Perlawanan Eksekusi Pihak Ketiga terhadap Perkara Harta Bersama (Analisis Putusan Mahkamah Syari’ah Banda Aceh Nomor 0257 Pdt.G 2015 MS.Bna) | Analiansyah | SAMARAH: Jurnal Hukum Keluarga dan Hukum Islam 2386 4683 1 SM

Samarah: Jurnal Hukum Keluarga dan Hukum Islam
Volume 1 No. 2. Juli-Desember 2017
ISSN: 2549 – 3132; E-ISSN: 2549 – 3167

Perlawanan Eksekusi Pihak Ketiga terhadap Perkara
Harta Bersama (Analisis Putusan Mahkamah Syari’ah Banda
Aceh Nomor 0257/Pdt.G/2015/MS.Bna )
Analiansyah
Rudanto
Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Ar-Raniry
Email : analiansyah@ar-raniry.ac.id
Abstrak
Terdapat kasus perceraian yang terjadi di Mahkamah Syar’iyah Banda
Aceh yang menyangkut perkara perceraian, namun perkara tersebut
berlanjut kepada sengketa harta bersama. Dalam sengketa harta bersama
terjadi polemik lain yaitu perlawanan eksekusi pihak ketiga terhadap
putusan tersebut. Pihak ketiga keberatan atas putusan hakim Mahkamah
Syar’iyah Banda Aceh, karena ada harta peninggalan Almh
ibupihakketiga yang digunakan dalam pembagian harta bersama. Namun,
hakim menolak perlawanan tersebut. Tujuan penelitian ini adalah untuk
menjelaskan penyebab hakim Mahkamah Syar’iyah Banda Aceh menolak

perlawanan eksekusi pihak ketiga dan langkah yang digunakan hakim
Mahkamah Syar’iyah Banda Aceh dalam menetapkan kembali putusan
yang telah dieksekusi. Dalam penelitian ini penulis mengunakan bahan
hukum primer yaitu putusan Mahkamah Syar’iyah Banda Aceh Nomor
0257/Pdt.G/2015/MS-Bna. Kemudian data ini di analisis dengan metode
deskriptif analisis. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa 3 (tiga)
penyebab hakim menolak perlawanan pihak ketiga.Pertama, alat bukti
pihak ketiga tidak memiliki Kualitas Hukum.Kedua, tidak
memilikiLegalitas
Hukum.
Ketiga,tidak
memiliki
Legal
Standing/Kapasitas Hukum dalam mengajukan bukti-bukti yang
dibebankan kepada pihak ketiga. Oleh karena itu, dasar penolakan hakim
yang mengadili dan memutuskan perkara perlawanan eksekusi pihak
ketiga
terhadap
sengketa
harta

bersama
dengan
Nomor
0257/Pdt.G/2015/MS-Bna sudah benar dan telah memenuhi syarat yang
telah diberikan oleh Undang-Undang termasukHukum Acara Peradilan
Agama. Dikarenakan hakim telah memberikan peluang kepada pihak
ketiga untuk memberikan hak-haknya yang dirugikan, namun dalam
pembuktian pihak ketiga tidak memberikan alat-alat bukti yang
dibutuhkan oleh hakim.Selanjutnya langkah yang digunakan oleh hakim
Mahkamah Syar’iyah Banda Aceh dalam memutuskan kembali putusan
http://jurnal.arraniry.ac.id/index.php/samarah

Perlawanan Eksekusi Pihak Ketiga terhadap Perkara Harta Bersama
Analiansyah, Rudanto

373

yang telah dieksekusi secara hukum telah menangguhkan putusan yang
berkekuatan hukum tetap. Seharusnya putusan yang telah dieksekusi itu
tidak bisa lagi dilakukan persengketakan. Oleh karena itu, dalam

menetapkan kembali putusan eksekusi. Hakim kembali pada putusan
terdahulu atau putusan sebelumnya (awal).
Kata Kunci : Perlawanan Pihak Ketiga, Eksekusi, dan Harta Bersama
Pendahuluan
Pada dasarnya setiap putusan hanya mengikat para pihak yang
berperkara (Pengugat dan Tergugat), dan tidak mengikat pihak ketiga.
Sebaliknya apabila hak-hak pihak ketiga dirugikan oleh suatu putusan
yang menyangkut harta pihak ketiga, maka pihak ketiga berhak
mengajukan permohonan perlawanan dalam bentuk derden verzet
(perlawanan pihak ketiga).
pihak ketiga sebenarnya bukanlah salah satu pihak yang
berperkara dalam pokok utama atau sebelumnya. Pihak ketiga yang
dimaksudkan ialah pihak luar dari pokok perkara utamanya. Pihak ketiga
tersebut mempunyai hak untuk melakukan perlawanan apabila dinilai
pelaksanaan isi putusan hakim terhadap objek milik pihak ketiga tersebut
telah merugikan ataupun telah melanggar hak dan kepentingannya.
Seperti yang terjadi di Mahkamah Syar’iyah Banda Aceh, dimana
hakim Mahkamah Syar’iyah Banda Aceh memutuskan suatu perkara
terhadap perkara perceraian antara suami dengan istri pada Tahun 2013.
Namun, timbul perkara baru yaitu hadirnya pihak ketiga sebagai pelawan.

Pihak ketiga mengajukan perlawanan eksekusi disebabkan oleh
adanya hak-hak pihak ketiga yang dirugikan oleh putusan hakim
Mahkamah Syar’iyah Banda Aceh dalam penetapan pembagian harta
bersama. Oleh karena itu, terhadap putusan yang telah berkekuatan
hukum tetap (eksekusi) tersebut pihak ketiga tidak menerimanya sehingga
pihak ketiga mengajukan derden verzet (perlawanan) di Mahkamah
Syar’iyah Banda Aceh.
Pihak ketiga berpedoman pada Pasal 378 Rv yaitu, ”apabila hakhak pihak ketiga dirugikan oleh suatu putusan, maka ia dapat mengajukan
permohonan perlawanan terhadap putusan tersebut”. 1 Maka dari itu,
pihak ketiga mengajukan permohonan perlawanan terhadap hak-haknya
yang telah dilanggar oleh putusan hakim terutama terhadap sengketa
harta bersama seperti yang ditanggani oleh hakim Mahkamah Syar’iyah
Banda Aceh. Namun, dalam prakteknya di lingkungan Mahkamah
1

Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia (Yokyakarta: Cahaya
Atma Pustaka, 2013), hlm. 256.
http://jurnal.arraniry.ac.id/index.php/samarah

Perlawanan Eksekusi Pihak Ketiga terhadap Perkara Harta Bersama

Analiansyah, Rudanto

374

Syar’iyah Banda Aceh dalam menangani perkara perceraian Nomor
0073/Pdt.G/2013/MS-Bna terhadap sengketa harta bersama tersebut
Majlis Hakim Mahkamah Syar’iyah Banda Aceh menolak permohonan
perlawanan eksekusi pihak ketiga.
Mengenai perkara perceraian yang menyangkut sengketa harta
bersama, di Pengadilan Agama sendiri telah memberikan peluang kepada
suami dan istri memberikan pintu masuk untuk mengajukan gugatan
perceraian apabila suami dan istri tidak mampu lagi untuk hidup bersama.
Kompilasi Hukum Islam menyebutkan dalam Pasal 88, bahwa
apabila terjadi perselisihan antara suami istri tentang harta bersama, maka
penyelesaian tentang harta bersama itu diajukan kepada Pengadilan
Agama. Nah, yang menjadi permasalahan dalam kasus perlawanan pihak
ketiga tersebut ialah terhadap putusan eksekusi di Mahkamah Syar’iyah
Banda Aceh pada perkara perceraian tersebut pihak ketiga tidak
mempermasalahkan pembagian harta bersama. Akan tetapi, setelah majlis
hakim Mahkamah Syar’iyah Banda Aceh menetapkan serta akan

menjalankan eksekusi terhadap harta bersama tersebut pihak ketiga hadir
menjadi pelawan. Untuk itu, perlu penulis garis bawahi bahwa dalam
perkara tersebut penulis ingin melihat apakah karena permasalahan itu
hakim menolak perlawanan pihak ketiga.
Oleh sebab itu, terhadap perkara perlawanan eksekusi pihak
ketiga tersebut penulis ingin mencari tahu penyebab mengapa hakim
menolak perlawanan eksekusi pihak ketiga dalam harta bersama
sedangkan dalam Pasal 378 RV dijelaskan bahwa apabila hak-hak pihak
ketiga dirugikan oleh putusan hakim maka pihak ketiga boleh
mengajukan perlawanan derden verzet terhadap putusan itu. Serta
langkah yang digunakan oleh Mahkamah Syar’iyah Banda Aceh dalam
menetapkan dan memutuskan kembali perkara yang telah mempunyai
hukum tetap (eksekusi).
Supaya dalam pelaksanaan eksekusi tersebut pihak-pihak yang
merasa dirugikan karena putusan hakim tidak bisa lagi melakukan upaya
hukum, disebabkan, hakim telah lebih dulu menetapkan putusan eksekusi
secara jelas dan tidak memiliki cacat hukum. Seperti dalam pembagian
harta bersama hakim melakukan sita eksekusi lalu melakukan lelang
eksekusi, keuntungannya hakim tidak akan digugat oleh pihak mana pun
yang merasa dirugikan. Di karenakan, semua harta bersama yang

disengketakan dalam perceraian telah dilakukan sita eksekusi.
Tulisan artikel ini mencoba untuk mengetahui penyebab hakim
menolak perlawanan eksekusi pihak ketiga terhadap perkara harta
bersama tersebut yang dilakukan pihak ketiga dan bagaimana langkah
yang digunakan oleh Mahkamah Syar’iyah Banda Aceh dalam

http://jurnal.arraniry.ac.id/index.php/samarah

Perlawanan Eksekusi Pihak Ketiga terhadap Perkara Harta Bersama
Analiansyah, Rudanto

375

menetapkan kembali putusan yang telah dieksekusi terhadap perkara
harta bersama.
Pengertian Perlawanan Eksekusi Pihak Ketiga dalam Harta
Bersama
Perlawanan pihak ketiga mempunyai arti yaitu perlawanan yang
dilakukan oleh pihak ketiga yang hak-haknya dirugikan kepada Hakim
yang menjatuhkan putusan yang dilawan itu dengan menggugat para

pihak yang bersangkutan dengan cara biasa.Mengenai bantahan atau
perlawanan pihak ketiga yaitu upaya hukum yang dilakukan orang yang
semula bukan pihak dalam suatu perkara, tetapi oleh karena ia merasa
berkepentingan atas barang atau benda yang dipersengketakan dimana
barang atau benda tersebut akan/sedang disita atau akan/sedang dijual
lelang. Maka ia berusaha untuk mempertahankan benda atau barang
tersebut dengan alasan bahwa benda atau barang tersebut adalah miliknya
bukan milik tergugat. 2 Namun demikian, bila pihak ketiga merasa hakhaknya dirugikan oleh suatu putusan Hakim, maka yang bersangkutan
dapat mengajukan perlawanan terhadap putusan Hakim tersebut.
1. Pengertian Perlawanan Pihak Ketiga
Perlawanan pihak ketiga atau bantahan dikenal juga dengan
istilah derden verzet, perlawanan pihak ketiga sendiri merupakan
perlawanan yang dilakukan oleh orang yang semula bukan pihak yang
bersangkutan dalam berperkara dan hanya
karena ia merasa
berkepentingan.Perlawanan pihak ketiga tersebut dikenal Deden
Verzet.3Perlawanan pihak ketiga dibagi menjadi dua, adapun jenis dari
perlawanan pihak ketiga (derden verzet) adalah sebagai berikut. Pertama,
perlawanan pihak ketiga terhadap sita eksekutorial. Sita eksekutorial
adalah sita yang dilakukan sebagai bagian dari pelaksanaan putusan,

yakni sita yang dilakukan setelah ada putusan yang mempunyai kekuatan
hukum tetap (Inkracht).4
Kedua, perlawanan pihak ketiga terhadap sita jaminan. Sita
jaminan adalah penyitaan terhadap barang-barang jaminan yang menjadi
objek sengketa baik barang bergerak maupun tidak bergerak milik pihak
yang dikalahkan dalam suatu perkara persidangan.5Oleh karena ia merasa
mengenai barang yang dipersengketakan atau barang yang sedang disita
2
Moh. Taufik Makarao, Pokok-Pokok Hukum Acara Perdata, (Jakarta : PT.
Rineka Cipta. 2009), hlm. 210.
3
Niniek Suparni, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH PERDATA),
(Jakarta: PT Rineka Cipta, 2007), hlm. 475.
4
Retnowulan Sutantio dan Iskandar Oeripkartawinata, Hukum Acara Perdata
Dalam Teori Dan Praktek, (Bandung: Mandar Maju, 2005), hlm. 109.
5
Sarwono, Hukum Acara Perdata Teori Dan Praktek, (Jakarta: Sinar Grafika,
2011), hlm. 141.


http://jurnal.arraniry.ac.id/index.php/samarah

Perlawanan Eksekusi Pihak Ketiga terhadap Perkara Harta Bersama
Analiansyah, Rudanto

376

dalam perkara itu sebenarnya bukan kepunyaan dari tergugat, tetapi
adalah milik pihak ketiga.
2. Dasar Hukum Perlawanan Pihak Ketiga
Pada asasnya, suatu putusan itu hanyalah mengikat para pihak
ketiga (Pasal 1917 BW). Namun dalam KUHperdata BAB X dijelaskan
bahwa, apabila hak-hak pihak ketiga dirugikan oleh suatu putusan, ia
dapat mengajukan perlawanan terhadap putusan tersebut (Pasal 378 Rv).
Perlawanan ini diajukan kepada hakim yang menjatuhkan putusan yang
dilawan itu dengan mengugat para pihak yang bersangkutan dengan cara
biasa (Pasal 379 Rv).6
Pihak ketiga yang mengajukan perlawanan terhadap suatu
putusan tidak cukup hanya mempunyai kepentingan saja, tetapi harus
nyata-nyata telah dirugikan hak-haknya. Apabila perlawanannya

dikabulkan, putusan yang dilawan itu diperbaiki sepanjang merugikan
pihak ketiga (Pasal 382 Rv).7 Ketentuan Pasal 195 ayat 6 HIR dan Pasal
378 Rv, yang memberi hak kepada pihak ketiga mengajukan bantahan
atau perlawanan terhadap putusan yang BHT atau terhadap putusan pada
umumnya. Pasal tersebut mengatakan:
1) Pihak ketiga berhak melakukan perlawanan terhadap suatu
putusan yang merugikan hak-hak mereka. Tindakan ini biasa
disebut perlawanan pihak ketiga atau derden verzet.
2) Derden verzet setiap waktu tetap terbuka apabila ada pihak ketiga
yang merasa dirugikan oleh putusan itu, dan oleh karena orang
yang disebut pihak ketiga sangat luas dan tidak terbatas,
munculnya perlawanan sangat besar kemungkinannya.
3) Dengan demikian, suatu putusan yang BHT bersifat relatif
kepada pihak ketiga, tidak pernah bersifat mutlak, karena setiap
saat terbuka kemungkinan munculnya derden verzet.
4) Pada saat datang derden verzet, sifat BHT-nya, menjadi goyah,
bahkan bisa runtuh berantakan apabila gugat perlawanan
dikabulkan.
Memang sifat BHT-nya kepada pihak ketiga bisa permanen,
apabila untuk selamanya tidak ada seorang pun yang mengajukan
perlawanan. Atau setiap perlawanan yang muncul selalu ditolak. Sejauh
mana kekuatan putusan BHT kepada pihak ketiga, dijelaskan dalam
putusan MA No. 102 K/Sip/1972. Dikatakan bagi pihak ketiga yang tidak

6

Ropaun Rambe, Hukum Acara Perdata Lengkap, (Jakarta: Sinar Grafika, 2002),

hlm. 82.
7

Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia, (Yogyakarta: Cahaya
Atma Pustaka, 2013), hlm. 256.
http://jurnal.arraniry.ac.id/index.php/samarah

Perlawanan Eksekusi Pihak Ketiga terhadap Perkara Harta Bersama
Analiansyah, Rudanto

377

terlibat dalam perkara, kekuatan pembuktiannya tergantung pada
penilaian Hakim, dan dapat menialainya sebagai bukti permulaan.8
3. Prosedur Mengajukan Perlawanan Pihak Ketiga
Adapun prosedur-prosedur dalam mengajukan perlawanan pihak
ketiga yang harus dilaksanakan yaitu:
1. Diajukan oleh pihak ketiga guna membela dan mempertahankan
hak kepentingannya di pengadilan, bukan sebagai kewajiban.
2. Perlawanan bukan subjek yang terlibat langsung sebagai pihak
dalam putusan yang dilawan.
3. Pada derden verzet, pelawan harus menarik seluruh pihak yang
terlibat dalam putusan yang dilawan. Hal ini merupakan syarat
mutlak yang tidak boleh diabaikan, bila diabaikan mengandung
cacat formal berupa error in person yang dapat mengakibatkan
putusan di N.O. (niet ont vanklijverklaard) atau gugatan tidak
dapat diterima.
4. Tenggang waktu derden verzet dapat dikatakan luas tetapi juga
dapat dikatakan sempit, karena tidak dapat dibatasi oleh jumlah
hari, minggu, bulan, dan bahkan tahun, yang membatasinya
adalah eksekusi putusan. Kalau eksekusi itu cepat maka cepat
pula habisnya tenggang waktu untuk mengajukan derden verzet.
Apabila lambat maka lambatnya pula berakhirnya tenggang
waktu untuk mengajukan derden verzet.
5. Derden verzet didaftar sebagai perkara baru dengan membayar
biaya perkara baru.
6. Karena derden verzet didaftar sebagai perkara baru dengan
membayar perkara baru, maka terpisah dari nomor perkara yang
dilawan.
7. Karena derden verzet itu sebagai perkara baru, yang menjadi
bahan pemeriksaan adalah perlawanan pelawan. Bila terlawan
membantah dalil pelawan maka pelawan berkewajiban
membuktikan dalilnya.9
Konsep dan Landasan Hukum Eksekusi
Eksekusi berasal dari kata executie, artinya melaksanakan
putusan hakim (tenuitvoer legging van vonnissen), sedangkan lengkapnya
adalah melaksanakan putusan yang telah berkekuatan hukum tetap, sesuai

8

M. Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata, (Jakarta: Sinar Grafika,2005), hlm.

710.

9
Siska Yanuarti “ Perlawanan pihak ketiga (Derden Verzet) terhadap sita
jaminan ( Conservatoir Beslag ) dalam sengketa perdata ( studi kasus putusan No.
188/Pdt.Plw/2010/PN.ska)”, hlm. 28.

http://jurnal.arraniry.ac.id/index.php/samarah

Perlawanan Eksekusi Pihak Ketiga terhadap Perkara Harta Bersama
Analiansyah, Rudanto

378

dengan undang-undang yang berlaku.10Eksekusi dalam suatu perkara baru
tampil dan berfungsi apabila pihak tergugat tidak bersedia mentaati dan
menjalankan putusan secara sukarela. Jika tergugat tidak menjalankan
pemenuhan putusan secara sukarela akan menimbulkan konsekuensi
hukum berupa tindakan paksa yang disebut eksekusi. Dengan demikian,
salah satu prinsip yang melekat pada eksekusi, yaitu menjalankan
eksekusi secara paksa merupakan tindakan yang timbul apabila pihak
tergugat tidak menjalankan putusan secara sukarela. Jika tergugat
mentaati dan menjalankan putusan secara sukarela, maka tindakan
eksekusi tidak diperlukan. Sebelum membahas prinsip atau asas eksekusi
perlu kiranya disinggung sedikit pembakuan istilah eksekusi dalam
Bahasa Indonesia.
Di sini, akan dikemukakan istilah yang dipergunakan oleh Prof.
Surbekti beliau mengalihkanya dengan istilah “pelaksanaan“ putusan.
Begitu pula Retnowulan Sutantio mengalihkannya dalam Bahasa
Indonesia dengan istilah “pelaksanaan “ putusan. Pendapat kedua penulis
tersebut, dapat dijadikan sebagai perbandingan. Bahkan, hampir semua
penulis telah membakukan istilah “pelaksanaan” putusan sebagai kata
ganti eksekusi (executie). Karena dianggap istilah tersebut sudah tepat.
Azas dari pada Eksekusi adalah: Pertama, Putusan pengadilan harus
sudah berkekuatan hukum tetap, Kedua, Putusan tidak dilaksanakan
secara sukarela, Ketiga, putusan mengandung Amar Condemnatoir, dan
Ke-empat, eksekusi dibawah pimpinan pengadilan negeri.11
1. Pengertian Eksekusi
Eksekusi adalah menjalankan putusan pengadilan yang sudah
berkekuatan hukum tetap. Putusan yang dieksekusi adalah putusan
pengadilan yang mengandung perintah kepada salah satu pihak untuk
membayar sejumlah uang, atau juga pelaksanaan Putusan Hakim yang
memerintahkan pengosongan benda tetap, sedangkan pihak yang kalah
tidak mati melaksanakan putusan itu secara sukarela sehingga
memerlukan upaya paksa dari pengadilan untuk melaksanakannya.12
Eksekusi dilihat dari sumbernya ialah sebagai tindakan hukum
yang dilakukan oleh pengadilan kepada pihak yang kalah dalam suatu
perkara merupakan aturan dan tata cara lanjutan dari proses pemeriksaan
perkara. Oleh karena itu, eksekusi tiada lain daripada tindakan yang
berkesinambungan dari keseluruhan proses hukum acara perdata.

10

Subekti, Hukum Acara Perdata, (Jakarta: BPHN, 1997), hlm. 128.
Yahya Harahap, Ruang Lingkup Permasalahan Eksekusi Bidang Perdata, cet, 1.
(Jakarta: Sinar Grafika, 2005), hlm. 6.
12
Abdul Manan, Penerapan Hukum Acara Perdata Di Lingkungan Peradilan
Agama, (Jakarta: Kencana, 2008), hlm. 313.
11

http://jurnal.arraniry.ac.id/index.php/samarah

Perlawanan Eksekusi Pihak Ketiga terhadap Perkara Harta Bersama
Analiansyah, Rudanto

379

Sedangkan menurut istilahnya eksekusi merupakan satu kesatuan yang
tidak terpisah dari pelaksanaan tata tertib beracara yang terkandung
dalam HIR atau Rbg.13
2. Macam-macam Eksekusi
Tujuan pencari keadilan ialah agar segala hak-haknya yang
dirugikan oleh pihak lain dapat dipulihkan melalui Putusan Hakim. Hal
ini dapat tercapai jika putusan hakim dapat dilaksanakan secara sukarela
atau secara paksa dengan mengunkan alat negara, apabila pihak terhukum
tidak mau melaksanakan secara sukarela. Sejak dikeluarkannya UndangUndang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Pengadilan Agama, maka
Pengadilan Agama telah dapat melaksanakan sendiri segala putusan yang
dijatuhkannya tanpa harus melalui bantuan pengadilan negeri. Dengan
berlakunya Undang-Undang peradilan agama tersebut maka: Pertama,
Ketentuan tentang eksekutorial verklaring dan pengukuhan oleh
pengadilan negeri dihapuskan. Kedua, Pada setiap pengadilan agama
diadakan jurusita untuk dapat melaksanakan putusan-putusannya. 14 Ada
beberapa macam eksekusi, yaitu :
1. Eksekusi putusan yang menghukum pihak yang dikalahkan untuk
membayar sejumlah uang (Pasal 197 ayat 1 HIR / Pasal 207 ayat
1 Rbg).
2. Eksekusi putusan yang menghukum orang untuk melakukan
suatu perbuatan (Pasal 225 HIR / Pasal 259 Rbg).
3. Eksekusi riil, yaitu pelaksanaan putusan hakim yang
memerintahkan penggosongan benda tetap kepada orang yang
dikalahkan (Pasal 1033 Rv).
4. Eksekusi dengan penjualan lelang (Pasal 200 ayat 11 HIR / Pasal
218 ayat 2 Rbg).15
Permasalahan yang penting juga dibicarakan dalam kasus
eksekusi ialah mengenai permohonan penundaan eksekusi. Masalah ini
sangat serius, karena terhadap setiap eksekusi selalu ada reaksi
permintaan penundaan. Tidak ada eksekusi yang luput dari penundaan.
Adakalanya permintaan penundaan datang langsung dari pihak
tereksekusi sendiri, atau dari pihak ketiga. Berbagai macam alasan
dikemukakan. Terkadang alasan penundaan yang dikemukakan sama
sekali tidak relevan, sehingga sangat terkesan alasan itu dibuat-buat guna
mengulur waktu eksekusi. Namun demikian, ada juga permohonan

13

Yahya Harahap, Ruang Lingkup Permasalahan Eksekusi Bidang Perdata., hlm.

8.
14

Gemala Dewi, Hukum Acara Perdata Peradilan Agama Di Indonesia., hlm.

166.
15

Mustofa, Kepaniteraan Peradilan Agama, (Jakarta: Kencana, 2005), hlm. 110.

http://jurnal.arraniry.ac.id/index.php/samarah

Perlawanan Eksekusi Pihak Ketiga terhadap Perkara Harta Bersama
Analiansyah, Rudanto

380

penundaan yang mempunyai alasan kuat, yang perlu diperhatikan dan
dipertimbangkan. Mungkin pada suatu kasus alasan penundaan eksekusi
yang dikemukakan tidak berdasar, tetapi pada kasus lain, alasan yang
seperti itu cukup berbobot untuk menunda eksekusi. Misalnya,
permohonan penundaan atas alasan peninjauan kembali. 16 Tindakan
eksekusi terhadap suatu putusan yang telah berkekuatan hukum tetap
tidak selamanya berjalan dengan lancar.17
3. Alasan Penundaan atau Penagguhan Eksekusi
Dalam menjalankan eksekusi tidak selamanya lancar sesuai
rencana, terkadang dan bahkan sering menemui hambatan terhadap suatu
sengketa atau perkara yang telah diputuskan oleh pengadilan belumlah
sempurna apabila belum dilaksanakan. Karena sebenarnya tujuan para
pihak mengajukan suatu gugatan ke-pengadilan adalah agar perkara itu
dapat ditentukan hukumnya melalui putusan pengadilan, yang kemudian
putusan itu dapat dilaksanakan.
Oleh karena itu, maka suatu putusan pengadilan yang telah
bersifat Condemnatoir atau berkekuatan hukum tetap harus tetap
mempunyai kekuatan Eksekutorial, yaitu kekuatan untuk dapat
melaksanakan secara paksa.Salah satu asas yang berlaku pada penundaan
eksekusi ialah “tidak ada patokan umum” untuk menunda eksekusi.
Penerapan penundaan eksekusi “bersifat kasuistik”. Tidak ada alasan
penundaan eksekusi yang bersifat menentukan. Seperti sudah dikatakan
di atas, mungkin alasan yang sama berbeda penerapan dan penilaiannya
sehingga alasan itu tidak berlaku umum untuk semua penundaan
eksekusi. Suatu alasan mungkin dapat dibenarkan menunda eksekusi
pada kasus tertentu, tetapi belum tentu dapat dipergunakan untuk
menunda eksekusi pada kasus lain. Disamping ada asas yang
mengajarkan tidak ada patokan dan alasan yang berlaku umum untuk
mengabulkan permohonan penundaan eksekusi, ada lagi asas lain yang
perlu mendapat perhatian, yaitu penundaan eksekusi “yang bersifat
eksepsional”. Artinya, pengabulan penundaan eksekusi merupakan
tindakan” pengecualian ”dari asas aturan umum. Itu sebabnya penundaan
eksekusi disebut tindakan “eksepsional,“ karena tindakan penundaan
eksekusi “menyingkirkan“ ketentuan umum hukum eksekusi. 18 Ada
beberapa alasan yang dapat digunakan untuk melakukan penundaan
eksekusi, yaitu:

16

Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata cet. 1, hlm.308.
Djazuli Bachar, Eksekusi Putusan Perdata: Segi Hukum Dan Penegakkan
Hukum (Jakarta: Akademika Pressindo, 1995), hlm. 109-141.
17

18

Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata cet. 1, hlm. 309.

http://jurnal.arraniry.ac.id/index.php/samarah

Perlawanan Eksekusi Pihak Ketiga terhadap Perkara Harta Bersama
Analiansyah, Rudanto

381

1. Penundaan eksekusi atas alasan prikemanusiaan.
2. Penundaan eksekusi atas alasan derden verzet.
3. Penundaan eksekusi atas alasan barang objek eksekusi masih
dalam proses perkara lain.
4. Penundaan eksekusi atas alasan peninjauan kembali.
5. Penundaan eksekusi atas alasan perdamaian.19
Selanjutnya, perlu dijelaskan mengenai bentuk penundaan atau
penangguhan eksekusi dan upaya hukum terhadapnya.Dituangkan dalam
bentuk penetapan (Beschikking), Seperti yang dijelaskan diatas,
permintaan penangguhan atau penundaan eksekusi dapat diajukan oleh
pihak yang berkepentingan, baik berupa surat atau gugatan perlawanan,
bisa berbentuk perlawanan oleh pihak tereksekusi sendiri (partij verzet)
atau perlawanan pihak ketiga (derden verzet).Penetapan penangguhan
atau penundaan eksekusi diterbitkan ketua PN, tidak dapat dibanding
dan/atau dikasasi. Pada putusan MA No. 1243K/pdt/1984 terdapat
penegasan yang menyatakan: Pertama, Penangguhan eksekusi yang
dituangkan ketua PN dalam bentuk penetapan, sifatnya merupakan
kebijakan (discretionair), dengan demikian merupakan kebebasan
bertindak (discretionair bevoegdheid) yang diberikan undang-undang
kepada ketua PN; Kedua, Oleh karena itu, keberatan terhadapnya harus
diajukan dalam bentuk pengaduan dalam rangka pengawasan kepada
ketua Pengadilan Tinggi (PT), bukan dalam bentuk permohonan kasasi.20
Konsep Harta Bersama
Adanya harta bersama dalam perkawinan tidak menutup
kemungkinan adanya harta masing-masing suami istri. Harta bersama
tersebut dapat berupa benda tidak bergerak, benda bergerak dan suratsurat berharga. Sedang yang tidak berwujud bisa berupa hak dan
kewajiban. Keduanya dapat dijadikan jaminan oleh salah satu pihak atas
persetujuan dari pihak lainnya. Suami istri tanpa persetujuan salah satu
pihak, tidak diperbolehkan menjual atau memindahkan harta bersama
tersebut.21
Harta bersama itu adalah harta yang dihasilkan dengan jalan
syirqah antara suami istri sehingga terjadi percampuran harta yang satu
dengan yang lain dan tidak dapat dibeda-bedakan lagi. Dalam Al-Qur’an
Allah SWT berfirman didalam surat An-Nisaa ayat 32:22

19

Ibid., hlm. 326.
Ibit., hlm. 332.

20

21

Tihami, Fikih Munakahat, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2009), hlm. 179.
Ahmad Rofiq, Hukum Perdata Islam Di Indonesia, hlm. 160.

22

http://jurnal.arraniry.ac.id/index.php/samarah

Perlawanan Eksekusi Pihak Ketiga terhadap Perkara Harta Bersama
Analiansyah, Rudanto

382





Artinya: ”Dan janganlah kamu iri hati terhadap karunia yang
telah dilebihkan Allah kepada sebahagian kamu atas sebahagian yang
lain. (Karena) bagi laki-laki ada bagian dari pada apa yang mereka
usahakan, dan bagi perempuan (pun) ada bagian dari apa yang mereka
usahakan, mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sungguh,
Allah Maha Mengetahui segala sesuatu”.
Isyarat dan penegasan ayat tersebut dijelaskan dalam kompilasi
85, 86, dan 87 berikut ini: Pasal 85, yaitu Adanya harta bersama dalam
Perkawinan itu tidak menutup kemungkinan adanya harta milik masingmasing suami istri. Pasal 86, yaitu Pada dasarnya tidak ada percampuran
antara harta suami dan harta istri karena Perkawinan.
Harta istri tetap menjadi hak istri dan dikuasai penuh olehnya,
demikian juga harta suami tetap menjadi hak suami dan dikuasai penuh
olehnya. Pasal 87, yaitu harta bawaan dari masing-masing suami dan istri
dan harta yang diperoleh masing-masing sebagai hadiah atau warisan
adalah dibawah pengawasan masing-masing sepanjang para pihak tidak
menentukan lain dalam perjanjian Perkawinan. Suami istri mempunyai
hak sepenuhnya untuk melakukan perbuatan hukum atas harta masingmasing berupa hibah, hadiah, shadaqah, atau lainnya.
Harta bersama dalam Islam lebih identik dengan syirkah abdan
mufawwadhah yang berarti perkongsian tenaga dan perkongsian tak
terbatas. Meskipun gono-gini tidak diatur dalam Fikih Islam secara jelas,
tetapi keberadaanya, paling tidak dapat diterima oleh sebahagian Ulama
Indonesia. Hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa banyak suami istri,
dalam masyarakat indonesia sama-sama bekerja. Berusaha untuk
mendapatkan nafkah hidup keluarga sehari-hari dan sekadar harta untuk
simpanan (tabungan) untuk masa tua mereka.23
Dalam sudut pandang hukum Islam terhadap harta bersama ini
adalah sejalan dengan yang dikemukakan oleh Ismail Muhammad Syah
bahwa pencarian bersama suami istri mestinya masuk dalam Rub‟u
Mu‟amalah, tetapi tenyata secara khusus tidak dibicarakan. Hal ini
mungkin disebabkan karena pada umunya pengarang Kitab-Kitab Fikih
adalah orang Arab yang tidak mengenal adanya adat mengenai pencarian

23

Tihami, Fikih Munakahat, hlm. 181.

http://jurnal.arraniry.ac.id/index.php/samarah

Perlawanan Eksekusi Pihak Ketiga terhadap Perkara Harta Bersama
Analiansyah, Rudanto

383

bersama suami istri itu. Tetapi dibicarakan tentang perkongsian yang
dalam bahasa arab disebutkan syarikat atau syirkah.24
Harta bersama adalah harta kekayaan yang diperoleh selama
Perkawinan diluar hadiah atau warisan. Maksudnya, harta yang didapati
atas usaha mereka, atau sendiri-sendiri selama masa ikatan Perkawinan.25
Semua pendapatan atau penghasilan suami istri selama ikatan
Perkawinannya selain dari harta asal dan atau harta pemberian yang
mengikuti harta asal adalah harta pencaharian bersama suami istri. Tidak
dipermasalahkan apakah istri ikut bekerja atau tidak, walaupun istri
hanya tinggal dirumah, mengurus rumah tangga dan anak, sedangkan
yang bekerja suami sendiri, namun hasil suami itu adalah hasil
pencaharian bersama suami istri. Dan apabila Perkawinan mereka putus
maka sebagaimana putusan Mahkamah Agung tanggal 9 April 1960 No.
120 K/Sip/1960 harus dibagi sama rata antara suami istri.26
Idris Ramulyo, mengemukakan tidak ada harta bersama kecuali
melalui Syirqah (perjanjian) antara suami istri yang dibuat sebelum atau
pada saat Perkawinan dilangsungkan. Dalam perjanjian itu harus
ditegaskan bahwa ada harta bersama antara suami istri itu selama
Perkawinan berlangsung. Sedangkan di lain pihak ada kecendrungan
bahwa otomatis ada harta bersama anatar suami istri itu selama
Perkawinan berlangsung baik mereka bekerja bersama-sama maupun
salah seorang saja dari mereka yang bekerja. Sedangkan lainnya mungkin
mengurus rumah tangga suami dan anak-anaknya.27
Dalam kitab-kitab fikih bab khusus tentang pembahasan syarikat
yang sah dan yang tidak sah. Dikalangan Mazhab Syafi’i terdapat empat
macam yang disebutkan harta syarikat, yaitu:
1) Syarikat „inan, yaitu dua orang yang berkongsi dalam harta
tertentu, misalnya bersyarikat didalam membeli suatu barang dan
keuntungannya untuk mereka.
2) Syarikat abdan, yaitu dua orang atau lebih bersyarikat masingmasing mengerjakan suatu pekerjaan dengan tenaga dan hasilnya
(upahnya) untuk mereka bersama menurut perjanjian yang
mereka buat.

24
Abdul Manan, Aneka Masalah Hukum Perdata Islam Di Indonesia, (Jakarta:
Kencana, 2006), hlm. 111.
25
Ahmad Rofiq, Hukum Perdata Islam Di Indonesia, hlm. 161.
26
Hilman Hadikusuma, Hukum Waris Adat, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti,
2003), hlm. 60.
27

Idris Ramulyo, Hukum Perkawinan Islam, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2004),

hlm. 235.
http://jurnal.arraniry.ac.id/index.php/samarah

Perlawanan Eksekusi Pihak Ketiga terhadap Perkara Harta Bersama
Analiansyah, Rudanto

384

3) Syarikat mufawwadhah, yaitu perserikatan dari dua orang atau
lebih untuk melaksanakan suatu pekerjaan dengan tenagannya
yang masing-masing antara mereka mengeluarkan modal,
menerima keuntungan dengan tenaga dan modalnya, masingmasing melakukan tindakan meskipun tidak diketahui oleh pihak
lain.
4) Syarikat wujuh, yaitu syarikat atas tanpa pekerjaan ataupun harta.
Maksudnya permodalan dengan dasar kepercayaan pihak lain
kepada mereka.
Terhadap pembagian harta syarikat sebagaimana tersebut diatas,
hanya syarikat „inan yang disepakati oleh semua pakar Hukum Islam.
Sedangkan tiga syarikat lainnya masih diperselisihkan keabsahannya.
Meskipun pembagian syarikat seperti yang telah dikemukakan dibagi
empat macam dilaksanakan oleh para ahli hukum islam dikalangan
Mazhab Syafi’i, tetapi dalam praktek peradilan mereka hanya mengakui
syarikat „inan saja. Para pakar hukum Islam dikalangan Mazhab Hanafi
dan Malikidapat menerima syarikat ini karena syarikat tersebut
merupakan Muamalah yang harus dilaksanakan oleh setiap orang dalam
rangka mempertahankan hidupnya. Syarikat itu dapat dilaksanakan
asalkan tidak dengan paksaan, dan dilaksanakan dengan iktikad yang
baik. Jika salah satu pihak merasa tidak cocok lagi melaksanakan
perkongsian yang disepakati, maka ia dapat membubarkan perkongsian
itu secara baik dan terhadap hal ini tidak dapat diwariskan.28
Harta Bersama yaitu harta yang didapat atau usaha mereka, atau
sendiri-sendiri dalam masa Perkawinan. Atau dengan kata lain harta yang
dihasilkan dengan jalan syirkah antara suami istri sehingga terjadi
percampuran harta yang satu dengan harta yang lain dan tidak dapat
dibeda-bedakan.29
Sesudah terjadi akad nikah, suami berkewajiban mencari nafkah
(Rezeki) dan istri bertanggung jawab untuk mengurusi rumah tangga.
Harta yang diperoleh selama Perkawinan itu sebenarnya milik bersama.
Suami istri hanya berbeda peran dalam membangun dan membina sebuah
rumah tangga. Pada zaman sekarang ini, disamping suami, istri pun ada
yang berperan mencari rezeki. Ada yang sekala besar seperti memimpin
suatu perusahaan dan bahkan ada yang menjadi pejabat negara, dan ada
pula yang berusaha kecil-kecilan.
Sebaiknya harta yang diperoleh itu adalah milik bersama.
Berbeda tentu, sekiranya ada perjanjian khusus antara suami istri, baik

28

Abdul Manan, Aneka Masalah Hukum Perdata Islam Di Indonesia, hlm. 110.
Ibid., hlm. 109.

29

http://jurnal.arraniry.ac.id/index.php/samarah

Perlawanan Eksekusi Pihak Ketiga terhadap Perkara Harta Bersama
Analiansyah, Rudanto

385

sebelum akad nikah maupun sesudah akad nikah. Mengenai harta
kekayaan ini telah dicantumkan dalam Kompilasi Hukum Islam.
Yaitu, Pasal 86, 88, 89, 90, menyebutkan,
 Pasal 86, pada dasarnya tidak ada percampuran antara harta
suami dan harta istri karena Perkawinan, harta istri tetap menjadi
hak istri dan dikuasai penuh olehnya. Demikian juga dengan
suami tetap menjadi hak suami dan dikuasi penuh olehnya.
 Pasal 88, apabila terjadi perselisihan antara suami istri tentang
harta bersama, maka penyelesaian tentang harta bersama, maka
penyelesaian perselisihan itu diajukan kepada pengadilan agama.
 Pasal 89, suami bertanggung jawab menjaga harta bersama, harta
istri maupun hartanya, istri turut bertanggung jawab menjaga
harta bersama maupun harta suaminya yang ada padanya30
Sedangkan harta bawaan dari masing-masing suami dan istri dan
harta yang diperoleh masing-masing sebagai hadiah atau warisan adalah
dibawah penguasaan masing-masing sepanjang para pihak tidak
menentukan lain dalam perjanjian Perkawinan.31
Harta bawaan atau harta pembawaan itu dapat berarti harta
penantian suami atau istri, atau harta bawaan dalam arti sebenarnya,
dikarenakan masing-masing suami dan istri membawa harta sebagai
bekal kedalam ikatan Perkawinan yang bebas dan berdiri sendiri. Dalam
bentuk perkawinan apapun juga adalah kenyataan bahwa harta asal itu
dapat dilihat sebagai harta bawaan yang isinya dapat berupa harta
peninggalan (warisan) yang tidak terbagi, sudah terbagi atau belum
terbagi. Harta bawaan tersebut masuk menjadi Harta Perkawinan yang
kemudian akan menjadi harta warisan. Jadi untuk membedakannya dari
harta pencaharian dalam pewarisan maka sesungguhnya yang disebut
harta bawaan itu merupakan harta asal atau barang asal, apakah ia
sebagai barang bawaan suami atau bawaan istri.
Harta bawaan suami dapat dibedakan antara bawaan suami
sebagai harta pembujangan
atau bawaan suami sebagai harta
pembekalan. Sebagai harta pembujangan, maka fungsi harta itu
merupakan harta penunggu kedatangan istri yang biasa berlaku apabila
Perkawinan itu berbentuk Perkawinan jujur, dimana setelah Perkawinan
istri menetap dipihak suami (Patrilokal). Harta bawaan istri seperti halnya
dengan bawaan suami dapat dibedakan antara harta bawaan ketempat
suami karena Perkawinan ikatan jujur, harta bawaan sebagai harta
penantian istri karena iktan Perkawinan semanda (Matrilokal) atau harta
30
Ali Hasan, Pedomaman Hidup Berumah Tangga Dalam Islam, (Jakarta: Prenada
Media Grup, 2006), hlm. 231.
31
Ibid., hal. 162.

http://jurnal.arraniry.ac.id/index.php/samarah

Perlawanan Eksekusi Pihak Ketiga terhadap Perkara Harta Bersama
Analiansyah, Rudanto

386

bawaan pembekalan dalam ikatan Perkawinan bebas yang hidup mandiri
terlepas dari pengaruh keluarga atau kerabat.32
Penyebab Hakim Menolak Perlawanan Eksekusi Pihak Ketiga
terhadap Perkara Harta Bersama
Pada bagian ini dijelaskan kedudukan kasus dan penyebab hakim
menolak perlawanan eksekusi pihak ketiga yang terdapat dalam kasus
perkara harta bersama dengan Nomor 0257/Pdt.G/2015/MS-Bna dan
penyebab hakim menolak perlawanan eksekusi pihak ketiga terhadap
perkara harta bersama. Pada tanggal 09 November 2015 para pelawan
atau dalam hal ini disebut pihak ketiga telah mengajukan permohonan
perlawanan eksekusi pada putusan hakim Mahkamah Syar’iyah Banda
Aceh Nomor 073/Pdt.G/2013/MS-Bna tentang perceraian serta
pembagian harta bersama. Atas putusan tersebut pihak ketiga tidak
menerimanya sehingga pihak ketiga mengajukan derden verzet
(perlawanan).
Perkara ini bermula karena terjadinya polemik dalam keluarga
antara ZN (suami) dan MS (istri), dalam hal ini ZN mengajukan gugatan
perceraian di Mahkamah Syar’iyah Banda Aceh dan telah diputuskan
oleh Mahkamah Syar’iyah Banda Aceh pada tanggal 06 November 2013
tentang perceraian serta pembagian harta bersama. Tetapi, yang
dipermasalahkan dalam kasus ini ialah tentang pembagian harta bersama,
setelah hakim Mahkamah Syar’iyah Banda Aceh memutuskan perkara
harta bersama tersebut dengan memberikan seperdua bagian kepada
masing-masing ZN dan MS. Namun, pada tahun 2015 pihak dari keluarga
ZN (suami) atau pihak ketiga mengajukan permohonan perlawanan
eksekusi pada tanggal 09 November 2015 dan suratnya telah terdaftar
pada kepaniteraan Perkara Mahkamah Syar’iyah Banda Aceh dengan
register Nomor 0257/Pdt.G/2015/MS-Bna tertanggal 10 November 2015.
Adapun objek yang diperkarakan dalam kasus ini adalah harta
bersama yang diperoleh selama masa Perkawinan. Dalam harta bersama
tersebut terdapat harta peninggalan Almh SH (ibu pihak ketiga), dan
objek
tersebut
terlampir
pada
berkas
putusan
Nomor
0257/Pdt.G/2015/MS-Bna ialah pada objek No.5 angka 5.2. satu petak
tanah beserta dua unit bangunan rumah permanen diatasnya, yang terletak
di komplek Alam Beutari, Gampong Lampoh Daya Kecamatan Jaya Baru
Kota Banda Aceh.
Terhadap objek perkara tersebut di atas, pihak ketiga keberatan
atas putusan Mahkamah Syar’iyah Banda Aceh yang dimana objek
perkara tersebut merupakan harta peninggalan Almh SH (ibu pihak

32

Hilman Hadikusuma, Hukum Waris Adat,hlm. 48.

http://jurnal.arraniry.ac.id/index.php/samarah

Perlawanan Eksekusi Pihak Ketiga terhadap Perkara Harta Bersama
Analiansyah, Rudanto

387

ketiga). Pada masa hidup SH (ibu pihak ketiga) telah membelikan sepetak
tanah dari saudara JK pada tanggal 3 Oktober 2002, seluas kurang lebih
300 m2 yang terletak di komplek Alam Beutari Gampong Lampoh Daya
Kecamatan Jaya Baru Kota Banda Aceh yang sekarang tanah tersebut
dijadikan sengketa harta bersama oleh ZN dan MS.
Para pelawan dalam hal ini pihak ketiga mengajukan
permohonan perlawanan eksekusi kepada hakim Mahkamah Syar’iyah
Banda Aceh yang memutuskan perkara harta bersama tersebut untuk
membatalkan putusan eksekusi, sebab objek sengketa dalam perkara
tersebut pada amar putusan Mahkamah Syar’iyah Banda Aceh Nomor
073/Pdt.G/2013/MS-Bna poin 2.2 dan amar putusan Mahkamah
Syar’iyah Aceh Nomor 02/Pdt.G/2014/MS-Aceh poin 2.2 adalah milik
Almh SH (ibu pihak ketiga) yang telah meninggal dunia pada tanggal 24
Desember 2004 pada peristiwa Tsunami di Gampong Lampoh Daya
Kecamatan Jaya Baru Kota Banda Aceh.
Oleh karena objek perkara harta bersama yang di persengketakan
ZN (suami/terlawan I) dengan MS (istri/terlawan II) tersebut bukanlah
hasil jerih payah keduanya pada masa Perkawinan, akan tetapi objek
tersebut adalah harta peninggalan milik Almh SH (ibu pihak ketiga)
untuk saat ini milik para pelawan (pihak ketiga) dan ZN (suami/terlawan
I) sebagai ahli warisnya. Namun, dari pihak MS (istri/terlawan II) tidak
menerima atas pengaduan pihak ketiga yang beranggapan bahwa dalam
harta bersama tersebut ada harta peninggalan Almh SH (ibu pihak ketiga)
yang dulunya dibawa ZN (suami/terlawan I) atau harta bawaan sebelum
menikah dengan MS (istri/terlawan II).
Oleh sebab itu, MS (istri/terlawan II) meminta kepada majlis
hakim Mahkamah Syar’iyah Banda Aceh untuk tidak membatalkan
putusan sebelumnya tetapi hakim harus melihat dulu apakah pembuktian
pihak ketiga itu benar atau cuman rekayasa antara para pelawan (pihak
ketiga) dan ZN (suami/terlawan I) serta harta bersama tersebut yang
berada pada ZN (suami/terlawan I) harus segera dibagikan. Karena
setelah putusan perceraian harta bersama tersebut belum dibagikan
kepada MS (istri/terlawan II), akan tetapi harta bersama bersama tersebut
masih dalam kekuasaan ZN (suami/terlawan I).
Mengenai hal ini, perlawanan pihak ketiga yang diajukan ke
Mahkamah Syar’iyah Banda Aceh di tolak oleh majlis hakim Mahkamah
Syar’iyah Banda Aceh, adapun bunyinya ialah “bahwa keadaan-keadaan
yang disampaikan secara tertulis tersebut dalam Nota perlawanan para
pelawan adalah suatu pemaksaan peristiwa-peristiwa yang tidak pernah
terjadi menjadi pernah terjadi dan terkesan menjadi penekananpenekanan keadaan-keadaan yang sangat dipaksakan, namun yang tidak
ada realitanya atau fakta-faktanya maka harus dikesampingkan. Dan
http://jurnal.arraniry.ac.id/index.php/samarah

Perlawanan Eksekusi Pihak Ketiga terhadap Perkara Harta Bersama
Analiansyah, Rudanto

388

bahwa para pelawan tidak memiliki hubungan hukum baik sebagai anak
maupun kerabat Almh SH, oleh karena itu para pelawan tidak memiliki
legal Standing/Kapasitas Hukum”. Untuk itu majlis hakim menyatakan
bahwa para pelawan adalah pelawan yang tidak benar dan menolak
perlawanan para pelawan/pihak ketiga.
Pada dasarnya bantahan atau perlawanan pihak ketiga yaitu
upaya hukum yang dilakukan orang yang semula bukan pihak dalam
suatu perkara, tetapi oleh karena ia merasa berkepentingan atas barang
atau benda yang dipersengketakan dimana barang atau benda tersebut
akan/sedang disita atau akan/sedang dijual lelang. Maka ia berusaha
untuk mempertahankan benda atau barang tersebut dengan alasan bahwa
benda atau barang tersebut adalah miliknya bukan milik tergugat. Namun
demikian, bila pihak ketiga merasa hak-haknya dirugikan oleh suatu
putusan hakim, maka yang bersangkutan dapat mengajukan perlawanan
terhadap putusan hakim tersebut.
Perlawanan pihak ketiga (derden verzet) sendiri merupakan
perlawanan yang dilakukan oleh orang yang semula bukan pihak yang
bersangkutan dalam berperkara dan hanya
karena ia merasa
berkepentingan. Pihak ketiga yang mengajukan perlawanan terhadap
suatu putusan tidak cukup hanya mempunyai kepentingan saja, tetapi
harus nyata-nyata telah dirugikan hak-haknya. Pasal 382 Rv (Reglement
of de Rechtsvordering)menyatakan apabila perlawanannya dikabulkan,
putusan yang dilawan itu diperbaiki sepanjang merugikan pihak ketiga.
Alasan derden verzetberdasarkan Pasal 195 HIR (Herzien
Indonesis Reglement) pihak ketiga diberi hak untuk mengajukan
perlawanan terhadap eksekusi yang dijalankan oleh Pengadilan atau
Mahkamah. Dalil perlawanan pihak ketiga ini dilaksanakan dengan dasar
kepada harta peninggalan orang tua atau hak milik. oleh sebab itu,
eksekusi ditangguhkan atau dilakukan penundaan terhadap putusan
tersebut karena adanya pihak ketiga yang mengajukan perlawanan,
eksekusi dilarang terhadap milik pihak ketiga.
Penundaan atau penangguhan eksekusi baru dapat dilaksanakan
apabila perlawanan yang diajukan Pengadilan atau Mahkamah telah
diperiksa oleh Mahkamah tersebut dengan cara seksama dan setiliti
mungkin. Jika hasil pemeriksaan dinyatakan benar bahwa barang yang
dieksekusi itu adalah milik pelawan, maka harus ditangguhkan atau
ditunda sampai perlawanan memperoleh putusan yang berkekuatan
hukum tetap. Namun, jika hasil pemeriksaan tersebut tidak memiliki

http://jurnal.arraniry.ac.id/index.php/samarah

Perlawanan Eksekusi Pihak Ketiga terhadap Perkara Harta Bersama
Analiansyah, Rudanto

389

kualitas alat bukti maka perlawanan tersebut ditolak karena tidak
mempunyai Legalitas Hukum.33
Adapun tujuan penangguhan atau penundaan ini agar tidak
terjadinya perselisihan dan pertentangan antara eksekusi dengan
perlawanan dari pihak ketiga. Samping itu, jika objek eksekusi masih
diproses dalam perkara lain, misalnya sita jaminan belum dijalankan atau
juga harta bersama tersebut masih dalam genggaman pihak penggugat
(mantan suami), pemeriksaannya masih dalam tingkat pertama, banding,
dan kasasi. Maka lebih baik menunda eksekusi sampai putusan
memperoleh kekuatan hukum tetap.
Mengenai permohonan mengajukan perlawanan pihak ketiga
serta masuk dalam perkara yang selaku pihak yang dirugikan atas putusan
tersebut, dalam hal ini perkara tersebut didaftarkan sebagai derden verzet
(perlawanan pihak ketiga) dengan Nomor baru (Pasal 129 HIR/153 Rbg)
yang diajukan di Pengadilan Agama selaku pengadilan yang mengadili
perkara harta bersama tersebut.34
Tujuan agar tidak terjadi putusan yang saling bertentangan, perlu
digaris bawahi berdasarkan putusan MA No. 1243K/pdt/1984 terdapat
penegasan yang menyatakanPenangguhan eksekusi yang dituangkan
ketua PN dalam bentuk penetapan, sifatnya merupakan kebijakan
(discretionair), atau kebebasan bertindak (discretionair bevoegdheid)
yang diberikan Undang-Undang kepada ketua PN. Oleh karena itu,
keberatan terhadapnya harus diajukan dalam bentuk pengaduan dalam
rangka pengawasan kepada ketua Pengadilan Tinggi (PT), bukan dalam
bentuk permohonan Kasasi. Selanjutnya, dalam Pasal 66 ayat 2 UndangUndang No. 14 Tahun 1985, PK (peninjauan kembali) tidak
menangguhkan atau menghentikan eksekusi.
Sebagaimana wawancara yang penulis lakukan dengan Khairil
Jamal selaku hakim di Mahkamah Syar’iyah Banda Aceh, menyatakan
bahwa ” hakim menolak perlawanan pihak ketiga disebabkan dalam
repliknya pihak ketiga tidak memiliki surat-surat tanah yang asli serta
kesaksian saksi dari pihak ketiga tersebut tidak akurat atau disebut
testimonium de audito (keterangan yang hanya mendengarkan dari orang
lain) dikarenakan pada saat jual beli tanah saksi tidak mengetahui tetapi
saksi hanya mendengar dari Almh ibu pihak ketiga.35

33
Wawancara dengan Zaini Usman selaku Hakim Mahkamah Syar’iyah Banda
Aceh, tanggal 22 Maret 2017 di Banda Aceh.
34
Putusan Nomor : 0257/Pdt.G/2015/MS-Bna.

Wawancara dengan Khairil Jamal selaku Hakim Mahkamah Syar’iyah Banda
Aceh, tanggal 12 Desember2016 di Banda Aceh.
35

http://jurnal.arraniry.ac.id/index.php/samarah

Perlawanan Eksekusi Pihak Ketiga terhadap Perkara Harta Bersama
Analiansyah, Rudanto

390

Seterusnya, penulis melakukan wawancara dengan M. Yusri
selaku Hakim Mahkamah Syar’iyah Banda Aceh, beliau menyatakan
bahwa hakim menolak perlawanan pihak ketiga dikarenakan hakim hanya
melihat pada unsur pembuktian. Apabila unsur pembuktian tidak
terpenuhi serta tidak memenuhi syarat dalam pembuktiannya maka
perlawanan tersebut di N.O (niet ontvankelijke verklaard) atau gugatan
yang tidak bisa diterima karena cacat formil.36 Selanjutnya, penulis juga
melakukan wawancara dengan Zaini Usman selaku hakim di Mahkamah
Syar’iyah Banda aceh, beliau menambahkan bahwasanya hakim menolak
perlawanan pihak ketiga didasari dari hasil pembuktian yang bersifat
autentik atau hakim hanya melihat dari keaslian suatu alat bukti yang
digunakan dalam suatu perkara. Oleh sebab itu, apabila suatu alat bukti
yang tidak memiliki standar legalitas hukum maka alat bukti tersebut
menjadi alat bukti palsu.37
Dari uraian di atas, penulis menganalisa pendapat para hakim
tersebut dengan meniliti jawaban-jawaban para hakim serta menganalisa
berkas putusan 0257/Pdt.G/2015/MS-Bna. Penulis menyimpulkan bahwa
perlawanan pihak ketiga yang dilakukan di Mahkamah Syar’iyah Banda
Aceh sudah sesuai dengan pertimbangan hakim yang menolak
perlawanan tersebut. Mengapa demikian, karena peneliti melihat ada
kecurangan antara pihak ketiga dan mantan suami atau abang kandung
pihak ketiga dimana terjadinya persengkongkolan antara keduanya, dari
yang tidak pernah ada menjadi pernah ada. Serta mantan suami belum
membagikan harta bersama tersebut kepada mantan istri yang mana
putusan tersebut telah menetapkan pembagian harta bersama dibagi
seperdua untuk suami dan seperdua untuk istri itu bisa dilihat pada
putusan Nomor 0257/Pdt.G/2015/MS-Bna. 38 Namun kenyataanya, dari
mantan suami tidak pernah membagikan harta bersama tersebut kepada
istri.
Langkah Hakim Mahkamah Syar’iyah Banda Aceh dalam
Menetapkan Kembali Suatu Putusan yang Telah Dieksekusi
terhadap Perkara Harta Bersama
Hakim dalam memeriksa, mengadili dan memutus suatu perkara,
pertama kali harus menggunakan Hukum Tertulis sebagai dasar
putusannya. Jika dalam Hukum Tertulis tidak cukup, tidak tepat dengan

36
Wawancara dengan M. Yusri selaku Hakim Mahkamah Syar’iyah Banda Aceh,
tanggal 12 Desember 2016 di Banda Aceh.
37
Wawancara dengan Zaini Usman selaku Hakim Mahkamah Syar’iyah Banda
Aceh, tanggal 22 Maret 2017 di Banda Aceh.
38
Putusan Nomor : 0257/Pdt.G/2015/MS-Bna.

http://jurnal.arraniry.ac.id/index.php/samarah

Perlawanan Eksekusi Pihak Ketiga terhadap Perkara Harta Bersama
Analiansyah, Rudanto

391

permasalahan dalam suatu perkara, maka barulah hakim mencari dan
menemukan sendiri hukumnya dari sumber-sumber hukum yang lain
seperti yurisprudensi, doktrin, traktat, kebiasaan atau hukum tidak
tertulis. Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 Pasal 10 ayat (1) tentang
Kekuasaan Kehakiman menentukan “bahwa Pengadilan dilarang menolak
untuk memeriksa, mengadili, memutus suatu perkara yang diajukan
dengan dalil hukum tidak ada atau kurang jelas, melainkan wajib untuk
memeriksa dan mengadilinya”.
Ketentuan pasal ini memberi makna bahwa hakim sebagai organ
utama Pengadilan dan sebagai pelaksana kekuasaan kehakiman wajib
hukumnya bagi hakim untuk menemukan hukumnya dalam suatu perkara
meskipun ketentuan hukumnya tidak ada atau kurang jelas. UndangUndang No. 48 Tahun 2009 Pasal 5 ayat (1) juga menjelaskan bahwa
“Hakim Pengadilan dan Hakim Konstitusi wajib menggali, mengikuti
dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam
masyarakat”.
Dalam praktek Pengadilan, ada 3 (tiga) istilah yang sering
dipergunakan oleh Hakim yaitu penemuan hukum, pembentukan

Dokumen yang terkait

Eksekusi Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 609 K/Pdt/2010 Dalam Perkara Perdata Sengketa Tanah Hak Guna Bangunan Dilaksanakan Berdasarkan Penetapan Ketua Pengadilan Negeri

3 78 117

Penerapan Hermeneutika Hukum di Pengadilan Agama Dalam Penyelesaian Sengketa (Studi Analisis Putusan Pengadilan Agama Bekasi Tentang Harta Bersama)

0 12 172

EKSEKUSI SITA MARITAL TERHADAP HARTA BERSAMA DALAM PUTUSAN NOMOR: 0444/PDT.G/2012/PA.TNK

0 6 54

Kedudukan Janda Terhadap Harta Bersama Menurut Kompilasi Hukum Islam (Studi Kasus Terhadap Putusan Perkara Pengadilan Agama Nomor 646 Pdt.G 2010 Pa.Mdn.)

0 0 13

Kedudukan Janda Terhadap Harta Bersama Menurut Kompilasi Hukum Islam (Studi Kasus Terhadap Putusan Perkara Pengadilan Agama Nomor 646 Pdt.G 2010 Pa.Mdn.)

0 0 2

Kedudukan Janda Terhadap Harta Bersama Menurut Kompilasi Hukum Islam (Studi Kasus Terhadap Putusan Perkara Pengadilan Agama Nomor 646 Pdt.G 2010 Pa.Mdn.)

0 0 25

Kedudukan Janda Terhadap Harta Bersama Menurut Kompilasi Hukum Islam (Studi Kasus Terhadap Putusan Perkara Pengadilan Agama Nomor 646 Pdt.G 2010 Pa.Mdn.)

0 2 27

Kedudukan Janda Terhadap Harta Bersama Menurut Kompilasi Hukum Islam (Studi Kasus Terhadap Putusan Perkara Pengadilan Agama Nomor 646 Pdt.G 2010 Pa.Mdn.)

0 0 6

Problematika Penyelesaian Perkara Kumulasi Gugatan Perceraian dan Harta Bersama (Studi Kasus di Mahkamah Syar’iyah Banda Aceh) | Daud | SAMARAH: Jurnal Hukum Keluarga dan Hukum Islam 2377 4665 1 SM

0 13 24

UPAYA HUKUM PERLAWANAN BAGI PIHAK KETIGA TERHADAP SITA EKSEKUSI MENURUT HUKUM ACARA PERDATA

0 0 67