Pengaruh Budaya Organisasi terhadap Semangat Kerja Karyawan pada PT. PLN (Persero) Area Medan

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Semangat kerja akan menunjukkan sejauh mana karyawan bersemangat
dalam melakukan tugas dan tanggung jawabnya di dalam perusahaan. Semangat
kerja karyawan dapat dilihat dari kehadiran, kedisiplinan, ketepatan waktu dalam
menyelesaikan pekerjaan dan tanggung jawab. Semangat kerja yang dimiliki oleh
setiap karyawan merupakan sikap mental yang mampu memberikan dorongan
bagi seseorang untuk dapat bekerja lebih giat, cepat, dan baik. Semangat kerja
karyawan yang tinggi sangat berpengaruh terhadap efisiensi dan efektivitas kerja
di perusahaan. Semangat kerja merupakan situasi yang ditumbuhkan oleh budaya
organisasi yang akan mempengaruhi sikap dan keinginan seseorang untuk bekerja
dengan giat dan mempengaruhi orang lain dilingkungan kerjanya.
Budaya Organisasi yang menumbuhkan Semangat kerja harus dikelola oleh
pemimpin atau manajer perusahaan karena penting artinya bagi keberhasilan suatu
usaha. Dikatakan penting bagi keberhasilan suatu usaha karena semangat kerja
dapat mempengaruhi produktivitas dan potensi kerja karyawan. Semangat kerja
yang optimal harus didukung dengan motivasi karyawan untuk bekerja secara
maksimal.
Hal ini sesuai dengan pendapat Kasali1yang menyatakan bahwa semangat
kerja terdiri dari sikap para individu dan kelompok terhadap hidup, lingkungan

dan pekerjaan. Karyawan yang memiliki semangat kerja yang tinggi akan bekerja
dengan energik, antusias dan penuh dengan kemauan untuk menyelesaikan
pekerjaannya. Karyawan ingin datang bekerja dan antusias untuk bekerja ketika
sampai dikantor (Carlaw, Deming, and Friedman, 2003). Sebaliknya, ketika
semangat

kerja

kebosanandan

1

rendah

malas

dalam

dalam


perusahaan,

karyawan

bekerja. Karyawan

tidak

akan

merasakan

bergairah

dalam

Kasali, Rhenald. (1998). Membidik Pasar Indonesia : Segmentasi, Targeting, Hal :40

Universitas Sumatera Utara


menyelesaikan tugas – tugasnya dan hanya bermalas – malasan ketika sampai di
kantor.
Keadaan tersebut dapat mengakibatkan kinerja kerja karyawan menjadi
rendah, menciptakan masalah di tempat kerjanya, cenderung menarik diri dari
lingkungan kerja, sering terlambat datang ke tempat kerja dan pulang lebih awal
dari waktu yang ditetapkan dalam peraturan perusahaan, tidak mau berinteraksi
dengan karyawan lain dan akhirnya terjadi tingkat pindah kerja yang tinggi dalam
perusahaan (Carlaw, Deming and Friedman, 2003).Namun didalam sebuah
organisasi, memiliki budaya organisasi yang berbeda – beda. Budaya organisasi
yang tepat dapat menjadi faktor penting mencapai keberhasilan, namun perlu
diperhatikan juga bahwa yang menjadi masalah tidak semua budaya organisasi
dapat menjadi pendukung organisasi tersebut.
Dalam hal budaya organisasi dapat kita temukan pada PT. PLN Area
Medandimana budaya organisasi yang ada diharapkan dapat memberikan
pelayanan terbaik kepada masyarakat atas dorongan semangat kerja yang
diciptakan budaya organisasi tersebut. Menyadari betapa pentingnya budaya
organisasi

dalam upaya


menciptakan semangat

kerja

karyawan dalam

meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat.
Oleh karena itu Pemimpin PT. PLN Area Medanharus mampu membentuk
budaya organisasi yang baik untuk meningkatkan semangat kerja karyawan
sehinggadapat mencapai visi yang diharapkan oleh pimpinan PT. PLN Area
Medan.

Berdasarkan

uraian

diatas

maka


penulis

tertarik

untuk

meneliti“PENGARUH BUDAYA ORGANISASI TERHADAP SEMANGAT
KERJA KARYAWAN PADA PT. PLN (PERSERO) AREA MEDAN”.

1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka penulis merumuskan masalah
sebagai berikut:
“Bagaimanakah pengaruh budaya organisasi terhadap semangat kerja
karyawan pada PT. PLN (Persero) area medan?”

Universitas Sumatera Utara

1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mencari data dan informasi
yang kemudian diolah untuk :

1.

Untuk mengetahui budaya organisasi pada PT. PLN (Persero) Area
Medan.

2.

Untuk mengetahui semangat kerja karyawan pada PT. PLN (Persero) Area
Medan.

3. Untuk mengetahui pengaruh budaya organisasi terhadap semangat kerja
karyawan pada PT. PLN (Persero) Area Medan.

1.4 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Secara subjektif, penelitian ini dapat bermanfaat bagi penulis untuk
meningkatkan dan mengembangkan kemampuan berfikir dalam menulis
karya ilmiah tentang budaya organisasi dan semangat kerja.
2. Secara praktis, penelitian ini dapat memberikan sumbangan pemikiran dan
refrensi serta strategis perbaikan khususnya mengenai budaya organisasi dan

semangat kerja karyawan bagi perusahaan di bidang jasa.
3. Secara akademis, penelitian ini dapat memberikan masukan atau refrensi
suatu karya ilmiah khususnya bagi mahasiswa Departemen Ilmu Administrasi
Negara yang ingin melakukan penelitian di bidang yang sama.

1.5 Kerangka Teori
Secara

umum,

teori

adalah

sebuah

sistem

konsep


abstrak

yang

mengindikasikan adanya hubungan diantara konsep-konsep tersebut yang
membantu kita memahami sebuah fenomena. Sehingga bisa dikatakan bahwa
suatu teori adalah suatu kerangka kerja konseptual untuk mengatur pengetahuan
dan menyediakan suatu cetak biru untuk melakukan beberapa tindakan
selanjutnya.Menurut Arikunto (1996:92)kerangka teori adalah bagian dari

Universitas Sumatera Utara

penelitian, tempat dimana peneliti memberikan penjelasan tentang hal-hal yang
berhubungan tentang variabel pokok, sub variabel, atau pokok masalah yang ada
dalam penelitian. Sebagai landasan berfikir dalam menyelesaikan atau
memecahkan masalah yang ada, perlu adanya pedoman teoritis yang dapat
membantu sebagai bahan refrensi dari penelitian. Kerangka teori ini dapat
memberikan pemahaman yang jelas dan tepat bagi peneliti dalam memahami
masalah yang diteliti. Adapun kerangka teori dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut :


1.5.1 Budaya Organisasi
1.5.1Pengertian Budaya Organisasi
Budaya Organisasi adalah satu wujud anggapan yang dimiliki, diterima
secara implisit oleh kelompok dan menentukan bagaimana kelompok tersebut
rasakan, pikirkan, dan bereaksi terhadap lingkungannya yang beraneka ragam.
Budaya organisasi adalah norma-norma dan kebiasaan yang diterima
sebagai suatu kebenaran oleh semua orang dalam organisasi. Budaya organisasi
menjadi

acuan bersama

di

antara manusia

dalam

berinteraksi


dalam

organisasi.Jika orang-orang bergabung dalam sebuah organisasi, mereka
membawa nilai-nilai dan kepercayaan yang telah diajarkan kepada mereka.
Dalam beberapa literatur istilah budaya perusahaan / corporate culture
sering diganti dengan budaya organisasi / organization. Kedua istilah tersebut
dianggap memiliki pengertian yang sama. Menurut Peter F Drucker dalam
Tika2 budaya organisasi adalah pokok penyelesaian masalah-masalah eksternal
dan internal yang pelaksanaannya dilakukan secara konsisten oleh suatu kelompok
yang kemudian diwariskan kepada anggota-anggota baru berbagai cara sebagai
cara yang tepat untuk, memahami, memikirkan dan merasakan terhadap masalahmasalah terkait diatas.

2

Tika, Moh. Pabundu.2006. Budaya Organisasi dan Peningkatan Kinerja Perusahaan. Jakarta :
Bumi Aksara. Halaman 3

Universitas Sumatera Utara

Dalam


budaya

organisasi

terjadi

sosialisasi

nilai



nilai

dan

menginternalisasi di dalam diri para anggota menjiwai orang per orang di dalam
organisasi. Dengan demikian, maka budaya organisasi merupakan jiwa organisasi
dan jiwa para anggota organisasi (Prof. Dr. Edy Sutrisno, M.Si, 2007). Jadi, dari
pendapat ahli diatas dapat ditarik, kesimpulan bahwa pengertian budaya
organisasi adalah seperangkat asumsi atau keyakinan, nilai-nilai dan norma yang
dikembangkan dalam organisasi yang dijadikan pedoman tingkah laku bagi
anggota-anggotanya untuk mengatasi masalah adaptasi eksternal dan integrasi
internal.

1.5.2 Karakteristik Budaya Organisasi
Karakteristik budaya organisasi adalah :
1. Inisatif Individual
Yaitu tanggung jawab, kebebasan atau indepedensi yang dipunyai setiap
anggota organisasi dalam mengemukakan pendapat. Inisatif indiviudal
tersebut perlu dihargai oleh kelompok atau pimpinan suatu organisasi
sepanjang menyangkut ide untuk memajukan dan mengembangkan organisasi
atau perusahaan.
2. Toleransi Terhadap Tindakan Beresiko
Suatu budaya organisasi dikatakan baik apabila dapat memberikan
toleransi kepada anggota atau para pegawai agar dapat bertindak agresif dan
inovatif untuk memajukan organisasi atau perusahaan serta berani mengambil
resiko terhadap apa yang dilakukannya.
3. Pengarahan
Pengarahan dimaksudkan sejauh mana organisasi atau perusahaan dapat
menciptakan dengan jelas sasaran dan harapan yang diinginkan. Sasaran dan
harapan tersebut jelas tercantum dalam visi, misi, dan tujuan organisasi.
Kondisi ini dapat berpengaruh terhadap kinerja organisasi atau perusahaaan.

Universitas Sumatera Utara

4. Integrasi
Integrasi dimaksudkan sejauh mana organisasi atau perusahaan dapat
mendorong unit – unit organisasi untuk bekerja dengan cara yang
terkoordinasi. Kekompakan unit – unit tersebut dapat mendorong kualitas dan
kuantitas pekerjaan yang dihasilkan.
5. Dukungan manajemen
Dukungan manajemen dimaksudkan sejauh mana para manajer dapat
memberikan komunikasi atau arahan, bantuan, serta dukungan yang jelas
terhadap bawahan.
6. Kontrol
Alat kontrol yang dapat dipakai adalah peraturan – peraturan atau norma –
norma yang berlaku di dalam suatu organisasi atau perusahaan.
7. Identitas
Dimaksudkan untuk sejauh mana para anggota suatu organisasi atau
perusahaan dapat mengidentifikasikan dirinya sebagai suatu kesatuan dalam
perusahaan dan bukan sebagai kelompok kerja tertentu atau keahlian
profesional tertentu.
8. Sistem Imbalan
Sejauh mana alokasi imbalan (kenaikan gaji, promosi dan sebagainya)
didasarkan atas prestasi kerja karyawan, bukan didasarkan atas senioritas,
sikap pilih kasih, dan sebagainya.
9. Toleransi Terhadap Konflik
Sejauh mana para pegawai atau karyawan di dorong untuk mengemukakan
konflik dan kritik secara terbuka. Perbedaan pendapat merupakan fenomena
yang sering terjadi dalam suatu organisasi atau perusahaan. Namun, perbedaan
pendapat dan kritik tersebut bisa digunakan untuk melakukan perbaikan atau
perubahan strategi untuk mencapai tujuan organisasi atau perusahaan.

Universitas Sumatera Utara

10. Pola Komunikasi
Sejauh mana komunikasi dibatasi oleh hierarki kewenangan yang formal.
Kadang – kadang hierarki kewenangan dapat menghambat terjadinya pola
komunikasi antara atasan dan bawahan atau antar karyawan itu sendiri.
Untuk mendapatkan gambaran utuh mengenai budaya suatu organisasi, dapat
dilakukan dengan cara menilai suatu organisasi berdasarkan karakteristik –
karakteristik budaya organisasi tersebut. Masing -

masing dari karakteristik

budaya organisasi tersebut berada dalam suatu kontinum mulai dari yang rendah
sampai yang tinggi.Sebagian besar organisasi memiliki budaya dominan /
dominant culture dan banyak sub budaya / sub culture. Budaya dominan
mengungkapkan nilai – nilai inti yang dimiliki bersama oleh mayoritas anggota
organisasi,

sedangkan

sub

budaya

cenderung

berkembang

di

dalam

organisasibesar untuk merefleksi masalah, situasi, atau pengalaman sama yang
dihadapi oleh para anggotanya. Apabila suatu organisasi tidak memiliki budaya
dominan dan hanya tersusun atas sub budaya saja, maka budaya organisasi
sebagai sebuah variabel independen akan berkurang secara signifikan, karena
tidak ada keseragaman penafsiran mengenai perilaku yang semestinya dan
perilaku yang tidak semestinya. Sesuai dengan defenisi budaya, yaitu sistem
makna bersama, maka aspek makna bersama tersebut merupakan alat potensial
yang menuntun dan membentuk perilaku.

1.5.3 Terbentuknya Budaya Organisasi
Menurut Falikhatun, 20033 dalam Danang Sunyoto, Budaya organisasi
merupakan kebiasaan, tradisi, dan tata cara umum dalam melakukan sesuatu dan
sebagian besar berasal dari pendiri organisasi. Secara tradisional pendiri
organisasi memiliki pengaruh yang besar terhadap budaya awal organisasi.
Mereka memiliki visi tentang akan menjadi apa organisasi itu nantinya. Mereka
juga tidak memiliki kendala karena kebiasaan atau ideologi sebelumnya. Ukuran
kecil organisasi yang merupakan ciri ketika organisasi baru pertama kali berdiri,
3

Danang Sunyoto. Teori Perilaku Keorganisasian. Yogyakarta : CAPS, halaman 150.

Universitas Sumatera Utara

lebih memudahkan pendiri untuk memaksakan visi mereka kepada seluruh
anggota organisasi. Proses penciptaan budaya organisasi terjadi melalui 3 cara,
yaitu :
1.

Pendiri hanya merekrut dan mempertahankan karyawan yang memiliki satu
pikiran dan satu perasaan dengan mereka.

2.

Mereka melakukan indoktrinasi dan mensosialisasikan cara pikir serta
perilaku mereka kepada karyawan.

3.

Perilaku pendiri sendiri bertindak sebagai modal peran yang mendorong
karyawan untuk mengidentifikasi diri dan menginternalisasi keyakinan, nilai,
serta asumsi tersebut.
Apabila organisasi dapat mencapai kesuksesan, maka visi pendiri tersebut

selanjutnya dianggap sebagai faktor penentu utama keberhasilan organisasi.
Pada titik ini seluruh kepribadian para diri jadi melekat dalam budaya organisasi.

1.5.4

Fungsi Budaya Organisasi

Menurut Yuki4, 2007 dalam Danang SunyotoSetiap organisasi harus
menyelesaikan permasalahan integrasi internal

dan

adaptasi

eksternal.

Permasalahan internal dan eksternal saling berkaitan, sehingga harus dihadapi
secara jelas. Oleh sebab itu, fungsi utama budaya organisasi adalah
meresponsnya, sehingga dapat mengurangi kecemasan, ketidakpastian, dan
kebingungan. Budaya organisasi memiliki 2 fungsi utama, yaitu :
1. Sebagai proses integrasi internal, dimana para anggota organisasi dapat
bersatu, sehingga mereka akan mengerti bagaimana berinteraksi satu dengan
yang lain. Fungsi integrasi internal ini akan memberikan seseorang dan rekan
kerja lainnya identitas kolektif serta memberikan pedoman bagaimana
seseorang dapat bekerja sama secara efektif.
2. Sebagai proses adaptasi eksternal, dimana budaya organisasi akan
menentukan bagaimana organisasi memenuhi berbagai tujuannya dan
berhubungan dengan pihak luar. Fungsi ini akan memberikan tingkat adaptasi
4

Danang Suyonto. Teori Perilaku Keorganisasian. Yogyakarta : CAPS, halaman 151.

Universitas Sumatera Utara

organisasi dalam merespons perubahan zaman, persaingan, inovasi, dan
pelayanan terhadap konsumen, Safaria, 2004 dalam Danang Sunyoto 5.

1.5.5 Tipe – Tipe Budaya Organisasi
Para peneliti berusaha untuk mengidentifikasi dan mengukur berbagai tipe
budaya organisasi dengan tujuan untuk mempelajari hubungan antara tipe
efektivitas budaya dan organisasi. Pencarian ini didorong oleh adanya
anggapan bahwa budaya tertentu lebih efektif daripada budaya yang lain.
Ada 3 tipe budaya organisasi, yaitu budaya konstruktif, budaya pasif
defensif, dan budaya agresif defensif, serta masing – masing tipe berhubungan
dengan seperangkat keyakinan normatif yang berbeda. Keyakinan normatif
menunjukkan pemikiran dan keyakinan individu mengenai bagaimana anggota
dari suatu kelompok atau organisasi diharapkan menjalankan tugasnya dan
berinteraksi dengan orang lain :
1. Budaya konstruktif, budaya konstruktif adalah budaya dimana para
karyawan didorong untuk berinteraksi dengan individu lain serta
mengerjakan tugas dan proyeknya dengan cara yang akan membantu
mereka memuaskan kebutuhannya untuk tumbuh dan berkembang. Tipe
budaya ini mendukung keyakinan normatif yang berhubungan dengan
pencapaian tujuan akan aktualisasi diri, penghargaan, dan persatuan.
2. Budaya

pasif

defensif.

Budaya

ini

bercirikan

keyakinan

yang

memungkinkan karyawan berinteraksi dengan karyawan lain dengan cara
yang tidak mengancam keamanan kerjanya sendiri. Budaya ini mendorong
keyakinan normatif yang berhubungan dengan persetujuan, konvensional,
ketergantungan, dan penghindaran.
3. Budaya agresif defensif. Budaya ini mendorong karyawan mengerjakan
tugas – tugasnya dengan keras untuk melindungi keamanan kerja dan
status mereka. Tipe budaya ini bercirikan keyakinan normatif yang
5

Danang Suyonto. Teori Perilaku Keorganisasian. Yogyakarta : CAPS,halaman 151.

Universitas Sumatera Utara

mencerminkan posisi, kekuasaan, kompetitif, dan perfeksionis, Kreitner
dan Kinicki, 2005 dalam Danang Sunyoto.6
Sementara itu Wallach membagi tipe budaya organisasi menjadi 3, yaitu :
budaya birokratis, budaya inovatif, dan budaya suportif.
1. Budaya birokratis ditandai dengan adanya lingkungan kerja yang
terstruktur, tertib, teratur, berurutan, dan memiliki regulasi yang jelas.
Dalam budaya ini pengawasan dilakukan dengan ketat dalam bentuk
penetapan standar / aturan baku. Garis batas tanggung jawab serta otoritas
jelas dan tegas. Wewenang dan tanggung jawab diturunkan berdasarkan
level hierarki.
2. Budaya inovatif ditandai dengan adanya lingkungan kerja yang penuh
tantangan, memberikan tugas – tugas yang beresiko, dan membutuhkan
kreativitas untuk menyelesaikannya. Semua anggota organisasi diberi
tekanan dan stimulan untuk berkarya sekreatif mungkin, jalur komunikasi
terbuka lebar, serta tidak banyak aturan tentang pelaksanaan tugas.
Pengendalian dilakukan melalui supervisi dan konsultasi.
3. Budaya suportif menempatkan manusia sebagai titik sentral dalam
organisasi. Budaya ini ditandai dengan adanya lingkungan kerja yang lebih
bersahabat, peduli dengan sesama, saling percaya, dan adil. Budaya
suportif merupakan lingkungan yang penuh dengan kehangatan,
ramahtamah, dan saling memberikan kebebasan individual, sehingga oleh
Wallach disebut dengan fuzzy place to work(Falikhatun, 2003)7

1.5.6

Perubahan Budaya Organisasi

Sebuah organisasi menetapkan bahwa budaya organisasinya harus diubah.
Misalnya karena perubahan lingkungan luar yang drastis, organisasi yang
bersangkutan harus menyesuaikan dengan kondisi – kondisi ini atau tidak dapat
bertahan. Tetapi, mengubah budaya lama dapat mengalami banyak kesulitan
yang dapat diramalkan bisa berupa keterampilan, staf, hubungan – hubungan,
6
7

Danang Suyonto. Teori Perilaku Keorganisasian. Yogyakarta : CAPS, halaman 153.
Danang Sunyoto. Teori Keorganisasian. Yogyakarta : CAPS, halaman 154.

Universitas Sumatera Utara

peran – peran dan struktur yang sudah berakar serta pihak – pihak seperti sarikat
buruh, manajemen, atau bahkan para pelanggan yang masih mendukung dan
terbiasa dengan budaya lama. Meskipun ada halangan dan hambatan, budaya itu
dapat dikelola dan diubah. Usaha untuk mengubah budaya ini dapat mengambil
banyak bentuk yang berbeda. Seperti mengembangkan rasa kebersamaan
sejarah, menciptakan rasa kebersamaan, mempromosikan rasa kesamaan
anggota, dan meningkatkan pertukaran pengalaman diantara anggota. Organisasi
yang berusaha mengubah budaya mereka juga harus berhati – hati agar tidak
meninggalkan akar budaya seluruhnya yang sudah terbentuk.

1.5.7

Budaya Kuat Dan Budaya Lemah

Beberapa budaya organisasi dapat dikatakan kuat sedangkan yang lainnya
dapat dikatakan lemah. Budaya organisasi yang kuat adalah budaya organisasi
yang ideal dimana kekuatan budaya mempengaruhi intensitas pelaku. Disamping
faktor kepemimpinan, ada dua faktor besar yang juga ikut menentukan kekuatan
budaya organisasi, yaitu kebersamaan dan intensitas. Kebersamaan dapat
ditunjukkan dengan besarnya derajat kesamaan yang dimiliki oleh para anggota
organisasi tentang nilai – nilai inti. Sedangkan intensitas adalah komitmen para
anggota organisasi terhadap nilai – nilai inti budaya organisasi.
Pada organisasi yang memiliki budaya organisasi yang kuat anggota –
anggota loyal kepada organisasi, tahu dan jelas apa tujuan organisasi serta
mengerti perilaku mana yang dipandang baik dan tidak baik. Nilai – nilai yang
dianut organisasi tidak hanya berhenti slogan, tetapi dihayati dan dinyatakan
dalam tingkah laku sehari – hari secara konsisten oleh orang – orang yang bekerja
dalam perusahaan. Organisasi atau perusahaan memberikan tempat khusus kepada
pegawai teladan perusahaan. Dijumpai banyak ritual, mulai yang sederhana
sampai yang mewah. Memiliki jaringan yang kultural yang menampung certita –
cerita tentang kehebatan para karyawan teladan. Jadi, budaya organisasi yang kuat
membantu perusahaan memberi kepastian kepada seluruh individu yang ada
dalam organisasi untuk berkembang bersama perusahaan dalam bersama –sama
meningkatkan kegiatan usaha dalam menghadapi persaingan.

Universitas Sumatera Utara

Budaya organisasi yang kuat menunjukkan bahwa nilai – nilai inti organisasi
dipegang teguh dan dijunjung bersama. Semakin banyak anggota organisasi yang
menerima nilai – nilai inti dan semakin besar komitmen mereka terhadap nilai –
nilai tersebut semakin kuat budaya organisasi.
Budaya yang kuat tetapi bertahan terhadap perubahan dapat menjadi sesuatu
yang buruk dari sudut pandang kompetitif dan kemampuan mendapatkan
keuntungan, dibandingkan budaya yang lemah tetapi inovatif, (Kreitner dan
Kinicki ,2005 dalam danang sunyoto.) 8
Budaya organisasi yang lemah adalah budaya organisasi yang kurang
didukung secara luas oleh para anggotanya dan sangat dipaksakan, serta memberi
pengaruh negatif pada organisasi karena akan memberi arah yang salah kepada
para pegawainya. Selain itu, dalam organisasi memiliki budaya organisasi yang
lemah mudah terbentuk kepada kelompok – kelompok melebihi kesetiaan kepada
organisasi, dan anggota organisasi tidak segan – segan mengorbankan
kepentingan organisasi untuk kepentingan kelompok atau kepentingan kelompok
atau kepentingan sendiri.
Jika hal ini terjadi pada perusahaan, maka tugas – tugasnya tidak dapat
dilakukan dengan baik. Hal ini terlihat dari kurangnya motivasi atau semangat
kerja, timbul kecurigaan – kecurigaan, komunikasi kurang lancar, lunturnya
loyalitas atau kesetiaan pada tugas utamanya dan komitmen pegawai perusahaan.
Akibatnya, perusahaan menjadi tidak efektif dan kurang kompetitif.
Untuk memperkuat budaya organisasi, ada beberapa langkah kegiatan yang
dapat dilakukan olehn pemimpin organisasi yang disebut pendiri, pemimpin
puncak, dan para manajer, yaitu sebagai berikut :
1. Memantapkan nilai – nilai dasar budaya organisasi
Pemimpin organisasi perlu memantapkan nilai – nilai dasar tersebut agar
dapat dipakai sebagai pedoman berperilaku bagi karyawan. Dalam nilai – nilai
budaya perlu dijelaskan apa yang merupakan perintanh atau anjuran, mana yang
8

Danang Suyonto. Teori Perilaku Keorganisasian. Yogyakarta : CAPS, halaman 152.

Universitas Sumatera Utara

merupakan larangan, kegiatan apa yang bisa mendapatkan penghargaan dan
kegiatan yang bisa mendapatkan hukuman, dan sebagainya.
2.

Melakukan pembinaan terhadap anggota organisasi
Arah pembinaan adalah agar nilai – nilai dasar yang menjadi budaya

organisasi dapat dipahami, dihayati,dan dilaksanakan oleh anggota – anggota
organisasi khususnya anggota baru. Pembinaan terhadap anggota organisasi dapat
dilakukan melalaui bimbingan dan pelatihan.
3.

Memberikan contoh teladan
Dalam menanamkan dan memperkuat nilai – nilai budaya kepada anggota

organisasi, pimpinan organisasi perlu memberikan keteladanan dan kejujuran
dalam berperilaku dengan pedoman pada nilai – nilai budaya yang telah
ditetapkan. Hal ini sangat berpengaruh dan dapat mempercepat penanaman dan
perkuatan budaya organisasi kepada seluruh anggota organisasi.
4.

Membuat acara – acara rutinitas
Acara – acara rutinitas seperti rekreasi bersama dapat memberikan motivasi

kepada anggota – anggota organisasi dengan keyakinan bahwa dia adalah bagian
dari keluarga besar organisasi. Selain itu, secara tidak langsung merupakan
perekat bagi anggota – anggota organisasi dalam menanamkan dan memperkuat
budaya organisasi.
5.

Memberikan penilaian dan pengahargaan
Pemberian penghargaan kepada anggota - anggota organisasi dapat

merangsang anggota untuk berperilaku sesuai dengan nilai – nilai budaya yang
ditanamkan.
6.

Tanggap terhadap masalah
Masalah – masalah eksternal seperti persaingan, pelanggan, penguasaan

pasar, peraturan pemerintah dan masalah – masalah internal seperti tuntutan

Universitas Sumatera Utara

pegawai atau karyawan, konflik dalam organisasi perlu diantisipasi dan ditanggapi
melalui budaya organisasi.
7.

Koordinasi dan kontrol
Koordinasi dapat dilakukan melalui rapat – rapat resmi, atau koordinasi antar

pejabat secara berjenjang. Dan untuk mengetahui perilaku anggota –anggota
organisasi perlu dilakukan pengontrolan dan pengawasan secara berkala. Hasil
pengawasan dapat dijadikan sebagai umpan balik untuk memperkuat budaya
organisasi.
Makin kuat sebuah budaya organisasi, makin berkurang kebutuhan organisasi
untuk mengembangkan aturan - aturan dan regulasi formal untuk memberi
petunjuk tentang perilaku karyawan. Panduan tersebut akan diinternalkan dalam
diri para karyawan ketika mereka menerima budaya organisasi.
Budaya organisasi membantu mengarahkan sumber daya manusia pada
pencapaian visi, misi, dan tujuan organisasi. Selain itu, budaya organisasi akan
meningkatkan kekompakan tim antar departemen, divisi atau unit dalam
organisasi sehingga mampu menjadi perekat yang mengikat orang dalam
organisasi bersama – sama.
Dengan budaya organisasi dapat diperbaiki perilaku dan motivasi sumber
daya manusia, sehingga meningkatkan semangat organisasi untuk mencapai
tujuan organisasi.

1.5.2

Semangat Kerja Karyawan

1.5.2.1

Pengertian Semangat Kerja

Semangat kerja menggambarkan keseluruhan suasana yang dirasakan para
karyawan dalam kantor. Apabila karyawan merasa bergairah, bahagia, optimis
maka kondisi tersebut menggambarkan bahwa karyawan tersebut mempunyai
semangat kerja yang tinggi tetapi apabila karyawan suka membantah, menyakiti
hati, kelihatan tidak tenang maka karyawan tersebut mempunyai semangat kerja
yang rendah. Semangat kerja atau moral kerja merupakan sikap kesediaan
perasaan yang memungkinkan seorang karyawan untuk menghasilkan kerja yang

Universitas Sumatera Utara

lebih banyak dan tanpa menambah keletihan, yang menyebabkan karyawan
dengan antusias ikut serta dalam kegiatan – kegiatan dan usaha – usaha
kelompok sekerjanya, dan membuat karyawan tidak mudah terkena pengaruh
dari luar, terutama dari orang – orang yang mendasarkan sasaran mereka itu atas
anggapan bahwa satu – satunya kepentingan pemimpin perusahaan itu terhadap
dirinya untuk memperoleh keuntungan yang sebesar – besarnya darinya dan
memberi sedikit mungkin.
Menurut Hasibuan (2003:160) semangat kerja merupakan suatu hasil kerja
yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas-tugasnya atas kecakapan,
usaha dan kesempatan. Karyawan merupakan alat utama untuk menggerakkan
atau menjalankan organisasi. karyawan diberi tugas – tugas untuk dikerjakan
agar mencapai tujuan organisasi. Di dalam pelaksanaan tugasnya, karyawan
diharuskan memiliki semangat kerja agar segala sesuatu yang dikerjakannya
sesuai dengan aturan yang ada dan dapat menghasilkan sesuatu yang
memuaskan organisasi dan karyawan itu sendiri.
Semangat kerja adalah melakukan pekerjaan secara lebih giat, sehingga
dengan demikian pekerjaan akan dapat diharapkan lebih cepat dan lebih baik.
Dengan demikian semangat kerja sangat berpengaruh terhadap durasi pengerjaan
tugas. Semakin tinggi semangat kerja maka akan semakin cepat juga tugas
tersebut dikerjakan (Nitisemito, 1983)9. SedangkanPengertian yang lain tentang
semangat kerja adalah keinginan dan kesungguhan seseorang mengerjakan
pekerjaannya dengan baik serta disiplin untuk mencapai produktivitas yang
maksimal. Pengertian ini menunjukkan bahwa semangat kerja itu datang berasal
dari dalam diri itu sendiri yang membuatnya bergairah untuk menyelesaikan
tugas yang dibebankan kepadanya dan berkeinginan untuk menghasilkan tugas
yang dibebankan kepadanya dan berkeinginan untuk menghasilkan hasil yang
memuaskan untuk organisasi dan untuk dirinya(Malayu Sp. Hasibuan, 2004)10.

9

Alex S. Nitisemito. (1983). Manajemen Personalian : Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta
: Ghalia Indonesia
10

Malayu.S.P Hasibuan. (2004). Dasar-dasar Perbankan. Jakarta : CV. Haji Masagung.

Universitas Sumatera Utara

Dari beberapa pengertian semangat kerja diatas dapat ditarik kesimpulan
bahwa semangat kerja adalah kemauan, keinginan, dan kesungguhan yang
datang dari dalam diri karyawan untuk bekerja lebih tekun dan giat
menyelesaikan tugas yang dibebankan pada dirinya untuk mencapai kinerja
yang maksimal.

1.5.2.2. Tujuan Dan Manfaat Semangat Kerja
Menurut Alex S. Nitisemito mengatakan bahwa tujuan dan manfaat
semangat kerja adalah untuk meningkatkan produktivitas yang lebih baik.
Sehingga instansi atau organisasi perlu menimbulkan semangat kerja karyawan
yang tinggi, akan mempermudah untuk mencapai tujuan organisasi yang telah
ditetapkan sebelumnya, sementara apabila semangat kerja rendah maka
produktivitas juga rendah.
Indikasi turunnya semangat kerja antara lain :
1. Rendahnya produktivitas kerja
2. Tingkat absensi karyawan yang naik / tinggi
3. Tingkat perpindahan karyawan tinggi
4. Tingkat keresahan yang tinggi
5. Menimbulkan kegelisahan
6. Tuntunan sering kali terjadi
Sebab – sebab rendahnya semangat kerja anatara lain adalah :
1. Upah atau gaji yang rendah
2. Insentif yang tidak terarah
3. Kondisi lingkungan kerja yang buruk
4. Ketidakpuasan para karyawan, dan lain – lain

Universitas Sumatera Utara

1.5.2.2 Faktor Yang Mempengaruhi Semangat Kerja
Menurut Malayu S.P Hasibuan (2001)11 menyebutkan faktor yang
mempengaruhi semangat kerja karyawan, antara lain :
1. Gaji yang diterima
Gaji yang diberikan pada karyawan harus sesuai dengan apa yang telah
diberikan karyawan pada organisasi.
2. Perhatian pada kebutuhan rohani dan harga diri
Karyawan akan merasa tenang apabila mereka senantiasa diperhatikan dan
diakui keberadaannya.
3. Situasi dan lingkungan kerja
Situasi dan lingkungan kerja yang semberut dan tidak mengenakkan akan
menyebabkan karyawan menjadi gerah dan tidak nyaman dalam bekerja.
4. Adanya kesempatan untuk maju
Adanya kesempatan untuk meniti karir kejenjang yang lebih tinggi dapat
memberikan dorongan bagi karyawan untuk lebih bersemangat dalam bekerja.
5. Keamanan kerja yang baik
Karyawan yang bekerja pada bagian yang memiliki resiko yang lebih
banyak akan diawasi oleh rasa was-was, sehingga dalam bekerja mereka
kurang optimal.
6. Keadaan lingkungan sosial
Dalam tempat kerja teman kerja yang tidak egois, pengertian akan
membuat karyawan yang bersangkutan merasa betah dan bersemangat dalam
bekerja.

11

Hasibuan, Malayu. 2001. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Bumi Aksara

Universitas Sumatera Utara

1.5.2.3 FaktorUntuk Mengukur Semangat Kerja
Menurut Hasibuan dalam (Lesmani : 2015) faktoruntuk mengukur
semangat kerja adalah :
1.

Keinginan
Motivasi dan dorongan bekerja akan terbentuk bila seseorang memiliki

keinginan atau minat dalam mengerjakan pekerjaannya. Yang lebih
dipentingkan oleh karyawan adalah seharusnya bekerja untuk organisasi bukan
lebih mementingkan pada apa yang mereka dapat. Seseorang akan dikatakan
lebih mementingkan gaji dari pada bekerja. Oleh karena itu tidak
mengherankan bahwa seseorang dengan gaji yang tinggi masih juga
berkeinginan untuk pindah bekerja di tempat lain. Seseorang yang benar-benar
ingin bekerja, akan bekerja dengan baik meskipun tanpa pengawasan dari
atasannya dan juga mereka akan bekerja bukan karena perasaan takut tetapi
lebih pada dorongan dari dalam dirinya untuk kerja yang tinggi akan
menganggap bekerja sebagai sesuatu hal yang menyenangkan bukan hal yang
menyengsarakan.
2.

Kesungguhan
Aspek ini menunjukkan adanya kesungguhan seseorang untuk selalu

konstruktif walaupun sedang mengalami kegagalan yang ditemuinya dalam
bekerja. Seseorang yang memiliki semangat kerja yang tinggi tentunya tidak
akan memilih sikap yang pesimis apabila menemui kesulitan dalam
pekerjaannya.
3.

Kesenangan
Kesenangan dalam bekerja yaitu kepuasan hati, kenyamanan, dan

kebahagiaan (hidup) seseorang dalam melaksanakan atau melakukan
pekerjaan. Karena manusia membutuhkan kesenangan sesuai dengan
keperluannya.

Universitas Sumatera Utara

4.

Kepuasan

Kepuasan kerja merupakan keadaan emosional yang menyenangkan atau tidak
menyenangkan dimana para karyawan memandang pekerjaan mereka.

1.5.2.4 Pengaruh Budaya Organisasi Terhadap Semangat Kerja
Budaya organisasi adalah norma-norma dan kebiasaan yang diterima
sebagai suatu kebenaran oleh semua orang dalam organisasi. Semangat kerja
adalah kemauan, keinginan, dan kesungguhan yang datang dari dalam diri
karyawan untuk bekerja lebih tekun dan giat dalam menyelesaikan tugas yang
dibebankan pada dirinya untuk mencapai kinerja yang maksimal. Budaya
organisasi sangat berpengaruh kepada semangat kerja untuk memantapkan nilai –
nilai dasar budaya organisasi, melakukan pembinaan terhadap anggota organisasi,
memberikan contoh teladan, membuat acara- acara rutinitas, memberikan
penilaian dan penghargaan, tanggap terhadap masalah, koordinasi dan kontrol.
Dengan demikian dapatlah terjalin kerjasama, kepuasan, dan kedisplinan dapat
terbentuk dengan baik.

1.6 Hipotesis
Hipotesis

adalah

jawaban

sementara

suatu

penelitian

yang

mana

kebenarannya perlu di uji serta dibuktikan melalui penelitian. Dikatakan
sementara, karena jawaban yang diberikan baru didasarkan pada teori yang
relevan, belum didasarkan pada fakta – fakta empiris yang diperoleh melalui
pengumpulan data(Sugiyono, 2005 : 70).12
Adapun hipotesis yang dikemukakan penulis sebagai berikut:
1. Hipotesis Alternatif (Ha)
Bahwa ada pengaruh budaya organisasi terhadap semangat kerja pada PT. PLN
(Persero) Area Medan.
2. Hipotesis Nol (Ho)

12

Sugiyono. 2005. Metode Penelitian Administrasi. Bandung : Alphabet

Universitas Sumatera Utara

Bahwa tidak ada pengaruh antara budaya organisasi terhadap semangat kerja
pada PT. PLN (Persero) Area Medan.

1.7.

Defenisi Konsep
Defenisi konsep merupakan abstraksi suatu fenomena yang dirumuskan

atas dasar generalisasi dari sejumlah karakteristik kejadian, keadaan, kelompok,
atau individu tertentu (Singarimbun, 1989 : 33). 13
Sehingga dengan konsep maka penelitian bisa memahami unsur – unsur
yang ada dalam penelitian, baik variabel, indikator, parameter maupun skala
pengukuran yang dikehendaki dalam penelitian. Untuk dapat menemukan batasan
yang lebih jelas dapat menyederhanakan pemikiran atas masalah yang sedang
penulis teliti, maka penulis mengemukakan defenisi konsep sebagai berikut :
1. Budaya organisasi adalah norma-norma dan kebiasaan yang diterima sebagai
suatu kebenaran oleh semua orang dalam organisasi.
2. Semangat kerja adalah kemauan, keinginan, dan kesungguhan yang datang
dari dalam diri pegawai untuk bekerja lebih tekun dan giat menyelesaikan
tugas yang dibebankan pada dirinya untuk mencapai produktivitas yang
maksimal.

1.8

Defenisi Operasional
Defeinisi

operasional

adalah

unsur



unsur

penelitian

yang

memberitahukan bagaimana cara mengukur suatu variabel dengan pengukuran ini
dapat diketahui indikator – indikator apa saja sebagai pendukung untuk analisa
dari variabel – variabel tersebut(Singarimbun, 1989 : 46).14
Dalam hal ini sehubungan dengan judul di atas terdapat dua variabel, yaitu
variabel bebas (X) dan v ariabel terikat (Y).
13

Singarimbun, Masri. 1989. Metode Penelitian Survey. Jakarta : LP3ES

14

Singarimbun, Masri. 1989. Metode Penelitian Survey. Jakarta : LP3ES

Universitas Sumatera Utara

1.

Variabel budaya organisasi adalah variabel bebas (X). Budaya organisasi
adalah pokok penyelesaian masalah-masalah eksternal dan internal yang
pelaksanaannya dilakukan secara konsisten oleh suatu kelompok yang
kemudian diwariskan kepada anggota-anggota baru berbagai cara sebagai
cara yang tepat untuk, memahami, memikirkan dan merasakan terhadap
masalah-masalah terkait diatas (Peter F Drucker15). Indikator budaya
organisasi (X) dapat diukur sebagai berikut :

a. Inisatif Individual
Yaitu tanggung jawab, kebebasan atau indepedensi yang dipunyai setiap
anggota organisasi dalam mengemukakan pendapat. Inisatif indiviudal
tersebut perlu dihargai oleh kelompok atau pimpinan suatu organisasi
sepanjang menyangkut ide untuk memajukan dan mengembangkan organisasi
atau perusahaan.
b. Toleransi Terhadap Tindakan Beresiko
Suatu budaya organisasi dikatakan baik apabila dapat memberikan
toleransi kepada anggota atau para pegawai agar dapat bertindak agresif dan
inovatif untuk memajukan organisasi atau perusahaan serta berani mengambil
resiko terhadap apa yang dilakukannya.
c. Pengarahan
Pengarahan dimaksudkan sejauh mana organisasi atau perusahaan dapat
menciptakan dengan jelas sasaran dan harapan yang diinginkan. Sasaran dan
harapan tersebut jelas tercantum dalam visi, misi, dan tujuan organisasi.
Kondisi ini dapat berpengaruh terhadap kinerja organisasi atau perusahaaan.
d. Integrasi
Integrasi dimaksudkan sejauh mana organisasi atau perusahaan dapat
mendorong unit – unit organisasi untuk bekerja dengan cara yang

15

Tika, Moh. Pabundu.2006. Budaya Organisasi dan Peningkatan Kinerja Perusahaan. Jakarta :
Bumi Aksara. Halaman 3

Universitas Sumatera Utara

terkoordinasi. Kekompakan unit – unit tersebut dapat mendorong kualitas dan
kuantitas pekerjaan yang dihasilkan.
e. Dukungan manajemen
Dukungan manajemen dimaksudkan sejauh mana para manajer dapat
memberikan komunikasi atau arahan, bantuan, serta dukungan yang jelas
terhadap bawahan.
f. Kontrol
Alat kontrol yang dapat dipakai adalah peraturan – peraturan atau norma –
norma yang berlaku di dalam suatu organisasi atau perusahaan.
g. Identitas
Dimaksudkan untuk sejauh mana para anggota suatu organisasi atau
oerusahaan dapat mengidentifikasikan dirinya sebagai suatu kesatuan dalam
perusahaan dan bukan sebagai kelompok kerja tertentu atau keahlian
profesional tertentu.
h. Sistem imbalan
Sejauh mana alokasi imbalan (kenaikan gaji, promosi dan sebaginya)
didasarkan atas prestasi kerja pegawai, bukan didasarkan atas senioritas, sikap
pilih kasih, dan sebagainya.
i. Toleransi terhadap konflik
Sejauh mana alokasi imbalan (kenaikan gaji, promosi dan sebaginya)
didasarkan atas prestasi kerja pegawai, bukan didasarkan atas senioritas, sikap
pilih kasih, dan sebagainya.
j. Pola komunikasi
Sejauh mana komunikasi dibatasi oleh hierarki kewenangan yang formal.
Kadang – kadang hierarki kewenangan dapat menghambat terjadinya pola
komunikasi antara atasan dan bawahan atau antar karyawan itu sendiri.

Universitas Sumatera Utara

2.

Variabel semangat kerja adalah variabel terikat (Y). Semangat kerja
merupakan suatu hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan
tugas-tugasnya atas kecakapan, usaha dan kesempatan (Hasibuan 2003:160).
Indikator semangat kerja karyawan (Y) dapat diukur sebagai berikut :

1.

Keinginan
Motivasi dan dorongan bekerja akan terbentuk bila seseorang memiliki

keinginan

atau

minat

dalam

mengerjakan

pekerjaannya.

Yang

lebih

dipentingkanoleh karyawan adalah seharusnya bekerja untuk organisasi bukan
lebih mementingkan pada apa yang mereka dapat.
2.

Kesungguhan
Aspek ini menunjukkan adanya kesungguhan seseorang untuk selalu

konstruktif walaupun sedang mengalami kegagalan yang ditemuinya dalam
bekerja. Seseorang yang memiliki semangat kerja yang tinggi tentunya tidak akan
memilih sikap yang pesimis apabila menemui kesulitan dalam pekerjaannya.
3.

Kesenangan
Kesenangan dalam bekerja yaitu kepuasan hati, kenyamanan, dan

kebahagiaan (hidup) seseorang dalam melaksanakan atau melakukan pekerjaan.
Karena manusia membutuhkan kesenangan sesuai dengan keperluannya.
4.

Kepuasan
Kepuasan kerja merupakan keadaan emosional yang menyenangkan atau

tidak menyenangkan dimana para karyawan memandang pekerjaan mereka.

Universitas Sumatera Utara

1.9 Sistematika Penulisan
BAB I

PENDAHULUAN
Bab ini terdiri dari latar belakang masalah, rumusan masalah,
tujuan penelitian, kerangka teori, hipotesis, defenisi konsep,
defenisi operasional, dan sistematika penulisan

BAB II

METODE PENELITIAN
Bab ini terdiri dari bentuk penelitian, lokasi penelitian, populasi
penelitian, teknik pengumpulan data dan teknik analisa data

BAB III

DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN
Bab ini berisikan tentang gambaran umum mengenai objek atau
lokasi penelitian berupa sejarah singkat, visi dan misi, dan struktur
organisasi

BAB IV

PENYAJIAN DATA
Bab ini memuat penyajian data yang dilakukan dengan
menguraikan hasil penelitian yang diperoleh dari lapangan dan
menganalisisnya berdasarkan metode yang digunakan

BAB V

ANALISIS DATA
Bab ini berisikan tentang kajian dan analisa data yang diperoleh
pada saat penelitian dan memberikan interpretasi terhadap masalah
yang diajukan.

BAB VI

PENUTUP
Bab ini berisikan kesimpulan dan saran yang dianggap penting
bagi pihak-pihak yang membutuhkannya.

Universitas Sumatera Utara