Tinjauan Penanganan Anak Korban Bencana Erupsi Gunung Sinabung Berbasis Perlindungan Anak Di Posko Pengungsian Universitas Karo (Uka) I Kecamatan Kabanjahe Kabupaten Karo

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah
Hampir sepanjang waktu Gunung Sinabung memberikan manfaat bagi alam dan
makhluk yang ada di sekitarnya. Lereng dan wilayah sekitar Gunung Sinabung terkenal
dengan kesuburan tanahnya karena guyuran abu vulkanis Gunung Sinabung, tanaman jeruk,
kopi dan tanaman lainnya dapat tumbuh subur. Selain itu di sekitar lereng ataupun kawasan
lainnya terdapat beberapa kawasan rekreasi diantaranya objek wisata Danau Lau Kawar serta
wisata pendakian Gunung Sinabung yang memberikan pesona alam tersendiri.
Disisi lainnya Gunung Sinabung yang telah tertidur 400 tahun lamanya memberikan
ancaman yang dapat menyebabkan bencana di wilayah lereng dan sekitarnya pada waktuwaktu tertentu. Ancaman Gunung Sinabung yang menimbulkan bencana misalnya pada
beberapa peristiwa erupsi terakhir pada tahun 2010-2013 mengguncang dunia yang dapat
dilihat secara jelas karena terdokumentasi dengan baik. Ancaman erupsi Gunung Sinabung
berupa awan panas, lahar panas, lahar dingin serta abu vulkanik, sehingga memberi dampak
terhadap masyarakat desa yang berada disekitar kaki Gunung Sinabung harus diungsikan ke
tempat yang aman. Masyarakat desa yang berada pada jarak 2-3 kilometer dan terjauh 4-6
kilometer. Pada bulan Januari 2014 awan panas mencapai radius 4,5 kilometer, lahar dingin
yang mengalir mengikuti aliran sungai yang berasal dari mata air Gunung Sinabung serta abu
vulkanik yang menutupi lahan pertanian dan wilayah pemukiman di lerengnya, selain itu
menimbulkan korban jiwa dan kerugian harta benda.

Serangkaian erupsi Gunung Sinabung yang diawali pada tahun 2010, letusan Gunung
Sinabung pada 27 Agustus 2010 dikategorikan tipe letusan freatik (letusan terjadi karena
tekanan gas) yang diikuti jatuhan abu vulkanik Gunung Sinabung hingga menutupi Desa

Universitas Sumatera Utara

Sukameriah, Gungpintu, Sigarang-garang, Sukadebi, Bekerah dan Simacem. Tanggal 27-28
Agustus letusan abu atau freatik dari kawah puncak. Pada 29-30 Agustus 2010 letusan abu
dari puncak disertai suara dentuman dan kolom abu berkisar 1500-2000 meter. Pada 3 dan 7
September letusan abu dengan tinggi kolom abu berkisar 2000-5000 meter (http://www.Ini
riwayat erupsi dan letusan Gunung Sinabung _ merdeka.com.htm, diakses tanggal 25 april
2014 Pukul 14.35 WIB).
Selanjutnya serangkaian aktivitas Gunung Sinabung menunjukkan aktivitas
signifikannya pertengahan September 2013 yang ditandai dengan getaran-getaran yang cukup
intensive atau sering. Disusul dengan setiap 20 menit terjadi gempa dimana puncaknya yaitu

pertengahan Desember 2013. Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional
Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutpo Purwo Nugroho membenarkan adanya peningkatan
aktivitas Gunung Sinabung. Tertanggal 12 Desember 2013 perkembangan aktivitas Gunung
Sinabung terjadi 2 kali gempa vulkanik 1 kali gempa vulkanik dangkal, 41 kali gempa

frekuensi rendah, 187 kali gempa hybrid (berkekuatan tinggi), 8 kali gempa hembusan dan
terus menerus dengan amplitude maksimum 2 mm, longsoran material yang mengarah ke tiga
desa seperti desa Bekerah, Mardinding dan Simacem, tercatat pengungsi mencapai 17.844
jiwa yang terdiri dari 5.513 kepala keluarga yang tersebar di 31 titik posko pengungsian.
Dengan pola kegempaan vulkanik seperti itu, diramalkan Gunung Sinabung bisa saja meletus
dengan frekuensi yang besar sekali. Bisa dibuktikan berapa hari tanda-tanda seperti
meluncurnya awan panas dan abu vulkanik yang menganggu jarak pandang serta pernapasan
warga di desa sekitar Gunung Sinabung mengakibatkan pengungsi kian bertambah menjadi
18.186 jiwa (http://www.koran-sindo.com/node/351882, diakses tanggal 29 maret 2014 pukul
20.45 WIB).
Pada tanggal 19-21 Desember 2014 tanda-tanda Gunung Sinabung meletus semakin
kuat gunung setinggi 2.460 meter dari permukaan laut mengeluarkan guguran material sejauh

Universitas Sumatera Utara

5 km ke arah tenggara. Dari seluruh gunung api yang berada di atas kondisi normal di
Indonesia dimana Gunung Sinabung satu-satunya yang memiliki status awas (level IV).
Sehingga ditetapkanlah tidak diperbolehkan aktivitas warga di radius 5 kilometer (zona
merah) dari kaki gunung tersebut. Perubahan yang signifikan pada kondisi struktur Gunung
Sinabung menyebabkan terjadinya longsoran di sekitar badan gunung di wilayah puncak

gunung teramati bentuk kubah magma yang kapan saja dapat menyemburkan lava pijar.
Selanjutnya Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi merekomendasikan
masyarakat di 17 desa dan 2 dusun seperti desa Gurukinayan, Sukameriah, Berastepu,
Bekerah, Gamber, Simacem, Perbaji, Mardinding, Kuta Gugung, Kuta Rakyat, SigarangGarang, Sukanalu, Temberun, Kuta Mbaru, Kuta Tonggal, Tiganderket, Selandi dan Dusun
Sibintun serta Dusun Lau Kawar harus diungsikan (http://.www.chirpstory.com/li/187097,
diakses tanggal 30 maret 2014 pukul 23.15 WIB)
Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB)
tanggal 08 januari 2014 mengumumkan bahwa pengungsi terus bertambah yaitu 22.708 jiwa
(7.079 KK). Tertanggal 15 januari 2014, jumlah pengungsi makin bertambah dimana tercatat
26.174 pengungsi (8.161 KK) tersebar di 39 titik pengungsian. Terdapat titik pengungsi baru
yaitu di Maka Jl. Samura sebanyak 122 jiwa (42 KK) yang berasal dari Desa Gung Pinto. 9
Februari 2014 tercatat jumlah pengungsi erupsi Gunung Sinabung mencapai 33.126 jiwa
(10.297 KK) yang terletak di 41 titik pengungsian yang statusnya masih skala bencana
kabupaten, dimana artinya Pemerintah Daerah Karo masih mampu mengatasi bencana
tersebut yang dibantu Pemerintah Daerah Provinsi Sumatera Utara yang didampingi oleh
pemerintah pusat. Adanya usulan agar dijadikan skala bencana nasional tidak memenuhi
persyaratan Undang-Undang Nomor 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana pasal
51 ayat 2, dimana disebutkan penetapan skala nasional ditetapkan oleh presiden, skala
provinsi oleh gubernur dan skala kabupaten/kota oleh bupati/walikota dimana pmerintahan


Universitas Sumatera Utara

Kabupaten Karo masih berjalan normal. Selain itu juga tidak ada korban jiwa banyak dan
terjadi eskalasi bencana yang luas. Berbeda dengan erupsi Gunung Merapi tahun 2010,
dimana presiden memerintahkan kendali operasi tanggap darurat dalam satu komando berada
di tangan kepala BNPB dibantu Gubernur DIY, Gubernur Jawa Tengah, Pangdam IV
Diponegoro, Kapolda Jawa tengah dan DIY pada 05 sepetemper 2010. Keputusan Presiden
saat itu didasarkan bertambahnya korban dan pengungsi. Pada 4 september 2010 korban jiwa
44 tewas, 119 luka-luka, 82.701 mengungsi, kemudian ketika erupsi besar 5 september 2010
korban meningkat 114 tewas, 218 luka-luka dan 300 ribu mengungsi (Pusat Data Imformasi
dan Humas BNPB).
Adanya informasi peningkatan aktivitas Gunung Sinabung kerugian yang ditimbulkan
makin besar. Dinas Pertanian dan Perkebunan Kabupaten Karo menyatakan kerugian di
sektor pertanian dan perkebunan sejak Gunung Sinabung erupsi 6 januari 2014 diperkirakan
Rp 712,2 milyar dari 10.406 ha lahan pertanian dan perkebunan. Luas lahan pertanian dan
perkebunan ini meliputi tanaman pangan (1.837 Ha), holtikultura (5.716 Ha), tanaman buah
(1.630 Ha), biofarmaka (1,7 Ha) dan perkebunan (2.856 Ha). Dimana dampak kerugian
terbesar terdapat di 4 kecamatan seperti Nemanteran, Simpang Empat, Payung dan
Tigandreket


(http://www.Mari

Meringankan

Beban

Pengungsi

Sinabung

_

Kompasiana.com.htm diakses tanggal 03 april 2014 pukul 21.56 WIB).
Penanganan korban bencana gunung meletus yang baik selama ini dilakukan oleh
berbagai instansi, namun tidak didukung dengan kebutuhan minimum bagi para korban
bencana. Undang-Undang Nomor 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana pasal 26
ayat 2 menyatakan bahwa setiap orang yang menjadi korban bencana berhak mendapatkan
bantuan pemenuhan kebutuhan dasar artinya kebutuhan untuk menyambung hidup dan
kehidupannya selama berada di tenda-tenda pengungsian. Sementara menurut Peraturan
Pemerintah Nomor 22 tahun 2008 tentang Pendanaan dan Pengelolaan Bantuan Bencana


Universitas Sumatera Utara

pasal 28 ayat 1 bahwa bantuan pemenuhan kebutuhan dasar harus diberikan kepada korban
bencana alam dalam bentuk penampungan sementara, bantuan pangan dan sandang,
mendapatkan air bersih dan sanitasi lingkungan dan pelayanan kesehatan (Sudibyakto, 2011:
121).
Konteks bencana erupsi Gunung Sinabung bantuan darurat bencana untuk pemenuhan
kebutuhan dasar tentunya harus menganut prinsip standar minimal kebutuhan dasar. Oleh
karena itu sangat diperlukan pendampingan pengungsi korban bencana Gunung Sinabung
khususnya bagi kelompok yang rentan seperti bayi, balita, anak-anak, ibu hamil atau
menyusui, penyandang cacat (disabilitas), orang sakit dan manula yang menjadi korban
erupsi Gunung Sinabung agar kriteria kebutuhan minimal dapat dilaksanakan sebagaimana
semestinya. Dengan demikian azas pemberian bantuan harus berdasarkan pada prioritas
untuk kelompok rentan ini dan harus adil. Hal yang sangat penting adalah adanya Tim Rapid
Need Assesment dalam rangka membantu pemerintah daerah setempat dalam memantau dan

memberikan saran dan jalan keluar tentang jenis kebutuhan yang diperlukan korban bencana
secara proposional (Sudibyakto, 2011: 122).
Salah satu poin pembelajaran yang dapat diambil dari erupsi Gunung Sinabung adalah

bahwa anak-anak merupakan kelompok yang sering terabaikan dan tidak tertangani dengan
baik. Trauma dan dampak terhadap kesehatan anak kurang mendapat perhatian dan sering
tidak tepat dalam penanganannya. Kondisi lain yang juga mengancam anak-anak dalam
situasi darurat pasca bencana adalah eksploitasi ekonomi, keterpisahan dari keluarga dan
kehilangan arena dimana mereka biasa beraktivitas dan bermain dengan teman-teman sebaya.
Anak-anak dalam keadaan darurat atau bencana berada dibawah resiko dan ancaman karena
tingkat ketergantungan mereka yang tinggi terhadap orang dewasa. Karena belum memiliki
banyak pengalaman hidup, kemampuan anak untuk melindungi diri sendiri terbatas dan
mereka tidak dalam posisi yang dapat mengambil keputusan atas dirinya sendiri.

Universitas Sumatera Utara

Anak terutama saat mereka berusia sangat dini sangat rentan dan membutuhkan
dukungan khusus agar dapat menikmati hak mereka sepenuhnya. Bagaimana anak dapat
diberikan nilai setara dan bersamaan diberikan perlindungan yang diperlukan? Sebagian dari
jawabannya terletak pada prinsip “demi kepentingan anak” sebagaimana yang dirumuskan
dalam pasal 3 ayat 1 Konvensi Hak Anak (KHA) yang hendaknya dijadikan pertimbangan
utama dalam langkah-langkah yang berhubungan dengan anak. Kapan saja keputusan resmi
yang berdampak pada anak diambil, kepentingan anak hendaknya dipandang sebagai hal
yang penting. Kepentingan orang tua atau Negara hendaknya bukan merupakan pertimbangan

yang benar-benar penting. Hal ini memang merupakan salah satu pesan utama yang
terkandung di dalam Konveksi Hak Anak. Bilamana menafsirkan prinsip ini, komite hak anak
menekankan pentingnya prosedur ini untuk pengambilalihan keputusan yang memberikan
perhatian pada kepentingan anak (Hammaberg, 2001: 378-379).
Berkaca pada bencana terdahulu seperti pasca tsunami di Aceh dan Nias tahun 2004,
anak-anak yang selamat dari bencana alam tidak serta merta aman dari ancaman. Ratusan
anak-anak menjadi korban penculikan dan perdagangan manusia (human trafficking) yang
disebabkan keterpisahan dari keluarga, selain itu munculnya kemiskinan baru pasca bencana.
Ratusan anak-anak di Nias menjadi pekerja konstruksi dan penggali tambang pasir untuk
memenuhi kebutuhan material bangunan dimasa rehabilitasi dan rekonstruksi. Pasca gempa
bumi di Yogyakarta dan Sumatera Barat, anak-anak dijadikan pengemis untuk mencari
bantuan dijalanan.
Berdasarkan kondisi itulah maka banyak sekali pemangku kepentingan (stakeholder )
baik dari unsur pemerintah dan non-pemerintah seperti lembaga swadaya masyarakat (lokal
maupun internasional), perusahaan, organisasi massa dan masyarakat selalu mengambil
bagian dalam upaya penanggulangan bencana khususnya untuk memenuhi kebutuhan anakanak yang menjadi koban bencana. Perhatian dan bantuan dalam masa tanggap darurat

Universitas Sumatera Utara

bencana tersebut dari sisi jumlah dan jenis bantuan sangat banyak dan seringkali jika tidak

diorganisir dengan baik akan mengakibatkan tidak meratanya distribusi bantuan sehingga
bantuan yang sifatnya temporer seperti makanan menjadi rusak dan tidak dapat dimanfaatkan.
Bantuan tanggap darurat bencana alam tersebut dari sisi jenis bantuannya lebih
banyak diprioritaskan pada bantuan logistik dan jika sasarannya anak-anak, program-program
yang ditawarkan lebih banyak bersifat permainan-permainan yang bertujuan untuk mencegah
sekaligus mengatasi trauma yang dihadapi anak akibat bencana alam. Bantuan dan maksud
baik dari semua pemangku kepentingan tersebut akan menjadi lebih komprehensif
(menyeluruh) dan efektif jika setiap program dan bantuan yang diberikan untuk anak
berangkat dari sebuah landasan konsep yang kuat yang untuk selanjutnya dapat dipergunakan
sebagai panduan dalam melakukan aksi-aksi nyata untuk membantu anak yang menjadi
korban bencana. Bantuan logistik dan program permainan adalah salah satu upaya
perlindungan anak dan upaya perlindungan anak dalam konteks bencana alam sangat luas
sekali (http//:www.penanganan-anakdalammasatanggapdaruratbencana.htm , diakses tanggal
2 april 2014 pukul 13.45 WIB).
Berbicara tentang penanganan anak berbasis perlindungan anak dalam tanggap
darurat bencana erupsi Gunung Sinabung perlu dipahami tentang konsep hak dan anak. Hak
sering didefinisikan sebagai kebutuhan yang paling mendasar bagi setiap manusia dan ketika
kebutuhan tersebut tidak dipenuhi akan berdampak buruk bagi kelangsungan hidup dan
keberfungsian sosial manusia tersebut. Sedangkan konsep anak dengan mengacu pada
definisi Undang-Undang Perlindungan anak dan Konvensi Hak Anak yaitu setiap individu

yang berada dibawah usia 18 tahun. Jadi berangkat dari kedua konsep bahwa hak anak
merupakan kebutuhan mendasar yang melekat pada anak agar terpenuhi sedangkan aktivitas
dan kegiatan untuk menjamin serta melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup,
tumbuh, berkembang dan berpartisipasi optimal sesuai dengan harkat martabat kemanusiaan

Universitas Sumatera Utara

serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi adalah perlindungan anak. Jadi
upaya penanganan anak yang berdampak bencana dalam masa tanggap darurat secara khusus
adalah termasuk aktivitas perlindungan anak.
Penanganan anak korban bencana erupsi Gunung Sinabung telah digalakkan beberapa
bentuk penanganannya antara lain mengoptimalkan kebijakan yang telah ditetapkan presiden
dalam penanganan korban dampak erupsi Gunung Sinabung mengupayakan terpenuhinya
standar minimum dalam pemenuhan dasar para pengungsi mempercepat pelaksanaan
rehabilitasi dan rekonstruksi wilayah pasca bencana erupsi Gunung Sinabung mendorong
keluarnya Perpres (Peraturan Presiden) tentang penetapan status dan tingkatan bencana serta
membangun ketangguhan dalam menghadapi bencana di masa mendatang. Selain itu anak
harus segera kembali memperoleh pendidikan yang layak. Kegiatan pendidikan
diselenggarakan di sekolah-sekolah darurat. Dalam banyak peristiwa bencana, kondisi ini
berlangsung dalam waktu lama. Situasi ini jelas kurang menguntungkan bagi anak-anak yang

harus belajar dengan fasilitas yang serba terbatas yang pada akhirnya proses belajar mengajar
tidak bisa berlangsung secara optimal. Terlebih lagi Kabupaten Karo belum memiliki metode
pendidikan standar yang dapat diterapkan pada kondisi pasca bencana.
Posko Pengungsian Universitas Karo (UKA) 1 yang berlokasi di Desa Ketaren
Kecamatan Kabanjahe merupakan salah satu posko aktif menerima pengungsi yang berasal
dari desa terparah dampak erupsi Gunung Sinabung antara lain berasal dari desa Simacem,
Bekerah dan Kuta Tunggal. Data yang didapat dari Assesment KKSP terdapat 990 jiwa total
pengungsi yang berada di Posko UKA 1 antara lain jumlah balita terdapat 77 balita dan anak
usia sekolah 279 anak, selebihnya dewasa dan lansia.
Banyak pengungsi kini mengeluhkan berbagai jenis penyakit. Dari 10 jenis penyakit
yang berhasil ditemukan tim medis relawan medan infeksi saluran pernafasan akut (ISPA)
merupakan kasus menonjol dan jenis penyakit yang peling banyak diderita para pengungsi.

Universitas Sumatera Utara

Buruknya sanitasi air, lingkungan dan kondisi udara bercampur abu vulkanik mungkin
merupakan salah satu penyebab banyaknya pengungsi yang menderita ISPA. Jenis penyakit
menonjol lainnya yang ditemukan adalah depresi karena lahan pertanian milik pengungsi
yang

mati

dikarenakan

abu

erupsi

gunung

sinabung(http://medanmediacenter.or.id//=news&life=detail&id=524, diakses tanggal 05
april 2014 pukul 23.08 WIB).
Hidup di barak pengungsian memang serba kurang baik itu berupa pemenuhan
kebutuhan pokok (sembako), air bersih, selimut, listrik, pakaian ganti, sarana pendidikan bagi
anak-anak serta fasilitas lainnya yang mereka butuhkan juga sangat terbatas. Kesulitankesulitan ini juga sering terjadi pada anak-anak yang masih sekolah disebabkan karena jarak
dari posko ke sekolah mereka sangat jauh dari tempat pengungsian. Bagi anak-anak
pengungsi korban bencana erupsi Gunung Sinabung dalam upaya penanganannya perlu
mendapat perlindungan khusus supaya terjamin terpenuhinya hak-hak anak untuk mereka
hidup, tumbuh dan berkembang secara wajar sesuai dengan usianya, termasuk yang
terpenting kebutuhan penyembuhan trauma pada anak akibat bencana selain itu pendidikan
formal ataupun informal diperlukan secara memadai.
Pada tanggal 30 April 2014 erupsi Gunung Sinabung terjadi namun saat ini masih
banyak pengungsi yang tinggal di barak pengungsian terutama anak-anak. Mereka tetap
bertahan dengan terus mengharapkan bantuan dari berbagai pihak. Di Posko Pengungsian
Universitas Karo (UKA) I sekitar 382 kepala keluarga yang masih berada di tempat
penampungan sementara yang terus bertahan hidup sembari menunggu bantuan relokasi
rumah baru dan bantuan logistik dari berbagai lembaga. Keadaan di posko pengungsi asal
Desa Bekerah dan Simacem yang masih bertahan saat ini mulai jenuh akan janji relokasi dari
pemerintah bahkan ada dari beberapa orang yang mengalami stress akibat tanaman mereka
raib begitu saja. Namun selain dampak negatif dari bencana mereka juga bersyukur masih

Universitas Sumatera Utara

diberi kehidupan anak-anak mereka masih tertolong dengan berbagai upaya yang dilakukan
banyak pihak dalam memenuhi kebutuhan anak mereka. Khusus dalam penanganan anak
korban bencana erupsi Gunung Sinabung yang terdapat di Posko Pengungsian Universitas
Karo (UKA) 1 sejauh ini penanganan anak-anak korban bencana erupsi Gunung Sinabung
dinilai baik karena banyak hiburan yang diberikan relawan atau mahasiswa yang
mendampingi mereka untuk keluar dari trauma akibat bencana yang dialami.
Pemenuhan kebutuhan sehari-hari para pengungsi setiap pekannya selalu memperoleh
bantuan dari berbagai pihak, baik dari instansi pemerintah maupun lembaga lokal ataupun
luar seperti bantuan obat-obatan, makanan, susu dan biskuit bagi anak-anak atau bumil (ibu
hamil), masker, makanan ringan serta peralatan-peralatan lainnya yang dijatah per kepala
keluarga. Terutama bagi anak-anak penanganan yang diberikan oleh mahasiswa dan tim
relawan memberikan hiburan-hiburan dalam metode belajar bermain seperti permainan
tradisional, mendatangkan tokoh-tokoh animasi kartun berbentuk badut, selain itu melukis
bersama anak dengan dunia khayalnya, penanganan psikososial juga terdapat di Posko
Pengungsian Universitas Karo (UKA) I ini seperti bernyanyi, permainan dinamika kelompok
anak-anak. Kegiatan psikososial anak ini bertujuan sebagai langkah pemulihan fisik dan
psikis anak pasca bencana erupsi Gunung Sinabung.
Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan pada latar belakang maka peneliti tertarik
melakukan penelitian dengan judul Tinjauan Penanganan Anak Korban Bencana Erupsi
Gunung Sinabung di Posko Pengungsian Universitas Karo (UKA) 1 Kecamatan Kabanjahe
Kabupaten Karo yang Berbasis Perlindungan Anak.

1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah yang telah dikemukakan maka dapat
dirumuskan masalah bagaimana penanganan anak korban bencana erupsi Gunung Sinabung

Universitas Sumatera Utara

berbasis perlindungan anak di Posko Pengungsian Universitas Karo (UKA) 1 Kecamatan
kabanjahe Kabupaten Karo yang berbasis perlindungan anak.

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.3.1 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana penanganan anak korban
bencana erupsi Gunung Sinabung yang berbasis perlindungan anak di Posko Pengungsian
Universitas Karo (UKA) 1 Kecamatan Kabanjahe Kabupaten Karo
1.3.2 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:
a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan terhadap pihak-pihak
terkait yang menangani anak korban bencana erupsi Gunung Sinabung yang
penanganannya berbasis perlindungan anak
b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan referensi dalam rangka pengembangan
teori-teori, konsep-konsep dan model penanganan anak korban bencana erupsi
Gunung Sinabung yang berbasis perlindungan anak dalam perspektif Ilmu
Kesejahteraan Sosial

1.4 Sistematika Penulisan
Untuk memudahkan memahami dan mengetahui isi yang terkandung dalam skripsi
ini, maka diperlukan sistematika. Sistematika Penulisan secara garis besarnya dikelompokkan
dalam enam bab, dengan urutan sebagai berikut:
BAB I

: PENDAHULUAN
Berisikan mengenai latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan dan
manfaat penelitian, serta sistematika penelitian.

Universitas Sumatera Utara

BAB II

: TINJAUAN PUSTAKA
Berisikan uraian dan konsep yang berkaitan dengan masalah dan objek yang
diteliti, kerangka pemikiran, definisi konsep dan definisi operasional

BAB III

: METODE PENELITIAN
Berisikan tentang tipe penelitian, lokasi penelitian, populasi penelitian, teknik
pengumpulan data, serta teknik analisis data.

BAB IV

: GAMBARAN LOKASI PENELITIAN
Berisikan tentang sejarah singkat serta gambaran umum lokasi penelitian dan
data-data lain yang berhubungan dengan objek yang akan diteliti.

BAB V

: ANALISIS DATA
Berisikan uraian data yang diperoleh dari hasil penelitian beserta dengan
analisisnya

BAB VI

: PENUTUP
Berisikan tentang pokok-pokok kesimpulan dan saran-saran yang perlu
disampaikan

kepada

pihak-pihak

yang

berkepentingan

dengan

hasil

penelitian.

Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Tinjauan Penanganan Anak Korban Bencana Erupsi Gunung Sinabung Berbasis Perlindungan Anak Di Posko Pengungsian Universitas Karo (Uka) I Kecamatan Kabanjahe Kabupaten Karo

0 10 168

Tinjauan Penanganan Anak Korban Bencana Erupsi Gunung Sinabung Berbasis Perlindungan Anak Di Posko Pengungsian Universitas Karo (Uka) I Kecamatan Kabanjahe Kabupaten Karo

0 0 14

Tinjauan Penanganan Anak Korban Bencana Erupsi Gunung Sinabung Berbasis Perlindungan Anak Di Posko Pengungsian Universitas Karo (Uka) I Kecamatan Kabanjahe Kabupaten Karo

0 0 2

Tinjauan Penanganan Anak Korban Bencana Erupsi Gunung Sinabung Berbasis Perlindungan Anak Di Posko Pengungsian Universitas Karo (Uka) I Kecamatan Kabanjahe Kabupaten Karo

0 0 65

Tinjauan Penanganan Anak Korban Bencana Erupsi Gunung Sinabung Berbasis Perlindungan Anak Di Posko Pengungsian Universitas Karo (Uka) I Kecamatan Kabanjahe Kabupaten Karo

0 0 3

Tinjauan Penanganan Anak Korban Bencana Erupsi Gunung Sinabung Berbasis Perlindungan Anak Di Posko Pengungsian Universitas Karo (Uka) I Kecamatan Kabanjahe Kabupaten Karo

0 0 8

Stres dan Mekanisme Koping Remaja Korban Erupsi Gunung Sinabung di Posko Pengungsian Erupsi Gunung Sinabung Kabanjahe Kabupaten Karo

0 0 10

Stres dan Mekanisme Koping Remaja Korban Erupsi Gunung Sinabung di Posko Pengungsian Erupsi Gunung Sinabung Kabanjahe Kabupaten Karo

0 0 2

Stres dan Mekanisme Koping Remaja Korban Erupsi Gunung Sinabung di Posko Pengungsian Erupsi Gunung Sinabung Kabanjahe Kabupaten Karo

0 0 7

Stres dan Mekanisme Koping Remaja Korban Erupsi Gunung Sinabung di Posko Pengungsian Erupsi Gunung Sinabung Kabanjahe Kabupaten Karo

0 0 29