Tinjauan Hukum Internasional Terhadap Pelanggaran Hak Asasi Manusia Dalam Kejahatan Genosida Aborigin di Australia
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dewasa ini, setiap waktu banyak pihak dalam masyarakat yang lantang
menyuarakan hak asasi manusia (HAM). Sesungguhnya HAM merupakan hak
dasar manusia yang perlu disadari dan dipahami oleh setiap orang di dalam suatu
negara. Dengan demikian, jika terjadi pelanggaran oleh pihak lain atau oleh
negara, hak tersebut dapat dituntut. HAM juga di dalamnya berisi kewajiban yang
harus ditaati oleh setiap orang dalam suatu negara. HAM jangan diidentikan
dengan tuntutan kebebasan tanpa batas, tetapi terkait erat dengan kebebasan yang
bertanggung jawab. 2Memahami hak asasi manusia internasional semata-mata
sebagai tujuan kemanusiaan universal untuk melindungi setiap individu dari
penyalahgunaan otoritas Negara dan peningkatan martabat manusia. 3
Pemahaman akan hak-hak asasi manusia dimaksudkan adalah hak-hak
yang dimiliki manusia bukan karena diberikan kepadanya oleh masyarakat jadi
bukan berdasarkan hukum positif yang berlaku, melainkan berdasarkan
martabatnya sebagai manusia. Paham hak-hak asasi manusia ini banyak
menimbulkan seperti kedudukan hak asasi sebagai hak, universalitas dan
relativitasnya. 4
2
MS. Faridy, Pendidikan Kewarganegaraan 1, Penerbit Pusat Perbukuan, Departemen
Pendidikan Nasional, Jakarta, 2009, hal 53
3
Mashood A. Baderin, Hukum Hak Asasi Manusia Dan Hukum Islam, Komisi Nasional
Hak Asasi Manusia, Jakarta, 2010, hal 13
4
Bambang Sunggono dan Aries Harianto, Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia,
Penerbit CV Mandar Maju, Bandung, 2009, hal 70
Universitas Sumatera Utara
Setiap pelanggaran hak asasi manusia, baik dalam kategori berat atau
bukan, senantiasa menerbitkan kewajiban bagi negara untuk mengupayakan
penyelesaiannya. Penyelesaian tersebut bukan hanya penting bagi pemulihan
(reparation) hak-hak korban, tetapi juga bagi tidak terulangnya pelanggaran
serupa di masa depan. Jadi usaha penyelesaian pelanggaran hak asasi manusia
harus dilihat sebagai bagian dari langkah memajukan dan melindungi hak asasi
manusia secara keseluruhan. Sekecil apapun langkah penyelesaian yang
dilakukan, ia tetap harus dilihat sebagai langkah kongkrit melawan impunitas.
Itulah sasaran penyelesaian pelanggaran hak asasi manusia, sebab tidak ada hak
asasi manusia tanpa pemulihan atas pelanggarannya. Itu sama artinya dengan
mengatakan bahwa impunitas akan terus berlangsung apabila tidak ada langkah
kongkrit untuk memenuhi hak-hak korban pelanggaran hak asasi manusia dan
memulihkan tatanan secara keseluruhan. 5
Hak Asasi Manusia dijamin oleh hukum internasional, namun bekerja
untuk menjamin pengakuan atas pelanggaran HAM dan menangani kasus atas
orang-orang yang hak asasinya telah dilanggar bisa menjadi kegiatan yang
berbahaya di berbagai negara di dunia. Para pembela HAM seringkali menjadi
satu-satunya kekuatan yang berdiri di antara khalayak umum dan kekuatan
pemerintah yang tidak terkendali. Mereka penting bagi perkembangan proses dan
5
Rhona K.M. Smith. at.al, Hukum Hak Asasi Manusia, Cetakan Pertama, Pusat Studi
Hak Asasi Manusia Universitas Islam Indonesia (PUSHAM UII), Yogyakarta, 2008, hal 71
Universitas Sumatera Utara
institusi demokratik, mengakhiri kekebalan hukum, serta mempromosikan dan
melindungi hak asasi manusia. 6
Pengaturan HAM dalam tataran internasional sesudah diterapkan
Deklarasi Universal tentang HAM berkembang secara regional, khususnya untuk
bidang kehidupan tertentu dan secara universal. Dampak pengaturan HAM dalam
hokum internasional tersebut, yaitu pengakuan dan penghormatan HAM untuk
melindungi
kepentingan
individu
terhadap
tindakan
sewenang-wenang
pemerintahnya. Dengan perlindungan itu, individu dapat hidup sesuai dengan
martabatnya sebagai manusia. Pengakuan, penghormatan dan perlindungan HAM
merupakan urusan domestik Negara yang bersangkutan. Akan tetapi, dengan
diaturnya HAM dalam hukum internasional, pengakuan, penghormatan dan
perlindungan HAM tidak lagi hanya berkaitan dalam hubungan antara pemerintah
dan warganya. 7
Pelanggaran HAM berat bukan merupakan tindak pidana yang diatur
dalam kitab undang-undang hukum pidana serta menimbulkan kerugian baik
materiil maupun immaterial yang mengakibatkan rasa tidak aman baik terhadap
perseorangan maupun masyarakat. Pelanggaran HAM yang berat meliputi
kejahatan genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan. Kejahatan genosida
merupakan perbuatan yang dilakukan dengan maksud menghancurkan atau
memusnahkan seluruh atau sebagian kelompok bangsa, ras, kelompok etnis,
kelompok agama dengan cara membunuh anggota kelompok, mengakibatkan
6
Enrique Eguren dan Marie Caraj, Manual Perlindungan Terbaru bagi Pembela Hak
Asasi Manusia, Edisi Ketiga, Versi Bahasa Indonesia terbit di Brussels, Penerbit Protection
International, 2008, hal 9
7
Dedi Supriyadi, Hukum Internasional (dari konsepsi sampai aplikasi), Penerbit Pustaka
Setia, Bandung, 2013, hal 235
Universitas Sumatera Utara
penderitaan fisik atau mental yang berat terhadap anggota-anggota kelompok,
menciptakan kondisi kehidupan kelompok yang mengakibatkan kemusnahan fisik
baik seluruh atau sebagian, memaksakan tindakan-tindakan yang bertujuan
mencegah kelahiran didalam kelompok, dan memindah kan secara paksa anakanak dari kelompok tertentu ke kelompok lain. 8
HAM pada dasarnya menjadi suatu konsep pengakuan atas hakikat dan
martabat manusia yang dimiliki secara alamiah dan melihat tanpa perbedaan.
Diyakini bahwa semua manusia dilahirkan merdeka dan setara dalam martabat
mereka. Dalam konteks sosiologis, hubungan manusia dengan sesamanya
dijembatani oleh hak yang dibatasi untuk menghormati hak orang lain. Konsepsi
HAM membuat perbedaan status, seperti ras, agama, gender tidak relevan secara
politis, secara hukum, dan menuntut adanya perlakuan yang sama tanpa
memandang status serta kedudukan. Berdasarkan uraian di atas dapat dikatakan
bahwa konsepsi HAM dapat bermula dari kesadaran akan martabat kemanusiaan,
kesadaran akan kebutuhan dasar manusia, dan kesadaran terhadap moral
kemanusiaan. 9
Istilah genosida terdiri dari dua kata, yakni geno dan cide. Geno atau
genos berasal dari bahasa Yunani kuno yang berarti ras, bangsa, atau etnis.
Sedangkan cide, caedere atau cidium berasal dari bahasa latin yang berarti
membunuh. 10 Pada awalnya, genosida dianggap sebagai salah satu bentuk khusus
8
Ida Rohayani, Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) : Generasi Muda
Indonesia Membangun Negeri, Direktorat Jenderal Pajak, Jakarta, 2013, hal 19
9
Rhoda E. Howard, HAM: Penjelajahan Dalih Relativisme Budaya. (Penerjemah: N.
Katjasungkana). Penerbit Grafiti, Jakarta, 2001, hal 1
10
Mahrus Ali, Asas-asas Hukum Pidana Korporasi, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta,
2013, hal 191
Universitas Sumatera Utara
kejahatan terhadap kemanusiaan. Tetapi akhirnya kekhususannya menghasilkan
sebuah perjanjian internasional (Konvensi Genosida) yang sekarang telah menjadi
hukum kebiasaan internasional. Yang membedakan genosida dari kejahatan berat
lainnya adalah niat untuk memusnahkan (sebagian atau seluruhnya) kelompok ras,
agama, nasional atau etnis. Yang membedakan kejahatan genosida adalah dolus
specialis atau sebuah niat khusus untuk memusnahkan, secara keseluruhan
ataupun sebagian, sebuah kelompok tertentu. Niat khusus ini yang menaikkan
status kejahatan dari sebuah kejahatan terhadap kemanusiaan menjadi kejahatan
genosida, tanpa niat ini maka tidak ada genosida. 11
Genosida mencakup aksi-aksi terlarang yang didaftar secara rinci
(misalnya pembunuhan, kejahatan serius) dan bertujuan untuk menghancurkan,
seluruh atau sebagian, bangsa, suku bangsa, ras atau kelompok agama. Kejahatan
kemanusian mencakup aksi-aksi terlarang yang didaftar secara rinci, dilakukan
sebagai bagian dari agresi menyeluruh atau sistematis terhadap setiap warga sipil.
Aksi-aksi termasuk pembunuhan, pengusiran, pemerkosaan, perbudakan seksual,
penghilangan paksa dan kejahatan apartheid. 12 Akar penyebab tindakan kejahatan
genosida dapat meliputi latar belakang suku dalam memperjuangan hak minoritas;
latar belakang agama yang dimanifestasikan dengan fanatisme dan latar belakang
rasial yang diwujudkan melalui diskriminasi kultural. 13
11
Atikah Nuraini, et.al, Hukum Pidana Internasional Dan Perempuan, Sebuah Resource
Book Untuk Praktisi, Penerbit Komnas Perempuan, Jakarta, 2013, hal 9
12
Simon, Menegal ICC Mahkamah Pidana International, Penerbit Koalisi Masyarakat
Sipil untuk Mahkamah Pidana Internasional, Jakarta, 2009, hal 7
13
Doortje D. Turangan, Tindakan Kejahatan Genosida dalam Ketentuan Hukum
Internasional dan Hukum Nasional, Karya Ilmiah, Kementerian Pendidikan Nasional, Manado,
2011, hal 25
Universitas Sumatera Utara
Suku Aborigin merupakan suku orisinil Australia. Suku tersebut juga
mengalami nasib nan sama. Mereka dibantai oleh pasukan Britania Raya.
Pembantaian kejam ini terjadi pada 1788. 14
Bangsa Aborigin adalah penduduk asli/awal benua Australia dan
kepulauan disekitarnya, termasuk juga mencakup Tasmanian dan kepulauan selat
Torres. Kata aborigin dalam bahasa Inggris mempunyai arti “penduduk
asli/penduduk pribumi”, dan mulai digunakan sejak abad ke-17 untuk mengacu
kepada penduduk asli Australia saat itu. Saat ini belum ada teori yang jelas atau
berterima tentang asal ras bangsa aborigin Australia. Meskipun mereka bermigrasi
ke Australia melalui Asia Tenggara, namun tidak ada keterkaitan dengan populasi
suku-bangsa di Asia, dan juga dengan penduduk kepulauan yang berdekatan,
seperti Melanesia dan Polinesia. 15
Penduduk asli benua Australia dikenal dengan sebutan Aborigin. Orangorang yang telah mendiami benua tersebut selama ribuan tahun mengalami salah
satu pemusnahan terbesar sepanjang sejarah seiring dengan penyebaran para
pendatang Eropa di benua tersebut. Alasan ideologis pemusnahan ini adalah
Darwinisme. Pandangan para ideolog Darwinis tentang suku aborigin telah
memunculkan teori kebiadaban yang harus diderita mereka. 16 Kebencian terhadap
suatu kelompok membuat kelompok lainnya menghalalkan berbagai cara untuk
memusnahkan lawan kelompoknya. Penguasa suatu daerah jajahan (penjajah) juga
14
http://www.binasyifa.com/999/47/27/penyebab-terjadinya-kejahatan-genosida.html,
diakseskan tanggal 25 Juli 2016
15
http://trihistoryump.blogspot.co.id/2015/07/makalah-sejarah-australia.html, diakseskan
tanggal 25 Juli 2016
16
http://selokartojaya.blogspot.co.id/2011/01/pemusnahanwargaaborigin.html, diakses
tanggal 26 Juli 2016
Universitas Sumatera Utara
sering melakukan Genosida terhadap orangorang di dalam Negara jajahannya
dengan tujuan untuk mendapatkan kekuasaan dan menguasai penuh daerah
jajahannya tanpa ada gangguan atau perlawanan dari masyarakat asli seperti yang
terjadi di Australia yaitu pembantaian Suku aborigin. 17
Berdasarkan bahwa hak asasi manusia merupakan hak kodrati yang dimiliki
semua manusia sejak ia dilahirkan dan setiap pelanggaran yang dilakukan atasnya
merupakan suatu kejahatan berat, dimana masalah pelanggaran hak asasi manusia
adalah masalah bagi setiap manusia dan masyarakat internasional. Maka dengan ini
penulis memilih judul : “Tinjauan Hukum Internasional Terhadap Pelanggaran Hak
Asasi Manusia Dalam Kejahatan Genosida Aborigin Di Australia”.
B. Perumusan Masalah
Adapun yang merupakan permasalah yang timbul dalam penulisan ini
adalah sebagai berikut :
1. Bagaimanakah tinjauan hukum Internasional mengenai Kejahatan Hak
Asasi Manusia?
2. Bagaimanakah
bentuk
kesejahatan
Genosida
Menurut
Hukum
Internasional?
3. Bagaimanakah bentuk penyelesaian Hukum Internasional Terhadap Hak
Asasi Manusia dalam Kejahatan Genosida Suku Aborigin di Australia?
17
http://novandirezeki.blogspot.co.id/2012/12/pembantaiandanpemusnahkansuaturas.html
diakses tanggal 26 Juli 2016
Universitas Sumatera Utara
C. Tujuan Penulisan
Tujuan penulis melaksanakan penelitian ini adalah :
a. Untuk mengetahui Kejahatan Hak Asasi Manusia menurut hukum
Internasional.
b. Untuk
mengetahui
bentuk
kejahatan
Genosida
Menurut
Hukum
Internasional.
c. Untuk mengetahui bentuk penyelesaian Hukum Internasional Terhadap
Hak Asasi Manusia dalam Kejahatan Genosida Suku Aborigin di
Australia.
D. Manfaat Penulisan
Adapun manfaat penulisan ini adalah sebagai berikut:
a. Secara Teoritis
Skirpsi ini diharapkan dapat memberikan masukan ilmu pengetahuan,
khususnya pada Pelanggaran Hak Asasi Manusia dalam Kejahatan Genosida
Aborigin di Australia dapat diselesaikan tanpa menimbulkan konfrontasi
antar negara.
b. Secara Praktis
Memberikan sumbangan pemikiran yuridis tentang kalangan perdagangan
internasional agar fair trade dapat terwujud dengan baik.
E. Keaslian Penulisan
Penelitian ini dilakukan atas ide dan pemikiran dari peneliti sendiri atas
masukan yang berasal dari berbagai pihak guna membantu penelitian dimaksud.
Universitas Sumatera Utara
Sepanjang yang telah ditelusuri dan diketahui di lingkungan Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara, penelitian tentang Tinjauan Hukum Internasional
Terhadap Pelanggaran Hak Asasi Manusia Dalam Kejahatan Genosida Aborigin
Di Australia belum pernah diteliti oleh peneliti sebelumnya. Dengan demikian, jika
dilihat kepada permasalahan yang ada dalam penelitian ini, maka dapat dikatakan
bahwa penelitian ini merupakan karya ilmiah yang asli, apabila ternyata dikemudian
hari ditemukan judul yang sama, maka dapat dipertanggungjawabkan sepenuhnya.
F. Metode Penelitian
Metode merupakan cara bertindak menurut sistem aturan tertentu.
Maksud metode ini ialah supaya kegiatan praktis dapat terlaksana secara
rasional dan terarah agar mencapai hasil optimal. 18
1. Jenis Penelitian
Penelitian yang akan dilakukan adalah penelitian hukum normatif.
Penelitian hukum normatif merupakan suatu bentuk penulisan hukum yang
mendasarkan pada karakteristik ilmu hukum yang normatif. 19 Langkah
pertama dilakukan penelitian normatif yang didasarkan pada bahan hukum
primer dan sekunder yaitu inventarisasi peraturan-peraturan yang berkaitan
dengan hukum internasional. Penelitian bertujuan menemukan landasan
hukum yang jelas dalam meletakkan persoalan ini dalam pelanggaran Hak
Asasi Manusia dalam Kejahatan Genosida.
18
Sudarsono, Pengantar Ilmu Hukum, Rineka Cipta, Jakarta, 2004, hal 15
Asri Wijayanti & Lilik Sofyan Achmad, Strategi Penulisan Hukum, Lubuk Agung,
Bandung, 2011, hal 43.
19
Universitas Sumatera Utara
2. Data dan Sumber Data
Bahan atau data yang dicari berupa data sekunder yang terdiri dari:
a. Bahan hukum primer yaitu bahan-bahan yang mengikat dan terdiri dari
norma atau kaidah dasar, peraturan dasar, peraturan, bahan hukum yang
tidak dikodifikasikan, yurisprudensi dan traktat. 20
b. Bahan hukum sekunder yaitu memberikan penjelasan mengenai bahan
hukum primer. 21 Dalam penelitian ini adalah buku-buku, makalah,
artikel dari surat kabar, majalah, dan artikel dari internet.
c. Bahan hukum tersier yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan
atau petunjuk terhadap bahan hukum primer dan sekunder. 22 Bahan
hukum tersier merupakan bahan hukum penunjang yang mencakup
bahan yang memberi petunjuk-petunjuk maupun penjelasan terhadap
hukum primer dan sekunder, serta bahan-bahan primer, sekunder tersier
(penunjang) di luar bidang
hukum, misalnya yang berasal dari:
Sosiologi, ekologi, teknik, filsafat, dan lainnya yang dipergunakan
untuk melengkapi atau menunjang data penelitian. 23
3. Teknik Pengumpulan Data
Untuk memperoleh suatu kebenaran ilmiah dalam penulisan skripsi, maka
digunakan metode pengumpulan data dengan cara 24 : Studi Kepustakaan,
yaitu mempelajari dan menganalisis secara digunakan sistematis buku-
20
Soerjono Soekanto, dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif, Suatu Tinjauan
Singkat. Penerbit Rajawali Pers, Jakarta, 2013, hal 13
21
Ibid., hlm 13
22
Ibid.,
23
Ibid,, hal 41
24
Ibid, hal. 24.
Universitas Sumatera Utara
buku, surat kabar, makalah ilmiah, majalah, internet, peraturan perundangundangan dan bahan-bahan lain yang berhubungan dengan materi yang
dibahas dalam skripsi ini.
4. Analisis Data
Analisis data dalam penulisan ini adalah analisis kualitatif, dimana datadata yang telah dikumpulkan kemudian dipisah-pisahkan menurut kategori
masing-masing dan kemudian ditafsirkan dalam usaha mencari jawaban
dari masalah penelitian.
G. Sistematika Penulisan
Skripsi ini diuraikan dalam 5 bab, dan tiap-tiap bab berbagi atas beberapa
sub-sub bab, untuk mempermudah dalam memaparkan materi dari skripsi ini yang
dapat digambarkan sebagai berikut :
BAB I
:
PENDAHULUAN, bab ini merupakan gambaran umum yang
berisi tentang Latar Belakang Masalah, Perumusan Masalah,
Tujuan Penulisan dan Manfaat Penulisan, Keaslian Penulisan,
Metode Penelitian, dan Sistematika Penulisan.
BAB II
:
TINJAUAN HUKUM INTERNASIONAL MENGENAI HAK
ASASI MANUSIA. Dalam bab ini berisi tentang Pengertian dan
Perkembagan Hak Asasi Manusia dalam Hukum Internasional,
Instrumen-Instrumen Pelaksanaan Hak Asasi Manusia dalam
Hukum Internasional dan Beberapa tentang Konvensi Hak Asasi
Manusia dalam Hukum Internasional.
Universitas Sumatera Utara
BAB III
:
BENTUK KEJAHATAN GENOSIDA MENURUT HUKUM
INTERNASIONAL. Bab ini berisikan tentang Perkembangan
Kejahatan Genosida, Macam dan Bentuk Kejahatan dalam Hukum
Internasional dan Konvensi Genosida 1948 dan Statuta Roma
1998.
BAB IV
:
BENTUK
PENYELESAIAN
MENURUT
HUKUM
INTERNASIONAL TERHADAP PELANGGARAN HAK
ASASI MANUSIA DALAM KEJAHATAN GENOSIDA
SUKU ABORIGIN DI AUSTRALI. Bab ini berisi tentang
Berbagai Kejahatan yang terjadi terhadap suku Aborigin di
Australia, Pengaturan Hukum Nasional Australia Mengenai
Kejahatan Genosida dan Bentuk Penyelesaian Menurut Hukum
Internasional Terhadap Pelanggaran Hak Asasi Manusia Dalam
Kejahatan Genosida Suku Aborigin Di Australia.
BAB V
:
KESIMPULAN DAN SARAN. Bab ini berisikan kesimpulan dan
saran.
Universitas Sumatera Utara
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dewasa ini, setiap waktu banyak pihak dalam masyarakat yang lantang
menyuarakan hak asasi manusia (HAM). Sesungguhnya HAM merupakan hak
dasar manusia yang perlu disadari dan dipahami oleh setiap orang di dalam suatu
negara. Dengan demikian, jika terjadi pelanggaran oleh pihak lain atau oleh
negara, hak tersebut dapat dituntut. HAM juga di dalamnya berisi kewajiban yang
harus ditaati oleh setiap orang dalam suatu negara. HAM jangan diidentikan
dengan tuntutan kebebasan tanpa batas, tetapi terkait erat dengan kebebasan yang
bertanggung jawab. 2Memahami hak asasi manusia internasional semata-mata
sebagai tujuan kemanusiaan universal untuk melindungi setiap individu dari
penyalahgunaan otoritas Negara dan peningkatan martabat manusia. 3
Pemahaman akan hak-hak asasi manusia dimaksudkan adalah hak-hak
yang dimiliki manusia bukan karena diberikan kepadanya oleh masyarakat jadi
bukan berdasarkan hukum positif yang berlaku, melainkan berdasarkan
martabatnya sebagai manusia. Paham hak-hak asasi manusia ini banyak
menimbulkan seperti kedudukan hak asasi sebagai hak, universalitas dan
relativitasnya. 4
2
MS. Faridy, Pendidikan Kewarganegaraan 1, Penerbit Pusat Perbukuan, Departemen
Pendidikan Nasional, Jakarta, 2009, hal 53
3
Mashood A. Baderin, Hukum Hak Asasi Manusia Dan Hukum Islam, Komisi Nasional
Hak Asasi Manusia, Jakarta, 2010, hal 13
4
Bambang Sunggono dan Aries Harianto, Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia,
Penerbit CV Mandar Maju, Bandung, 2009, hal 70
Universitas Sumatera Utara
Setiap pelanggaran hak asasi manusia, baik dalam kategori berat atau
bukan, senantiasa menerbitkan kewajiban bagi negara untuk mengupayakan
penyelesaiannya. Penyelesaian tersebut bukan hanya penting bagi pemulihan
(reparation) hak-hak korban, tetapi juga bagi tidak terulangnya pelanggaran
serupa di masa depan. Jadi usaha penyelesaian pelanggaran hak asasi manusia
harus dilihat sebagai bagian dari langkah memajukan dan melindungi hak asasi
manusia secara keseluruhan. Sekecil apapun langkah penyelesaian yang
dilakukan, ia tetap harus dilihat sebagai langkah kongkrit melawan impunitas.
Itulah sasaran penyelesaian pelanggaran hak asasi manusia, sebab tidak ada hak
asasi manusia tanpa pemulihan atas pelanggarannya. Itu sama artinya dengan
mengatakan bahwa impunitas akan terus berlangsung apabila tidak ada langkah
kongkrit untuk memenuhi hak-hak korban pelanggaran hak asasi manusia dan
memulihkan tatanan secara keseluruhan. 5
Hak Asasi Manusia dijamin oleh hukum internasional, namun bekerja
untuk menjamin pengakuan atas pelanggaran HAM dan menangani kasus atas
orang-orang yang hak asasinya telah dilanggar bisa menjadi kegiatan yang
berbahaya di berbagai negara di dunia. Para pembela HAM seringkali menjadi
satu-satunya kekuatan yang berdiri di antara khalayak umum dan kekuatan
pemerintah yang tidak terkendali. Mereka penting bagi perkembangan proses dan
5
Rhona K.M. Smith. at.al, Hukum Hak Asasi Manusia, Cetakan Pertama, Pusat Studi
Hak Asasi Manusia Universitas Islam Indonesia (PUSHAM UII), Yogyakarta, 2008, hal 71
Universitas Sumatera Utara
institusi demokratik, mengakhiri kekebalan hukum, serta mempromosikan dan
melindungi hak asasi manusia. 6
Pengaturan HAM dalam tataran internasional sesudah diterapkan
Deklarasi Universal tentang HAM berkembang secara regional, khususnya untuk
bidang kehidupan tertentu dan secara universal. Dampak pengaturan HAM dalam
hokum internasional tersebut, yaitu pengakuan dan penghormatan HAM untuk
melindungi
kepentingan
individu
terhadap
tindakan
sewenang-wenang
pemerintahnya. Dengan perlindungan itu, individu dapat hidup sesuai dengan
martabatnya sebagai manusia. Pengakuan, penghormatan dan perlindungan HAM
merupakan urusan domestik Negara yang bersangkutan. Akan tetapi, dengan
diaturnya HAM dalam hukum internasional, pengakuan, penghormatan dan
perlindungan HAM tidak lagi hanya berkaitan dalam hubungan antara pemerintah
dan warganya. 7
Pelanggaran HAM berat bukan merupakan tindak pidana yang diatur
dalam kitab undang-undang hukum pidana serta menimbulkan kerugian baik
materiil maupun immaterial yang mengakibatkan rasa tidak aman baik terhadap
perseorangan maupun masyarakat. Pelanggaran HAM yang berat meliputi
kejahatan genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan. Kejahatan genosida
merupakan perbuatan yang dilakukan dengan maksud menghancurkan atau
memusnahkan seluruh atau sebagian kelompok bangsa, ras, kelompok etnis,
kelompok agama dengan cara membunuh anggota kelompok, mengakibatkan
6
Enrique Eguren dan Marie Caraj, Manual Perlindungan Terbaru bagi Pembela Hak
Asasi Manusia, Edisi Ketiga, Versi Bahasa Indonesia terbit di Brussels, Penerbit Protection
International, 2008, hal 9
7
Dedi Supriyadi, Hukum Internasional (dari konsepsi sampai aplikasi), Penerbit Pustaka
Setia, Bandung, 2013, hal 235
Universitas Sumatera Utara
penderitaan fisik atau mental yang berat terhadap anggota-anggota kelompok,
menciptakan kondisi kehidupan kelompok yang mengakibatkan kemusnahan fisik
baik seluruh atau sebagian, memaksakan tindakan-tindakan yang bertujuan
mencegah kelahiran didalam kelompok, dan memindah kan secara paksa anakanak dari kelompok tertentu ke kelompok lain. 8
HAM pada dasarnya menjadi suatu konsep pengakuan atas hakikat dan
martabat manusia yang dimiliki secara alamiah dan melihat tanpa perbedaan.
Diyakini bahwa semua manusia dilahirkan merdeka dan setara dalam martabat
mereka. Dalam konteks sosiologis, hubungan manusia dengan sesamanya
dijembatani oleh hak yang dibatasi untuk menghormati hak orang lain. Konsepsi
HAM membuat perbedaan status, seperti ras, agama, gender tidak relevan secara
politis, secara hukum, dan menuntut adanya perlakuan yang sama tanpa
memandang status serta kedudukan. Berdasarkan uraian di atas dapat dikatakan
bahwa konsepsi HAM dapat bermula dari kesadaran akan martabat kemanusiaan,
kesadaran akan kebutuhan dasar manusia, dan kesadaran terhadap moral
kemanusiaan. 9
Istilah genosida terdiri dari dua kata, yakni geno dan cide. Geno atau
genos berasal dari bahasa Yunani kuno yang berarti ras, bangsa, atau etnis.
Sedangkan cide, caedere atau cidium berasal dari bahasa latin yang berarti
membunuh. 10 Pada awalnya, genosida dianggap sebagai salah satu bentuk khusus
8
Ida Rohayani, Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) : Generasi Muda
Indonesia Membangun Negeri, Direktorat Jenderal Pajak, Jakarta, 2013, hal 19
9
Rhoda E. Howard, HAM: Penjelajahan Dalih Relativisme Budaya. (Penerjemah: N.
Katjasungkana). Penerbit Grafiti, Jakarta, 2001, hal 1
10
Mahrus Ali, Asas-asas Hukum Pidana Korporasi, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta,
2013, hal 191
Universitas Sumatera Utara
kejahatan terhadap kemanusiaan. Tetapi akhirnya kekhususannya menghasilkan
sebuah perjanjian internasional (Konvensi Genosida) yang sekarang telah menjadi
hukum kebiasaan internasional. Yang membedakan genosida dari kejahatan berat
lainnya adalah niat untuk memusnahkan (sebagian atau seluruhnya) kelompok ras,
agama, nasional atau etnis. Yang membedakan kejahatan genosida adalah dolus
specialis atau sebuah niat khusus untuk memusnahkan, secara keseluruhan
ataupun sebagian, sebuah kelompok tertentu. Niat khusus ini yang menaikkan
status kejahatan dari sebuah kejahatan terhadap kemanusiaan menjadi kejahatan
genosida, tanpa niat ini maka tidak ada genosida. 11
Genosida mencakup aksi-aksi terlarang yang didaftar secara rinci
(misalnya pembunuhan, kejahatan serius) dan bertujuan untuk menghancurkan,
seluruh atau sebagian, bangsa, suku bangsa, ras atau kelompok agama. Kejahatan
kemanusian mencakup aksi-aksi terlarang yang didaftar secara rinci, dilakukan
sebagai bagian dari agresi menyeluruh atau sistematis terhadap setiap warga sipil.
Aksi-aksi termasuk pembunuhan, pengusiran, pemerkosaan, perbudakan seksual,
penghilangan paksa dan kejahatan apartheid. 12 Akar penyebab tindakan kejahatan
genosida dapat meliputi latar belakang suku dalam memperjuangan hak minoritas;
latar belakang agama yang dimanifestasikan dengan fanatisme dan latar belakang
rasial yang diwujudkan melalui diskriminasi kultural. 13
11
Atikah Nuraini, et.al, Hukum Pidana Internasional Dan Perempuan, Sebuah Resource
Book Untuk Praktisi, Penerbit Komnas Perempuan, Jakarta, 2013, hal 9
12
Simon, Menegal ICC Mahkamah Pidana International, Penerbit Koalisi Masyarakat
Sipil untuk Mahkamah Pidana Internasional, Jakarta, 2009, hal 7
13
Doortje D. Turangan, Tindakan Kejahatan Genosida dalam Ketentuan Hukum
Internasional dan Hukum Nasional, Karya Ilmiah, Kementerian Pendidikan Nasional, Manado,
2011, hal 25
Universitas Sumatera Utara
Suku Aborigin merupakan suku orisinil Australia. Suku tersebut juga
mengalami nasib nan sama. Mereka dibantai oleh pasukan Britania Raya.
Pembantaian kejam ini terjadi pada 1788. 14
Bangsa Aborigin adalah penduduk asli/awal benua Australia dan
kepulauan disekitarnya, termasuk juga mencakup Tasmanian dan kepulauan selat
Torres. Kata aborigin dalam bahasa Inggris mempunyai arti “penduduk
asli/penduduk pribumi”, dan mulai digunakan sejak abad ke-17 untuk mengacu
kepada penduduk asli Australia saat itu. Saat ini belum ada teori yang jelas atau
berterima tentang asal ras bangsa aborigin Australia. Meskipun mereka bermigrasi
ke Australia melalui Asia Tenggara, namun tidak ada keterkaitan dengan populasi
suku-bangsa di Asia, dan juga dengan penduduk kepulauan yang berdekatan,
seperti Melanesia dan Polinesia. 15
Penduduk asli benua Australia dikenal dengan sebutan Aborigin. Orangorang yang telah mendiami benua tersebut selama ribuan tahun mengalami salah
satu pemusnahan terbesar sepanjang sejarah seiring dengan penyebaran para
pendatang Eropa di benua tersebut. Alasan ideologis pemusnahan ini adalah
Darwinisme. Pandangan para ideolog Darwinis tentang suku aborigin telah
memunculkan teori kebiadaban yang harus diderita mereka. 16 Kebencian terhadap
suatu kelompok membuat kelompok lainnya menghalalkan berbagai cara untuk
memusnahkan lawan kelompoknya. Penguasa suatu daerah jajahan (penjajah) juga
14
http://www.binasyifa.com/999/47/27/penyebab-terjadinya-kejahatan-genosida.html,
diakseskan tanggal 25 Juli 2016
15
http://trihistoryump.blogspot.co.id/2015/07/makalah-sejarah-australia.html, diakseskan
tanggal 25 Juli 2016
16
http://selokartojaya.blogspot.co.id/2011/01/pemusnahanwargaaborigin.html, diakses
tanggal 26 Juli 2016
Universitas Sumatera Utara
sering melakukan Genosida terhadap orangorang di dalam Negara jajahannya
dengan tujuan untuk mendapatkan kekuasaan dan menguasai penuh daerah
jajahannya tanpa ada gangguan atau perlawanan dari masyarakat asli seperti yang
terjadi di Australia yaitu pembantaian Suku aborigin. 17
Berdasarkan bahwa hak asasi manusia merupakan hak kodrati yang dimiliki
semua manusia sejak ia dilahirkan dan setiap pelanggaran yang dilakukan atasnya
merupakan suatu kejahatan berat, dimana masalah pelanggaran hak asasi manusia
adalah masalah bagi setiap manusia dan masyarakat internasional. Maka dengan ini
penulis memilih judul : “Tinjauan Hukum Internasional Terhadap Pelanggaran Hak
Asasi Manusia Dalam Kejahatan Genosida Aborigin Di Australia”.
B. Perumusan Masalah
Adapun yang merupakan permasalah yang timbul dalam penulisan ini
adalah sebagai berikut :
1. Bagaimanakah tinjauan hukum Internasional mengenai Kejahatan Hak
Asasi Manusia?
2. Bagaimanakah
bentuk
kesejahatan
Genosida
Menurut
Hukum
Internasional?
3. Bagaimanakah bentuk penyelesaian Hukum Internasional Terhadap Hak
Asasi Manusia dalam Kejahatan Genosida Suku Aborigin di Australia?
17
http://novandirezeki.blogspot.co.id/2012/12/pembantaiandanpemusnahkansuaturas.html
diakses tanggal 26 Juli 2016
Universitas Sumatera Utara
C. Tujuan Penulisan
Tujuan penulis melaksanakan penelitian ini adalah :
a. Untuk mengetahui Kejahatan Hak Asasi Manusia menurut hukum
Internasional.
b. Untuk
mengetahui
bentuk
kejahatan
Genosida
Menurut
Hukum
Internasional.
c. Untuk mengetahui bentuk penyelesaian Hukum Internasional Terhadap
Hak Asasi Manusia dalam Kejahatan Genosida Suku Aborigin di
Australia.
D. Manfaat Penulisan
Adapun manfaat penulisan ini adalah sebagai berikut:
a. Secara Teoritis
Skirpsi ini diharapkan dapat memberikan masukan ilmu pengetahuan,
khususnya pada Pelanggaran Hak Asasi Manusia dalam Kejahatan Genosida
Aborigin di Australia dapat diselesaikan tanpa menimbulkan konfrontasi
antar negara.
b. Secara Praktis
Memberikan sumbangan pemikiran yuridis tentang kalangan perdagangan
internasional agar fair trade dapat terwujud dengan baik.
E. Keaslian Penulisan
Penelitian ini dilakukan atas ide dan pemikiran dari peneliti sendiri atas
masukan yang berasal dari berbagai pihak guna membantu penelitian dimaksud.
Universitas Sumatera Utara
Sepanjang yang telah ditelusuri dan diketahui di lingkungan Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara, penelitian tentang Tinjauan Hukum Internasional
Terhadap Pelanggaran Hak Asasi Manusia Dalam Kejahatan Genosida Aborigin
Di Australia belum pernah diteliti oleh peneliti sebelumnya. Dengan demikian, jika
dilihat kepada permasalahan yang ada dalam penelitian ini, maka dapat dikatakan
bahwa penelitian ini merupakan karya ilmiah yang asli, apabila ternyata dikemudian
hari ditemukan judul yang sama, maka dapat dipertanggungjawabkan sepenuhnya.
F. Metode Penelitian
Metode merupakan cara bertindak menurut sistem aturan tertentu.
Maksud metode ini ialah supaya kegiatan praktis dapat terlaksana secara
rasional dan terarah agar mencapai hasil optimal. 18
1. Jenis Penelitian
Penelitian yang akan dilakukan adalah penelitian hukum normatif.
Penelitian hukum normatif merupakan suatu bentuk penulisan hukum yang
mendasarkan pada karakteristik ilmu hukum yang normatif. 19 Langkah
pertama dilakukan penelitian normatif yang didasarkan pada bahan hukum
primer dan sekunder yaitu inventarisasi peraturan-peraturan yang berkaitan
dengan hukum internasional. Penelitian bertujuan menemukan landasan
hukum yang jelas dalam meletakkan persoalan ini dalam pelanggaran Hak
Asasi Manusia dalam Kejahatan Genosida.
18
Sudarsono, Pengantar Ilmu Hukum, Rineka Cipta, Jakarta, 2004, hal 15
Asri Wijayanti & Lilik Sofyan Achmad, Strategi Penulisan Hukum, Lubuk Agung,
Bandung, 2011, hal 43.
19
Universitas Sumatera Utara
2. Data dan Sumber Data
Bahan atau data yang dicari berupa data sekunder yang terdiri dari:
a. Bahan hukum primer yaitu bahan-bahan yang mengikat dan terdiri dari
norma atau kaidah dasar, peraturan dasar, peraturan, bahan hukum yang
tidak dikodifikasikan, yurisprudensi dan traktat. 20
b. Bahan hukum sekunder yaitu memberikan penjelasan mengenai bahan
hukum primer. 21 Dalam penelitian ini adalah buku-buku, makalah,
artikel dari surat kabar, majalah, dan artikel dari internet.
c. Bahan hukum tersier yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan
atau petunjuk terhadap bahan hukum primer dan sekunder. 22 Bahan
hukum tersier merupakan bahan hukum penunjang yang mencakup
bahan yang memberi petunjuk-petunjuk maupun penjelasan terhadap
hukum primer dan sekunder, serta bahan-bahan primer, sekunder tersier
(penunjang) di luar bidang
hukum, misalnya yang berasal dari:
Sosiologi, ekologi, teknik, filsafat, dan lainnya yang dipergunakan
untuk melengkapi atau menunjang data penelitian. 23
3. Teknik Pengumpulan Data
Untuk memperoleh suatu kebenaran ilmiah dalam penulisan skripsi, maka
digunakan metode pengumpulan data dengan cara 24 : Studi Kepustakaan,
yaitu mempelajari dan menganalisis secara digunakan sistematis buku-
20
Soerjono Soekanto, dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif, Suatu Tinjauan
Singkat. Penerbit Rajawali Pers, Jakarta, 2013, hal 13
21
Ibid., hlm 13
22
Ibid.,
23
Ibid,, hal 41
24
Ibid, hal. 24.
Universitas Sumatera Utara
buku, surat kabar, makalah ilmiah, majalah, internet, peraturan perundangundangan dan bahan-bahan lain yang berhubungan dengan materi yang
dibahas dalam skripsi ini.
4. Analisis Data
Analisis data dalam penulisan ini adalah analisis kualitatif, dimana datadata yang telah dikumpulkan kemudian dipisah-pisahkan menurut kategori
masing-masing dan kemudian ditafsirkan dalam usaha mencari jawaban
dari masalah penelitian.
G. Sistematika Penulisan
Skripsi ini diuraikan dalam 5 bab, dan tiap-tiap bab berbagi atas beberapa
sub-sub bab, untuk mempermudah dalam memaparkan materi dari skripsi ini yang
dapat digambarkan sebagai berikut :
BAB I
:
PENDAHULUAN, bab ini merupakan gambaran umum yang
berisi tentang Latar Belakang Masalah, Perumusan Masalah,
Tujuan Penulisan dan Manfaat Penulisan, Keaslian Penulisan,
Metode Penelitian, dan Sistematika Penulisan.
BAB II
:
TINJAUAN HUKUM INTERNASIONAL MENGENAI HAK
ASASI MANUSIA. Dalam bab ini berisi tentang Pengertian dan
Perkembagan Hak Asasi Manusia dalam Hukum Internasional,
Instrumen-Instrumen Pelaksanaan Hak Asasi Manusia dalam
Hukum Internasional dan Beberapa tentang Konvensi Hak Asasi
Manusia dalam Hukum Internasional.
Universitas Sumatera Utara
BAB III
:
BENTUK KEJAHATAN GENOSIDA MENURUT HUKUM
INTERNASIONAL. Bab ini berisikan tentang Perkembangan
Kejahatan Genosida, Macam dan Bentuk Kejahatan dalam Hukum
Internasional dan Konvensi Genosida 1948 dan Statuta Roma
1998.
BAB IV
:
BENTUK
PENYELESAIAN
MENURUT
HUKUM
INTERNASIONAL TERHADAP PELANGGARAN HAK
ASASI MANUSIA DALAM KEJAHATAN GENOSIDA
SUKU ABORIGIN DI AUSTRALI. Bab ini berisi tentang
Berbagai Kejahatan yang terjadi terhadap suku Aborigin di
Australia, Pengaturan Hukum Nasional Australia Mengenai
Kejahatan Genosida dan Bentuk Penyelesaian Menurut Hukum
Internasional Terhadap Pelanggaran Hak Asasi Manusia Dalam
Kejahatan Genosida Suku Aborigin Di Australia.
BAB V
:
KESIMPULAN DAN SARAN. Bab ini berisikan kesimpulan dan
saran.
Universitas Sumatera Utara