Pengaruh Melemahnya Rupiah terhadap US d (1)

Ekonomi Internasional
“Pengaruh Melemahnya Rupiah Terhadap Dolar AS Ditinjau
Dari Sudut Ekspor Indonesia”

Disusun Oleh :
Indra Tristiyanto
NPM :
131110045
Kelas :
4 MK-A Pagi/S1

SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI KESATUAN BOGOR
2014/2015

Pendahuluan

Dalam kurun waktu 2005-2012 lalu, ekspor di Indonesia secara umum
menunjukkan perkembangan yang positif walaupun terjadi penurunan pada periode
2008-2009 dan tahun 2012 terutama ke negara-negara tujuan Eropa dan Amerika.
Hal tersebut menunjukkan bahwa ekspor di Indonesia perlu ditujukan ke negaranegara yang menjadi target atau sasaran baru. Studi ini menemukan bahwa nilai
tukar dalam jangka panjang maupun jangka pendek memiliki pengaruh negatif dan

cukup signifikan terhadap ekspor Indonesia. Ini menunjukkan pentingnya kebijakan
nilai tukar untuk memicu peningkatan ekspor Indonesia.
Hampir setiap negara pada saat ini tidak bisa mengabaikan interaksi ekonomi
dalam negeri dengan negara luar (luar negeri). Hal ini disebabkan oleh semakin
banyak dan beragamnya kebutuhan masyarakat yang tidak dapat dipenuhi oleh
produksi di dalam negeri. Keadaan seperti inilah yang mendorong terjadinya
kegiatan perdagangan luar negeri baik berupa barang maupun jasa antar negara.
Hal

tersebut

berlaku

pula

bagi

Indonesia.

Perkembangan


ekonomi

internasional semakin pesat, menjadikan terjadinya hubungan antar negara yang
saling terkait dan meningkatnya arus perdagangan barang maupun uang serta
modal antar negara. Dengan semakin meningkatnya perkembangan ekspor, maka
hubungan perdagangan antara Indonesia dengan negara-negara lain baik secara
langsung maupun tidak langsung berdampak pada perubahan indikator makro suatu
negara. Apalagi sejak diberlakukannya sistem nilai tukar mengambang bebas sejak
Agustus 1997, maka posisi nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing ditentukan
oleh mekanisme dalam pasar. Perubahan nilai tukar dapat mengubah harga relatif
suatu produk menjadi lebih mahal atau lebih murah, sehingga nilai tukar terkadang
digunakan sebagai alat untuk meningkatkan daya saing (termasuk ekspor).
Setiap negara melakukan perdagangan internasional karena dua alasan
utama, yang masing-masing menjadi sumber bagi adanya gains from trade bagi
negara tersebut. Alasan pertama adalah negara-negara berdagang antara lain

karena mereka berbeda satu sama lain, sebagaimana individu, selalu berpeluang
memperoleh keuntungan dari perbedaan-perbedaan di antara mereka.
Dalam sistem kurs mengambang, depresiasi atau apresiasi nilai mata uang

akan mengakibatkan perubahan terhadap ekspor maupun impor. Jika kurs
mengalami depresiasi, yaitu nilai mata uang dalam negeri secara relatif terhadap
mata uang asing menurun, volume ekspor akan menaik. Dengan kata lain, apabila
nilai kurs dollar menguat, maka volume ekspor juga akan meningkat.

Permasalahan

Tercatat hingga hari ini (Kamis, 26/3/2015), rupiah terus melemah terhadap
dolar AS. Data valuta asing dari Bloomberg menunjukkan nilai tukar rupiah kembali
tertekan 0,24% ke level 13.015 per dolar AS. Sejak tanggal 9 Maret, rupiah terus
berkutat di level 13.000 per dolar AS. Sempat kembali menguat pada dua hari lalu di
level 12.900, namun rupiah masih terus kembali tertekan.
Menurut Eric Alexander Sugandi, Senior Economist Global Research
Standard Chartered menjelaskan kalau fluktuasi rupiah saat ini memang masih tinggi
karena pengaruh dari luar. Tarik ulur perkiraan Bank Central Amerika Serikat
menaikkan suku bunga menjadi salah satu faktor utama yang menggerakkan kurs
dolar AS yang berakibat juga pada rupiah. Namun menurutnya, rupiah tidak akan
melemah terlalu dalam. Alasannya, Bank Indonesia telah melakukan upaya
mencegah volatilitas rupiah terlalu tinggi. Selain itu, pemerintah juga telah
mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang secara jangka menengah bisa memperkuat

rupiah.
Namun adakah hubungan melemahnya rupiah yang terjadi akhir-akhir ini
terhadap dunia perkembangan ekspor di Indonesia? Tentu ada. Transaksi ekspor
merupakan transaksi penjualan barang maupun jasa dari Indonesia keluar negeri
yang berakibat pada terjadinya pembayaran dari pembeli di luar negeri terhadap
penjual di dalam negeri. Hal ini berarti akan terdapat uang masuk ke Indonesia
dalam mata uang asing. Pada saat eksportir menerima pembayaran tersebut maka
langkah selanjutnya yang dilakukan oleh eksportir adalah menukarkan nilai mata
uang asing yang diperolehnya menjadi rupiah agar dapat digunakan lagi menjadi
modal produksi untuk membeli bahan baku, dan lain-lain. Pada saat nilai tukar
rupiah melemah maka jumlah rupiah yang akan diterima oleh eksportir menjadi lebih
banyak dibandingkan dengan nilai tukar yang sebelumnya. Secara makro, dapat
dikatakan bahwa kegiatan ekspor akan menjadi lebih menarik dan menguntungkan
bagi perekonomian karena akan menambah jumlah transaksi ekonomi di dalam
negeri dan menambah minat dunia usaha untuk meningkatkan ekspornya ke luar
negeri. Jadi dapat disimpulkan bahwa melemahnya nilai tukar rupiah dapat

meningkatkan ekspor dan perekonomian dalam negeri. Namun sebaliknya, jika nilai
tukar rupiah menguat maka akan menurunkan ekspor dan perekonomian dalam
negeri.

Melemahnya rupiah terhadap dolar AS saat ini menimbulkan sikap optimis
terhadap perkembangan ekspor di Indonesia. Namun, permasalahan menurut data
tertanggal Senin, 16 Maret 2015, melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS
ternyata tidak berpengaruh signifikan terhadap nilai ekspor di Indonesia. Hal tersebut
merupakan dampak yang umumnya terjadi pada sektor industri yang berbahan baku
impor, nilai produksi tidak sebanding dengan biaya impor bahan baku yang harus
dikeluarkan. Pengamat Indef menjelaskan, keharusan dan kebutuhan impor menjadi
kelemahan tiap industri dalam produksi. Meningkatnya keinginan konsumen tidak
dibarengi proses produksi industri akibat menguatnya dolar AS. Hal positif memang
terjadi pada sudut ekspor, namun industri yang membutuhkan impor bahan baku
mengalami kesulitan untuk memproduksi. Jika kesulitan untuk memproduksi,
bagaimana mau mengekspor?.

Analisis

Rupiah menjadi mata uang yang turun paling tajam di antara mata uang
negara-negara di Asia terhadap dolar AS (6%). Salah satu penyebabnya adalah
berkurangnya kepercayaan investor terhadap struktur perekonomian Indonesia.
Padahal melemahnya rupiah semestinya bisa dimanfaatkan untuk mendorong
kinerja ekspor. Namun kenyataannya neraca perdagangan Indonesia masih negatif.

Bagi Indonesia keadaan ini tidak menuntungkan dan dapat berdampak buruk
terhadap perekonomian negara. Pertengahan Februari lalu Bank Indonesia
memutuskan untuk memangkas suku bunga acuan. Kebijakan ini dinilai sebagai
upaya untuk memacu pertumbuhan ekonomi Indonesia. Pemerintah mengupayakan
mendorong pertumbuhan ekonomi yang diprediksikan bakal meningkatkan impor
barang modal yang dapat menekan nilai rupiah. Namun justru kerugiannya banyak
bagi Indonesia jika rupiah terus melemah, kepercayaan Investor terhadap negara
juga akan turun. Kebijakan menurunkan suku bunga dapat dikatakan akan membuat
nilai tukar dolar AS semakin kuat.
Cara untuk meningkatkan kapasitas kurs salah satunya adalah dengan
memperbaiki neraca transaksi yang defisit, yang artinya permintaan valuta asing
lebih besar daripada suplainya. Penyebabnya pendapatan Indonesia dari kegiatan
perdagangan, baik berupa ekspor barang dan jasa, serta investasi di luar negeri
lebih sedikit daripada pengeluaran (impor, bunga dan dividen) yang harus
dibayarkan ke luar negeri.
Rupiah memang terlihat beberapa kali sedikit menguat, tetapi penguatan
rupiah tersebut tidak sehat karena hanya dilandasi oleh tingginya aliran masuk
modal asing di produk portofolio. Sementara perdagangan barang surplusnya terus
berkurang, sehingga tidak dapat mengimbangi neraca jasa dan pendapatan yang
defisit. Defisit neraca jasa diakibatkan meningkatnya pembayaran jasa transportasi

barang impor dan warga Indonesia yang bepergian ke luar negeri. Sedangkan defisit
neraca pendapatan diakibatkan meningkatnya dividen dan bunga utang yang
diperoleh investor asing yang menanamkan modal di Indonesia.

Dari Bank Indonesia sendiri, pelemahan rupiah ini dijadikan sasaran utama
untuk menekan impor, bukan ingin menaikkan ekspor. Tetapi ada persoalan lain
yang menjadi masalah, halnya proyek-proyek infrastruktur yang membutukan impor
bahan baku dan barang modal milik pemerintah untuk semester II nanti, tentunya
kegiatan impor pasti akan meningkat.
Pemerintah sendiri sudah menyiapkan kebijakan-kebijakan sebagai berikut :
1. Mengenakan bea anti-dumping dan bea masuk pengamanan sementara
sebagai respons jika terdapat lonjakan impor barang tertentu serta
2.
3.
4.
5.

penyederhanaan prosedur dan mekanisme pengembalian.
Intensif pajak bagi perusahaan yang minimal 30% produknya untuk ekspor.
Intensif PPN bagi perusahaan galangan kapal.

Meningkatkan komponen biofuel agar impor BBM berkurang.
Intensif pajak bagi perusahaan asing yang tidak mengirimkan 100%

dividennya ke negara asal.
6. Merancang formulasi pembayaran pajak pemilik atau perusahaan pelayaran
asing.
7. Mendorong BUMN membentuk reasuransi.
8. Mendorong dan memaksa proses transaksi di dalam negeri menggunakan
rupiah.

Kesimpulan

Nilai rupiah terhadap dolar AS maupun kegiatan ekspor di Indonesia
menunjukkan garis yang fluktuatif dan relatif kurang stabil. Banyak hal yang
menyebabkan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS itu sendiri mengalami pelemahan.
Melemahnya nilai tukar rupiah ini dapat dikatakan penyebabnya adalah :
1. Bank Central Amerika Serikat yang menarik-ulur perkiraan naiknya suku
bunga yang menggerakkan dolar AS dan berakibat pada rupiah melemah.
2. Bank Indonesia yang memutuskan untuk memangkas suku bunga acuan
pada pertengahan Februari lalu yang dinilai sebagai upaya untuk memacu

pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Untuk kegiatan ekspor sendiri rupanya tidak terlalu responsif terhadap
melemahnya rupiah, terutama sektor industri di Indonesia yang membutuhkan impor
bahan baku. Mereka bisa saja mengimpor bahan baku untuk memproduksi barang
dan mengekspornya ke luar negeri. Namun untuk sudut impor sendiri, biaya akan
naik pada saat situasi rupiah melemah saat ini, yang artinya akan menaikkan biaya
produksi.
Menurut saya yang harus dilakukan pemerintah saat ini adalah memperkuat
daya tahan dan daya saing perekonomian di dalam negeri. Dengan cara,
membenahi infrastruktur, transportasi, kualitas sumber daya manusia (SDM), dan
mencari alternatif energi.

Daftar Pustaka

http://katadata.co.id/berita/2015/03/03/ini-sebab-rupiah-%E2%80%9Cdibiarkan
%E2%80%9D-melemah

http://katadata.co.id/berita/2015/03/03/kinerja-ekspor-rendah-dorong-pelemahan-rupiah