Analisis Rantai Pasok Komoditas Jahe di Kabupaten Simalungun

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Sistem agribisnis merupakan seluruh sektor bahan masukan usaha tani, produk
yang memasok bahan masukan usahatani, terlibat dalam produksi, dan pada
akhirnya menangani pemrosesan, penyebaran, penjualan produk sampai kepada
konsumen akhir. Agribisnis dapat dibagi menjadi tiga sektor yang saling
bergantungan secara ekonomis, yaitu sektor masukan (input), produksi (farm), dan
sektor keluaran (output) (Downey David dan Steven, 2009).
Tanaman jahe (Zingiber officinale Rosc.) telah lama dikenal dan tumbuh baik di
Indonesia.

Jahe merupakan salah satu rempah-rempah yang penting dimana

rimpangnya banyak digunakan sebagai bumbu masak, pemberi rasa dan aroma
pada biskuit, permen, kembang gula dan minuman. Jahe juga digunakan pada
industri obat, minyak wangi, dan jamu tradisional (Kementerian Pertanian, 2004).
Jahe sebagai salah satu tanaman obat dengan klaim khasiat paling banyak,
digunakan sebagai bahan baku lebih dari 40 produk obat tradisional sehingga jahe
menjadi salah satu tanaman yang dibutuhkan dalam jumlah besar untuk industri

kecil obat tradisional (IKOT) maupun industri obat tradisional (IOT)
(Kementerian Pertanian, 2008).
Pengembangan sistem agribisnis tanaman obat khususnya jahe merupakan satu
kesatuan dalam upaya kegiatan-kegiatan pertanian mulai dari subsistem
pengadaan masukan sarana produksi, budidaya, pengolahan, pemasaran dan

1

Universitas Sumatera Utara

2

subsistem kelembagaan pendukung. Tujuan tersebut dapat tercapai dengan
optimal secara kualitas, kuantitas dan kontinyuitas dengan pengembangan sistem
agribisnis yang baik.
Agribisnis jahe di Sumatera Utara dalam perkembanganya harus benar-benar
memperhatikan berbagai faktor. Keberhasilan dalam bidang agronomi saja belum
menjadi kunci pokok dalam keberhasilan usahatani. Dalam pengembangan jahe di
Sumatera Utara didukung oleh


beberapa faktor antara lain adanya

keadaan

topografi yang sesuai, sarana transportasi yang lancar, sarana komunikasi yang
mudah, adanya pasar dan saluran pemasaran yang baik. Berikut ini adalah tabel
luas panen, produksi dan produktivitas jahe di provinsi Sumatera Utara.
Tabel 1. Luas panen, produksi dan produktivitas jahe di Provinsi Sumatera
Utara tahun 2014
Produktivitas
Tahun
Luas Panen
Produksi
(Ha)
(Ton)
(Ton/Ha)
2010
190,8
5.692
28,2

2011
200,2
5.037
24,2
2012
332,2
8.742
22,3
30,5
2013
341,2
10.462
Sumber: Dinas Pertanian Sumatera Utara 2014
Berdasarkan Tabel 1 dapat di lihat adanya kecenderungan peningkatan luas
panen dan produksi jahe dari tahun ke tahun namun terjadi fluktuasi pada
produktivitas jahe. Hal ini disebabkan oleh peningkatan luas panen tidak
sebanding dengan peningkatan produksi jahe sehingga produktivitas jahe
mengalami fluktuasi.
Komoditas jahe masih menjanjikan peluang besar untuk dikembangkan terus
melalui


pengembangan

sumber-sumber pertumbuhan

seperti

optimalisasi

produktivitas lahan usaha, produktivitas tanaman, penekanan kehilangan hasil

Universitas Sumatera Utara

3

baik pra panen maupun pasca panen, peningkatan mutu dan diversifikasi produk
serta perdagangan bahan jadi produk dalam negeri.
Tabel 2. Perkembangan Volume Eksport-Impor Komoditi Jahe Di Provinsi
Sumatera Utara Tahun 2014
No

Tahun
Ekspor
Impor
(Kg)
(Kg)
1
2010
1.313.058
27
2
2011
752.926
2.939.168
3
2012
779.280
2.648.919
4
2013
6.819.101

75.920
Sumber: Dinas Pertanian Sumatera Utara Tahun 2014
Ekspor jahe di provinsi Sumatera utara pada periode 2010 sampai 2013
mengalami peningkatan seperti yang tertera pada Tabel 2. Peningkatan terbesar
terjadi pada tahun 2013 dan merupakan ekspor terbesar selama empat tahun
terakhir. Jenis jahe yang di ekspor kebanyakan adalah jenis jahe gajah meskipun
ada sebagian yang mengusahakan jenis jahe lain.
Sebagai provinsi yang mengekspor jahe, produksi jahe sangat mempengaruhi nilai
ekspor jahe di Sumatera Utara dimana jika produksi meningkat maka ekspor juga
ikut meningkat. Peningkatan nilai ekspor sangat menguntungkan bagi negara dan
juga petani karena dapat menambah pemasukan negara dan juga pendapatan
petani jahe.
Selain sebagai pengekspor, Sumatera Utara juga pengimpor jahe. Tabel 2
menunjukkan bahwa terjadi kenaikan impor jahe dari tahun 2010 ke tahun 2011,
namun mengalami penurunan pada tahun 2012 ke tahun 2013. Dapat kita lihat
bahwa jumlah produksi tidak hanya mempengaruhi nilai ekspor namun juga
mempengaruhi nilai impor. Disaat produksi menurun maka impor jahe akan

Universitas Sumatera Utara


4

meningkat oleh karena itu perlu adanya penangan sistem agribisnis yang baik agar
produksi meningkat dan impor menurun.
Provinsi Sumatera Utara adalah sentra produksi terbesar keempat di Indonesia
dalam produksi jahe. Kabupaten dengan produksi jahe terbesar adalah Kabupaten
Simalungun dengan produksi sebesar 5,387 ribu ton atau berkontribusi sebesar
51,49% terhadap total produksi jahe di Provinsi Sumatera Utara diikuti dengan
Kabupaten Toba Samosir dan Tapanuli Utara dengan produksi masing-masing
sebesar 3,43 ribu ton (32,78%) dan 0,96 ribu ton (9,18%). Ketiga kabupaten
tersebut memberikan kontribusi kumulatif sebesar 93,45% dari total produksi jahe
di Sumatera Utara (Dinas Pertanian Sumatera Utara 2014). Berikut adalah tabel
luas panen, produksi dan produktivitas jahe di Kabupaten Simalungun.
Tabel 3. Luas Panen, Produksi Dan Produktivitas Jahe Di Kabupaten
Simalungun Tahun 2015
No
Tahun
Luas Panen
Produksi
Produktivitas

(Ha)
(Ton)
(Ton/Ha)
1
2010
119,605
3.556
29,731
2
2011
124
1.245
10.04
3
2012
127
3.909
30,779
4
2013

192,572
5.387,05
27,974
5
2014
194,1
4.823
24,860
Sumber: BPS Simalungun 2015.
Kabupaten Simalungun

merupakan salah satu daerah yang mengembangkan

tanaman obat-obatan seperti, jahe, kunyit, temulawak, kencur dan lain-lain. Hal
ini didukung dengan keadaan daerahnya yang sangat cocok untuk tanaman obatobatan, akan tetapi dari tanaman yang diusahakan yang menjadi komoditi
unggulan tanaman obat yang dikembangkan adalah jahe. Pengembangan jahe
dinilai mempunyai manfaat yang lebih banyak dari tanaman obat yang lain.

Universitas Sumatera Utara


5

Produksi rimpang yang dapat dipanen untuk jahe emprit (kecil) berkisar 10-20
ton/ha. Jahe merah berkisar antara 8-15 ton/ha, dan jahe gajah (besar) dapat
mencapai 30 ton/ha. Penundaan waktu panen akan mengakibatkan terjadinya
penurunan bobot rimpang (Syukur Chepper, 2001). Berdasarkan Tabel 3 dapat
dilihat bahwa produktivitas jahe di Kabupaten Simalungun masih rendah sehingga
perlu adanya penanganan sistem agribisnis mulai dari pengadaan sarana produksi
sampai pada penangan panen yang baik agar dapat meningkatkan produktivitas
jahe di Kabupaten Simalungun.
Struktur pasar di daerah penelitian yang kurang mendukung para petani
menyebabkan mereka kurang memperoleh informasi akan pembentukan harga
yang terjadi sebenarnya di pasar sehingga sering kali petani hanya memperoleh
sedikit keuntungan dari usahataninya. Kelembagaan pemasaran hasil-hasil
pertanian juga belum optimal dalam memberikan perannya sebagai penyangga
kestabilan distribusi dan harga. Hal ini menyebabkan, pada saat panen harga hasil
pertanian di bagian hilir turun tajam sehingga banyak petani jahe yang mengalami
kerugian. Dengan demikian, dibutuhkan analisis mengenai rantai pasok komoditas
jahe di Kabupaten Simalungun.


Universitas Sumatera Utara

6

1.2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dirumuskan permasalahan sebagai
berikut:
1) Bagaimana ketersediaan subsistem pra produksi jahe di daerah penelitian
(bibit, lahan, dan sarana produksi jahe) ?
2) Bagaimana ketersediaan subsistem produksi jahe di daerah penelitian
(teknologi, produktivitas dan daerah sentral produksi) ?
3) Bagaimana ketersediaan subsistem post produksi jahe di daerah penelitian
(teknologi panen dan pasca panen) ?
4) Bagaimana rantai pasok komoditas jahe di daerah penelitian?
5) Bagaimana keterkaitan antar subsistem agribisnis di daerah penelitian?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian
ini adalah:
1) Untuk mengetahui ketersediaan subsistem pra produksi jahe di daerah
penelitian ( bibit, lahan, dan sarana produksi jahe).
2) Untuk mengetahui ketersediaan subsistem produksi jahe di daerah penelitian
(teknologi, produktivitas dan daerah sentral produksi).
3) Untuk mengetahui ketersediaan subsistem post produksi jahe di daerah
penelitian (teknologi panen dan pasca panen).
4) Untuk mengetahui rantai pasok komoditas jahe di daerah penelitian.
5) Untuk mengetahui keterkaitan antar subsistem agribisnis di daerah penelitian.

Universitas Sumatera Utara

7

1.4 Kegunaan Penelitian
Adapun kegunaan dari penelitian ini adalah:
1) Sebagai bahan informasi bagi pihak pemerintah maupun lembaga lainnya
dalam mengambil kebijakan khususnya dalam bidang analisis rantai pasok
komoditas jahe.
2) Sebagai bahan informasi bagi para petani mengenai pra produksi, produksi
dan pasca panen jahe.
3) Sebagai bahan informasi dan referensi bagi pihak yang membutuhkan tentang
rantai pasok jahe, baik untuk kepentingan akademis maupun ekonomis.

Universitas Sumatera Utara