program ini, misalnya seperti uang tersebut tidak dipergunakan untuk kebutuhan
sekolah dan pelayanan kesehatan. Diproses penyalurannya terjadi keterlambatan
pencairan yang di terima oleh masyarakat itu sendiri.
Berdasarkan pemaparan masalah di atas maka penulis tertarik untuk
mengetahui secara langsung pelaksanaan Program Keluarga Harapan (PKH) di
Kelurahan Indrakasih Kecamatan Medan Tembung, oleh karena itu penulis
mengambil judul tentang “ Implementasi Program Keluarga Harapan (PKH)
di Kelurahan Indra Kasih Kecamatan Medan Tembung”

8
Universitas Sumatera Utara

1.2 Fokus Penelitian
Dalam penelitian kualitatif perlu dibuat batasan masalah yang berisi fokus
atau pokok masalah yang diteliti. Hal ini bertujuan untuk mempertajam
pembahasan penelitian. Penelitian ini difokuskan untuk mendeskripsikan dan
menganalisis mengenai Implentasi Program Keluarga Harapan (PKH) di
Kelurahan Indra Kasih Kecamatan Medan Tembung.

1.3 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan pada latar belakang , maka yang
menjadi perumusan dalam penelitian ini adalah : “ Bagaimana Implementasi
Program Kelurga Harapan (PKH) di Kelurahan Indra Kasih Kecamatan
Medan Tembung?”

1.4 Tujuan Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan sebagai beikut :
1. Untuk mengetahui sejauhmana pelaksanaan Pogram Keluarga Harapan
(PKH) di Kelurahan Indra Kasih Kecamatan Medan Tembung.
2. Untuk mengetahui kendala-kendala yang terjadi dalam pelaksanaan
Program Keluarga Harapan (PKH) di Kelurahan Indra Kasih Kecamatan
Medan Tembung.

9
Universitas Sumatera Utara

1.5 Manfaat Penelitian
Di samping tujuan yang hendak dicapai melalui penelitian ini, penelitian ini
juga dapat bermanfaat . Adapun manfaat yang ingin dicapai oleh penulis adalah :

1. Secara Subyektif, bermanfaat bagi peneliti untuk mengembangkan dan
melatih kemampuan peneliti dalam menulis karya ilmiah, terutama
dalam menganalisa permasalahan yang terjadi di masyarakat yang ada
kaitannya dengan ilmu yang didapat didalam perkuliahan.

2. Secara Praktis, penelitian ini dapat menjadi masukan yang berguna bagi
kemajuan bagi instansi terkait.

3. Secara Akademis, Penelitian ini diharapkan dapat memberikan
kontribusi dan memperkaya ragam penelitian yang telah dibuat oleh
para mahasiswa bagi Departemen Ilmu Administrasi Negara Fakultas
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara serta dapat
menjadi bahan referensi bagi terciptanya suatu karya ilmiah.

1.6 Kerangka Teori
1.6.1 Kebijakan Publik
1.6.1.1 Definisi Kebijkan Publik
Analisis kebijakan publik berusaha untuk mengkaji berbagi teori dan proses
yang terjadi dalam proses kebijakan publik. Dapat dikatakan bahwa kebijakan
publik tidak lepas dari proses pembentukan kebijakan itu sendiri. Dengan
demikian, salah satu tujuan studi kebijakan publik adalah untuk menganalisis
bagaimana tahapan demi tahapan proses pembentukan kebijakan publik tersebut
sehingga terwujudlah suatu kebijakan publik tertentu.

10
Universitas Sumatera Utara

Kebijakan publik senantiasa berinteraksi dengan dinamika kondisi politik,
ekonomi, sosial, dan kultur tempat kebijakan itu eksis.

Dinamika sosial,
ekonomi, politik dan
budaya

Kebijakan Publik

Gambar 1.1. Dinamika Kebijakan Publik
Dinamika ini merupakan bagian alami dan wajar dari kebijakan publik.
Namun hal yang perlu dicermati, kebijakan publik bukan lah bagian dari politik
semata. Jika kebijkan publik menjadi bagian dari politik saja, kebijakan publik
akan menjadi bagian dari kekuasaan; kebijakan publik menjadi bagian dari selera
kekuasaan. Maka yang terjadi adalah: “nama” nya bukan “kebijakan publik, tetapi
“kebijakan penguasa”. Jadi kebijakan Publik merupakan bagian interaksi politik,
sosial, ekonomi, dan kultural. Bahkan dapat dikatakan kebijakan publik adalah
melting pot atau hasil dinamika politik, sosial, ekonomi, dan kultur tempat
kebijakan itu berada. Maka secara sederhana kebijakan publik digambarkan
sebagai suatu keputusan berdasarkan hubungan kegiatan yang dilakukan oleh
aktor politik guna menentukan tujuan dan mendapat hasil berdasarkan
pertimbangan situasi tertentu.(Nugroho, 2012:93)
Kebijakan publik adalah kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh pemerintah
sebagai pembuat kebijakan untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu di masyarakat

11
Universitas Sumatera Utara

dimana penyusunannya melalui berbagai tahapan. Menurut Anderson (1975)
dalam (Tangkilisan 2003:2)” Kebijakan publik adalah sebagai kebijakankebijakan

yang

dibangun

oleh

badan-badan dan

pejabat-pejabat

pemerintah. Definisi kebijakan publik menurut Anderson dapat diklasifikasikan
sebagai proses management, dimana didalamnya terdapat fase serangkaian kerja
pejabat public. Ketika pemerintah benar-benar bertindak untuk menyelesaikan
persoalan di masyarakat. Definisi ini juga dapat diklasifikasikan sebagai decision
making ketika kebijakan publik yang diambil bisa bersifat positif (tindakan
pemerintah mengenai segala sesuatu masalah) atau negatif (keputusan pemerintah
untuk tidak melakukan sesuatu). Sedangkan Harold Laswell dalam (Nugroho
2012:119) berpedapat bahwa kebijakan publik adalah sebagai suatu program yang
diproyeksikan dengan tujuan tertentu, nilai-nilai tertentu, dan praktik tertentu (a
program of goals,value, and practices) yang artinya suatu program pencapaian
tujuan , nilai-nilai, dan praktek yan terarah. Dalam perspektif analisis kebijakan,
perumus kebijakan harus memahami kebijakan sebagai suatu proses. Artinya
bahwa dalam proses kebijakan publik tersebut banyak pelaku kebijakan yang
terlibat akan membawa nilai dan berbagai kepentingan tersendiri sehingga analisis
kebijakan bukanlah hal yang sederhana.

1.6.1.2 Tahapan – Tahapan Kebijakaan Publik
Tahapan kebijakan adalah rangkaian konsep dan asas yang menjadi
pedoman dan dasar rencana dalam pelaksanaan suatu kebijakan. Istilah ini dapat
diterapkan pada lembaga pemerintahan atau badan publik, organisasi privat dan
organisasi swasta, serta individu. Kebijakan atau strategi kebijakan dapat pula

12
Universitas Sumatera Utara

merujuk pada proses pembuatan keputusan-keputusan

penting organisasi,

termasuk identifikasi berbagai alternatif seperti prioritas program atau
pengeluaran, dan pemilihannya berdasarkan dampaknya. Analisis Kebijakan
diartikan William Dunn sebagai serangkaian aktifitas intelektual yang dilakukan
dalam proses kegiatan yang bersifat politis. Aktifitas politik itu Nampak pada
serangkaian kegiatan yang mencakup penyusunan agenda, formulasi kebijakan,
implementasi kebijakan, dan penilaian kebijakan. Maka dapat dikatakan bahwa
dalam pembuatan kebijakan terdapat empat rangkaian kesatuan penting didalam
analisis kebijakan publik yang perlu dipahami, yaitu penyusunan agenda (agenda
setting), formulasi kebijakan (policy formulation), implementasi kebijakan (policy
implementation).
Dalam hal menganalisis suatu kebijakan merupakan usaha untuk dapat
merekomendasikan kebijakan. Usaha ini berawal dari penyajian yang cermat
terhadap informasi yang menunjukan adanya masalah kebijakan. Informasi ini
kemudian digunakan untuk membuat informasi tentang alternatif kebijakan.
Begitu seterusnya sehingga alternatif ini merupakan suatu siklus. Siklus menurut
William N Dunn dapat digambarkan sebagai berikut :

13
Universitas Sumatera Utara

Kebijakan Kinerja

Evaluasi

Hasil
Kebijakan

Pemantauan

Perumusa
n masalah

Masalah
Kebijakan

Perumusa
n Masalah

Peramalan

Masa Depan
Kebijakan

Rekomendas
i

Aksi Kebijakan

Gambar 1.2. Siklus Kebijakan Publik William Dunn ,1998:24
Berdasarkan gambar di atas, pelaksanaan dari setiap kebijakan pasti
mengandung unsur pengawasan. Teknik pengawasan kebijakan-kebijakan tersebut
benar-benar diimplementasikan sehingga kebijakan tersebut benar benar dapat
dioperasionalkan.
Tahap-tahap kebijakan publik menurut William Dunn adalah sebagai berikut:
1. Penyusunan Agenda (Agenda Setting)
Agenda setting adalah sebuah fase dan proses yang sangat strategis dalam
realitas kebijakan publik. Dalam proses inilah memiliki ruang untuk
memaknai apa yang disebut sebagai masalah publik dan prioritas dalam
agenda publik dipertarungkan. Kelompok masyarakat seperti partai

14
Universitas Sumatera Utara

politik, organisasi masyarakat ataupun kelompok lain yang menyuarakan
isu mereka kepada pemerintah. Issue kebijakan (policy issues) yang
disampaikan bersaing untuk bisa masuk kedalam agenda kebijakan.
Policy issues biasanya muncul karena telah terjadi silang pendapat di
antara para aktor mengenai arah tindakan yang telah atau akan ditempuh,
atau pertentangan pandangan mengenai karakter permasalahan tersebut.
Menurut William Dunn, penyusunan agenda kebijakan harus dilakukan
berdasarkan tingkat urgensi dan esensi kebijakan, juga keterlibatan
stakeholder.
2. Formulasi kebijakan (Policy Formulation)
Masalah yang sudah masuk dalam agenda kebijakan kemudian dibahas
oleh para pembuat kebijakan. Menurut Woll (1966) formulasi kebijakan
berarti pengembangan sebuah mekanisme untuk menyelesaikan masalah
publik. Pemecahan masalah tersebut berasal dari berbagai alternatif atau
pilihan kebijakan yang ada. Sama halnya dengan perjuangan suatu
masalah untuk masuk dalam agenda kebijakan, dalam tahap perumusan
kebijakan masing-masing alternatif bersaing untuk dapat dipilih sebagai
kebijakan yang diambil untuk memecahkan masalah.
3. Adopsi Kebijakan (Policy Adoption)
Tahap Adopsi merupakan tahapan untuk menentukan pilihan kebijakan
melalui dukungan atau pelaku yang terlibat, dukungan yang seperti dari
mayoritas legislatif, consensus antara direktur lembaga dan pengadilan.

15
Universitas Sumatera Utara

4. Implementasi Kebijakan (Policy Implementation)
Pada tahapan ini, kebijakan yang sudah diadopsi kemudian dirangkum
melalui program-program harus diimplementasikan yang dilaksanakan
oleh badan administrasi maupun agen pemerintahan ditingkat bawah.
Pelaksanaan atau implementasi kebijakan dalam konteks manajemen
berada dalam kerangka organizing-leading-controlling. Jadi ketika
kebijakan sudah dibuat, tugas selanjutnya adalah mengorganisasikan,
melaksanakan dan melakukan pengendalian pelaksana.

1.6.2 Implementasi Kebijakan
1.6.2.1 Definisi Implementasi
Implementasi kebijakan dalam artian luas dipandang sebagai alat
administrasi hukum dimana berbagai sistem, organisasi, prosedur dan teknik yang
bekerja bersama-sama untuk menjalankan kebijakan guna meraih dampak atau
tujuan yang diinginkan. Implementasi pada sisi yang lain merupakan fenomena
yang kompleks yang mungkin dapat dipahami sebagai proses, keluaran maupun
sebagai hasil (Winarno, 2002:101). Pressman dan Wildasvky (dalam Putra,
2003:80) mengartikan implementasi sebagai interaksi antara penyusunan tujuan
dengan sarana-sarana tindakan dalam mencapai tujuan tersebut, atau kemampuan
untuk menghubungkan dalam hubungan kausal antara yang diinginkan dengan
cara untuk mencapainya.
Van Meter dan Van Horn (dalam Winarno, 2002:102) membatasi
implementasi kebijakan sebagai tindakan-tindakan yang dilakukan oleh individuindividu atau kelompok-kelompok pemerintah maupun swasta yang diarahkan

16
Universitas Sumatera Utara

untuk mencapai tujuan-tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan dalam keputusankeputusan kebijakan sebelumnya. Sedangkan Fullan (dalam Syaifuddin,2006:100)
memandang sebagai proses menerapkan sebuah ide atau program baru dengan
harapan akan terjaadi sebuah perubahan.
Menurut Jenkis (dalam Parsons, 2005:463) studi implementasi adalah studi
perubahan : bagaimana perubahan terjadi, bagaimana kemungkinan perubahan
bisa dimunculkan. Ia juga merupakan studi tentang mikrostruktur dari kehidupan
politik bagaimana organisasi di luar dan di dalam sistem politik menjalankan
urusan mereka dan berinteraksi satu sama lain, apa motivasi-motivasi mereka
bertindak seperti itu, dan apa motivasi-motivasi lain yang mungkin membuat
mereka bertindak secara berbeda.
Kajian implementasi merupakan suatu proses mengubah gagasan atau
program menjadi tindakan dan bagaimana kemungkinan cara menjalankan
perubahan tersebut. Dalam konteks menajemen, implementasi kebijakan berada di
dalam kerangka organizing-leading-controlling. Jadi ketika kebijakan sudah
dibuat, maka tugas selanjutnya adalah mengorganisasikan, melaksanakan
kepemimpinan untuk memimpin pelaksanaan dan melakukan pengendalian dari
pelaksanaan tersebut. Untuk menganalisis bagaimana proses implementasi
kebijakan tersebut berlansung secara efektif, maka dapat dilihat dari berbagai
model implementasi kebijakan.
Pengkajian mengenai tahap implementasi kebijakan merupakan bagian yang
krusial dalam proses kebijkan publik. Dari proses pengimplementasian kebijakan
ini akan menuntut sebuah konsekuensi-konsekuensi yang akan mempengaruhi
beberapa aspek kehidupan masyarakat. Sebagus apapun sebuah kebijakan tanpa

17
Universitas Sumatera Utara

diikuti pengimplementasiannya yang tidak tepat tidak akan menunjukkan hasil
yang sesuai dengan tujuan yang diharapkan oleh pembuat keputusan..
Pemahaman lebih lanjut tentang konsep implementasi dikemukakan oleh
Lineberry dengan mengutip pendapat Van Meter dan Van Horn yang memberikan
pernyataan bahwa implementasi kebijakan adalah tindakan-tindakan yang
dilaksanakan oleh individu-individu dan kelompok-kelompok pemerintah dan
swasta yang diarahkan pada pencapaian tujuan dan sasaran yang menjadi prioritas
dalam

keputusan

kebijakan.

Secara

sederhana

dapat

dikatakan

bahwa

implementasi kebijakan meliputi semua tindakan yang berlangsung antara
pernyataan atau perumusan kebijakan dan dampak aktualnya.(Putra, 2003:84).
Dalam perumusan suatu kebijakan apakah menyangkut program maupun
kegiatan-kegiatan selalu diiringi dengan suatu tindakan pelaksanaan atau
implementasi. Karena betapapun baiknya suatu kebijakan tanpa implementasi
maka tidak akan banyak berarti. Dalam kaitan seperti ini dikemukakan oleh
Wahab(2008:51), bahwa pelaksanaan kebijakan adalah sesuatu yang penting,
bahkan jauh lebih penting dari pada pembuatan kebijakan. Kebijkasanaan hanya
sekedar impian atau rencana bagus yang tersimpan rapi dalam arsip kalau tidak
mampu diimplementasikan.
Ada beberapa definisi yang dikemukakan oleh para ahli mengengenai
implementasi. Menurut Donald Van Meter dan Carl Van Horn membatasi
implementasi sebagai tindakan-tindakan yang dilakukan oleh individu-individu
atau Kelompok pemerintah dan swasta yang diarahkan untuk mencapai tujuantujuan yang telah ditetapkan dalam keputusan-keputusan sebelumnya. Sedangkan
Daniel A Mazmanan dan Paul A Sabatier yang menyebutkan bahwa implementasi

18
Universitas Sumatera Utara

adalah memahami apa yang senyatanya terjadi sesudah suatu program dinyatakan
berlaku atau dirumuskan merupakan fokus perhatian implementasi kebijaksanaan
yakni kejadian-kejadian dan kegiatan yang timbul sesudah disahkannya pedoman
kebijaksanaan Negara, yang mencakup baik usaha untuk mengadministrasikannya
maupun untuk menimbulkan akibat/dampak nyata pada masyarakat atau kejadian.
(Sumardy dkk (2005).
Dari definisi-definisi diatas, maka penulis menyimpulkan bahwasanya
implementasi adalah kebijakan yang meliputi semua tindakan yang berlangsung
antara pernyataan atau perumusan kebijakan dan dampak yang dihasilkan.
Berkaitan dengan tahap implementasi kebijakan, Tangkilisan (2003:18)
mengemukakan 3 kegiatan yang utama yang paling penting dalam implementasi
yaitu; Penafsiran, yaitu merupakan kegiatan yang menerjemahkan makna
program ke dalam pengaturan yang dapat diterima dan dapat dijalankan;
Organisasi,

yaitu merupakan unit atau wadah untuk menempatkan program

kedalam tujuan kebijakan, dan Penerapan,

yang berhubungan dengan

perlengkapan rutin bagi pelayan, upah dan lain-lainnya.

1.6.2.2 Model – Model Implementasi Kebijakan
Untuk menjalankan kegiatan dalam tahap implementasi tersebut, beberapa
ahli merumuskan model – moel yang dapat digunakan demi lancarnya
implementasi suatu kebijkan. Berikut akan dibahas beberapa model implementasi
yang dikemukakan oleh para ahli :

19
Universitas Sumatera Utara

a. Model Mirelee S. Grindle
Dalam Tangkilisan (2003 : 20) Model ini menyatakan bahwa implementasi
kebijakan ditentukan oleh isi kebijakan dan konteks implementasinya. Ide
dasarnya adalah bahwa setelah kebijakan ditransformasikan, maka implementasi
kebijakan dilakukan. Keberhasilannya ditentukan oleh derajat implementability
dari kebijakan tersebut. isi kebijakan mencakup :
1. Kepentingan – kepentingaan yang dipengaruhi.
2. Tipe – tipe manfaat.
3. Derajat perubahan yang diharapkan.
4. Letak pengambilan keputusan.
5. Pelaksanaan program.
6. Sumber daya yang dilibatkan.
Sementara itu konteks implementasinya adalah : 1. Kekuasaan, kepentingan,
strategi aktor yang terlibat, 2. Karakteristik lembaga dan penguasa, 3. Kepatuhan
dan daya tanggap kelompok sasaran.

b. Model George C. Edward III
Dalam Tangkilisan (2003:12) Model implementasi kebijakan publik yang
dikemukakan oleh Edward menunjuk empat variable yang berperan penting dalam
pencapaian keberhasilan implementasi yaitu :
1. Komunikasi.
Keberhasilan implementasi kebijakan mensyaratkan agar implementor
mengetahui apa yang harus dilakukan. Apa yang menjadi tujuan dan sasaran

20
Universitas Sumatera Utara

kebijakan harus di tranmisikan kepada kelompok sasaran sehingga akan
menguurangi distorsi implementasi.
2. Sumber Daya.
Walaupun isi kebijakan sudah dikomunikasikan secara jelas dan konsisten,
tetapi bila implementor kekurangan sumber daya untuk melaksanakan,
implementasi kebijakan tidak akan berjalan dengan efektif. Sumberdaya tersebut
dapat berwujud sumberdaya manusia, yakni kompetensi implementor, dan
sumberdaya finansial.
3. Disposisi.
Disposisi adalah watak dan karakteristik yang dimiliki implementor, seperti
kejujuran, komitmen, dan sifat demokratis.apabila implementor memilki disposisi
yang baik, maka dia akan dapat menjalankan kebijakan dengan baik seperti apa
yang diinginkan oleh pembuat kebijakan.
4. Struktur birokrasi.
Struktur birokrasi yang nertugas mengimplementasikan kebijakan memiliki
pengaruh yang signifikan terhadap implementasi kebijakan. Salah satu dari aspek
struktur yang paling penting dari setiap organisasi adalah adanya prosedur operasi
yang standar.

c. Model Van Meter dan Van Horn
Model proses implementasi yang diperkenalkan Donald S. Van Meter dan
Carl E. Van Horn tidak dimaksudkan untuk mengukur dan menjelaskan hasil-hasil
akhir dari kebijakan pemerintah, tetapi untuk mengukur dan menjelaskan yang
dinamakan pencapaian program. Perlu diperhatikan bahwa pelayanan dapat

21
Universitas Sumatera Utara

diberikan tanpa mempunyai dampak substansial pada masalah yang diperkirakan
berhubungan dengan kebijakan. Suatu kebijakan mungkin diimplementasikan
secara efektif, tetapi gagal memperoleh dampak substansial karena keadaankeadaan lainnya. Oleh karena itu, pelaksanaan program yang berhasil mungkin
merupakan kondisi yang diperlukan sekalipun tidak cukup bagi pencapaian hasil
akhir secara positif (Winanrno, 2002: 103).
Model yang ditawarkan Van Meter dan Van Horn ini mempunyai 6 (enam)
variabel yang membentuk ikatan (lingkage) antara kebijakan dan pencapaian (
performance) . Variabel-variabel tersebut dijelaskan sebagai berikut (Winarno,
2002: 110-119):
1. Ukuran Dasar dan Tujuan Kebijakan (Sasaran Kebijakan).
Variabel ini didasarkan pada kepentingan utama terhadap sistem-sistem
yang menentukan pencapaian kebijakan. Pencapaian ini menilai sejauh mana
ukuran-ukuran dasar dan tujuan-tujuan kebijakan telah direalisasikan. Ukuran–
ukuran dasar dan tujuan–tujuan berguna di dalam menguraikan tujuan-tujuan
keputusan kebijakan secara menyeluruh. Disamping itu, ukuran–ukuran dasar dan
tujuan-tujuan merupakan bukti itu sendiri dan dapat diukur dengan mudah dalam
beberapa kasus. Misalanya peemerintah berusaha menciptakan lapangan
pekerjaan untuk para pengangguran dengan membuat beberapa proyek padat
karya. Untuk menjelaskan apakah implementasi telah berhasil atau tidak, perlu
ditentukan jumlah pekerjaan yang telah diciptakan, identitas orang-orang
dipekerjakan dan kemajuan proyek-proyek pembangunan yang berhubungan.

22
Universitas Sumatera Utara

2. Sumber-Sumber Kebijakan (Sumber Daya).
Sumber-sumber layak mendapat perhatian karena menunjang keberhasilan
implementasi kebijakan. Sumber-sumber yang dimaksud mencakup dana atau
perangsang (incentive) lain yang mendorong dan memperlancar implementasi
yang efektif, serta siapa yang melaksanakan program.
3. Komunikasi Antar Organisasi Dan Kegiatan-Kegiatan Pelaksanaan
(Komunikasi).
Komunikasi di dalam dan antara organisasi-organisasi merupakan suatu
proses yang kompleks dan sulit. Dalam meneruskan pesan-pesan ke dalam suatu
oraganisasi atau dari suatu organisasi ke organisasinya, para komunikator dapat
menyimpannya atau meyebarluaskannya, baik secara sengaja atau tidak sengaja.
Lebih dari itu, jika sumber-sumber informasi yang berbeda memberikan
interpretasi-interpretasi yang tidak konsisten terhadap ukuran-ukuran dasar dan
tujuan-tujuan atau jika sumber-sumber yang sama memberikan interpretasiinterpretasi yang bertentangan, para pelaksana akan mengahdapi kesulitan yang
lebih besar untuk melaksanakan maksud-maksud kebijakan.
4. Karakteristik Badan-Badan Pelaksana
Pusat perhatian pada agen pelaksana meliputi organisasi formal dan
informal yang akan terlihat pengimplementasian kebijakan publik. Hal ini sangat
penting karena kinerja kebijakan (publik) akan sangat banyak dipengaruhi oleh
ciri – ciri yang tepat serta cocok dengaan paraa agen pelaksanananya, selain itu,
cakupan atau luas wilayah implementasi kebijakan perlu juga diperhitungkan
manakala hendak menentukan agen pelaksana. Semangkin luas cakupan

23
Universitas Sumatera Utara

implementasi kebijakan, mka seharusnya semaking besar pula agen pelaksana
yang terlibat di dalamnya.
5. Kondisi-kondisi ekonomi, sosial dan politik.
Para peminat perbandingan poltik Negara dan kebikan publik secara khusus
tertarik dalam mengidentifikasikan pengaruh variabel-variabel lingkungan pada
hasil-hasil kebijakan. Sekalipun dampak dari sistem - sistem ini pada
implementasi keputusan-keputusan kebijakan mendapat perhatian yang kecil,
namun menurut Van Meter dan Van Horn, sistem - sistem ini mungkin
mempunyai efek yang mendalam terhadap pencapaian badan-badan pelaksana.
6. Disposisi (Sikap Para Pelaksana).
Pada tahap ini pengalaman-pengalaman subyektifitas individu-individu
memegang peranan yang sangat besar. Van Meter dan Van Horn kemudian
mengidentifikasikan

tiga

unsur

tanggapan

pelaksana

yang

mungkin

mempengaruhi kemampuan dan keinginan mereka untuk melaksanakan kebijakan,
yakni: kognisi (komprehensi, pemahaman) tentang kebijakan, macam tanggapan
terhadapnya (penerimaan, netralitas, penolakan) dan intensitas tanggapan itu.
Pemahaman pelaksana tentang tujuan umum maupun ukuran-ukuran dasar dan
tujuan-tujuan kebijakan merupakan suatu hal yang penting. Implementasi
kebijakan yang berhasil harus diikuti oleh kesadaran terhadap kebijakan tersebut
secara menyeluruh. Hal ini berarti bahwa kegagalan suatu implementasi kebijakan
sering diakibatkan oleh ketidaktaatan para pelaksana terhadap kebijakan. Dalam
kondisi seperti ini, persepsi individu memegang peran. Dalam keadaan
ketidaksesuaian kognitif, individu mungkin akan berusaha menyeimbangkan
pesan yang tidak menyenangkan dengan persepsinya tentang apa yang seharusnya

24
Universitas Sumatera Utara

merupakan keputusan kebijakan. Intensitas kecenderungan pelaksanaan inilah
yang akan mempengaruhi pencapaian implementasi.
Menurut Van Meter dan Van Horn, tipe dan tingkatan sumber-sumber yang
disediakan oleh keputusan kebijakan akan mempengaruhi kegiatan-kegiatan
komunikasi dan pelaksanaan. Bantuan teknik dan pelayanan-pelayanan lain hanya
dapat ditawarkan jika ditetapkan oleh keputusan kebijakan dan semangat para
pelaksana hanya dapat dicapai apabila sumber-sumber yang tersedia cukup untuk
mendukung kegiatan tersebut. Pada sisi yang lain, kecenderungan para pelaksana
dapat dipengaruhi secara langsung oleh tersedianya sumber-sumber. Jika jumlah
uang atau sumber-sumber lain dipandang tersedia, maka para pelaksana mungkin
memandang program dengan senang hati dan kemungkinan besar hal ini akan
mendorong ketaatan para pelaksana kebijakan karena mereka berharap akan
memperoleh keuntungan dari sumber-sumber tadi. Hal sebaliknya juga dapat
terjadi, bila suatu program tidak mempunyai cukup sumber-sumber pendukung
dan dengan demikian tidak prospektif, maka dukungan dan ketaatan terhadap
program akan menurun.

d. Model Gogin
Untuk mengimplementasikan kebijakan dengan model Goggin ini dapat
mengidentifikasikan variabel – variabel yang mempengaruhi tujuan – tujuan
formaal pada keseluruhaan implementasinya, yakni :
1. Bentuk dan isi kebijkan termasuk didalamnya kemampuan kebijakan
untuk menstrukturkan proses implementasi.

25
Universitas Sumatera Utara

2. Kemampuan organisasi dengan segala sumber daya berupa dana maupun
insentif lainnya yang akan mendukung implementasi secara efektif.
3. Pengaruh lingkungan dari masyarakat dapat berupa karakteristik,
motivasi, kecendrungan hubungan antara warga masyarakat, termasuk
pola komunikasinya.

e. Model bottom-up yang dikemukakan oleh Smith
Model bootom-up yang dikemukakan oleh Smith dalam (Putra 2003 : 90)
memandang implementasi sebagai proses atau alur. Model proses atau alur yang
dikemukakan oleh Smith ini melihat proses kebijkan dari perspektif perubahan
sosial dan politik, dimana kebijaakan yang dibuat oleh pemerintah bertujuan untuk
mengadakan perbaaikan atau perubahan dalam masyarakat sebaagai kelompok
sasaran. Smith menyatakan bahwa ada 4 variabel yang perlu diperhatikan dalam
proses implementasi kebijakan, yaitu :
1. Idealized policy, yaitu suatu pola interaksi yang diidealisasikan oleh
perumus kebijakan dengan tujuan untuk mendorong, mempengaaruhi dan
merangsang target group untuk melaksanakannya.
2. Target group, yaitu bagian dari policy stakeholders yang diharapkan
dapat mengadopsi pola – pola interaksi sebagaimana yang diharapkan
oleh perumus kebijakan.
3. Implementing organization, yaitu badan – badan pelaksana atau unit –
unit birokrsi pemerintah yang bertanggung jawab dalam implementasi
kebijakan.

26
Universitas Sumatera Utara

4. Environmental factors, yaitu unsur – unsur di dalam lingkungan yang
mempengaruhi implementasi kebijakan (seperti, aspek budaya, sosial,
ekonomi, dan politik).

1.6.2.3 Model Implementasi Kebijakan Yang Relevan Dengan Implementasi
Program Keluarga Harapan (PKH) Di Kelurahan Indra Kasih
Kecamatan Medan Tembung.
Dalam

mengkaji

suatu

proses

kebijakan

yang

sedang

berjalan

(implementasi) dapat dilakukan dengan berbagai model pendekatan seperti yang
telah dijelaskan pada model-model implementasi kebijakan diatas. Sehingga
dengan demikian dapat dilihat pelaksanaan suatu kebijakan dengan variablevariabel dalam model pendekatan tersebut. Dalam penelitian ini, peneliti
menggunakan model implementasi dari Van Meter dan Van Horn, hal yang
mendasari peneliti menggunakan model ini karena berdasarkan data-data serta
permasalahan yang ada di lapangan seperti yang telah dipaparkan dalam latar
belakang dimana permasalahan tersebut berkaitan dengan kondisi masyarakat di
kelurahan ini masih tergolong kurang mampu, sebagian besar dari warga
Kelurahan Indrakaasih bermata pencaharian sebagai tukang becak, tukang cuci,
dan buruh. Penghasilan yang diperoleh dari pekerjaan tersebut hanya mampu
untuk memenuhi kebutuhan hidup penduduk dan belum mampu memenuhi biaya
pemeliharaan kesehatan dan pendidikan anak-anaknya oleh karena itu peneliti
melihat model implementasi ini paling cocok untuk menggambarkan tentang
pelaksanaan Program Keluaga Harapan di Kelurahan Indra Kasih . Untuk

27
Universitas Sumatera Utara

memudahkan dalam menggambarkan Implementasi Program Keluarga Harapan di
kelurahan ini maka dapat dilihat dari vaiabel-variabel berikut ini:
1. Standart dan sasaran kebijakan
Untuk mengukur kinerja implementasi kebijakan tentunya menegaskan
standar dan sasaran tertentu yang harus dipakai oleh para pelaksana kebijakan.
Dengan adanya ketegasan standar dan sasaran kebijakan, maka implementor akan
lebih mudah menentukan atau membuat strategi, bahkan mengarahkan bawahan
dan mengoptimalkan fasilitas yang dibutuhkan. Adapun yang dimaksud dengan
sandar dan sasaran kebijakan dalam penilitian ini adalah :
a. Tujuan atau kepentingan yang terdapat di dalam kebijakan.
b. Manfaat yang dihasilkan dari suatu kebijakan.
c. Kegiatan yang telah dilakukan dalam proses pelaksanaan kebijakan.
2. Komunikasi
Komunikasi diperlukan supaya tercipta konsistensi atau keseragaman dari
ukuran dasar dan tujuan sehingga implementor mengetahui secara tepat ukuran
maupun tujuan kebijakan itu. Komunikasi antar organisasi juga menunjuk adanya
tuntutan saling dukung antar institusi yang berkaitan dengan program/kebijakan.
Komunikasi yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah :
a. Kerjasama para implementor.
b. Intensitas Komunikasi yang dilakukan.
3. Sumber daya
Sumber daya yang memadai baik sumber daya manusia maupun financial
sangat penting dalam menjalankan kebijakan/program.

28
Universitas Sumatera Utara

a. Kemampuan Implementor dalam melaksanakan program, dengan
melihat jenjang pendidikan, pemahaman terhadap tujuan dan sasaran
serta aplikasi detail program, kemampuan menyampaikan program dan
mengarahkan.
b. Ketersediaan Finansial, dengan melihat kebutuhan dana dan besaran
biaya.
4. Karakteristik agen pelaksana
Sikap penerimaan atau penolakan dari (agen) pelaksana akan sangat banyak
mempengaruhi keberhasilan atau tidaknya kinerja kebijakan publik. hal ini sangat
mungkin terjadi oleh karena kebijakan yang dilaksanakan bukanlah hasil
formulasi warga setempat yang mengenal betul persoalan dan permsalahan yang
mereka rasakan. Tetapi kebijakan yang akan implementor laksanakan adalah
kebijakan “dari atas “ (top-down) yang sangat mungkin para pengambil
keputusannya tidak pernah mengetahui kebutuhan, keinginan, atau permasalahan
warga yang ingin diselesaikan.
5. Disposisi
Sikap para implementor sangat dibutuhkan dalam menjalankan ebuah
kebijakan/program. Adapun yang dimaksud dengan sikap implementor yang
ditujukan dalam penelitian ini adalah :
a. Gambaran komitmen dan kejujuran yang dapat dilihat dari konsisitensi
antara pelaksanaan kegiatan dengan guideline yang telah ditetapkan .
b. Sikap demokratis yang dapat dilihat dari proses kerjasama antar
implementor.

29
Universitas Sumatera Utara

6. Kondisi Sosial Dan Ekonomi
Kondisi sosial dan ekonomi menunjuk bahwa kondisi dalam ranah
implementasi dapat mempengaruhi kesuksesan implementasi kebijakan itu
sendiri. Adapun yang dimaksud dalam penelitisn ini adalah :
a. Sumber daya ekonomi lingkungan.
b. Sejauhmana kelompok-kelompok kepentingan memberikan dukungan
bagi implementasi kebijakan.
c. Karakteristik partisipan yang dapat dilihat dalam bentuk dukungan
atau penolakan.
d. Bagaimana sifat opini publik yang ada dilingkungan.

1.6.3 Kemiskinan
1.6.3.1 Definisi Kemiskinan
Siagian (2012:1-2) mengemukakan bahwa kemiskinan merupakan masalah
pribadi, keluarga, masyarakat, negara, bahkan dunia. PBB sendiri memiliki
agenda khusus sehubungan dengan penanggulangaan kemiskinan. Dalam
Millenium Development Goals, institusi sejagat tersebut memiliki target tertentu
sehubungan dengan upaya penyelesaian masalah kemiskinan di muda bumi ini.
Kemiskinan identik dengan suatu penyakit. Oleh karena itu, langkah
pertama penanggulangan kemiskinan adalah memahami kemiskinan sebagai suatu
masalah. Cara berfikir seperti ini mengikuti alur berfikir dalam manajemen
perencanaan strategik. Secara manajemen, memahami suatu masalah berarti telah
menapaki 50% jalan penyelesaian masalah tersebut. Untuk memahami masalah

30
Universitas Sumatera Utara

kemiskinan, kita perlu memandang kemiskinan itu dari 2 aspek, yakni kemiskinan
sebagai suatu kondisi dan kemiskinan sebagai suatu proses.
Sebagai suatu kondisi, Kemiskinaan adalah suatu fakta dimana seseorang
atau sekelompok orang yang hidup dibawah atau lebih rendah dari kondisi hidup
layak sebagai manusia disebabkan ketidakmampuan dalam memenuhi kebutuhan
hidupnya.
Sementara sebagai suatu proses, kemiskinan adalah proses menurunnya
daya dukung terhadap hidup seseorang atau sekelompok orang sehingga pada
gilirannya seseorang atau sekelompok tersebut tidak mampu memenuhi kebutuhan
hidupnya dan tidak pula mampu mencapai taraf kehidupan yang dianggap layak
sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai manusia.
Dalam Siagian (2012 : 5-6) Mencher (2001) mengemukakan, bahwa
kemiskinan adalah gejala penurunan kemampuan seseorang atau sekelompok
orang atau wilayah sehingga mempengaruhi daya dukung hidup seseorang atau
sekelompok orang tersebut, dimana pada suatu titik waktu yang secara nyata
mereka tidak mampu mencapai kehidupan yang layak. Hal yang paling menarik
dari apa yang di kemukakan Mencher adalah bahwa dalam upaya mencapai taraf
hidup yang layak, seseorang atau sekelompok orang membutuhkan dukungan,
baik dari diri sendiri (faktor internal) ataupun wilayah (faktor eksternal). Wilayah
yang menjadi tempat dimana seseorang hidup diharapkan memberikan dukungan
bagi seseorang atau sekelompok orang itu untuk mencapai taraf hidup yang
dianggap layak.
BAPPENAS (2004) mendefenisikan kemiskinan sebagai kondisi dimana
seseorang atau sekelompok orang, laki-laki dan perempuan tidak mampu

31
Universitas Sumatera Utara

memenuhi hak-hak dasarnya untuk mempertahankan dan mengembangkan
kehidupan yang bermartabat. Hak-hak dasar tersebut antara lain, terpenuhinya
kebutuhan pangan, kesehatan, pendidikan, pekerjaan, perumahan, air bersih,
pertanahan, sumberdaya alam, dan lingkungan hidup, rasa aman dari perlakuan,
atau ancaman tindakan kekerasan dan hak untuk berpartisipasi dalam kehidupan
politik.(Bappenas.go.id, diakses pada tanggal 8 Maret, pukul 10.00 WIB).

1.6.3.2 Gejala – Gejala Kemiskinan
Salah satu caara dan langkah pemahaman kemiskinan adalah melalui
penelusuran gejala – gejala kemiskinan menurut (siagian 2012:16), seperti :
1. Kondisi kepemilikan faktor produksi
Kemiskinan tidak datang secara serta merta. Demikian halnya dengan
pendapatan, juga tidak datang secara serta merta. Semuanya melalui saluran,
sumber dan proses tertentu. Dengan demikian, salah satu pendekatan untuk
mengetahui kemiskinan adalah mengetahui pekerjaan atau mata pencaharian, apa
alat atau faktor yang digunakan dan bekerja dalam upaya mendapatkan pencarian
itu.
2. Angka ketergantungan penduduk
Secara teoritis memang dikenal banyak sumber pendapatan, seperti hasil
usaha atau keuntungan, upah, bunga tabungan dan lain – lain. Namun mayoritas
masyarakat, ada satu kalimat yang berlaku secara umum : orang hanya akan
memiliki pendapatan bila bekerja. Minnimnya lapangan pekerjaan yang
ditawarkan suatu negara mengakibatkan ketergantungan masyarakat terhadap
pekerjaan itu sendiri semangin tinggi.

32
Universitas Sumatera Utara

3. Kekurangan gizi
Kebutuhan fisik merupakan kebutuhan yang paling utama. Oleh karena itu,
tidak terpenuhinya kebutuhan fisik yang mengakibatkan seseorang atau
sekelompok orang itu teridentifikasi kekurangan gizi menjadi gejala betapa
miskinnya seseorang atau sekelompok orang itu.
4. Pendidikan yang rendah
Di usia kemerdekaan negara ini, kesadaran akan pentingnya pendidikan
mangkin meningkat. Oleh karena itu, rendahnya pendidikan yang dimiliki
masyarakat dalam jumlah yang masih cukup banyak terutama bukanlah
disebabkan oleh kesadaran atas pendidikan yang rendah, melainkan disebabkan
oleh ketidakmampuan masyarakat dalam mendapatkan pendidikan.

1.6.3.3 Tipe Tipe Kemiskinan
Ada tiga tipe orang miskin berdasarkan pada pendapatan yang diperoleh
setiap orang dalam setiap tahun menurut (Siagian 2012:70), yaitu :
1. Miskin. Orang miskin yang berpenghasilan jika diwujudkan dalam
bentuk beras adalah 320 kg/orang/tahun.
2. Sangat miskin. Orang yang dikatakan sangat miskin adalah orang yang
berpenghasilan jika diwujudkan dalam beras adalah 240 kg/orang/tahun.
3. Termiskin. Orang miskin yang berpenghasilan jika diwujudkan dalam
bentuk beras adalah 180 kg/orang/tahun.
Kemiskinan berdasarkan penyebab terjadinya, kemiskinan terdiri dari :
Kemiskinan natural adalah keadaan miskin karena

dari awalnya

memangmiskin. Kelompok masyarakat tersebut menjadi miskin karena tidak

33
Universitas Sumatera Utara

memiliki sumberdaya yang memadai baik sumberdaya alam, sumberdaya manusia
maupun sumberdaya pembangunan, atau kalaupun mereka ikut serta dalam
pembangunan, mereka hanya mendapat imbalan pendapatan yang rendah.
kemiskinan natural adalah kemiskinan yang disebabkan oleh faktor-faktor alamiah
seperti karena cacat, sakit, usia lanjut atau karena bencana alam.
Kemiskinan kultural adalah kemiskinan yang mengacu pada persoalan sikap
seseorang atau masyarakat yang disebabkan oleh faktor budaya, seperti tidak mau
berusaha memperbaiki tingkat kehidupan, malas, pemboros, tidak kreatif
meskipun ada bantuan dari pihak luar.
Kemiskinan struktural adalah situasi miskin yang disebabkan karena
rendahnya akses terhadap sumber daya yang terjadi dalam suatu sistem sosial
budaya dan sosial politik yang tidak mendukung pembebasan kemiskinan, tetapi
seringkali menyebabkan suburnya kemiskinan.

1.6.4 Progam Penanggulangan Kemiskinan
1.6.4.1 Program Penanggulangan Kemiskinan
Beberapa program yang tengah digalakkan oleh pemerintah dalam
menanggulangi kemiskinan antara lain dengan memfokuskan arah pembangunan
pada tahun 2008 pada pengentasan kemiskinan. Fokus program