The Influence Of Customer Satisfaction Towards Brand Loyalty Among Women Gadget User From Apple Brand

BAB II
LANDASAN TEORI

A. BRAND LOYALTY
1. Definisi Brand Loyalty
Brand loyalty lebih mengimplementasikan sebuah komitmen daripada
sekedar pembelian berulang. Fakta menunjukkan bahwa dengan sikap dan
perilaku akan menghasilkan suatu gambaran brand loyalty yang akan diterima
(Assael, 1992). Menurut Dick dan Basu (1994) brand loyalty dipahami sebagai
sebuah konsep yang menekankan pada runtutan pembelian. Brand loyalty dapat
dijelaskan melalui pendekatan attitudinal dan behavioral sebagaimana dipahami
bahwa brand loyalty merupakan hasil dari adanya sikap positif terhadap suatu
objek (merek) yang kemudian menghasilkan perilaku pembelian yang berulang
yang konsisten.
Loudon dan Bitta (1993) menyatakan bahwa brand loyalty adalah pola
membeli berulang karena ada komitmen terhadap suatu merek tertentu. Mereka
juga mendefinisikan brand loyalty sebagai sesuatu yang tidak bisa diduga,
menghasilkan respon perilaku pembelian, dapat diekspresikan sepanjang waktu
dengan proses pengambilan keputusan untuk membeli produk yang berkenaan
dengan satu atau lebih pilihan merek diluar merek-merek yang pernah dipakai dan
merupakan suatu fungsi proses psikologis dalam diri konsumen itu sendiri.

Menurut Sutisna (2001) brand loyalty adalah sebagai sikap senang
terhadap suatu merek yang dipresentasikan dalam pembelian yang konsisten

12
Universitas Sumatera Utara

13

terhadap merek itu sepanjang waktu. Sedangkan Oliver(1988) mengemukakan
bahwa brand loyalty adalah komitmen yang dipegang teguh untuk membeli ulang
atau berlangganan dengan produk atau jasa yang disukai secara konsisten di masa
mendatang, sehingga menimbulkan pembelian merek yang sama secara berulang
meskipun pengaruh situasional dan upaya pemasaran berpotensi menyebabkan
perilaku beralih merek.
Brand loyalty merupakan suatu ukuran keterkaitan pelanggan kepada
sebuah merek. Ukuran ini pun mampu memberikan gambaran tentang mungkin
tidaknya seorang pelanggan beralih ke merek yang lain, terutama jika pada merek
tersebut didapati adanya perubahan, baik yang menyangkut harga ataupun atribut
lain. Pelanggan yang memiliki brand loyalty pada umumnya akan melanjutkan
pembelian merek tersebut meski dihadapkan pada banyak alternatif merek pesaing

yang menawarkan karakteristik produk yang lebih unggul. Sebaliknya, pelanggan
yang tidak memiliki brand loyalty, pada saat mereka akan melakukan pembelian
dengan merek tersebut, pada umumnya tidak didasarkan karena keterikatan
mereka pada mereknya tetapi lebih didasarkan pada karakteristik produk, harga
dan kenyamanan pemakaiannya serta berbagai atribut lain yang ditawarkan oleh
merek lain (Durianto, Sugiarto, Sitinjak & Toni, 2001).
Pengertian Brand loyalty dalam penelitian ini mengacu pada pendapat
Schiffman dan Kanuk (2004) dimana brand loyalty merupakan bentuk preferensi
konsumen secara konsisten untuk melakukan pembelian pada merek yang sama
pada produk yang spesifik atau kategori pelayanan tertentu. Brand loyalty

Universitas Sumatera Utara

14

mencakup sikap (melibatkan aspek kognitif, afektif, dan konatif konsumen
terhadap merek) dan perilaku.
2. Pengukuran Brand loyalty
Pengukuran Brand loyalty pada penelitian ini menggunakan ciri-ciri
konsumen yang memiliki brand loyalty pada suatu merek (Giddens, 2002). Ciriciri tersebut mencakup teori Schiffman dan Kanuk (2004) yang menerangkan

bahwa dimensi Brand loyalty terdiri atas empat macam, yaitu:
a. Kognitif (cognitive)
Merupakan representasi dari apa yang dipercayai oleh konsumen.
Komponen kognitif ini berisikan persepsi, kepercayaan dan stereotype
seorang konsumen mengenai suatu merek. Brand loyalty berarti bahwa
konsumen akan setia terhadap semua informasi yang menyangkut harga,
segi keistimewaan merek dan atribut-atribut penting lainnya.
b. Afektif (affective)
Yaitu komponen yang didasarkan pada perasaan dan komitmen
konsumen terhadap suatu merek. Konsumen memiliki kedekatan emosi
terhadap merek tersebut. Brand loyalty pada aspek ini merupakan fungsi
dari perasaan (affect) dan sikap konsumen terhadap sebuah merek seperti
rasa suka, senang, gemar dan satisfaction pada merek tersebut.
c. Konatif (conative)
Merupakan batas antara dimensi sikap dan perilaku yang
direpresentasikan melalui kecenderungan perilaku konsumen untuk
menggunakan merek yang sama di kesempatan yang akan datang. Selain

Universitas Sumatera Utara


15

itu, komponen ini juga berkenaan dengan kecenderungan konsumen untuk
membeli merek karena telah terbentuk komitmen dalam diri mereka untuk
tetap mengkonsumsi merek yang sama.
d.

Tindakan (action)
Berupa tingkah laku membeli ulang sebuah merek oleh seorang

konsumen dalam kategori produk tertentu dan merekomendasikan atau
mempromosikan merek tersebut kepada orang lain. Aspek ini mengarah
kepada tingkah laku membeli ulang sebuah merek oleh seorang konsumen
dalam

kategori

produk

tertentu


dan

merekomendasikan

atau

mempromosikan merek tersebut kepada orang lain.
Dimensi di atas dapat membentuk ciri-ciri konsumen yang memiliki brand
loyalty terhadap suatu merek (Giddens, 2002) yakni:
1. Memiliki komitmen pada merek tersebut
2. Berani membayar lebih pada merek tersebut bila dibandingkan dengan
merek yang lain.
3. Akan merekomendasikan merek tersebut pada orang lain.
4. Dalam melakukan pembelian kembali produk tersebut tidak melakukan
pertimbangan
5. Selalu mengikuti informasi yang berkaitan merek tersebut
6. Mereka dapat menjadi semacam juru bicara dari merek tersebut dan
mereka selalu mengembangkan hubungan dengan merek tersebut.


Universitas Sumatera Utara

16

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi Brand Loyalty
Menurut Marconi (1993) faktor-faktor yang mempengaruhi brand loyalty
pada kosumen adalah :
a. Nilai (harga dan kualitas merek)
Penurunan standar kualitas akan mengecewakan bahkan pada
konsumen yang loyal, begitu juga perubahan harga yang tidak layak.
Brand loyalty muncul ketika konsumen beranggapan bahwa harga yang
harus dibayar sesuai dengan kualitas merek tersebut sapanjang
pembelian yang dilakukannya.
b. Reputasi dan Karakteristik merek
Merek yang memiliki reputasi yang diakui secara nasional bahkan
internasional, akan lebih dipercaya oleh banyak konsumen. Pada
banyak kasus, konsumen melakukan pembelian hanya didasarkan pada
reputasi ini saja. Karakteristik personal yang diadopsi oleh merek dalam
kalimat-kalimat


iklannya,

membentuk

kepribadian

merek

dan

membangun jenis identifikasi konsumen – pengidentifikasian diri
konsumen dengan merek – yang nantinya mengarah pada loyalitas
merek.
c. Kenyamanan dan kemudahan mendapatkan merek
Kenyamanan dan kemudahan mendapatkan merek merupakan faktor
penentu penting untuk membangun brand loyalty pada konsumen.
Semua kelebihan merek tertentu tidak akan berarti jika produk dari
merek tersebut tidak mudah didapatkan dan susah diakses, meragukan

Universitas Sumatera Utara


17

bagi konsumen untuk membeli merek tersebut. Terutama pada
masyarakat sekarang yang cenderung menuntut, merek atau perusahaan
yang dapat berhasil adalah merek yang menawarkan pembelian produk
secara nyaman, dapat dibeli lewat telepon atau internet, dapat dibayar
dengan kartu kredit, dikirimkan dalam waktu yang layak, dan dapat
dikembalikan dengan mudah.
d. Kepuasan atau satisfaction
Satisfaction merupakan faktor penentu kenapa konsumen cenderung
menggantikan barang-barang mereka yang rusak atau yang lama dengan
barang-barang bermerek sama. Customer satisfaction dapat dikatakan
sebagai akumulasi dari faktor-faktor brand loyalty.
e. Pelayanan
Pelayanan pasca jual yang buruk merupakan faktor utama dari tidak
terciptanya customer satisfaction yang positif, terutama jika merek atau
perusahaan tersebut tidak dapat memenuhi tingkat pelayanan yang
dijanjikannya. Merek yang secara kualitas tidak lebih baik dari
pesaingnya


yang menawarkan

harga

rendah

dapat

menikmati

keuntungan penjualan karena kualitas pelayanan mereka yang baik.
f. Garansi atau jaminan
Meskipun tidak semua konsumen memanfaatkan garansi atau jaminan
dari merek produk yang mereka beli, tapi dengan adanya penawaran
garansi atau jaminan, maka hal ini akan menambah nilai terhadap
produk tersebut.

Universitas Sumatera Utara


18

B. CUSTOMER SATISFACTION
1.

Definisi Customer satisfaction
Pada dasarnya, customer satisfaction atau kepuasan konsumen adalah

suatu keadaan dimana kebutuhan, keinginan, dan harapan konsumen, dapat
terpenuhi melalui produk yang dikonsumsi (Nasution, 2005). Menurut Kotler
(2000) customer satisfaction merupakan fungsi dari seberapa dekat antara harapan
pembeli atas suatu produk dengan daya guna yang dirasakan dari produk tersebut.
Adanya customer satisfaction akan menimbulkan kepercayaan, karena adanya
konsistensi merek dalam memenuhi harapan konsumen. Wilkie (1994)
mendefinisikan customer satisfaction sebagai tanggapan emosional pada evaluasi
terhadap pengalaman konsumsi suatu produk atau jasa. Customer satisfaction
merupakan tingkat perasaan konsumen yang diperoleh setelah konsumen
melakukan/menikmati sesuatu sedangkan Band (1991) menyatakan secara
sederhana definisi kepuasan seperti berikut:
“Satisfaction is the state in which customer needs, want and

expectations, through the transaction cycle, are not or exceeded,
resulting in repurchase and continuing loyalty”.
Definisi satisfaction dari Band diatas menjelaskan bahwa customer satisfaction
sebagai perbandingan antara kualitas dari barang atau jasa yang dirasakan dengan
keinginan, kebutuhan, dan harapan konsumen. Apabila tercapai customer
satisfaction, maka akan timbul pembelian ulang dan brand loyalty.
Oliver (1997) mengatakan customer satisfaction adalah penilaian
konsumen terhadap penampilan dan kinerja barang atau jasa itu sendiri, yang
memberikan tingkat pemenuhan keinginan, hasrat dan tujuan konsumen berkaitan

Universitas Sumatera Utara

19

dengan konsumsi yang menyenangkan, termasuk tingkat under-fullfilment dan
overfulfillment.

Definisi

ini

didasarkan

pada

paradigma

diskonfirmasi,

menyatakan bahwa customer satisfaction dirumuskan sebagai evaluasi purnabeli,
dimana persepsi terhadap kinerja alternatif produk/ jasa yang dipilih memenuhi
harapan atau melebihi harapan sebelum pembelian.
Dengan demikian maka dapat disimpulkan bahwa customer satisfaction
adalah

tingkat

perasaan

seseorang

berdasarkan

pengalamannya

setelah

membandingkan kinerja atau hasil yang dia rasakan dengan harapannya.
2. Pengukuran Customer Satisfaction
Pengukuran customer satisfaction pada penelitian ini dilakukan dengan
teori menurut Susanto dan Wijanarko (2004) yang menyatakan bahwa ada atributatribut dalam menentukan customer satisfaction, yakni:
a. Product (produk)
- Kelengkapan menu/aplikasi
- Model/ desain produk
- Kualitas/ mutu produk
- Daya tahan/ keawetan
b. Price (harga)
- Kesesuaian harga terhadap kualitas produk
c. Place (saluran distribusi)
- Kemudahan dalam memperoleh produk
- Kemudahan memperoleh suku cadang

Universitas Sumatera Utara

20

d. Promotion (promosi)
- Promosi melalui media
- Bonus yang diberikan pada saat pembelian
e. Service (servis)
- Garansi
- Servis terhadap kerusakan produk
- Servis dalam melayani konsumen
- Layanan purna jual
f. Image (citra)
- Pendapat konsumen terhadap image/ citra produk
Atribut-atribut diatas melewati proses yang terdiri dari elemen-elemen
customer satisfaction dari Wilkie (1994) yaitu:
(1) Expectations
Harapan konsumen terhadap suatu barang atau jasa telah dibentuk
sebelum konsumen membeli barang atau jasa tersebut. Pada saat proses
pembelian dilakukan, konsumen berharap bahwa barang atau jasa yang
mereka terima sesuai dengan harapan konsumen akan menyebabkan
customer satisfaction.
(2) Perfomance
Pengalaman konsumen terhadap kinerja aktual barang atau jasa ketika
digunakan tanpa dipengaruhi oleh harapan mereka. Ketika kinerja
aktual barang atau jasa berhasil maka akan tercipta customer
satisfaction.

Universitas Sumatera Utara

21

(3) Comparison
Hal ini dilakukan dengan membandingkan harapan kinerja barang atau
jasa sebelum membeli dengan persepsi kinerja aktual barang atau jasa
tersebut. Customer satisfaction terjadi ketika harapan sebelum
pembelian sesuai atau melebihi persepsi mereka terhadap kinerja aktual
produk.
(4) Confirmation/disconfirmation
Harapan konsumen dipengaruhi oleh pengalaman mereka terhadap
penggunaan merek dari barang atau jasa yang berbeda dari orang lain.
Confirmation terjadi bila harapan sesuai dengan kinerja aktual produk.
Sebaliknya disconfirmation terjadi ketika harapan lebih tinggi atau
lebih rendah dari kinerja aktual produk.
(5) Discrepancy
Discrepancy mengindikasikan bagaimana perbedaan antara level
kinerja dengan harapan. Untuk negative disconfirmations, yaitu kinerja
aktual berada dibawah level harapan, kesenjangan yang lebih luas lagi
akan mengakibatkan tidak terciptanya customer satisfaction.

C. KONSUMEN WANITA
Semua manusia adalah konsumen, maka semua wanita juga merupakan
konsumen termasuk pelaku bisnis atau produsen sendiri (Keraf,1998). Beberapa
penelitian menemukan terdapat perbedaan perilaku konsumen yang signifikan
antara responden wanita dan responden pria.

Universitas Sumatera Utara

22

Konsumen wanita mencari informasi secara komprehensif dibandingkan
dengan konsumen pria (Darley & Smith, 1995). Dalam kasus pakaian bermerek
atau merek terkenal, konsumen wanita cenderung bersedia untuk membayar
dengan harga yang lebih tinggi dan mencari utilitarian

value (nilai yang

berdasarkan asas manfaat) serta hedonic value (nilai yang berdasarkan emosi,
kepuasan, dan kenikmatan) melalui pengalaman pembelian.
Penelitian Brennan (2009) juga menguatkan asumsi pengaruh perbedaan
jenis kelamin terhadap perilaku konsumen dimana beliau melakukan penelitian
dengan meneliti beberapa perbedaan cara pandang wanita dan pria dalam perilaku
membeli. Beliau menemukan bahwa konsumen wanita lebih tertarik dengan
produk yang menyenangkannya atau memiliki kesan emosional sedangkan pria
lebih memfokuskan pada hal-hal yang teknis dan bersifat sportif.
Suatu produk yang sudah terbukti bagus dan banyak dipakai, mereknya
cenderung disukai oleh wanita dan membuat wanita berperilaku konsumtif
terhadap produk tersebut (Schmoll, Hafer, Hilt, & Reilly, 2006). Oleh karena itu,
dapat disimpulkan bahwa merek mengambil peran besar pada perilaku konsumtif
dari konsumen wanita.

D. GADGET
Menurut Wikipedia, Gadget adalah suatu istilah yang berasal dari bahasa
Inggris untuk merujuk pada suatu peranti atau instrumen yang memiliki tujuan
dan fungsi praktis spesifik yang berguna, yang umumnya diberikan terhadap
sesuatu yang baru. Gadget dalam pengertian umum dianggap sebagai suatu

Universitas Sumatera Utara

23

perangkat elektronik yang memiliki fungsi khusus pada setiap perangkatnya.
Contohnya: komputer, handphone, game, tablet, dan lainnya.

E. PENGARUH CUSTOMER SATISFACTION TERHADAP BRAND
LOYALTY PADA WANITA PENGGUNA GADGET APPLE
Pada dasarnya brand loyalty pada konsumen bukan karena tindakan
membeli karena tidak adanya alternatif merek lain. Brand loyalty tidak terbentuk
dalam waktu singkat tetapi melalui proses belajar dan berdasarkan hasil
pengalaman dari konsumen itu sendiri dari pembelian konsisten sepanjang waktu.
Pengalaman yang dialami bisa mengakibatkan satisfaction ataupun sebaliknya.
Bila yang didapat sudah sesuai dengan harapan, maka proses ini akan
menimbulkan satisfaction dan pembelian berulang. Adanya customer satisfaction
akan menimbulkan kepercayaan, karena adanya konsistensi merek dalam
memenuhi harapan konsumen. Customer satisfaction yang tinggi akan
menyebabkan konsumen berperilaku positif, terjadinya kelekatan emosional
terhadap merek, dan juga preferensi rasional sehingga hasilnya adalah brand
loyalty pada konsumen yang tinggi (Winarto, 2008). Hal itu sesuai dengan
pendapat Dharmayanti (2006) yang menyatakan bahwa satisfaction adalah salah
satu di antara beberapa penyebab terbentuknya brand loyalty.
Schiffman dan Kanuk (2004) menerangkan bahwa dimensi brand loyalty
terdiri atas empat macam, yaitu kognitif (cognitive) yang berisikan persepsi,
kepercayaan dan stereotype seorang konsumen mengenai suatu merek, afektif
(affective) yang didasarkan pada perasaan dan komitmen konsumen terhadap

Universitas Sumatera Utara

24

suatu merek, konatif (conative) yang direpresentasikan melalui kecenderungan
perilaku konsumen untuk menggunakan merek yang sama di kesempatan yang
akan datang, dan tindakan (action) yang berupa tingkah laku membeli ulang
sebuah merek oleh seorang konsumen dalam kategori produk tertentu dan
merekomendasikan atau mempromosikan merek tersebut kepada orang lain. Hal
itu sejalan dengan tahapan brand loyalty menurut Oliver (1997) yang terbagi atas
tiga tahapan, yaitu fase kognitif, fase afektif dan fase konatif. Ketiga tahapan
diatas terjadi secara berurutan satu dengan lainnya. Tahap pertama adalah fase
kognitif, dimana informasi tentang produk, jasa dan merek yang diterima oleh
konsumen mengindikasikan bahwa produk, jasa dan merek yang ditawarkan lebih
diinginkan konsumen dibandingkan dengan produk, jasa dan merek alternatif.
Tahapan yang kedua adalah tahap afektif, dimana brand loyalty diperoleh sebagai
akumulasi dari satisfaction atas penggunaan produk, jasa dan merek tertentu.
Yang terakhir adalah fase konatif, dimana ini adalah tahapan akhir dalam
membentuk brand loyalty secara benar. Tahapan ini terjadi sebagai akibat dari
pengulangan secara positif atas pembelian produk, jasa dan merek tertentu. Ketika
konsumen menggunakan produk dari suatu merek dan mendapat hal-hal positif
dari setiap dimensi tersebut, maka hal itu akan menimbulkan customer
satisfaction dan pada akhirnya akan mendorong terjadinya pembelian ulang dan
rekomendasi dari mulut ke mulut.
Menurut Jones dan Sasser (1995) brand loyalty merupakan suatu variabel
endogen yang disebabkan oleh kombinasi dari customer satisfaction sehingga
brand loyalty merupakan fungsi dari satisfaction. Jika hubungan antara customer

Universitas Sumatera Utara

25

satisfaction dengan brand loyalty adalah positif, maka customer satisfaction yang
tinggi akan meningkatkan brand loyalty. Hal itu sejalan dengan Tjiptono &
Chandra (2005) yang menyatakan bahwa adanya customer satisfaction akan
menciptakan dasar yang baik bagi pembelian ulang serta terciptanya brand loyalty
dan membentuk rekomendasi dari mulut ke mulut yang akan dapat
menguntungkan sebuah perusahaan. Banyak faktor yang dapat mempengaruhi
brand loyalty salah satunya customer satisfaction. Customer satisfaction menjadi
pemicu penting dalam sikap positif terhadap sebuah merek. Hal tersebut
merupakan hasil evaluasi yang dirasakan oleh diri konsumen atas merek yang ia
gunakan sekaligus menyatakan bahwa jika terdapat customer satisfaction, maka
konsumen akan memperlihatkan sikap dan perilaku positif terhadap produk yang
dibelinya. Konsumen kemungkinan akan membeli kembali, akan mengalami
loyalitas atau bahkan tidak segan-segan merekomendasikanya kepada orang lain
sebaliknya jika konsumen tidak mendapatkan satisfaction, maka konsumen
cenderung akan bersikap negatif dan menghentikan pembeliannya. Adanya sikap
yang positif serta customer satisfaction yang dialami, diharapkan konsumen akan
terus melakukan pembelian berulang yang pada akhirnya mengarah pada brand
loyalty (Suryani, 2008).
Pada awal berlangsungnya decision process, konsumen dapat dipengaruhi
atau tidak dipengaruhi oleh situasi yang mengkondisikan terjadinya pembelian,
mengenali adanya masalah, mencari informasi mengenai suatu produk untuk
mengatasi masalah tersebut, mengevaluasi alternatif dari produk dan melakukan
proses seleksi, dan diikuti dengan pemilihan toko atau outlet. Setelah melewati

Universitas Sumatera Utara

26

tahap tersebut, konsumen akan melakukan pembelian. Setelah proses pembelian
dilakukan (post-purchase process), secara umum konsumen akan melakukan
pemakaian produk, mengevaluasi keputusan pembelian yang telah dilakukan, dan
mengalami satisfaction atau sebaliknya atas penggunaan produk yang telah dibeli.
Tahap satisfaction inilah yang menentukan konsumen akan terus mengulangi
pembelian atau malah berhenti membeli. Akan tetapi tidak jarang terdapat
konsumen yang merasakan disonansi pasca pembelian, tidak melakukan
pemakaian, pembuangan produk, dan perilaku mengeluh yang menjadikan proses
pasca pembelian menjadi bervariasi (Hawkins, Mothersbaugh & Best, 2007).
Selain itu, konsumen juga dapat merasakan penyesalan pasca pembelian (Lee &
Cotte, 2009).
Anderson, Fornell dan Lehman (1994) maupun

Kandampully dan

Suhartanto (2000), menyatakan bahwa apabila terjadi customer satisfaction
terhadap barang atau pelayanan yang diterima, maka hal itu akan mengarah pada
brand loyalty pada konsumen. Demikian juga dengan pendapat Assael (1995)
bahwa

customer satisfaction dapat meningkatkan intensitas pembelian, dan

dengan tingkat customer satisfaction yang optimal akan mendorong terciptanya
brand loyalty. Wilkie (1994) berpendapat bahwa customer satisfaction terbentuk
dari elemen-elemen seperti expectations yaitu harapan konsumen terhadap suatu
barang atau jasa yang telah dibentuk sebelum konsumen membeli barang atau jasa
tersebut, perfomance yaitu pengalaman konsumen terhadap kinerja aktual barang
atau jasa ketika digunakan tanpa dipengaruhi oleh harapan mereka, comparison
yaitu perbandingan antara harapan kinerja barang atau jasa sebelum membeli

Universitas Sumatera Utara

27

dengan

persepsi

kinerja

Confirmation/disconfirmation

aktual
yaitu

barang

harapan

atau

konsumen

jasa

tersebut,

dipengaruhi

oleh

pengalaman mereka terhadap penggunaan merek dari barang atau jasa yang
berbeda dari orang lain. Confirmation terjadi bila harapan sesuai dengan kinerja
aktual produk. Sebaliknya disconfirmation terjadi ketika harapan lebih tinggi atau
lebih rendah dari kinerja aktual produk dan discrepancy yaitu perbedaan antara
level kinerja dengan harapan. Untuk negative disconfirmations, yaitu kinerja
aktual berada dibawah level harapan. Hal itu sejalan dengan pendapat Tse dan
Wilson (1988) yaitu muncul atau tidaknya customer satisfaction dihasilkan dari
evaluasi ketidaksesuaian yang dirasakan antara harapan sebelumnya (norma
kinerja lainnya) dan kinerja aktual produk yang dirasakan setelah pemakaiannya.
Terciptanya customer satisfaction dapat memberikan manfaat, diantaranya
membentuk rekomendasi dari mulut ke mulut (word of mouth). Pelanggan yang
mengalami satisfaction bahkan jika ia merasa sangat senang (delighted customer)
cenderung akan menjadi duta yang royal bagi perusahaan (apostles of a firm).
Mereka akan membeli hanya dari satu pemasok dan menyebarkan berita yang baik
tentang produk dan jasa dari perusahaan.
Barang bermerek (branded item) seringkali dikaitkan dengan status sosial
seseorang. Para pemakainya seringkali dipersepsikan sebagai pribadi kelas atas,
elegan, dan terpandang. Bagi mereka, produk bermerek tersebut bisa mengangkat
kepercayaan diri dan memacu keberanian untuk tampil dalam pergaulan. Riset
dengan partisipan perempuan urban yang dilakukan oleh majalah Marketeers
bersama MarkPlus Insight menghasilkan informasi menarik terkait perilaku

Universitas Sumatera Utara

28

konsumen mereka. Nyatanya peningkatan peran perempuan di berbagai bidang
seperti ekonomi, sosial, kebudayaan hingga politik berdampak pada perilaku
konsumen mereka. Misalnya dengan peningkatan partisipasi dalam dunia
pekerjaan, perempuan menjadi lebih sejahtera secara ekonomi sehingga memiliki
daya beli yang lebih tinggi dan memiliki gaya hidup yang beragam (Marketeers,
2012). Dalam kasus merek terkenal, konsumen wanita cenderung bersedia untuk
membayar dengan harga yang lebih tinggi dan mencari utilitarian value (nilai
yang berdasarkan asas manfaat) serta hedonic value (nilai yang berdasarkan
emosi, satisfaction, dan kenikmatan) melalui pengalaman pembelian (Darley &
Smith, 1995). Penelitian Brennan (2009) juga menguatkan tersebut yaitu
konsumen wanita lebih tertarik dengan produk yang menyenangkannya atau
memiliki kesan emosional.
Meningkatnya daya beli perempuan mulai berpengaruh terhadap minat
mereka akan produk elektronik. Melalui riset yang dilaksanakan Consumer Lab
memaparkan salah satu tren konsumen yang sedang berkembang pada tahun 2013
adalah wanita sebagai pendorong pasar smartphone (Chandrataruna & Ngazis,
2013). Oleh karena itu, industri telekomunikasi mempunyai potensi yang besar
untuk segmentasi perempuan pada produk smartphone. Menurut survei yang
diadakan pada tahun 2012 oleh majalah Marketeers bersama MarkPlus Insight,
tercatat sebesar 50,3 persen perempuan di Indonesia menggunakan media sosial
dalam kehidupan sehari – hari. Dengan kata lain, setengah perempuan di
Indonesia merupakan netizen (penghuni dunia virtual). Tak heran apabila

Universitas Sumatera Utara

29

perempuan zaman sekarang menjadikan gadget sebagai bagian dari gaya hidup
mereka.
Konsumen wanita melakukan pencarian informasi secara komprehensif
sebelum keputusan pembelian dilakukan dibandingkan dengan konsumen pria
(Darley & Smith, 1995). Konsumen wanita cenderung melakukan pembelian
kembali untuk produk-produk ternama atau produk dengan merek yang telah
dikenal luas terlepas dari apakah produk tersebut berharga mahal atau murah dan
apakah produk tersebut memiliki keterlibatan tinggi atau rendah dalam kehidupan
sehari-hari (Akir & Othman, 2010).
Pada saat ini customer satisfaction terhadap gadget apple dinilai sangat
baik. Hal itu diperkuat dengan penelitian yang dilakukan oleh J.D. Power and
Associates terhadap customer satisfaction atas ponsel yang dimiliki, Apple
mendapat nilai tertinggi dalam kategori smartphone. Untuk kedelapan kalinya,
Apple berperingkat tertinggi dalam customer satisfaction di antara perakit
smarpthone. Apple mendapatkan nilai 849 dari 1000 dan memiliki prestasi yang
baik dalam semua faktor, terutama dalam desain dan kemudahan penggunaan.
HTC dengan nilai 790 mengikuti Apple dalam peringkat tersebut. Lain ceritanya
dengan tablet. Di segmen ini, Cook mengatakan bahwa Apple memproduksi
perangkat yang terbaik dan paling laku. Tablet iPad buatan Apple memang masih
memiliki pangsa terbesar dengan 39,6 persen pada kuartal pertama 2013, meski
turun dari 58,1 persen tahun sebelumnya. Nilai tertinggi Apple sendiri ada di
kategori desain dan kemudahan pakai produknya (Acehkita.com, 2013).

Universitas Sumatera Utara

30

Dari penjelasan di atas, dapat dilihat bahwa adanya customer satisfaction
merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi brand loyalty secara
langsung. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk membuktikan secara empiris
mengenai pengaruh customer satisfaction terhadap brand loyalty.

F. HIPOTESA PENELITIAN
Berdasarkan pemaparan diatas, maka hipotesa yang terdapat dalam
penelitian ini adalah : Ada pengaruh positif Customer satisfaction terhadap Brand
Loyalty pada wanita pengguna gadget Apple. Arti dari berpengaruh positif adalah
jika penilaian terhadap customer satisfaction tinggi maka brand loyalty juga akan
tinggi.

Universitas Sumatera Utara