Penerapan Pajak Penghasilan Terhadap Bentuk Usaha Tetap Sebagai Wajib Pajak Di Indonesia Ditinjau Dari Uu Pajak Penghasilan

BAB II
TINJAUAN UMUM PAJAK PENGHASILAN DI INDONESIA
A. Dasar Hukum Perpajakan di Indonesia
Hukum pajak, yang juga disebut hukum fiskal, adalah keseluruhan dari
peraturan-peraturan yang meliputi wewenang pemerintah untuk mengambil
kekayaan seseorang dan menyerahkannya kembali kepada masyarakat dengan
melalui kas negara, sehingga ia merupakan bagian dari hukum publik, yang
mengatur hubungan-hubungan hukum antara negara dan orang-orang atau
badan-badan (hukum) yang berkewajiban membayar pajak.26
Pajak
kemandirian

merupakan
keuangan

sarana
negara,

reformasi

negara


meningkatkan

dalam

tingkat

meningkatkan
keadilan,

serta

progresivitas dari pungutan pajak itu sendiri. Menurut Rochmat Soemitro,
pajak adalah iuran rakyat kepada negaranya berdasarkan Undang-Undang atau
peralihan kekayaan dari sektor swasta kepada sektor publik yang bisa
dipaksakan dan yang langsung dapat ditunjuk serta digunakan untuk
pembiayaan kebutuhan atau kepentingan umum27.
Hukum pada umumnya bertugas membuat adanya keadilan, sesuai dengan
hukum itu bahwa tujuan hukum pajak sendiri adalah membuat keadilan dalam
hal pemungutan pajak. Asas keadilan ini harus senantiasa dipegang teguh, baik

dalam prinsip mengenai peraturan perundang-undangan maupun prakteknya
sehari-hari. 28 Hal inilah yang menjadi sendi pokok yang harus diperhatikan
oleh negara selaku pemungut pajak. Maka dari hal itu, pertimbangan dan
26

Santoso Brotodihardjo, Pengantar Ilmu Hukum Pajak (Bandung : PT. Refika Aditama,
2003), hlm.1
27
Rochmat Soemitro, Asas dan Dasar Perpajakan (Bandung : PT Refika Aditama, 2010),
hlm.16.
28
Ibid,, hlm.26

Universitas Sumatera Utara

perbuatan yang adil adalah syarat mutlak bagi pembuat Undang-Undang
khususnya pembuat Undang-Undang perpajakan dan juga selaku apartur
pemerintah yang berkewajiban melaksanakannya.
Kebijakan yang dianggap adil oleh suatu negara, belum tentu adil di mata
negara lainnya, misalkan di Jepang, pegawai negeri dibebaskan dari pajak

pendapatan karena telah secara langsung menyumbangkan tenaga dan
pikirannya kepada pemerintah. Di Indonesia sendiri juga berlaku sejak 1
Januari 1964 dengan pengertian bahwa pajak pendapatannya dipikul oleh
pemerintah. Namun di negara-negara lain tidak dibahas mengenai pengecualian
pajak pendapatan bagi pegawai negeri. Dalam mencari keadilan, salah satu
jalan yang harus ditempuh ialah mengusahakan agar supaya pemungutan pajak
diselenggarakan secara umum dan merata.29
Dalam memungut pajak, negara memakai beberapa azas sebagai azas
dalam menentukan wewenangnya untuk mengenakan pajak, khususnya untuk
pengenaan pajak penghasilan. Azas utama yang paling sering digunakan oleh
negara sebagai landasan untuk mengenakan pajak adalah30 :
1. Azas

domisili

atau

disebut

juga


azas

kependudukan

(domicile/residence principle), berdasarkan azas ini negara akan
mengenakan pajak atas suatu penghasilan yang diterima atau diperoleh
orang pribadi atau badan, apabila untuk kepentingan perpajakan, orang
pribadi tersebut merupakan penduduk (resident) atau berdomisili di
negara itu atau apabila badan yang bersangkutan berkedudukan di
negara itu. Dalam kaitan ini, tidak dipersoalkan dari mana penghasilan
29
30

Ibid
Thomas Sumarsan, Perpajakan Indonesia (Bogor, Esia Media, 2009), hlm.13-14

Universitas Sumatera Utara

yang akan dikenakan pajak itu berasal. Itulah sebabnya bagi negara

yang menganut azas ini, dalam sistem pengenaan pajak terhadap
penduduknya akan menggabungkan azas domisili (kependudukan)
dengan konsep pajak atas penghasilan baik yang diperoleh di negara
itu maupun penghasilan yang diperoleh di luar negeri (world-wide
income concept).
2. Azas sumber, negara yang menganut azas sumber akan mengenakan
pajak atas suatu penghasilan yang diterima atau diperoleh badan
pribadi atau badan hanya apabila penghasilan yang akan dikenakan
pajak itu diperoleh atau diterima oleh orang pribadi atau badan yang
bersangkutan dari sumber-sumber yang berada di negara itu. Dalam
azas ini, tidak menjadi persoalan mengenai siapa dan apa status dari
orang atau badan yang memperoleh penghasilan tersebut sebab yang
menjadi landasan pengenaan pajak adalah objek pajak yang timbul
atau berasal dari negara itu.
3. Azas kebangsaan atau azas nasionalitas atau disebut juga azas
kewarganegaraan (nationality/citizenship principle). Dalam azas ini,
yang

menjadi


kewarganegaraan

landasan
dari

pengenaan

orang

atau

pajak

badan

adalah

yang

status


memperoleh

penghasilan. Berdasarkan azas ini, tidaklah menjadi persoalan dari
mana penghasilan yang akan dikenakan pajak berasal. Seperti halnya
dalam azas domisili, sistem pengenaan pajak berdasarkan azas
nasionalitas ini

dilakukan dengan cara

menggabungkan

azas

nasionalitas dengan konsep pengenaan pajak atas world wide income.

Universitas Sumatera Utara

Pemungutan pajak beserta perangkat hukum untuk mengatur tata caranya
merupakan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

1945 (UUD 1945). Secara singkat dan tegas, pernyataan tentang pajak
tercantum dalam Amandemen Ketiga UUD 1945 Pasal 23A yang berbunyi,
“Pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur
dengan undang-undang.”
Dahulu, sebelum amandemen atas UUD 1945 dilakukan, aturan tentang
pajak dicantumkan dalam Pasal 23 ayat (2) yang menyatakan, “Segala pajak
untuk keperluan negara berdasarkan undang-undang.” Dengan demikian,
dibandingkan dengan UUD 1945 terdahulu, redaksi kalimat konstitusi pasca
amandemen menunjukkan ketegasannya dalam mengatur hal perpajakan yaitu
pengenaan dan pemungutan pajak untuk keperluan negara hanya boleh terjadi
berdasarkan Undang-Undang.
Pasal 23 ayat (2) UUD 1945 mempunyai arti yang sangat dalam yaitu
menetapkan nasib rakyat. Dengan ditetapkan pajak dalam bentuk UndangUndang berarti pajak bukan perampasan hak/kekayaan rakyat karena sudah
disetujui oleh wakil-wakil rakyat. Juga tidak dapat dikatakan sebagai
pembayaran sukarela oleh karena pajak mengandung kewajiban bagi rakyat
untuk mematuhinya dan bila rakyat tidak memenuhi kewajibannya dapat
dikenakan sanksi.31
Berdasarkan UU KUP Nomor 28 Tahun 2007, Pasal 1 ayat (1) pengertian
Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi
atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak

31

Bohari, Pengantar Hukum Pajak (Jakarta: PT.RajaGrafindo Persada, 2004), hlm. 33

Universitas Sumatera Utara

mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara
bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Sebelum UU KUP Nomor 28
Tahun 2007 diberlakukan, ada beberapa dasar hukum perpajakan yang pernah
berlaku dan masih berlaku di Indonesia, yaitu:
a. Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945
Dalam naskah asli UUD 1945 Pasal 23 ayat (2), mengatur “segala
pajak untuk keperluan negara berdasarkan UU, sedangkan
berdasarkan amandemen termuat Pasal 23A “Pajak dan pungutan
lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan
UU”.
b. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum
dan Tata Cara Perpajakan
Pasal 1 angka 1 tentang KUP adalah kontribusi wajib kepada
negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat

memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapat
timbal balik secara langsung dan digunakan untuk keperluan
negara bagi kemakmuran rakyat.
c. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak
dengan Surat Paksa
Berdasarkan pasal 1, Pajak ialah semua jenis pajak yang dipungut
oleh Pemerintah Pusat, termasuk Bea Masuk dan Cukai, dan pajak
yang dipungut oleh Pemerintah Daerah, menurut undang-undang
dan peraturan daerah.

Universitas Sumatera Utara

d. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000 tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum
dan Tata Cara Perpajakan
Pasal 12 ayat 1-3 menerangkan bahwa setiap wajib pajak yang
membayar pajak yang terutang berdasarkan ketentuan perundangundangan perpajakan, dengan tidak menggantungkan pada adanya
surat ketetapan pajak.
e. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 tentang Perubahan Kedua
Atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak

Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak dan Pajak Penjualan
Atas Barang Mewah
Dalam pasal 1 ayat dijelaskan bahwa setiap wajib pajak wajib
melaporkan data terkait nilai kekayaan dan barang mewah yang
dimilikinya.
f. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 tentang tentang Perubahan
Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 Pajak
Penghasilan
Pasal 3 diterangkan bahwa kewajiban pajak subjektif orang pribadi
atau badan sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (4) dimulai
pada saat orang pribadi atau orang tersebut menjalankan usahanya
dan berakhir apabila tidak lagi menjalankan usahanya.
g. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak
Dengan Surat Paksa

Universitas Sumatera Utara

Terdapat dalam pasal 1 ayat 2 yaitu penagihan pajak dapat berjalan
secara pararel dengan proses permohonan keberatan atau banding
oleh wajib pajak.
h. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak
Dalam pasal 1 ayat 1 dikatakan sengketa pajak ialah sengketa yang
timbul dalam bidang perpajakan atau penanggung pajak dengan
pejabat yang berwenang sebagai akibat dikeluarkannya keputusan
yang dapat diajukan banding atau gugatan kepada pengadilan pajak
berdasarkan peraturan perundang-undangan.
i. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga
Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan
Umum dan Tata Cara Perpajakan
Pasal 2 ayat(1) yaitu semua wajib pajak yang telah memenuhi
persyaratan

subjektif

sesuai

dengan

ketentuan

peraturan

perundang-undang perpajakan berdasarkan sistem self assesment,
wajib pajak mendaftarkan diri pada kantor Direktoral Jenderal
Pajak dan

sekaligus untuk mendapatkan Nomor Pokok Wajib

Pajak (NPWP).
j. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan
Keempat Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang
Pajak Penghasilan
Pasal 2 ayat (1) yang menjadi subjek pajak adalah orang pribadi,
warisan yang belum terbagi sebagai suatu kesatuan menggantikan
yang berlaku, badan, dan bentuk usaha tetap (BUT).

Universitas Sumatera Utara

Berdasarkan Pasal 23A UUD 1945 maka ketentuan tentang pengenaan dan
pemungutan PPh diatur dalam undang-undang dan saat ini ketentuan tentang
pengenaan dan pemungutan PPh didasarkan pada Pasal 3 Undang-Undang
Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan,
sebagaimana telah beberapa kali mengalami perubahan dan terakhir dengan
undang-undang nomor 28 tahun 2007. Sesuai dengan ketentuan Pasal 3 UU
KUP dalam sistem self assesment wajib pajak diminta untuk mendaftarkan diri
ke kantor pajak setempat untuk mendapatkan Nomor Pokok Wajib Pajak
(NPWP), mengambil Surat Pemberitahuan untuk diisi dengan lengkap, benar
dan jelas serta disampaikan ke kantor pajak setempat.32
Berdasarkan ketentuan UU PPh, pajak penghasilan dikenakan terhadap
orang pribadi atau perseorangan dan badan berkenaan dengan penghasilan
yang diterima atau diperolehnya selama satu tahun pajak.33

B. Manfaat dan Fungsi Pajak
a.

Manfaat Pajak
Peranan pajak sangatl vital bagi kelangsungan suatu negara, pajak

selama ini tidak dirasakan secara nyata oleh masyarakat pada umumnya,
pajak sebagai pendukung kegiatan rumah tangga suatu negara didasarkan
suatu peraturan perundang-undangan. Penerapan sistem desentralisasi
dalam era otonomi memberikan dampak positif dan negatif kepada
masyarakat. Salah satu dampak positifnya adalah meningkatnya

32

Gunadi, Kebijakan Fiskal Untuk Meningkatkan Produktivitas Nasional (Jakarta :
Penerbit Universitas Indonesia, 2013) hlm.47
33
Pasal 1 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan

Universitas Sumatera Utara

kesadaran hukum masyarakat dalam setiap rangkaian dalam proses
pembuatan kebijakan publik.
Masyarakat sebagai wajib pajak memiliki tanggung jawab moral
untuk menjalankan kewajibannya membayar pajak yang digunakan untuk
membiayai

kegiatan

operasional

dan

pengeluaran

penguasadan

pengeluaran-pengeluaran yang bermanfaat bagi kepentingan masyarakat
luas. Tanpa adanya pajak, sebagian besar kegiatan negara akan sulit
untuk dapat dilaksanakan. Penggunaan uang pajak diantaranya meliputi
:34
1. Pembangunan sarana umum seperti fasilitas dan infrastruktur mulai
dari jalan-jalan, jembatan, sekolah, rumah sakit/puskesmas dan sarana
umum lainnya.
2. Pertahanan dan keamanan mulai dari bangunan, senjata, perumahan,
pesawat, kapal tempur, keadaan tempur sampai gaji-gajinya.
3. Subsidi pangan dan bahan bakar minyak
4. Kelestarian lingkungan hidup, budaya
5. Dana pemilu, transportasi massal dan lain-lain.
Pendapatan pajak digunakan untuk pembiayaan dalam rangka
memberikan rasa aman bagi seluruh lapisan masyarakat. Setiap warga
negara, mulai dari lahir sampai dengan meninggal dunia, menikmati
seluruh fasilitas yang disediakan oleh pemerintah yang dibiayai oleh
uang pajak. Pajak juga digunakan untuk mensubsidi barang-barang yang

34

Jurnal Pasca Sarjana Hukum UNS Sadar Rahmanto, Manfaat Pajak Ditinjau Dari
Teori Hukum Positive,volume III Nomor 02,Juli-Desember 2015, hlm 144

Universitas Sumatera Utara

sangat dibutuhkan masyarakat dan juga membayar utang ke luar negeri.
35

Pajak juga digunakan untuk membantu Usaha Mikro, Kecil, dan
Menengah (UMKM) dan koperasi baik dalam hal pembinaan dan modal.
Dengan demikian, jelas bahwa peranan penerimaan pajak bagi suatu
negara menjadi sangat dominan dalam menunjang jalannya roda
pemerintahan dan pembangunan.
b.

Fungsi Pajak
Fungsi pajak tidak terlepas dari tujuan negara yang menjadi landasan

tujuan pemerintah yaitu kesejahteraan rakyat yang sebesar-besarnya.
Pada umumnya pajak berfungsi untuk membiayai pengeluaran negara
secara umum yang secara tidak langsung manfaatnya dirasakan oleh
masyarakat luas. Namun tidak hanya itu, pajak juga mempunyai dua
fungsi yaitu :
1.

fungsi budgeter
Fungsi budgeter merupakan fungsi untuk memasukkan uang ke kas

negara. Dalam hal ini pajak sebagai sumber penerimaan negara dan
dipakai untuk pengeluaran negara, baik pengeluaran rutin atau
pembangunan.

36

Pajak berfungsi untuk menghimpun dana dari

masyarakat bagi kas negara, yang diperuntukkan bagi pembiayaan
pengeluaran-pengeluaran pemerintah. Untuk menjalankan tugas-tugas
rutin negara dan melaksanakan pembangunan, negara membutuhkan
biaya. Biaya ini dapat diperoleh dari penerimaan dari penerimaan pajak.
35

Ibid, hlm. 152
Pengertian Pajak, Jenis, dan Manfaat Pajak, www.ilmuekonomi.co.id (diakses pada
tanggal 16 April 2017)
36

Universitas Sumatera Utara

Dewasa ini pajak digunakan untuk pembiayaan rutin seperti belanja
pegawai, belanja barang, pemeliharaan, dan lain sebagainya. Untuk
pembiayaan pembangunan, uang yang dikeluarkan dari tabungan
pemerintah yakni penerimaan dalam negeri dikurangi pengeluaran rutin.
Tabungan pemerintah ini dari tahun ke tahun harus ditingkatkan sesuai
kebutuhan pembiayaan pembangunan yang semakin meningkat dan ini
terutama diharapkan dari sektor pajak.37
2.

fungsi reguler
fungsi reguler merupakan fungsi mengatur, yaitu pajak sebagai alat

untuk mengatur struktur pendapatan di tengah masyarakat dan struktur
kekayaan antara para pelaku ekonomi. Fungsi mengatur ini sering
menjadi tujuan pokok dari sistem pajak, paling tidak dalam sistem
perpajakan yang benar tidak terjadi pertentangan dengan kebijaksanaan
negara dalam bidang ekonomi dan sosial. Sebagai alat untuk mencapai
tujuan tertentu di luar bidang keuangan, terutama banyak ditujukan
terhadap sektor swasta. Adapun contohnya yaitu dalam rangka
menggiring penanaman modal, baik dalam negeri maupun luar negeri,
diberikan berbagai macam fasilitas keringanan pajak. Dalam rangka
melindungi produksi dalam negeri, pemerintah menetapkan bea masuk
yang tinggi untuk produk luar negeri.38

C. Syarat Pemungutan Pajak Penghasilan

37
38

Thomas Sumarsan, Op.Cit, hlm. 6
Ibid

Universitas Sumatera Utara

Salah satu jenis pajak yang telah diundangkan untuk berlaku di
Indonesia adalah pajak penghasilan dengan dasar hukum UndangUndang No. 7 tahun 1983 kemudian diubah dengan Undang-Undang
No.7 tahun 1991 dan diubah dengan Undang-Undang No. 10 tahun 1994
serta terakhir diubah dengan Undang-Undang No.7 tahun 2000. Sebagai
pajak subjektif, peran pajak penghasilan lebih menekankan subyek pajak
sebagai penentu awal terutang tidaknya pajak, disamping adanya objek
pajak. Bila bukan merupakan subyek pajak, meskipun menghasilkan, atas
penghasilan tersebut tidak dapat dikenakan pajak penghasilan.39
Pembagian pajak yang berlaku di Indonesia dapat dilakukan
berdasarkan golongannya, yaitu pajak langsung dan pajak tidak langsung.
Pajak langsung adalah pajak yang bebannya harus ditanggung sendiri
oleh wajib pajak yang bersangkutan dan tidak dapat dialihkan kepada
pihak lain. Salah satu contoh pajak langsung ini adalah pajak
penghasilan. Sedangkan yang dimaksud pajak tidak langsung adalah
pajak yang bebannya dapat dialihkan atau digeserkan kepada pihak lain.
Contohnya adalah pajak pertambahan nilai.40
Sebagai pajak langsung, cara pembebanan pajak penghasilan
dilakukan secara langsung kepada wajib pajak dan pemungutannya
dilakukan secara periodik. Pembebanan pajak penghasilan dilakukan
secara langsung kepada wajib pajak, tidak dapat dilimpahkan kepada
para langganannya atau tidak dapat dilimpahkan kepada pembelinya dan
seterusnya tetapi tetap merupakan beban wajib pajak. Jadi, beban pajak
39
40

Ttoni Marsyahrul, Pengantar Perpajakan (Jakarta : Grasindo, 2008), hlm.96
Erly Suandy,Perencanaan Pajak (Jakarta, Salemba Empat, 2008), hlm.37-40

Universitas Sumatera Utara

penghasilan tidak dapat dilimpahkan kepada pihak lain. Oleh karena itu,
beban pajak penghasilan tidak dapat dimasukkan dalam unsur kalkulasi
harga.41
Berdasarkan asas pemungutan pajak dan untuk menghindari
perlawanan pajak maka pemungutan pajak harus memenuhi syarat-syarat
berikut :42
a. Pemungutan pajak harus adil
Pemungutan pajak yang adil berarti pajak yang dipungut harus adil
dan merata sehingga harus sebanding dengan kemampuan membayar
pajak dan sesuai dengan manfaat yang diminta wajib pajak dari
pemerintah.
b. Pemungutan pajak harus berdasarkan Undang-Undang
Untuk mewujudkan pemungutan yang adil, pemungutan pajak harus
dapat memberikan kepastian hukum bagi negara dan warga negaranya.
Oleh karena itu, pemungutan pajak harus didasarkan Undang-Undang
yang disahkan oleh legislatif. Untuk mewujudkannya, pemungutan
pajak dilandaskan atas Pasal 23 ayat (2) UUD 1945.
c. Pemungutan pajak tidak mengganggu perekonomian
Negara menghendaki agar perekonomian negara dan masyarakat
senantiasa meningkat. Pemungutan pajak yang merupakan
penyerapan sebagian sumber daya dari masyarakat tidak boleh
mengganggu kelancaran kegiatan produksi dan perdagangan yang
akan mengakibatkan kelesuan perekonomian negara. Oleh karena
41
42

Ibid, hlm. 97
Supramono, Perpajakan Indonesia (Yogyakarta: Andi Offset, 2010), hlm.4

Universitas Sumatera Utara

itu, dimungkinkan pemberian fasilitas perpajakan, sejauh
pemberian fasilitas ini berdampak positif bagi perekonomian
negara.
d. Pemungutan pajak harus efisien
Biaya untuk pemungutan pajak haruslah seminimal mungkin dan
hasil pemungutan pajak hendaknya digunakan secara optimal
untuk membiayai pengeluaran negara seperti yang tercantum di
dalam APBN. Oleh karena itu, pemungutan pajak harus
menggunakan prinsip cost and benefit analysis, dalam arti biaya
pungutan harus lebih kecil daripada pajak yang dipungut.
e. Sistem pemungutan pajak harus sederhana
Bagaimana pajak dipungut akan sangat menentukan keberhasilan
dalam pungutan pajak. Sistem yang sederhana akan memudahkan
wajib pajak dalam menghitung beban pajak yang harus dibiayai
sehingga akan memberikan dampak yang positif bagi para wajib
pajak untuk meningkatkan kesadaran dalam pembayaran pajak.
Sebaliknya, jika sistem pemungutan pajak rumit, orang akan
semakin enggan membayar pajak.

D. Subyek dan Obyek Pajak Penghasilan
1.

Subyek pajak penghasilan
Subyek pajak adalah pihak-pihak yang dikenai kewajiban untuk

melaksanakan pemenuhan hak dan kewajiban perpajakannya dapat

Universitas Sumatera Utara

meliputi orang pribadi maupun badan (perusahaan). Subyek pajak
dikenakan pajak apabila menerima atau memperoleh penghasilan. Dalam
hal subyek pajak penghasilan terbagi menjadi 2 yaitu subyek pajak dalam
negeri dan subyek pajak luar negeri. Adapun yang dikategorikan subyek
pajak dalam negeri, yaitu:
a. Orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia atau orang pribadi
yang berada di Indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka waktu dua
belas tahun, atau orang pribadi yang dalam suatu tahun pajak berada di
Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia.
b. Warisan yang belum terbagi, artinya warisan tersebut terbagi sebagai
satu kesatuan menggantikan yang berhak dan yang akan menerima
warisan disebut sebagai ahli waris.43 Warisan yang belum terbagi yang
ditinggalkan oleh orang pribadi subjek pajak dalam negeri dianggap
sebagai subjek pajak dalam negeri dalam pengertian undang-undang
mengikuti status pewaris. Adapun untuk pelaksanaan pemenuhan
kewajiban perpajakannya, warisan tersebut menggantikan kewajiban
ahli waris yang berhak. Warisan yang belum terbagi yang ditinggalkan
oleh orang pribadi sebagai subjek pajak luar negeri yang tidak
menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui suatu bentuk
usaha tetap di Indonesia, tidak dianggap sebagai subjek pajak
pengganti karena pengenaan atas pajak penghasilan yang diterima atau
diperoleh orang pribadi dimaksud melekat pada objeknya.44

43

Haula Rosdiana dan Rasin Tarigan, Perpajakan Teori dan Aplikasi (Jakarta,
PT.RajaGrafindo Persada, 2005), hlm.257
44
Angger Sigit Pramukti & Fuady Primaharsya, Pokok-Pokok Hukum Perpajakan
(Yogyakarta : Penerbit Pustaka Yustisia, 2015), hlm.77

Universitas Sumatera Utara

Sedangkan subyek pajak luar negeri adalah :
a. Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di
Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu dua belas
bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan
di Indonesia yang menjalanakan usaha atau melakukan kegiatan
melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.
b. Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di
Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu dua belas
bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan
di Indonesia yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari
Indonesia bukan dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan
melalui BUT di Indonesia. 45 Yang dimaksud dengan bentuk usaha
tetap adalah usaha yang dipergunakan oleh orang pribadi yang tidak
bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari
183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua
belas) bulan, atau badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat
kedudukan di Indonesia, untuk menjalankan usaha atau melakukan
kegiatan di Indonesia, yang berupa tempat kedudukan, cabang
perusahaan, kantor perwakilan, gedung kantor, pabrik, bengkel,
pertambangan, perikanan, peternakan, kehutanan, proyek konstruksi,
instalasi, dan lain-lain.46
2. Obyek pajak penghasilan

45
46

Ibid, hlm. 258
Muhammad Rusjdi, Pajak Penghasilan (Jakarta : PT.Indeks, 2004), hlm.11

Universitas Sumatera Utara

Yang menjadi objek pajak adalah penghasilan yaitu setiap
tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh
wajib pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar
Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk
menambah kekayaan wajib pajak yang bersangkutan, dengan
nama dan dalam bentuk apapun. 47 Obyek pajak dari pajak
penghasilan ditegaskan kembali berdasarkan Pasal 4 ayat (1) dan
ayat (2) UU PPh bahwa obyek pajak penghasilan adalah
penghasilan. Dari mekanisme aliran pertambahan kemampuan
ekonomis, penghasilan yang diterima wajib pajak dapat
dikategorikan atas empat sumber yaitu :48
a. Penghasilan yang diterima atau diperoleh dari pekerjaan berdasarkan
hubungan kerja dan pekerjaan bebas;
b. Pekerjaan dari usaha dan kegiatan;
c. Penghasilan dari modal;
d. Penghasilan lain-lain, seperti hadiah, pembebasan hutang, dan
sebagainya.
Sesuai dengan pengertian tentang penghasilan yang luas, yang dianut
oleh undang-undang PPh, penghasilan di bawah ini dapat dikenai pajak
bersifat final :49
a. Penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan lainnya, bunga
obligasi dan surat utang negara, dan bunga simpanan yang dibayarkan
oleh koperasi kepada anggota koperasi orang pribadi;
47

Ibid
Erly Suandy,Op.Cit, hlm.55
49
Thomas Sumarsan, Op.Cit, hlm. 152
48

Universitas Sumatera Utara

b. Penghasilan berupa hadiah undian;
c. Penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya, transaksi
derivatif yang diperdagangkan di bursa, dan transaksi penjualan saham
atau pengalihan penyertaan modal pada perusahaan pasangannya yang
diterima oleh perusahaan modal ventura;
d. Penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan/atau
bangunan, usaha jasa konstruksi, usaha real estate, persewaan tanah
dan bangunan;
e. Penghasilan tertentu lainnya yang diatur dengan atau berdasarkan
peraturan pemerintah.
Adapun objek pajak penghasilan sesuai dengan Pasal 4 ayat (1) UU
PPh, yaitu :
a. Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang
diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium,
komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk
lainnya;
b. Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan;
c. Laba usaha;
d. Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta termasuk:
1) Keuntungan

karena

pengalihan

harta

kepada

perseroan,

persekutuan, dan badan lainnya sebagai pengganti saham atau
penyertaan modal;

Universitas Sumatera Utara

2) Keuntungan karena pengalihan harta kepada pemegang saham,
sekutu, atau anggota yang diperoleh perseroan, persekutuan, dan
badan lainnya;
3) Keuntungan

karena

likuidasi,

penggabungan,

peleburan,

pemekaran, pemecahan, pengambilalihan usaha, atau reorganisasi
dengan nama dan dalam bentuk apapun;
4) Keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan, atau
sumbangan, kecuali yang diberikan kepada keluarga sedarah dalam
garis keturunan lurus satu derajat dan badan keagamaan, badan
pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi, atau orang
pribadi yang menjalankan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau
penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan; dan
5) Keuntungan karena penjualan atau pengalihan sebagian atau
seluruh hak penambangan, tanda turut serta dalam pembiayaan,
atau permodalan dalam perusahaan pertambangan;
e. Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai
biaya dan pembayaran tambahan pengembalian pajak;
f. Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan
pengembalian utang;
g. Dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen
dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa
hasil usaha koperasi;
h. Royalti atau imbalan atas penggunaan hak;
i. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta;

Universitas Sumatera Utara

j. Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala;
k. Keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah
tertentu;
l. Keuntungan selisih kurs mata uang asing;
m. Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva;
n. Premi asuransi
o. Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang
terdiri dari wajib pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas;
p. Tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum
dikenakan pajak;
q. Penghasilan dari usaha berbasis syariah;
r. Imbalan bunga; dan
s. Surplus Bank Indonesia
Selain itu, dalam objek pajak penghasilan juga dikenal pengecualian,
yaitu:
a. Bantuan atau sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh badan
amil zakat atau lembaga amal zakat yang dibentuk atau disahkan oleh
pemerintah dan yang diterima oleh penerima zakat yang berhak atau
sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang
diakui di Indonesia, yang diterima oleh lembaga keagamaan yang
dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh
penerima sumbangan yang berhak; dan harta hibahan yang diterima
oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, badan
keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan,

Universitas Sumatera Utara

koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil,
sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan,
atau penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan;
b. Warisan;
c. Harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagaimana
sebagai pengganti saham atau sebagai pengganti penyertaan modal;
d. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang
diterima atau diperoleh dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan dari
wajib pajak atau pemerintah, kecuali yang diberikan oleh bukan wajib
pajak, wajib pajak yang dikenakan pajak secara final atau wajib pajak
yang menggunakan norma penghitungan khusus (deemed profit);
e. Pembayaran

dari

perusahaan

asuransi

kepada

orang

pribadi

sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi
jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi beasiswa;
f. Dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan
terbatas sebagai wajib pajak dalam negeri, koperasi, badan usaha milik
negara atau badan usaha milik daerah, dari penyertaan modal pada
badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia
dengan syarat:
1) Dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan; dan
2) Bagi perseroan terbatas, badan usaha milik negara dan badan usaha
milik daerah yang menerima dividen, kepemilikan saham pada
badan yang memberikan dividen paling rendah 25% (dua puluh
lima persen) dari jumlah modal yang disetor;

Universitas Sumatera Utara

g. Iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya
telah disahkan menteri keuangan, baik yang dibayar oleh pemberi kerja
maupun pegawai;
h. Penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun dalam
bidang-bidang tertentu;
i. Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan
komanditer

yang modalnya

tidak

terbagi

atas

saham-saham,

persekutuan, perkumpulan, firma, dan kongsi, termasuk pemegang unit
penyertaan kontrak investasi kolektif;
j. Penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura
berupa bagian laba dari badan pasangan usaha yang didirikan dan
menjalankan usaha atau kegiatan di Indonesia, dengan syarat badan
pasangan usaha tersebut:
1) Merupakan perusahaan mikro, kecil, menengah atau yang
menjalankan kegiatan dalam sektor-sektor usaha; dan
2) Sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek di Indonesia;
k. Beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu;
l. Sisa lebih yang diterima atau diperoleh badan atau lembaga nirlaba
yang ian dan bergerak dalam bidang pendidikan dan/atau bidang
penelitian dan pengembangan, yang telah terdaftar pada instansi yang
membidanginya, yang ditanamkan kembali dalam bentuk sarana dan
prasaran kegiatan pendidikan dan/atau penelitian dan pengembangan,
dalam jangka waktu paling lama 4 (empat) tahun sejak diperolehnya
sisa lebih tersebut; dan

Universitas Sumatera Utara

m. Bantuan atau santunan yang dibayarkan oleh Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial kepada wajib pajak tertentu.50

E. Penghitungan Pajak Penghasilan
Cara menghitung PPh adalah mengalikan tarif pajak dengan
penghasilan pajak.
Pajak terutang = tarif pajak x penghasilan kena pajak

a. Tarif Pajak
Tarif pajak diterapkan atas penghasilan kena pajak yang
diperoleh wajib pajak orang pribadi dalam negeri, sebagai
berikut:
Lapisan kena pajak

Tarif

s.d Rp. 50.000.000,00

5%

Diatas

Rp.

50.000.000,00

s.d

Rp.

15%

250.000.000,00

s.d

Rp.

25%

250.000.000,00
Diatas

Rp.

500.000.000,00
Diatas Rp. 500.000.000,00

30%

b. Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)
Sebelum dikenakan tarif pajak penghasilan, penghasilan neto
wajib pajak orang pribadi dikurang dahulu dengan jumlah
50

Pasal 4 ayat (3) UU PPh

Universitas Sumatera Utara

tertentu yang merupakan batasan tidak kena pajak dari
penghasilan neto yang diterima. Jumlah ini dinamakan
penghasilan tidak kena pajak. Untuk lebih memberikan rasa
keadilan

tanpa

mengurangi

peranan

masyarakat

dalam

mengkontribusikan sebagian penghasilannya untuk negara,
jumlah

angka

PTKP

disesuaikan

dalam

jangka

waktu

tertentuberdasarkan kondisi masyarakat.
Besar Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) menurut UndangUndang No. 36 tahun 2008 adalah:
a.

Rp. 15.840.000 untuk diri wajib pajak (pembayar pajak)

b.

Rp. 1.320.000 tambahan untuk wajib pajak yang sudah menikah

c.

Rp.15.840.000 tambahan untuk seorang istri yang penghasilannya
digabung dengan penghasilan suami.

d.

Rp. 1.320.000 tambahan untuk anggota keluarga sedarah (anak
kandung), anak angkat, keluarga semenda, paling banyak 3 orang.

Besarnya PTKP yang berlaku mulai tahun 2016 sesuai dengan
Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-32/PJ/2015
adalah :
1) Rp. 54.000.000,00 atau setara dengan Rp. 4.500.00,00 per bulan
untuk wajib pajak orang pribadi
2) Rp. 4.500.000,00 atau setara dengan Rp. 375.000 per bulan untuk
wajib pajak yang kawin (tanpa tanggungan)
3) Rp. 4.500.000,00 atau setara dengan Rp. 375.000 per bulan
tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan semenda

Universitas Sumatera Utara

dalam garis keturunan lurus atau anak angkat, yang menjadi
tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3 (orang) untuk setiap
keluarga.
Dalam menghitung pajak penghasilan yang terhutang, dibedakan
antara wajib pajak dalam negeri dan wajib pajak luar negeri. Bagi wajib
pajak dalam negeri pada dasarnya terdapat dua cara untuk menentukan
besarnya penghasilan kena pajak, yaitu :
a.

Berdasarkan Pembukuan
Pembukuan adalah suatu proses pencatatan yang dilakukan secara
teratur untuk mengumpulkan data dan informasi keuangan yang
meliputi harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta
jumlah harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa, yang
ditutup dengan menyusun laporan keuangan berupa neraca, dan
laporan laba rugi untuk periode tahun pajak tersebut.51

1.

Wajib pajak badan
Penghasilan kena pajak dihitung dengan cara mengurangkan
penghasilan yang merupakan objek pajak dengan biaya-biaya
yang diperkenankan menurut pajak.
Penghasilan kena pajak = penghasilan sebagai objek pajak - biaya

“Pembukuan dan Pencatatan bagi Wajib Pajak”, http://www.pajak.go.id/content/serikup-pembukuan-dan-pencatatan-bagi-wajib-pajak (diakses pada tanggal 02 Mei 2017)
51

Universitas Sumatera Utara

2.

Wajib pajak orang pribadi yang melakukan usaha atau pekerjaan
bebas, yang memiliki peredaran usaha selama setahun sebesar Rp.
600.000,00

b.

Berdasarkan Pencatatan
Kewajiban pencatatan dilakukan oleh wajib pajak orang pribadi yang
peredaran

usahanya

selama

setahun

kurang

dari

Rp.

1.800.000.000,00 dan telah mengajukan permohonan kepada Dirjen
Pajak melalui Kantor Pelayanan Pajak tempat domisilinya dalam
waktu 3 bulan pertama dari tahun bukunya.52

“Pembukuan dan Norma Penghitungan” , http://e-journal.uajy.ac.id.pdf (diakses pada
tanggal 03 Mei 2017)
52

Universitas Sumatera Utara