Tanggung Jawab Lembaga Sertifikasi Produk Terhadap Penerbitan Sertifikat Produk Penggunaan Tanda Standar Nasional Indonesia Dalam Rangka Perlindungan Konsumen

19

BAB II
STANDAR NASIONAL INDONESIA SEBAGAI SUATU BENTUK
PERLINDUNGAN TERHADAP KONSUMEN

A. Pengertian Standar Nasional Indonesia
Standar Nasional Indonesia (SNI) adalah standar yang ditetapkan oleh
Badan Standardisasi Nasional dan berlaku secara nasional. 21Badan Standardisasi
Nasional (BSN) merupakan lembaga pemerintah non-kementerian Indonesia
dengan tugas pokok mengembangkan dan membina kegiatan standardisasi di
Indonesia.Badan ini menggantikan fungsi dari Dewan Standardisasi Nasional
(DSN). 22Dalam

melaksanakan

tugasnya

Badan

Standardisasi


Nasional

berpedoman pada Peraturan Pemerintah Nomor 102 Tahun 2000 tentang
Standardisasi Nasional.Badan ini menetapkan Standar Nasional Indonesia (SNI)
yang digunakan sebagai standar teknis di Indonesia.Pelaksanaan tugas dan fungsi
Badan Standardisasi Nasional di bidang akreditasi dilakukan oleh Komite
Akreditasi Nasional (KAN).
KAN mempunyai tugas menetapkan akreditasi dan memberikan
pertimbangan serta saran kepada BSN dalam menetapkan sistem akreditasi dan
sertifikasi.Sedangkan pelaksanaan tugas dan fungsi BSN di bidang Standar
Nasional untuk Satuan Ukuran dilakukan oleh Komite Standar Nasional untuk
Satuan Ukuran (selanjutnya disingkat KSNSU).KSNSU mempunyai tugas
memberikan pertimbangan dan saran kepada BSN mengenai standar nasional
21

Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 102 Tahun 2000 tentang
Standardisasi Nasional, Bab I, Pasal 1angka 3.
22
“Badan

Standardisasi
Nasional”.http://id.wikipedia.org/wiki/Badan_Standardisasi_Nasional (diakses pada tanggal 21
April 2016).

18
Universitas Sumatera Utara

20

untuk satuan ukuran. Sesuai dengan tujuan utama standardisasi adalah melindungi
produsen, konsumen, tenaga kerja dan masyarakat dari aspek keamanan,
keselamatan,

kesehatan

serta pelestarian

fungsi

lingkungan,


pengaturan

standardisasi secara nasional ini dilakukan dalam rangka membangun sistem
nasional yang mampu mendorong dan meningkatkan, menjamin mutu barang
dan/atau jasa serta mampu memfasilitasi keberterimaan produk nasional dalam
transaksi pasar global. Dari sistem dan kondisi tersebut diharapkan dapat
meningkatkan daya saing produk barang dan/atau jasa Indonesia di pasar global.
Standar Nasional Indonesia (SNI) adalah satu-satunya standar yang
berlaku secara nasional di Indonesia.SNI dirumuskan oleh Panitia Teknis dan
ditetapkan oleh Badan Standardisasi Nasional. Agar Standar Nasional Indonesia
(SNI) memperoleh keberterimaan yang luas antara para stakeholder, maka
Standar Nasional Indonesia (SNI) dirumuskan dengan memenuhi WTO Code of
good practice, yaitu: 23
1. Openness (keterbukaan): Terbuka bagi agar semua stakeholder yang
berkepentingan dapat berpartisipasi dalam pengembangan Standar Nasional
Indonesia (SNI);
2. Transparency (transparansi): Transparan agar semua stakeholder yang
berkepentingan dapat mengikuti perkembangan Standar Nasional Indonesia
(SNI) mulai dari tahap pemrograman dan perumusan sampai ke tahap

penetapannya. Dan dapat dengan mudah memperoleh semua informasi yang
berkaitan dengan pengembangan Standar Nasional Indonesia (SNI);
23

“Standar
Nasional
Indonesia”.
https://id.wikipedia.org/wiki/Standar_Nasional_Indonesia (diakses pada tanggal 21 April 2016).

Universitas Sumatera Utara

21

3. Consensus and impartiality (konsensus dan tidak memihak): Tidak memihak
dan konsensus agar semua stakeholder dapat menyalurkan kepentingannya
dan diperlakukan secara adil;
4. Effectiveness and relevance: Efektif dan relevan agar dapat memfasilitasi
perdagangan karena memperhatikan kebutuhan pasar dan tidak bertentangan
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
5. Coherence: Koheren dengan pengembangan standar Internasional agar

perkembangan pasar negara kita tidak terisolasi dari perkembangan pasar
global dan memperlancar perdagangan Internasional;
6. Development

dimension

(berdimensi

pembangunan):

Berdimensi

pembangunan agar memperhatikan kepentingan publik dan kepentingan
nasional dalam meningkatkan daya saing perekonomian nasional.
Dengan adanya Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 102
Tahun 2000 tentang Standardisasi Nasional, sasaran utama dalam pelaksanaan
standardisasi adalah meningkatnya ketersediaan Standar Nasional Indonesia (SNI)
yang mampu memenuhi kebutuhan industry dan pekerjaan instalasi guna
mendorong daya saing produk dan jasa dalam negeri, secara umum SNI
mempunyai manfaat, sebagai berikut:

1. Dari sisi produsen
Terdapat kejelasan target kualitas produk yang harus dihasilkan sehingga
terjadi persaingan yang lebih adil;
2. Dari sisi konsumen

Universitas Sumatera Utara

22

Dapat mengetahui kualitas produk yang ditawarkan sehingga dapat
melakukan evaluasi baik terhadap kualitas maupun harga;
3. Dari sisi pemerintah
Dapat melindungi produk dalam negeri dari produk-produk luar yang murah
tapi tidak terjamin kualitas maupun keamanannya, dan meningkatkan
keunggulan kompetitif produk dalm negeri di pasaran Internasional.
Selain penjelasan diatas, berikut ini akan diuraikan lebih mendalam mengenai
standar nasional Indonesia, yaitu:
1. Tujuan Penerapan SNI
Pada dasarnya, semua bentuk kegiatan, jasa dan produk yang tidak
memenuhi ketentuan Standar Nasional Indonesia (SNI) diperbolehkan dan tidak

dilarang.Meskipun begitu, kita juga tahu agar produk dalam negeri bisa bersaing
secara sehat di dunia Internasional maka sangatlah diperlukan penerapan
SNI.Pemberlakuan SNI terhadap semua bentuk kegiatan dan produk dimaksudkan
untuk melindungi kepentingan umum, keamanan negara, perkembangan ekonomi
nasional dan pelestarian fungsi lingkungan hidup.Apabila SNI diterapkan oleh
semua bentuk kegiatan dan produk maka sangatlah mendukung percepatan
kemajuan di negeri ini.Seperti halnya di negara-negara Eropa yang produkproduknya memenuhi standar nasional bahkan Internasional.
Dengan adanya standardisasi nasional maka aka nada acuan tunggal dalam
mengukur mutu produk dan/atau jasa di dalam perdagangan, yaitu Standar
Nasional Indonesia, sehingga dapat meningkatkan perlindungan kepada

Universitas Sumatera Utara

23

konsumen, pelaku usaha, tenaga kerja dan masyarakat lainnya baik untuk
keselamatan, keamanan, kesehatan maupun pelestarian fungsi lingkungan hidup.
Ketentuan mengenai standardisasi nasional telah diatur dalam Peraturan
Pemerintah RI Nomor 102 Tahun 2000 tentang Standardisasi Nasional yang
ditetapkan oleh Presiden RI pada tanggal 10 November 2000. Ketentuan ini

adalah sebagai pengganti PP Nomor 15/1991 tentang Standardisasi Nasional
Indonesia dan Keppres Nomor 12/1991 tentang Penyusunan, Penerapan dan
Pengawasan Standar Nasional Indonesia.
Peraturan Pemerintah RI Nomor 102 Tahun 2000 menjelaskan bahwa
tujuan penerapan SNI adalah: 24
a. Bahwa dalam rangka mendukung peningkatan produktivitas, daya guna
produksi, mutu barang, jasa, proses, sistem dan/atau personel, yang
dimaksudkan untuk meningkatkan daya saing, perlindungan konsumen,
pelaku usaha, tenaga kerja dan masyarakat khususnya di bidang
keselamatan, keamanan, kesehatan dan lingkungan hidup, maka efektivitas
pengaturan di bidang standardisasi perlu lebih ditingkatkan;
b. Bahwa Indonesia telah ikut serta dalam persetujuan pembentukan
pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization)
yang didalamnya mengatur pula masalah standardisasi berlanjut dengan
kewajiban untuk menyesuaikan peraturan perundang-undangan nasional di
bidang standardisasi;.
Pada prinsipnya tujuan dari standardisasi nasional adalah: 25
24

Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 102 Tahun 2000 tentang

Standardisasi Nasional, bagian Menimbang huruf a dan b.

Universitas Sumatera Utara

24

a. Meningkatkan perlindungan kepada konsumen, pelaku usaha, tenaga kerja
dan masyarakat lainnya baik untuk keselamatan, keamanan, kesehatan
maupun kelestarian fungsi lingkungan hidup.
b. Membantu kelancaran perdagangan.
c. Mewujudkan persaingan usaha yang sehat dalam perdagangan.
2. Ruang Lingkup SNI
Di dalam Peraturan Pemerintah RI Nomor 102 Tahun 2000 berisi tentang
Standardisasi Nasional Pasal 2 mengenai ruang lingkup dari Standardisasi
Nasional adalah mencakup semua kegiatan yang berkaitan dengan:
a. Metrologi Teknik
Yang dimaksud dengan metrologi teknik adalah metrologi yang mengelola
satuan-satuan ukuran, metode-metode pengukuran dan alat-alat ukur, yang
menyangkut persyaratan teknik dan pengembangan standar nasional untuk
satuan dan alat ukur sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan

teknologi untuk memberikan kepastian dan kebenaran dalam pengukuran.
b. Mutu
Yang dimaksud dengan mutu adalah keseluruhan karakteristik dari maujud
yang mendukung kemampuannya dalam memuaskan kebutuhan yang
dinyatakan atau tersirat.
c. Standar
Yang dimaksud dengan standar adalah spesifikasi teknis atau sesuatu yang
dibakukan termasuk tata cara dan metode yang disusun berdasarkan
25

Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 102 Tahun 2000 tentang
Standardisasi Nasional, Bab I, Pasal 3.

Universitas Sumatera Utara

25

konsensus semua pihak yang terkait dengan memperhatikan syarat-syarat
keselamatan, keamanan, kesehatan lingkungan hidup, perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi, serta pengalaman, perkembangan masa kini

dan masa yang akan datang untuk memperoleh manfaat yang sebesarbesarnya.
d. Pengujian
Pengujian adalah kegiatan teknis yang terdiri atas penetapan, penentuan
satu atau lebih sifat atau karakteristik dari suatu produk bahan, peralatan,
organisme, fenomena fisik, proses atau jasa, sesuai dengan prosedur yang
telah ditetapkan.
3. Sistem Penerapan SNI
Penerapan SNI bagi semua bentuk kegiatan dan produk berlaku di seluruh
wilayah RI dan bersifat sukarela.Dalam hal berkaitan dengan keselamatan,
keamanan, kesehatan, pelestarian fungsi lingkungan hidup dan/atau pertimbangan
ekonomi dapat diberlakukan wajib oleh instansi teknis yang terkait. Mengenai tata
cara pemberlakuan SNI wajib diatur dengan Keputusan Pimpinan Instansi Teknis.
Beberapa point yang berkaitan dengan penerapan SNI adalah: 26
a. Standar Nasional Indonesia berlaku di seluruh wilayah Republik
Indonesia. 27
b. Standar Nasional Indonesia bersifat sukarela untuk ditetapkan oleh pelaku
usaha. 28

26

“Penerapan SNI”. Lihat http://lansida.blogspot.com/2011/03/penerapan-sni.html
(diakses pada tanggal 21 April 2016).
27
Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 102 Tahun 2000 tentang
Standardisasi Nasional, Bab VI, Pasal 12 angka 1.

Universitas Sumatera Utara

26

c. Dalam hal Standar Nasional Indonesia berkaitan dengan kepentingan
keselamatan, keamanan, kesehatan masyarakat atau pelestarian fungsi
lingkungan hidup dan atau pertimbangan ekonomis, instansi teknis dapat
memberlakukan secara wajib sebagian atau seluruh spesifikasi teknis
dan/atau parameter dalam Standar Nasional Indonesia. 29
d. Tata cara pemberlakuan Standar Nasional Indonesia diatur lebih lanjut
dengan Keputusan Pimpinan instansi teknis sesuai dengan bidang
tugasnya. 30
e. Penetapan Standar Nasional Indonesia dilakukan melalui kegiatan
sertifikasi dan akreditasi. 31
f. Terhadap barang dan/atau jasa, proses, sistem dan personal yang telah
memenuhi ketentuan/spesifikasi dan atau dibubuhi tanda SNI. 32
g. Sertifikasi dilakukan oleh lembaga sertifikasi, lembaga inspeksi, atau
laboratorium. 33
h. Pelaku usaha yang menerapkan Standar Nasional Indonesia yang
diberlakukan secara wajib, harus memiliki sertifikat dan atau tanda SNI. 34

28

Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah
Standardisasi Nasional, Bab VI, Pasal 12 angka 2.
29
Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah
Standardisasi Nasional, Bab VI, Pasal 12 angka 3.
30
Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah
Standardisasi Nasional, Bab VI, Pasal 12 angka 4.
31
Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah
Standardisasi Nasional, Bab VI, Pasal 13.
32
Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah
Standardisasi Nasional, Bab VI, Pasal 14 angka 1.
33
Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah
Standardisasi Nasional, Bab VI, Pasal 14 angka 2.
34
Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah
Standardisasi Nasional, Bab VI, Pasal 15.

Nomor 102 Tahun 2000 tentang
Nomor 102 Tahun 2000 tentang
Nomor 102 Tahun 2000 tentang
Nomor 102 Tahun 2000 tentang
Nomor 102 Tahun 2000 tentang
Nomor 102 Tahun 2000 tentang
Nomor 102 Tahun 2000 tentang

Universitas Sumatera Utara

27

Lembaga

sertifikasi,

lembaga

inspeksi,

lembaga

pelatihan,

atau

laboratorium diakreditasi oleh Komite Akreditasi Nasional.Untuk kerja lembaga
sertifikasi, lembaga inspeksi, lembaga pelatihan, atau laboratorium diawasi dan
dibina oleh Komite Akreditasi Nasional. 35
Mengenai biaya akreditasi, dibebankan kepada lembaga sertifikasi,
lembaga inspeksi, lembaga pelatihan atau laboratorium yang mengajukan
permohonan akreditasi (diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah
tersendiri). 36
Terhadap pelaku usaha, dilarang memproduksi atau mengedarkan barang
dan atau jasa, yang tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan Standar Nasional
Indonesia yang telah diberlakukan secara wajib.Pelaku usaha yang barang dan
atau jasanya telah memperoleh sertifikat produk dan atau tanda Standar Nasional
Indonesia dari

lembaga sertifikasi

produk,

dilarang memproduksi

dan

mengedarkan barang dan atau jasa yang tidak memenuhi Standar Nasional
Indonesia. 37
Standar Nasional Indonesia yang diberlakukan secara wajib dikenakan
sama, baik terhadap barang dan atau jasa produksi dalam negeri maupun terhadap
barang dan atau jasa impor. Pemenuhan standar Barang dan atau jasa impor
ditunjukkan dengan sertifikat yang diterbitkan oleh lembaga sertifikasi atau
laboratorium yang telah terakreditasi Komite Akreditasi Nasional atau lembaga

35

Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 102 Tahun 2000 tentang
Standardisasi Nasional, Bab VI, Pasal 16.
36
Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 102 Tahun 2000 tentang
Standardisasi Nasional, Bab VI, Pasal 17.
37
Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 102 Tahun 2000 tentang
Standardisasi Nasional, Bab VI, Pasal 18.

Universitas Sumatera Utara

28

sertifikasi atau laboratorium negara pengekspor yang diakui Komite Akreditasi
Nasional.Pengakuan lembaga sertifikasi, lembaga inspeksi, lembaga pelatihan
atau laboratorium negara pengekspor oleh Komite Akreditasi Nasional didasarkan
pada perjanjian saling pengakuan baik secara bilateral ataupun multilateral.
Apabila barang dan atau jasa impor tidak dilengkapi sertifikat, Pimpinan instansi
teknis dapat menunjuk salah satu lembaga sertifikasi atau laboratorium baik di
dalam maupun di luar negeri yang telah diakreditasi dan atau diakui oleh Komite
Akreditasi Nasional untuk melakukan sertifikasi terhadap barang dan atau jasa
impor dimaksud. 38
Pemberlakuan
Standardisasi

Standar

Nasional

Nasional

kepada

Indonesia

Organisasi

dinotifikasikan

Perdagangan

Dunia

Badan
setelah

memperoleh masukan dari instansi teknis yang berwenang dan dilaksanakan
paling lambat 2 (dua) bulan sebelum Standar Nasional Indonesia yang
diberlakukan secara wajib berlaku efektif. Badan Standar Nasional menjawab
pertanyaan yang datang dari luar negeri yang berkaitan dengan Pemberlakuan
Standar Nasional Indonesia setelah memperoleh masukan dari instansi teknis yang
berwenang. 39
4. Pengawasan dan Sanksi
Standar Nasional Indonesia merupakan standar yang berlaku secara
nasional di Indonesia.Dengan demikian, setiap produk yang dipasarkan di
Indonesia wajib memiliki tanda SNI. Semakin banyak produk-produk dalam

38

Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 102 Tahun 2000 tentang
Standardisasi Nasional, Bab VI, Pasal 19.
39
Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 102 Tahun 2000 tentang
Standardisasi Nasional, Bab VI, Pasal 20.

Universitas Sumatera Utara

29

negeri yang diproduksi, semakin banyak pula nantinya yang akan memiliki tanda
SNI. Untuk itu, diperlukan pengawasan bagi setiap pengguna tanda SNI.
Pengawasan tersebut antara lain:
a. Pengawasan terhadap pelaku usaha, barang dan atau jasa yang telah
memperoleh sertifikat dan atau dibubuhi tanda SNI yang diberlakukan
secara

wajib,

dilakukan

oleh

Pimpinan

instansi

teknis

sesuai

kewenangannya dan atau Pemerintah Daerah. 40
b. Pengawasan terhadap unjuk kerja pelaku usaha yang telah memperoleh
sertifikat produk dan atau tanda SNI dilakukan oleh lembaga sertifikasi
produk yang menerbitkan sertifikat yang dimaksud. 41
c. Masyarakat dan lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat
melakukan pengawasan terhadap barang yang beredar di pasaran. 42
Bagi pelaku usaha yang berbuat curang atau lalai dalam memenuhi
kewajibannya terkait penggunaan SNI, akan diberikan sanksi yang tegas. Di
dalam Peraturan Pemerintah RI Nomor 102 Tahun 2000 tentang Standardisasi
Nasional menjelaskan tentang sanksi terhadap pelanggaran SNI, yaitu: 43
a. Pelaku usaha yang melakukan pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam
pasal 18 ayat (1) dan (2) dapat dikenakan sanksi administratif dan atau
sanksi pidana.

40

Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah
Standardisasi Nasional, Bab VII, Pasal 23 angka 1.
41
Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah
Standardisasi Nasional, Bab VII, Pasal 23 angka 2.
42
Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah
Standardisasi Nasional, Bab VII, Pasal 23 angka 3.
43
Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah
Standardisasi Nasional, Bab VIII, Pasal 24.

Nomor 102 Tahun 2000 tentang
Nomor 102 Tahun 2000 tentang
Nomor 102 Tahun 2000 tentang
Nomor 102 Tahun 2000 tentang

Universitas Sumatera Utara

30

b. Sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berupa
pencabutan sertifikat produk dan atau pencabutan hak penggunaan tanda
SNI, pencabutan ijin usaha, dan atau penarikan barang dari peredaran.
c. Sanksi pencabutan sertifikat produk dan atau hak penggunaan tanda SNI
dilakukan oleh lembaga sertifikasi produk.
d. Sanksi pencabutan ijin usaha dan atau penarikan barang dari peredaran
ditetapkan oleh instansi teknis yang berwenang dan atau Pemerintah
Daerah.
e. Sanksi pidana sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) berupa sanksi
pidana sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Yang dimaksud peraturan perundang-undangan yang berlaku antara lain
peraturan perundang-undangan di bidang Perindustrian, Ketenagalistrikan,
Kesehatan, Perlindungan Konsumen dan peraturan perundang-undangan yang
terkait dengan kegiatan Standardisasi Nasional. 44
Adapun bentuk pelanggaran terhadap SNI yang tercantum pada Peraturan
Pemerintah Nomor 102 Tahun 2000 tentang Standardisasi Nasional adalah
sebagai berikut: 45
a. Pelaku usaha dilarang memproduksi dan atau mengedarkan barang atau
jasa, yang tidak memenuhi dan atau tidak sesuai dengan Standar Nasional
Indonesia yang telah diberlakukan secara wajib.

44

Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 102 Tahun 2000 tentang
Standardisasi Nasional, Penjelasan Pasal 24.
45
Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 102 Tahun 2000 tentang
Standardisasi Nasional, Bab VI, Pasal 18.

Universitas Sumatera Utara

31

b. Pelaku usaha, yang barang dan atau jasanya telah memperoleh sertifikat
produk dan atau tanda Standar Nasional Indonesia dari lembaga sertifikasi
produk, dilarang memproduksi dan mengedarkan barang dan atau jasa
yang tidak memenuhi Standar Nasional Indonesia.

B. Latar Belakang Berlakunya Standar Nasional Indonesia
Dewasa ini, standardisasi secara terbuka diakui berperan dan berfungsi
sebagai aktivitas yang memiliki dimensi luas.Standar membantu untuk
menyelaraskan spesifikasi teknis produk dan jasa yang membuat industri lebih
efisien

dan

meningkatkan

daya

saingnya

untuk

perdagangan

Internasional. 46Standardisasi merupakan salah satu instrumen regulasi teknis yang
dapat melindungi kepentingan konsumen nasional sekaligus produsen dalam
negeri.Melalui regulasi teknis yang berbasiskan standardisasi dapat dicegah
beredarnya barang-barang yang tidak bermutu di pasar domestik khususnya yang
terkait dengan kesehatan, keamanan, keselamatan, dan pelestarian fungsi
lingkungan hidup. Melalui instrumen yang sama, dapat dicegah masuknya barangbarang impor bermutu rendah yang mendistorsi pasar dalam negeri karena
berharga rendah. 47
Standardisasi dan penilaian kesesuaian merupakan salah satu alat untuk
meningkatkan mutu, efisiensi produksi, memperlancar transaksi perdagangan,

46

“Sejarah Kegiatan Standardisasi di Indonesia”. Lihat http://www.akaricorp.com/artikel/sejarah-kegiatan-standardisasi-di-indonesia/ (diakses pada tanggal 22 April
2016).
47
Mande,
“Pengenalan
Manfaat
dan
Penerapan
SNI”.Lihat
https://ngsuyasa.wordpress.com/2014/01/07/pengenalan-manfaat-dan-penerapan-sni/
(diposting
Selasa, 7 Januari 2014).

Universitas Sumatera Utara

32

mewujudkan persaingan usaha yang sehat dan transparan. 48Dalam konteks
globalisasi dan perdagangan bebas, peran dan arti standardisasi dan penilaian
kesesuaian menjadi semakin penting.Hampir semua negara memanfaatkan
standardisasi dan penilaian kesesuaian sebagai instrument mengakses dan merebut
pangsa pasar Internasional sekaligus melindungi pasar domestik dari serbuan
produk asing.
Perdagangan bebas memaksa produsen menghadapi persaingan yang ketat,
yang mau tidak mau produsen harus meningkatkan efisiensi dan menghasilkan
produk yang memenuhi standar secara konsisten agar dapat bertahan dan
memenangkan persaingan dalam menghadapi pasar Internasional. Standar melalui
pengukuran dan pengujian akan menghasilkan sertifikasi yang disahkan oleh
lembaga akreditasi yang memiliki kompetensi teknis sehingga menghasilkan
produk siap masuk ke pasar Internasional dan bersaing dengan produk negara
lain. 49
Dilakukannya penerapan mutu dan standar konsumen memperoleh
kepastian kualitas dan keamanan produk.Sementara publik dilindungi dari segi
keamanan, kesehatan, keselamatan, dan kelestarian lingkungannya. Masyarakat
memiliki kepentingan sosial terhadap produk yang akan dikonsumsinya baik itu
dari sisi kesehatan manusia untuk sekarang dan masa depan serta keamanan
(khususnya untuk anak-anak), maupun produk yang tidak merusak lingkungan.

48

“Arti Penting dan Urgensi UU Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian”.Lihat
http://www.akari-corp.com/artikel/arti-penting-dan-urgensi-uu-standardisasi-dan-penilaiankesesuaian/ (diakses pada tanggal 22 April 2016).
49
Bruno Saragih, “Dampak Standardisasi Barang Bagi Usaha Mikro, Kecil, Menengah
Dan Koperasi Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 Tentang Perdagangan”
(Skripsi, Hukum Ekonomi, Fakultas Hukum, Universitas Sumatera Utara, 2015).

Universitas Sumatera Utara

33

Dari sisi produsen, kepentingan bisnis dikedepankan khususnya kualitas produk
yang akan menyangkut standar dan mutu mengingat konsumen sudah bergeser
pola hidupnya dari orientasi harga ke orientasi kualitas.
Pada tingkat dunia termasuk Indonesia, telah ada kesepakatan untuk
menyelaraskan standar nasional dengan standar Internasional, termasuk cara
masukan terhadap penerapan standar untuk memudahkan tercapainya saling
pengakuan kegiatan standardisasi.
Undang-undang Nomor 20 Tahun 2014 tentang Standardisasi dan
Penilaian Kesesuaian merupakan pengaturan standar di Indonesia yang ditetapkan
oleh Pemerintah Republik Indonesia.Standar Nasional Indonesia (SNI) adalah
satu-satunya standar yang berlaku di Indonesia. Adapun latar belakang lahirnya
Undang-undang Nomor 20 Tahun 2014 tentang Standardisasi dan Penilaian
Kesesuaian adalah sebagai bentuk penegasan kontribusi standar dan penilaian
kesesuaian terhadap bangsa Indonesia. Hal ini dikemukakan oleh Deputi Bidang
Informasi dan Pemasyarakatan Standardisasi-BSN, Dewi Odjar Ratma Komala
ketika menceritakan latar belakang lahirnya undang-undang tersebut.Dewi
mengatakan, kontribusi standardisasi terhadap negara Indonesia sangat besar.
Kontribusi dalam melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia
diberikan oleh sistem standardisasi dan penilaian kesesuaian melalui penerapan
Standar Nasional Indonesia yang memuat persyaratan keselamatan, kesehatan,
dan keamanan masyarakat, serta kelestarian lingkungan hidup.
Begitu juga, kontribusi dalam memajukan kesejahteraan umum diberikan
oleh sistem standardisasi dan penilaian kesesuaian melalui penerapan Standar

Universitas Sumatera Utara

34

Nasional Indonesia yang memuat persyaratan keunggulan mutu dan efisiensi
proses produksi nasional untuk meningkatkan daya saing produk nasional baik di
pasar domestik maupun pasar global. 50

C. Bentuk-Bentuk Kerugian Yang Dialami Konsumen Terhadap Produk
Yang Tidak Berlabel Standar Nasional Indonesia
Sesuai dengan salah satu tujuan daripada Standardisasi dan Penilaian
Kesesuaian yaitu meningkatkan perlindungan kepada konsumen 51, maka secara
tidak langsung hal ini menandakan bahwa keduanya berkaitan erat.Perencanaan
perumusan Standar Nasional Indonesia (SNI) yang disusun dalam suatu Program
Nasional Perumusan Standar (PNPS) juga memperhatikan aspek perlindungan
konsumen. 52Dengan demikian, apabila setiap produk yang dipasarkan di
Indonesia sudah memiliki dan memenuhi standardisasi, maka otomatis produk
tersebut telah terjamin mutu dan kualitasnya. Tentunya standardisasi tersebut
ditandai dengan adanya label SNI. Apabila suatu produk tidak berlabel SNI, maka
kita patut waspada dan meragukan kualitas dan mutu produk tersebut.
Untuk mengetahui pelaku usaha yang tidak memenuhi Standar Nasional
Indonesia dalam menentukan perbuatan melawan hukumnya maka diperlukan
teori Hukum Perlindungan Konsumen, antara lain 53:
1. “Let the buyer beware/caveat emptor; Asas ini berasumsi bahwa:
50

“Sosialisasi UU SPK”. Lihat http://www.akari-corp.com/artikel/sosialisai-uu-spk/
(diakses pada tanggal 22 April 2016).
51
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2014 tentang Standardisasi dan
Penilaian Kesesuaian, Bab I, Pasal 3.
52
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2014 tentang Standardisasi dan
Penilaian Kesesuaian, Bab III, Pasal 10, angka 3.
53
Dina W. Kariodimedjo, “Persentasi : Mata Kuliah Konsentrasi Perlindungan
Konsumen”, Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, 2005, hlm. 8.

Universitas Sumatera Utara

35

“Pelaku usaha dan konsumen adalah dua pihak yang sangat seimbang sehingga
tidak perlu ada proteksi apapun bagi si konsumen. Tentu saja dalam
perkembangannya, konsumen tidak mendapat akses informasi yang sama
terhadap barang atau jasa yang dikonsumsikannya. Ketidakmampuan itu bisa
karena keterbatasan pengetahuan konsumen, tetapi terlebih-lebih lagi banyak
disebabkan oleh ketidakterbukaan pelaku usaha terhadap produk yang
ditawarkannya.Menurut prinsip ini, dalam suatu hubungan jual beli keperdataan,
yang wajib berhati-hati adalah pembeli. Sekarang mulai diarahkan menuju
kepada caveat venditor (pelaku usaha yang perlu berhati-hati)”.
2. The due care theory; Doktrin ini menyatakan bahwa:
“Pelaku usaha mempunyai kewajiban untuk berhati-hati dalam memasarkan
produknya, baik barang ataupun jasa.Selama berhati-hati, pelaku usaha tidak
dapat

dipersalahkan.Jika

ditafsirkan

secara

a-contratio,

maka

untuk

mempersalahkan si pelaku usaha seseorang harus dapat membuktikan, pelaku
usaha itu melanggar prinsip kehati-hatian”.
3. The privity of contract; Prinsip ini menyatakan bahwa:
“Pelaku usaha mempunyai kewajiban untuk melindungi konsumen, tetapi hal itu
baru dapat dilakukan jika di antara mereka telah terjalin suatu hubungan
kontraktual.Pelaku usaha tidak dapat dipersalahkan atas hal-hal di luar yang
diperjanjikan.Fenomena kontrak-kontrak standar yang banyak beredar di
masyarakat merupakan petunjuk yang jelas betapa tidak berdayanya konsumen
menghadapi dominasi pelaku usaha”.

Universitas Sumatera Utara

36

4. Kontrak bukan syarat;
Prinsip ini tidak mungkin dipertahankan, jadi kontrak bukan lagi merupakan
syarat untuk menetapkan eksistensi suatu hubungan hukum.
Berbicara mengenai kerugian, terlebih dahulu kita perlu mengetahui
pengertian kerugian. Pengertian kerugian menurut Nieuwenhuis (1985), adalah
berkurangnya harta kekayaan pihak yang satu, yang disebabkan oleh perbuatan
(melakukan atau membiarkan) yang melanggar norma oleh pihak lain.
Kerugian yang diderita seseorang secara garis besar dapat dibagi atas dua
bagian, yaitu kerugian yang menimpa diri dan kerugian yang menimpa harta
benda seseorang.Sedangkan kerugian harta benda sendiri dapat berupa kerugian
nyata yang dialami serta kehilangan keuntungan yang diharapkan. 54
Di samping itu, Bloembergen berpendapat bahwa kerugian merupakan
pengertian normatif yang membutuhkan penafsiran, dan menurutnya, bukan
kehilangan atau kerusakan barang yang merupakan kerugian, melainkan harga
dari barang tersebut atau biaya-biaya perbaikan.
Selain kerugian harta benda (kerugian ekonomi), dalam Hukum
Perlindungan Konsumen dikenal pula kerugian fisik, begitu pula kerugian karena
cacat dan kerugian akibat produk cacat, namun pembedaan tersebut tidak penting
dalam kasus perlindungan konsumen, akan tetapi yang paling penting adalah
konsumen mengalami kerugian karena mengonsumsi suatu produk tertentu.
Salah satu faktor untuk menegakkan hak-hak konsumen adalah upaya
untuk menumbuhkan sikap dan perilaku konsumen itu sendiri, sehingga menjadi
54

Ahmadi Miru, Prinsip-Prinsip Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Di Indonesia,
(Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada, 2013), hlm. 78.

Universitas Sumatera Utara

37

konsumen yang bertanggung jawab, yaitu konsumen yang sadar akan hak-haknya
sebagai konsumen. Bahwa kegiatan konsumen dalam meningkatkan barang atau
jasa yang dibutuhkannya (transaksi konsumen), selain diatur dalam UndangUndang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen juga
menggunakan Hukum Perdata. Oleh karena itu, peranan Hukum Perdata sangat
besar artinya dalam menegakkan hak-hak konsumen dalam Hukum Perlindungan
Konsumen.
Di samping itu, aspek Hukum Perdata yang cukup menonjol pada
perlindungan konsumen adalah hak konsumen untuk mendapatkan ganti atas
kerugian yang dideritanya sebagai akibat dari pemakaian barang-barang
konsumsi.Ganti rugi atas kerugian yang diderita konsumen sebagai akibat dari
pemakaian barang-barang konsumsi merupakan salah satu hak pokok konsumen
dalam Hukum Perlindungan Konsumen.Hak atas ganti rugi ini bersifat universal
di samping hak-hak pokok lainnya.
Ganti rugi atas kerugian yang diderita konsumen pada hakikatnya
berfungsi sebagai:
1. Pemulihan hak-haknya yang telah dilanggar;
2. Pemulihan atas kerugian materiil maupun immateriil yang telah dideritanya;
3. Pemulihan pada keadaan semula.
Kerugian yang dapat diderita konsumen sebagai akibat dari pemakaian
barang-barang konsumsi itu dapat diklasifikasikan ke dalam: 55
1. Kerugian materiil, yaitu berupa kerugian pada barang-barang yang dibeli;
55

Adrian Sutedi, Tanggung Jawab Produk Dalam Hukum Perlindungan Konsumen
(Jakarta : Ghalia Indonesia), hlm. 58.

Universitas Sumatera Utara

38

2. Kerugian immateriil, yaitu kerugian yang membahayakan kesehatan dan/atau
jiwa konsumen.
Kerugian yang dialami konsumen akibat barang yang cacat diatur dalam
ketentuan

pasal

1367

KUHPerdata.Menurut

pandangan

para

sarjana,

pertanggungjawaban untuk kerugian yang ditimbulkan oleh benda didasarkan
pada ajaran risiko, sedangkan yurisprudensi Belanda berpendapat bahwa tanggung
jawab timbul apabila kerugian yang terjadi merupakan akibat dari kelalaian dalam
mengawasi benda yang berada pada pengawasannya. Pada ayat (3) pasal 1367
KUHPerdata ini menunjukkan pada kerusakan akan sesuatu benda atau lukanya
seseorang yang ditimbulkan dengan perantaraan sesuatu benda.
Apabila seseorang menimbulkan kerugian tersebut mirip perbuatan
melawan hukum dan kerugian itu ditimbulkan oleh benda tanpa perbuatan
manusia maka pertanggungjawabannya terletak pada pihak yang mengawasi
benda tersebut serta bertanggungjawab memberikan ganti rugi atas kerugian yang
terjadi. 56Dalam transaksi yang dilakukan konsumen, konsumen menghadapi
permasalahan yang sulit diatasi oleh mereka sendiri.Perangkat peraturan
perundang-undangan dan pelaksanaan wewenang administratif aparat pemerintah
masih belum mendukung dalam memenuhi kebutuhan hidup konsumen.
Pada kenyataannya, konsumen Indonesia masih sering mengalami kasuskasus

yang

sangat

merugikan

dirinya,

baik

secara

materiil

maupun

immateriil.Seperti halnya yang dikemukakan oleh Badan Pembina Hukum

56

Ibid, hlm. 59.

Universitas Sumatera Utara

39

Nasional Indonesia, di mana kekecewaan yang dinyatakan oleh konsumen karena
kualitas produk yang tidak memenuhi standar.
Kerugian materi atau ancaman bahaya pada jiwa konsumen disebabkan
oleh tidak sempurnanya produk.Banyak produsen yang kurang menyadari
tanggung jawabnya untuk melindungi konsumen atau menjamin keselamatan dan
keamanan dalam mengonsumsi produk yang dihasilkannya. Hal ini juga
dipengaruhi oleh faktor-faktor sebagai berikut: 57
1. Rendahnya kesadaran hukum para pejabat pemerintah yang kurang hati-hati
dalam melakukan pengawasan terhadap barang-barang konsumsi yang
dihasilkan produsen.
2. Adanya kebijaksanaan resmi pemerintah tentang pemakaian barang
berbahaya atau adanya barang yang mempunyai cacat, yang bertentangan
dengan peraturan-peraturan yang berlaku yang menyangkut dengan
keamanan dan keselamatan masyarakat.
3. Masih rendahnya kesadaran masyarakat konsumen dan produsen lapisan
bawah serta kurangnya penyuluhan hukum sehingga mereka tidak terjangkau
oleh peraturan perundang-undangan yang ada.
4. Adanya kesengajaan dari produsen untuk mengedarkan barang yang cacat
dan berbahaya, baik karena menyadari kelemahan konsumen, kelemahan
pengawasan, ataupun demi mengejar keuntungan atau laba.
5. Kriteria terhadap barang yang dikatakan cacat dan berbahaya.

57

Ibid, hlm. 61.

Universitas Sumatera Utara

40

D. Standar Nasional Indonesia Sebagai Suatu Bentuk Perlindungan
Terhadap Konsumen
Welfare

State

Theory

mengatakan:

“Negara

wajib

memberikan

perlindungan bagi warga negaranya”. Dalam hal perlindungan kepada warga
negaranya adalah dalam bentuk pemberlakuan Standar Nasional Indonesia.
Pemberlakuan Standar Nasional Indonesia diterapkan agar pelaku usaha yang ada
di Indonesia menstandardisasikan produk-produknya sesuai dengan pengaturan
Standardisasi Nasional yang diterapkan pemerintah melalui Peraturan Pemerintah
Nomor 102 Tahun 2000 tentang Standardisasi Nasional. Selanjutnya, menurut
John Keynes: “Negara bertanggung jawab kepada kesejahteraan rakyatnya”. Oleh
karena itu, gagasan bahwa pemerintah dilarang campur tangan dalam urusan
warga negara baik di bidang sosial maupun ekonomi (staatsonthouding dan
laissez faire) lambat laun berubah menjadi gagasan bahwa pemerintah
bertanggung jawab atas kesejahteraan rakyat dan karenanya harus aktif mengatur
kehidupan ekonomi dan sosial. 58Artinya pemberlakuan Standar Nasional
Indonesia wajib terhadap produk-produk yang berkaitan dengan keselamatan,
kesehatan dan keamanan masyarakat mempunyai tujuan demi melindungi
masyarakat agar terciptanya kesejahteraan bagi masyarakat itu sendiri.Masyarakat
dalam hal ini disebut konsumen.
Kepentingan hukum adalah mengurusi hak dan kepentingan manusia,
sehingga hukum memiliki otoritas tertinggi untuk menentukan kepentingan
manusia yang perlu diatur dan dilindungi. 59Perlindungan hukum harus melihat
58

John Maynard Keynes, dalam Miriam Budiarjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, (Jakarta :
Gramedia Pustaka Utama, 2008), hlm. 115.
59
Satjipto Raharjo, Ilmu Hukum, (Bandung : Citra Aditya Bakti, 2000), hlm. 69.

Universitas Sumatera Utara

41

tahapan yakni perlindungan hukum lahir dari suatu ketentuan hukum dan segala
peraturan hukum yang diberikan oleh masyarakat yang pada dasarnya merupakan
kesepakatan masyarakat tersebut untuk mengatur hubungan perilaku antara
anggota-anggota masyarakat dan antara perseorangan dengan pemerintah yang
dianggap mewakili kepentingan masyarakat.Dalam hal ini masyarakat yang
memerlukan perlindungan hukum adalah masyarakat yang menggunakan suatu
produk disebut konsumen.
Ketentuan

dalam

Undang-Undang

Perlindungan

Konsumen

yang

melindungi konsumen dari penggunaan barang yang tidak sesuai dengan standar
yang ditentukan, adalah Pasal 8 ayat (1) a, yang menentukan bahwa pelaku usaha
dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/atau jasa yang
tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Produk yang masuk ke dalam suatu negara harus memenuhi ketentuan
tentang standar kualitas yang diinginkan dalam suatu negara. Hal ini berarti
produk impor yang dikonsumsi oleh konsumen akan memenuhi standar yang telah
ditetapkan oleh masing-masing negara, sehingga konsumen akan terlindungi baik
dari segi kesehatan, maupun tentang jaminan diperolehnya produk yang baik
sesuai dengan harga yang dibayarkan. Oleh karena itu, untuk mengawasi
kualitas/mutu barang, diperlukan adanya standardisasi mutu barang. 60
Menyadari peranan standardisasi yang penting dan strategis tersebut,
pemerintah dengan Keputusan Presiden Nomor 20 Tahun 1984 yang kemudian

60

Ahmadi Miru, Op.Cit., hlm. 198.

Universitas Sumatera Utara

42

disempurnakan dengan Keputusan Presiden Nomor 7 Tahun 1989 membentuk
Dewan Standardisasi Nasional. Di samping itu, telah dikeluarkan pula Peraturan
Pemerintah Nomor 15 Tahun 1991 tentang Standar Nasional Indonesia (SNI) dan
Keppres Nomor 12 Tahun 1991 tentang Penyusunan, Penerapan, dan Pengawasan
SNI dalm Rangka Pembinaan dan Pengembangan Standardisasi Secara
Nasional. 61
Dengan

telah

dibentuknya

Dewan

Standardisasi

Nasional

dan

diterbitkannya Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 1991 tentang Standar
Nasional Indonesia dan Keputusan Presiden Nomor 12 Tahun 1991 tentang
Penyusunan, Penerapan, dan Pengawasan SNI, yang kemudian diindaklanjuti
dengan Surat Keputusan Menteri Perdagangan Nomor 22/KP/II/95, maka mulai 1
Februari 1996 hanya ada satu standar mutu saja di Indonesia, yaitu SNI.
Untuk lebih menjamin suatu produk, yang diperlukan bukan hanya sampai
pada dipenuhinya spesifikasi dan pembubuhan tanda SNI, tapi masih perlu
dilakukan pengawasan oleh Departemen Perdagangan terhadap produk yang telah
memenuhi spesifikasi SNI yang beredar di pasaran dalam negeri, maupun yang
akan diekspor. 62 Berkaitan dengan itu, maka terhadap komoditas ekspor dan
impor berlaku ketentuan: 63

61

Agung Putra, Pengendalian dan Pengawasan Mutu Produk, Balai Pengujian dan
Sertifikasi Mutu Barang-Kanwil Departemen Perindustrian dan Perdagangan Jawa Timur, 1995,
hlm. 1.
62
Republik Indonesia, Keputusan Presiden Nomor 12 Tahun 1991 tentang Penyusunan,
Penerapan, dan Pengawasan Standar Nasional Indonesia, Bab VI, Pasal 16 angka 2 dan 3.
63
Agung Putra, Op.Cit., hlm. 10.

Universitas Sumatera Utara

43

1. Standar komoditas ekspor tidak boleh lebih rendah daripada SNI, yang berarti
standar komoditas ekspor mempergunakan SNI atau dengan spesifikasi
tambahan non mandatory bila diperlukan;
2. Standar komoditas impor minimal harus memenuhi SNI dan standar nasional
negara yang bersangkutan.
Pemberlakuan SNI ini merupakan suatu usaha peningkatan mutu, yang
disamping menguntungkan produsen, jua menguntungkan konsumen, tidak hanya
konsumen dalam negeri, akan tetapi juga konsumen di luar negeri, karena standar
yang berlaku di Indonesia telah disesuaikan dengan standar mutu Internasional,
yaitu dengan telah diadopsinya ISO 9000 oleh Dewan Standardisasi Nasional
dengan Nomor Seri SNI 19-9000: 1992. Di mana ISO 9000 sendiri pada
umumnya:
1. Mengatur semua kegiatan dari perusahaan dalam hal teknis, administrasi dan
sumber daya manusia yang mempengaruhi mutu produk dan jasa yang
dihasilkan;
2. Memberikan kepuasan kepada para pelanggan dan pemakai akhir;
3. Penerapan konsep penghematan biaya dengan cara pelaksanaan pekerjaan
yang benar pada setiap saat;
4. Memberikan petunjuk tentang koordinasi antara manusia, mesin dan
informasi untuk mencapai tujuan standar;
5. Mengembangkan dam melaksanakan sistem manajemen mutu untuk
mencapai tujuan mutu dari perusahaan.

Universitas Sumatera Utara

44

Sasaran dari ISO 9000 salah satunya adalah untuk kebutuhan dan harapan
pelanggan,

yaitu

kepercayaan

terhadap

kemampuan

perusahaan

untuk

menghasilkan mutu yang diinginkan dan pemeliharaannya secara konsisten. ISO
9000 akan menunjang program perbaikan mutu untuk mencapai mutu yang
memenuhi keinginan konsumen di seluruh dunia. 64
Dengan diadopsinya ISO 9000 ini diharapkan dapat mengubah pola pikir
pengusaha di negara berkembang yang pada umumya berpendapat bahwa barang
yang baik dan seragam tidak menguntungkan perusahannya, karena berbagai
alasan seperti:
1. Penerapan standar mutu yang tinggi akan menaikkan ongkos produksi;
2. Penekanan atas mutu suatu produk akan mengurangi produktivitas;
3. Konsumen di dalam negeri tidak kritis dengan standar mutu.
Padahal jika dicermati, pemenuhan standar sangat diperlukan dalam
transaksi perdagangan Internsional karena menjamin keseragaman tingkat kualitas
barang yang diperdagangkan.Demikian pula pemenuhan standar juga dapat
mengurangi sengketa tentang kualifikasi dan kualitas barang yang diekspor atau
diimpor.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa kaitan Standar Nasional
Indonesia dengan hak-hak konsumen adalah bahwa Standar Nasional Indonesia
mampu melindungi hak-hak konsumen.Standar Nasional Indonesia menjamin
konsumen untuk mendapatkan barang-barang yang bagus di pasaran sesuai
dengan standarnya.Artinya Standar Nasional Indonesia juga berpihak kepada
64

Ramlan Zoebir, Penerapan Ketentuan Standardisasi Produk Dalam Hubungannya
Dengan Sistem Jamiinan Mutu, Makalah, Disampaikan pada Diklat Analisa Perdagangan
Internasional, Jakarta, 30 November 1996, hlm. 5.

Universitas Sumatera Utara

45

konsumen. Dengan kata lain Standar Nasional Indonesia adalah kepastian hukum
sekaligus bentuk perlindungan terhadap konsumen. 65

65

Roni Harni Yance S. Garingging, dalam Jurnal “Aspek Hukum Perlindungan
Konsumen dalam Kebijakan Standar Nasional Indonesia (SNI) terhadap Industri Elektronik
Rumah Tangga di Sumatera Utara (Studi Pada PT. Neo National Medan)”, 2014, hlm. 82.

Universitas Sumatera Utara