Peran Pemerintah Daerah dalam Penegakan

Peran Pemerintah Daerah dalam Penegakan Hukum Lingkungan
Berbasis Keadilan Sosial

Disusun Oleh :
Dhanny Saraswati

(8111416129)

Zaeda Zulfa

(8111416243)

Rombel 05 Hukum Lingkungan

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2017

Kata Pengantar
Assalamualaikum Wr.Wb.
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, karena atas berkat rahmat

dan karunianya. Dalam rangka memenuhi tugas makalah hukum lingkungan
oleh Bapak Ridwan Arifin, S.H., LL.M. program studi Ilmu Hukum, Fakultas
Hukum, Universitas Negeri Semarang, sehingga makalah yang berjudul “Peran
Pemerintah Daerah dalam Penegakan Hukum Lingkungan Berbasis
keadilan Soaial” ini dapat terselesaikan. Kami selaku tim penyusun makalah
ingin menyajikan studi kasus, putusan dan peran pemerintah daerah dalam
proses pengidentifikasian masalah atau potensi yang ada di masyarakat
mengenai pelaksanaan penerbitan Ijin Mendirikan Bangunan (IMB) di Indonesia.
Seperti yang telah diketahui, dewasa ini marak terjadi bangunan bangunan
yang setelah diselidiki ternyata tidak memiliki Ijin Mendirikan Bangunan (IMB)
yang resmi dan sah sesuai dengan peraturan dan prosedur pembuatan IMB
yang berlaku di Indonesia.
Makalah ini disajiakan mulai dari Bab I Pendahuluan yang meliputi: Latar
Belakang, Rumusan Masalah, dan Metode Penulisan. Bab II menguraikan
tentang Sub Pembahasan I, II

dan III, Bab III mengememukakan tentang

kesimpulan dan daftar isi.
Kami selaku tim penyusun menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari

sempurna, dengan kata lain masih banyak kekurangan data baik dari segi data
yang diperoleh dari berbagai sumber yang sudah tidak relevan lagi maupun
dari tata cara dan tata bahasa penyusunan buku ini. Untuk itu dengan segala
kerendahan

hati

kami

mengundang

kepada

para

pembaca

untuk

menyampaikan kritik dan saran kepada kami agar kiranya makalah ini menjadi

lebih baik dan berkualitas. Demikian harapan kami, semoga makalah ini dapat
memberikan sumbanga pemkiran kepada para pemuda.
Walaikumsalam Wr.Wb.

Semarang, 30 September 2017
3

Penulis

DAFTAR ISI
Kata
Pengantar..........................................................................................
.....3
DAFTAR
ISI.................................................................................................4
Daftar
Tabel/Gambar......................................................................................
14
Daftar
Putusan/Kasus......................................................................................

.......12
BAB

I

Pendahuluan........................................................................................
5
A. Latar
Belakang.....................................................................................
.5
B. Rumusan
Masalah.................................................................................6
C. Metode
Penulisan..................................................................................7
BAB

11

Pembahasan.......................................................................................
8

A. Pembangunan Menurut AMDAL dan
IMB............................................................................................
.......8
4

B. Dampak dari pendirian Kawasan Industri di
Semarang....................................................................................
........11
C. Peran Pemerintah Dalam Upaya Menegakkan Hukum Lingkungan Pada
Pelaku
Industri.......................................................................................
........15
BAB

III

KESIMPULAN..................................................................................18
DAFTAR
PUSTAKA.....................................................................................19


BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam gambaran umumnya Perizinan Bangunan Kota Besar seperti Kota
Jakarta mengalami pertumbuhan yang sangat cepat sekali dan tampaknya
akan

terus

berlanjut

pada

tahun-tahun

mendatang.

Kebutuhan

akan


perumahan (perumahan sederhana, rumah susun, apartemen, dan real estate),
5

kantor,

pabrik,

pertokoan,

mall,

tempat

hiburan

(hotel,

diskotik


dan

sebagainnya), tempat pendidikan, dan bangunan lainnya semakin tinggi akibat
pertambahan penduduk dan kebutuhannya. Fungsi bangunan sebagai tempat
aktivitas perekonomian, kebudayaan, sosial dan pendidikan terkait dengan
fungsi pemerintah daerah sebagai agent of development,agent of change dan
agent of regulation. Dalam fungsinya yang demikian, pemerintah daerah
berkepentingan terhadap izin-izin bangunan. Perzinan bangunan diberlakukan
agar

tidak

terjadi

kekacau-balauan

dalam

penataan


ruang

kota,

dan

merupakan bentuk pengendalian penggunaan ruang kota.
Menyinggung soal dampak pembangunan di bidang real estate, industrial
estate, shopping centre, dan sebagainnya, saat ini sangat diperlakukan
pengaturan dalam rangka pengendalian dampak pembangunan, yang meliputi
dampak lingkungan, impact fee, traffic impact Assesment. Impact Fee adalah
biaya yang harus dibayar oleh pengembang oleh pemerintah kota akibat dari
pembangunan yang mereka laksanakan. Pelaksanaan pembangunan oleh
pengembang akan mengakibatkan biaya infrastruktur bagi pemerintah kota
karena seluruh jaringan infrastruktur yang dibangun pengembang akan
disambung dengan sistem jaringan kota, yang pada gilirannya menuntut
peningkatan kapasitas. Adapun Traffic Impact Assesment, yaitu kewajiban yang
harus dipenuhi oleh pengembang untuk melakukan kajian analisis tentang
dampak lalu lintas. Kajian tersebut harus dapat menggambarkan kinerja
jaringan jalan sebelum dan setelah ada pembangunan dan dampak yang

diakibatkannya, kemudian bagaimana mencari solusi untuk mengatasinnya.
1

Pencegahan berbagai dampak tersebut dalam pengelolaan perkotaan harus

dilakukan secara baik, terintegrasi dan holistik untuk mencegah berbagai
dampak tersebut melalui pertimbangan berbagai aspek dalam prosedur
perizinan.
Pembangunan

Nasonal

untuk

memajukan

kesejahteraan

umum


sebagaimana dimuat dalam Undnag-Undang Dasar 1945 pada hakikatnya
adalah pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan seluruh
masyarakat Indonesia yang menekankan pada keseimbangan pembangunan,
kemakmuran lahiriah dan kepuasan batiniah, dalam suatu masyarakat
Indonesia yang maju dan berkeadilan sosial. Bangunan gedung sebagai tempat
1Ismail

Zubir, Zoning Regulation : Instrumen yang Diperlukan dalam Rangka
Reformasi Penataan Ruang, REGOM, Edisi ke-XI, Desember 2000, hlm. 11-12.

6

manusia melakukan kegiatannya, mempunyai peranan yang sangat strategis
dalam pembentukan watak, perwujudan produktivitas, dan jati diri manusia.
Oleh karana itu, penyelenggaraan bangunan gedung, pabrik dan lainnya perlu
diatur dan dibina demi kelangsungan dan peningkatan kehidupan serta gedung
yang fungsional, andal, berjati diri serta seimbang, serasi dan selaras dengan
lingkungannya.
Dalam mendirikan sebuah bangunan untuk suatu usaha perlu adanya
kajian yang lebih dalam mengenai tempat yang akan ditempati agar tidak
mencemari

dan

merusak

lingkungan

sekitar.

2

Pada

pasal

14

UUPPLH

menyebutkan instrumen– instrumen pencegahan pemcemaran dan kerusakan
lingkungan hidup yang pada dasarnya adalah juga ssebagai instrumen
pengelolaan

lingkungan

hidup

karena

pengelolaan

lingkungan

hidup

dimaksudkan juga untuk mencegah dan mengatasi masalah pencemaran dan
kerusakan lingkungan hidup. Semarang sebagai kota yang memiliki banyak
pembangunan industri menimbulkan permasalahan mulai dari pencemaran
lingkungan, kekeringan, suhu udara menjadi semakin panas dan masih banyak
permasalahan lainnya yang bermunculan. Kota Semarang setiap tahun selalu
dihadapi dengan pencemaran lingkungan yang semakin memprhatinkan.
Sebagai Kota yang dihampiri oleh berbagai pendatang dari luar kota maupun
luar provinsi dengan tujuan mencari lembaran uang sebagai kebutuhan hidup
menambah masalah kepadatan penduduk dan kawasan perindustrian menjadi
salah satu tujuan mendapatkan pekerjaan yang mudah dari pekerjaan lainnya.
Kawasan industri yang memiliki sisi dampak positif dan dampak negatif sudah
seharusnya menjadi perhatian bagi Pemerintah daerah.
Amdal sebagai salah satu instrumen pengelolaan lingkungan hidup
memiliki peranan penting dalam memberikan kebijakan pemerintah terhadap
dampak lingkungan yang akan ditimbulkan oleh bangunan perindustrian
maupun bangunan lainnya. Ijin Mendirikan Bangunan pula menjadi peranan
penting karena dengan izin ini bangunan–bangunan yang dijadikan usaha
sudah sesuai dengan peraturan dan syarat yang dibuat Pemerintah.
B. Rumusan Masalah
Adapun beberapa rumusan masalah yang akan dibahas pada bab selanjutnya
sebagai berikut:
2Prof.

Dr. Takdir Rahmadi, S.H., LLM. Hukum Lingkungan di Indonesia. Ed.1.
Maret 2014. hlm.85.

7

1. Bagaimanakah pembangunan menurut AMDAL dan IMB?
2. Apa saja dampak dari pendirian Kawasan Industri di Semarang?
3. Bagaimana peran pemerintah dalam upaya menegakkan hukum lingkungan
pada pelaku industri?

C. Metode Penulisan
Metode penulisan yang digunakan oleh penulis kali ini adalah metode
penelitian kepustakaan (Library Research). Penelitian ini adalah Library
Research (penelitian kepustakaan), baik berupa Buku, Jurnal Nasional, Jurnal
Internasional dan artikel Jurnal yang bersumber dari Unnes Law Journal.
Penelitian kepustakaan atau library research mungkin sudah sangat familiar
bagi mahasiswa akhir yang menggunakan metode penelitian kualitatif. Bahkan
ada yang beranggapan bahwa kualitatif tidak lepas dari kepustakaan yang
hanya berhubungan dengan tumpukan refrensi buku saja. Padahal library
research hanya salah satu jenis metode penelitian kualitatif. Dalam makalah
kali ini kita akan membahas apa sebenarnya riset pustaka? Riset pustaka
memanfaatkan sumber iperpustakaan untuk memperoleh data penelitiannya.
Tegasnya riset pustaka membatasi kegiatannya hanya pada bahan – bahan
koleksi perpustakaan saja tanpa melakukan riset lapangan. Riset pustaka tidak
hanya sekadar urusan membaca dan mencatat literatur atau buku sebanyak–
banyaknya sebagaimana yang sering dipahami banyak orang selama ini. Apa
yang disebut riset pustaka atau sering juga disebut studi pustaka, ialah
rangkaian kegiatan yang berkenaan dengan metode pengumpulan data
pustaka, membaca dan mencatat serta mengolah bahan penelitian.
Teknik Pengumpulan Data
Metode Library Research:
Berupa studi literatur dan studi
dokumentasi.
Bertujuan mencari bukti – bukti dari
sumber non manusia, misalnya foto.
Gambar 1. Gambaran Umum Metode Library Research
Ciri – ciri metode kepustakaan atau library research antara lain yang pertama
adalah Peneliti berhadapan langsung dengan teks (nash) atau data angka
8

bukan

dengan

pengetahuan

langsung

dari

lapangan

atau

saksi

mata

(eyewitness) berupa kejadian, orang atau benda –benda lainnya. Yang kedua
adalah data pustaka bersifat “siap pakai” (ready made) artinya peneliti tidak
pergi ke mana-mana, kecuali hanya berhadapan langsung dengan bahan
sumber yang sudah tersedia di perpustakaan.
Yang ketiga yaitu data pustaka umumnya, adalah sumber sekunder, dlam
arti bahwa peneliti memperoleh bahan dari tangan kedua dan bukan data
orisinil dari tangan pertama di lapangan. Dan yang keempat adalah kondisi
data pustaka tidak dibatasi oleh ruang dan waktu. Peneliti berhadapan dengan
informasi statik, tetap. Dalam penulisan metode library research persoalan
penelitian tersebut hanya bisa dijawab lewat penelitian pustaka dan sebaliknya
tidak mungkin mengharapkan datanya dari riset lapangan. Studi sejarah
umumnya menggunakan metode library research, selain itu penelitian studi
agama dan sastra juga menggunakan metode ini. Studi pustaka diperlukan
sebagai salah satu tahap tersendiri, yaitu studi pendahuluan (prelinmary
research) untuk memahami lebih dalam gejala baru yang tengah berkembang
di lapangan atau dalam masyarakat. Ahli kedokteran atau biologi, misalnya
terpaksa melakukan riset pustaka untuk mengetahui sifat dan jenis – jenis virus
atau bakteri penyakit yang belum dikenal. Data pustaka tetap andal untuk
menjawab

persoalan

penelitiannya.

Bukankah

perpustakaan

merupakan

tambang emas yang sangat kaya untuk riset ilmiah. Informasi atau data
empirik yang telah dikumpulkan orang lain berupa laporan hasil penelitian dan
laporan–laporan resmi, buku – buku yang tersimpan dalam perpustakaan tetap
dapat digunakan oleh periset kepustakaan. Hal tersebut merupakan gambaran
umum library research.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pembangunan Menurut AMDAL dan IMB
Kualitas lingkungan hidup di banyak kota – kota besar telah mengalami
kemerosotan karena adanya pembangunan kawasan industri, perumahan,
tempat hiburan dengan gedung – gedung yang menjulang tinggi, minimnya
kawasan hijau di perkotaan, penduduk di kota yang semakin meningkat dan
9

banyaknya pencemaran yang dihasilkan oleh pelaku usaha dan penduduk yang
ada di kota menjadi masalah besar yang harus diatasi. Untuk mengurangi
dampak negatif yang ada di perkotaan, pembangunan haruslah berwawasan
lingkungan.

3

Pembangunan yang berwawasan lingkungan pada hakikatnya

merupakan pemasalahan ekologi, khususnya ekologi pembangunan yaitu
interaksi

antara

pembangunan

dan

lingkungan.

4

Di

Indonesia

masalah

lingkungan hidup mulai berkembang pada tahun 1976, melalui inventarisasi
hukum lingkungan klasik Indonesia yang menghasilkan :
a. 22 UU dan Ordonansi
b. 38 PP dan Verordening
c. 5 Kepress (keputusan Presiden)
d. 2 Inpres (instruksi Presiden)
e. 45 Keputusan / peraturan menteri)
f. 4 Keputusan Dirjen dan
g. Sejumlah peraturan daerah (tingkat I dan II)
5

Secara umum, lingkungan hidup diartikan sebagai segala benda, kondisi,

keadaan dan pengaruh yang terdapat dalam ruangan yang kita tempati, dan
mempengaruhi hal yang hidup termasuk kehidupan manusia. Batas ruang
lingkungan menurut pengertian ini bisa sangat luas, namun untuk praktisnya
dibatasi ruang lingkungan dengan faktor-faktor yang dapat dijangkau oleh
manusia seperti faktor alam, faktor politik, faktor ekonomi, faktor sosial dan
lain-lain. Hakikat pencemaran atau perusakan lingkungan dsebabkan oleh
keberadaan manusia atau oleh alam itu sendiri. Makhluk hidup tidak akan
terlepas dari lingkungan untuk melangsungkan kehidupannya. Pada akhir –
akhir ini keadaan alam sudah tidak ramah lagi, bencana banjir, hilangnya pulau
– pulau kecil karena naiknya permukaan air

laut, panasnya cuaca sekarang

dan lain sebagainya, permasalahan yang terjadi sudah seharusnya menjadi
perhatian masyarakat dunia. Manusia–manusia seharusnya sadar dengan
lingkungannya yang mulai lelah sudah tidak sanggup menahan beban manusia

3Otto

Soemarwoto, Analisis Dampak Lingkungan, Cet ke-4, Gajah Mada
University Press, Yogyakarta 1991, hlm. 16.
4 Munadjad Danusaputro, Hukum Lingkungan buku II Nasional, Bina Cipta
cetakan ke II, 1985:37.
5Leden Marpaung, Tindak Pidana Lingkungan Hidup dan Masalah Prevensinya,
Sinar Grafika, Jakarta 1997, hlm.4.

10

di dunia juga buminya yang kurang sehat akibat minimnya kesadaran merawat
dan mengembalikan alam seperti dulu.
Pembangunan selalu akan membawa perubahan untuk mengubah
kondisi yang lebih baik. Pembangunan bertujuan untuk mengubah sedikit demi
sedikit keseimbangan lingkungan ke arah kualitas yang lingkungan yang lebih
tinggi.

Pembangunan

merupakan

intervensi

terhadap

lingkungan

yang

“mengganggu” keseimbangan lingkungan dan membawanya ke kesimbangan
baru yang kita anggap terletak pada tingkat kualitas yang lebih tinggi. Dengan
demikian pembangunan membawa kualitas lingkungan kearah tingkat yang
makin tinggi. Dalam usaha ini harus dijaga agar kemampuan lingkungan untuk
mendukung tingkat hidup yang lebih tinggi tidak rusak sehingga tidak terjadi
keambrukan.

Menjaga

kemampuan

lingkungan

untuk

mendukung

pembangunan jangka panjang yang mencakup jangka waktu antar-generasi
yaitu pembangunan yang terlanjutkan.
Konsep Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL) secara formal berasal dari
Undang _ Undang Nepal Tahun 1969 di Amerika Serikat. Konsep AMDAL
mempelajari

dampak

pembangunan

terhadap

lingkungan

dan

dampak

lingkungan terhadap pembangunan juga didasarkan pada konsep ekologi yang
secara umum didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari interaksi antara
makhluk

hidup

dengan

lingkungannya.

Dampak

pembangunan

menjadi

masalah karena perubahan yang disebabkan oleh pembangunan selalu lebih
luas daripada yang menjadi sasaran pembangunan yang direncanakan. Secara
umum dalam AMDAL dampak pembangunan diartikan diartikan sebagai
perubahan

yang

tidak

direncanakan

yang

diakibatkan

oleh

aktivitas

pembangunan.
AMDAL lahir dengan tujuan untuk menghindari terjadinya kerusakan
lingkungan oleh kegiatan manusia. AMDAL diperuntukkan bagi perencanaan
program

dan

proyek.

Menurut

Undang



Undnag

dan

berdasarkan

pertimbangan teknis AMDAL bukanlah alat untuk mengkaji lingkungan setelah
program atau proyek selesai dan operasional. Dalam AMDA arti dampak diberi
batasan yaitu perbedaan antara kondisi lingkungan yang diperkirakan aka ada
dengan adanya pembangunan. 6Dampak meliputi baik dampak biofisik maupun

6Ibid.

hal. 71.

11

dampak social-budaya dan kesehatan serta tidak dilakukan Analisis Dampak
Sosial dan Analisis Dampak Kesehatan Lingkungan secara terpisah dari AMDAL.
AMDAL seyogyanya dilakukan seawall mu ngkin dalam daur proyek yaitu
bersama-sama dengan eksplorasi telaah kekayaan rekayasa dan telaah
kelayakan ekonomi sehingga AMDAL menjadi sebuah komponen intergral
telaah kekayaan proyek.
Pembangunan dalam arti menurut kajian lingkungan sebagaimana
dimaksud pada pasal 1 angka 3 Undang - Undang nomor 23 tahun 1997
tentang

Pengelolaan

lingkungan

hidup

yang

berbunyi

sebagai

berikut:“pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup
adalah upaya sadar dan terencana, yang memadukan lingkungan hidup,
termasuk sumber daya kedalam proses pembangunan untuk menjamin
kemampuan, kesejahteraan dan mutu generasi masa kini dan generasi masa
depan” Untuk menjamin agar kegiatan pembangunan berjalan efektif, efisien
dan memiliki sasarna yang jelas dan dapat menjamin tercapainya tujuan yang
telah

ditetapkan

maka

diperlukan

perencanaan

pembangunan.

SEtiap

Kabupaten/Kota merupakan bagian integral dari pembangunan yang dilakukan
secara terus menerus untuk menuju arah perubahan lebih baik maka
perubahan paradigma dalam penyelenggaraan pemerintah menuntut pihak
pemerintah

daerah

penyelenggaraan

untuk

otonmi

lebih

daerah

mengutamakan

yang

berkaitan

prinsip

dengan

–prinsip

perencanaan

pembangunan pembangunan daerah.
7

Aturan penyelenggaraan bangunan gedung telah diatur dalam peraturan

daerah nomor 1 tahun 2012. Bangunan gedung menurut pasal 1 peraturan
daerah nomor 1 tahun 2012 adalah wujud fisik hasil pekerjaan konstruksi yang
menyatu dengan tempat kedudukannya, sebagian atau seluruhnya berada
diatas dan /atau di dalam tanah dan/atau air, yang berfungsi sebagai tempat
manusia melakukan kegiatannya, baik untuk hunian atau tempat tinggal,
kegiatan

keagamaan,

kegiatan

usaha,

kegiatan

sosial,budaya,

maupun

kegiatan khusus. Dalam pasal 2 bahwa maksud dari perda pengaturan
bangunan gedung adalah untuk mengendalikan bangunan gedung agar tertib
Dwi Iriani, KEBIJAKAN PEMERINTAH KOTA MALANG DALAM PEMBERIAN IZIN
PEMBANGUNAN APARTEMEN KEPADA PENGEMBANG DI WILAYAH KELURAHAN
PENANGGUNGAN (MALANG GOVERNMENT POLICY DEVELOPMENT OF LICENSE
TO DEVELOPER APARTMENTS IN THE PENANGGUNGAN VILLAGE). Jurusan
Hukum dan Kewarganegaraan, FIS, Universitas Negeri Malang, 2015. Hlm. 1-9.
7

12

administrasi dan teknis. Sehingga tujuan yang ingin diseragamkan oleh
pemerintah kota disebutkan selanjutnya dalam pasal 3 yaitu serasi dan selaras
dengan lingkungan, tertib penyelenggaraan bangunan gedunga dengan
jaminan keandalan teknis bangunan, dan mewujudkan kepastian hukum.
8

Aturan penyelenggaraan bangunan gedung melewati beberapa 3 proses.

Pertama, pemilik bangunan atau perencana arsitekur yang diberi kuasa
bermaterai

mengajukan

permohonan

IMB

yang

telah

disediakan

oleh

pemerintah daerah dengan melampirkan dokumen administratif, dokumen
teknis, serta surat-surat pendukung yang terkait. Kedua, setiap permohonan
IMB yang diajukan oleh pemohon diproses dengan urutan meliputi pemeriksaan
dan pengkajian. Ketiga, jika dokumen telah memenuhi persyaratan, untuk
kemudian disetujui dan disahkan oleh walikota atau pejabat yang ditunjuk.
Pengesahan dokumen rencana teknis inilah yang menjadi dasar penerbitan
IMB.Izin Mendirikan Bangunan (IMB) adalah perizinan yang diberikan oleh
Kepala Daerah kepada pemilik bangunan untuk membangun baru, mengubah,
memperluas,

mengurangi,

dan/atau

merawat

bangunan

sesuai

dLngan

persyaratan administratif dan persyaratan. Di dalam pasal 6 huruf a hingga i
perda nomor 1 tahun 2012 juga diatur bahwa walikota berhak menghentikan,
menutup, menolak, melakukan perbaikan bangunan gedung jika dinilai tidak
sesuai dengan lingkungan kota dan demi kepentingan umum.
Pembuatan IMB tidak hanya diperlukan untuk mendirikan bangunan baru,
tetapi juga dibutuhkan untuk membongkar sebuah bangunan, merenovasi,
menambah, mengubah fungsi ruangan, atau memperbaiki yang mengubah
bentuk atau struktur bangunan. Tujuan diperlukannya IMB adalah untuk
menjaga ketertiban, keselarasan, kenyamanan, dan keamanan dari bangunan
itu sendiri terhadap penghuninya maupun lingkunan sekitarnya.
B. Dampak dari pendirian Kawasan Industri di Semarang
Kata kawasan adalah kata yang diadopsi dari bahasa lain, menurut

9

bahasa Inggris kata kawasan lebih tepat dipinjam dari kata “Area” yang berarti
“Scope or range of activity” yang terjemahan bebasnya adalah “daerah yang

8Ibid. Hlm. 7.
9 AS Hornby, oxford

Impression 1989:40

advance dictionary of current english, Twenty-fifth
13

dipakai untuk suatu kegiatan”.

10

Sedangkan kawasan menurut kamus bahasa

Indonesia adalah “Daerah” sedangkan daerah berarti wilayah.
Semarang sebagai kota yang memiliki industri dihadapi berbagai
permasalahan

mengenai

pencemaran

lingkungan.

Bahkan

pencemaran

lingkungan akibat industri di Semarang cenderung naik setiap tahunnya.
Sebagai pusat pemerintahan, Semarang merupakan tujuan utama kaum urban
untuk mengais rejeki. Dalam hal ini keberadaan kaum urban semakin
menambah kepadatan penduduk di Kota Semarang. Dampak positif dari
adanya

perindustrian

di

Kota

Semarang

adalah

mengurangi

jumlah

pengangguran di Kota Semarang, tapi dalam hal ini adanya industri juga
berdampak negatif berupa pencemaran dan perusakan lingkungan hidup yang
disebabkan oleh limbah industri yang pembuangannya dilakukan begitu saja di
sembarangan tempat, tanpa adanya ketersediaan tempat khusus untuk
pembuangan limbah tersebut.
Pembangunan Kawasan Industri Candi di Jalan Gatot Subroto, Kecamatan
Ngaliyan, Kota Semarang yang dimulai pada tahun 1995 hingga 1996. Setelah
mendapatkan izin dari Pemerintah dalam perjalanannya telah melakukan
penyimpangan–penyimpangan

perjanjiannya,

penyimpangan–penyimpangan

penguasaan lahan, penyimpangan golongan galian, penyimpangan tata guna
lahan. Penyimpangan yang telah diketahui sejak tahun 2003 kemudian
Pemerintah melalui Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Kota Semarang
memberitahukan

kepada

Pemrakarsa

bahwa

dengan

pelanggaran



pelanggaran tersebut mewajibkan kepada PT IPU selaku Pemrakarsa Kawasan
ini, untuk membuat kajian ulang sebelum melakukan pembangunan Kawasan
selanjutnya. Pembangunan Kawasan industri yang diprakarsai oleh PT IPU telah
menimbulkan dampak luas bukan hanya kepada masyarakat umum kota
Semarang namun masyarakat petani tambak di kawasan Pantai Utara Kota
Semarang, masyarakat perumahan yang berdekatan ndengan aliran sungai
Silandak, masyarakat umum pengguna jasa transportasi udara dan transportasi
darat (kereta api, bus)

khususnya pada musim penghujan, sedangkan pada

musim kemarau dampak yang dirasakan masyarakat sekitar kawasan adalah
adanya

penurunan

debit

air

bawah

tana

yang

terus

merosot

akibat

Amran YS Chaniago, kamus bahasa Indonesia, Pustaka setia, cetakan ke V,
Mei 2002:135
10

14

pembangunan pembuatan sumur air bawah tanah di Kawasan Indudtri yang
tidak terkendali, debu yang mengguyur sekitar kawasan industri Candi ini,
merosotnya kwalitas kesehatan masyarakat sekitar, merosotnya kesuburan
tanah

yang

menyebabkan

menurunnya

kemampuan

resapan

air

atau

kemampuan konservasi kawasan sekitar. Pembangunan Kawasan Industri Candi
di Kawasan Jalan Gatot Subroto , Ngaliyan, Semarang dari sisi perizinannya
telah terjadi pelanggaran, karena pembangunan yang sampai sekarang masih
berjalan

tidak

mempunyai

dasar

perizinan

resmi

dari

institusi

teknis

Pemerintah Kota Semarang, perlu adanya langkah –langkah hukum yang jelas
berupa peninjauan kembali perizinannya. Pemberian sanksi secara hukum yang
jelas dan transparan kepada publik.
wilayah

Kelurahan

di

Kecamatan

11

Industri candi yang meliputi : Tiga

Ngaliyan

yaitu

Kelurahan

Purwoyoso,

Kelurahan Ngaliyan, dan Kelurahan Babankerep luas wilayah yang diijinkan
adalah sekitar 300 ha.
Untuk menjaga ekosistem di wilayah Ngaliyan, khususnya di kawasan

12

Industri Candi Gatot Subroto pada saat sekarang ini, adalah sesuatu yang
sangat tidak mungkin yang disebabkan sejak tahun 1996, kawasan yang
berada di tiga kelurahan ini, meliputi kawasan kelurahan Purwoyoso, kawasan
kelurahan

Babankerep,

kawasan

kelurahan

Ngaliyan

telah

dilakukan

perombakan oleh PT IPU atas nama sebuah kepentingan peningkatan ekonomi,
dengan cara merusak atau setidak-tidaknya merubah lingkungan yang ijinnya
“belum ada”. Ancaman yang sangat mungkin terjadi untuk kawasan ini dan
sekitarnya adalah :


Risiko keseimbangan ekosistem terancam



Kemungkinan hilangnya cadangan sumber air bawah tanah



Rusaknya lingkungan alam sekitar akibat tidak adanya Zat Pengurai yang
sangat dibutuhkan.



Terjadinya ancaman banjir akibat resapan daerah ini sudah rusak atau
tidak berfungsi.

11Daftar

dokumen rencana pengelolaan lingkungan (RKL) PT.IPU 2006:I:1.
12 Hartono.“PEMBANGUNAN KAWASAN INDUSTRI MENURUT KAJIAN HUKUM
LINGKUNGAN”.

Tesis Program Pasca Sarjana Ilmu Hukum Fakultas hukum

UNDIP, Semarang, 2007, hlm. 1-206.

15

Pembukaan Kawasan Industri Candi yang diikuti dengan pemotongan bukit,
penebangan pohon, pembangunan pergudangan, yang dilengkapi dengan
pemasangan atap-atap yang terbuat dari steanless, pemasangan instalasi,
hingga berproduksinya industri tertentu yang tentu saja diikuti pula pembuatan
sumur

air

bawah

tanah

atau

sumur

artetis

bagi

kepentinganya.

13

Pembangunan dan pembukaan Kawasan Industri yang saat ini telah sebagian
beroperasi yang berupa pengubahan barang jasa yang dimanfaatkan oleh
umat manusia, tentu saja dapat menimbulkan persoalan tersendiri yaitu
persoalan polusi udara, polusi air, dan polusi tanah. Hal demikian perlu ada
pengaturan tersendiri yang kemudian disebut sebagai Hukum Tata Lingkungan
4.

14

Instruksi Menteri Negara Agraria Kepala Badan Pertanahan Nasional No.5

tahun 1998 tentang pemberian izin lokasi dalam rangka penataan penguasaan
tanah skala besar pertama. Dalam memberikan izin lokasi untuk satu badan
hukum atau kelompok badan hukum yang saham mayoriotasnya dikuasai oleh
seseorang tertentu luasnya tidak boleh melebihi batas maksimum yang
ditetapkan. Ancaman yang serius bagi masyarakat sekitar Kawasan Industri
Candi Gatot Subroto Ngaliyan kota Semarang, yang berujud hujan zat azam,
pemadatan tanah akibat zat azam, gangguan kesehatan lainnya yang perlu
mendapat penjelasan dari pemrakasa Kawasan Industri Candi di wilayah
Kecamatan Ngaliyan.
Berikut adalah keadaan demografis kecamatan Ngaliyan menurut Kelompok
Umur berdasarkan data tahun 2004, adalah sebagai berikut :

Koesnadi Hardjosoemantri, Hukum tata lingkungan , edisi kedelapan,
cetakan ke delapan belas, Gajah Mada University Press, 2005:45
14 Budi Harsono, Hukum Agraria Indonesia, Penerbit Jambatan, cetakan
keenam belas, 2004:224-225
13

16

Data kependudukan menurut kelompok jenjang pendidikan berdasarkan data
tahun 2004 di Kecamatan Ngaliyan adalah sebagai berikut:
C.

P
e
r
a
n

Pemerintah Dalam Upaya Menegakkan Hukum Lingkungan Pada Pelaku Industri

17

Hukum lingkungan atau juga dengan hukum tata lingkungan, adalah
hukum yang mengatur tentang tata ruang dan peruntukan ruang bagi
ekosistem

yang

diharapkan

mampu

mendukung

berkesinambunganya

ekosistem yang saling membutuhkan dalam rangka menjaga keajegan
keseimbangan

antar

ekosistem,

menjaga

keserasian

kehidupan,

tata

lingkungan didalamnya juga mengatur tentang tata guna ruang yang bertujuan
untuk tetap mengendalikan kerusakan lingkungan yang tidak diharapkan.
15

Tata ruang yang berkaitan dengan

penyelamatan lingkungan pertama kali

mulai dibahas melalui badan ekonomi dan badan sosial Perserikatan Bangsabangsa ketiqa diadakan peninjauan terhadap hasil gerakan

dasawarsa

pembangunan dunia ke I negara-negara yang pertama kali sebagai pengusung
ide berasal dari wakil Swedia pembicaraan masalah lingkungan hidup ini
diajukan oleh wakil Swedia pada tanggal 28 Mei 1968, disertai saran untuk
dijajagi kemungkinan guna menyelenggarakan suatu konferensi Internasioanl
mengenai lingkungan hidup manusia.
Pasal

3

Undang-undang

nomor

23

tahun

1997

undang-undang

pengelolaan lingkungan hidup yang berbunyi sebagai berikut: Pengelolaan
lingkungan hidup yang diselenggarakan dengan azas tanggung jawab negara,
azas

berkelanjutan

dan

azas

manfaat

bertujuan

untuk

mewujudkan

pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup dalam rangka
pembangunan manusia seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia
seluruhnya yang beriman dan bertaqwa kepada tuhan yang maha esa.
Penataan ruang yang bertujuan untuk mengendalikan pemanfaatan tata
ruang yang berimbang, dengan memperhatikan keselamatan ekosistem perlu
mendapat pengaturan dan pengawasan dari institusi negara. Penataan ruang
juga dibuat sedemikian rupa agar perlindungan keselamatan lingkungan benarbenar terjaga. Pasal 2 undang-undang nomor 13 tahun 1992 tentang Tata
Ruang yang berbunyi sebagai berikut:
Penataan ruang berazaskan :
a) Pemanfaatan ruang bagi semua kepentingan secara terpadu, berdaya guna
dan berhasil guna, serasi, selaras, seimbang, dan berkelanjutan.
b) Keterbukaan, persamaan, keadilan dan perlindungan hukum.

Koesnadi Hardjosoemantri, Hukum tata lingkungan, Gajah Mada University,
edisi kedelapan, cetakan kedelapan belas, 2005:6
15

18

Rencana pembangunan kawasan Industri Candi di Jalan Gatot Subroto
Ngaliyan Semarang yang diprakarsai oleh PT.IPU, telah dilaksanakan oleh
Pemerintah

Kota

pembangunan

Semarang.

kawasan

ini.

Sosialisasi

dilaksanakan

pembangunan

pada

kawasan

saat

Industri

awal
dalam

perkembangannya mengalami perubahan, semua pembangunan kawasan
Industri di dasarkan atas ijin yang dimuat dalam gambar yang disahkan oleh
atasnama Pemerintah Kota Semarang, Kepala Dinas Perencanaan dan perijinan
Nomor : AGD 5911/1585/UPT/05,TGL 14 April 2005, luas kawasan yang
diijinkan seluas 300 ha, namun dalam perkembangannya PT IPU secara sepihak
telah mempromosikan dan merencanakan perluasan kawasan Industri ini
dengan nama Candi Industrial Estate menjadi seluas 600 ha, perluasan ini
telah dipromosikan kepada Publik, perencanaan yang tidak disertai dengan
sosialisasi dan ijin kajian analisis dampak lingkungan ini, tentu telah melanggar
ketentun hukum yang berlaku.
Pembangunan Kawasan Industri Candi di Jalan Gatot Subroto Ngaliyan

16

Semarang, bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan perekonomian di kota
Semarang. Menurut KA-Kadal (kerangka Acuan Kajian Analisis Dampak
Lingkungan)

yang

telah

dibuat

bertujuan

sebagai

berikut

:

“dengan

beroprasinya Kawasan Industri Candi PT IPU yang berlokasi di Kecamatan
Ngaliyan,

diharapkan

dapat

meningkatkan

pertumbuhan

kegiatan

perekonomian dan kesejahteraan masyarakat melalu peningkatan kesempatan
kesejahteraan kerja dan peluang berusaha disektor formal dan informal. Selain
itu

dengan

adanya

kawasan

industri,

diharapkan

juga

akan

dapat

meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD) kota Semarang dan peningkatan
Devisa Negara melalui penerimaan Eksport.
Berdasarkan surat Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Kota
Semarang nomor: 660.1/512, tanggal 2 Oktober 2003, PT IPU selaku
pemrakarsa kawasan ini, telah dinyatakan bahwa ijinnya telah dinyatakan
dicabut atas kekuatan Peraturan Pemerintah Nomor 27 tahun 1999 tentang
Analisis Dampak Lingkungan pasal 26 ayat (1) dan diperintahkan kepada PT IPU
untuk merevisi dokumen Amdalnya, namun sampai dengan selesainya
penulisan tesis ini, ijin kajian Amdalnya PT IPU belum selesai dibuat, yang
disebabkan oleh adanya Eksclusivisme PT IPU sebagai pemrakarsa kawasan ini.
16

Ka-Kadal, Kawasan Industri Candi oleh PT.IPU Smg, 2006:1-2.

19

Pada tahun 2003, oleh Bapedalda Kota Semarang, telah dinyatakan secara
terbuka bahwa ijin kawasan ini telah dinyatakan dibatalkan, karena site plan
kawasan ini telah berubah atau tidak dilaksanakan secara konsekuen, namun
kenyataanya semenjak dicabutnya ijin itu, yang dinyatakan sejak tahun 2003
hingga saat ditulisnya Tesis ini, aktifitas di kawasan ini masih berjalan seperti
biasa, seolah tidak ada pencabutan ijinya dari Pemerintah Kota Semarang.
Keadaan ini telah memaksa anggota Dewan Kota Semarang, telah melakukan
peninjauan lapangan, namun ekses dari peninjauan tersebut, tidak ada respon
apapun dari PTIPU selaku pemrakarsa kawasan ini.
Pembangunan Kawasan Industri Candi oleh PT IPU yang melakukan
dengan cara pemotongan bukit-bikit dengan kelerengan antara 15%sampai
dengan 40%,walaupun dalam perda 15 tahun 2004 tentang Rencana Tata
Ruang Bagian Wilayah Kota X (BWK X), bahwa daerah dngan kelerengan itu
harus

dipertahankan

sebagai

daerah

sabuk

hijau.

Penghijauan

untuk

kepentingan konservasi dipertahankan, kemudian dalam BWK X ini juga
menyatakan bahwa di wilayah BWK X tidak lagi diperpanjang areal galian C nya
yang dinyatakan sejak tahun 2004, namun hal itu tidak diindahkan oleh PT
IPUBahwa sampai dengan tahun 2007, penelitian dalam rangka mendapatkan
kajian Analisis dampak lingkungan yang menjadi prasyarat keluarnya ijin
pembangunan kawasan ini belum juga turun atau di sahkan oleh Pemerintah
Daerah Kota Semarang, yang berarti kegiatan dikawasan ini, serta bangunanbangunan perusahaan yang ada setelah tahun 2004, harus dinyatakan
melanggar hukum. Dengan pelanggaran-pelanggaran ini pemerintah harus
mencabut ijinnya dan harus menutup kawasan ini, selama kawasan ini telah
dibangun dengan melanggar hukum. Menutup kawasan Industri Candi yang
telah

melakukan

pelanggaran

terhadap

ketentuan-ketntuan

yang

telah

diijinkan, namun kemudian telah dinyatakan batal berdasarkan pasal 26
Peraturan Pemerintah Nomor 27 tahun 1999 tetang Analisi Mengenai Dampak
lingkungan. Pembangunan Kawasan Industri Candi ini telah menimbulkan
dampak, antara lain :
a. kebisingan

selama

pelaksanaan

proyek,

dan

selama

proses

produksinya perusahaan terutama yang berdekatan dengan kawasan
pemukiman.
b. Peningkatan suhu udara yang semakin panas.
20

c. Pencemaran udara yang berpengaruh terhadap kadar kesehatan
masyarakat sekitar (berproduksinya pabrik batubara yang tidak
berijin), bau tidak sedap akibat sampah terutama pada musim
penghujan, dan musim pancaroba, bau menyengat (aroma terbakar)
yang terjadi hampir setiap jam 17.00 sampai dengan jam 21.00 wib.
d. Kerusakan ekosistem yang serius, dan tidak ada pengendali dari pihak
yang berwenang.
e. Pemanfataan sumber air bawah tanah (ABT) yang tidak terkendali
(tidak berijin) oleh Kawasan Industri Candi, sehingga mengancam
keberadaan Sumur Artetis penduduk sekitar yang dijadikan satusatunya sumber air bersih bagi warga sekitar.
f. Penambangan liar galian C, oleh Pemrakarsa (PT.IPU) yang tidak
terkendali.
KESIMPULAN
Fungsi bangunan sebagai tempat aktivitas perekonomian, kebudayaan,
sosial dan pendidikan terkait dengan fungsi pemerintah daerah sebagai agent
of development,agent of change dan agent of regulation. Dalam fungsinya
yang

demikian,

pemerintah

daerah

berkepentingan

terhadap

izin-izin

bangunan. Perzinan bangunan diberlakukan agar tidak terjadi kekacau-balauan
dalam penataan ruang kota, dan merupakan bentuk pengendalian penggunaan
ruang

kota.Bangunan

gedung

sebagai

tempat

manusia

melakukan

kegiatannya, mempunyai peranan yang sangat strategis dalam pembentukan
watak, perwujudan produktivitas, dan jati diri manusia. Oleh karana itu,
penyelenggaraan bangunan gedung, pabrik dan lainnya perlu diatur dan dibina
demi kelangsungan dan peningkatan kehidupan serta gedung yang fungsional,
andal, berjati diri serta seimbang, serasi dan selaras dengan lingkungannya.
AMDAL mempelajari dampak pembangunan terhadap lingkungan dan
dampak lingkungan terhadap pembangunan juga didasarkan pada konsep
ekologi yang secara umum didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari
interaksi antara makhluk hidup dengan lingkungannya.Dalam mendirikan
sebuah bangunan untuk suatu usaha perlu adanya kajian yang lebih dalam
mengenai tempat yang akan ditempati agar tidak mencemari dan merusak
lingkungan sekitar.

Pada pasal 14 menyebutkan instrumen– instrumen

17

17Prof.

Dr. Takdir Rahmadi, S.H., LLM. Hukum Lingkungan di Indonesia. Ed.1.
Maret 2014. hlm.85.

21

pencegahan

pemcemaran dan kerusakan lingkungan hidup

yang pada

dasarnya adalah juga ssebagai instrumen pengelolaan lingkungan hidup karena
pengelolaan lingkungan hidup dimaksudkan juga untuk mencegah dan
mengatasi masalah pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup. Aturan
penyelenggaraan bangunan gedung melewati beberapa 3 proses. Pertama,
pemilik bangunan atau perencana arsitekur yang diberi kuasa bermaterai
mengajukan permohonan IMB yang telah disediakan oleh pemerintah daerah
dengan melampirkan dokumen administratif, dokumen teknis, serta surat-surat
pendukung yang terkait.
DAFTAR PUSTAKA
Soemarwoto, Otto. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan. Yogyakarta: Gadjah
Mada Press, 2014.
Daftar dokumen rencana pengelolaan lingkungan (RKL) PT.IPU 2006:I:1.
M, Sastra Suparno dan Endy Marlina. Perencanaan Dan Pengembangan
Perumahan.Yogyakarta: C.V Andi Offset, 2007.
Sutedi, Adrian. Hukum Perizinan: Dalam Sektor Pelayanan Publik. Jakarta: Sinar
Grafika, 2010.
Ismail Zubir, Zoning Regulation : Instrumen yang Diperlukan dalam Rangka
Reformasi Penataan Ruang, REGOM, Edisi ke-XI, Desember 2000.
Otto Soemarwoto, Analisis Dampak Lingkungan, Cet ke-4, Gajah Mada
University Press, Yogyakarta 1991.
Munadjad Danusaputro, Hukum Lingkungan buku II Nasional, Bina Cipta
cetakan ke II, 1985.
Ka-Kadal, Kawasan Industri Candi oleh PT.IPU Smg, 2006.
Koesnadi Hardjosoemantri, Hukum tata lingkungan, Gajah Mada University,
edisi kedelapan, cetakan kedelapan belas, 2005.
Leden Marpaung, Tindak Pidana Lingkungan Hidup dan Masalah Prevensinya,
Sinar Grafika, Jakarta 1997.
Prof. Dr. Takdir Rahmadi, S.H., LLM. Hukum Lingkungan di Indonesia. Ed.1.
Maret 2014. hlm.85
Melanie, Shaskhia Ina. “Analisis Pemberian Izin Mendirikan Bangunan”. Skripsi
Sarjana, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, Depok, Juni
2012.

22

Aruminingtyas, Dyah. “Model Partisipasi Masyarakat Dalam Implementasi
Penerbitan Ijin Mendirikan Bangunan (IMB) Berdasarkan Perspektif Asas-Asas
Umum Pemerintahan yang Baik Di Kota Semarang”. UNNES LAW JOURNAL,
Semarang, 2014.
Hartono.“PEMBANGUNAN

KAWASAN

INDUSTRI

MENURUT

KAJIAN

HUKUM

LINGKUNGAN”. Tesis Program Pasca Sarjana Ilmu Hukum Fakultas hukum
UNDIP, Semarang, 2007.
Dwi Iriani, KEBIJAKAN PEMERINTAH KOTA MALANG DALAM PEMBERIAN IZIN
PEMBANGUNAN APARTEMEN KEPADA PENGEMBANG DI WILAYAH KELURAHAN
PENANGGUNGAN (MALANG GOVERNMENT POLICY DEVELOPMENT OF LICENSE
TO DEVELOPER APARTMENTS IN THE PENANGGUNGAN VILLAGE). Jurusan
Hukum dan Kewarganegaraan, FIS, Universitas Negeri Malang, 2015. Hlm. 1-9.

23