Pengaruh Efektifitas Pengendalian Intern, Gaya Kepemimpinan, Dan Pengembangan Mutu Karyawan Terhadap Pencegahan Kecurangan Akuntansi Pada RSU. Dr. Pirngadi Medan

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengendalian Intern
2.1.1. Definisi, Tujuan, Dan Sasaran Pengendalian Intern
Pengendalian merupakan suatu tindakan atau aktivitas yang dilakukan manajemen
untuk memastikan (secara memadai, bukan mutlak) tercapainya tujuan dan sasaran
organisasi. Tindakan/aktivitas pengendalian yang ada dalam organisasi dikelompokkan
dalam :
a. pengendalian Pencegahan (preventive controls) bertujuan untuk mencegah kesalahan
(errors) ataupun peristiwa yang tidak diinginkan terjadi,
b. pengendalian Pendeteksian (detective controls) bertujuan untuk menginformasikan
kepada manajemen galat atau masalah yang sedang terjadi atau beberapa saat setelah
terjadi,
c. pengendalian Pemulihan (corrective controls) biasanya digunakan bersama dengan
pendeteksian, bertujuan untuk memperbaiki kembali dari akibat terjadinya peristiwa
yang tidak diinginkan.
Menurut Midjan dan Susanto (2001:58) pengendalian intern meliputi :
“Struktur organisasi dan segala cara serta tindakan dalam suatu perusahaan yang saling
terkoordinasi dengan tujuan untuk mengamankan harta kekayaan perusahaan, menguji
ketelitian dan kebenaran data akuntansi, meningkatkan efisiensi operasi, serta mendorong

ketaatan terhadap kebijaksanaan-kebijaksanaan yang telah digariskan oleh pemimpin
perusahaan”.
Menurut Mulyadi (2001:163), pengendalian intern meliputi :

“struktur organisasi, metode dan ukuran-ukuran yang dikoordinasikan untuk menjaga
kekayaan organisasi, mengecek ketelitian dan keandalan data akuntansi mendorong
efisiensi dan mendorong dipatuhinya kebijakan manajemen”.
Definisi Pengendalian Internal menurut The Committee of Sponsoring
Organizations of the Treadway Commission’s (COSO) adalah :
“Suatu proses, yang dipengaruhi oleh dewan komisaris, manajemen, dan personil lainnya
dari sebuah entitas, yang dirancang untuk memberikan keyakinan/jaminan yang wajar
berkaitan dengan pencapaian tujuan dalam kategori berikut :
1. efektivitas dan efisiensi operasi,
2. keandalan laporan keuangan,
3. kepatuhan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku.
American Institute of Certified Public Accountants mendefinisikan pengendalian
internal ialah struktur organisasi, semua metode dan ketentuan – ketentuan yang
terkordinasi yang dianut dalam perusahaan untuk melindungi harta kekayaan, memeriksa
ketelitian, dan seberapa jauh data akuntansi dapat dipercaya, meningkatkan efisiensi usaha
dan mendorong ditaatinya kebijakan perusahaan yang telah ditetapkan.

Tujuan pengendalian internal menurut Midjan dan Susanto (2001:58) adalah :
1. mengamankan harta perusahaan,
2. menguji ketelitian dan keandalan data akuntansi,
3. meningkatkan efisiensi perusahaan,
4. ketaatan pada kebijaksanaan yang telah digariskan pimpinan perusahaan.
Pengendalian intern dapat mencegah kerugian atau pemborosan pengolahan
sumber daya perusahaan. Pengendalian internal dapat menyediakan informasi tentang
bagaimana menilai kinerja perusahaan dan manajemen perusahaan serta menyediakan
informasi yang akan digunakan sebagai pedoman dalam perencanaan.

Sasaran Pengendalian Intern adalah :
1. mendukung operasi perusahaan yang efektif dan efisien,
2. laporan Keuangan yang handal/akuntabel,
3. perlindungan asset,
4. mengecek keakuratan dan kehandalan data akuntansi,
5. kesesuaian dengan hukum dan peraturan–peraturan yang berlaku,
6. membantu menentukan kebijakan manajerial.
2.1.2. Klasifikasi Pengendalian Intern
Dilihat dari tujuan tersebut maka sistem pengendalian intern dapat dibagi menjadi
dua yaitu pengendalian intern akuntansi (preventive controls) dan pengendalian intern

administratif (feedback controls).
1. Pengendalian intern akuntansi (aktif)
Dibuat untuk mencegah terjadinya inefisiensi yang tujuannya adalah menjaga
kekayaan perusahaan, menghasilkan laporan keuangan yang wajar dan memeriksa
keakuratan data akuntansi. Contoh : adanya pemisahan fungsi dan tanggung jawab antar
unit organisasi, pemberian otorisasi atau persetujuan, pelaksanaan dan pencatatan
transaksi serta pertanggungjawabannya.
Ada empat konsep dasar yang secara implisit ada dalam pengendalian akuntansi,
yaitu :
a. Tanggung jawab manajemen
Dalam pelaksanaan sistem, manajemen harus memberi buku pegangan prosedur yang
meliputi rincian metode – metode yang harus diikuti. Demi keefektifan sistem
pengendalian intern maka harus ada pengawasan secara terus menerus dari manajemen.
b. Jaminan yang beralasan

Maksudnya ialah tujuan yang diharapkan seperti pengamanan harta atau aktiva dan
dipercayainya data akuntansi akan tercapai.
c. Pembatasan – pembatasan
Semua sistem pengendalian akuntansi dipengaruhi atau dibatasi oleh batasan - batasan
yang melekat. Satu batasannya adalah faktor manusia yang berada pada sebagian

prosedur. Oleh karena itu, faktor manusia memiliki peran yang sangat penting dalam
pengendalian.
d. Metode pengolahan data
Sistem pengolahan data dapat seluruhnya dikerjakan secara manual atau dapat
dikombinasi dengan mekanis dan elektronis. Metode yang digunakan akan berpengaruh
terhadap sistem pengendalian akuntansi.
Kelemahan pengendalian intern aktif ialah :
a. Musuh utamanya ialah sumber daya manusia,
b. Sangat rawan untuk ditembus oleh para pelaku kecurangan,
c. Biayanya mahal,
d. Banyak unsur dari pengendalian akuntansi (aktif) yang menghambat pelayanan.
Contohnya mengecek tanda tangan, mencocokkan dokumen, dsb.
2. Pengendalian intern administratif (pasif)
Pengendalian administrasi meliputi rencana organisasi serta prosedur – prosedur
dan catatan – catatan yang berhubungan dengan proses pembuatan keputusan yang
mengarah kepada tindakan manajemen untuk menyetujui atau memberi wewenang.
Tujuan pengendalian administrasi diutamakan pada pencapaian tujuan operasional, seperti
efisiensi dan efektivitas operasi serta mendorong dipatuhinya kebijakkan manajemen
(dikerjakan setelah adanya pengendalian akuntansi). Contoh : pemeriksaan laporan untuk


mencari penyimpangan yang ada, untuk kemudian diambil tindakan. Dalam sistem
pengendalian administrasi ada dua unsur yang mempengaruhi, yaitu :
1. sistem rencana organisasi yang merupakan tulang punggung (sarana). Dalam
penyusunan rencana yang efektif untuk memperkuat Sistem Pengendalian Intern perlu
diadakan pemisahan tugas antara berbagai fungsi operasi,
2. sistem – sistem yang bersifat usaha memperoleh efisiensi dan mencapai tujuan ketaatan
terhadap kebijaksanaan pimpinan yang tidak langsung berhubungan dengan catatan
keuangan.
Semua kelemahan dari pengendalian intern aktif dihilangkan oleh pengendalian
intern pasif, dimana kedua pegendalian ini saling melengkapi satu sama lain. Kelebihan
pengendalian administratif (pasif) ialah :
1. tidak mahal,
2. tidak bergantung kepada manusia,
3. tidak mempengaruhi produktivitas,
4. tidak rawan untuk ditembus oleh pelaku kecurangan.
2.1.3. Unsur – Unsur Pengendalian Intern
Pengendalian intern mempunyai berbagai unsur, dimana setiap unsur mempunyai
kaitan langsung dengan tujuan pengawasan perusahaan demikian juga dengan langkahlangkah yang ditempuh perusahaan dalam memenuhinya. Untuk membentuk suatu
pengendalian intern yang memadai maka diperlukan unsur-unsur yang terkandung
didalamnya.

Unsur pokok pengendalian intern menurut Mulyadi (2001:164) adalah :
1. Struktur organisasi yang memisahkan tanggung jawab fungsional secara tegas.
Struktur organisasi merupakan rerangka (framework) pembagian tanggung jawab
fungsional kepada unit - unit organisasi yang dibentuk untuk melaksanakan kegiatan-

kegiatan pokok perusahaan. Struktur organisasi yang baik belum tentu sama bagi setiap
perusahaan karena adanya beberapa faktor yang mempengaruhinya, seperti jenis usaha,
banyaknya cabang perusahaan dan sebagainya. Struktur organisasi yang baik harus
memperlihatkan secara jelas pemisahan fungsi antara fungsi operasi, pencatatan, dan
pemeriksaan intern selain itu tanggung jawab setiap bagian harus ditetapkan secara
jelas, sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan.
2. Sistem wewenang dan prosedur pencatatan yang memberikan perlindungan yang cukup
terhadap kekayaan, utang, pendapatan dan biaya.
Dalam organisasi, setiap transaksi hanya terjadi atas dasar otorisasi dari pejabat yang
memiliki wewenang untuk menyetujui terjadinya transaksi tersebut. Suatu sistem dan
prosedur pencatatan harus diatur sedemikian rupa sehingga dapat mewujudkan
pengendalian akuntansi yang memadai terhadap kegiatan-kegiatan usaha dan transaksi
yang terjadi serta memudahkan klasifikasi data keuangan, untuk itu diperlukan
formulir-formulir dan suatu pedoman akuntansi.
3. Praktek yang sehat dalam melaksanakan tugas dan fungsi setiap unit organisasi.

Praktek yang sehat dalam pelaksanaan tugas dan fungsi setiap organisasi sangat
berpengaruh terhadap efektifitas pengendalian intern. Prosedur-prosedur yang
menyangkut pemberian otorisasi, pencatatan, transaksi, dan penyelenggaraan
penyimpanan harta perusahaan harus didukung oleh praktek yang sehat sehingga dapat
memberikan jaminan yang memadai bagi manajemen tentang kebenaran transaksi yang
diikuti dan mempertinggi kemungkinan ditemukannya kesalahan-kesalahan dan
kecurangan lebih dini.

4. Karyawan yang mutunya sesuai dengan tanggung jawabnya.

Bagaimana pun baiknya struktur organisasi, sistem otorisasi dan prosedur pencatatan,
serta berbagai cara yang diciptakan untuk mendorong praktek yang sehat, semuanya
sangat tergantung kepada manusia yang melaksanakannya. Sumber daya manusia
menjadi faktor penting dalam melaksanakan pengendalian internal.
Pengendalian internal sebagaimana didefinisikan oleh COSO, terdiri atas lima
komponen yang saling terkait, yaitu:
a. Lingkungan pengendalian (control environment)
Lingkungan pengendalian memberikan nada pada suatu organisasi, mempengaruhi
kesadaran pengendalian dari para anggotanya. Lingkungan pengendalian merupakan
dasar bagi komponen pengendalian internal lainnya, memberikan disiplin dan struktur

serta mencakup :
1. integritas dan nilai etika,
2. komitmen terhadap kompetensi,
3. partisipasi dewan komisaris atau komite audit,
4. filosofi dan gaya operasi manajemen,
5. struktur organisasi,
6. pemberian otoritas dan tanggung jawab,
7. kebijakan dan praktik sumber daya manusia.
b. Penaksiran risiko (risk assessment)
Proses mengidentifikasi dan menganalisis resiko-resiko yang relevan dalam pencapaian
tujuan, membentuk sebuah basis untuk menentukan bagaimana resiko dapat diatur.
Karena kondisi ekonomi, industri, regulasi, dan operasi selalu berubah, maka
diperlukan mekanisme untuk mengidentifikasi dan menghadapi resiko-resiko spesial
terkait dengan perubahan tersebut.
c. Aktivitas pengendalian (control activities)

Kebijakan dan prosedur yang dibangun oleh manajemen untuk mencapai tujuan laporan
keuangan yang obyektif. Aktivitas pengendalian dapat digolongkan dalam pemisahan
tugas


yang

memadai,

otorisasi

yang

tepat

atas

transaksi

dan

aktivitas,

pendokumentasian dan pencatatan yang cukup, pengawasan aset antara catatan dan
fisik, serta pemeriksaan independen atas kinerja.

d. Informasi dan komunikasi (information and communication)
Metode yang dipergunakan untuk mengidentifikasi, mengumpulkan, mengklasifikasi,
mencatat dan melaporkan semua transaksi entitas, serta untuk memelihara akuntabilitas
yang berhubungan dengan aset. Transaksi-transaksi harus memuaskan dalam hal
eksistensi, kelengkapan, ketepatan, klasifikasi, tepat waktu, serta dalam posting dan
mengikhtisarkan.
e. Pemantauan (monitoring)
Sistem pengendalian internal perlu diawasi, sebuah proses untuk menentukan kualitas
performa sistem dari waktu ke waktu. Proses ini terselesaikan melalui kegiatan
pengawasan yang berkesinambungan, evaluasi yang terpisah atau kombinasi dari
keduanya.

2.1.4. Sifat Pengendalian Intern
Ada lima sifat sistem pengendalian intern yang dapat dipercaya (Hartadi, 1999) :
1. Kualitas karyawan sesuai dengan tanggung jawabnya.
Faktor yang paling sulit dan paling penting dalam pengendalian adalah orang-orang
yang dapat menunjang suatu sistem dapat berjalan baik. Masalah karyawan kadangkadang menimbulkan permasalahan dalam pengendalian intern. Ada tiga hal yang perlu
diperhatikan dalam hubungannya dengan kualitas karyawan, yaitu :

a. Menarik tenaga kerja, manajemen harus mengusahakan seluas mungkin sumber tenaga

kerja. Luasnya sumber tenaga kerja akan lebih besar kemungkinan mendapat calon
tenaga kerja yang dikehendaki,
b. Pengembangan mutu karyawan, menyangkut usaha-usaha meningkatkan pengetahuan
karyawan dan keahlian atau keterampilannya,
c. Pengukuran prestasi, menilai pelaksanaaan tugas-tugas yang menjadi tanggung jawab
masing-masing karyawan.
2. Rencana organisasi yang memisahkan tanggung jawab fungsi secara layak.
Tujuan dari pemisahan adalah agar tidak ada seorang pun yang harus
mengendalikan dua atau tiga tanggung jawab fungsi. Hal ini memberikan keuntungan bagi
perusahaan, yaitu karyawan akan sulit berbuat kecurangan dan adanya saling cek (crosscheck) suatu transaksi karena adanya koordinasi.
3. Sistem pemberian wewenang, tujuan, teknik dan pengawasan yang wajar untuk
mengadakan pengendalian atas aktiva, utang, penghasilan dan biaya.
Setiap manajemen bertanggung jawab untuk menentukan, melaksanakan dan
memelihara serta meningkatkan sistem pengendaliannya. Manajemen harus menentukan
ukuran untuk mengakui transaksi dalam sistem akuntansinya dan untuk pengawasan
persetujuan transaksi. Perusahaan juga harus memiliki bagan rekening (chart of accounts)
dan dengan penjelasan dan instruksi tertulis tentang klasifikasi transaksi. Pengawasan
adalah suatu alat untuk memonitor dan menjaga sistem pengendalian agar dapat berjalan
dengan baik.
4. Pengendalian aktiva, dokumen dan formulir yang penting.
Pengendalian fisik atas aktiva, catatan dan dokumen lainnya harus dibatasi kepada
orang-orang tertentu saja. Pengendalian ini bertujuan untuk menghindari dari kesalahan
dan ketidakberesan dari orang-orang yang tidak bertanggung jawab.

5. Perbandingan secara periodik.
Perbandingan secara periodik dapat meliputi perhitungan fisik saldo kas,
rekonsiliasi bank, dan teknik-teknik lainnya yang dilakukan untuk menentukan apakah
catatan akuntansi sesuai dengan keadaan sebenarnya. Manajemen yang melakukan
perbandingan secara periodik akan mempunyai kesempatan lebih banyak dalam
menemukan kesalahan dalam catatan-catatan daripada tidak melakukannya.

2.2. Gaya Kepemimpinan
2.2.1 Pengertian Gaya Kepemimpinan
Kepemimpinan merupakan kemampuan untuk memberikan wawasan sehingga
orang lain ingin mencapainya. Pemimpin yang baik memberikan pengalaman,
keterampilan, dan sikap pribadinya untuk membangkitkan semangat dan tim kerja.
Pemimpin yang efektif mampu memberikan pengarahan terhadap usaha semua pegawai
dalam mencapai tujuan organisasi.
Definisi gaya kepemimpinan menurut Thoha (2007:49) yaitu merupakan norma
perilaku yang digunakan oleh seseorang pada saat orang tersebut mencoba memengaruhi
perilaku orang lain seperti yang ia lihat. Dalam hal ini usaha menyelaraskan persepsi di
antara orang yang akan memengaruhi perilaku dengan orang yang perilakunya akan
dipengaruhi menjadi amat penting kedudukannya. Sedangkan menurut Winardi (2000),
gaya kepemimpinan adalah sebuah pendekatan yang digunakan untuk memahami
suskesnya kepemimpinan, dalam hubungannya di mana pusat perhatian ditujukan pada
yang dilakukan oleh pemimpin.
Gibson (1996) telah meneliti gaya kepemimpinan di Ohio State University tentang
perilaku pemimpin melalui dua dimensi, yaitu: consideration dan initiating structure.

Consideration (konsiderasi) adalah gaya kepemimpinan yang menggambarkan kedekatan
hubungan antara bawahan dengan atasan, adanya saling percaya, kekeluargaan,
menghargai gagasan bawahan, dan adanya komunikasi antara pimpinan dengan bawahan.
Pemimpin yang memiliki konsiderasi yang tinggi menekankan pentingnya komunikasi
yang terbuka dan parsial. Initiating structure (struktur inisiatif) merupakan gaya
kepemimpinan

yang

menunjukkan

bahwa

pemimpin

mengorganisasikan

dan

mendefinisikan hubungan dalam kelompok, cenderung membangun pola dan saluran
komunikasi yang jelas, menjelaskan cara mengerjakan tugas yang benar.
Menurut Pramudita (2013) jauh dari tindakan fraud diperlukan sosok seorang figur
pemimpin yang baik dimata karyawan, seorang karyawan yang mempunyai persepi yang
buruk terhadap gaya kepemimpinan pemimpinnya, maka karyawan tersebut akan
cenderung melakukan hal-hal yang akan merugikan perusahaan, dalam hal ini melakukan
fraud, maka dapat disimpulkan bahwa semakin baik gaya kepemimpinan seorang
pemimpin perusahaan akan menurunkan tingkat terjadinya fraud yang dilakukan oleh
karyawannya.
2.3. Pengembangan Mutu Karyawan
Pengembangan mutu karyawan berarti menyangkut usaha-usaha meningkatkan
pengetahuan karyawan dan keahlian atau keterampilannya. Pengembangan mutu karyawan
dimaksudkan untuk mendorong karyawan bekerja lebih keras dan baik, berusaha memiliki
tingkat moral yang tinggi dan karenanya akan menghasilkan tugas-tugas yang dikerjakan
secara efisien.
Perusahan bertujuan untuk mengembangkan mutu karyawan agar tercapainya engaged
performance. Engaged Performance merupakan hasil yang dicapai oleh suatu organisasi bisnis
dengan cara merangsang antusiasme karyawan terhadap pekrjaannya dan mengarahkannya
pada kesuksesan organisasi tersebut. Dengan kata lain, karyawan yang terlibat sepenuhnya

dengan apa yg mereka lakukan, dan terhadap organisasi tempatnya bekerja, akan mengerahkan
upaya ekstra untuk mencapai strategi dan tujuan organisasi. Keuntungan lain dengan memiliki
karyawan yg engaged adalah bahwa mereka akan tetap tinggal di organisasi dalam jangka
waktu yg lama, sehingga organisasi dapat menghemat biaya terkait dengan turn over karyawan.
Beberapa Hal yang mendukung terciptanya EP (engaged performance) ialah :
1. efektifitas organisasi dan kepemimpinan yang dipersepsikan,
2. support dari organisasi kepada karyawan untuk memampukan mereka dalam menjalankan

peran di pekerjaannya,
3. kewajaran dan keadilan organisasi dalam pengembangan dan penghargaan karyawan.

Jadi, pada akhirnya, suatu organisasi bisnis yang ingin maju secara berkesinambungan,
apapun bentuk dan skala usahaya, harus mampu menciptakan karyawan yang "engaged.” Sifat
pengembangan mutu karyawan, yaitu:
1. Pengembangan pengetahuan
Proses pengembangan dilakukan dengan pengembangan intelektualitas dari karyawan,
dimana metode pengembangan yang digunakan seperti memberikan sekolah ataupun kuliah
bagi karyawan dan mengadakan Programmed Instruction bagi karyawan terhadap hal-hal
baru yang berkembang mengenai perusahaan.

2. Pengembangan keterampilan
Proses pengembangannya dilakukan dengan pemberian latihan/praktik langsung kepada
karyawan, dimana metode pengembangan yang digunakan seperti diskusi kasus, permainan
bisnis, studi proyek.
3. Pengembangan sikap
Proses pengembangan dilakukan dengan pengembangan sifat emosional, dimana metode
pengembangan yang digunakan seperti melakukan permainan, uji sensitivitas dan latihan.

2.4. Kecurangan (Fraud)
2.4.1. Pengertian Fraud
Menurut The Association of Certified Fraud Examiners (ACFE) fraud adalah:
Perbuatan - perbuatan yang melawan hukum yang dilakukan dengan sengaja
untuk tujuan tertentu (manipulasi atau memberikan laporan keliru terhadap pihak
lain) dilakukan orang-orang dari dalam atau luar organisasi untuk mendapatkan
keuntungan pribadi ataupun kelompok yang secara langsung atau tidak langsung
merugikan pihak lain.

Definisi Fraud menurut Black Law Dictionary adalah :
a. Kesengajaan atas salah pernyataan terhadap suatu kebenaran atau keadaan
yang disembunyikan dari sebuah fakta material yang dapat mempengaruhi
orang lain untuk melakukan perbuatan atau tindakan yang merugikannya,
biasanya merupakan kesalahan namun dalam beberapa kasus (khususnya
dilakukan secara disengaja) memungkinkan merupakan suatu kejahatan,
b. Penyajian yang salah/keliru (salah pernyataan) yang secara ceroboh/tanpa
perhitungan dan tanpa dapat dipercaya kebenarannya berakibat dapat
mempengaruhi atau menyebabkan orang lain bertindak atau berbuat,
c. Suatu kerugian yang timbul sebagai akibat diketahui keterangan atau
penyajian yang salah (salah pernyataan), penyembunyian fakta material, atau
penyajian yang ceroboh/tanpa perhitungan yang mempengaruhi orang lain
untuk berbuat atau bertindak yang merugikannya.
Ikatan Akuntan Indonesia menyatakan definisi fraud ialah :
Setiap tindakan ilegal ditandai dengan penipuan, penyembunyian atau
pelanggaran kepercayaan. Tindakan ini tidak tergantung pada aplikasi
kekerasan atau ancaman kekerasan fisik. Penipuan yang dilakukan oleh partai
dan organisasi untuk memperoleh kekayaan uang, atau jasa; untuk
menghindari pembayaran atau hilangnya layanan, atau untuk mengamankan
keuntungan pribadi atau bisnis.

Bologna dan Lindquist (1987) mendefinisikan fraud adalah :
“Istilah generik, dan mencakup semua sarana yang beraneka kecerdikan manusia bisa
merancang, yang terpaksa oleh satu individu, untuk mendapatkan keuntungan lebih dari
yang lain dengan keterangan palsu.”

Menurut AICPA US Auditing Standards (AU 312) dalam Rustiana (2008) error
meliputi:
1. kesalahan dalam proses menyusun laporan keuangan secara tidak disengaja,
2. kesalahan penerapan prinsip akuntansi (jumlah, klasifikasi, penyajian, dan
pengungkapan) secara tidak disengaja.
Dari beberapa pengertian di atas, secara garis besar para ahli memiliki makna dan
tujuan yang sama dalam menjelaskan arti dari fraud. Kecurangan (fraud) memiliki
beberapa unsur yang menandakan bahwa hal tersebut merupakan fraud, bila tidak terdapat
unsur fraud maka hal tersebut tidak dapat dikategorikan sebagai fraud. Berikut merupakan
unsur-unsur yang terdapat dalam fraud, yaitu :
a. harus terdapat kesalahan penyajian (misrepresentation),
b. dari suatu masa lampau (past) atau sekarang (present),
c. faktanya bersifat material (material fact),
d. dilakukan secara sengaja atau tanpa perhitungan (recklessly),
e. dengan maksud (intent) untuk menyebabkan pihak lain bereaksi,
f. pihak yang dirugikan harus bereaksi (acted) terhadap kesalahan penyajian tersebut
(misrepresentation).
g. mengakibatkan kerugian (detriment). Fraud disini tidak terbatas pada manipulasi,
penyalahgunaan jabatan, penggelapan pajak, pencurian aktiva, dan tindakan buruk
lainnya yang dilakukan oleh seseorang yang dapat mengakibatkan kerugian bagi
organisasi/perusahaan.
2.4.2. Faktor Terjadinya Fraud
Terdapat empat faktor pendorong seseorang untuk melakukan fraud, yang disebut
juga dengan teori GONE, yaitu:
1. greed (keserakahan),

2. opportunity (kesempatan),
3. need (kebutuhan),
4. exposure (pengungkapan).
Faktor Greed dan Need merupakan faktor yang berhubungan dengan individu
pelaku fraud (disebut juga faktor individual). Sedangkan faktor Opportunity dan Exposure
merupakan faktor yang berhubungan dengan organisasi sebagai korban perbuatan fraud
(disebut juga faktor generik/umum).
Kecurangan atau penipuan yang disengaja (intentional deception) adalah suatu
strategi untuk mencapai sasaran strategi untuk mencapai sasaran individu atau organisasi
atau untuk memuaskan kebutuhan manusiawi. Secara umum, daya saing yang kompetitif
dapat menjadi motivasi untuk melakukan tindakan yang benar maupun yang tidak benar.
Bila persaingan berlangsung secara ketat dan sangat kompetitif, melakukan hal yang tidak
benar sering dianggap rasional (hal yang salah namun dianggap benar). Fraud triangle
sebagai faktor – faktor terjadinya fraud, yaitu :
1. Insentif/ Tekanan (Insentives/Pressures) : Manajemen atau pegawai merasakan suatu
tekanan yang berkaitan dalam pemenuhan kebutuhan dasarnya untuk melakukan fraud.
Melalui penelitiannya, Cressey menyimpulkan bahwa status sosial pun dapat menjadi
suatu tekanan bagi seseorang untuk melakukan fraud. Cressey mengelompokkannya
atas :
a. Violation of ascribed obligation, yaitu suatu keadaan melakukan fraud akibat
seseorang harus menjaga martabatnya saat memiliki kedudukan atau jabatan,
b. Problems resulting from personal failure, yaitu suatu keadaan melakukan fraud
karena kegagalan yang terjadi pada diri sendiri akibat perbuatan sendiri,
c. Business reversals, yaitu suatu keadaan melakukan fraud yang di akibatkan oleh
faktor eksternal. Contohnya tingkat bunga yang tinggi,

d. Physical isolation, yaitu suatu keadaan melakukan fraud yang di akibatkan oleh
keterpurukan dalam kesendirian,
e. Status gaining, yaitu uatu keadaan melakukan fraud yang di akibatkan oleh tidak
mau kalah dengan orang lain,
f. Employer-employee relations, yaitu uatu keadaan melakukan fraud yang di
akibatkan oleh kekesalan atau kebencian kepada perusahaannya.
2. Kesempatan (opportunity) : Adanya persepsi bahwa ada peluang atau kesempatan bagi
manajemen atau pegawai untuk melakukan fraud. Ada dua persepsi, yaitu :
a. general information, yaitu pengetahuan bahwa kedudukan yang mengandung
kepercayaan dapat dilanggar tanpa konsekuensi,
b. technical skill, yaitu keahlian yang dimiliki seseorang dan yang menyebabkan
seseorang tersebut mendapat Kedudukan,
c. sikap/Rasionalisasi (attitudes/rationalization) : Sikap, karakter, atau serangkaian
nilai-nilai etis yang membolehkan manajemen atau pegawai untuk melakukan
tindakan yang tidak benar, atau mereka berada dalam lingkungan yang cukup
menekan yang membuat mereka merasionalisasi tindakan yang tidak benar.
2.4.3. Karakteristik Pemeriksa Fraud
Pemeriksa fraud harus memiliki kemampuan yang unik. Di samping keahlian
teknis, seorang pemeriksa fraud yang sukses mempunyai kemampuan mengumpulkan
fakta-fakta dari berbagai saksi secara adil (fair), tidak memihak, sahih (mengikuti
ketentuan perundang-undangan), akurat serta mampu melaporkan fakta-fakta itu secara
akurat dan

lengkap. Kemampuan untuk memastikan kebenaran dari fakta yang

dikumpulkan dan kemudian melaporkannya dengan akurat dan lengkap adalah sama
pentingnya. Pemeriksa fraud adalah gabungan antara pengacara, akuntan, kriminolog, dan
detektif (investigator).

Art Buckwalter mengatakan, “The secret is for each private investigator to be the
kind of person others will want to deal with.” (“Rahasia seorang private investigator
adalah menjadi sosok yang disukai orang lain.”). Pemeriksa yang menyesatkan orang lain,
sering kali tersesat sendiri. Pemeriksa memang berurusan dengan orang yang bersalah,
tetapi ia juga kan bertemu dengan para saksi yang tidak bersalah. Para saksi ini dan
kesaksian mereka merupakan sesuatu yang sangat diperlukan dalam metodologi
pemeriksaan fraud. Oleh karena pemeriksa berurusan dengan segala macam jenis manusia
dari berbagai latar belakang, kemampuannya untuk menumbuhkan kepercayaan pada diri
orang lain itu, sangat menentukan.
Oleh karena setiap orang itu unik (tidak ada duanya), maka pemeriksa fraud harus
mampu berkomunikasi dalam “bahasa” mereka. Seorang sarjana tidak dapat ditanya
dengan bahasa yang sama seperti seorang yang tidak menyelesaikan pendidikan SMAnya. Seseorang dengan latar belakang perbendaharaan kata teknis (seperti akuntansi,
hukum, dan lain-lain) tidak akan memberikan tanggapan yang sama dengan orang berlatar
belakang seni. Oleh karena setiap kasus berbeda, pemeriksa juga akan berbeda dalam
pendekatannya.
Pemeriksa fraud harus mempunyai kemampuan teknis untuk mengerti konsepkonsep keuangan, dan kemampuan untuk menarik kesimpulan terhadapnya. Ciri yang unik
dari kasus-kasus fraud, yakni berbeda dengan kejahatan tradisional atas harta benda,
adalah identitas pelakunya biasanya diketahui. Dalam perampokan bank misalnya, issuenya bukanlah kejahatan terjadi, melainkan siapa pelakunya? Dalam kasus-kasus fraud,
issue-nya bukanlah penentuan identitas pelakunya, namun apakah perbuatannya dapat
dianggap meruapakan fraud.
Sangat penting bagi pemeriksa untuk menyederhanakan konsep-konsep keuangan
sehingga para saksi dapat memahami apa yang dimaksudkannya. Dalam kenyataannya

kebanyakan kasus fraud sangat sederhana, namun metode-metode penyembunyiannya
atau penyamarannya yang membuatnya terlihat rumit.
2.4.4. Ruang Lingkup Audit Kecurangan (Fraud)
Ruang lingkup audit fraud mencakup :
1. Pencegahan (preventive), yaitu upaya untuk mencegah terjadinya fraud dengan cara
menghilangkan atau meminimalkan faktor – faktor penyebab terjadinya fraud.
Pencegahan dilakukan dengan Anti Fraud Control, yang isinya antara lain :
a. audit dengan kunjungan mendadak,
b. alih tugas/ wajib ambil cuti,
c. saluran komunikasi khusus untuk melapor ketidak beresan,
d. program dukungan bagi karyawan,
e. pelatihan mengenai fraud untuk manajer dan eksekutif,
f. audit internal
2. Pendeteksian

(detective),

yaitu

proses

mengarahkan

kegiatan

untuk

mengidentifikasikan terjadinya fraud dengan cepat, tepat, dan dengan biaya yang
rasional. Teknik- teknik untuk mendeteksi fraud ialah :
a. penggunaan teknik – teknik audit yang dilakukan oleh internal maupun eksternal
auditor dalam mengaudit laporan keuangan, namun secara lebih mendalam dan luas,
b. pemanfaatan teknik audit investigative,
c. penelusuran jejak – jejak arus uang,
d. penerapan teknik analisi dalam bidang hukum,
e. penggunaan computer forensics,
f. penggunaan teknik interogasi,
g. pemanfaatan whistleblower

3. Penginvestigatian (investigative), yaitu upaya untuk menangani dan memproses
tindakan fraud sesuai dengan peraturan perundang – undangan yang berlaku. K. H.
Spencer Pickett dan Jennifer Pickett merumuskan beberapa standar untuk melakukan
investigasi terhadap fraud. Konteks yang mereka rujuk adalah investigasi atas fraud
yang dilakukan oleh pegawai di perusahaan. Standar-standar tersebut adalah:
a. seluruh investigasi harus dilandasi praktik terbaik yang diakui (accepted bes
practies),
b. kumpulkan bukti-bukti dengan prinsip kehati-hatian (due care) sehingga bukti-bukti
tadi dapat diterima di pengadilan,
c. pastikan bahwa seluruh dokumentasi dalam keadaan aman, terlindungi, diindeks dan
jejak audit tersedia,
d. pastikan bahwa para investigator mengerti hak-hak asasi pegawai dan senantiasa
menghormatinya,
e. beban pembuktian ada yang “menduga” pegawainya melakukan kecurangan, dan
pada penuntut umum yang mendakwa pegawai tersebut, baik dalam kasus hukum
administratif maupun hukum pidana,
f. cakup seluruh substansi investigasi dan “kuasai” seluruh target yang sangat kritis
ditinjau dari segi waktu,
g. liput seluruh tahapan kunci dalam proses investigasi, termasuk perencanaan,
pengumpulan bukti dan barang bukti, wawancara, kontak dengan pihak ketiga,
pengamanan mengenai hal-hal yang bersifat rahasia, ikuti tata cara atau protokol,
dokumentasi dan penyelenggaraan catatan, melibatkan dan/atau melapor ke polisi,
kewajiban hukum, dan persyaratan mengenai pelaporan.
2.5. Tinjauan Penelitian Terdahulu

Dalam penelitian ini ada beberapa tinjauan penelitian terdahulu yang menjadi masukan
bagi peneliti, yaitu sebagai berikut:

Peneliti
Purwitasari
(2009)

Variabel
Dependen
Pengendalian
Internal
Komitmen
Organisasi

Simanjuntak
(2010)

Pencegahan
kecurangan
akuntansi

Tabel 2.2
Hasil Penelitian Terdahulu
Variabel
Kesimpulan
Independen
Pencegahan
Berdasarkan
hasil
fraud
penelitian menunjukkan
adanya
pengaruh
pengendalian internal dan
komitmen
organisasi
terhadap
pencegahan
fraud pengadaan barang.
Berdasarkan
hasil
tersebut,
diharapkan
pihak manajemen lebih
memperhatikan
lagi
dalam
menerapkan
implementasi
pengendalian
internal,
serta disarankan agar
manajemen perusahaan
mampu menanamkan rasa
komitmen
terhadap
organisasi kepada setiap
karyawan.
Pengembangan
Keefektifan pengendalian
mutu karyawan
intern bidang akuntansi
tidak
berpengaruh
Keefektifan
signifikan secara parsial
pengendalian
terhadap
pencegahan
intern
kecurangan akuntansi di
perusahaan.Pengembanga
n
mutu
karyawan
memberikan
pengaruh
signifikan secara parsial
terhadap
pencegahan
kecurangan akuntansi di
perusahaan. Keefektifan
pengendalian
intern
bidang akuntansi dan
pengembangan
mutu
karyawan
berpengaruh
signifikan secara simultan
terhadap
pencegahan
kecurangan akuntansi di
perusahaan.

Monica
(2012)

Kecenderungan
kecurangan
akuntansi

Keefektifan
pengendalian
internal
Kesesuaian
kompensasi

Zulkarnain
(2013)

Fraud

Keefektifan
sistem
pengendalian
intern
Kesesuain
kompensasi
Kultur
organisasi
Perilaku tidak
etis
Gaya
kepemimpinan

Arsito
(2014)

Pencegahan
Kecurangan
Akuntansi

Keefektifan
pengendalian
intern
Pengembangan
mutu karyawan

Bahwa
keefektifan
pengendalian internal dan
kesesuaian kompensasi
berpengaruh signifikan
secara
simultan
dan
keefektifan pengendalian
internal
berpengaruh
signifikan secara parsial
terhadap kecenderungan
kecurangan akuntansi.
Hasil
penelitian
menunjukkan
bahwa
terdapat pengaruh negatif
antara keefektifan sistem
pengendalian
intern
dengan fraud di sektor
pemerintahan,
terdapat
pengaruh negatif antara
kesesuaian
kompensasi
dengan fraud di sektor
pemerintahan,
tidak
terdapat pengaruh antara
kultur organisasi dengan
fraud
di
sektor
pemerintahan,
terdapat
pengaruh positif antara
perilaku tidak etis dengan
fraud
di
sektor
pemerintahan,
terdapat
pengaruh negatif antara
gaya
kepemimpinan
dengan fraud di sektor
pemerintahan,
terdapat
pengaruh negatif sistem
pengendalian
internal
terhadap fraud di sektor
pemerintahan,
tidak
terdapat
pengaruh
penegakan
hukum
terhadap fraud di sektor
pemerintahan.
Hasil
penelitian
menunjukkan
bahwa
keefektifan pengendalian
intern
bidang
akuntansi
berpengaruh
secara
signifikan
terhadap
pencegahan kecurangan

akuntansi, pengembangan
mutu
karyawan
berpengaruh signifikan
terhadap pencegahan
kecurangan akuntansi.
Sumber : data olahan peneliti
2.6. Kerangka Konseptual
Kerangka konseptual adalah suatu model yang menerangkan bagaimana hubungan
suatu teori dengan faktor-faktor yang penting yang telah diketahui dalam suatu masalah
tertentu. Kerangka konseptual akan menghubungkan secara teoritis antara variabel-variabel
penelitian untuk memecahkan masalah penelitian serta merumuskan hipotesis.

Efektifitas Pengendalian
Intern
(X1)
Gaya Kepemimpinan
(X2)

Pencegahan Kecurangan
Akuntansi
(Y)

Pengembangan Mutu
Karyawan
(X3)
Gambar 2.3
Kerangka Konseptual

Dalam teori akuntansi, efektifitas pengendalian intern atau kontrol intern didefinisikan
sebagai suatu proses, yang dipengaruhi oleh sumber daya manusia dan sistem teknologi
informasi, yang dirancang untuk membantu organisasi mencapai suatu tujuan atau objektif
tertentu. Pengendalian intern merupakan suatu cara untuk mengarahkan, mengawasi, dan
mengukur sumber daya suatu organisasi. Efektifitas pengendalian intern berperan penting
untuk mencegah dan mendeteksi penggelapan (fraud) dan melindungi sumber daya organisasi

baik yang berwujud maupun tidak berwujud. Efektifitas memiliki hubungan negatif terhadap
pencegahan kecurangan akuntansi, artinya semakin rendah efektifitas pengendalian intern
maka akan semakin tinggi pencegahan kecurangan akuntansi yang akan dilakukan.
Gaya kepemimpinan merupakan kemampuan mempengaruhi orang lain, bawahan atau
kelompok, kemampuan mengarahkan tingkah laku bawahan atau kelompok, memiliki
kemampuan atau keahlian khusus dalam bidang yang diinginkan oleh kelompoknya, untuk
mencapai tujuan organisasi atau kelompok. Gaya kepemimpinan memiliki hubungan positif
terhadap pencegahan kecurangan akuntansi, artinya semakin tinggi gaya kepemimpinan yang
diterapkan maka akan semakin tinggi juga pencegahan kecurangan akuntansi yang akan
dilakukan oleh perusahaan.
Pengembangan mutu karyawan berarti menyangkut usaha-usaha meningkatkan
pengetahuan karyawan dan keahlian atau keterampilannya. Pengembangan mutu karyawan
dimaksudkan untuk mendorong karyawan bekerja lebih keras dan baik, berusaha memiliki
tingkat moral yang tinggi dan karenanya akan menghasilkan tugas-tugas yang dikerjakan
secara efisien. Perusahan bertujuan untuk mengembangkan mutu karyawan agar tercapainya
engaged performance. Engaged Performance merupakan hasil yang dicapai oleh suatu
organisasi bisnis dengan cara merangsang antusiasme karyawan terhadap pekrjaannya dan
mengarahkannya pada kesuksesan organisasi tersebut. Pengembangan mutu karyawan
memiliki hubungan positif terhadap pencegahan kecurangan akuntansi, artinya semakin tinggi
mutu karyawan yang dimiliki oleh sebuah perusahaan maka pencegahan kecurangan akuntansi
akan semakin tinggi juga.

2.7. Hipotesis Penelitian
Pengertian hipotesis menurut Sugiyono (2011:93) yaitu: “hipotesis merupakan jawaban
sementara terhadap rumusan masalah penelitian, oleh karena itu rumusan masalah peneltian

biasanya disusun dalam bentuk kalimat pernyataan. Dikatakan sementara, karena jawaban yang
diberikan baru didasarkan pada fakta-fakta empris yang diperoleh melalui pengumpulan data.
Jadi hipotesis juga dapat dinyatakan sebagai jawaban teoritis terhadap rumusan masalah
penelitian, belum jawaban yang empirik”.
Berdasarkan landasan teoritis dan tinjauan penelitian terdahulu yang telah
dikemukakan di atas, maka hipotesis penelitian ini adalah sebagai berikut: efektifitas
pengendalian intern, gaya kepemimpinan, dan pengembangan mutu karyawan berpengaruh
secara simultan maupun parsial terhadap pencegahan kecurangan akuntansi pada RSU. Dr.
Pirngadi Medan.

Dokumen yang terkait

Pengaruh Keefektifan Pengendalian Intern Bidang Akuntansi dan Pengembangan Mutu Karyawan Terhadap Pencegahan Kecurangan Akuntansi di Perusahaan

8 90 120

Pengaruh Efektifitas Pengendalian Intern, Gaya Kepemimpinan, Dan Pengembangan Mutu Karyawan Terhadap Pencegahan Kecurangan Akuntansi Pada RSU. Dr. Pirngadi Medan

9 96 97

Pengaruh Keefektifan Pengendalian Internal Bidang Akuntansi dan Pengembangan Mutu Karyawan Terhadap Pencegahan Kecurangan Akuntansi di PT. Perkebunan Nusantara IV (Persero) Medan

0 2 101

Pengaruh Pengendalian Intern Bidang Akuntansi, Mutu Karyawan dan Kesesuaian Kompensasi Karyawan Terhadap Pencegahan Kecurangan Akuntansi pada Perusahaan Pengolahan Air Minum Swasta di Jakarta

2 13 96

Pengaruh Efektifitas Pengendalian Intern, Gaya Kepemimpinan, Dan Pengembangan Mutu Karyawan Terhadap Pencegahan Kecurangan Akuntansi Pada RSU. Dr. Pirngadi Medan

4 12 11

Pengaruh Efektifitas Pengendalian Intern, Gaya Kepemimpinan, Dan Pengembangan Mutu Karyawan Terhadap Pencegahan Kecurangan Akuntansi Pada RSU. Dr. Pirngadi Medan

0 0 2

Pengaruh Efektifitas Pengendalian Intern, Gaya Kepemimpinan, Dan Pengembangan Mutu Karyawan Terhadap Pencegahan Kecurangan Akuntansi Pada RSU. Dr. Pirngadi Medan

0 0 6

Pengaruh Efektifitas Pengendalian Intern, Gaya Kepemimpinan, Dan Pengembangan Mutu Karyawan Terhadap Pencegahan Kecurangan Akuntansi Pada RSU. Dr. Pirngadi Medan

1 4 2

Pengaruh Efektifitas Pengendalian Intern, Gaya Kepemimpinan, Dan Pengembangan Mutu Karyawan Terhadap Pencegahan Kecurangan Akuntansi Pada RSU. Dr. Pirngadi Medan

0 0 21

Pengaruh Pengendalian Intern Bidang Akuntansi, Mutu Karyawan dan Kesesuaian Kompensasi Karyawan Terhadap Pencegahan Kecurangan Akuntansi pada Perusahaan Pengolahan Air Minum Swasta di Jakarta

0 0 11