Makalah Metamorf yang diiajukan sebagai
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Di bumi terdapat banyak sekali kandungan sumber daya alam,
diantaranya yaitu batuan . Batuan mempunyai manfaat yang sangat penting
bagi kehidupan manusia.
Batuan adalah kumpulan dari mineral-mineral yang menjadi satu. Bisa
terdiri dari satu atau lebih mineral. Sedangkan mineral adalah substansi yang
terbentuk karena kristalisasi dari proses geologi, yang memiliki komposisi
fisik dan kimia.
.
Batuan dan mineral merupakan sumber daya alam yang banyak
dibutuhkan dan digunakan untuk kehidupan manusia, sebagai bahan dasar
industri. Batuan terbentuk dari kumpulan magma yang membeku di
permukaan bumi dan berakhir menjadi berbagai jenis batuan. Sedangkan
mineral terbentuk secara anorganik, mempunyai komposisi kimia pada batasbatas tertentu dan memiliki atom-atom yang tersusun secara teratur, mineral
merupakan komponen batuan yang membentuk lapisan kerak bumi.
Batuan penyusun kerak bumi berdasarkan kejadiannnya (genesis),
tekstur, dan komposisi mineralnya dapat dibagi menjadi 3, yaitu : Batuan beku
(Igneous
Rocks),
Batuan
sedimen
(Sedimentary
Rocks),
Batuan
metamof/malihan (Metamorphic Rocks). Dalam makalah ini membahas
mengenai batuan metamorf.
1.2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka didapatkanlah identifikasi masalah
1. Pengertian Batuan Metamorf ;
2. Asal Batuan Metamorf ;
1
3. Pembentukan Batuan Metamorf ;
4. Mendeskripsikan Batuan Metamorf ;
5. Manfaat Batuan Metamorf ;
1.3 Batasan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah di atas maka didapatkan batasan masalah
berikut.
1. Pengertian Batuan Metamorf ;
2. Pembentukan Batuan Metamorf ;
3. Mendeskripsikan Batuan Metamorf ;
4. Manfaat Batuan Metamorf ;
1.4 Rumusan Masalah
Berdasarkan batasan masalah di atas maka didapatkan rumusan masalah
1. Apakah Pengertian dari Batuan Metamorf ?
2. Bagaimanakah Pembentukan Batuan Metamorf ?
3. Bagaimanakah Mendeskripsikan Batuan Metamorf ?
4. Apa sajakah Manfaat dari Batuan Metamorf ?
1.5 Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah di atas maka didapatkan tujuan
1. Memiliki pemahaman dan pengertian tentang batuan metamorf ,
2. Memiliki pemahaman mengenai mendeskripsikan batuan metamorf ,
3. Memiliki pemahaman mengenai mengklasifikasi batuan metamorf ,
4. Memiliki keterampilan untuk mendeskripsikanbatuan metamorf secara
cepat ,
5. Memiliki kepekaan terhadap aplikasi batuan dalam kehidupan sehari-hari
2
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian Teori
2.1.1. Pengertian Batuan Metamorf
Batuan yang mengalami penambahan tekanan (P) atau temperatur
(T) atau kenaikan (P) dan (T) secara bersamaaan sehingga mengalami
perubahan susunan mineraloginya (susunan kimianya tetap) yang
berlangsung dari fase padat ke fase padat tanpa mengalami fase cair.
2.1.2. Asal Batuan Metamorf
Batuan Metamorf berasal dari bahasa Yunani “Meta” berarti
“Perubahan” dan “Morphe” berarti “Bentuk”. Merupakan hasil transportasi
atau perubahan atau rekristalisasi dalam keadaan padat dari batuan beku,
sedimen, dan bahkan metamorf.
Perubahan meliputi kondisi fisika dan kondisi kimia, terutama panas
(Temperatur), tekanan dan pengenalan pada cairan kimia aktif dan gas.
Aktivitas metamorfisme ini juga dapat mengubah komposisi mineral
termasuk pembentukan mineral baru.
Batuan asli yang sudah ada sebelumnya, Namun dipengaruhi oleh
perubahan metamorf disebut protolith peningkatan suhu pada bagian dalam
bumi yang bisa sangat tinggi, sehingga dapat menyebabkan batu mengalami
3
pelelehan secara keseluruhan atau sebagian atau secara keseluruhan. Akibat
dari metamorfisme ini menyebabkan hilangnya perbedaan tajam antara
batuan beku dengan batuan sedimen dan mineral-mineral pelengkap
metamorfisme, seperti kemungkinan dolerites akan bergabung menjadi
hornblende sekis dan batugamping berubah menjadi marmer.
2.1.3. Pembentukan Batuan Metamorf
Batuan beku dan sedimen dibentuk akibat interaksi dari proses kimia,
fisika,
biologi
dan
kondisi-kondisinya
di
dalam
bumi
serta
di
permukaannya. Bumi merupakan sistim yang dinamis, sehingga pada saat
pembentukannya, batuan-batuan mungkin mengalami keadaan yang baru
dari kondisi-kondisi yang dapat menyebabkan perubahan yang luas di
dalam tekstur dan mineraloginya. Perubahan-perubahan tersebut terjadi
pada tekanan dan temperatur di atas diagenesa dan di bawah pelelehan,
maka akan menunjukkan sebagai proses metamorfisme.
Suatu batuan mungkin mengalami beberapa perubahan lingkungan
sesuai dengan waktu, yang dapat menghasilkan batuan polimetamorfik.
Sifat-sifat yang mendasar dari perubahan metamorfik adalah batuan
tersebut terjadi selama batuan berada dalam kondisi padat. Perubahan
komposisi di dalam batuan kurang berarti pada tahap ini, perubahan
tersebut adalah isokimia yang terdiri dari distribusi ulang elemen-elemen
lokal dan volatil diantara mineral-mineral yang sangat reaktif. Pendekatan
umum untuk mengambarkan batas antara diagenesa dan metamorfisme
adalah menentukan batas terbawah dari metamorfisme sebagai kenampakan
pertama dari mineral yang tidak terbentuk secara normal di dalam sedimensedimen permukaan, seperti epidot dan muskovit. Walaupun hal ini dapat
dihasilkan dalam batas yang lebih basah. Sebagai contoh, metamorfisme
shale yang menyebabkan reaksi kaolinit dengan konstituen lain untuk
menghasilkan muskovit. Bagaimanapun juga, eksperimen-eksperimen telah
menunjukkan bahwa reaksi ini tidak menempati pada temperatur tertentu
tetapi terjadi antara 200°C – 350°C yang tergantung pada pH dan
kandungan potasium dari material-material disekitarnya. Mineral-mineral
4
lain yang dipertimbangkan terbentuk pada awal metamorfisme adalah
laumonit, lawsonit, albit, paragonit atau piropilit. Masing-masing terbentuk
pada temperatur yang berbeda di bawah kondisi yang berbeda, tetapi secara
umum terjadi kira-kira pada 150°C atau dikehendaki lebih tinggi. Di bawah
permukaan, temperatur di sekitarnya 150°C disertai oleh tekanan lithostatik
kira-kira 500 bar.
Batas atas metamorfisme diambil sebagai titik dimana kelihatan
terjadi pelelehan batuan. Di sini kita mempunyai satu variabel, sebagai
variasi temperatur pelelehan sebagai fungsi dari tipe batuan, tekanan
lithostatik dan tekanan uap. Satu kisaran dari 650°C – 800°C menutup
sebagian besar kondisi tersebut. Batas atas dari metamorfisme dapat
ditentukan oleh kejadian dari batuan yang disebut migmatit. Batuan ini
menunjukkan kombinasi dari kenampakan tekstur, beberapa darinya muncul
menjadi batuan beku dan batuan metamorf yang lain.
Gambar 1 memperlihatkan batuan asal yang mengalami
metamorfisme tingkat rendah – medium dan tingkat tinggi (O’Dunn dan
Sill, 1986).
Pembentukan batuan metamorf selain didasarkan pada tingkat
malihannya juga didasarkan pada penyebabnya. Berdasarkan penyebabnya
batuan metamorf dibagi menjadi tiga yaitu (1) Metamorfisme kontak/
termal,
pengaruh
T
dominan;
kataklastik/dislokasi/kinematik,
(2)
pengaruh
5
Metamorfisme
P
dominan;
dinamo/
dan
(3)
Metamorfisme regional, terpengaruh P & T, serta daerah luas.
Metamorfisme kontak terjadi pada zona kontak atau sentuhan langsung
dengan tubuh magma (intrusi) dengan lebar antara 2 – 3 km. Metamorfisme
dislokasi terjadi pada daerah sesar besar/ utama yaitu pada lokasi dimana
masa batuan tersebut mengalami penggerusan. Sedangkan metamorfisme
regional terjadi pada kulit bumi bagian dalam dan lebih intensif bilamana
diikuti juga oleh orogenesa. penyebaran tubuh batuan metamorf ini luas
sekali mencapai ribuan kilometer.
Gambar 2 memperlihatkan lokasi batuan metamorf (Gillen, 1982).
2.1.4. Metamorfisme
Metamorfisme adalah proses perubahan mineralogi batuan pada
kondisi padat(solid), akibat perbedaan suhu dan tekanan pada kondisi
tertentu dengan kondisi baru.Proses ini diluar proses pelapukan dan
diagenesa (Wingkler, 1967 di dalam Mulyo, 2013). Jadi batuan metamorf
merupakan batuan-batuan yang terbentuk dari proses perubahan batuan asal
(batuan beku maupun sedimen), baik perubahan bentuk atau struktur
maupun susunan mineralnya akibat pengaruh tekanan dan/atau temperatur
yang sangat tinggi, sehingga menjadi batuan yang baru. Proses
metamorfisme ini berlangsung dalam kondisi isokimia.
6
Menurut Doe, 2013 Metamorfisme dibagi menjadi tiga macam,
yaitu:
1. Metamorfisme termal
Batuan metamorf yang terbentuk pada zone kontak dengan magma,
intrusi maupun ekstrusi, yang memiliki tekanan 1.000 - 3.000 atm dan suhu
300°C -800°C.
2. Metamorfisme dinamo
Proses metamorfisme yang membentuk batuan terjadi pada daerah
yang mengalami pensesaran intensif atau tekanan yang tinggi.
3. Metamorfisme regional
Batuan
metamorf
yang
terbentuk
dihasilkan
oleh
proses
metamorfisme pada daerah yang luas akibat orogenesis, yang memiliki
tekanan dan suhu yang tinggi.
Metamorfosa ini dibedakan menjadi tiga
yaitu: metamorfosa orogenik, burial, dan dasar samudera (ocean-floor).
Gambar 3 Lokasi dan tipe metamorfisme
2.1.5. Jenis Metamorfisme
Berdasarkan kenampakan hasil metamorfisme pada batuan, prosesnya
dapat dikelompokkan menjadi deformasi mekanik (mechanical deformation)
dan rekristalisasi kimia (chemical recrystalisation). Deformasi mekanik
menghancurkan, menggerus dan membentuk foliasi. Rekristalisasi kimia,
7
merupakan proses perubahan komposisi mineral serta pembentuk-an
mineral-mineral baru, dimana H2O dan CO2 terlepas akibat kenaikan suhu.
Perbedaan jenis metamorfime mencerminkan perbeda-an tingkat atau derajat
kedua proses itu.
1 Metamorfisme Kataklastik (Cataclastic Metamorphism)
Kadang-kadang deformasi mekanik pada meta-morfisme dapat
berlangsung tanpa disertai rekristalisasi kimia. Meskipun hal ini jarang
terjadi namun apabila terjadi, sifatnya hanya setempat-setempat saja.
Misalnya batuan berbutir kasar, granit, jika mengalami deferensial stress
yang kuat, butiran mineralnya hancur dan juga menjadi halus. Deformasi
ini terjadi pada batuan yang bersifat regas (britle) dan dinamakan
metamorfisme kataklastik. Apabila metamofisme berlanjut maka butiran
dan fragmen batuan akan menjadi lonjong (elongated), dan berkembanglah
foliasi.
2 Metamorfisme Kontak (Contact Metamorphism)
Metamorfisme kontak terjadi akibat intrusi tubuh magma panas
pada batuan yang dingin dalam kerak bumi. Akibat kenaikan suhu, maka
rekristalisasi kimia memegang peran utama. Sedangkan deformasi
mekanik sangat kecil, bahkan tidak ada, karena stress disekitar magma
relatif homogen. Batuan yang terkena intrusi mengalami pemanasan dan
termetamorfosa, membentuk satu lapisan disekitar terobosan yang
dinamakan aureole metamorphic, batuan ubahan. Tebal lapisan batuan
ubahan pada metamorfisme kontak tergantung pada besarnya tubuh intrusi
dan kandungan H2O didalam batuan yang diterobos. Misalnya pada korok
atau sill lapisannya hanya beberapa meter, tetapi tanpa H 2O hanya
beberapa centimeter lebarnya. Batuan metamorf kontak yang terjadi, keras
terdiri dari mineral berbutir seragam dan halus yang saling mengunci
(interlocking), dinamakan Hornfels. Pada terobosan besar, bergaris tengah
sampai ribuan meter mempunyai energi panas jauh lebih besar dari pada
terobosan kecil, dan dapat mengandung banyak uap H2O. Aureol yang
terbentuk dapat sampai ratusan meter lebarnya dan berbutir kasar. Didalam
8
aureol metamorf lebar ini yang telah dilalui cairan, terjadi zonasi
himpunan mineral yang konentris. Zona himpunan mineral ini mencirikan
kisaran suhu tertentu. Dekat dengan terobosan, dimana suhu sangat tinggi,
dijumpai mineral-mineral anhidrous, garnet dan piroksen. Kemudian
dijumpai mineral-mineral hidrous seperti amfibol dan epidot. Selanjutnya
mika dan klorit, gambar 4. Zonasi himpunan-himpunan mineral tersebut
tekstunya tergantung pada komposisi kimia batuan yang diterobos, cairan
yang melaluinya serta suhu dan tekanan.
Gambar 4 Metamorfisme Kontak
Metamorfisme kontak sekitar suatu intrusi porfiri granit. Komposisi batu
gamping terubah oleh cairan yang keluar dari granit yang mendingin,
menghasilkan metamorfisme aureole. Mineral-mineral baru membentuk
satu seri kulit konsentris dalam aureole, masing-masing dengan
himpunan mineral yang khas. Lanau diantara lapisan batu gamping
yang impervious tidak terpengaruh kecuali bersentuhan dengan granit
membentuk lapisan tipis hornfels (Skinner, 1992)
3 Metamorfisme Timbunan (Burial Metamorphism)
Sedimen bersama perselingan piroklastik yang tertimbun sangat
dalam pada cekungan dapat mencapai suhu 3000 atau lebih. Adanya H2O
yang terperangkap dalam pori-pori sedimen mempercepat proses
rekristalisasi kimia dan membantu pembentuk-an mineral-mineral baru.
Oleh karena sedimen yang mengandung air lebih bersifat cair dari pada
padat, maka tegasan (stress) yang bekerja lebih bersifat homogen, bukan
9
deferensial. Akibatnya pada metamorfisme timbunan pengaruh deformasi
mekanik kecil sekali sehingga teksturnya mirip dengan batuan asalnya,
meskipun himpunan mineralnya sama sekali berbeda.
Ciri khas untuk metamorfisme ini adalah kelompok mineral zeolit, yang
merupakan kelompok mineral berstruktur kristal polymer silikat. Komposisi
kimianya sama dengan kelompok felspar, yang juga mengandung H 2O.
Metamorfisme timbunan merupakan tahap pertama setelah diagenesa, terjadi
pada cekungan sedimen yang dalam, seperti palung-palung pada batas lempeng.
Apabila suhu dan tekanan naik, maka metamorfisme timbunan meningkat
menjadi metamorfisme regional.
4 Metamorfisme Regional
Batuan metamorf yang umum dijumpai pada kerak benua dengan
penyebaran yang sangat luas, sampai puluhan ribu kilometer persegi,
dibentuk oleh proses metamorfisme regional. Pada metamorfisme ini
melibatkan juga deformasi mekanik selain rekristalisasi kimia. Oleh karena
itu batuannya memperlihatkan adanya foliasi.
Batuan metamorf regional pada umumnya dijumpai pada deretan
pegunungan atau yang sudah tererosi, berupa batu sabak (slate), filit, sekis
dan gneiss. Deretan pegunungan dengan batuan metamof regional
terbentuk akibat subduksi atau tumbukan (collision) kerak benua. Pada
saat tumbukan benua, batuan sedimen sepanjang batas lempeng mengalami
diferensial stress yang intensif.
Dan mengakibatkan berkembangnya foliasi yang khas pada
batusabak, sekis, dan gneiss. Sekis hijau dan amfibolit juga merupakan
hasil metamorfisme regional, umumnya dijumpai dimana segmen kerak
samudra purba yang berkomposisi basaltis bersatu dengan kerak benua dan
kemudian
termetamorfosa.
Gambar
5
memperlihatkan
bagaimana
terjadinya metamorfisme regional.
Saat satu segmen kerak mengalami stress, kompresi horizontal,
batuan dalam kerak terlipat dan melenglung (buckling). Akibatnya kerak
10
akan menebal pada satu tempat, seperti diperlihatkan pada gambar 5.
Dasar kerak yang menebal akan terdorong lebih kedalam selubung.
Akibatnya bagian dasar kerak tersebut mengalami peningkatan
suhu dan tekanan, dan mineral-mineral baru mulai tumbuh. Aliran panas
dari dasar keatas sangat lambat karena batuan bukan penghantar panas
yang baik. Pencapaian panas sangat bergantung pada kedalaman dan waktu
batuan yang terbenam dalam timbunan yang menebal. Bila perlipatan dan
penebalan berlangsung sangat lambat, pemanasan timbunan sesuai dengan
suhu pada bagian batas mantel dan kerak (gradient geotermal benua).
Sedangkan jika penimbunan berlangsung sangat cepat, seperti halnya pada
daerah subduksi, sedimen tertarik dan terseret kebawah , timbunan
sedimen tidak sempat mengalami pemanasan, sehingga peran tekanan
lebih besar dibandingkan dengan suhu.
Berdasarkan kecepatan penimbunan, dari batuan yang sama, dapat
terjadi dua batuan metamorf yang berbeda, karena perbedaan suhu dan
tekanan yang mempengaruhinya.
Gambar 5 Metamorfisme Regional
Kompresi menyebabkan kerak terdeformasi dan menebal. Pada bagian
bawah massa yang menebal terjadi metamorfose regional. (Skinner,
1992)
11
2.1.6. Zona Metamorfisme
Derajat metamorfisme dicirikan oleh himpunan mineral baru yang
tumbuh pada kondisi tertentu (derajat rendah, menengah dan tinggi).
Mineral-mineral tersebut dinamakan mineral indeks, umumnya adalah
klorit, biotit, garnet, staurolit, kyanit,dan silimanit. Tempat-tempat
pemunculan pertama mineral indeks diplot pada peta.
Garis yang menghubungkan lokasi-lokasi di awal pemunculan
mineral indeks yang sama dinamakan garis-isograd. Konsep isograd
banyak digunakan dalam mempelajari semua jenis batuan metamorfosa.
Dan daerah diantara garis isograd dalam peta dinamakan zona
metamorfisme, misalnya zona-biotit dan sebagainya.
2.1.7. Fasies Metamorfisme
Hasil pengamatan batuan metamorf diberbagai tempat di bumi
memperlihatkan bahwa komposisi kimia batuan metamorf hanya sedikit
terubah oleh proses metamorfisme. Perubahan utama yang terjadi adalah
bertambah atau berkurangnya volatile, H2O dan CO2, tetapi bahan
utamanya, seperti SiO2, Al2O3 dan CaO tidak berubah. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa himpunan mineral batuan metamorf dari batuan
sedimen atau batuan beku ditentukan oleh suhu dan tekanan saat
metamorfisme berlangsung. Berdasarkan kesimpulan ini, Pennti Eskola
dari Finlandia (1915), mengusulkan konsep fasies metamorfisme. Yang
intinya menyatakan bahwa dari komposisi batuan tertentu, himpunan
mineral yang mencapai keseimbangan selama metamorfisme dibawah
kisaran kondisi fisik tertentu, termasuk dalam fasies metamorfisme yang
sama.
Prinsip
fasies
metamorfisme,
bersamaan
dengan
geotermal dan kondisi geologi diperlihatkan dalam gambar 6.
12
gradient
Gambar 6 Fasies Metamorfisme
fasies metamorfis-me di plott berdasrkan suhu dan kedalaman. Kurva A
merupakan gradient suhu yang khas sekitar intrusi batuan beku yang
menye-babkan metamorfose kontak. Kurva B adalah gradient geotermal
normal unutk benua. Kurva C adalah gradient geotermal yang berkembang
di zona subduksi. Fasies zeolit berimpit dengan kondisi diagenesis pada suhu
dan tekanan (Skinner, 1992).
Fasies
metamorfisme
adalah
sekelompok
batuan
yang
termetamorfosa pada kondisi yang sama yang dicirikan oleh kumpulan
mineral yang tetap. Konsep ini pertama kali diperkenalkan oleh Pennti
Eskola tahun 1915. Dalam hal ini, Pennti Eskola mengemukakan bahwa
kumpulan mineral pada batuan metamorf merupakan karakteristik genetik
yang sangat penting sehingga terdapat hubungan antara kelompok mineral
dengan komposisi batuan pada tingkat metamorfosa tertentu. Dalam hal ini
berarti tiap fasies metamorfik dibatasi oleh tekanan dan temperature
tertentu serta dicirikan oleh hubungan teratur antar komposisi kimia dan
mineralogi batuan.
Fasies metamorfisme juga bisa dianggap sebagai hasil dari
proses isokimia metamorfisme, yaitu proses metamorfisme yang terjadi
tanpa adanya penambahan unsur-unsur kimia yang dalam hal ini komposisi
kimianya tetap. Penentuan fasies metamorf dapat dilakukan dengan dua
13
cara yakni dengan cara menentukan mineral penyusun batuan atau dengan
menggunakan reaksi metamorf yang dapat diperoleh dari kondisi tekanan
dan temperature tertentu dari batuan metamorf.
Jadi, fasies metamorfisme intinya menyatakan bahwa pada
komposisi
batuan
tertentu,
kumpulan
mineral
yang
mencapai
keseimbangan selama metamorfisme di bawah kisaran kondisi fisik
tertentu, termasuk dalam fasies metamorfisme yang sama. Prinsip fasies
metamorfisme bersamaan dengan gradien hidrotermal dan kondisi geologi.
Gambar 7 Diagram Fasies Metamorf
Untuk
mengklasifikasikan
batuan
metamorf,
kita
dapat
menggunakan
klasifikasi dari perbedaan fasies. Fasies sendiri merupakan
himpunan batuan yang terdiri dari sekumpulan paragenesis mineral yang
terbentuk pada kondisimetamorphosis yang sama (Eskola, 1915)
14
2.1.8 Metasomatisme
Proses metamorfisme berkaitan dengan komposisi tetap dan sejumlah
cairan yang relatif sedikit.
Sedikitnya cairan disebabkan volume pori-pori batuan yang
termetamorf kecil, dan pelepasan H2O dan CO2 dari mineral-mineral yang
termetamof berlangsung lambat dibandingkan keluar dengan segera. Oleh
karena itu hanya cukup untuk proses metamorf, dan tidak cukup untuk
melarutkan dan mengubah komposisi batuan.
Pada kondisi tertentu perbandingan air dan batuan dapat besar, 10 : 1
bahkan sampai 100 : 1, misalnya mengalirnya cairan yang banyak melalui
rekahan terbuka pada batuan. Batuannya dapat terubah (altered) secara
drastis oleh penambahan ion-ion baru, melarutkan batuan atau keduaduanya.
Proses dimana komposisi kimia batuan terubah oleh penambahan
atau pelepasan (removal) ion-ion dinamakan metasomatisme (meta berarti
berubah dan soma, dari bahasa Latin yang berarti juice). Biasanya
metasomatisme berasosiasi dengan metamorfose kontak, terutama dengan
batu gamping, gambar 3.4. Cairan metasomatisme yang dilepaskan magma
yang mendingin, menembus batuan yang termetamorf. Karena boleh jadi
cairannya membawa bahan-bahan seperti silika, besi, dan magnesium
dalam larutan, komposisi batu gamping yang dekat dengan magma yang
mendingin dapat terubah dengan drastis, dan yang diluar jangkauan cairan
tidak terubah. Tanpa adanya penambahan material, batu gamping menjadi
marmer, tetapi akibat metasomatisme berubah menjadi himpunan garnet,
pyroksen hijau, dinamakan diopsit dan kalsit.
2.1.9 Larutan Hidrotermal dan Cebakan Mineral
Cairan yang menyebabkan metasomatisme kaya akan H 2O dan
bersuhu 2500 C atau lebih dinamakan larutan hidrotermal (dari bahasa
Yunani, hidro- air dan termal - panas). Larutan hidrotermal membentuk
15
urat-urat (veins) dengan mengendapkan bahan yang terlarut seperti kwarsa
atau kalsit dalam rekahan-rekahan.
Selain itu dapat juga menghasilkan ubahan pada batuan yang
dialirinya. Larutan hidrotermal mempunyai peranan penting dalam
pembentukan cebakan mineral berharga., dengan membentuk urat-urat dan
alterasi batuan. Cebakan mineral berharga hasil larutan hidrotermal lebih
banyak dijumpai dari pada tipe lainnya. Komposisi utama larutan
hidrotermal adalah air.
Dalam airnya selalu mengandung garam-garam, sodium khlorida,
potasium khlorida, kalsium sulfat, dan kalsium khloride. Kadar garam
terlarut bervariasi, berkisar dari salinitas air laut, 3.5 persen berat, sampai
puluhan kalinya. Larutan yang sangat ‘asin’ (barin) dapat melarutkan
sedikit mineral-mineral yang tampaknya tidak larut, seperti emas,
khalkopyrit, galena dan sfalerit.
Larutan hidrotermal terjadi dalam beberapa cara. Salah satunya
adalah saat magma yang terjadi oleh peleburan parsial basah yang
mendingin dan mengkristal, air yang menyebabkan peleburan parsial basah
dilepaskan. Namun tidak sebagai air murni, tapi mengandung semua unsur
yang dapat larut yang terdapat dalam magma, seperti NaCl, dan unsur-unsur
kimia, emas, perak, tembaga, timbal, zinc, merkuri dan molybdinum, yang
tidak terikat kwarsa, feldspar, dan mineral lain dengan substitusi ion.
Suhu yang tinggi meningkatkan efektivitas larutan sangat asin ini
untuk membentuk endapan mineral hidrotermal. Volkanisme dan panas
merupakan satu kesatuan. Oleh karena itu wajar bila banyak endapan
mineral berasosiasi dengan batuan volkanik panas yang dimasuki air yang
bersirkulasi di kedalaman, yang berasal dari air hujan atau air laut. Banyak
sekali endapan mineral dijumpai pada bagian atas tumpukan volkanik, yang
diendapkan saat larutan hidrotermal yang bergerak naik, mendingin dan
mengendapkan mineral bijih.
16
2.1.10 Tektonik Lempeng, Metamorfisme dan Metasomatisme
Metamorfisme regional terjadi pada batas subduksi lempeng,
seperti terlihat pada gambar .
Metamorfisme timbunan (burial metamorphisml) terjadi pada
bagian bawah tumpukan tebal sedimen yang terakumulasi pada paparan
benua (continental shelf) dan lereng benua (continental slope).
Suhu dan tekanan karakteristik untuk fasies metamorfosis sekis
biru dan eklogit tercapai saat batuan kerak tertarik kebawah dengan cepat
oleh lempeng yang menunjam. Pada kondisi demikian tekanan naik lebih
cepat dibandingkan dengan suhu dan hasilnya adalah batuan metamorf
tekanan tinggi - suhu rendah, fasies metamorf sekis biru dan eklogit.
Kondisi karakteristik fasies metamorf sekis hijau dan amfibolit terdapat
dimana kerak menebal akibat tumbukan benua atau pemanasan oleh magma
yang naik. Tumbukan benua umumnya merupakan penyebab metamorfisme
regional dan aktivitas magma.
Magma yang menghasilkan gunung api strato terjadi oleh
peleburan parsial basah kerak samudra yang menunjam. Magma juga
merupakan sumber panas untuk larutan hidrotermal yang menghasilkan
endapan bijih.
Adanya sumber-daya mineral di bumi, adalah berkat kombinasi
proses-proses magmatik, metamorfisme, dan metasomatik, yang semuanya
terjadi akibat tetonik lempeng.
17
Gambar 8 Diagram Batas Lempeng
Gambar 8 Tektonik Lempeng, Metamorfisme Dan Metasomatisme
Diagram batas lempeng konvergen, memperlihatkan daerah-daerah
metamorfisme yang berbeda. Garis putus-putus memperlihatkan kotur
suhu. (1) Zona metamorfisme timbunan. (2) Zona metamorfisme sekis biru
dan eklogit. Gradient geotermal C pada Gambar 3.6. (3) Zona
metamorfisme sekis hijau dan amfibolit. Gradient geotermal B pada
Gambar 3.6. Dan (4) Zona dimana peleburan parsial basah mulai (Skinner,
2.1.11 Proses metamorfisme
Proses metamorfisme, meliputi:
1. Proses perubahan fisik yang menyangkut struktur dan tekstur oleh
tenaga kristaloblastik (tenaga dari sedimen-sedimen kimia untuk
menyusun susunan sendiri).
2. Proses-proses perubahan susunan mineralogi, sedangkan susunan
kimianya tetap (isokimia) tidak ada perubahan komposisi kimiawi, tapi
hanya perubahan ikatan kimia.
Tahap-tahap proses metamorfisme:
1.) Rekristalisasi
Proses ini dibentukoleh tenaga kristaloblastik, di sini terjadi
penyusunan kembali kristal-kristal dimana elemen-elemen kimia
yang sudah ada sebelumnya.
18
2.) Reorientasi
Proses ini dibentuk oleh tenaga kristaloblastik, di sini
pengorientasian kembali dari susunan kristak-kristal, dan ini akan
berpengaruh pada tekstur dan struktur yang ada.
3.) Pembentukan mineral-mineral baru
Proses ini terjadi dengan penyusunan kembali elemenelemen kimiawi yang sebelumnya sudah ada.
a. Dalam metamorfosa yang berubah adalah : tekstur dan asosiasi
mineral, yang tetap adalah komposisi kimia dan fase padat (tanpa
melalui fase cair).
b. Teksturnya selalu mereflesikan sejarah pembentukannya.
c. Ditinjau dari perubahan P & T, dikenal :
1) Progresive metamorfosa
: perubahan dari P & T rendah
ke P & T tinggi.
2) Retrogresive metamorfosa : perubahan dari P & T tinggi ke
P & T rendah.
Kondisi yang mengontrol metamorfosa/mempengaruhi rekristalisasi dan
tekstur.
1) Tekanan
:
- Tekanan Hidrostatik
- Tekanan searah (stress)
Di sini dikenal 2 kelompok mineral yaitu :
a. Stress mineral : yaitu mineral-mineral yang tahan terhadap
tekanan.
Contoh : staurolit, kinit
b. Anti stress mineral : yaitu mineral-mineral yang jarang dijumpai
pada batuan yang mengalami stress.
Contoh : olivin, andalusit
19
2) Temperatur
: pada umumnya perubahan temperatur jauh lebih
efektif daripada perubahan tekanan dalam hal pengaruhnya bagi
perubahan mineralogi.
Katalisator : berfungsi mempercepat reaksi, terutama pada
metamorfose bertemperatur rendah.
Ada 2 hal yang dapat mempercepat reaksi yaitu :
(a) Adanya larutan-larutan kimia yang berjalan antar ruang butiran.
(b) Deformasi batuan, dimana batuan pecah-pecah menjadi fragmenfragmen kecil sehingga memudahkan kontak antar larutan nimia
dengan fragüen-fragmen.
3) Fluid
4) Komposisi
Proses metamorfisme membentuk batuan yang sama sekali
berbeda dengan batuan asalnya, baik tekstur maupun komposisi
mineral. Mengingat bahwa kenaikan tekanan atau temperatur akan
mengubah mineral bila batas kestabilannya terlampaui, dan juga
hubungan antar butiran / kristalnya. Proses metamorfisme tidak
mengubah komposisi kimia batuan. Oleh karena itu disamping
faktor tekanan dan temperatur, pembentukan batuan metamorf ini
jika tergantung pada jenis batuan asalnya.
2.1.12 Agen-agen Metamorfisme
Adapun agen-agen metamorfisme yaitu:
1. Suhu (temperatur).
Suhu atau temperatur merupakan agen atau faktor pengontrol yang
berperan dalam proses metamorfisme. Kenaikan suhu dan temperatur
dapat menyebabkan terjadinya perubahan dan rekristalisasi atau
pengkristalan kembali mineral-minerl dalam batuan yang telah ada dengan
tidak melalui fase cair. Pada kondisi ini temperatur sekitar 350 – 1200
derajat celcius.
20
2. Tekanan (Pressure).
Tekanan atau pressure merupakan faktor pengontrol atau agen dari
proses metamorfisme. Kenaikan tekanan dapat menyebabkan terjadinya
perubahan dan rekristalisasi pada mineral dalam batuan yang telah ada
sebelumnya. Pada kondisi ini tekanan sekitar 1-10.000 bar (Jackson) =
(0,9869) atm. Ada dua tipe tekanan yaitu :
1) Tekanan Statis, yaitu tekanan yang disebabkan oleh berat batuan
diatasnya. Makin dalam letak batuan maka semakin besar tekanan
statisnya.
2) Tekanan Dinamis, yaitu tekanan yang dihasilkan oleh pergerakan kerak
bumi atau tektonisme.
Daerah suhu dan tekanan (sesuai dengan kedalaman) dimana
metamorfisme berlangsung pada kerak Pada suhu dan tekanan
rendah, berlangsung diagenesa dan pelapukan (suhu dan tekanan
normal). Pada suhu tertinggi , magmatisme dan metamorfisme
bersamaan, tergantung kandungan H2O yang ada.
21
3. Cairan panas/aktivitas larutan kimia.
Pori-pori pada batuan sedimen atau batuan beku terisi oleh cairan,
yang merupakan larutan dari gas-gas, garam dan mineral yang terdapat
pada batuan yang bersangkutan. Pada suhu tinggi cairan intergranular ini
lebih bersifat uap dari pada cair, dan mempunyai peran penting dalam
metamorfisme. Dibawah suhu dan tekanan yang tinggi terjadi pertukaran
unsur dari larutan ke mineral-mineral dan sebaliknya. Fungsi cairan ini
merupakan media transport dari larutan ke mineral dan sebaliknya,
sehingga mempercepat proses metamorfisme. Dan jika tidak ada larutan
atau sadikit sekali, maka metamorfisme berlangsung lambat, karena
perpindahannya melalui diffusi antar mineral yang padat.
Aktivitas larutan kimia juga merupakan agen dari proses
metamorfisme. Adanya cairan panas/aktivitas larutan kimia dapat
menyebabkan terjadinya alterasi atau perubahan pada batuan yang telah
ada sebelumnya.
Berat dari sedimen-sedimen overburden akan berpengaruh kecil
pada transformasi, selain pemadatan dan litifikasi yang termasuk cairan
pelarut yang mengangkut material-material sekaligus berperan sebagai
pengikat butiran di batuan sedimen. Perubahan bentuk oleh gaya geser
dapat menjadi agen yang berpotensi dalam proses metamorfisme, kristal –
kristal besar dan mineral berukuran kerikil akan diratakan memanjang,
meratakan dan gaya ini juga merusak struktur asli mineral tersebut.
Peringkatan temperatur merupakan agen yang paling berpengaruh dalam
proses metamorfisme, ada tiga faktor yang menyebabkan peringkatan
temperatur pada litosfer
1. Panas Bumi meningkat secara bertahap kira-kira 25-30 C untuk setiap
penambahan kedalam 33-40 m
2. Efek dari panas tubuh magmatic yang dicetak dibagian dalam litosfer
3. gesekan tektonik dalam litosfer
22
4. Waktu
Untuk
mengetahui
berapa
lama
berlangsungnya
proses
metamorfisme tidaklah mudah dan sampai saat ini masih belum diketahui
bagaimana caranya. Dalam percobaan di laboratorium memperlihatkan
bahwa di bawah tekanan suhu tinggi serta waktu reasi yang lama akan
menghasilkan kristal dengan ukuran yang besar. Dan dalam kondisi yang
sebaliknya dihasilkan kristal yang kecil. Dengan demikian untuk
sementara ini disimpulkan bahwa batuan berbutir kasar merupakan hasil
metamorfisme dalam waktu yang panjang serta suhu dan tekanan yang
tinggi. Sebaliknya yang berbutir halus, waktunya pendek serta suhu dan
tekanan yang rendah. Batuan metamorf terbentuk akibat perubahan
tekanan dan atau temperatur, dalam keadaan padat serta tanpa merubah
komposisi
kimia
batuan
asalnya.
Proses
metamorfosa/malihan
dipengaruhi oleh komposisi batuan asal dan kondisi
metamorfosis.
2.1.13 Tekstur Batuan Metamorf
Tekstur batuan metamorf secara umum dibagi menjadi dua yaitu
tekstur kristaloblastik dan tekstur sisa (relict) (Mulyo, 2013).
• Tekstur kristaloblastik
Merupakan tekstur yang terbentuk oleh proses metamorfisme.
Tekstur ini sudah berbeda dengan tekstur batuan asalnya ( protolith ) .
Macam – macam tekstur kristaloblastik :
-
Lepidoblastik, adalah tekstur batuan metamorf dengan mineral –
mineral penyusun berbentuk tabular.
-
Nematoblastik, adalah tekstur batuan metamorf dengan mineral –
mineral penyusun berbentuk prismatik.
-
Granoblastik – granular, dalam tekstur ini tersusun oleh butiran
yang relatif equidimensional (granular) dengan batas kristal suture
( jackson, 1970 ).
23
- Granuloblastik, tekstur ini tersusun oleh butiran yang relatif
equidimensional (granular) dengan batas kristal unsuture.
- Granoblastik – polygonal,
- Dekusat, tekatur granoblastik dengan individu kristalnya cenderung
berbentuk subidioblastik, prismatik dan tersusun secara acak.
- Porpiroblastik, tektur dengan mineral besar di dalam mineral kecil
- Tekstur mortar, tektur batuan metamorf akibat penggerusan
• Tekstur sisa ( relict )
Merupakan tekstur batuan metamorf yang masih memperlihatkan
tekstur batuan asalnya.
Gambar 9 Tekstur batuan Metamorf
24
Gambar 10 Tekstur batuan metamorf (Compton, 1985).
A. Tekstur Granoblastik, sebagian menunjukkan tekstur mosaik;
B. Tekstur Granoblatik berbutir iregular, dengan poikiloblast di kiri atas;
C. Tekstur Skistose dengan porpiroblast euhedral; D. Skistosity dengan
domain granoblastik lentikuler; E. Tekstur Semiskistose dengan meta
batupasir di dalam matrik mika halus; F. Tekstur Semiskistose dengan
klorit dan aktinolit di dalam masa dasar blastoporfiritik metabasal; G.
Granit milonit di dalam proto milonit; H. Ortomilonit di dalam
ultramilonit; I. Tekstur Granoblastik di dalam blastomilonit.
2.1.14 Struktur Batuan Metamorf
Secara umum struktur batuan metamorf dapat dibadakan menjadi
struktur foliasi dan nonfoliasi (Jacson, 1997 di dalam Setyobudi, 2012).
Tabel 1. Kondisi foliasi dan non foliasi pada batuan metamorf
FOLIASI
NON FOLIASI
Komposisi mineralnya
Komposisi mineralnya sederhana,
bermacam-macam,/kompleks
hanya terdiri dari beberapa mineral
seperti calcite atau kuarsa.
Banyak mineral baru yang
mineral baru yang terbentuk akibat
terbentuk akibat perubahan T
perubahan T dan/atau P.
25
dan/atau P.
Teksturnya berlapis, foliasi,
Teksturnya granular dan equi-
liniasi, banded.
dimensional.
Mineral mempunyai orientasi
Mineral tidak mempunyai orientasi.
yang relatif sama.
Banyak batuan dengan
Batuan dalam jumlah terbatas
komposisi yang beragam
dengan mineral sederhana.
Contohnya:
kuarsa - Quartzite
batugamping - Marble
lanau – Hornfels
1. Struktur Foliasi
Merupakan kenampakan struktur planar pada suatu massa. Foliasi
ini dapat terjadi karena adnya penjajaran mineral-mineral menjadi lapisanlapisan (gneissoty), orientasi butiran (schistosity), permukaan belahan
planar (cleavage) atau kombinasi dari ketiga hal tersebut.
Struktur foliasi yang ditemukan adalah :
-
Slaty Cleavage
Umumnya ditemukan pada batuan metamorf berbutir sangat
halus (mikrokristalin) yang dicirikan oleh adanya bidang-bidang
belah planar yang sangat rapat, teratur dan sejajar. Batuannya
disebut slate (batusabak).
26
Gambar 11 Struktur Slaty Cleavage dan Sketsa Pembentukan Struktur
-
Phylitic
Struktur ini hampir sama dengan struktur slaty cleavage
tetapi terlihat rekristalisasi yang lebih besar dan mulai terlihat
pemisahan mineral pipih dengan mineral granular. Batuannya
disebut phyllite (filit)
Gambar 12 Struktur phylitic
-
Schistosic
Terbentuk adanya susunan parallel mineral-mineral pipih,
prismatic atau lentikular (umumnya mika atau klorit) yang
berukuran butir sedang sampai kasar. Batuannya disebut schist
(sekis).
27
Gambar 13 Struktur Schistosic dan Sketsa Pembentukan Struktur
-
Gneissic/Gnissose
Terbentuk oleh adanya perselingan., lapisan penjajaran
mineral yang mempunyai bentuk berbeda, umumnya antara mineralmineral granuler (feldspar dan kuarsa) dengan mineral-mineral
tabular atau prismatic (mioneral ferromagnesium). Penjajaran
mineral ini umumnya tidak menerus melainkan terputus-putus.
Batuannya disebut gneiss.
Gambar 14 Struktur Gneissic dan Sketsa Pembentukan Struktur
2. Struktur Non Foliasi
Terbentuk oleh mineral-mineral equidimensional dan umumnya
terdiri dari butiran-butiran (granular). Struktur non foliasi yang umum
dijumpai antara lain:
28
-
Hornfelsic/granulose
Terbentuk oleh mozaic mineral-mineral equidimensional
dan equigranular dan umumnya berbentuk polygonal. Batuannya
disebut hornfels (batutanduk).
Gambar 15 Sruktur Granulose
-
Kataklastik
Berbentuk oleh pecahan/fragmen batuan atau mineral
berukuran kasar dan umumnya membentuk kenampakan breksiasi.
Struktur kataklastik ini terjadi akibat metamorfosa kataklastik.
Batuannya disebut cataclasite (kataklasit).
-
Milonitic
Dihasilkan oleh adanya penggerusan mekanik pada
metamorfosa kataklastik. Cirri struktur ini adalah mineralnya
berbutir halus, menunjukkan kenampakan goresan-goresan searah
dan belum terjadi rekristalisasi mineral-mineral primer. Batiannya
disebut mylonite (milonit).
29
Gambar 16 Struktur Milonitic
-
Phylonitic
Mempunyai kenampakan yang sama dengan struktur
milonitik tetapi umumnya telah terjadi rekristalisasi. Cirri lainnya
adlah kenampakan kilap sutera pada batuan yang ,mempunyai
struktur ini. Batuannya disebut phyllonite (filonit).
2.1.15 Komposisi Batuan Metamorf
Pertumbuhan dari mineral-mineral baru atau rekristalisasi dari
mineral yang ada sebelumnya sebagai akibat perubahan tekanan dan atau
temperatur menghasilkan pembentukan kristal lain yang baik, sedang atau
perkembangan sisi muka yang jelek; kristal ini dinamakan idioblastik,
hypidioblastik, atau xenoblastik.
Secara umum batuan metamorf disusun oleh mineral-mineral
tertentu, namun secara khusus mineral penyusun batuan metamorf
dikelompokkan menjadi dua yaitu (1) mineral stress dan (2) mineral anti
stress. Mineral stress adalah mineral yang stabil dalam kondisi tekanan,
dapat berbentuk pipih/tabular, prismatik dan tumbuh tegak lurus terhadap
arah gaya/stress meliputi: mika, tremolit-aktinolit, hornblende, serpentin,
silimanit, kianit, seolit, glaukopan, klorit, epidot, staurolit dan antolit.
Sedang mineral anti stress adalah mineral yang terbentuk dalam kondisi
tekanan, biasanya berbentuk equidimensional, meliputi: kuarsa, felspar,
garnet, kalsit dan kordierit.
30
Setelah kita menentukan batuan asal mula metamorf, kita harus
menamakan batuan tersebut. Sayangnya prosedur penamaan batuan
metamorf tidak sistematik seperti pada batuan beku dan sedimen. Namanama batuan metamorf terutama didasarkan pada kenampakan tekstur dan
struktur. Nama yang umum sering dimodifikasi oleh awalan yang
menunjukkan kenampakan nyata atau aspek penting dari tekstur (contoh
gneis augen), satu atau lebih mineral yang ada (contoh skis klorit), atau
nama dari batuan beku yang mempunyai komposisi sama (contoh gneis
granit). Beberapa nama batuan yang didasarkan pada dominasi mineral
(contoh metakuarsit) atau berhubungan dengan facies metamorfik yang
dipunyai batuan (contoh granulit).
Metamorfisme regional dari batulumpur melibatkan perubahan
keduanya baik tekanan dan temperatur secara awal menghasilkan
rekristalisasi dan modifikasi dari mineral lempung yang ada. Ukuran
butiran secara mikroskopik tetap, tetapi arah yang baru dari orientasi
mungkin dapat berkembang sebagai hasil dari gaya stres. Resultan batuan
berbutir halus yang mempunyai belahan batuan yang baik sekali
dinamakan slate. Bilamana metamorfisme berlanjut sering menghasilkan
orientasi dari mineral-mineral pipih pada batuan dan penambahan ukuran
butir dari klorit dan mika. Hasil dari batuan yang berbutir halus ini
dinamakan phylit, sama seperti slate tetapi mempunyai kilap sutera pada
belahan permukaannya. Pengujian dengan menggunakan lensa tangan
secara teliti kadangkala memperlihatkan pecahan porpiroblast yang kecil
licin mencerminkan permukaan belahannya. Pada tingkat metamorfisme
yang lebih tinggi, kristal tampak tanpa lensa. Disini biasanya kita
menjumpai mineral-mineral yang pipih dan memanjang yang terorientasi
kuat membentuk skistosity yang menyolok. Batuan ini dinamakanskis,
masih bisa dibelah menjadi lembaran-lembaran. Umumnya berkembang
porpiroblast; hal ini sering dapat diidentikkan dengan sifat khas mineral
metamorfik seperti garnet, staurolit, atau kordierit. Masih pada
metamorfisme tingkat tinggi disini skistosity menjadi kurang jelas; batuan
terdiri dari kumpulan butiran sedang sampai kasar dari tekstur dan
31
mineralogi yang berbeda menunjukkan tekstur gnessik dan batuannya
dinamakan gneis. Kumpulan yang terdiri dari lapisan yang relatif kaya
kuarsa dan feldspar, kemungkinan kumpulan tersebut terdiri dari mineral
yang mengandung feromagnesium (mika, piroksin, dan ampibol).
Komposisi mineralogi sering sama dengan batuan beku, tetapi tekstur
gnessik biasanya menunjukkan asal metamorfisme; dalam kumpulan yang
cukup orientasi sering ada. Penambahan metamorfisme dapat mengubah
gneis menjadi migmatit. Dalam kasus ini, kumpulan berwarna terang
menyerupai batuan beku tertentu, dan perlapisan kaya feromagnesium
mempunyai aspek metamorfik tertentu.
Jenis batuan metamorf lain penamaannya hanya berdasarkan pada
komposisi mineral, seperti:Marmer disusun hampir semuanya dari kalsit
atau dolomit; secara tipikal bertekstur granoblastik. Kuarsit adalah batuan
metamorfik bertekstur granobastik dengan komposisi utama adalah
kuarsa, dibentuk oleh rekristalisasi dari batupasir atau chert/rijang. Secara
umum jenis batuan metamorfik yang lain adalah sebagai berikut:
1. Amphibolit : Batuan yang berbutir sedang sampai kasar komposisi
utamanya adalah ampibol (biasanya hornblende) dan plagioklas.
2. Eclogit : Batuan yang berbutir sedang komposisi utama adalah piroksin
klino ompasit tanpa plagioklas felspar (sodium dan diopsit kaya alumina)
dan garnet kaya pyrop. Eclogit mempunyai komposisi kimia seperti basal,
tetapi mengandung fase yang lebih berat. Beberapa eclogit berasal dari
batuan beku.
3. Granulit : Batuan yang berbutir merata terdiri dari mineral (terutama
kuarsa, felspar, sedikit garnet dan piroksin) mempunyai tekstur
granoblastik. Perkembangan struktur gnessiknya lemah mungkin terdiri
dari lensa-lensa datar kuarsa dan/atau felspar.
4. Hornfels : Berbutir halus, batuan metamorfisme thermal terdiri dari
butiran-butiran yang equidimensional dalam orientasi acak. Beberapa
porphiroblast atau sisa fenokris mungkin ada. Butiran-butiran kasar yang
sama disebut granofels.
32
5. Milonit : Cerat berbutir halus atau kumpulan batuan yang dihasilkan
oleh pembutiran atau aliran dari batuan yang lebih kasar. Batuan mungkin
menjadi protomilonit, milonit, atau ultramilomit, tergantung atas jumlah
dari fragmen yang tersisa. Bilamana batuan mempunyai skistosity dengan
kilap permukaan sutera, rekristralisasi mika, batuannya disebut philonit.
6. Serpentinit : Batuan yang hampir seluruhnya terdiri dari mineralmineral dari kelompok serpentin. Mineral asesori meliputi klorit, talk, dan
karbonat. Serpentinit dihasilkan
dari
alterasi
mineral
silikat
feromagnesium yang terlebih dahulu ada, seperti olivin dan piroksen.
7.
Skarn : Marmer yang tidak bersih/kotor yang mengandung kristal
dari mineral kapur-silikat seperti garnet, epidot, dan sebagainya. Skarn
terjadi karena perubahan komposisi batuan penutup (country rock) pada
kontak batuan beku.
Tabel 2 Klasifikasi Batuan Metamorf (O’Dunn dan Sill, 1986).
33
Gambar 17 Klasifikasi Metamorf
2.1.16 Klasifikasi Batuan Metamorf
Klasifikasi yang paling sering digunakan adalah berdasarkan
keadaan foliasi yang berkembang, dengan komposisi mineral berperan
sebagai tambahan. Berdasarkan foliasi, batuan metamorf dibedakan menjadi
tiga, yaitu batuan yang:
1. Berfoliasi sangat kuat, yaitu yang mudah pecah melalui bidang foliasi,
biasanya karena melimpahnya Mika yang terorientasi. Batuannya adalah:
a. Slate (Batusabak). Bersifat afanitik, mempunyai kilap suram pada
bidang foliasi. Berkomposisi utama mineral lempung. Batusabak tampak
merah bila mengandung banyak Hematite, hijau bila Klorit, dan
umumnya abu-abu sampai hitam bila banyak Grafit.
b. Phyllite (Fillit). Bersifat afanitik, berbutir lebih kasar daripada
batusabak dan bidang foliasinya mengkilat karena Mika atau Klorit yang
sudah lebih banyak daripada batusabak. Batuan ini merupakan peralihan
dari batusabak ke batusekis.
c. Schist (Skis). Bersifat fanerik, banyak mengandung mineral pipih
yang terorientasi seperti: Mika, Klorit, Talk, Grafit.
2. Berfoliasi lemah, yaitu yang berfoliasi tetapi tidak mudah/tidak dapat
34
pecah melalui bidang foliasi. Orientasi mineral-mineral pipih berselingan
dengan mineral-mineral yang tidak pipih yang berbutir sama besar.
Butirannya antara lain: Gneiss (Gneis), bersifat fanerik, berbutir sedang
sampai kasar. Komposisi yang utama: Kuarsa, Feldspar, Mika, dan
kadang-kadang Hornblende.
3. Berfoliasi sangat lemah sampai nonfoliasi: batuan didominasi oleh
mineral-mineral berbentuk kubus, mineral-mineral pipih bila ada
orientasinya acak. Batuan ada yang granular atau berlineasi. Batuannya
antara lain:
a. Quartzite (Kuarsit). Komposisinya yang sangat utama adalah Kuarsa,
bila pecah tak rata dan tidak mengelilingi butiran, nonfoliasi.
b. Marble (Marmer). Berkomposisi utama Kalsit, warna abu-abu
(biasanya) karena Grafit (bereaksi positif dengan HCl).
c. Hornfels. Bersifat afanitik sampai fanerik halus, berkomposisi Kuarsa,
Feldspar, Mika (diketahui dari pengamatan lapangan).
d. Granofels. Bersifat fanerik kasar, nonfoliasi, berkomposisi Kuarsa
dan
Feldspar (yang berbentuk kubus).
e. Granulite. Bersifat fanerik kasar, nonfoliasi, berkomposisi Piroksin
dan Garnet disamping Kuarsa dan Feldspar.
f. Serpentinite. Nonfoliasi sampai lineasi, berwarna hijau, hijau sampai
kuning pucat. Komposisi utamanya Serpentin. Selain penamaanpenamaan dasar di atas, penamaan batuan dapat diberi awalan pada
nama-nama dasar seperti:
Kloritik Skis: artinya Skis yang banyak mengandung Klorit.
Skis Kuarsa: artinya Skis yang banyak mengandung Kuarsa.
Di samping itu, ada beberapa awalan atau akhiran yang perlu
diperhatikan (hanya sekedar diketahui):
1. Blasto- sebagai awalan, menunjukkan tekstur sisa dari batuan asal,
seperti: - Blastoporfiritik: menunjukkan adanya tekstur sisa yang
porfiritik dalam batuan metamorf.
35
2. Blastik- sebagai akhiran, menunjukkan akhir kristalisasi dalam
kondisi padat.
3. Meta- sebagai awalan, yang diikuti oleh nama batuan asal,
menunjukkan kenampakan sisa dari tekstur dan komposisi mineralogi
yang masih bertahan, misal:
- Metaandesit, artinya masih ada kenampakan sisa Andesit pada
batuan metamorf.
- Metasedimen, artinya masih ada kenampakan sisa batuan sedimen
pada batuan metamorf.
2.1.17 Penamaan Batuan Metamorf
Penamaan batuan metamorf dapat didasarkan pada foliasi dan
komposisi:
a. Penamaan berdasarkan komposisi, misal:
- Kuarsit
- Granofels
- Granulit
- Serpentinit
- Marmer
b. Penamaan berdasarkan foliasi, misal:
- Skis
- Filit
- Gneiss
- Slate
Penamaan dengan foliasi dapat diikuti dengan nama mineral bila mineral
tersebut cukup banyak, misal:
- Skis Mika: Skis yang banyak Mika
- Gneiss Hornblende: Gneiss yang banyak mengandung Hornblende
BAB III
Metode Penelitian
36
3.1 Tujuan Penelitian
3.1.1 Tujuan umum untuk mengetahui batuan metamorf
3.1.2 Tujuan khusus penelitian
1. Memiliki pemahaman dan pengertian tentang batuan metamorf ,
2. Memiliki pemahaman mengenai mendeskripsikan batuan metamorf ,
3. Memiliki pemahaman mengenai mengklasifikasi batuan metamorf ,
4. Memiliki keterampilan untuk mendeskripsikanbatuan metamorf secara
cepat ,
5. Memiliki kepekaan terhadap aplikasi batuan dalam kehidupan
3.2 Sumber Data
Sumber data terbagi menjadi dua yaitu data primer dan data sekunder.
Data primer adalah data yang diperoleh peeliti secara langsung. Dara sekunder
adalah data yang diperoleh peneliti dari sumber yang sudah ada.
3.3 Metode Pengumpulan Data
Dalam penelitian, teknik pengumpulan data merupakan factor penting
demi keberhasilan penelitian. Hal ini berkaitan dengan bagaimana cara
mengumpulkan data, siapa sumbernya, dan apa alat yang digunakan.
3.4 Metode Observasi
Pengumpulan
data
dengan
observasi
langsung
atau
dengan
pengamatan langsung adalah cara pengambilan data dengan menggunakan
mata tanpa ada pertolongan alat standar lain untuk keperluan tersebut.
Pengamatan baru tergolong sebagai teknik mengumpulkan data, jika
pengamatan tersebut mempunyai kriteria berikut :
Pengamatan digunakan untuk penelitian dan telah direncanakan secara
sistematik.
Pengamatan harus
berkaitan dengan tujuan pnelitian yang telah
direncanakan.
Pengamatan tersebut dicatat secara sistematis dan ddihubungkan dengan
proposisi umum dan bukan dipaparkan sebagai suatu set yang menarik
3.5 Study literature (kajian pustaka)
Merupakan penelurusan literature yang bersumber dari buku, media,
pakar ataupun dari hasil penelitian orang lain yang bertujuan untuk menyusun
dasar teori yang kita gunakan dalam melakukan penelitian.
3.6 Pelaksanaan Penelitian
3.6.1 Tempat Penelitian dilakukan pada tempat tinggal peneliti
37
Institut Teknologi dan Sains Bandung Jalan Ganesha Boulevard, LOT A-1
CBD Kota Deltamas, Cikarang Pusat Kabupaten Bekasi. Provinsi Jawa
Barat
3.6.2 Jadwal penelitian :
- Senin, 1 Desember 2014 (melakukan diskusi pertama)
- Rabu, 3 Desember 2014 (melakukan diskusi kedua)
- Kamis, 4 Desember 2014 (melakukan diskusi ketiga)
- Senin, 8 Desember 2014 (melakukan diskusi keempat)
- Rabu, 10 Desember 2014 (melakukan diskusi kelima)
3.7 Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah semua jenis batu
Sampel dalam penelitian ini adalah batuan metamorf
3.8 Desain penelitian
Pengumpulan
Sumber Data
Proses pengolahan
Kesimpulan
Analisis Hasil dan
Pembahasaan
3.9 Form Deskripsi Batuan
3.9.1 Form Deskripsi Batuan Metamorf 1
DESKRIPSI BATUAN
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
No. Urut
Warna
Jenis Batuan
Struktur
Tekstur
Komposisi Mineral
Nama Batuan
Pengumpulan
data(percobaan)
:
:
:
:
:
:
:
38
8. Gambar
:
Pembahasan
:
3.9.2 Form Deskripsi Batuan Metamorf 2
DESKRIPSI BATUAN
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
No. Urut
Warna
Jenis Batuan
Struktur
Tekstur
Komposisi Mineral
Nama Batuan
8. Gambar
:
:
:
:
:
:
:
:
39
Pembahasan
:
3.9.3 Form Deskripsi Batuan Metamorf 3
DESKRIPSI BATUAN
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
No. Urut
Warna
Jenis Batuan
Struktur
Tekstur
Komposisi Mineral
Nama Batuan
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Di bumi terdapat banyak sekali kandungan sumber daya alam,
diantaranya yaitu batuan . Batuan mempunyai manfaat yang sangat penting
bagi kehidupan manusia.
Batuan adalah kumpulan dari mineral-mineral yang menjadi satu. Bisa
terdiri dari satu atau lebih mineral. Sedangkan mineral adalah substansi yang
terbentuk karena kristalisasi dari proses geologi, yang memiliki komposisi
fisik dan kimia.
.
Batuan dan mineral merupakan sumber daya alam yang banyak
dibutuhkan dan digunakan untuk kehidupan manusia, sebagai bahan dasar
industri. Batuan terbentuk dari kumpulan magma yang membeku di
permukaan bumi dan berakhir menjadi berbagai jenis batuan. Sedangkan
mineral terbentuk secara anorganik, mempunyai komposisi kimia pada batasbatas tertentu dan memiliki atom-atom yang tersusun secara teratur, mineral
merupakan komponen batuan yang membentuk lapisan kerak bumi.
Batuan penyusun kerak bumi berdasarkan kejadiannnya (genesis),
tekstur, dan komposisi mineralnya dapat dibagi menjadi 3, yaitu : Batuan beku
(Igneous
Rocks),
Batuan
sedimen
(Sedimentary
Rocks),
Batuan
metamof/malihan (Metamorphic Rocks). Dalam makalah ini membahas
mengenai batuan metamorf.
1.2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka didapatkanlah identifikasi masalah
1. Pengertian Batuan Metamorf ;
2. Asal Batuan Metamorf ;
1
3. Pembentukan Batuan Metamorf ;
4. Mendeskripsikan Batuan Metamorf ;
5. Manfaat Batuan Metamorf ;
1.3 Batasan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah di atas maka didapatkan batasan masalah
berikut.
1. Pengertian Batuan Metamorf ;
2. Pembentukan Batuan Metamorf ;
3. Mendeskripsikan Batuan Metamorf ;
4. Manfaat Batuan Metamorf ;
1.4 Rumusan Masalah
Berdasarkan batasan masalah di atas maka didapatkan rumusan masalah
1. Apakah Pengertian dari Batuan Metamorf ?
2. Bagaimanakah Pembentukan Batuan Metamorf ?
3. Bagaimanakah Mendeskripsikan Batuan Metamorf ?
4. Apa sajakah Manfaat dari Batuan Metamorf ?
1.5 Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah di atas maka didapatkan tujuan
1. Memiliki pemahaman dan pengertian tentang batuan metamorf ,
2. Memiliki pemahaman mengenai mendeskripsikan batuan metamorf ,
3. Memiliki pemahaman mengenai mengklasifikasi batuan metamorf ,
4. Memiliki keterampilan untuk mendeskripsikanbatuan metamorf secara
cepat ,
5. Memiliki kepekaan terhadap aplikasi batuan dalam kehidupan sehari-hari
2
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian Teori
2.1.1. Pengertian Batuan Metamorf
Batuan yang mengalami penambahan tekanan (P) atau temperatur
(T) atau kenaikan (P) dan (T) secara bersamaaan sehingga mengalami
perubahan susunan mineraloginya (susunan kimianya tetap) yang
berlangsung dari fase padat ke fase padat tanpa mengalami fase cair.
2.1.2. Asal Batuan Metamorf
Batuan Metamorf berasal dari bahasa Yunani “Meta” berarti
“Perubahan” dan “Morphe” berarti “Bentuk”. Merupakan hasil transportasi
atau perubahan atau rekristalisasi dalam keadaan padat dari batuan beku,
sedimen, dan bahkan metamorf.
Perubahan meliputi kondisi fisika dan kondisi kimia, terutama panas
(Temperatur), tekanan dan pengenalan pada cairan kimia aktif dan gas.
Aktivitas metamorfisme ini juga dapat mengubah komposisi mineral
termasuk pembentukan mineral baru.
Batuan asli yang sudah ada sebelumnya, Namun dipengaruhi oleh
perubahan metamorf disebut protolith peningkatan suhu pada bagian dalam
bumi yang bisa sangat tinggi, sehingga dapat menyebabkan batu mengalami
3
pelelehan secara keseluruhan atau sebagian atau secara keseluruhan. Akibat
dari metamorfisme ini menyebabkan hilangnya perbedaan tajam antara
batuan beku dengan batuan sedimen dan mineral-mineral pelengkap
metamorfisme, seperti kemungkinan dolerites akan bergabung menjadi
hornblende sekis dan batugamping berubah menjadi marmer.
2.1.3. Pembentukan Batuan Metamorf
Batuan beku dan sedimen dibentuk akibat interaksi dari proses kimia,
fisika,
biologi
dan
kondisi-kondisinya
di
dalam
bumi
serta
di
permukaannya. Bumi merupakan sistim yang dinamis, sehingga pada saat
pembentukannya, batuan-batuan mungkin mengalami keadaan yang baru
dari kondisi-kondisi yang dapat menyebabkan perubahan yang luas di
dalam tekstur dan mineraloginya. Perubahan-perubahan tersebut terjadi
pada tekanan dan temperatur di atas diagenesa dan di bawah pelelehan,
maka akan menunjukkan sebagai proses metamorfisme.
Suatu batuan mungkin mengalami beberapa perubahan lingkungan
sesuai dengan waktu, yang dapat menghasilkan batuan polimetamorfik.
Sifat-sifat yang mendasar dari perubahan metamorfik adalah batuan
tersebut terjadi selama batuan berada dalam kondisi padat. Perubahan
komposisi di dalam batuan kurang berarti pada tahap ini, perubahan
tersebut adalah isokimia yang terdiri dari distribusi ulang elemen-elemen
lokal dan volatil diantara mineral-mineral yang sangat reaktif. Pendekatan
umum untuk mengambarkan batas antara diagenesa dan metamorfisme
adalah menentukan batas terbawah dari metamorfisme sebagai kenampakan
pertama dari mineral yang tidak terbentuk secara normal di dalam sedimensedimen permukaan, seperti epidot dan muskovit. Walaupun hal ini dapat
dihasilkan dalam batas yang lebih basah. Sebagai contoh, metamorfisme
shale yang menyebabkan reaksi kaolinit dengan konstituen lain untuk
menghasilkan muskovit. Bagaimanapun juga, eksperimen-eksperimen telah
menunjukkan bahwa reaksi ini tidak menempati pada temperatur tertentu
tetapi terjadi antara 200°C – 350°C yang tergantung pada pH dan
kandungan potasium dari material-material disekitarnya. Mineral-mineral
4
lain yang dipertimbangkan terbentuk pada awal metamorfisme adalah
laumonit, lawsonit, albit, paragonit atau piropilit. Masing-masing terbentuk
pada temperatur yang berbeda di bawah kondisi yang berbeda, tetapi secara
umum terjadi kira-kira pada 150°C atau dikehendaki lebih tinggi. Di bawah
permukaan, temperatur di sekitarnya 150°C disertai oleh tekanan lithostatik
kira-kira 500 bar.
Batas atas metamorfisme diambil sebagai titik dimana kelihatan
terjadi pelelehan batuan. Di sini kita mempunyai satu variabel, sebagai
variasi temperatur pelelehan sebagai fungsi dari tipe batuan, tekanan
lithostatik dan tekanan uap. Satu kisaran dari 650°C – 800°C menutup
sebagian besar kondisi tersebut. Batas atas dari metamorfisme dapat
ditentukan oleh kejadian dari batuan yang disebut migmatit. Batuan ini
menunjukkan kombinasi dari kenampakan tekstur, beberapa darinya muncul
menjadi batuan beku dan batuan metamorf yang lain.
Gambar 1 memperlihatkan batuan asal yang mengalami
metamorfisme tingkat rendah – medium dan tingkat tinggi (O’Dunn dan
Sill, 1986).
Pembentukan batuan metamorf selain didasarkan pada tingkat
malihannya juga didasarkan pada penyebabnya. Berdasarkan penyebabnya
batuan metamorf dibagi menjadi tiga yaitu (1) Metamorfisme kontak/
termal,
pengaruh
T
dominan;
kataklastik/dislokasi/kinematik,
(2)
pengaruh
5
Metamorfisme
P
dominan;
dinamo/
dan
(3)
Metamorfisme regional, terpengaruh P & T, serta daerah luas.
Metamorfisme kontak terjadi pada zona kontak atau sentuhan langsung
dengan tubuh magma (intrusi) dengan lebar antara 2 – 3 km. Metamorfisme
dislokasi terjadi pada daerah sesar besar/ utama yaitu pada lokasi dimana
masa batuan tersebut mengalami penggerusan. Sedangkan metamorfisme
regional terjadi pada kulit bumi bagian dalam dan lebih intensif bilamana
diikuti juga oleh orogenesa. penyebaran tubuh batuan metamorf ini luas
sekali mencapai ribuan kilometer.
Gambar 2 memperlihatkan lokasi batuan metamorf (Gillen, 1982).
2.1.4. Metamorfisme
Metamorfisme adalah proses perubahan mineralogi batuan pada
kondisi padat(solid), akibat perbedaan suhu dan tekanan pada kondisi
tertentu dengan kondisi baru.Proses ini diluar proses pelapukan dan
diagenesa (Wingkler, 1967 di dalam Mulyo, 2013). Jadi batuan metamorf
merupakan batuan-batuan yang terbentuk dari proses perubahan batuan asal
(batuan beku maupun sedimen), baik perubahan bentuk atau struktur
maupun susunan mineralnya akibat pengaruh tekanan dan/atau temperatur
yang sangat tinggi, sehingga menjadi batuan yang baru. Proses
metamorfisme ini berlangsung dalam kondisi isokimia.
6
Menurut Doe, 2013 Metamorfisme dibagi menjadi tiga macam,
yaitu:
1. Metamorfisme termal
Batuan metamorf yang terbentuk pada zone kontak dengan magma,
intrusi maupun ekstrusi, yang memiliki tekanan 1.000 - 3.000 atm dan suhu
300°C -800°C.
2. Metamorfisme dinamo
Proses metamorfisme yang membentuk batuan terjadi pada daerah
yang mengalami pensesaran intensif atau tekanan yang tinggi.
3. Metamorfisme regional
Batuan
metamorf
yang
terbentuk
dihasilkan
oleh
proses
metamorfisme pada daerah yang luas akibat orogenesis, yang memiliki
tekanan dan suhu yang tinggi.
Metamorfosa ini dibedakan menjadi tiga
yaitu: metamorfosa orogenik, burial, dan dasar samudera (ocean-floor).
Gambar 3 Lokasi dan tipe metamorfisme
2.1.5. Jenis Metamorfisme
Berdasarkan kenampakan hasil metamorfisme pada batuan, prosesnya
dapat dikelompokkan menjadi deformasi mekanik (mechanical deformation)
dan rekristalisasi kimia (chemical recrystalisation). Deformasi mekanik
menghancurkan, menggerus dan membentuk foliasi. Rekristalisasi kimia,
7
merupakan proses perubahan komposisi mineral serta pembentuk-an
mineral-mineral baru, dimana H2O dan CO2 terlepas akibat kenaikan suhu.
Perbedaan jenis metamorfime mencerminkan perbeda-an tingkat atau derajat
kedua proses itu.
1 Metamorfisme Kataklastik (Cataclastic Metamorphism)
Kadang-kadang deformasi mekanik pada meta-morfisme dapat
berlangsung tanpa disertai rekristalisasi kimia. Meskipun hal ini jarang
terjadi namun apabila terjadi, sifatnya hanya setempat-setempat saja.
Misalnya batuan berbutir kasar, granit, jika mengalami deferensial stress
yang kuat, butiran mineralnya hancur dan juga menjadi halus. Deformasi
ini terjadi pada batuan yang bersifat regas (britle) dan dinamakan
metamorfisme kataklastik. Apabila metamofisme berlanjut maka butiran
dan fragmen batuan akan menjadi lonjong (elongated), dan berkembanglah
foliasi.
2 Metamorfisme Kontak (Contact Metamorphism)
Metamorfisme kontak terjadi akibat intrusi tubuh magma panas
pada batuan yang dingin dalam kerak bumi. Akibat kenaikan suhu, maka
rekristalisasi kimia memegang peran utama. Sedangkan deformasi
mekanik sangat kecil, bahkan tidak ada, karena stress disekitar magma
relatif homogen. Batuan yang terkena intrusi mengalami pemanasan dan
termetamorfosa, membentuk satu lapisan disekitar terobosan yang
dinamakan aureole metamorphic, batuan ubahan. Tebal lapisan batuan
ubahan pada metamorfisme kontak tergantung pada besarnya tubuh intrusi
dan kandungan H2O didalam batuan yang diterobos. Misalnya pada korok
atau sill lapisannya hanya beberapa meter, tetapi tanpa H 2O hanya
beberapa centimeter lebarnya. Batuan metamorf kontak yang terjadi, keras
terdiri dari mineral berbutir seragam dan halus yang saling mengunci
(interlocking), dinamakan Hornfels. Pada terobosan besar, bergaris tengah
sampai ribuan meter mempunyai energi panas jauh lebih besar dari pada
terobosan kecil, dan dapat mengandung banyak uap H2O. Aureol yang
terbentuk dapat sampai ratusan meter lebarnya dan berbutir kasar. Didalam
8
aureol metamorf lebar ini yang telah dilalui cairan, terjadi zonasi
himpunan mineral yang konentris. Zona himpunan mineral ini mencirikan
kisaran suhu tertentu. Dekat dengan terobosan, dimana suhu sangat tinggi,
dijumpai mineral-mineral anhidrous, garnet dan piroksen. Kemudian
dijumpai mineral-mineral hidrous seperti amfibol dan epidot. Selanjutnya
mika dan klorit, gambar 4. Zonasi himpunan-himpunan mineral tersebut
tekstunya tergantung pada komposisi kimia batuan yang diterobos, cairan
yang melaluinya serta suhu dan tekanan.
Gambar 4 Metamorfisme Kontak
Metamorfisme kontak sekitar suatu intrusi porfiri granit. Komposisi batu
gamping terubah oleh cairan yang keluar dari granit yang mendingin,
menghasilkan metamorfisme aureole. Mineral-mineral baru membentuk
satu seri kulit konsentris dalam aureole, masing-masing dengan
himpunan mineral yang khas. Lanau diantara lapisan batu gamping
yang impervious tidak terpengaruh kecuali bersentuhan dengan granit
membentuk lapisan tipis hornfels (Skinner, 1992)
3 Metamorfisme Timbunan (Burial Metamorphism)
Sedimen bersama perselingan piroklastik yang tertimbun sangat
dalam pada cekungan dapat mencapai suhu 3000 atau lebih. Adanya H2O
yang terperangkap dalam pori-pori sedimen mempercepat proses
rekristalisasi kimia dan membantu pembentuk-an mineral-mineral baru.
Oleh karena sedimen yang mengandung air lebih bersifat cair dari pada
padat, maka tegasan (stress) yang bekerja lebih bersifat homogen, bukan
9
deferensial. Akibatnya pada metamorfisme timbunan pengaruh deformasi
mekanik kecil sekali sehingga teksturnya mirip dengan batuan asalnya,
meskipun himpunan mineralnya sama sekali berbeda.
Ciri khas untuk metamorfisme ini adalah kelompok mineral zeolit, yang
merupakan kelompok mineral berstruktur kristal polymer silikat. Komposisi
kimianya sama dengan kelompok felspar, yang juga mengandung H 2O.
Metamorfisme timbunan merupakan tahap pertama setelah diagenesa, terjadi
pada cekungan sedimen yang dalam, seperti palung-palung pada batas lempeng.
Apabila suhu dan tekanan naik, maka metamorfisme timbunan meningkat
menjadi metamorfisme regional.
4 Metamorfisme Regional
Batuan metamorf yang umum dijumpai pada kerak benua dengan
penyebaran yang sangat luas, sampai puluhan ribu kilometer persegi,
dibentuk oleh proses metamorfisme regional. Pada metamorfisme ini
melibatkan juga deformasi mekanik selain rekristalisasi kimia. Oleh karena
itu batuannya memperlihatkan adanya foliasi.
Batuan metamorf regional pada umumnya dijumpai pada deretan
pegunungan atau yang sudah tererosi, berupa batu sabak (slate), filit, sekis
dan gneiss. Deretan pegunungan dengan batuan metamof regional
terbentuk akibat subduksi atau tumbukan (collision) kerak benua. Pada
saat tumbukan benua, batuan sedimen sepanjang batas lempeng mengalami
diferensial stress yang intensif.
Dan mengakibatkan berkembangnya foliasi yang khas pada
batusabak, sekis, dan gneiss. Sekis hijau dan amfibolit juga merupakan
hasil metamorfisme regional, umumnya dijumpai dimana segmen kerak
samudra purba yang berkomposisi basaltis bersatu dengan kerak benua dan
kemudian
termetamorfosa.
Gambar
5
memperlihatkan
bagaimana
terjadinya metamorfisme regional.
Saat satu segmen kerak mengalami stress, kompresi horizontal,
batuan dalam kerak terlipat dan melenglung (buckling). Akibatnya kerak
10
akan menebal pada satu tempat, seperti diperlihatkan pada gambar 5.
Dasar kerak yang menebal akan terdorong lebih kedalam selubung.
Akibatnya bagian dasar kerak tersebut mengalami peningkatan
suhu dan tekanan, dan mineral-mineral baru mulai tumbuh. Aliran panas
dari dasar keatas sangat lambat karena batuan bukan penghantar panas
yang baik. Pencapaian panas sangat bergantung pada kedalaman dan waktu
batuan yang terbenam dalam timbunan yang menebal. Bila perlipatan dan
penebalan berlangsung sangat lambat, pemanasan timbunan sesuai dengan
suhu pada bagian batas mantel dan kerak (gradient geotermal benua).
Sedangkan jika penimbunan berlangsung sangat cepat, seperti halnya pada
daerah subduksi, sedimen tertarik dan terseret kebawah , timbunan
sedimen tidak sempat mengalami pemanasan, sehingga peran tekanan
lebih besar dibandingkan dengan suhu.
Berdasarkan kecepatan penimbunan, dari batuan yang sama, dapat
terjadi dua batuan metamorf yang berbeda, karena perbedaan suhu dan
tekanan yang mempengaruhinya.
Gambar 5 Metamorfisme Regional
Kompresi menyebabkan kerak terdeformasi dan menebal. Pada bagian
bawah massa yang menebal terjadi metamorfose regional. (Skinner,
1992)
11
2.1.6. Zona Metamorfisme
Derajat metamorfisme dicirikan oleh himpunan mineral baru yang
tumbuh pada kondisi tertentu (derajat rendah, menengah dan tinggi).
Mineral-mineral tersebut dinamakan mineral indeks, umumnya adalah
klorit, biotit, garnet, staurolit, kyanit,dan silimanit. Tempat-tempat
pemunculan pertama mineral indeks diplot pada peta.
Garis yang menghubungkan lokasi-lokasi di awal pemunculan
mineral indeks yang sama dinamakan garis-isograd. Konsep isograd
banyak digunakan dalam mempelajari semua jenis batuan metamorfosa.
Dan daerah diantara garis isograd dalam peta dinamakan zona
metamorfisme, misalnya zona-biotit dan sebagainya.
2.1.7. Fasies Metamorfisme
Hasil pengamatan batuan metamorf diberbagai tempat di bumi
memperlihatkan bahwa komposisi kimia batuan metamorf hanya sedikit
terubah oleh proses metamorfisme. Perubahan utama yang terjadi adalah
bertambah atau berkurangnya volatile, H2O dan CO2, tetapi bahan
utamanya, seperti SiO2, Al2O3 dan CaO tidak berubah. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa himpunan mineral batuan metamorf dari batuan
sedimen atau batuan beku ditentukan oleh suhu dan tekanan saat
metamorfisme berlangsung. Berdasarkan kesimpulan ini, Pennti Eskola
dari Finlandia (1915), mengusulkan konsep fasies metamorfisme. Yang
intinya menyatakan bahwa dari komposisi batuan tertentu, himpunan
mineral yang mencapai keseimbangan selama metamorfisme dibawah
kisaran kondisi fisik tertentu, termasuk dalam fasies metamorfisme yang
sama.
Prinsip
fasies
metamorfisme,
bersamaan
dengan
geotermal dan kondisi geologi diperlihatkan dalam gambar 6.
12
gradient
Gambar 6 Fasies Metamorfisme
fasies metamorfis-me di plott berdasrkan suhu dan kedalaman. Kurva A
merupakan gradient suhu yang khas sekitar intrusi batuan beku yang
menye-babkan metamorfose kontak. Kurva B adalah gradient geotermal
normal unutk benua. Kurva C adalah gradient geotermal yang berkembang
di zona subduksi. Fasies zeolit berimpit dengan kondisi diagenesis pada suhu
dan tekanan (Skinner, 1992).
Fasies
metamorfisme
adalah
sekelompok
batuan
yang
termetamorfosa pada kondisi yang sama yang dicirikan oleh kumpulan
mineral yang tetap. Konsep ini pertama kali diperkenalkan oleh Pennti
Eskola tahun 1915. Dalam hal ini, Pennti Eskola mengemukakan bahwa
kumpulan mineral pada batuan metamorf merupakan karakteristik genetik
yang sangat penting sehingga terdapat hubungan antara kelompok mineral
dengan komposisi batuan pada tingkat metamorfosa tertentu. Dalam hal ini
berarti tiap fasies metamorfik dibatasi oleh tekanan dan temperature
tertentu serta dicirikan oleh hubungan teratur antar komposisi kimia dan
mineralogi batuan.
Fasies metamorfisme juga bisa dianggap sebagai hasil dari
proses isokimia metamorfisme, yaitu proses metamorfisme yang terjadi
tanpa adanya penambahan unsur-unsur kimia yang dalam hal ini komposisi
kimianya tetap. Penentuan fasies metamorf dapat dilakukan dengan dua
13
cara yakni dengan cara menentukan mineral penyusun batuan atau dengan
menggunakan reaksi metamorf yang dapat diperoleh dari kondisi tekanan
dan temperature tertentu dari batuan metamorf.
Jadi, fasies metamorfisme intinya menyatakan bahwa pada
komposisi
batuan
tertentu,
kumpulan
mineral
yang
mencapai
keseimbangan selama metamorfisme di bawah kisaran kondisi fisik
tertentu, termasuk dalam fasies metamorfisme yang sama. Prinsip fasies
metamorfisme bersamaan dengan gradien hidrotermal dan kondisi geologi.
Gambar 7 Diagram Fasies Metamorf
Untuk
mengklasifikasikan
batuan
metamorf,
kita
dapat
menggunakan
klasifikasi dari perbedaan fasies. Fasies sendiri merupakan
himpunan batuan yang terdiri dari sekumpulan paragenesis mineral yang
terbentuk pada kondisimetamorphosis yang sama (Eskola, 1915)
14
2.1.8 Metasomatisme
Proses metamorfisme berkaitan dengan komposisi tetap dan sejumlah
cairan yang relatif sedikit.
Sedikitnya cairan disebabkan volume pori-pori batuan yang
termetamorf kecil, dan pelepasan H2O dan CO2 dari mineral-mineral yang
termetamof berlangsung lambat dibandingkan keluar dengan segera. Oleh
karena itu hanya cukup untuk proses metamorf, dan tidak cukup untuk
melarutkan dan mengubah komposisi batuan.
Pada kondisi tertentu perbandingan air dan batuan dapat besar, 10 : 1
bahkan sampai 100 : 1, misalnya mengalirnya cairan yang banyak melalui
rekahan terbuka pada batuan. Batuannya dapat terubah (altered) secara
drastis oleh penambahan ion-ion baru, melarutkan batuan atau keduaduanya.
Proses dimana komposisi kimia batuan terubah oleh penambahan
atau pelepasan (removal) ion-ion dinamakan metasomatisme (meta berarti
berubah dan soma, dari bahasa Latin yang berarti juice). Biasanya
metasomatisme berasosiasi dengan metamorfose kontak, terutama dengan
batu gamping, gambar 3.4. Cairan metasomatisme yang dilepaskan magma
yang mendingin, menembus batuan yang termetamorf. Karena boleh jadi
cairannya membawa bahan-bahan seperti silika, besi, dan magnesium
dalam larutan, komposisi batu gamping yang dekat dengan magma yang
mendingin dapat terubah dengan drastis, dan yang diluar jangkauan cairan
tidak terubah. Tanpa adanya penambahan material, batu gamping menjadi
marmer, tetapi akibat metasomatisme berubah menjadi himpunan garnet,
pyroksen hijau, dinamakan diopsit dan kalsit.
2.1.9 Larutan Hidrotermal dan Cebakan Mineral
Cairan yang menyebabkan metasomatisme kaya akan H 2O dan
bersuhu 2500 C atau lebih dinamakan larutan hidrotermal (dari bahasa
Yunani, hidro- air dan termal - panas). Larutan hidrotermal membentuk
15
urat-urat (veins) dengan mengendapkan bahan yang terlarut seperti kwarsa
atau kalsit dalam rekahan-rekahan.
Selain itu dapat juga menghasilkan ubahan pada batuan yang
dialirinya. Larutan hidrotermal mempunyai peranan penting dalam
pembentukan cebakan mineral berharga., dengan membentuk urat-urat dan
alterasi batuan. Cebakan mineral berharga hasil larutan hidrotermal lebih
banyak dijumpai dari pada tipe lainnya. Komposisi utama larutan
hidrotermal adalah air.
Dalam airnya selalu mengandung garam-garam, sodium khlorida,
potasium khlorida, kalsium sulfat, dan kalsium khloride. Kadar garam
terlarut bervariasi, berkisar dari salinitas air laut, 3.5 persen berat, sampai
puluhan kalinya. Larutan yang sangat ‘asin’ (barin) dapat melarutkan
sedikit mineral-mineral yang tampaknya tidak larut, seperti emas,
khalkopyrit, galena dan sfalerit.
Larutan hidrotermal terjadi dalam beberapa cara. Salah satunya
adalah saat magma yang terjadi oleh peleburan parsial basah yang
mendingin dan mengkristal, air yang menyebabkan peleburan parsial basah
dilepaskan. Namun tidak sebagai air murni, tapi mengandung semua unsur
yang dapat larut yang terdapat dalam magma, seperti NaCl, dan unsur-unsur
kimia, emas, perak, tembaga, timbal, zinc, merkuri dan molybdinum, yang
tidak terikat kwarsa, feldspar, dan mineral lain dengan substitusi ion.
Suhu yang tinggi meningkatkan efektivitas larutan sangat asin ini
untuk membentuk endapan mineral hidrotermal. Volkanisme dan panas
merupakan satu kesatuan. Oleh karena itu wajar bila banyak endapan
mineral berasosiasi dengan batuan volkanik panas yang dimasuki air yang
bersirkulasi di kedalaman, yang berasal dari air hujan atau air laut. Banyak
sekali endapan mineral dijumpai pada bagian atas tumpukan volkanik, yang
diendapkan saat larutan hidrotermal yang bergerak naik, mendingin dan
mengendapkan mineral bijih.
16
2.1.10 Tektonik Lempeng, Metamorfisme dan Metasomatisme
Metamorfisme regional terjadi pada batas subduksi lempeng,
seperti terlihat pada gambar .
Metamorfisme timbunan (burial metamorphisml) terjadi pada
bagian bawah tumpukan tebal sedimen yang terakumulasi pada paparan
benua (continental shelf) dan lereng benua (continental slope).
Suhu dan tekanan karakteristik untuk fasies metamorfosis sekis
biru dan eklogit tercapai saat batuan kerak tertarik kebawah dengan cepat
oleh lempeng yang menunjam. Pada kondisi demikian tekanan naik lebih
cepat dibandingkan dengan suhu dan hasilnya adalah batuan metamorf
tekanan tinggi - suhu rendah, fasies metamorf sekis biru dan eklogit.
Kondisi karakteristik fasies metamorf sekis hijau dan amfibolit terdapat
dimana kerak menebal akibat tumbukan benua atau pemanasan oleh magma
yang naik. Tumbukan benua umumnya merupakan penyebab metamorfisme
regional dan aktivitas magma.
Magma yang menghasilkan gunung api strato terjadi oleh
peleburan parsial basah kerak samudra yang menunjam. Magma juga
merupakan sumber panas untuk larutan hidrotermal yang menghasilkan
endapan bijih.
Adanya sumber-daya mineral di bumi, adalah berkat kombinasi
proses-proses magmatik, metamorfisme, dan metasomatik, yang semuanya
terjadi akibat tetonik lempeng.
17
Gambar 8 Diagram Batas Lempeng
Gambar 8 Tektonik Lempeng, Metamorfisme Dan Metasomatisme
Diagram batas lempeng konvergen, memperlihatkan daerah-daerah
metamorfisme yang berbeda. Garis putus-putus memperlihatkan kotur
suhu. (1) Zona metamorfisme timbunan. (2) Zona metamorfisme sekis biru
dan eklogit. Gradient geotermal C pada Gambar 3.6. (3) Zona
metamorfisme sekis hijau dan amfibolit. Gradient geotermal B pada
Gambar 3.6. Dan (4) Zona dimana peleburan parsial basah mulai (Skinner,
2.1.11 Proses metamorfisme
Proses metamorfisme, meliputi:
1. Proses perubahan fisik yang menyangkut struktur dan tekstur oleh
tenaga kristaloblastik (tenaga dari sedimen-sedimen kimia untuk
menyusun susunan sendiri).
2. Proses-proses perubahan susunan mineralogi, sedangkan susunan
kimianya tetap (isokimia) tidak ada perubahan komposisi kimiawi, tapi
hanya perubahan ikatan kimia.
Tahap-tahap proses metamorfisme:
1.) Rekristalisasi
Proses ini dibentukoleh tenaga kristaloblastik, di sini terjadi
penyusunan kembali kristal-kristal dimana elemen-elemen kimia
yang sudah ada sebelumnya.
18
2.) Reorientasi
Proses ini dibentuk oleh tenaga kristaloblastik, di sini
pengorientasian kembali dari susunan kristak-kristal, dan ini akan
berpengaruh pada tekstur dan struktur yang ada.
3.) Pembentukan mineral-mineral baru
Proses ini terjadi dengan penyusunan kembali elemenelemen kimiawi yang sebelumnya sudah ada.
a. Dalam metamorfosa yang berubah adalah : tekstur dan asosiasi
mineral, yang tetap adalah komposisi kimia dan fase padat (tanpa
melalui fase cair).
b. Teksturnya selalu mereflesikan sejarah pembentukannya.
c. Ditinjau dari perubahan P & T, dikenal :
1) Progresive metamorfosa
: perubahan dari P & T rendah
ke P & T tinggi.
2) Retrogresive metamorfosa : perubahan dari P & T tinggi ke
P & T rendah.
Kondisi yang mengontrol metamorfosa/mempengaruhi rekristalisasi dan
tekstur.
1) Tekanan
:
- Tekanan Hidrostatik
- Tekanan searah (stress)
Di sini dikenal 2 kelompok mineral yaitu :
a. Stress mineral : yaitu mineral-mineral yang tahan terhadap
tekanan.
Contoh : staurolit, kinit
b. Anti stress mineral : yaitu mineral-mineral yang jarang dijumpai
pada batuan yang mengalami stress.
Contoh : olivin, andalusit
19
2) Temperatur
: pada umumnya perubahan temperatur jauh lebih
efektif daripada perubahan tekanan dalam hal pengaruhnya bagi
perubahan mineralogi.
Katalisator : berfungsi mempercepat reaksi, terutama pada
metamorfose bertemperatur rendah.
Ada 2 hal yang dapat mempercepat reaksi yaitu :
(a) Adanya larutan-larutan kimia yang berjalan antar ruang butiran.
(b) Deformasi batuan, dimana batuan pecah-pecah menjadi fragmenfragmen kecil sehingga memudahkan kontak antar larutan nimia
dengan fragüen-fragmen.
3) Fluid
4) Komposisi
Proses metamorfisme membentuk batuan yang sama sekali
berbeda dengan batuan asalnya, baik tekstur maupun komposisi
mineral. Mengingat bahwa kenaikan tekanan atau temperatur akan
mengubah mineral bila batas kestabilannya terlampaui, dan juga
hubungan antar butiran / kristalnya. Proses metamorfisme tidak
mengubah komposisi kimia batuan. Oleh karena itu disamping
faktor tekanan dan temperatur, pembentukan batuan metamorf ini
jika tergantung pada jenis batuan asalnya.
2.1.12 Agen-agen Metamorfisme
Adapun agen-agen metamorfisme yaitu:
1. Suhu (temperatur).
Suhu atau temperatur merupakan agen atau faktor pengontrol yang
berperan dalam proses metamorfisme. Kenaikan suhu dan temperatur
dapat menyebabkan terjadinya perubahan dan rekristalisasi atau
pengkristalan kembali mineral-minerl dalam batuan yang telah ada dengan
tidak melalui fase cair. Pada kondisi ini temperatur sekitar 350 – 1200
derajat celcius.
20
2. Tekanan (Pressure).
Tekanan atau pressure merupakan faktor pengontrol atau agen dari
proses metamorfisme. Kenaikan tekanan dapat menyebabkan terjadinya
perubahan dan rekristalisasi pada mineral dalam batuan yang telah ada
sebelumnya. Pada kondisi ini tekanan sekitar 1-10.000 bar (Jackson) =
(0,9869) atm. Ada dua tipe tekanan yaitu :
1) Tekanan Statis, yaitu tekanan yang disebabkan oleh berat batuan
diatasnya. Makin dalam letak batuan maka semakin besar tekanan
statisnya.
2) Tekanan Dinamis, yaitu tekanan yang dihasilkan oleh pergerakan kerak
bumi atau tektonisme.
Daerah suhu dan tekanan (sesuai dengan kedalaman) dimana
metamorfisme berlangsung pada kerak Pada suhu dan tekanan
rendah, berlangsung diagenesa dan pelapukan (suhu dan tekanan
normal). Pada suhu tertinggi , magmatisme dan metamorfisme
bersamaan, tergantung kandungan H2O yang ada.
21
3. Cairan panas/aktivitas larutan kimia.
Pori-pori pada batuan sedimen atau batuan beku terisi oleh cairan,
yang merupakan larutan dari gas-gas, garam dan mineral yang terdapat
pada batuan yang bersangkutan. Pada suhu tinggi cairan intergranular ini
lebih bersifat uap dari pada cair, dan mempunyai peran penting dalam
metamorfisme. Dibawah suhu dan tekanan yang tinggi terjadi pertukaran
unsur dari larutan ke mineral-mineral dan sebaliknya. Fungsi cairan ini
merupakan media transport dari larutan ke mineral dan sebaliknya,
sehingga mempercepat proses metamorfisme. Dan jika tidak ada larutan
atau sadikit sekali, maka metamorfisme berlangsung lambat, karena
perpindahannya melalui diffusi antar mineral yang padat.
Aktivitas larutan kimia juga merupakan agen dari proses
metamorfisme. Adanya cairan panas/aktivitas larutan kimia dapat
menyebabkan terjadinya alterasi atau perubahan pada batuan yang telah
ada sebelumnya.
Berat dari sedimen-sedimen overburden akan berpengaruh kecil
pada transformasi, selain pemadatan dan litifikasi yang termasuk cairan
pelarut yang mengangkut material-material sekaligus berperan sebagai
pengikat butiran di batuan sedimen. Perubahan bentuk oleh gaya geser
dapat menjadi agen yang berpotensi dalam proses metamorfisme, kristal –
kristal besar dan mineral berukuran kerikil akan diratakan memanjang,
meratakan dan gaya ini juga merusak struktur asli mineral tersebut.
Peringkatan temperatur merupakan agen yang paling berpengaruh dalam
proses metamorfisme, ada tiga faktor yang menyebabkan peringkatan
temperatur pada litosfer
1. Panas Bumi meningkat secara bertahap kira-kira 25-30 C untuk setiap
penambahan kedalam 33-40 m
2. Efek dari panas tubuh magmatic yang dicetak dibagian dalam litosfer
3. gesekan tektonik dalam litosfer
22
4. Waktu
Untuk
mengetahui
berapa
lama
berlangsungnya
proses
metamorfisme tidaklah mudah dan sampai saat ini masih belum diketahui
bagaimana caranya. Dalam percobaan di laboratorium memperlihatkan
bahwa di bawah tekanan suhu tinggi serta waktu reasi yang lama akan
menghasilkan kristal dengan ukuran yang besar. Dan dalam kondisi yang
sebaliknya dihasilkan kristal yang kecil. Dengan demikian untuk
sementara ini disimpulkan bahwa batuan berbutir kasar merupakan hasil
metamorfisme dalam waktu yang panjang serta suhu dan tekanan yang
tinggi. Sebaliknya yang berbutir halus, waktunya pendek serta suhu dan
tekanan yang rendah. Batuan metamorf terbentuk akibat perubahan
tekanan dan atau temperatur, dalam keadaan padat serta tanpa merubah
komposisi
kimia
batuan
asalnya.
Proses
metamorfosa/malihan
dipengaruhi oleh komposisi batuan asal dan kondisi
metamorfosis.
2.1.13 Tekstur Batuan Metamorf
Tekstur batuan metamorf secara umum dibagi menjadi dua yaitu
tekstur kristaloblastik dan tekstur sisa (relict) (Mulyo, 2013).
• Tekstur kristaloblastik
Merupakan tekstur yang terbentuk oleh proses metamorfisme.
Tekstur ini sudah berbeda dengan tekstur batuan asalnya ( protolith ) .
Macam – macam tekstur kristaloblastik :
-
Lepidoblastik, adalah tekstur batuan metamorf dengan mineral –
mineral penyusun berbentuk tabular.
-
Nematoblastik, adalah tekstur batuan metamorf dengan mineral –
mineral penyusun berbentuk prismatik.
-
Granoblastik – granular, dalam tekstur ini tersusun oleh butiran
yang relatif equidimensional (granular) dengan batas kristal suture
( jackson, 1970 ).
23
- Granuloblastik, tekstur ini tersusun oleh butiran yang relatif
equidimensional (granular) dengan batas kristal unsuture.
- Granoblastik – polygonal,
- Dekusat, tekatur granoblastik dengan individu kristalnya cenderung
berbentuk subidioblastik, prismatik dan tersusun secara acak.
- Porpiroblastik, tektur dengan mineral besar di dalam mineral kecil
- Tekstur mortar, tektur batuan metamorf akibat penggerusan
• Tekstur sisa ( relict )
Merupakan tekstur batuan metamorf yang masih memperlihatkan
tekstur batuan asalnya.
Gambar 9 Tekstur batuan Metamorf
24
Gambar 10 Tekstur batuan metamorf (Compton, 1985).
A. Tekstur Granoblastik, sebagian menunjukkan tekstur mosaik;
B. Tekstur Granoblatik berbutir iregular, dengan poikiloblast di kiri atas;
C. Tekstur Skistose dengan porpiroblast euhedral; D. Skistosity dengan
domain granoblastik lentikuler; E. Tekstur Semiskistose dengan meta
batupasir di dalam matrik mika halus; F. Tekstur Semiskistose dengan
klorit dan aktinolit di dalam masa dasar blastoporfiritik metabasal; G.
Granit milonit di dalam proto milonit; H. Ortomilonit di dalam
ultramilonit; I. Tekstur Granoblastik di dalam blastomilonit.
2.1.14 Struktur Batuan Metamorf
Secara umum struktur batuan metamorf dapat dibadakan menjadi
struktur foliasi dan nonfoliasi (Jacson, 1997 di dalam Setyobudi, 2012).
Tabel 1. Kondisi foliasi dan non foliasi pada batuan metamorf
FOLIASI
NON FOLIASI
Komposisi mineralnya
Komposisi mineralnya sederhana,
bermacam-macam,/kompleks
hanya terdiri dari beberapa mineral
seperti calcite atau kuarsa.
Banyak mineral baru yang
mineral baru yang terbentuk akibat
terbentuk akibat perubahan T
perubahan T dan/atau P.
25
dan/atau P.
Teksturnya berlapis, foliasi,
Teksturnya granular dan equi-
liniasi, banded.
dimensional.
Mineral mempunyai orientasi
Mineral tidak mempunyai orientasi.
yang relatif sama.
Banyak batuan dengan
Batuan dalam jumlah terbatas
komposisi yang beragam
dengan mineral sederhana.
Contohnya:
kuarsa - Quartzite
batugamping - Marble
lanau – Hornfels
1. Struktur Foliasi
Merupakan kenampakan struktur planar pada suatu massa. Foliasi
ini dapat terjadi karena adnya penjajaran mineral-mineral menjadi lapisanlapisan (gneissoty), orientasi butiran (schistosity), permukaan belahan
planar (cleavage) atau kombinasi dari ketiga hal tersebut.
Struktur foliasi yang ditemukan adalah :
-
Slaty Cleavage
Umumnya ditemukan pada batuan metamorf berbutir sangat
halus (mikrokristalin) yang dicirikan oleh adanya bidang-bidang
belah planar yang sangat rapat, teratur dan sejajar. Batuannya
disebut slate (batusabak).
26
Gambar 11 Struktur Slaty Cleavage dan Sketsa Pembentukan Struktur
-
Phylitic
Struktur ini hampir sama dengan struktur slaty cleavage
tetapi terlihat rekristalisasi yang lebih besar dan mulai terlihat
pemisahan mineral pipih dengan mineral granular. Batuannya
disebut phyllite (filit)
Gambar 12 Struktur phylitic
-
Schistosic
Terbentuk adanya susunan parallel mineral-mineral pipih,
prismatic atau lentikular (umumnya mika atau klorit) yang
berukuran butir sedang sampai kasar. Batuannya disebut schist
(sekis).
27
Gambar 13 Struktur Schistosic dan Sketsa Pembentukan Struktur
-
Gneissic/Gnissose
Terbentuk oleh adanya perselingan., lapisan penjajaran
mineral yang mempunyai bentuk berbeda, umumnya antara mineralmineral granuler (feldspar dan kuarsa) dengan mineral-mineral
tabular atau prismatic (mioneral ferromagnesium). Penjajaran
mineral ini umumnya tidak menerus melainkan terputus-putus.
Batuannya disebut gneiss.
Gambar 14 Struktur Gneissic dan Sketsa Pembentukan Struktur
2. Struktur Non Foliasi
Terbentuk oleh mineral-mineral equidimensional dan umumnya
terdiri dari butiran-butiran (granular). Struktur non foliasi yang umum
dijumpai antara lain:
28
-
Hornfelsic/granulose
Terbentuk oleh mozaic mineral-mineral equidimensional
dan equigranular dan umumnya berbentuk polygonal. Batuannya
disebut hornfels (batutanduk).
Gambar 15 Sruktur Granulose
-
Kataklastik
Berbentuk oleh pecahan/fragmen batuan atau mineral
berukuran kasar dan umumnya membentuk kenampakan breksiasi.
Struktur kataklastik ini terjadi akibat metamorfosa kataklastik.
Batuannya disebut cataclasite (kataklasit).
-
Milonitic
Dihasilkan oleh adanya penggerusan mekanik pada
metamorfosa kataklastik. Cirri struktur ini adalah mineralnya
berbutir halus, menunjukkan kenampakan goresan-goresan searah
dan belum terjadi rekristalisasi mineral-mineral primer. Batiannya
disebut mylonite (milonit).
29
Gambar 16 Struktur Milonitic
-
Phylonitic
Mempunyai kenampakan yang sama dengan struktur
milonitik tetapi umumnya telah terjadi rekristalisasi. Cirri lainnya
adlah kenampakan kilap sutera pada batuan yang ,mempunyai
struktur ini. Batuannya disebut phyllonite (filonit).
2.1.15 Komposisi Batuan Metamorf
Pertumbuhan dari mineral-mineral baru atau rekristalisasi dari
mineral yang ada sebelumnya sebagai akibat perubahan tekanan dan atau
temperatur menghasilkan pembentukan kristal lain yang baik, sedang atau
perkembangan sisi muka yang jelek; kristal ini dinamakan idioblastik,
hypidioblastik, atau xenoblastik.
Secara umum batuan metamorf disusun oleh mineral-mineral
tertentu, namun secara khusus mineral penyusun batuan metamorf
dikelompokkan menjadi dua yaitu (1) mineral stress dan (2) mineral anti
stress. Mineral stress adalah mineral yang stabil dalam kondisi tekanan,
dapat berbentuk pipih/tabular, prismatik dan tumbuh tegak lurus terhadap
arah gaya/stress meliputi: mika, tremolit-aktinolit, hornblende, serpentin,
silimanit, kianit, seolit, glaukopan, klorit, epidot, staurolit dan antolit.
Sedang mineral anti stress adalah mineral yang terbentuk dalam kondisi
tekanan, biasanya berbentuk equidimensional, meliputi: kuarsa, felspar,
garnet, kalsit dan kordierit.
30
Setelah kita menentukan batuan asal mula metamorf, kita harus
menamakan batuan tersebut. Sayangnya prosedur penamaan batuan
metamorf tidak sistematik seperti pada batuan beku dan sedimen. Namanama batuan metamorf terutama didasarkan pada kenampakan tekstur dan
struktur. Nama yang umum sering dimodifikasi oleh awalan yang
menunjukkan kenampakan nyata atau aspek penting dari tekstur (contoh
gneis augen), satu atau lebih mineral yang ada (contoh skis klorit), atau
nama dari batuan beku yang mempunyai komposisi sama (contoh gneis
granit). Beberapa nama batuan yang didasarkan pada dominasi mineral
(contoh metakuarsit) atau berhubungan dengan facies metamorfik yang
dipunyai batuan (contoh granulit).
Metamorfisme regional dari batulumpur melibatkan perubahan
keduanya baik tekanan dan temperatur secara awal menghasilkan
rekristalisasi dan modifikasi dari mineral lempung yang ada. Ukuran
butiran secara mikroskopik tetap, tetapi arah yang baru dari orientasi
mungkin dapat berkembang sebagai hasil dari gaya stres. Resultan batuan
berbutir halus yang mempunyai belahan batuan yang baik sekali
dinamakan slate. Bilamana metamorfisme berlanjut sering menghasilkan
orientasi dari mineral-mineral pipih pada batuan dan penambahan ukuran
butir dari klorit dan mika. Hasil dari batuan yang berbutir halus ini
dinamakan phylit, sama seperti slate tetapi mempunyai kilap sutera pada
belahan permukaannya. Pengujian dengan menggunakan lensa tangan
secara teliti kadangkala memperlihatkan pecahan porpiroblast yang kecil
licin mencerminkan permukaan belahannya. Pada tingkat metamorfisme
yang lebih tinggi, kristal tampak tanpa lensa. Disini biasanya kita
menjumpai mineral-mineral yang pipih dan memanjang yang terorientasi
kuat membentuk skistosity yang menyolok. Batuan ini dinamakanskis,
masih bisa dibelah menjadi lembaran-lembaran. Umumnya berkembang
porpiroblast; hal ini sering dapat diidentikkan dengan sifat khas mineral
metamorfik seperti garnet, staurolit, atau kordierit. Masih pada
metamorfisme tingkat tinggi disini skistosity menjadi kurang jelas; batuan
terdiri dari kumpulan butiran sedang sampai kasar dari tekstur dan
31
mineralogi yang berbeda menunjukkan tekstur gnessik dan batuannya
dinamakan gneis. Kumpulan yang terdiri dari lapisan yang relatif kaya
kuarsa dan feldspar, kemungkinan kumpulan tersebut terdiri dari mineral
yang mengandung feromagnesium (mika, piroksin, dan ampibol).
Komposisi mineralogi sering sama dengan batuan beku, tetapi tekstur
gnessik biasanya menunjukkan asal metamorfisme; dalam kumpulan yang
cukup orientasi sering ada. Penambahan metamorfisme dapat mengubah
gneis menjadi migmatit. Dalam kasus ini, kumpulan berwarna terang
menyerupai batuan beku tertentu, dan perlapisan kaya feromagnesium
mempunyai aspek metamorfik tertentu.
Jenis batuan metamorf lain penamaannya hanya berdasarkan pada
komposisi mineral, seperti:Marmer disusun hampir semuanya dari kalsit
atau dolomit; secara tipikal bertekstur granoblastik. Kuarsit adalah batuan
metamorfik bertekstur granobastik dengan komposisi utama adalah
kuarsa, dibentuk oleh rekristalisasi dari batupasir atau chert/rijang. Secara
umum jenis batuan metamorfik yang lain adalah sebagai berikut:
1. Amphibolit : Batuan yang berbutir sedang sampai kasar komposisi
utamanya adalah ampibol (biasanya hornblende) dan plagioklas.
2. Eclogit : Batuan yang berbutir sedang komposisi utama adalah piroksin
klino ompasit tanpa plagioklas felspar (sodium dan diopsit kaya alumina)
dan garnet kaya pyrop. Eclogit mempunyai komposisi kimia seperti basal,
tetapi mengandung fase yang lebih berat. Beberapa eclogit berasal dari
batuan beku.
3. Granulit : Batuan yang berbutir merata terdiri dari mineral (terutama
kuarsa, felspar, sedikit garnet dan piroksin) mempunyai tekstur
granoblastik. Perkembangan struktur gnessiknya lemah mungkin terdiri
dari lensa-lensa datar kuarsa dan/atau felspar.
4. Hornfels : Berbutir halus, batuan metamorfisme thermal terdiri dari
butiran-butiran yang equidimensional dalam orientasi acak. Beberapa
porphiroblast atau sisa fenokris mungkin ada. Butiran-butiran kasar yang
sama disebut granofels.
32
5. Milonit : Cerat berbutir halus atau kumpulan batuan yang dihasilkan
oleh pembutiran atau aliran dari batuan yang lebih kasar. Batuan mungkin
menjadi protomilonit, milonit, atau ultramilomit, tergantung atas jumlah
dari fragmen yang tersisa. Bilamana batuan mempunyai skistosity dengan
kilap permukaan sutera, rekristralisasi mika, batuannya disebut philonit.
6. Serpentinit : Batuan yang hampir seluruhnya terdiri dari mineralmineral dari kelompok serpentin. Mineral asesori meliputi klorit, talk, dan
karbonat. Serpentinit dihasilkan
dari
alterasi
mineral
silikat
feromagnesium yang terlebih dahulu ada, seperti olivin dan piroksen.
7.
Skarn : Marmer yang tidak bersih/kotor yang mengandung kristal
dari mineral kapur-silikat seperti garnet, epidot, dan sebagainya. Skarn
terjadi karena perubahan komposisi batuan penutup (country rock) pada
kontak batuan beku.
Tabel 2 Klasifikasi Batuan Metamorf (O’Dunn dan Sill, 1986).
33
Gambar 17 Klasifikasi Metamorf
2.1.16 Klasifikasi Batuan Metamorf
Klasifikasi yang paling sering digunakan adalah berdasarkan
keadaan foliasi yang berkembang, dengan komposisi mineral berperan
sebagai tambahan. Berdasarkan foliasi, batuan metamorf dibedakan menjadi
tiga, yaitu batuan yang:
1. Berfoliasi sangat kuat, yaitu yang mudah pecah melalui bidang foliasi,
biasanya karena melimpahnya Mika yang terorientasi. Batuannya adalah:
a. Slate (Batusabak). Bersifat afanitik, mempunyai kilap suram pada
bidang foliasi. Berkomposisi utama mineral lempung. Batusabak tampak
merah bila mengandung banyak Hematite, hijau bila Klorit, dan
umumnya abu-abu sampai hitam bila banyak Grafit.
b. Phyllite (Fillit). Bersifat afanitik, berbutir lebih kasar daripada
batusabak dan bidang foliasinya mengkilat karena Mika atau Klorit yang
sudah lebih banyak daripada batusabak. Batuan ini merupakan peralihan
dari batusabak ke batusekis.
c. Schist (Skis). Bersifat fanerik, banyak mengandung mineral pipih
yang terorientasi seperti: Mika, Klorit, Talk, Grafit.
2. Berfoliasi lemah, yaitu yang berfoliasi tetapi tidak mudah/tidak dapat
34
pecah melalui bidang foliasi. Orientasi mineral-mineral pipih berselingan
dengan mineral-mineral yang tidak pipih yang berbutir sama besar.
Butirannya antara lain: Gneiss (Gneis), bersifat fanerik, berbutir sedang
sampai kasar. Komposisi yang utama: Kuarsa, Feldspar, Mika, dan
kadang-kadang Hornblende.
3. Berfoliasi sangat lemah sampai nonfoliasi: batuan didominasi oleh
mineral-mineral berbentuk kubus, mineral-mineral pipih bila ada
orientasinya acak. Batuan ada yang granular atau berlineasi. Batuannya
antara lain:
a. Quartzite (Kuarsit). Komposisinya yang sangat utama adalah Kuarsa,
bila pecah tak rata dan tidak mengelilingi butiran, nonfoliasi.
b. Marble (Marmer). Berkomposisi utama Kalsit, warna abu-abu
(biasanya) karena Grafit (bereaksi positif dengan HCl).
c. Hornfels. Bersifat afanitik sampai fanerik halus, berkomposisi Kuarsa,
Feldspar, Mika (diketahui dari pengamatan lapangan).
d. Granofels. Bersifat fanerik kasar, nonfoliasi, berkomposisi Kuarsa
dan
Feldspar (yang berbentuk kubus).
e. Granulite. Bersifat fanerik kasar, nonfoliasi, berkomposisi Piroksin
dan Garnet disamping Kuarsa dan Feldspar.
f. Serpentinite. Nonfoliasi sampai lineasi, berwarna hijau, hijau sampai
kuning pucat. Komposisi utamanya Serpentin. Selain penamaanpenamaan dasar di atas, penamaan batuan dapat diberi awalan pada
nama-nama dasar seperti:
Kloritik Skis: artinya Skis yang banyak mengandung Klorit.
Skis Kuarsa: artinya Skis yang banyak mengandung Kuarsa.
Di samping itu, ada beberapa awalan atau akhiran yang perlu
diperhatikan (hanya sekedar diketahui):
1. Blasto- sebagai awalan, menunjukkan tekstur sisa dari batuan asal,
seperti: - Blastoporfiritik: menunjukkan adanya tekstur sisa yang
porfiritik dalam batuan metamorf.
35
2. Blastik- sebagai akhiran, menunjukkan akhir kristalisasi dalam
kondisi padat.
3. Meta- sebagai awalan, yang diikuti oleh nama batuan asal,
menunjukkan kenampakan sisa dari tekstur dan komposisi mineralogi
yang masih bertahan, misal:
- Metaandesit, artinya masih ada kenampakan sisa Andesit pada
batuan metamorf.
- Metasedimen, artinya masih ada kenampakan sisa batuan sedimen
pada batuan metamorf.
2.1.17 Penamaan Batuan Metamorf
Penamaan batuan metamorf dapat didasarkan pada foliasi dan
komposisi:
a. Penamaan berdasarkan komposisi, misal:
- Kuarsit
- Granofels
- Granulit
- Serpentinit
- Marmer
b. Penamaan berdasarkan foliasi, misal:
- Skis
- Filit
- Gneiss
- Slate
Penamaan dengan foliasi dapat diikuti dengan nama mineral bila mineral
tersebut cukup banyak, misal:
- Skis Mika: Skis yang banyak Mika
- Gneiss Hornblende: Gneiss yang banyak mengandung Hornblende
BAB III
Metode Penelitian
36
3.1 Tujuan Penelitian
3.1.1 Tujuan umum untuk mengetahui batuan metamorf
3.1.2 Tujuan khusus penelitian
1. Memiliki pemahaman dan pengertian tentang batuan metamorf ,
2. Memiliki pemahaman mengenai mendeskripsikan batuan metamorf ,
3. Memiliki pemahaman mengenai mengklasifikasi batuan metamorf ,
4. Memiliki keterampilan untuk mendeskripsikanbatuan metamorf secara
cepat ,
5. Memiliki kepekaan terhadap aplikasi batuan dalam kehidupan
3.2 Sumber Data
Sumber data terbagi menjadi dua yaitu data primer dan data sekunder.
Data primer adalah data yang diperoleh peeliti secara langsung. Dara sekunder
adalah data yang diperoleh peneliti dari sumber yang sudah ada.
3.3 Metode Pengumpulan Data
Dalam penelitian, teknik pengumpulan data merupakan factor penting
demi keberhasilan penelitian. Hal ini berkaitan dengan bagaimana cara
mengumpulkan data, siapa sumbernya, dan apa alat yang digunakan.
3.4 Metode Observasi
Pengumpulan
data
dengan
observasi
langsung
atau
dengan
pengamatan langsung adalah cara pengambilan data dengan menggunakan
mata tanpa ada pertolongan alat standar lain untuk keperluan tersebut.
Pengamatan baru tergolong sebagai teknik mengumpulkan data, jika
pengamatan tersebut mempunyai kriteria berikut :
Pengamatan digunakan untuk penelitian dan telah direncanakan secara
sistematik.
Pengamatan harus
berkaitan dengan tujuan pnelitian yang telah
direncanakan.
Pengamatan tersebut dicatat secara sistematis dan ddihubungkan dengan
proposisi umum dan bukan dipaparkan sebagai suatu set yang menarik
3.5 Study literature (kajian pustaka)
Merupakan penelurusan literature yang bersumber dari buku, media,
pakar ataupun dari hasil penelitian orang lain yang bertujuan untuk menyusun
dasar teori yang kita gunakan dalam melakukan penelitian.
3.6 Pelaksanaan Penelitian
3.6.1 Tempat Penelitian dilakukan pada tempat tinggal peneliti
37
Institut Teknologi dan Sains Bandung Jalan Ganesha Boulevard, LOT A-1
CBD Kota Deltamas, Cikarang Pusat Kabupaten Bekasi. Provinsi Jawa
Barat
3.6.2 Jadwal penelitian :
- Senin, 1 Desember 2014 (melakukan diskusi pertama)
- Rabu, 3 Desember 2014 (melakukan diskusi kedua)
- Kamis, 4 Desember 2014 (melakukan diskusi ketiga)
- Senin, 8 Desember 2014 (melakukan diskusi keempat)
- Rabu, 10 Desember 2014 (melakukan diskusi kelima)
3.7 Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah semua jenis batu
Sampel dalam penelitian ini adalah batuan metamorf
3.8 Desain penelitian
Pengumpulan
Sumber Data
Proses pengolahan
Kesimpulan
Analisis Hasil dan
Pembahasaan
3.9 Form Deskripsi Batuan
3.9.1 Form Deskripsi Batuan Metamorf 1
DESKRIPSI BATUAN
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
No. Urut
Warna
Jenis Batuan
Struktur
Tekstur
Komposisi Mineral
Nama Batuan
Pengumpulan
data(percobaan)
:
:
:
:
:
:
:
38
8. Gambar
:
Pembahasan
:
3.9.2 Form Deskripsi Batuan Metamorf 2
DESKRIPSI BATUAN
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
No. Urut
Warna
Jenis Batuan
Struktur
Tekstur
Komposisi Mineral
Nama Batuan
8. Gambar
:
:
:
:
:
:
:
:
39
Pembahasan
:
3.9.3 Form Deskripsi Batuan Metamorf 3
DESKRIPSI BATUAN
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
No. Urut
Warna
Jenis Batuan
Struktur
Tekstur
Komposisi Mineral
Nama Batuan