Tinjauan Penanganan Anak Korban Bencana Erupsi Gunung Sinabung Berbasis Perlindungan Anak Di Posko Pengungsian Universitas Karo (Uka) I Kecamatan Kabanjahe Kabupaten Karo

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 ANAK
2.1.1 Pengertian Anak
Anak merupakan modal dasar bagi pembangunan nasional dan penerus cita-cita
perjuangan bangsa yang kelak diharapkan mampu menjalankan tugas dan tanggung jawabnya
demi kelestarian bangsa dan Negara. Anak adalah generasi pererus yang perlu ditingkatkan
kualitasnya sebagai sumber daya manusia bagi perbaikan masa depan bangsa. Untuk
menjadipenerus yang akan melanjutkan cita-cita bangsa dan Negara maka anak harus tumbuh
dan berkembang menjadi manusia dewasa yang sehat jasmani, rohani, pendidikan dan
bermental terpuji (http://analisis-situasi-pekerja-anak.or.id.diakses tanggal 26 oktober 2012
pukul 19.04).
Beberapa ketentuan hukum manusia disebut sebagai anak dengan pengukuran atau
batasan usia. Menurut The Minimum Age Convention Nomor 138 pengertian tentang anak
adalah seseorang yang berusia 15 tahun ke bawah. Kondisi ini tercermin dari perbedaan
batasan usia menurut Konvensi Hak Anak (KHA) maupun Undang-Undang Nomor 23 tahun
2002 tentang Perlindungan Anak. Menurut Konvensi Hak Anak definisi anak secara umum
adalah manusia yang umurnya belum mencapai 18 tahun. Implementasi keputusan Konvensi
Hak Anak tersebut setiap negara diberikan peluang untuk menentukan berapa usia manusia
yang dikategorikan sebagai anak. Dalam KHA (pasal 1) disebutkan bahwa anak berarti setiap

manusia yang berusia di bawah delapan belas tahun kecuali berdasarkan undang-undang yang
berlaku untuk anak-anak, kedewasaan telah dicapai lebih cepat. Hal yang sama juga
dijelaskan dalam Undang-Undang Perlindungan Anak Nomor 23 Tahun 2002 bahwa anak
adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun termasuk anak yang masih dalam kandungan.

Universitas Sumatera Utara

Sementara itu United Nations Internasional Children’s Emergency Fund (UNICEF)
mendefinisikan anak sebagai penduduk yang berusia antara 0-18 tahun. Undang-Undang
Nomor 4 tahun 1979 tentang kesejahteraan anak menyebutkan bahwa anak adalah mereka
yang belum berusia 21 tahun dan belum menikah. Sedangkan undang-undang perkawinan
menetapkan batas anak usia 16 tahun (Huraerah, 2006: 31). Bahwa sebuah keluarga terdapat
anak-anak yang menjadi tanggung jawab orang tua baik yang masih dalam kandungan, masa
bayi hingga anak mencapai usia dewasa dan mandiri. Sebagai bagian dari masyarakat bangsa,
anak juga memiliki hak-hak yang berguna dalam menjamin pertumbuhan dan
perkembangannya seperti bertahan hidup, tumbuh kembang, perlindungan, partisipasi
(http://kebijakan-pembangunan-kesejahteraan-/dan-perlindungan-anak-kpa.ac.id/diakses
tanggal 27 oktober 2012 pukul 21.45 WIB).
Pengakuan terhadap anak secara internasional dilakukan oleh Perserikatan Bangsa
Bangsa (PBB) melalui suatu konvensi yaitu pada tahun 1989. Prinsip-prinsip yang dianut

dalam konvensi hak anak adalah
a. Non Diskriminasi (Pasal 2) semua hak anak yang diakui dan terkandung dalam KHA
(Konvensi Hak Anak) harus diberlakukan kepada setiap anak tanpa perbedaan apapun.
b. Kepentingan terbaik untuk anak (Pasal 3) semua tindakan yang menyangkut anak,
pertimbangannya adalah apa yang terbaik untuk anak.
c. Kelangsungan hidup dan perkembangan anak (Pasal 6) hak hidup yang melekat pada
diri setiap anak harus diakui atas perkembangan hidup dan perkembangannya harus
dijamin
d. Penghargaan terhadap pendapat anak (Pasal 12) pendapat anak terutama yang
menyangkut hal-hal yang mempengaruhi kehidupannya perlu diperhatikan dalam setiap
pengambilan keputusan (http://Pekerja.anak{{erka.htm/diakses tanggal 27 oktber 2012
pukul 22.05 WIB).

Universitas Sumatera Utara

Sistem struktural masyarakat, anak seringkali dianggap sebagai pelaksana dari
keputusan yang ditetapkan oleh orang dewasa karena masih belum memiliki kapasitas untuk
mandiri. Anak hanya dianggap sebagai konsumen dari budaya yang telah dikembangkan oleh
orang dewasa. Agar proses menuju kematangan sebagai seorang individu diperlukan tindakan
sosialisasi dari orang-orang dewasa sekitarnya. Sehubungan dengan konsep pemaknaan anak

(children), pada masa kanak-kanak (childhood) beberapa ahli sosiologi seperti Jenks serta
James dan Prout menyatakan ada beberapa ciri-ciri paradigma tentang anak yaitu:
a. Masa kanak-kanak (childhood) dipahami sebagai sebuah konstruksi sosial. Pandangan
ini memilki perbedaan dan kematangan biologis yang memandang bahwa masa kanakkanak sebagai sebuah gambaran natural dan universal. Memandang childhood sebuah
komponen struktural dan kultural yang khusus dari berbagai masyarakat.
b. Childhood merupakan sebuah variabel dari analisis sosial. Hal ini tidak bisa terlepas
dari variabel lain seperti gender, kelas dan etinisitas. Analisis komparatif dan crosskultrural lebih mengungkapkan keberagaman dari childhood dari pada sebuah
fenomena yang bersifat tunggal dan universal
c. Hubungan sosial anak. Hubungan sosial anak dan budaya merupakan studi yang
berguna dalam hak (right) anak, bebas dari perspektif dan kepentingan orang dewasa
(adults).
d. Anak merupakan dan harus dipandang sebagai subjek yang aktif dalam konstruksi dan
determinasi dari kehidupan sosial mereka sendiri, kehidupan di seputar mereka dan dari
masyarakat dimana mereka tinggal. Anak bukanlah subjek pasif dari struktur dan
proses sosial
e. Childhood merupakan sebuah fenomena dalam kaitan dengan mana hermeneutik ganda
dari ilmu pengetahuan sosial merupakan pernyataan yang benar atau tajam (acutely).
Untuk menyatakan sebuah paradigma baru dari sosiologi, childhood juga perlu ikut

Universitas Sumatera Utara


terlibat dalam proses rekonstruksi childhood dalam masyarakat (James, Prout, &
Allans, 1997: 8).

2.1.2 Hak-Hak Anak
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak Bab II Pasal 2-9
mengatur hak-hak anak atas kesejahteraan, sebagai berikut:
a. Hak atas kesejahteraan, perawatan, asuhan dan bimbingan
Anak berhak atas kesejahteraan, perawatan, asuhan dan bimbingan berdasarkan
kasih sayang baik dalam keluarganya maupun di dalam asuhan khusus untuk tumbuh
dan berkembang dengan wajar. Asuhan yang dimaksud adalah berbagai upaya yang
dilakukan kepada anak-anak yang tidak mempunyai orang tua dan terlantar, anak
terlantar dan anak yang mengalami masalah kelainan yang bersifat sementara sebagai
pengganti orang tua atau keluarga agar dapat tumbuh dan berkembang dengan wajar,
baik secara rohani, jasmani maupun sosial.
b. Hak atas pelayanan
Anak berhak atas pelayanan untuk mengembangkan kemampuan dan kehidupan
sosialnya sesuai dengan kebudayaan dan kepribadian bangsa untuk menjadi warga
negara yang baik dan berguna.
c. Hak atas pemeliharaan dan perlindungan, anak berhak atas pemeliharaan dan

perlindungan, baik semasa dalam kandungan maupun sesudah dilahirkan.
d. Hak atas perlindungan lingkungan hidup, anak berhak atas perlindungan terhadap
lingkungan hidup yang dapat membahayakan atau menghambat pertumbuhan dan
perkembangannya dengan wajar
e. Hak mendapat pertolongan pertama dalam keadaan yang membahayakan, anak
pertama-tama berhak mendapat pertolongan, bantuan dan perlindungan.

Universitas Sumatera Utara

f. Hak memperoleh asuhan dimana anak yang tidak mempunyai orang tua berhak
memperoleh asuhan olehnegara atau orang atau badan lain. Dengan demikian anak
yang tidak mempunyai orang tua itu dapat tumbuh dan berkembang secara wajar baik
jasmani, rohani maupun sosial.
g. Hak memperoleh bantuan dimana anak yang tidak mampu berhak memperoleh bantuan
agar dalam lingkungankeluarganya dapat tumbuh dan berkembang dengan wajar.
h. Hak diberi pelayanan dan asuhan, anak yang mengalami masalah kelakuan diberi
pelayanan dan asuhan yangbertujuan mendorong guna mengatasi hambatan yang terjadi
dalam masa pertumbuhan dan perkembangannya.
i. Hak memperoleh pelayanan khusus, anak cacat berhak memperoleh pelayanan khusus
untuk mencapai tingkat pertumbuhan dan perkembangan sejauh batas kemampuan dan

kesanggupannya.
j. Hak mendapat bantuan dan pelayanan, dimana anak berhak mendapat bantuan dan
pelayanan yang bertujuan mewujudkan kesejahteraan anak menjadi hak setiap anak,
tanpa membedakan jenis kelamin, agama, pendidikan dan kedudukan sosial (Prinst,
1997: 57).

2.1.3 Hak Anak Dalam Masa Tanggap Darurat
Menurut cara pembagian yang dirumuskan oleh Komite Hak Anak PBB yang
mengelompokkan Konvensi Hak Anak menjadi delapan Kategori yaitu:
a. Hak sipil dan kemerdekaan
Ada dua hak dasar anak yang harus diperhatikan terkait dengan hak sipil dan
kemerdekaan dalam tanggap darurat yaitu

Universitas Sumatera Utara

1. Hak atas pencatatan kelahiran dan identitas (KHA pasal 7, UUPA pasal 5)
Situasi pasca bencana, kehancuran infrastruktur dan kelumpuhan sistem
administrasi negara, membuat anak-anak yang lahir pasca gempa tidak tercatat. Hal
ini menempatkan anak-anak dalam situasi kehilangan hak akibat tidak tercatat dalam
mekanisme pencatatan kelahiran ataupun pencatatan darurat menyangkut bantuan

darurat. Disamping itu situasi darurat saat bencana mengakibatkan masyarakat tidak
dapat mengamankan harta benda dan dokumen-dokumen berharga seperti akte
kelahiran sehingga ketika bencana datang akte kelahiran tersebut menjadi ikut rusak.
Oleh karena itu, perlu mengembangkan program khusus dari pemangku kepentingan
untuk memenuhi kebutuhan anak akan hak identitas mereka. Selama ini karena
dianggap tidak terlalu mendesak program yang mencoba menjawab kebutuhan ini
belum banyak dilakukan dalam masa tanggap darurat
2. Hak atas Kebebasan Beragama (KHA pasal 27)
Situasi pasca bencana, bantuan kemanuasiaan baik fisik maupun bersifat
dukungan psikologis harus ditujukan kepada semua anak atau orang dewasa tanpa
memandang keyakinan dan agama. Situasi pasca bencana sangat mudah dijumpai
pemberian bantuan dan dukungan kemanusiaan yang lain dimanfaatkan baik secara
langsung maupun terselubung untuk memaksakan keyakinan agama pada korban
termasuk anak-anak. Oleh karena itu, setiap program yang dilaksanakan haruslah
menghormati keyakinan dan agama yang dianut oleh penerima manfaat program
sehingga program yang dilaksanakan tidak dijadikan media untuk mengubah
keyakinan anak. Dalam konteks ini peran masyarakat dan pemerintah menjadi
penting untuk memantau setiap program yang mempunyai maksud dan tujuan
tersembunyi untuk mengubah agama para penerima manfaat.


Universitas Sumatera Utara

b. Lingkungan keluarga dan pengasuhan alternatif
1. Hak atas bimbingan orang tua (KHA pasal 5)
Situasi pasca bencana, kehidupan yang serba darurat sering membuat orangtua
kehilangan kontrol atas pengasuhan dan bimbingan terhadap anak-anak mereka.
Keadaan ini dapat mengancam perkembangan mental, moral dan sosial anak,
sekaligus menempatkan anak dalam posisi rentan terhadap kemungkinan tindak
eksploitasi, penculikan, kekerasan dan perdagangan. Perhatian dari orang tua
mengambil peran penting dalam membantu anak melewati masa-masa krisis setelah
bencana. Oleh karena itu menjadi penting untuk setiap stakeholder atau pemangku
kepentingan melibatkan peran orang tua dalam melakukan pendampingan terhadap
anak-anak mereka sesuai dengan kapasitas yang bisa diperankan oleh mereka.
Peran paling sederhana yang bisa diperankan oleh orang tua adalah bersikap
tenang karena anak-anak secara psikologis melihat tanda dari apa yang diperlihatkan
oleh orang tua mereka. Mereka akan menjadi semakin panik dan stress ketika orang
tua mereka menunjukkan kepanikan dan stres. Oleh karena itu orang tua dan
pemangku kepentingan yang lain harus mendampingi anak dan meyakinkan mereka
bahwa keluarga dan masyarakat akan memperhatikan mereka dan keadaan akan
kembali normal. Disamping itu orang tua adalah teman anak yang dapat mendorong

anak untuk mengungkapkan perasaan dan perhatian mereka terkait dengan bencana.
Kemampuan mendengarkan dan berempati dari orang tua menjadi kekuatan yang
luar bisaa dalam membantu anak melewati masa-masa krisis akibat bencana
(Lazarus, 2002: 3)

Universitas Sumatera Utara

2. Hak untuk tidak dipisahkan dan penyatuan kembali dengan orang tua (KHA pasal 9
dan 10, UUPA pasal 7)
Situasi pasca bencana anak-anak dapat terpisahkan dari orang tua mereka.
Kemungkinan situasi keterpisahan bersifat permanen (orangtua meninggal atau tidak
pernah ditemukan) atau temporer hingga orang tua kelak ditemukan. Oleh karena itu
prioritas utama program yang dapat dilakukan adalah program reunifikasi atau
mempertemukan anak dengan orang tua dan keluarganya.
c. Kesehatan dan kesejahteraan dasar
1. Hak khusus anak difabel atau orang dengan kecacatan (KHA pasal 23)
Pada saat dan pasca bencana anak-anak difabel berada dalam kerentanan
khusus karena situasi kecacatan mereka. Saat terjadi bencana mereka mengalami
kesulitan untuk menyelamatkan diri. Disamping itu peristiwa bencana dapat
mengakibatkan anak menjadi difabel baru. Saat pasca bencana kebutuhan khusus

mereka seringkali terabaikan oleh bantuan masa tanggap darurat yang disalurkan.
Oleh karena itu menjadi penting untuk merancang program yang memperhatikan
kebutuhan khusus dari anak-anak difabel baik karena bencana atau tidak
2. Hak atas pelayanan kesehatan (KHA pasal 6 dan 24, UUPA pasal 8)
Pada saat dan pasca bencana anak-anak dihadapkan pada situasi yang dapat
mengancam tingkat kesehatan mereka. Hancur dan rusaknya fasilitas sanitasi, lukaluka akibat bencana alam ataupun lingkungan buruk pasca bencana alam
menyebabkan dapat menurunkan tingkat kesehatan anak. Disisi lain hilangnya
kemampuan orang tua memberikan asupan gizi yang layak dalam jangka panjang
dapat mempengaruhi perkembangan fisik dan kesehatan anak. Oleh karena itu
program yang memberikan layanan kesehatan gratis bagi korban anak sangat
dibutuhkan dalam situasi tanggap darurat. Pengalaman penanganan bencana selama

Universitas Sumatera Utara

ini menunjukan banyak sekali program-program layanan kesehatan yang disediakan
untuk korban bencana baik anak-anak maupun orang dewasa baik dari unsur
pemerintah dan non-pemerintah
3. Hak atas standar penghidupan yang layak (KHA pasal 27)
Situasi pasca bencana standar kehidupan yang layak bagi perkembangan
jasmani, mental, spiritual, moral and sosial anak yang dalam situasi normal

disediakan oleh orangtua atau wali tidak terpenuhi akibat kerusakan sarana
prasarana.

Stakeholder

(pemangku

kepentingan)

khususnya

Negara

wajib

memberikan bantuan material serta program dukungan khususnya menyangkut
nutrisi, pakaian dan penampungan sementara. Menyangkut bantuan tersebut anakanak memilki kebutuhan sangat khusus terutama berkaitan dengan tingkat usia
mereka. Pemenuhan hak dasar inilah dalam konteks tangap darurat melului bantuan
logistik mendominasi model dan bentuk bantuan kemanusian yang diberikan oleh
hampir semua stakeholder (pemangku kepentingan).
d. Pendidikan, waktu luang dan kegiatan budaya
1. Hak atas pendidikan termasuk pelatihan dan bimbingan keterampilan (KHA pasal
28, Undang-Undang Perlindungan Anak pasal 9)
Situasi pasca bencana, kerusakan sarana dan prasarana pendidikan termasuk
prasarana perhubungan serta situasi-situasi seperti kehidupan keluarga anak dan
keluarga guru yang tidak normal dapat menyebabkan proses belajar-mengajar
reguler terhenti. Terganggunya perekonomian akibat bencana juga menempatkan
anak-anak dalam posisi rawan putus sekolah. Berdasarkan kondisi ini programprogram pendidikan alternatif yang diberikan para pemangku kepentingan akan
sangat membantu para korban anak. Program sekolah darurat, program
menggambar, bercerita, Taman Pendidikan Al-Qur’an adalah program yang sering

Universitas Sumatera Utara

dilaksanakan untuk menjawab kebutuhan dan hak anak atas pendidikan dalam masa
tanggap darurat.
2. Hak atas waktu luang, rekreasi dan kegiatan budaya (KHA pasal 31)
Situasi darurat pasca bencana, aktifitas sosial-budaya menjadi terganggu.
Ruang fisik dan ruang sosial untuk bermain dan bersosialisasi secara normal menjadi
hilang. Keadaan ini dapat berlangsung lama hingga masa rekonstruksi dan
rehabilitasi. Begitu pula kehidupan perekonomian yang belum pulih membuat anakanak rawan untuk kehilangan waktu beristirahat dan mendapatkan waktu luang yang
cukup. Untuk menjawab kebutuhan dan hak anak akan waktu luang, rekreasi dan
budaya, banyak program yang bisa ditawarkan seperti program bermain, rekreasi,
pelatihan seni seperti menari, menyanyi dan lain-lain.
e. Perlindungan khusus
1. Hak untuk dilindungi dari eksploitasi ekonomi (KHA pasal 32)
Kerusakan sarana dan prasarana ekonomi serta situasi tidak normal yang
dialami oleh keluarga-keluarga mengancam kelangsungan pendapatan keluarga baik
dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Tantangan pemenuhan kebutuhan
yang dihadapi oleh keluarga-keluarga menempatkan anak-anak dalam posisi rawan
mengalami eksploitasi ekonomi, baik oleh orangtua atau keluarga sendiri maupun
oleh orang atau pihak lainnya. Dalam kondisi tersebut tidak jarang anak bekerja
dalam bentuk-bentuk pekerjaan terburuk untuk anak seperti menjadi pekerja rumah
tangga dan lain-lain.
2. Hak untuk dilindungi dari Eksploitasi dan kekerasan seksual (KHA pasal 34)
Pada situasi pasca bencana terutama dalam situasi pemukiman kolektif di
barak-barak pengungsian tidak memberi ruang privasi dan pemenuhan kebutuhan

Universitas Sumatera Utara

seksual orang dewasa sehingga menempatkan anak-anak dalam posisi rawan
mengalami kekerasan atau eksploitasi seksual
3. Hak untuk mendapat perlindungan dari penculikan dan perdagangan anak (KHA
pasal 35)
Situasi pasca bencana keterpisahan dari orangtua atau orangtua yang
kehilangan kontrol efektif terhadap anak-anak mereka, orangtua yang kehilangan
kemampuan finansial untuk mengasuh anak-anak mereka atau terdesak oleh
kebutuhan finansial yang nyata dan ketiadaan perlindungan sosial yang memadai
menempatkan anak-anak dalam posisi rawan untuk menjadi korban penculikan dan
perdagangan.

2.1.4 Hak Anak Korban Bencana
Hak anak korban bencana menurut Konvensi Hak Anak (KHA) adalah hak-hak dasar
anak yang harus diberikan ketika terjadi bencana dan semua aspek kebutuhan anak tetap
mengacu kepada prinsip dasar hak anak. Skala prioritas yang harus diberikan bagi anak
korban bencana adalah
a. Shelter atau tempat tinggal sementara.
Anak-anak yang terpisah dari orang tuanya atau anak-anak yang tidak
mempunyai orang tua karena bencana akan ditampung di shelter atau tempat tinggal
sementara. Shelter atau tempat tinggal sementara dapat dikelola oleh pemerintah,
Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) maupun oleh masyarakat. Setiap shelter ada
petugas yang bertanggung jawab untuk mengelola dan menjaga serta memperhatikan
kebutuhan anak-anak yang berada di dalam shelter. Adapun bentuk-bentuk kebutuhan
anak adalah:

Universitas Sumatera Utara

1. Makanan dan minuman
Makanan dan minuman merupakan kebutuhan yang paling pokok ketika
terjadi bencana, maka pemerintah harus memperhatikan kebutuhan anak yang paling
mendasar, terutama tentang kesehatan makanan serta air bersih dalam memberikan
bantuan pangan terhadap korban bencana. Petugas juga harus mendata tingkat
kebutuhan anak berdasarkan usia. Tujuan pemberian makanan dan minuman adalah
memastikan bahwa korban bencanan memiliki akses yang aman untuk mendapatkan
makanan dan minuman dengan mutu dan jumlah yang memadai dan memiliki sarana
untuk mempersiapkan dan mengonsumsinya dengan aman.
2. Perawatan dan perlindungan
Setiap anak-anak yang menjadi korban bencana alam berhak mendapatkan
perawatan kesehatan serta perlindungan untuk dirinya hal ini berdampak terhadap
kelangsungan hidup anak. Perawatan dan perlindungan ini dapat diberikan ketika
anak berada di shelter atau dirumah ketika anak sudah tinggal bersama dengan orang
tua.
b. Kebersihan dan sanitasi
Ketika terjadi bencana maka kebutuhan akan kebersihan dan sanitasi menjadi
kebutuhan yang paling mendasar di setiap pengungsian. Setiap korban bencana alam
berhak atas kebersihan dan tempat tinggal sementara dan sanitasi yang baik, karena ini
berdampak pada kesehatan mereka selama berada di shelter maupun di tempat
pengungsian
c. Hubungan dengan keluarga
Setiap anak korban bencana harus tetap melakukan kontak atau komunikasi
dengan pihak keluarga. Jika kedua orang tua meninggal akibat bencana maka petugas
harus mencari tahu keberadaan keluarga lainnya, sehingga hubungan anak dengan

Universitas Sumatera Utara

keluarga tidak terputus, begitu juga anak-anak yang terpisah dari keluarga, maka
pemerintah harus mengupayakan reunifikasi untuk mempertahankan anak dengan
keluarganya. Jika orang tau atau keluarga dekat lainnya tidak ditemukan dalam jangka
waktu yang lama, maka anak berhak mendapatkan perlindungan khusus dan bantuan
yang disediakan oleh Negara (pasal 20 ayat 1 KHA).
d. Pendidikan dan bermain
Pendidikan adalah kebutuhan dasar bagi anak, setelah terjadi bencana banyak
anak yang tidak tahu lagi mesti belajar di sekolah mana dan apakah sekolah yang ada
bisa menampung mereka dalam kondisi morat-marit di area pengungsian yang sejauh
ini masih dibawah terpal darurat dan tenda-tenda sementara. Disinilah pentingnya
memikirkan alternatif untuk mencegah agar anak-anak sekolah di kawasan bencana
tidak menjadi generasi yang hilang dengan membangun pendidikan darurat. Pendidikan
darurat itu penting untuk memberikan pelajaran dan pendidikan yang layak, apalagi
bagi mereka yang masih harus menyelesaikan pendidikan sembilan tahun.
e. Agama dan budaya.
Setiap anak korban bencana berhak untuk menjalankan ibadah menurut agama
dan kepercayaan masing-masing serta mengembangkan budayanya.
f. Jaminan hokum
Setiap anak korban bencana berhak mendapatkan jaminan dan perlindungan
hukum dari Negara, upaya ini dilakukan karena anak korban bencana menjadi sangat
rentan terhadap tindak kekerasan dan upaya sindikat seperti perdagangan.

2.1.5 Bahaya yang mengancam anak saat dan pasca bencana
Anak-anak korban bencana juga sangat rentan terhadap ancaman-ancaman yang
berada di sekelilingnya, antara lain:

Universitas Sumatera Utara

a. Kehilangan keluarga inti dimana tidak jarang anak-anak korban bencana kehilangan
keluarga inti (orang tua) mereka terpisah dengan ayah, ibu dan keluarga lainnya.
b. Penyakit menular.
Anak-anak menjadi sangat rentan terhadap penyakit-penyakit selama berada di
pengungsian. Terutama penyakit seperti diare, ispa dan lain-lain. Hal ini disebabkan
karena daya tahan tubuh anak belum cukup kuat untuk melawan virus penyakit yang
sedang mewabah baik di shelter maupun di tempat pengungsian. Apalagi jika ternyata
air bersih maupun sanitasi tidak memadai sehingga menjadi salah satu penyebab
penyebaran penyakit
c. Trauma.
Trauma adalah cedera yang terjadi pada batin dan tubuh akibat sesuatu peristiwa
tertentu. Tingkat trauma pada anak korban bencana tidak semua sama, ada yang hanya
mengalami trauma ringan dalam arti bisa disembuhkan dalam jangka waktu cepat dan
anak yang mengalami trauma berat. Anak-anak yang mengalami trauma berat akan
membutuhkan jangka waktu yang panjang dalam proses pemulihan. Trauma ini karena
diakibatkan anak mengalami dan melihat kejadian bencana yang menimpanya sehingga
peristiwa itu melekat di pikiran anak-anak.
d. Adopsi illegal.
Adopsi illegal merupakan pengangkatan anak tanpa bukti-bukti yang sah dari
Negara. Dalam melakukan adopsi ada beberapa persyaratan yang dipenuhi oleh orang
tua pengganti yang pertama bahwa adopsi disahkan oleh pejabat yang berwenang dan
sesuai dengan undang-undang dan prosedur yang berlaku, adopsi tersebut adalah untuk
pemenuhan hak anak dalam perawatan, perlindungan, memberikan pendidikan,
kesehatan yang semuanya bertujuan untuk perkembangan anak baik secara fisik

Universitas Sumatera Utara

maupun psikis. Adopsi illegal terkadang hanya bertujuan untuk menguntungkan
sepihak saja dan bahkan tidak jarang terjadi diskriminasi terhadap anak
e. Perdagangan anak.
Perdagangan anak merupakan perekrutan, pemindahan, penyembunyian atau
penerimaan seorang anak untuk tujuan eksploitasi di dalam atau antar Negara yang
mencakup tidak hanya pada prostitusi anak, pornografi anak dan bentuk lain eksploitasi
seksual, pekerja anak, kerja paksa atau pelayanan, perbudakana ataupun praktek lain
yang menyerupai perbudakan, penghambaan atau penjualan organ tubuh, penggunaan
aktivitas terlarang dan keikutsertaan dalam konflik bersenjata. Ancaman ini menjadi
sangat serius karena pelaku perdagangan anak melihat bahwa anak korban bencana
menjadi sasaran empuk bagi mereka dengan janji-janji akan disekolahkan, akan dirawat
membuat orang akan terpedaya sehingga tanpa sadar mereka sudah terjerat dalam kasus
perdagangan anak (Yayasan KKSP-Pusat Pendidikan Informasi dan Hak Anak, 2011:
15-16).

2.1.6 Konvensi Hak Anak
Konsep tentang perlindungan anak pertama kali dicetuskan pasca berakhirnya perang
dunia ke-1 yang merupakan respon dari berbagai penderitaan yang kebanyakan dialami oleh
kaum perempuan dan anak akibat peperangan. Pada saat itu beberapa aktivis perempuan
menggelar aksi untuk meminta perhatian dunia agar peduli akan nasib perempuan dan anakanak yang menjadi korban perang. Pada tahun 1923 seorang aktivis perempuan
berkebangsaan Inggris bernama Eglantyne Jebb merumuskan dan menyuarakan 10 Hak Dasar
yang harus dipenuhi dan dimiliki oleh Anak yaitu:
a. Hak untuk memiliki Nama (identitas)
b. Hak Mendapatkan makanan (asupan gizi yang layak)

Universitas Sumatera Utara

c. Hak Bermain
d. Hak Rekreasi
e. Hak Kebangsaan
f. Hak Mendapat Persamaan (non diskriminasi)
g. Hak Perlindungan
h. Hak Pendidikan
i. Hak Kesehatan
j. Hak untuk Berperan Dalam pembangunan.
Pada tahun 1924 kesepuluh Hak Dasar Anak tersebut dideklarasikan dan diadopsi
secara internasional oleh Liga Bangsa-Bangsa yang dikenal dengan Deklarasi Jenewa.
Setelah berakhirnya Perang Dunia II tepatnya pada tanggal 10 Desember 1948 Majelis
Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengadopsi Universal Declaration of Human
Rights atau Deklarasi Universal mengenai HAM (DUHAM). Peristiwa yang diperingati
setiap tahun sebagai Hari Hak Azasi Manusia (HAM) sedunia tersebut menandai
perkembangan penting dalam sejarah HAM. Beberapa hal yang menyangkut hak khusus bagi
anak-anak tercakup pula dalam deklarasi ini. Pada tahun 1959 Majelis Umum PBB kembali
mengeluarkan pernyataan mengenai hak anak sekaligus merupakan deklarasi internasional
kedua di bidang hak khusus bagi anak-anak. Selanjutnya perhatian dunia terhadap eksistensi
bidang hak ini semakin berkembang.
Tahun 1979 bertepatan dengan saat dicanangkannya Tahun Anak Internasional,
Pemerintah Polandia mengajukan usul disusunnya perumusan suatu dokumen yang
meletakkan standar internasional bagi pengakuan terhadap hak-hak anak dan bersifat
mengikat secara yuridis. Inilah awal mula dibentuknya Konvensi Hak Anak. Tahun 1989
rancangan Konvensi Hak Anak diselesaikan dan pada tahun itu juga tanggal 20 November
naskah akhir tersebut disahkan dengan suara bulat oleh Majelis Umum PBB. Rancangan

Universitas Sumatera Utara

inilah yang hingga saat ini dikenal sebagai Konvensi Hak Anak (KHA). Pada 2 September
1990 KHA mulai diberlakukan sebagai hukum internasional. Indonesia meratifikasi KHA
pada 25 September 1990 melalui Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1990.
Konvensi Hak Anak memberikan definisi bahwa ”Anak” adalah manusia yang
berumur di bawah 18 tahun dan memiliki hak-hak yang harus di penuhi seperti hak untuk
hidup, hak tumbuh berkembang, perlindungan dan partisipasi. Hak-hak tersebut tidak dapat
diabaikan dan semestinya harus dipenuhi oleh lingkungan dimana anak berdomisili dan
berinteraksi sebagai mahluk sosial. Konvensi Hak Anak lahir dari sebuah kesadaran bahwa
sesuai kodratnya anak adalah rentan, lugu, belum dapat mandiri oleh sebab itu anak
membutuhkan perawatan dan perlindungan yang khusus dari orang dewasa agar fisik dan
mentalnya dapat bertumbuh dengan baik. Tujuan Konvensi Hak Anak adalah agar anak
sebagai individu mampu memainkan peranan yang konstruktif dalam masyarakat. Hal ini di
tegaskan dalam mukadimah KHA paragraf ke-7 yaitu :
”.....anak harus sepenuhnya di persiapakan untuk menjalani kehidupannya baik
sebagai pribadi yang utuh maupun masyarakat”.

2.2 Bencana
2.2.1 Pengertian Bencana
Istilah bencana biasanya mengacu pada kejadian alami yang dikaitkan dengan efek
kerusakan yang ditimbulkannya. Bencana memberikan pengaruh dalam tingkat kerentanan
yang berbeda pada daerah dengan kondisi sosial, kesehatan dan ekonomi tertentu. Menurut
Departemen Sosial bencana adalah peristiwa atau serangkaian peristiwa akibat fenomena
alam dan atau akibat ulah manusia yang menimbulkan gangguan kehidupan dan penghidupan
manusia disertai kerusakan lingkungan yang menyebabkan ketidakberdayaan potensi dan

Universitas Sumatera Utara

infrastruktur setempat serta memerlukan bantuan dari kabupaten atau provinsi lain atau pdari
pusat dan bantuan dari Negara lain dengan menanggalkan prosedur rutin.
Bencana adalah peristiwa atau serangkaian peristiwa yang mengancam dan
menganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan baik oleh faktor alam
atau faktor non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa
manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda dan dampak psikologis (UndangUndang Republik Indonesia Nomor 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana).
Selain itu bencana merupakan sebuah peristiwa yang disebabkan oleh alam atau
karena ulah manusia yang dapat terjadi secara tiba-tiba atau perlahan yang menyebabkan
hilangnya jiwa manusia, kerusakan harta benda dan lingkungan serta melampaui kemampuan
dan sumber daya masyarakat untuk menaggulanginya (Harjadi dkk, 2005: 9).

2.2.2 Bentuk-Bentuk Bencana
Adapun bentuk-bentuk bencana menurut Yayasan KKSP-Pusat Pendidikan Informasi
dan Hak Anak (2011: 1) yaitu:
a. Bencana Alam
Bencana alam merupakan bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau
serangkaian peristiwa yang mengancam dan menganggu kehidupan atau penghidupan
masyarakat yang disebabkan oleh alam antara lain gempa bumi, tsunami, gunung
meletus, banjir, kekeringan, angin topan dan tanah longsor.
b. Bencana Non alam
Bencana non alam merupakan bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau
serangkaian peristiwa yang mengancam dan menganggu kehidupan atau penghidupan
masyarakat yang disebabkan oleh peristiwa non alam antara lain berupa gagal
teknologi, gagal modernisasi, epidemik dan wabah penyakit.

Universitas Sumatera Utara

c. Bencana Sosial
Bencana sosial merupakan bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau
serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh manusia yang meliputi konflik sosial antar
kelompok atau antar komunitas masyarakat dan teror

2.2.3 Karakteristik Bencana
Adapun karakteristik bencana, yaitu:
a. Terdapat kerusakan pada pola kehidupan normal. Kerusakan tersebut biasanya terlihat
cukup parah sebagai akibat dari kejadian yang mendadak dan tidak terduga serta
luasnya cakupan dan dampak dari bencana.
b. Dampak dari bencana merugikan manusia baik bersifat langsung maupun tidak
langsung. Biasanya berupa kematian, kesakitan, kesengsaraan, maupun akibat negatif
lainnya yang berdampak pada kesehatan masyarakat.
c. Merugikan struktur sosial seperti kerusakan pada sistem pemerintahan, bangunan,
komunikasi dan berbagai sarana dan prasarana pelayanan umum lainnya.
d. Adanya pengungsi yang membutuhkan tempat tinggal atau penampungan, makanan,
pakaian, bantuan kesehatan dan pelayanan sosial yang terkadang tidak mencukupi atau
kurang terkoordinasi (Royan, 2004: 35).

2.2.4 Penanggulangan Bencana
a. Pengertian
Penaggulangan bencana adalah

seluruh kegiatan

yang meliputi

aspek

perencanaan, dan penanggulangan bencana baik sebelum, saat dan sesudah terjadi
bencana yang mencakup pencegahan, mitigasi, kesiapsiagaan, tanggap darurat dan
pemulihan. Penyelenggaraan penanggulangan bencana adalah serangkaian upaya yang

Universitas Sumatera Utara

meliputi penetapan kebijakan pembangunan yang beresiko timbulnya bencana, kegiatan
pencegahan bencana, tanggap darurat dan rehabilitasi yang bertujuan untuk:
1. Memberikan perlindungan kepada masyarakat dari ancaman bencana
2. Menyelaraskan peraturan perundang-undangan yang telah ada
3. Menjamin terselenggaranya penanggulangan bencana secara terencana, terpadu,
terkoordinasi dan menyeluruh
4. Menghargai budaya lokal
5. Membangun partisipasi dan kemitraan publik serta swasta
6. Mendorong semangat gotong royong, kesetiakawanan dan kedermawanan
7. Menciptakan perdamaian dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara
(Undang-Undang

Republik

Indonesia

Nomor

24

tahun

2007

tentang

dilakukan

secara

Penanggulangan Bencana).
b. Siklus Penanggulangan Bencana.
Adapun

Siklus

Penanggulangan

bencana

yang

berkesinambungan menurut Departemen Sosial (2005), yaitu:
1. Kejadian bencana.
Kejadian atau peristiwa bencana yang disebabkan oleh alam atau ulah
manusia baik yang terjadi secara tiba-tiba atau perlahan yang dapat menyebabkan
hilangnya jiwa manusia, trauma fisik, psikis, kerusakan harta benda dan lingkungan
yang melampaui kemampuan dan sumber daya masyarakat untuk mengatasinya.
2. Tanggap Darurat (Emergency Response).
Tanggap darurat yaitu upaya yang dilakukan segera setelah kejadian
bencana yang bertujuan untuk menanggulangi dampak yang timbul akibat bencana,
terutama penyelamatan korban dan harta benda, evakuasi serta pengungsian.
3. Pemulihan (Recovery)

Universitas Sumatera Utara

Proses pemulihan kondisi korban bencana yang terkena bencana baik yang
berdampak fisik dan psikis dengan memfungsikan kembali sarana dan prasarana
pada keadaan semula. Hal ini dilakukan dengan memperbaiki prasarana dan
pelayanan dasar seperti jalan, listrik, air bersih, pasar, Puskesmas dan lain-lain),
serta memulihkan kondisi trauma psikologis yang dialami korban bencana.
4. Pembangunan
Pembangunan merupakan fase membangun kembali sarana dan prasarana
yang rusak akibat bencana. Adapun pembangunan dalam penanggulangan bencana
dapat dikelompokkan menjadi beberapa bentuk, yaitu:
a) Rehabilitasi
Rehabilitasi merupakan suatu upaya yang dilakukan setelah kejadian
bencana untuk membantu masyarakat untuk memperbaiki rumah, fasilitas
sosial, serta menghidupkan kembali roda ekonomi.
b) Rekonstruksi
Rekonstruksi merupakan salah satu program jangka menengah dan
jangkapanjang yang meliputi perbaikan fisik, sosial dan ekonomi untuk
mengembalikan kehidupan masyarakat pada kondisi yang sama atau mungkin
lebih baik.
5. Pencegahan (prevention). Pencegahan merupakan suatu upaya yang dilakukan
untuk mencegah terjadinya bencana dan jika mungkin dengan meniadakan bencana.
6. Mitigasi. Mitigasi merupakan suatu upaya yang dilakukan untuk mengurangi
dampak bencana baik secara fisik structural melalui perbuatan bangunan-bangunan
fisik maupun non fisik struktural melalui perundang-undangan dan pelatihan.

Universitas Sumatera Utara

7. Kesiapsiagaan (preparedness). Kesiapsiagaan merupakan suatu upaya yang
dialkukan untuk mengantisipasi bencana melalui pengorganisasian langkah-langkah
yang tepat guna dan berdaya guna.
c. Sistem Penanggulangan Bencana
1. Legislasi.
Serangkaian perundangan dan peraturan sangat diperlukan dalam upaya
mewujudkan penanggulangan bencana yang optimal baik di tingkat nasional
manupun daerah. Di tingkat nasional, setelah Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 24 tahun 2007 diterbitkan, serangkaian peraturan turunannya adalah
Peraturan Pemerintah (PP), Peraturan Presiden (Perpres), Peraturan Menteri
(Permen) dan Peraturan Kepala Lembaga (Perka).
2. Kelembagaan
Sebagai penanggung jawab penyelenggaraan penanggulangan di tingkat
nasional, pemerintah membentuk Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB)
yang bertanggung jawab kepada presiden sesuai dengan perpres Nomor 8 tahun
2008 tentang BNPB. Setelah itu pemerintah daerah membentuk Badan
Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) yang bertanggung jawab kepada gubernur
yang dilaksanakan melalui koordinasi dengan BNPB sesuai dengan Permendagri
Nomor 26 tahun 2008 tentang Pedoman Organisasi serta Tata Kerja BPBD di tingkat
provinsi serta kabupaten dan kota. Keanggotaan BNPB dan BPBD terdiri atas :
a) Unsur pengarah dari pejabat pemerintah dan masyarakat prosfesional. Anggota
unsur pengarah terdiri dari 10 pejabat pemerintah Eselon I atau setingkat yang
diusulkan oleh Pimpinan Lembaga Pemerintah yaitu Kmenterian Koordinator
Bidang Kesejhateraan Rakyat, Departemen Dalam Negeri, Departemen Sosial,
Departemen

Pekerjaan

Umum,

Departemen

Kesehatan,

Departemen

Universitas Sumatera Utara

Keuangan, Departemen Perhubungan, Departemen Energi dan Sumber Daya
Mineral, Kepolisian Negara Republik Indonesia dan Tentara Nasional
Indonesia.
b) Unsur pelaksana, yang terdiri dari 9 anggota (Peraturan Presiden Nomor 8
tahun 2008 pasal 5).
3. Pendanaan
Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 22 tahun 2008 tentang pendanaan dan
pengelolaan bantuan bencana, pengaturannya meliputi:
a) Sumber dana penanggulangan bencana
Sumber dana penanggulangan bencana yaitu berasal dari APBN
(Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara), pemerintah yang menyediakan
Dana Kontinjensi bencana (untuk kegiatan kesiapsiagaan pada tahap pra
bencana), dana siap pakai (digunakan untuk kegiatan tanggap darurat), dana
bantuan sosial perpola, serta hibah (untuk kegiatan tahap pasca bencana)
b) Penggunaan dan penanggulangan bencana
c) Pengawasan, pelaporan dan pertanggungjawaban pendanaan dan pengelolaan
bantuan bencana
Pengelolaan bantuan bencana pada pasal 24 dimana pemerintah pusat
dan daerah memberikan bantuan bencana kepada korban bencana yang terdiri
dari santunan duka cita, santunan kecacatan, pinjaman lunak untuk usaha
produktif, bantuan pemenuhan kebutuhan dasar. Sedangkan pertanggung
jawaban dana pada pasal 34 pasal 1 pada saat tanggap darurat bencana
diperlakukan secara khusus sesuai dengan kondisi kedaruratan yang
dilaksanakan sesuai dengan prinsip akuntabilitas dan transparansi, pada pasal 2
dimana laporan pertanggungjawaban dana pelaksanaan penanggulangan

Universitas Sumatera Utara

bencana baik keuangan maupun kinerja pada saat tanggap darurat dilaporkan
paling lambat 3 bulan setelah masa tanggap darurat.
4. Perencanaan
Agar upaya penanggulangan bencana dapat berjalan maksimal, perencanaan
penanggulangan bencana yang terpadu sangat diperlukan melalui pemaduan
pengurangan resiko bencana (PRB) dalam perencanaan kegiatan baik di tingkat
nasional maupun daerah baik berupa rencana pembangunan jangka panjang (RPJP),
rencana jangka menengah (RJM), maupun rencana kerja pemerintah (RKP).
Dokumen perencanaan penanggulangan bencana dibuat dalam bentuk rencana
nasional penanggulangan bencana (Renas PB) oleh pemerintah atau BNPB.
5. Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Salah satu azas penanggulangan bencana di Indonesia adalah ilmu
pengetahuan dan teknologi yaitu bahwa dalam penanggulangan bencana harus
memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi secara optimal. Dengan demikian
proses penanggulangan bencana baik pada tahap pra bencana, saat terjadi bencana,
ataupun pasca bencana dapat dipermudah dan dipercepat (Kementerian Riset dan
Teknologi, 2007).
Dalam prakteknya, unsur seni ataupun budaya juga mennetukan kelancaran
dan keberhasilan penanggulangan bencana. Dengan demikian IPTEK dalam
penanggulangan bencana di modifikasi menjadi IPTEKS karena memasukkan
unsur S (seni atau kebudayaan) misalnya memasukkan secara tepat unsur kearifan
lokal dan budaya atau karekteristik masyarakat lokal. Namun perlu ditekankan
bahwa penetapan unsur S dalam penanggulangan bencana harus tepat, mengingat
bahwa penerapan penanggulangan bencana oleh masyarakat dengan pendekatan

Universitas Sumatera Utara

yang bertentangan dengan logika yang berujung pada hambatan dan bahkan
kegagalan penanggulangan bencana telah banyak ditemui.
Adapun contoh penerapan teknologi bencana adalah pembuatan mapping
(pemetaan) resiko bencana dan tata ruang wilayah bencana, pengembangan
teknologi deteksi dini Erupsi Gunung melalui pemanfaatan tekonologi informasi
dan komunikasi, pengembangan dan pembuatan bangunan atau rumah tahan gempa
yang sekaligus dapat digunakan untuk perlindungan sementara terhadap awan
panas, pengembangan teknologi tenda dan hunian sementara (huntara) yang efektif
di lereng gunung dan pengembangan teknologi pertanian dan kehutanan (Sarwidi,
2008).
d. Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana
Peraturan pemerintah Nomor 21 tahun 2008 tentang penyelenggaraan
penanggulangan bencana terdiri dari:
1. Tahap Pra Bencana
a) Rencana Aksi Nasional dan Daerah Pengurangan Resiko Bencana (RAN/RAD
PRB)
Dalam peraturan pemerintah nomor 21 tahun 2008 menegaskan
pentingnya pengurangan resiko bencana diwadahi dalam dokumen Rencana
Aksi Nasional atau daerah yang berlaku untuk periode tertentu, yaitu
1) Berisi kumpulan program kegiatan yang komprehensif dan sinergis
dari seluruh pemangku kepentingan.
2) Disusun melalui proses koordinasi dan partisipasi.
3) Memuat landasan, prioritas, rencana aksi serta mekanisme pelaksanaan
dan kelembagaan.

Universitas Sumatera Utara

b) Pendidikan dan pelatihan penanggulangan bencana berbasis masyarakat,
dimana bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kepedulian, kemampuan
dan kesiapsiagaan masyarakat dalam menghadapi bencana dimana
diselenggarakan oleh pemerintah dan pemerintah daerah dalam bentuk
pendidikan formal, informal dan nonformal berupa pelatihan dasar, teknis,
simulasi serta gladi.
2. Tahap Tanggap Darurat
Penyelenggara penanggulangan bencana memberikan kemudahan akses pada
saat tanggap darurat bencana. Kepala BNPB atau BPBD sesuai dengan
kewenangannya

mempunyai

kemudahan

akses

berupa

komando

untuk

memerintahkan sektor atau lembaga dalam satu komando yang diatur dalam pasal 24
dimana pada status keadaan darurat bencana ditetapkan, BNPB dan BPBD
mempunyai kemudahan akses di bidang:
a) Pengerahan sumber manusia.
b) Pengerahan peralatan.
c) Pengerahan logistik.
d) Migrasi, cukai dan karantina.
e) Perizinan
f) Pengadaan barang atau jasa meliputi pencarian dan penyelamatan korban
bencana, pertolongan darurat, evakuasi korban bencana, kebutuhan air bersih
dan sanitasi, pangan, sandang, pelayanan kesehatan, penampungan serta
tempat hunian sementara.
g) Pengelolaan dan pertanggungjawaban uang dan atau barang.
h) Penyelamatan.
i) Komando untuk memerintahkan instansi atau lembaga.

Universitas Sumatera Utara

3. Tahap Pasca Bencana.
Adapun penyelenggaraan penanggulangan bencana pada tahap pasca bencana,
yaitu rehabilitasi dan rekonstruksi.
a. Pilihan Tindakan Penanggulangan Bencana saat Rehabilitasi.
1. Pencegahan dan Mitigasi.
Upaya atau kegiatan dalam rangka pencegahan atau mitigasi yang
dilakukan

bertujuan

untuk

menghindari

terjadinya

bencana

serta

mengurangi resiko yang ditimbulkan oleh bencana. Tindakan pencegahan
dilihat dari sifatnya dapat digolongkan menjadi 2 bagian yaitu:
a. Mitigasi pasif, dimana tindakan pencegahan yang dilakukan adalah:
1) Penyusunan peraturan perundang-undangan.
2) Pembuatan peta rawan bencana dan pemetaan massalah.
3) Pembuatan pedoman brosur, leaflet ataupun poster.
4) Penelitian atau pengkajian karakteristik bencana.
5) Internalisasi penanggulangan bencana dalam muatan lokal
Pendidikan
6) Pembentukan organisasi atau satuan tugas bencana.
7) Perkuatan unit-unit sosial dalam masyarakat seperti forum.
8) Pengurus-utamaan penyelenggara bencana dalam perencanaan
pembangunan.
b. Mitigasi aktif, adapun tindakan yang dilakukan adalah:
1) Pembuatan dan penempatan tanda-tanda peringatan, bahaya, larangan
memasuki daerah rawan bencana.

Universitas Sumatera Utara

2) Pengawasan terhadap pelaksanaan berbagai peraturan tentang
penataan ruang, izin mendirikan bangunan (IMB) dan peraturan lain
yang berkaitan dengan pencegahan bencana.
3) Pelatihan dasar kebencanaan bagi aparat dan masyarakat
4) Pemindahan penduduk dari daerah yang rawan bencana ke daerah
yang lebih aman.
5) Penyuluhan dan peningkatan kewaspadaan masyarakat.
6) Perencanaan daerah penampungan sementara dan jalur-jalur evakuasi
jika terjadi bencana.
7) Pembuatan bangunan struktur yang berfungsi untuk mencegah,
mengamankan dan mengurangi dampak yang ditimbulkan oleh
bencana.
2. Kesiapsiagaan
Kesiapsiagaan dilaksanakan untuk mengantisipasi kemungkinan
terjadinya bencana guna menghindari jatuhnya korban jiwa, kerugian harta
benda dan berubahnya tata kehidupan masyarakat. Upaya kesiapsiagaan
dilakukan pada saat bencana mulai teridentifikasi akan terjadi kegiatan yang
dilakukan antara lain:
a. Pengaktifan

pos-pos

siaga

bencana

dengan

segenap

unsur

pendukungnya.
b. Pelatihan siaga atau simulasi atau gladi ataupun teknis bagi sektor
penanggulangan bencana seperti SAR, sosial, kesehatan, prasarana dan
pekerjaan umum.
c. Inventarisasi sumber daya pendukung kedaruratan.
d. Penyiapan dukungan dan mobilisasi sumber daya maupun logistik.

Universitas Sumatera Utara

e. Penyiapan sistem informasi dan komunikasi yang cepat dan terpadu guna
mendukung tugas kebencanaan.
f. Penyiapan dan pemasangan kontinjensi.
g. Mobilisasi sumber daya.
3. Tanggap Darurat
Tanggap darurat merupakan tahap penindakan atau pengerahan
pertolongan untuk membantu masyarakat yang tertimpa bencana guna
menghindari bertambahnya korban jiwa. Penyelenggaraan penanggulangan
bencana pada saat tanggap darurat meliputi:
a. Pengkajian secara tepat dan cepat terhadap lokasi, kerusakan, kerugian
dan sumber daya.
b. Penentuan status keadaan darurat bencana.
c. Penyelamatan dan evakuasi masyarakat terkena bencana.
d. Pemenuhan kebutuhan dasar.
e. Perlindungan terhadap kelompok rentan.
f. Pemulihan dengan segera prasara dan sarana vital.
4. Pemulihan
Tahapan pemulihan meliputi tahap rehabilitasi dan rekonstruksi. Upaya
yang dilakukan pada tahap rehabilitasi adalah untuk mengembalikan kondisi
daerah yang terkena bencana yang serba tidak menentu ke kondisi normal
yang lebih baik, agar kehidupan dan penghidupan masyarakat dapat berjalan
kembali. Adapun kegiatan-kegiatan yang dilakukan adalah:
a. Perbaikan lingkungan daerah bencana, prasarana dan sarana umum.
b. Pemberian bantuan dan perbaikan rumah masyarakat.

Universitas Sumatera Utara

c. Pemulihan sosial psikologis, sosial, ekonomi, budaya, keamanan,
ketertiban, fungsi pemerintahan serta fungsi pelayanan publik.
d. Pelayanan kesehatan.
e. Rekonsiliasi dan resolusi konflik.
b. Pilihan Tindakan Penanggulangan Bencana Saat Rekonstruksi
Pada tahap rekonstruksi merupakan tahap untuk membangun kembali
sarana dan prasarana yang rusak akibat bencana secara lebih baik dan sempurna.
Oleh sebab itu pembangunannya harus dilakukan melalui suatu perencanaan
yang didahului oelh pengkajian dari berbagai ahli dan sektor terkait seperti:
1. Pembangunan kembali prasaran dan sarana sosial masyarakat.
2. Pembangkitan kembali kehidupan sosial budaya masyarakat
3. Penerapan rancang bangun yang tepat dan penggunaan peralatan yang lebih
baik dan tahan bencana.
4. Partisipasi dan peran lembaga dan organisasi kemasyarakatan, dunia usaha,
dan masyarakat.
5. Peningkatan kondisi sosial, ekonomi dan budaya.
6. Peningkatan fungsi pelayanan publik.
7. Peningkatan pelayanan utama dalam masyarakat (Peraturan Kepala Badan
Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 4 tahun 2008 mengenai
Pedoman Penyusunan Rencana Penanggulangan Bencana).

2.2.5 Managemen Bencana
a. Pengertian Mangemen Bencana
Managemen bencana adalah suatu proses dinamis, berlanjut, dan terpadu untuk
meningkatkan kualitas langkah-langkah yang berhubungan dengan observasi dan

Universitas Sumatera Utara

analisis bencana serta pencegahan, mitigasi, kesiapsiagaan, peringatan dini, penanganan
darurat, rehabilitasi serta rekonstruksi bencana.
Manjemen

Bencana

adalah

kegiatan-kegiatan

yang

dilakukan

untuk

mengendalikan bencana dan keadaan daruat, sekaligus memberikan kerangka kerja
untuk menolong masyarakt dalam keadaan beresiko tinggi agar dapt menghindari
ataupun pulih dari dampak bencana (Pancawita, 2006: 47).
b. Tujuan Managemen Bencana
Managemen bencana bertujuan untuk:
1. Mencegah dan membatasi jumlah korban manusia serta kerusakan harta benda dan
lingkungan hidup.
2. Menghilangkan kesengsaraan dan kesulitan dalam kehidupan dan penghidupan
korban.
3. Mengembalikan korban bencana dari daerah penampungan sementara atau
pengungsian ke daerah asal bila menungkinkan atau merelokasi ke daerah baru yang
layak huni dan aman.
4. Mengembalikan fungsi fasilitas utama seperti komunikasi atau transportasi, air
minum, listrik dan telepon termasuk mengembalikan kehidupan ekonomi dan sosial
daerah yang terkena bencana.
5. Mengurangi kerusakan dan kerugian lebih lanjut.
6. Meletakkan dasar-dasar yang diperlukan guna pelaksanaan kegiatan rehabilitasi dan
rekonstruksi dalam konteks pembangunan.
c. Prinsip Managemen Bencana
Drs. Andi Hanindito (Kasubdit Tanggap Darurat Departemen Sosial Republik
Indonesia), menguraikan secara mendalam dan ilmiah pada The 5th Asia Crisis

Universitas Sumatera Utara

Management Conference di Jakarta tanggal 24 Oktober 2007, bahwa prinsip utama
dalam meangemen penanggulangan bencana adalah:
1. Tidak ada dua bencana yang sama walaupun jenis bencana dan lokasinya sama.
2. Efektivitas dan efisiensi managemen bencana ditentukan oleh penguasaan akan
karakteristik setiap bencana serta kejelasan aspek-aspek kunci sebagai berikut:
a. Sasaran dan bentuk bahaya yang akan terjadi.
b. Sumber-sumber lokal yang tersedia.
c. Bentuk-bentuk organisasi managemen bencana yang dibutuhkan.
d. Perencanaan pemenuhan kebutuhan bila bencana terjadi.
3. Tindakan yang harus dilakukan oleh sektro serta titik masuknya dalam siklus
managemen bencana (pencegahan, mitigasi, kesiapsiagaan, peringatan dini, tanggap
darurat, restorasi, rehabilitasi dan rekonstruksi).
4. Pendidikan, pelatihan dan pengembangan personil managemen bencana secara
berlanjut.
5. Kesejahteraan personel-personel bencana.
d. Aspek-aspek dalam menagemen bencana.
Ada 3 aspek mendasar yang terdapat dalam managemen bencana yaitu:
1. Respon tehadap bencana.
2. Kesiapsiagaan menghadapi bencana.
Tujuan dari upaya kesiapsiagaan bencana adalah menjamin bahwa sistem,
prosedur dan sumber daya yang tepat siap ditempatnya masing-masing untuk
memberikan bantuan yang efektif dan segera bagi korban bencana sehingga dapat
mempermudah langkah-langkah pemulihan dan rehabilitasi layanan.

Universitas Sumatera Utara

3. Minimalisasi (mitigasi atau pencegahan bencana) efek bencana
Kegiatan mtigasi mempunyai dua tujuan, yaitu mengurangi kerentanan sistem
(seperti dengan memperbaiki dan mengakkan aturan bangunan) dan untuk
mengurangi besarnya bahaya.Istilah pencega

Dokumen yang terkait

Tinjauan Penanganan Anak Korban Bencana Erupsi Gunung Sinabung Berbasis Perlindungan Anak Di Posko Pengungsian Universitas Karo (Uka) I Kecamatan Kabanjahe Kabupaten Karo

0 10 168

Tinjauan Penanganan Anak Korban Bencana Erupsi Gunung Sinabung Berbasis Perlindungan Anak Di Posko Pengungsian Universitas Karo (Uka) I Kecamatan Kabanjahe Kabupaten Karo

0 0 14

Tinjauan Penanganan Anak Korban Bencana Erupsi Gunung Sinabung Berbasis Perlindungan Anak Di Posko Pengungsian Universitas Karo (Uka) I Kecamatan Kabanjahe Kabupaten Karo

0 0 2

Tinjauan Penanganan Anak Korban Bencana Erupsi Gunung Sinabung Berbasis Perlindungan Anak Di Posko Pengungsian Universitas Karo (Uka) I Kecamatan Kabanjahe Kabupaten Karo

0 0 12

Tinjauan Penanganan Anak Korban Bencana Erupsi Gunung Sinabung Berbasis Perlindungan Anak Di Posko Pengungsian Universitas Karo (Uka) I Kecamatan Kabanjahe Kabupaten Karo

0 0 3

Tinjauan Penanganan Anak Korban Bencana Erupsi Gunung Sinabung Berbasis Perlindungan Anak Di Posko Pengungsian Universitas Karo (Uka) I Kecamatan Kabanjahe Kabupaten Karo

0 0 8

Stres dan Mekanisme Koping Remaja Korban Erupsi Gunung Sinabung di Posko Pengungsian Erupsi Gunung Sinabung Kabanjahe Kabupaten Karo

0 0 10

Stres dan Mekanisme Koping Remaja Korban Erupsi Gunung Sinabung di Posko Pengungsian Erupsi Gunung Sinabung Kabanjahe Kabupaten Karo

0 0 2

Stres dan Mekanisme Koping Remaja Korban Erupsi Gunung Sinabung di Posko Pengungsian Erupsi Gunung Sinabung Kabanjahe Kabupaten Karo

0 0 7

Stres dan Mekanisme Koping Remaja Korban Erupsi Gunung Sinabung di Posko Pengungsian Erupsi Gunung Sinabung Kabanjahe Kabupaten Karo

0 0 29