Pola Rekrutmen Partai Politik (Studi Tentang Penetapan Calon Kepala Daerah oleh DPC Partai Aceh Pada Pilkada 2017 di Aceh Tengah)

BAB II
DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN
2.1. Demografi Provinsi Aceh
Daerah Aceh terletak dikawasan paling ujung dari bagian utara pulau
Sumatera dengan luas areal 58.357.63 km2. Letak geografis provinsi Aceh terletak
antara 2o – 6o Lintang Utara dan 95o – 98o Lintang Selatan dengan ketinggian rata
– rata 125 m diatas permukaan laut. Provinsi paling barat Indonesia ini berbatasan
dengan Selatan Malaka di Sebelah Utara dan Timur. Kemudian disebelah selatan
Provinsi Sumatera Utara menjadi batas daerahnya. Dan disebelah barat, Provinsi
Aceh berbatasan dengan Samudera Indonesia.
Letak geografis Provinsi Aceh dikelilingi oleh perairan, satu – satunya
hubungan darat hanyalah dengan Provinsi Sumatera Utara. Sehingga membuat
provinsi ini memiliki ketergantungan yang kuat dengan provinsi Sumatera Utara.
Secara administratif Aceh kini terdiri dari 5 kota

dan 18 kabupaten, yakni

Simeuleu, Aceh Singkil, Aceh Selatan, Aceh Tenggara, Aceh Timur, Aceh
Tengah, Aceh Barat, Aceh Besar, Aceh Pidie, Aceh Jeumpa, Aceh Utara, Aceh
Barat Daya, Gayo Luwes, Aceh Tamiang, Nagan Raya, Aceh Jaya, Bener Meriah,
Pidie Jaya, Kota Banda Aceh, Kota Sabang, Kota Langsa, Kota Lhokseumawe,

dan Kota Subulussalam.

Universitas Sumatera Utara

2.1.1. Demografi Kabupaten Aceh Tengah

Kabupaten Aceh Tengah adalah salah satu kabupaten di Provinsi Aceh,
Indonesia.Ibu kotanya adalah Takengon.Secara geografi, Kabupaten Aceh Tengah
berada di kawasan Dataran Tinggi Gayo. Kabupaten lain yang berada di kawasan
ini adalah Kabupaten Bener Meriah serta Kabupaten Gayo Lues. Tiga kota
utamanya yaitu Takengon, Blang Kejeren, dan Simpang Tiga Redelong. Jalan
yang menghubungkan ketiga kota ini melewati daerah dengan pemandangan yang
sangat indah. Pada masa lalu daerah Gayo merupakan kawasan yang terpencil
sebelum pembangunan jalan dilaksanakan di daerah ini.

Kedatangan kaum kolonial Hindia Belanda sekitar tahun 1904, tidak
terlepas dari potensi perkebunan Tanah Gayo yang sangat cocok untuk budidaya
kopi arabika, tembakau dan damar.Pada periode itu wilayah Kabupaten Aceh
Tengah dijadikan Onder Afdeeling Nordkus Atjeh dengan Sigli sebagai
ibukotanya.Dalam masa kolonial Hindia Belanda tersebut di kawasan Takengon

didirikan sebuah perusahaan pengolahan kopi dan damar. Sejak saat itu pula
kawasan Takengon mulai berkembang menjadi sebuah pusat pemasaran hasil
bumi Dataran Tinggi Gayo, khususnya sayuran dan kopi
Setelah kemerdekaan Republik Indonesia diproklamasikan pada 17
Agustus 1945, sebutan tersebut berganti menjadi wilayah yang kemudian berubah
lagi menjadi kabupaten. Aceh Tengah berdiri sebagai satuan administratif pada
tanggal 14 April 1948 berdasarkan Oendang-Oendang Nomor 10 Tahoen 1948

Universitas Sumatera Utara

dan dikukuhkan kembali sebagai sebuah kabupaten pada tanggal 14 November
1956 melalui Undang-Undang Nomor 7 (Darurat) Tahun 1956. Wilayahnya
meliputi tiga kawedanan, yaitu Kawedanan Takengon, Kawedanan Gayo Lues,
dan Kawedanan Tanah Alas.

Kabupaten Aceh Tengah memiliki beberapa perguruan tinggi negeri dan
swasta, diantaranya, Sekolah Tinggi Agama Negeri Gajah Putih Takengon,
universitas Universitas Gajah Putih Takengon, Sekolah Tinggi Ilmu Hukum
Muhammadiyah


(STIHMAD,

Sekolah

Tinggi

Ilmu

Kependidikan

Muhammadiyah, Perguruan Tinggi Al-Wasliyah. Masyarakat Aceh Tengah
memiliki tradisi tahunan pada saat perayaan proklamasi Indonesia yaitu pacu kuda
tradisional.Hal yang unik dari pacu kuda tradisional ini adalah jokinya yang muda
berumur antara 10-16 tahun. Selain itu, joki juga tidak menggunakan sadel dan
mulai tahun 2011, Pacuan Kuda diselengarakan 2 kali dalam setahun, di bulan
Agustus pada saat perayaan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, dan bulan
Februari untuk memperingati hari ulang tahun kota Takengon yang jatuh pada
tanggal 17 Februari setiap tahunnya

Sebagian besar masyarakat Kabupaten Aceh Tengah berprofesi sebagai

petani dan pekebun.Kabupaten Aceh Tengah menghasilkan salah satu jenis kopi
arabika terbaik di dunia dengan luas lahan mencapai 48.300 Hektar, dengan ratarata produksi per hektare sebanyak 720 kilogram.Komoditas penting selain kopi

Universitas Sumatera Utara

adalah tebu dengan luas areal 8.000 Hektar, serta kakao seluar 2.322 hektare,
kemudian terdapat pula tanaman sayur mayur dan palawija.

Sebagian besar penduduknya berasal dari suku Gayo. Selain itu terdapat
pula suku-suku lainnya, seperti Suku Aceh, Suku Jawa, Suku Minang, Suku
Batak, Suku Tionghoa. 99 persen masyarakat Aceh Tengah beragama Islam.Pada
umumnya, orang Gayo, dikenal dari sifat mereka yang sangat menentang segala
bentuk penjajahan.Daerah ini dulu dikenal sebagai kawasan yang sangat
menentang pemerintahan kolonial Belanda.Masyarakat Gayo adalah penganut
Islam yang kuat.Masyarakat di Gayo banyak yang memelihara kerbau, sehingga
ada yang mengatakan jika melihat banyak kerbau di Aceh maka orang itu sedang
berada di Gayo.

2.2. Sejarah Berdirinya Partai Aceh
Aceh merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memperoleh status

sebagai daerah dengan otonomi khusus pada tahun 2001. Diantara daerah – daerah
lain di Indonesia, Aceh merupakan daerah yang sering mengalami pergolakan.
Terhitung sejak Negara Indonesia merdeka pada tahun 1945 berbagai
pemberontakan untuk memisahkan diri dari Negara kesatuan Republik Indonesia
maupun gerakan separatis telah terjadi didaerah tersebut. Aceh adalah daerah
daerah dengan karakteristik unik yang tidak terdapat didaerah lain di wilayah
negara Indonesia. Sejak awal, ada banyak perdebatan mengenai posisi Aceh

Universitas Sumatera Utara

didalam NKRI. Sebagian mengatakan bahwa keberadaan itu adalah tidak sah dan
mengingkari kehendak orang Aceh bahkan sejarah Aceh yang memang
merupakan satu identitas politik tersendiri, sementara identitas Indonesia adalah –
meminjam Hasan Tiro – suatu identitas buatan yang datang belakangan dan rapuh.
Karenanya, keduanya tidak

mungkin diperbandingkan, apalagi disandingkan.

Kelompok pemikiran ini tentu bahkan menganggap penggabungan Aceh kedalam
Indonesia sebagai suatu pilihan politik pencaplokan.27

Selama seperempat abad, masyarakat Aceh percaya bahwa mereka adalah
bagian dari sebuah negeri, negera merdeka.Sebelum negara berdaulat dikenal
sebagai konsep politik, masyarakat Aceh telah menjalin kerjasama semacam
hubungan diplomatik dengan berbagai negara didunia, baik dalam bentuk
perdagangan, maupun perjanjian – perjanjian. Aceh menganggap dirinya adalah
negara merdeka yang memiliki pilihan untuk bersekutu atau tidak dengan negara
lain. Pada saat banyak penguasa daerah lain memilih untuk bekerjasama daripada
berhadapan dengan Belanda, kesultanan Aceh justru melakukan perjanjian
pertahanan bersama dengan Amerika Serikat pada tahun 1873 dan melakukan
perang dengan Belanda selama kurun waktu tahun 1873 – 1914 yang dilanjutkan
dengan perang melawan Jepang. 28

Ahmad Taufan Damanik. Hasan Tiro: Dari Imajinasi Negara Islam ke Imajinasi Etno – Nasionalis. 2001,

27

Jakarta: Friedrich Ebert Stiftung (FES) dan Acheh Feature Institute (AFI), Hal. 5
Skripsi Syamsuddin Bahrun “Dinamika Partai Politik Lokal “Analisis Partai Aceh dan Penerapan Syari’at

28


Islam” Hal. 43 diakses pada 22 Juni 2017 Pukul 32.00 WIB

Universitas Sumatera Utara

Rasa dendam rakyat Aceh yang begitu berakar terhadap Belanda telah
dinyatakan dan dianjurkan dengan sangat jelas dalam salah satu bait Hikayat
Perang Sabil. Bait yang berbunyi: “bek tameugot ngon Beulana’a kaphee, musoh
sabee meupusaka” (jangan bersahabat dengan Kafir Belanda, musuh kita turun
temurun) itu mendorong rakyat Aceh untuk terus memusuhi kekuasaan Belanda.29
Rasa dendam itu kemudian disalurkan kedalam usaha untuk mendapat bantuan
Jepang, begitu pasukan tersebut mendarat di Penang, Semenanjung Melayu, pada
pertengahan Desember 1941.
Banyak sekali pihak yang terlibat dalam upaya ini, baik yang dilakukan
secara perseorangan maupun kelompok. Mungkin karena banyaknya pihak yang
terlibat didalamnya, maka informasi mengenai hal ini dalam masyarakat Aceh
sendiri sangat simpang siur. Timbulnya Perang Pasifik, antara Belanda serta
sekutunya disatu pihak dan Jepang di pihak lain, memperbesar tekad PUSA
(Organisasi Ulama di Aceh) mengusir Belanda dari Tanah Rencong.30 Mengenai
kontak dengan Jepang ini, baik sumber Jepang maupun Aceh lebih banyak

mengungkapkan kegiatan – kegiatan yang dilakukan oleh Sayyid Abubakar,
seorang anggota pemuda PUSA yang melarikan diri dari kerajaan Belanda dengan
menetap disebuah kampung Aceh di Kedah.31

29

Al-Chaidar, dkk. Aceh Bersimbah Darah, Jakarta: Pustaka Alkautsar. Hal. 22.

30

Muhammad Jafar. AW. 2009. Perkembangan dan Prospek Partai Politik Lokal di Provinsi Nanggroe Aceh

Darussalam. Usulan Penelitian Thesis Pascasarjana Universitas Diponegoro. Diakses pada 22 Juni 2017
pada http://muhammad_jafar_aw.pdf. Hal. 58
31

Ibid. Hal. 58

Universitas Sumatera Utara


Pada bulan Desember 1941, Tgk Muhammad Daud Beureueh, Ketua
Pengurus Besar PUSA, Tgk Abdul Wahab Seulimun, anggota PUSA dan Kepala
Cabang PUSA Teuku Nyak Arif, Teuku Ahmad, Teuku M. Ali Panglima Polem
mengadakan pertemuan dirumah T. Nyak Arif di Lamnyong pada malam hari.
Mereka berjanji dan bersumpah setia kepada agama Islam, kepada bangsa dan
tanah air, juga memutuskan untuk bekerjasama dengan Dai Nippon, melawan
Pemerintah Belanda. Mereka menyusun pemberontakan atas nama PUSA.32
Pada tanggal 12 Maret 1942, mendaratlah bala tentara Jepang di ujung
Batee, 8 km dari Kutaraja. Keesokan harinya kaum FPUSA menyerbu rumah
asisten residen Belanda di pidie yang terletak dipinggir taut dan agak jauh dari
markas militer. Fasilitas – fasilitas strategis pun sudah disiapkan, termasuk
lapangan terbang dan persediaan bahan bakar minyak, telah diamankan sehingga
tidak sempat dihancurkan oleh Belanda. Bala tentara Jepang yang mendarat
disambut dengan meriah ditepi pantai, dengan suguhan makanan dan minuman.
Pada jam 7 pagi itu juga pasukan Jepang langsung memasuki Kutaraja dan
disambut lebih meriah lagi oleh penduduk kota dengan teriakan “Banzai”.
Demikianlah, dua minggu kemudian Jepang sudah berhasil menguasai seluruh
Aceh.33
Hanya selang beberapa waktu Jepang telah berhasil melaksanakan politik
bumi hangus seluruh prasarana ekonmi, hanya dengan alasan untuk memperlemah

32

Ibid. Hal 59

33

Ibid. Hal 60

Universitas Sumatera Utara

kekuasaan politik lawan (Belanda) yang diduga masih mengambil keuntungan
dari sisa – sisa perekonomian yang ditinggalkannya. Maka surplus beras daerah
Aceh pada Tahun 1941, yakni satu tahun sebelum Jepang mendarat telah
mencapai 36.000 ton punah dengan sekejab mata. Kenyataan yang semacam ini
semakin diperparah oleh tindakan – tindakan Jepang yang mewajibkan penyetoran
beras. Sebagai akibatnya, banyak tanah rakyat yang disita Jepang karena tuntutan
yang sangat berat tidak terpenuhi.34 Keadaan yang menyedihkan inilah yang
membangkitkan kesadaran akan keterjajahan dikalangan masyarakat Aceh. Bukan
saja terhadap kondisi perekonomian mereka yang semakin memburuk, tetapi juga
terhadap kondisi politik. Dengan kata lain, baik kondisi ekonomi maupun politik

yang memburuk pada masa itu, telah membentuk kembali kesadaran kebangsaan,
bahwa baik Belanda maupun Jepang adalah sama tak punya hak memerintah
ditanah air dan bahwa keduanya haruslah diusir dari tempat – tempat dimana
mereka pernah berkuasa.35
Lahirnya pemberontakan yang berlanjut kepada gerakan separatis Aceh
Merdeka tak terlepas dari pro dan kontra dikalangan tokoh – tokoh Aceh, apakah
daerah itu ikut bergabung kedalam Republik Indonesia dan mendukung
proklamasi kemerdekaan atau tidak. Lima hari setelah proklamasi yaitu pada
tanggal 22 Agustus 1945 sejumlah tokoh dan pejuang Aceh berkumpul dirumah
Teuku Abdullah Jeunib di Banda Aceh. anggota Volksraad (Dewan Perwakilan

34

Ibid. Hal 60

35

Ibid, Hal. 61

Universitas Sumatera Utara

Rakyat buatan Belanda) di Jakarta yang menjadi Residen Aceh, Teuku Nyak Arif
hadir dalam pertemuan itu. Ia menyampaikan informasi bahwa Soekarno – Hatta
sudah memproklamsikan negara merdeka Republik Indonesia, yang wilayahnya
dari sabang di Aceh sampai ke Merauke di Irian Barat. Nyak Arif pada
kesempatan itu menyampaikan pemikiran – pemikirannya agar rakyat, pejuang
dan para tokoh di Aceh untuk dapat mendukung kemerdekaan yang telah
diproklamasikan Soekarno Hatta. Mendengar argumentasi dan pemikiran Nyak
Arif, ada yang menyetujuinya ada pula yang tidak sepakat.36
Para tokoh yang sepakat mendukung kemerdekaan Republik Indonesia itu
mengadakan pertemuan di Shu Chokan (Kantor Residen Aceh, kini kantor
Gubernur Aceh) untuk menentukan langkah – langkah yang harus diambil.
Bendera merah putihpun dikibarkan oleh seorang mantan kepala polisi di Aceh,
Husein Naim dan dibantu Muhammad Amin Bugeh. Sikap mendukung
kemerdekaan Indonesia ini tidak semua dilakukan oleh rakyat Aceh. Pihak –
pihak yang tidak mendukung tersebut muncul dari para hulubalang yang haus
akan kekuasaan. Semula mereka berharap, dengan kekalahan Jepang dalam
Perang Dunia II, negara tersebut akan meninggalkan Aceh. dengan demikian
merekalah yang tampil menjadi penguasa didaerah Aceh, bukan Soekarno – Hatta
atas nama rakyat Indonesia yang telah memproklamasikan kemerdekaannya. Para
hulubalang ini yakin, kekuasaan itu bisa diraih dengan adanya bantuan Belanda.

36

Ibid, Hal. 61

Universitas Sumatera Utara

Soalnya, selama masa penjajahan Jepang, mereka sangat dekat dengan intel – intel
Belanda.37
Pada tanggal 19 Desember 1948, ketika ibukota RI yang dipindahkan ke
Yogyakarta dan berhasil diduduki Belanda, keadaan pemerintah RI menjadi
sangat lemah. Sejumlah tokoh Aceh pun mulai goyah. Syafruddin Prawiranegara
ditugaskan mendirikan Pemerintah Darurat RI (PDRI) di Bukit Tinggi Sumatera
Barat. Tokoh Aceh Tengku Muhammad Daun Beureuh langsung ikut dan
memberikan bantuan. Ketika situasi di Bukit Tinggi tidak aman, Presiden PDRI
Syafruddin Prawiranegara diminta Daud Beureueh hijrah ke Aceh dan mendapat
sambutan hangat dari tokoh –tokoh Aceh. kesempatan ini digunakan tokoh –
tokoh Aceh untuk mendirikan propinsi sendiri. Para tokoh Aceh melobi Presiden
PDRI.
Gagasan ini mendapat respon dari Syafruddin Prawiranegara yang
langsung mencetuskan berdirinya Provinsi Aceh. berdasarkan ketetapan PDRI No.
8/Des/WKPH tertanggal Kutaraja, 17 Desember 1949 diangkatlah Daud Beureueh
sebagai Gubernur Militer Aceh. situasi semakin sulit pada saat itu. PDRI pun
hanya bisa meneruskan perjuangan kemerdekaan secara darurat pula. Inilah yang
membuat para tokoh Aceh kembali goyah. Tetapi Daud Beureueh yakin bahwa
Aceh tetap dalam bingkai Republik Indonesia.

37

Ibid, Hal. 62

Universitas Sumatera Utara

Kesetiaan untuk tetap mendukung kemerdekaan Republik Indonesia
bukanlah hanya sekedar untuk menarik simpati bangsa lain tetapi memang berasal
dari hati nurani rakyat Aceh. dukungan nyata yang diberikan adalah berupa
pengumpulan dana perjuangan segenap rakyat Aceh untuk membiayai pemerintah
RI yang baru seumur jagung dan terancam bangrut tersebut. Jumlah dana yang
terkumpul cukup besar. Secara sukarela juga rakyat Aceh mengumpulkan lima
kilogram emas untuk membeli obligasi pemerintah. Selain itu rakyat Aceh
mengumpulkan dolar Singapura untuk membiayai perwakilan Indonesia di
Singapura. Pendirian Kedubes RI di India, dan pembelian dua pesawat terbang
untuk membantu transportasi pejabat pemerintah RI.38 Pesawat ini dikenal dengan
sebutan R1 001, yang kemudian menjadi cikal bakal Garuda Indonesia. Dukungan
ini pada dasarnya bukanlah tanpa syarat. Soekarno dalam kunjungannya ke Banda
Aceh tahun 1947 untuk mendapatkan dukungan mempertahankan kemerdekaan
diminta oleh tokoh – tokoh Aceh menandatangani perjanjian untuk menegakkan
syariat Islam sebagai syarat dukungan yang akan diberikan oleh rakyat Aceh.39
Ironisnya, setelah kejadian itu Aceh berada dalam kondisi yang terbiarkan.
Pada tahun 1949, keluar ketetapan pembentukan Provinsi Aceh yang dituangkan
dalam peraturan Wakil Perdana Menteri pengganti Peraturan Pemerintah
Pengganti UU No. 8/Des/WKPM Tahun 1949 yang ditandatangani oleh wakil
perdana menteri Syafruddin Prawiranegara. Tidak berselang lama kemudian
38

Ibid, Hal, 63

39

Strategi Partai Aceh untuk Memenangkan pasangan dr. Zaini Abdullah-Muzakkir Manaf pada Pemilukada

Aceh Tahun 2012. Hal 22

Universitas Sumatera Utara

keluar pula Peraturan Pemerintah Pengganti Undang – Undang No. 5 Tahun 1950
tentang Pembentukan Provinsi Sumatera Utara, yang ditandatangani oleh Mr.
Assaat sebagai pemangku jabatan presiden dan Mr. Soesanto sebagai menteri
dalam negeri yang sisinya menyatakan bahwa provinsi Aceh dimasukkan kedalam
Provinsi Sumatera Utara.40
2.2.1. Berdirinya Republik Islam Aceh
Rakyat Aceh tetap menginginkan agar daeranya menggunakan syariat
Islam meskipun Soekarno membubarkan Provinsi Aceh. pada saat itu Provinsi
Aceh digabungkan ke Provinsi Sumatera Utara. Rakyat Aceh sangat kecewa
dengan Soekarno. Kejengkelan rakyat Aceh tergambar jelas dalam kongres Alim
Ulama se-Indonesia di Medan pada 21 April 1953. Daud Beureueh yang saat itu
terpilih sebagai ketua umum langsung melontarkan himbauan agar segenap ulama
memperjuangkan Negara Republik Indonesia dalam pemilihan umum yang akan
datang (1955) menjadi negara Islam Indonesia. Himbauan ini mendapat sambutan
dan dukungan dari sejumlah peserta. Gagasan mendirikan Negara Islam Indonesia
ini ternyata bukan saja disambut oleh rkayat Aceh tetapi juga disejumlah fdaerah
di Indonesia. Terutama di Jawa Barat yang sedang demam dengan NIT pimpinan
Kartosoewirjo. Gerakan NII di Jawa Barat itu sendiri telah diproklamasikan
Kartosoewirjo pada 7 Agustus 1949 1949. Gerakan rakyat Aceh yang dipimpin
Daud Beureuh seakan menjadi motivator tersendiri dalam gerakan perlawanan
rakyat di daerah –daerah lain. Gerakan perlawanan ini semakin mengkristal dan
40

Ibid, Hal. 23

Universitas Sumatera Utara

membuat meletusnya perlawan Darul Islam/ Tentara Islam Indonesia (DI/TR)
secara serentak di berbagai daerah terhadap pemerintah pusat yang dipimpin
Soekarno.
Berbagai rapat umum digelar di Aceh oleh sejumlah ulama dengan
menampilkan Daud Beureueh yang hendak mensosialisasikan gagasan Negara
Islam Indonesia, sebagai hasil keputusan Kongres Alim Ulama se-Indonesia di
Medan. Gagasan negara Islam ternyata mendapat tanggapan positif dari berbagai
lapisan masyarakat di Aceh. hal ini membuat Daud Beureueh semakin gencar dan
semangat untuk terus mensosialisasikan kepada masyarakat. Meskipun ada
persamaan perjuangan, saat itu Daud Beureueh tidak menyatakan dukungan
formalnya kepada NII yang diproklamasikan oleh Kartosoewirjo di Jawa Barat.
Namun Kartosoewirjo tetap yakin suatu saat ia mendapat dukungan dari Daud
Beureueh. Kartosoewirjo mengirimkan utusannya Fatah untuk meyakinkan Daud
Beureueh tentang konsep perjuangan NII. Barulah pada tanggal 21 September
1953 Daud Beureueh memproklamirkan dukungan Aceh terhadap berdirinya NII
yang diproklamasikan Kartosoewirjo. Alasan lain Daud Beureueh mendukung NII
Kartosoewirjo karena para pemimpin bangsa Indonesia pada saat itu dianggap
telah menyimpang dari jalan yang benar. Menurut Daud Beureueh negara Islam
adalah satu –satunya yang tepat untuk menafsirkan sila pertama dari Pancasila
yaitu “Ketuhanan yang Maha Esa”. Menurutnya lagi, Soekarno tidak pernah
memberikan kebebasan beragama khususnya bagai rakyat Aceh. seharusnya

Universitas Sumatera Utara

syariat Islam diterapkan di Aceh karena rakyatnya 100% beragama Islam. Namun
itu tidak pernah di izinkan oleh Soekarno.
Alasan Soekarno tidak mengizinkan penerapan syariat islam di Aceh
karena beliau khawatir daerah – daerah lain juga ikut menuntut syariat Islam dan
memisahkan diri dari Republik Indonesia. Soekarno lebih memilih konsep
nasionalis. Menurutnya nasionalis lebih dapat menyatukan berbagai perbedaan
seperti suku, agama, dan etnis yang ada di Indonesia. Daud Beureueh dengan
tegas menyatakan bahwa tidak ada maksud daerah Aceh memisahkan diri dari
Indonesia. Namun Aceh juga tidak ingin mendapatkan perlakuan yang tidak
sebanding dengan apa yang telah diberikan selama ini. Rakyat Aceh tidak
merasakan kemajuan – kemajuan yang berarti untuk daerahnya. Sementara
pemerintah dengan semena – mena secera terus – menerus mengeruk hasil
kekayaan bumi Serambi Mekkah.
Tuntutan rakyat Aceh tidak (pernah ditanggapi oleh pemerintah pada saat
itu. Daud Beureueh tetap meneruskan aspirasi rakyat Aceh untuk penerapan
syariat Islam. Dia melengkapi konsepnya dengan menyusun organisa si
pemerintahan NII Aceh. Ada 13 dasar pijakan yang diterapkan Daud Beureueh
untuk menyusun personalia pemerintahan NII Aceh :
1. Aceh dan daerah sekitarnya merupakan satu daerah otonom luas, yang
berbentuk wilayah bagian dari Negara Islam Indonesia.

Universitas Sumatera Utara

2. Wilayah atau provinsi dengan otonomi yang luas tersebut dipimpin oleh
seorang Gubernur sipil dan militer, yang berkedudukan di ibukota wilayah
3. Gubernur sipil dan militer merupakan kepala pemerintahan tertinggi dan
pemerintahan dari angkatan perang NH yang berada di daerah Aceh dan
sekitarnya. Angkatan perang ini merupakan komando Tentara Islam
Indonesia Teritorium V, dengan nama Divisi Tengku Tjik Di Tiro.
4. Untuk wilayah terdapat sebuah Dewan Syura (Dewan Pemerintah Daerah)
dan sebuah Majelis Syura (Dewan Perwakilan Rakyat Daerah).
5. Dewan syura terdiri dari seorang ketua, wakil ketua, dan lima orang
anggotanya.
6. Gubernur sipil dan militer karena jabatannya menjadi ketua Majelis Syura.
7. Majelis Syura dikepalai seorang ketua dan seorang wakil ketua, sedangkan
jumlah anggotanya akan ditetapkan dengan peraturan yang akan
ditetapkan.
8. Dewan Syura merupakan badan eksekutif dan Majelis Syura merupakan
badan legislatif
9. Gubernur sipil dan militer, karena jabatannya selain dari ketua eksekutif
wilayah merupakan wakil pemerintah pusat dari Muhammad Imam
Negara.
10. Di samping gubernur sipil dan militer diperbantukan juga staf penasehat
militer dan dewan militer

Universitas Sumatera Utara

11. Dewan militer mempunyai kekuasaan sebagai berikut; memberi nasihat
dan pertimbangan-pertimbangan kepada gubernur sipil dan militer, baik
diminta maupun tidak, khususnya dalam soal-soal kemiliteran. Selain itu,
menetapkan beleid dan garis-garis politik dari sudut strategis dan
pertahanan. Pertahanan dan pimpinan, untuk seluruh angkatan perang, baik
militer maupun mobilisasi umum. Dewan ini juga menyusun dan
merencanakan koordinasi dalam lapangan barisan-barisan rakyat sukarela.
12. Wilayah Aceh dan sekitarnya merupakan suatu daerah teritorium tentara
dengan kekuatan satu divisi besar, seterusnya yang tersebut sebagai
Tentara Islam Indonesia Teritorium V Divisi Tengku Tjik Di Tiro.
13. Tentara Islam Indonesia Teritorium V Tengku Tjik Di Tiro dalam
pelaksanaannya diselenggarakan oleh sebuah staf komando yang dipimpin
seorang kepala staf umum.

Untuk meredam aksi sparatisme di Aceh maka pada Tahun 1950- an
presiden Soekarno menerapkan dua pendekatan yang dikenal dengan pendekatan
militer yakni dilengkapi dengan pendekatan diplomatis. Operasi militer dengan
nama “Operasi 17 Agustus” digelar untuk meredam pemberontakan bersenjata di
Aceh. Pendekatan diplomatis dilakukan dengan cara memberikan amnesti kepada
seluruh pendukung negara Islam Indonesia di Aceh dan memberikan status daerah
istimewa kepada Aceh. Untuk sementara kebijakan tersebut berhasil mengakhiri
pemberontakan di Aceh.

Universitas Sumatera Utara

Perdamaian di Aceh tidak berlangsung lama, pada 15 Februari 1985
pemimpin sipil militer di Sumatera dan Sulawesi mendirikan Pemerintahan
Revolusioner Republik Indonesia di Sumatera dan Pemerintahan Semesta
(Permesta) di Sulawesi yang lebih dikenal dengan pemberontakan PRI/Permesta.
Pemimpin Aceh juga ingin bergabung dengan gerakan tersebut.Pertemuan yang
dilakukan oleh pemimpin pemberontak di Jenewa, Swiss pada Desember 1958
membuahkan ide untuk mendirikan Republik Persatuan Indonesia.Pemerintah
pusat di Jakarta kembali membujuk Aceh untuk kembali kepada negara kestauan
Republik Indonesia.Dengan jalan memberikan Aceh status daerah istimewa
dengan Keputusan Pemerintah SK No. 1/Missi/1958. Pada akhirnya tanpa campur
tangan dari pemerintah pusat Republik Persatuan Indonesia

bubar dengan

sendirinya karena perbedaan ideologi diantara mereka sendiri.41
Pemberontakan di Aceh kembali muncul dengan nama baru yaitu Gerakan
Aceh Merdeka (GAM) pada 20 Mei 1977 dibawah pimpinan Hasan Tiro. Gerakan
Aceh Merdeka bercita – cita mendirikan negara merdeka yang terpisah dari negara
kesatuan republik Indonesia.Berbagai kebijakan untuk meredam serta mengakhiri
pemberontakan dan gerakan sparatis di Aceh telah dilakukan oleh pemerintah
selama beberapa periode pemerintahan. Namun selama itu pula belum
membuahkan hasil, sampai akhirnya pada Tahun 2005 pemerintahan yang baru
dibawah kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono telah melakukan

41

Op.cit, Skipsi Syamsuddin Bahrun, hal. 45

Universitas Sumatera Utara

setidaknya lima kali pembicaraan informal dengan Gerakan Aceh Merdeka untuk
melakukan perundingan secara damai untuk menyelesaikan sparatisme di Aceh.
Pembicaraan ini di fasilitasi oleh Crisis Management Initative (CMI), sebuah
lembaga yang dipimpib bekas Presiden Finlandia Martti Ahtissari dan mengambil
tempat di Koeningstedt Estate yang terletak diluar Ibukota Finlandia Helsinki.
Meskipun banyak pihak yang tidak setuju adanya perundingan dengan gerakan
sparatis

ini,

namun

akhirnya

dari

pembicaraan

informal

ini

adalah

penandatanganan MoU Helsinki pada 15 Agustus 2005 yang sekaligus menjadi
penanda berakhirnya konflik berkepanjangan di Aceh antara pemerintah Republik
Indonesia dengan Gerakan Aceh Merdeka.42 Beberapa ketetapan dalam
kesepakatan Helsinki dapat dilihat dalam tabel dibawah ini:43
Tabel 2. Kesepakatan Helsinki
POKOK PERSOALAN
Pemerintahan Aceh

KETETAPAN
-

Aceh

akan

kewenangan

menjalankan

diseluruh

urusan

publik. Kecuali dalam hubungan
luar negeri, pertahanan negara,
keamanan

negara,

masalah

moneter dan fiskal, kebebasan

42

Ibid, Syamsuddin Bahrun, hal. 51

43

Ikrar nusa bhakti. 2008. Beranda Perdamaian: Aceh Tiga Tahun Pasca MoU Helsinki. Jakarta: P2P- Lipi

hal. 22

Universitas Sumatera Utara

dan peradilan dan kebebasan
beragama, dan kebijakan lain
yang berada dalam kewenangan
pemerintah Republik Indonesia.

Partisipasi Politik
-

Pemilihan

umum

akan

dilaksanakan bulan April 2006
untuk

pilkada

Gubernur

dan

pejabat daerah terpilih lainnya,
dan pada tahun 2006 untuk
DPRD Aceh.
-

Pemerintah

Indonesia

akan

memfasilitasi

pendirian

partai

politik lokal dalam jangka waktu
satu tahun atau selambat –

Ekonomi

lambatnya 18 bulan sesudah
penandatanganan MoU.
-

Aceh

berhak

melakukan

pinjaman luar negeri.
-

Aceh berhak atas 70% kekayaan
alamnya.

-

Aaceh akan diberikan hak dan
tidak dihalangi untuk membuka

Universitas Sumatera Utara

akses luar negeri melalui laut dan
udara.

Penegakan Hukum
-

Perwakilan GAM akan dilibatkan
dalam BRR (Badan Rekonstruksi
dan Rehabilitasi) pasca tsunami.

HAM
-

Pelanggaran

kriminal

yang

dilakukan oleh anggota militer
Aceh

Amnesti

akan

di

adili

dalam

pengadilan sipil di Aceh.
-

Pengadilan HAM dan komisi
kebenaran dan rekonsiliasi akan

Keamanan

didirikan.
-

Anggota GAM akan diberikan
Amnesti dan tahanan politik akan
dibebaskan.

-

GAM akan dibubarkan anggota
bersenjatanya

yang

berjumlah

3000 dan menghancurkan 840
senjatanya antara 15 September
dan 31 September 2005.
Pengawasan

-

Secara

bersamaan

pasukan

militer dan polisi non organik

Universitas Sumatera Utara

akan ditarik dan hanya 14700
pasukan organik militerdan 9100
anggota

polisi

tetap

berada

dibawah Aceh.
-

Uni Eropa dan anggota ASEAN
akan

berperan

Monitoring

dalam

Mision

Aceh

(AMM).

Tugas lembaga tersebut adalah
mengawasi proses pelaksanaan
HAM, demobilisasi, pelucutan
senjata, dan kemajuan reintegrasi
dan menengahi perselisihan.

2.2.2. Visi Dan Misi Partai Aceh
Partai Aceh mempunyai visi”Membangun citra berkehidupan politik
dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia serta melaksanakan
mekanisme partai sesuai aturan Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan
menjunjung tinggi nota kesepahaman (MoU) Helsinki yang telah ditanda tangani
pada tanggal lima belas Agustus (15-10-2005) antara pemerintah Republik
Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka.”

Universitas Sumatera Utara

Adapun Misi Partai Aceh: “Mentransformasi dan atau membangun
wawasan berfikir masyarakat Aceh dan citra/ revolusi Party menjadi citra
Development party dalam tatanan transformasi untuk kemakmuran hidup rakyat
Aceh khususnya Aceh Merdeka.”
2.2.3. Tujuan Partai Aceh
Adapun tujuan Partai Aceh adalah sebagai berikut:
a. Mewujudkan cita – cita rakyat Aceh demi menegakkan marwah dan
martabat Bangsa, Agama, dan Negara.
b. Mewujudkan cita – cita MoU Helsinki yang ditandatangani oleh Gerakan
Aceh Merdeka (GAM) dan RI pada tanggal 15 Agustus 2005 di Helsinki
Finlandia.
c. Mewujudkan kesejahteraan yang adil, makmur dan merata materiil dan
spiritual bagi seluruh rakyat Aceh.
d. Mewujudkan kedaulatan rakyat dalam rangka mengembangkan kehidupan
berdemokrasi, yang menjunjung tinggi dan menghormati kebenaran,
keadilan, hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM).
2.2.4.Tahapan Pemilukada Aceh
Proses pelaksanaan Pilkada di Provinsi Aceh ternyata tidak berjalan
sebagaimana yang diharapkan. Banyak konflik yang mewarnai perjalanan pilkada
di provinsi ini. Kondisi keamanan yang terus memburuk membuat KIP terus
menerus melakukan pengunduran tanggal pelaksanaan pilkada. Konflik bermula

Universitas Sumatera Utara

saat Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan menghapus Pasal 256 UU No.
11/2006 atau Peraturan Pemerintah Aceh yang menolak jalur perorangan. Namun
atas keputusan MK itu, Partai Aceh kemudian menggugat MK untuk
membatalkan keputusan yang memperbolehkan adanya calon independen dalam
pilkada Aceh 2011. Partai Aceh menilai, uji materi pasal 256 UU PA (Calon
independen) bertentangan dengan UUD 195 danmenimbulkan konflik regulasi di
Aceh jelang pilkada. Akibat konsekuensi mempertahankan keutuhan UU PA,
Partai Aceh tidak memajukan satupun calon Gubernur, Bupati dan Walikota ke
Komisi Independen Pemilihan (KIP) Aceh.
Partai Aceh terus melakukan upaya hukum untuk membatalkan putusan
MK pada Pasal 265 UU PA dan mendesak Eksekutif dan KIP Aceh membatalkan
Pilkada karena tidak ada dasar hukum. Disisi lain, DPRA (Dewan Perwakilan
Rakyat Aceh) menilai putusan MK yang menggugat Pasal 256 UU PA yang
mengatur tentang calon independen hanya berlaku sekali pada pilkada 2006
bertentangan dengan Pasal 269 Ayat 3 UU PA. Menurut DPRA, putusan MK
tentang permohonan Judicial Review Pasal 256 UU PA sama sekali tidak pernah
DPRA, sebagaimana yang diamanatkan Pasal 269 Ayat 3 UU PA, yang
menyatakan bahwa setiap perubahan terhadap isi UU PA harus dikonsultasikan
dan mendapat pertimbangan DPR Aceh. Selanjutnya DPRA secara aklamasi

Universitas Sumatera Utara

menolak memasukkan calon independen sebagai Gubernur/ Wakil Gubernur dan
Kepala Daerah Aceh dalam Qanun Pilkada.44
Pada 28 Juni 2011, Qanun Pilkada Aceh 2011 disetujui DPRA tanpa
mengakomodir klausul jalur perorangan didalamnya. Partai Aceh akan menyetujui
Raqan pilkada disahkan menjadi Qanun Pilkada Aceh 2011 asalkan tanpa klausul
perorangan didalamnya. Kemudian Qanun Pilkada harus pula mengatur tentang
penyelesaian sengketa Pemilu di Mahkamah Agung, dan bukan di Mahkamah
Konstitusi.45
Pada tahap akhir ini, Gubernur Aceh pada saat itu, yakni Irwandi Yusuf
menolak untuk menandatangani keputusan tersebut dimana ia menjadi salah satu
calon yang akan maju kembali melalui jalur perorangan. Otomatis, terjadi deadlock sehingga KIP Aceh terpaksa menunda pelaksanaan pilkada yang seharusnya
dilaksanakan pada bulan November 2011. KIP Aceh pada awalnya merencanakan
jadwal pelaksaan pesta demokrasi bagi warga Aceh tersebut akan dilangsungkan
pada tanggal 14 November 2011. Namun, keputusan tersebut diubah menjadi
tanggal 16 Februari 2012. Pengunduran jadwal pilkada di Aceh sebagian besar
disebabkan karena kondisi keamanan di Aceh yang dinilai tidak cukup kondusif
untuk melaksanakan pilkada. Hingga akhirnya Mahkamah Konstitusi (MK) turun
tangan untuk memutuskan tanggal pelaksanaan pilkada Aceh. MK kemudian
memutuskan pilkada Aceh dilaksanakan selambat – lambatnya pada 9 April 2012.
44

http://politik.kompasiana.com/2011/10/23/konflik-regulasipilkada-aceh-2011-02011.html.

45

http://politik.kompasiana.com2012/10/05/antara-harapan-optimisme-dan-realitas.html

Universitas Sumatera Utara

2.2.5. Struktur Kepengurusan DPC Partai Aceh di Aceh Tengah

KETUA
ISA MUDDIN
WAKIL KETUA
SUARDI CUT TAWAR

SEKRETARIS

BENDAHARA

ADAM MUKHLIS

BAHHTIAR

ANGGOTA
-

FIRMANSYAH
ALI MANDALE
AZANSYAH
SAMSUL BAHRI
SUHAIDI
ISMAIL
ZAINAL ABIDIN
dst

Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

PELAKSANAAN REKRUTMEN CALON KEPALA DAERAH DALAM PARTAI POLITIK (Studi di DPD Partai Golkar Kota Tarakan)

1 8 27

REKRUTMEN BAKAL CALON BUPATI DAN WAKIL BUPATI OLEH PARTAI POLITIK PADA PILKADA DI KABUPATEN PESAWARAN PROVINSI LAMPUNG TAHUN 2015 (Studi Perbandingan Pada DPC Partai Gerindra Dan DPC PKB Kabupaten Pesawaran)

1 21 101

Partai Politik Lokal Aceh (Studi Etnografi Antropologi Politik Tentang Kekalahan Partai Aceh Dalam Pemilihan Kepala Daerah Kabupaten Aceh Tamiang Tahun 2012)

0 28 137

Partai Politik Lokal Aceh (Studi Etnografi Antropologi Politik Tentang Kekalahan Partai Aceh Dalam Pemilihan Kepala Daerah Kabupaten Aceh Tamiang Tahun 2012)

1 1 13

Partai Politik Lokal Aceh (Studi Etnografi Antropologi Politik Tentang Kekalahan Partai Aceh Dalam Pemilihan Kepala Daerah Kabupaten Aceh Tamiang Tahun 2012)

0 0 1

Partai Politik Lokal Aceh (Studi Etnografi Antropologi Politik Tentang Kekalahan Partai Aceh Dalam Pemilihan Kepala Daerah Kabupaten Aceh Tamiang Tahun 2012)

0 0 23

Pola Rekrutmen Partai Politik (Studi Tentang Penetapan Calon Kepala Daerah oleh DPC Partai Aceh Pada Pilkada 2017 di Aceh Tengah)

0 0 3

Pola Rekrutmen Partai Politik (Studi Tentang Penetapan Calon Kepala Daerah oleh DPC Partai Aceh Pada Pilkada 2017 di Aceh Tengah)

0 0 28

Pola Rekrutmen Partai Politik (Studi Tentang Penetapan Calon Kepala Daerah oleh DPC Partai Aceh Pada Pilkada 2017 di Aceh Tengah)

0 0 2

Pola Rekrutmen Partai Politik (Studi Tentang Penetapan Calon Kepala Daerah oleh DPC Partai Aceh Pada Pilkada 2017 di Aceh Tengah)

0 0 9