Pengukuran Kinerja Rumah Sakit Bhayangkara Tebing Tinggi dengan Pendekatan Balanced Scorecard

11

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Penelitian Terdahulu
Beberapa penelitian terdahulu telah menggunakan penilaian kinerja rumah
sakit dengan menggunakan Balanced Scorecard. Rumah sakit pada umumnya belum
mengimplementasikan Balanced Scorecard pada kegiatan organisasinya, padahal
pengukuran kinerja menggunakan kerangka Balanced Scorecard dapat diterapkan di
semua rumah sakit dengan cara menyesuaikan indikator pengukuran dengan kondisi
masing-masing rumah sakit.
Khadijah (2002) dalam penelitiannya berjudul Evaluasi Kinerja Rumah Sakit
X Periode 1998-2001 Menggunakan Modifikasi Balanced Scorecard, melakukan
penelitian bertujuan untuk mengetahui gambaran kinerja RS X melalui pendekatan
Balanced Scorecard, dari segi finansial dan non finansial.Desain penelitian deskriptif
dan hasil penelitian kinerja keuangan, kinerja pelanggan, kinerja bisnis internal serta
kinerja pertumbuhan dan pembelajaran pada rumah sakit X tersebut kurang baik.
Puspita (2003) dengan penelitian berjudul Penilaian Kinerja Poliklinik
Spesialis Unit Rawat Jalan Rumah Sakit Umum Daerah Palembang Bari Periode
2001-2002 dengan pendekatan konsep Balanced Scorecard. Tujuan penelitian ini

untuk melakukan penilaian kinerja secara komprehensif melalui pendekatan konsep
Balanced Scorecard. Desain penelitian deskriptif dan hasil penelitian menunjukkan
kinerja keuangan, kinerja pelanggan, kinerja bisnis internal, kinerja pertumbuhan dan
11
Universitas Sumatera Utara

12

pembelajaran tidak baik sehingga rumah sakit tersebut perlu melakukan perbaikan
secara berkesinambungan.
Hestiningsih (2004) melakukan penelitian dengan judul Analisis Kinerja
Instansi Rawat Inap Rumah Sakit Umum Daerah Pasar Rebo Jakarta dengan
menggunakan Pendekatan Konsep Balanced Scorecard. Metode penelitian deskriptif
dan hasil penelitian keempat perspektif kinerja menunjukkan nilai positif bagi
kemajuan rumah sakit.
Irawani (2007) dalam penelitiannya yang berjudul Analisis Kinerja Dengan
Pendekatan Balanced Scorecard di Rumah Sakit Martha Friska Medan. Tujuan
penelitian ini untuk mengetahui dan menganalisis kinerja Rumah Sakit Martha Friska
Medan Tahun 2004-2006 dengan pendekatan Balanced Scorecard. Jenis penelitian
deskriptif kualitatif yang berbentuk studi kasus dan didukung oleh survei. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa secara umum total score keempat perspektif memiliki
nilai cukup baik yang berarti rumah sakit telah membuat kemajuan

dalam

pendekatan pengukuran tetapi masih perlu perbaikan dalam beberapa perspektif yang
memiliki nilai rendah.
Pramadhany (2011) melakukan penelitian dengan judul Penerapan Metode
Balanced Scorecard Sebagai Tolok Ukur Penilaian Kinerja pada Organisasi Nirlaba.
Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui kinerja Rumah Sakit Bhayangkara
Semarang berdasarkan penilaian kinerja Balanced Scorecard. Metode penelitian
deskriptif dan hasil penelitian menunjukkan nilai rata-rata untuk masing-masing

Universitas Sumatera Utara

13

perspektif yaitu keuangan, pelanggan, bisnis internal, serta pembelajaran dan
pertumbuhan adalah cukup baik.
Hartati (2014) melakukan penelitian dengan judul Penilaian Kinerja RSUD

Dr. Pirngadi Medan dengan Menggunakan Pendekatan Balanced Scorecard. Tujuan
penelitian adalah untuk mengetahui dan menganalisis kinerja RSUD Dr. Pirngadi
Medan

periode 2010-2013 dengan pendekatan Balanced Scorecard. Metode

Penelitian adalah deskriptif kualitatif yang berbentuk studi kasus dan didukung oleh
survei. Hasil penilaian kinerja rumah sakit menunjukkan bahwa secara keseluruhan
kinerja RSUD Dr Pirngadi Medan dilihat dari empat perspektif balanced scorecard
adalah cukup baik. Manajemen perlu memberikan perhatian khusus terhadap
pengukuran indikator yang tidak baik maupun cukup baik dan mempertahankan
penilaian terhadap indikator yang baik guna meningkatkan kinerja rumah sakit di
masa akan datang.

2.2. Teori tentang Kinerja
2.2.1. Pengertian Kinerja
Kinerja (work performance/job performance) merupakan hasil yang dicapai
seseorang sesuai ukuran yang berlaku untuk bidang pekerjaannya. Menurut Robbins
(2006), kinerja merupakan ukuran hasil kerja yang mana hal ini menggambarkan
sejauh mana aktivitas seseorang dalam melaksanakan tugas dan berusaha dalam

mencapai tujuan yang ditetapkan.

Universitas Sumatera Utara

14

Menurut Triffin dan McCormick (1979) dalam Widodo (2009), kinerja
individu berhubungan dengan individual variable dan situational variable. Perbedaan
individu akan menghasilkan kinerja yang berbeda pula. Individual variable adalah
variabel yang berasal dari dalam diri individu yang bersangkutan, misalnya
kemampuan, kepentingan, dan kebutuhan-kebutuhan tertentu. Sedangkan situational
variable adalah variabel yang bersumber dari situasi pekerjaan yang lebih luas
(lingkungan organisasi), misalnya pelaksanaan supervisi, karakteristik pekerjaan,
hubungan dengan sekerja dan pemberian imbalan.
Sementara kinerja menurut Mangkunegara (2005), adalah hasil kerja secara
kuantitas dan kualitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan
tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Baik tidaknya
karyawan dalam menjalankan tugas yang diberikan perusahaan dapat diketahui
dengan melakukan penilaian terhadap kinerja karyawannya. Penilaian kinerja
merupakan alat yang sangat berpengaruh untuk mengevaluasi kerja karyawan bahkan

dapat memotivasi dan mengembangkan karyawan.
2.2.2. Faktor-faktor yang Memengaruhi Kinerja
Mangkunegara (2005), mengemukakan bahwa faktor yang memengaruhi
kinerja adalah faktor kemampuan (ability) dan faktor motivasi (motivation).
a. Faktor Kemampuan (ability).
Karyawan yang memiliki pengetahuan yang memadai untuk jabatannya dan
terampil dalam mengerjakan pekerjaannya sehari-hari, maka ia lebih mudah untuk
mencapai kinerja yang diharapkan.

Universitas Sumatera Utara

15

b. Faktor Motivasi (motivation).
Motivasi terbentuk dari sikap karyawan dalam menghadapi situasi kerja. Motivasi
merupakan kondisi yang terarah untuk mencapai tujuan kerja atau organisasi.
Pimpinan organisasi sangat menyadari adanya perbedaan kinerja antara satu
karyawan dengan karyawan lainnya yang berada dibawah pengawasannya. Secara
garis besar, perbedaan kinerja ini disebabkan oleh dua faktor, yaitu faktor individu
dan situasi kerja. Menurut Gibson et al. (2003), ada tiga perangkat variabel yang

memengaruhi kinerja seseorang, yaitu:
1 Variabel individual, terdiri dari: (a) kemampuan dan keterampilan, (b) latar
belakang (c) demografis.
2. Variabel Organisasional, terdiri dari: (a) sumber daya, (b) kepemimpinan, (c)
imbalan, (d) struktur, dan (e) desain pekerjaan.
3. Variabel Psikologis, terdiri dari: (a) persepsi, (b) sikap, (c) kepribadian, (d) belajar,
(e) motivasi
Davis (2004), menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja
adalah faktor kemampuan (ability) dan faktor motivasi (motivation). Secara
psikologis, kemampuan karyawan terdiri dari kemampuan potensi (IQ) dan
kemampuan reality (knowledge+skill). Artinya, pegawai yang memiliki IQ di atas
rata-rata dengan pendidikan yang memadai untuk jabatannya dan ketrampilan dalam
mengerjakan pekerjaan, maka ia akan lebih mudah mencapai kinerja yang
diharapkan. Sedangkan Robbins (2006), menambahkan dimensi baru yang
menentukan kinerja seseorang, yaitu kesempatan. Menurutnya, meskipun seseorang

Universitas Sumatera Utara

16


bersedia (motivasi) dan mampu (kemampuan). Mungkin ada rintangan yang menjadi
kendala kinerja seseorang, yaitu kesempatan yang ada, mungkin berupa lingkungan
kerja tidak mendukung, peralatan, pasokan bahan, rekan kerja yang tidak mendukung
prosedur yang tidak jelas dan sebagainya.
2.2.3. Penilaian Kinerja
Menurut Simamora (2004), penilaian kinerja (performance appraisal) adalah
prosesnya organisasi mengevaluasi pelaksanaan kerja individu. Penilaian kinerja
memberikan mekanisme penting bagi manajemen untuk digunakan dalam
menjelaskan tujuan-tujuan dan standar kinerja individu di waktu berikutnya.
Sedangkan menurut Rivai (2005), penilaian kinerja merupakan kajian sistematis
tentang kondisi kerja karyawan yang dilaksanakan secara formal yang dikaitkan
dengan standar kerja yang telah ditentukan perusahaan. Penilaian kinerja merupakan
proses yang dilakukan perusahaan dalam mengevaluasi kinerja pekerjaan seseorang,
meliputi dimensi kinerja karyawan dan akuntabilitas.
Rivai (2005), mengemukakan pada dasarnya ada 2 (dua) model penilaian
kinerja :
1. Penilaian Kinerja Berorientasi Masa Lalu
(a) Skala Peringkat (Rating Scale)
Metode ini merupakan metode yang paling tua yang digunakan dalam
penilaian prestasi, di mana para penilai diharuskan melakukan suatu penilaian

yang berhubungan dengan hasil kerja karyawan dalam skala-skala tertentu,
mulai dari yang paling rendah sampai yang paling tinggi.

Universitas Sumatera Utara

17

(b) Daftar Pertanyaan (Checklist)
Metode ini menggunakan formulir isian yang menjelaskan beraneka macam
tingkat perilaku bagi suatu pekerjaan tertentu. Penilai hanya perlu pertanyaan
yang mengambarkan karakteristik dan hasil kerja karyawan. Keuntungan dari
cheklist adalah biaya yang murah, pengurusannya mudah, penilai hanya
membutuhkan pelatihan yang sederhana dan distandarisasi.
(c) Metode dengan Pilihan Terarah
Metode ini dirancang untuk meningkatkan objektivitas dan mengurangi
subjektivitas dalam penilaian. Salah satu sasaran dasar pendekatan pilihan ini
adalah untuk mengurangi dan menyingkirkan kemungkinan berat sebelah
penilaian dengan memaksa suatu pilihan antara pernyataan-pernyataan
deskriptif yang kelihatannya mempunyai nilai yang sama.
(d) Metode Peristiwa Kritis (Critical Incident Method)

Metode ini bermanfaat untuk memberi karyawan umpan balik yang terkait
langsung dengan pekerjaannya.
(e) Metode Catatan Prestasi
Metode ini berkaitan erat dengan metode peristiwa kritis, yaitu catatan
penyempurnaan, yang banyak digunakan terutama oleh para profesional,
misalnya penampilan, kemampuan berbicara, peran kepemimpinan dan
aktivitas lain yang berhubungan dengan pekerjaan.
(f) Skala Peringkat dikaitkan dengan Tingkah Laku (Behaviorally Anchored
Rating Scale=BARS)

Universitas Sumatera Utara

18

Penggunaan metode ini menuntut diambilnya 3 (tiga) langkah, yaitu:
1) Menentukan skala peringkat penilaian prestasi kerja
2) Menentukan kategori prestasi kerja dengan skala peringkat
3) Uraian prestasi kerja sedemikian rupa sehingga kecenderungan perilaku
karyawan yang dinilai dengan jelas.
(g) Metode Peninjauan Lapangan (Field Review Method)

Disini penilai turun ke lapangan bersama-sama dengan ahli dari SDM.
Spesialis

SDM

mendapat

informasi

dari

atasan

langsung

perihal

karyawannya, lalu mengevaluasi berdasarkan informasi tersebut.
(h) Tes dan Observasi Prestasi Kerja (Performance Test and Observation)
Karyawan dinilai, diuji kemampuannya, baik melalui ujian tertulis yang

menyangkut berbagai hal seperti tingkat pengetahuan tentang prosedur dan
mekanisme kerja yang telah ditetapkan dan harus ditaati atau melalui ujian
praktik yang langsung diamati oleh penilai.
(i) Pendekatan Evaluasi Komparatif (Comparative Evaluation Approach)
Metode ini mengutamakan perbandingan prestasi kerja seseorang dengan
karyawan lain yang menyelenggarakan kegiatan sejenis.
2. Penilaian Kinerja Berorientasi Masa Depan
a. Penilaian Diri Sendiri (Self Appraisal)
Penilaian diri sendiri adalah penilaian yang dilakukan oleh karyawan sendiri
dengan harapan karyawan tersebut dapat lebih mengenal kekuatan-kekuatan

Universitas Sumatera Utara

19

dan kelemahan dirinya sehingga mampu mengidentifikasi aspek-aspek
perilaku kerja yang perlu diperbaiki pada masa yang akan datang.
b. Manajemen Berdasarkan Sasaran (Management by Objective)
Merupakan suatu bentuk penilaian di mana karyawan dan penyelia bersamasama menetapkan tujuan-tujuan atau sasaran-sasaran pelaksanaan kerja
karyawan secara individu di waktu yang akan datang.
c. Penilaian dengan Psikolog
Penilaian ini lazimnya dengan teknik terdiri atas wawancara, tes psikologi,
diskusi-diskusi dengan penyelia-penyelia.
Sedangkan Werther dan Davis (1996) dalam Laksmita (2009), menyatakan
agar penilaian prestasi kerja yang dilakukan dapat lebih dipercaya dan obyektif, perlu
dirumuskan batasan atau faktor-faktor penilaian kinerja atau prestasi kerja sebagai
berikut:
1. Peformance, keberhasilan atau pencapaian tugas dalam jabatan.
2. Competency, kemahiran atau penguasaan pekerjaan sesuai dengan tuntutan
jabatan.
3. Job behavior, kesediaan untuk menampilkan perilaku atau mentalitas yang
mendukung peningkatan prestasi kerja.
4. Potency, kemampuan pribadi yang dapat dikembangkan
Menurut Mangkunegara (2005) unsur-unsur penilaian kinerja adalah; kualitas,
kuantitas, keandalan dan sikap. Kualitas kerja terdiri dari ketepatan, ketelitian,
keterampilan, kebersihan. Kuantitas kerja terdiri dari output dan penyelesaian kerja

Universitas Sumatera Utara

20

dengan ekstra. Keandalan terdiri dari mengikuti instruksi, inisiatif, kehati-hatian,
kerajinan. Sedangkan sikap terdiri dari sikap terhadap perusahaan, karyawan lain dan
pekerjaan serta kerjasama. Sedangkan Bernardin dan Russel (1998) dalam Arifin
(2012) mengungkapkan ada (6) enam kriteria untuk mengukur kinerja seorang
karyawan, yaitu:
1. Quality, sejauh mana kemampuan menghasilkan sesuai dengan kualitas standar
yang ditetapkan perusahaan.
2. Quantity, sejauh mana kemampuan menghasilkan sesuai dengan jumlah standar
yang ditetapkan perusahaan.
3. Timeleness, tingkat sejauh mana suatu kegiatan diselesaikan pada waktu yang
dikehendaki dengan memperhatikan koordinasi out put lain serta waktu yang
tersedia untuk kegiatan lain.
4. Cost of effectiveness, sejauh mana tingkat penerapan sumberdaya manusia,
keuangan, teknologi, dan material yang mampu dioptimalkan.
5. Need of supervision, sejauh mana tingkatan seorang karyawan untuk bekerja
dengan teliti tanpa adanya pengawasan yang ketat dari supervisor.
6. Interpersonal input, sejauh mana tingkatan seorang karyawan dalam pemeliharaan
harga diri, nama baik dan kerjasama, diantara rekan kerja dan bawahan.
2.2.4. Tujuan Penilaian Kinerja
Menurut Simamora (2004), tujuan penilaian kinerja digolongkan kedalam
tujuan evaluasi dan tujuan pengembangan.

Universitas Sumatera Utara

21

a. Tujuan Evaluasi
Melalui pendekatan evaluatif, dilakukan penilaian kinerja masa lalu seorang
karyawan. Evaluasi yang digunakan untuk menilai kinerja adalah rating deskriptif.
Hasil evaluasi digunakan sebagai data dalam mengambil keputusan-keputusan
mengenai promosi dan kompensasi sebagai penghargaan atas peningkatan kinerja
karyawan.
b. Tujuan Pengembangan
Pendekatan pengembangan diharapkan dapat meningkatkan kinerja karyawan
di masa yang akan datang. Aspek pengembangan dari penilaian kinerja mendorong
perbaikan karyawan dalam menjalankan pekerjaannya.
2.2.5. Manfaat Penilaian Kinerja
Manfaat penilaian kinerja yang dikemukakan oleh Mulyadi (1997) dalam
Chandra (2012), yaitu:
1. Mengelola operasi organisasi secara efektif dan efisien melalui pemotivasian
karyawan secara maksimum.
2. Membantu pengambilan keputusan yang bersangkutan dengan karyawan.
3. Mengidentifikasi kebutuhan pelatihan dan pengembangan karyawan dan
menyediakan kriteria seleksi dan evaluasi program pelatihan karyawan.
4. Menyediakan umpan balik bagi karyawan mengenai bagaimana atasan mereka
menilai kinerja mereka.
5. Menyediakan suatu dasar distribusi penghargaan.

Universitas Sumatera Utara

22

2.3. Penilaian Kinerja Organisasi Tradisional
Pada umumnya organisasi banyak yang masih menggunakan pengukuran
kinerja yang lebih menekankan pada aspek keuangan, yaitu lebih sering disebut
dengan pengukuran kinerja tradisioanal. Kinerja personal diukur hanya berkaitan
dengan keuangan. Kinerja lain seperti peningkatan kompetensi dan komitmen
personel, peningkatan produktivitas, dan proses bisnis yang digunakan untuk
melayani pelanggan diabaikan oleh manajemen karena sulit pengukurannya. Menurut
Mulyadi (2001), ukuran keuangan tidak dapat menggambarkan kondisi riil
perusahaan di masa lalu dan tidak mampu menuntun sepenuhnya perusahaan kearah
yang lebih baik, serta hanya berorientasi jangka pendek. Oleh karena itu perlu adanya
cara pengukuran dan pengelolaan kompetensi yang dapat memicu keunggulan
kompetitif organisasi bisnis.
Kaplan dan Norton (1996) memaparkan bahwa pengukuran kinerja secara
tradisional memiliki beberapa kelemahan yaitu:
a.

Ketidakmampuannya mengukur kinerja harta-harta tak tampak (intangible
assets) dan harta-harta intelektual (sumber daya manusia) perusahaan, karena itu
kinerja keuangan tidak mampu bercerita banyak mengenai masa lalu perusahaan
dan tidak mampu sepenuhnya menuntun perusahaan ke arah yang lebih baik.

b.

Pengukuran lebih berorientasi kepada manajemen operasional dan kurang
mengarah pada manajemen strategis.

c.

Tidak mampu mempresentasikan kinerja intangible assets yang merupakan
bagian struktur asset perusahaan.

Universitas Sumatera Utara

23

Pengukuran kinerja keuangan cenderung mendorong para manajer lebih
banyak memperhatikan kinerja jangka pendek dan mengabaikan tujuan jangka
panjang. Kinerja keuangan yang baik saat ini adalah hasil dari mengabaikan
kepentingan-kepentingan jangka panjang perusahaan. Sebaliknya kinerja keuangan
yang kurang baik saat ini bisa terjadi karena perusahaan melakukan investasi demi
kepentingan jangka panjangnya.
Berdasar kelemahan-kelemahan yang ada dalam sistem pengukuran kinerja
tradisional mendorong Kaplan dan Norton (2000) untuk mengembangkan suatu
sistem pengukuran kinerja yang memperhatikan empat perspektif yaitu perspektif
keuangan, perspektif pelanggan, perspektif proses bisnis internal serta perspektif
pembelajaran dan pertumbuhan. konsep ini secara umum dikenal dengan konsep
Balanced Scorecard. Balanced Scorecard diterapkan berdasarkan visi dan misi yang
telah dimiliki organisasi yang selanjutnya visi dan misi tersebut dituangkan dalam
bentuk strategi untuk mencapai tujuan organisasi.

2.4. Penilaian Kinerja Organisasi Sektor Publik
Konsep Pengukuran kinerja pada organisasi sektor publik adalah bertujuan
untuk membantu manajer publik menilai pencapaian suatu strategi melalui alat ukur
finansial dan non finansial. Pengukuran kinerja sektor publik dilakukanuntuk
memperbaiki kinerja pemerintah, pengalokasian sumber daya dan pembuatan
keputusan, dan mewujudkan pertanggungjawaban publik serta memperbaiki
komunikasi pelanggan.

Universitas Sumatera Utara

24

Tujuan pengukuran kinerja sektor publik menurut Mardiasmo (2002) adalah:
a.

Mengkomunikasikan strategi secara lebih mantap.

b.

Mengukur kinerja finansial dan non-finansial secara berimbang sehingga dapat
ditelusuri perkembangan pencapaian strategi.

c.

Mengakomodasi pemahaman kepentingan manajer level menengah dan bawah
serta memotivasi untuk mencapai goal congruence.

d.

Alat untuk mencapai kepuasan berdasarkan pendekatan individual dan
kemampuan kolektif rasional.
Manfaat pengukuran kinerja sektor publik menurut Lynch dan Cross (dalam

Yuwono, 2002) adalah:
a.

Menelusuri kinerja terhadap harapan pelanggan sehingga akan membawa
perusahaan lebih dekat kepada pelanggannya dan membuat seluruh orang dalam
organisasi terlibat dalam upaya memberi kepuasan kepada pelanggan.
Memotivasi pegawai untuk melakukan pelayanan sebagai bagian dari mata rantai
pelanggan dan pemasok internal.

b.

Mengidentifikasi berbagai pemborosan sekaligus mendorong upaya-upaya
pengurangan terhadap pemborosan tersebut (reduction of waste).

c.

Membuat suatu tujuan strategis yang biasanya masih kabur menjadi lebih konkrit
sehingga mempercepat proses pembelajaran.

d.

Membangun konsensus untuk melakukan suatu perubahan dengan memberi
reward atas perilaku tersebut.

Universitas Sumatera Utara

25

2.5. Rumah Sakit
2.5.1. Pengertian Rumah Sakit
Undang-undang No. 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit menyatakan bahwa
rumah sakit merupakan sarana pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan
pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna, yang menyediakan pelayanan
rawat inap, rawat jalan dan gawat darurat. Sebagai upaya penyelenggaraan pelayanan
kesehatan secara paripurna, maka rumah sakit harus memiliki komponen pelayanan.
Menurut Undang-Undang No. 44 tahun 2009, komponen pelayanan di rumah
sakit mencakup 20 pelayanan sebagai berikut: (1) administrasi dan manajemen, (2)
pelayanan medis, (3) pelayanan gawat darurat, (4) kamar operasi, (5) pelayanan
intensif, (6) pelayanan perinatal risiko tinggi, (7) pelayanan keperawatan, (8)
pelayanan anastesi, (9) pelayanan radiologi, (10) pelayanan farmasi, (11) pelayanan
laboratorium, (12) pelayanan rehabilitasi medis, (13) pelayanan gizi, (14) rekam
medis,(15) pengendalian infeksi di rumah sakit, (16) pelayanan sterilisasi sentral,(17)
keselamatan kerja, kebakaran dan kewaspadaan bencana alam, (18) pemeliharaan
sarana, (19) pelayanan lain, dan (20) perpustakaan.
Menurut Undang-Undang No. 44 tahun 2009 pengertian Rumah Sakit adalah
sebagai berikut :
a.

Rumah Sakit adalah pusat dimana pelayanan kesehatan masyarakat, pendidikan
serta penelitian kedokteran diselenggarakan.

b.

Rumah sakit adalah suatu alat organisasi yang terdiri dari tenaga medis
professional yang terorganisir serta sarana kedokteran yang permanen

Universitas Sumatera Utara

26

menyelenggarakan

pelayanan

kedokteran,

asuhan

keperawatan

yang

berkesinambungan, diagnosis serta pengobatan penyakit yang diderita oleh
pasien.
c.

Rumah sakit adalah tempat dimana orang sakit mencari dan menerima pelayanan
kedokteran serta tempat dimana pendidikan klinik untuk mahasiswa kedokteran,
perawat dan tenaga profesi kesehatan lainnya diselenggarakan.

d.

Rumah Sakit adalah sarana upaya kesehatan menyelenggarakan kegiatan
pelayanan kesehatan serta dapat dimanfaatkan untuk pendidikan tenaga
kesehatan dan penelitian.

2.5.2. Tugas dan Fungsi Rumah Sakit
Seperti yang terkandung dalam pengertian rumah sakit di atas maka dikatakan
bahwa rumah sakit mempunyai tugas yaitu memberikan pelayanan kesehatan
perorangan secara paripurna. Berdasarkan Undang-Undang No 44 tahun 2009
dikatakan bahwa untuk menjalankan tugasnya, rumah sakit mempunyai fungsi-fungsi
sebagai berikut :
1.

Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai dengan
pelayanan rumah sakit.

2.

Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan
kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai dengan kebutuhan
medis.Yang dimaksud dengan pelayanan kesehatan paripurna tingkat kedua
adalah upaya kesehatan perorangan tingkat lanjut dengan mendayagunakan
pengetahuan dan teknologi kesehatan spesialistik. Sedangkan pelayanan

Universitas Sumatera Utara

27

kesehatan paripurna tingkat ketiga adalah upaya kesehatanan perorangan tingkat
lanjut

dengan

mendayagunakan

pengetahuan

dan

teknologi

kesehatan

spesialistik.
3.

Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam rangka
meningkatkan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan.

4.

Penyelengaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi dalam
bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan
memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang kesehatan. Penapisan teknologi
yang dimaksud untuk perlindungan terhadap keamanan dan keselamatan pasien.
Fungsi rumah sakit tidak secara keseluruhan dapat dilakukan oleh seluruh

rumah sakit milik pemerintah atau swasta, tetapi tergantung pada klasifikasi rumah
sakit. Berdasarkan klasifikasi rumah sakit dapat diketahui bahwa rumah sakit dengan
kategori/kelas A, mempunyai fungsi, jumlah dan kategori ketenagaan, fasilitas, dan
kemampuan pelayanan yang lebih besar daripada rumah sakit dengan kelas lainnya
yang lebih rendah, seperti klas B, C, dan kelas D (Undang-Undang No. 44 tahun
2009).
2.5.3. Standar Pelayanan Rumah Sakit
Rumah sakit sebagai sarana kesehatan yang menyelenggarakan layanan
kesehatan memiliki standar pelayanan minimal yang harus dipenuhi. Jenis layanan
rumah sakit yang menjadi standar minimal berdasarkan SK Menkes No.
129/Menkes/SK/2008 dengan indikator yang ditentukan di antaranya adalah sebagai
berikut :

Universitas Sumatera Utara

28

Tabel 2.1. Pelayanan, Indikator dan Standar Rumah Sakit
NO

Jenis

l
1 Gawat
Darurat

Indikator
1. Kemampuan menangani life saving
2. Jam Buka pelayanan Gawat Darurat
3. Pemberian Pelayanan gawat darurat
4. Ketersedian tim penanggulangan
5. Waktu tanggap pelayanan dokter di
Gawat Darurat
6. Kepuasan pelanggan
7. Kematian pasien < 24 jam

2 Rawat jalan 1. Dokter pemberi layanan di Poliklinik
2. Ketersediaan pelayanan

3. Jam buka pelayanan

4. Waktu tunggu di rawat jalan
5. Kepuasan pelanggan
3 Rawat Inap 1. Pemberi pelayanan di rawat inap
2. Dokter Penanggung jawab rawat inap
3. Ketersediaan pelayanan rawat inap
4. Jam visite dokter spesialis
5. kejadian infeksi pasca operasi
6. Kejadian infeksi nosocomial
7. Tidak ada kejadian pasien jatuh yang
berakibat kecacatan/kematian
8. Kematian pasien> 48 Jam
9. Kejadian pulang paksa
10. Kepuasan Pelanggan
4 Penunjang 1. Waktu tunggu hasil Pelayanan Thorax
Medis/Radio foto
logi
2. Pelaksanaan ekspertisi
3. Kejadian kegagalan pelayanan rontgen
4. Kepuasan pelanggan

Standar
100%
24 jam
100%
1 tim
≤ lima menit terlayani
setelah pasien datang
≥ 70%

2/1000
pindah
ke
pelayanan rawat inap
100 % dokter spesialis
Klinik anak, kinik penyakit
dalam, klinik kebidanan,
klinik bedah
08.00 s.d 13.00 setiap hari
kerja, kecuali Jumat 08.00
s.d 11.00
≤ 60 menit.
≥ 90 %
dokter spesialis, perawat
minimal pendidikan D3
100%
Anak, penyakit dalam,
Kebidanan, Bedah
08.00 s.d 14.00 setiap hari
≤ 1.5 %
≤ 1.5 %
100%
≤ 0.24 %
≤ 5%
≥ 90 %
≤ 3 jam
dokter Sp. Rad
Kerusakan foto≤ 2 %
≥ 80 %

Universitas Sumatera Utara

29

Tabel 2.1. (Lanjutan)
NO
Indikator
Jenis
5 Penunjang 1. Waktu tunggu hasil Pelayanan
Medis/Lab
laboratorium
2. Pelaksanaan ekspertisi
Patologi
klinik
3. Tidak adanya kesalahan pemberian
hasil pemeriksa laboratorium
4. Kepuasan pelanggan

Standar
≤ 140 menit, kimia darah &
darah rutin
Dokter Sp. PK
100%
≥ 80 %

2.5.4. Efektivitas Proses Bisnis Internal Rumah Sakit
Seperti uraian di atas bahwa proses bisnis internal merupakan segala upaya
perusahaan untuk menciptakan produk atau jasa yang dapat memberikan nilai tambah
bagi pelanggan maupun pemilik perusahaan dengan cara kerja yang efektif dan
efisien. Laksono Trisnantoro (2005) mengatakan bahwa :
“Perspektif kedua dalam balance scorecard menekankan mengenai proses
pelayanan. Hal yang perlu mendapat perhatian dalam proses pelayanan ini
yaitu mutu proses pelayanan. Proses pelayanan rumah sakit dapat berupa
proses medis klinis dan keperawatan, nonklinis seperti pelayanan kamar hotel
hingga soal pelayanan pada saat mengantri. Pelayanan rumah sakit bersifat
rumit dan membutuhkan integrasi berbagai layanan.
Memperhatikan Tabel 2.1 tentang standar minimal pelayanan rumah sakit
berdasarkan SK Menkes No. 129/Menkes/SK/2008 dapat disimpulkan bahwa layanan
rumah sakit terdiri:
1. Instalasi rawat jalan
2. Instalasi rawat inap
3. Instalasi gawat darurat
4. Instalasi penunjang medis di antaranya laboratium, radiologi, dan farmasi.

Universitas Sumatera Utara

30

Dengan adanya berbagai jenis pelayanan rumah sakit, Laksono Trisnantoro
(2005) mengatakan bahwa :
“kelompok utama indikator kinerja operasional terdiri atas volume kegiatan
dan rasio pada pelayanan rawat jalan, rawat inap, rawat darurat dan pelayanan
penunjang medis, pertumbuhan produktivitas, pertumbuhan daya saing,
pertumbuhan efisiensi, pertumbuhan sumber daya manusia , inovasi produk
layanan dan bisnis serta penelitian dan pengembangan. Kelompok utama
indikator kinerja mutu layanan dan manfaat bagi masyarakat terdiri atas
pelayanan ibu dan anak, pelayanan bedah, pelayanan nonbedah, kepedulian
terhadap masyarakat, kepuasan pelanggan internal dan eksternal, kepedulian
terhadap lingkungan dan pelayanan terhadap kelompok miskin”.
Dari uraian di atas dapat ditarik satu kesimpulan bahwa rumah sakit memiliki
berbagai indikator yang berbeda untuk setiap layanan rumah sakit. Halini
menandakan bahwa pengelolaan rumah sakit memerlukan sistem manajemen yang
baik. Terkait dengan rencana strategik pada tingkat rumah maka Laksono Trisnantoro
(2005) mengatakan perlu dipertimbangan “apakah mengukur rumah sakit secara
keseluruhan ataukah mengukur sebuah instalasi tertentu dari rumah sakit”.
Berkaitan dengan kinerja operasional dalam proses bisnis internal rumah
sakit, Departemen kesehatan mengeluarkan indikator pelayanan rumah sakit melalui
Peraturan Menteri Kesehatan RI No.1171/Menkes/Per/VI/2011 yang berlaku sejak 01
Juni 2011. Indikator yang harus diisi pada Formulir RL1.2 terdiri dari :
1. BOR (Bed Occupancy Rate) yaitu pemakaian tempat tidur pada satu satuan waktu
tertentu. Indikator ini memberikan gambaran tinggi rendahnya tingkat
pemanfaatan tempat tidur rumah sakit.

BOR :

Jumlah hari perawa tan rumah sakit
x100%
Jumlah tempat tidur x jumlah hari dalam satu periode

Universitas Sumatera Utara

31

Nilai Parameter BOR yang ideal adalah 60% sampai dengan 85%.
2. AvLOS (Average Length of Stay) yaitu rata-rata lama rawat seorang pasien.
Indikator ini disamping memberikan gambaran tingkat efisiensi, juga dapat
memberikan gambaran mutu pelayanan, apabila diterapkan pada diagnosis tertentu
dapat dijadikan hal yang perlu pengamatan lebih lanjut.

ALOS :

Jumlah lama dirawat
Jumlah pasien keluar (hidup + mati )

Secara umum nilai AvLOS yang ideal antara 6 sampai dengan 9 hari.
3. BTO (Bed Turn Over) yaitu frekuensi pemakaian tidur pada satu periode, berapa
kali tempat tidur dalam satu satuan waktu (biasanya dalam periode 1 tahun).
Indikator ini memberikan tingkat efisiensi pada pemakaian tempat tidur.

BTO :

Jumlah pasien keluar (hidup + mati )
Jumlah tempat tidur

Idealnya dalam satu tahun, satu tempat tidur rata-rata dipakai 40 sampai dengan
50 kali.
4. TOI (Turn Over Interval) yaitu rata-rata hari dimana tempat tidur tidak ditempati
dari telah diisi ke saat terisi berikutnya. Indikator ini juga memberikan gambaran
tingkat efisiensi penggunaan tempat tidur.

TOI :

( Jumlah tempat tidur x periode ) − hari perawa tan
Jumlah pasien keluar (hidup + mati )

Idealnya tempat tidur kosong/tidak terisi pada kaisar 1 sampai dengan 3 hari.

Universitas Sumatera Utara

32

5. NDR (Net Death Rate) yaitu angka kematian 48 jama setelah dirawat untuk tiaptiap 1000 penderita keluar. Indikator ini memberikan mutu layanan di rumah
sakit.

NDR :

Jumlah pasien mati > 48 jam dirawat
x 1000 0 00
Jumlah pasien keluar (hidup + mati )

Nilai NDR yang dianggap masih dapat ditolerir adalah kurang dari 25 per 1000
6. GDR (Gross Death rate) yaitu angka kematian umum untuk setiap 1000 penderita
keluar dari rumah sakit.

GDR :

Jumlah pasien mati seluruhnya
x 1000 0 00
Jumlah pasien keluar (hidup + mati )

Nilai GDR seyogyanya lebih dari 45 per 1000 penderita keluar.
7. Rata-rata kunjungan poliklinik per hari, indikator ini diperlukan untuk menilai
tingkat pemanfaatan poliklinik rumah sakit. Angka rata-rata ini apabila
dibandingkan dengan jumlah penduduk wilayahnya akan memberikan gambaran
cakupan pelayanan dari suatu rumah sakit
2.5.5. Rawat Inap
Rawat inap adalah pelayanan kesehatan perorangan yang meliputi observasi,
pengobatan, keperawatan, rehabilitasi medik dengan menginap di ruang rawat inap
pada sarana kesehatan rumah sakit pemerintah dan swasta, serta Puskesmas
perawatan dan rumah bersalin yang oleh karena penyakitnya penderita harus
menginap (Muninjaya, 2004). Sedangkan menurut Wiyono (2000), pelayanan rawat
inap adalah pelayanan kepada pasien untuk observasi, perawatan, diagnosis,

Universitas Sumatera Utara

33

pengobatan, rehabilitasi medis dan atau kesehatan lainnya dengan menempati tempat
tidur. Batasan tempat tidur adalah tempat tidur yang tercatat dan tersedia di ruang
rawat inap.

2.6. Pengukuran Kinerja Menggunakan Balanced Scorecard
Menurut Kaplan dan Norton (1996), Balanced Scorecard terdiri dari 2 kata
yaitu Balanced dan Scorecard. Balanced berarti menunjukkan bahwa kinerja personel
atau karyawan diukur secara seimbang dan dipandang dari 2 aspek yaitu keuangan
dan non keuangan, jangka pendek dan jangka panjang dan dari segi intern maupun
ekstern. Sedangkan Scorecard adalah kartu yang digunakan untuk mencatat skor
hasil kinerja seseorang yang nantinya digunakan untuk membandingkan dengan hasil
kinerja yang sesungguhnya.
Sedangkan menurut Mulyadi (1999) Balanced Scorecard adalah kumpulan
ukuran kinerja yang terintegrasi yang diturunkan dari strategi perusahaan yang
mendukung strategi perusahaan secara keseluruhan. Pada dasarnya Balanced
Scorecard merupakan sistem manajemen bagi perusahaan untuk berinvestasi dalam
jangka panjang untuk pelanggan (customer), pembelajaran dan pertumbuhan
karyawan, termasuk manajemen (learning and growth), proses bisnis internal (sistem)
demi memperoleh hasil-hasil finansial yang

memungkinkan perkembangan

organisasi.
Dari dua pengertian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa Balanced
Scorecard merupakan alat ukur manajemen yang mampu mengimplementasikan

Universitas Sumatera Utara

34

tujuan strategik organisasi melalui 4 perspektif dasarnya (keuangan, pelanggan,
proses bisnis internal, dan pertumbuhan), dengan tujuan meningkatkan performa
organisasi dalam jangka panjang.
Pengukuran kinerja merupakan hal yang penting bagi suatu organisasi,
diantaranya dapat digunakan untuk menilai keberhasilan perusahaan dan juga dapat
digunakan sebagai dasar untuk menyusun sistem imbalan di suatu organisasi.
Pengukuran kinerja menggunakan Balanced Scorecard memiliki cakupan yang cukup
luas, karena tidak hanya mempertimbangkan aspek-aspek finansial tetapi juga aspek
nonfinansial. Pengukuran kinerja dengan Balanced Scorecard merupakan alternatif
pengukuran kinerja yang didasarkan pada empat hal utama, yaitu keuangan,
pelanggan, proses bisnis internal, pembelajaran dan pertumbuhan. Kelebihan
penggunaan Balanced Scorecard adalah bahwa dengan pendekatan Balanced
Scorecard berusaha untuk menterjemahkan misi dan strategi perusahaan kedalam
tujuan-tujuan dan pengukuran-pengukuran yang dilihat dari empat perspektif yaitu
keuangan, pelanggan, proses bisnis internal, pembelajaran dan pertumbuhan tersebut.

2.7. Perspektif di dalam Balanced Scorcared
Balanced Scorecard menunjukkan adanya metode pengukuran kinerja yang
menggabungkan antara pengukuran keuangan dan non keuangan (Kaplan dan Norton,
1996). Ada empat perspektif kinerja bisnis yang diukur dalam Balanced Scorecard,
yaitu:

Universitas Sumatera Utara

35

a. Perspektif Keuangan (Financial Perspective)
Sasaran-sasaran perspektif keuangan dibedakan pada masing-masing tahap
dalam siklus bisnis yang oleh Kaplan dan Norton (2000) dibedakan menjadi tiga
tahap:
1) Growth (Berkembang)
Berkembang merupakan tahap pertama dan tahap awal dari siklus kehidupan
bisnis. Pada tahap ini suatu perusahaan memiliki tingkat pertumbuhan yang sama
sekali atau paling tidak memiliki potensi untuk berkembang. Untuk menciptakan
potensi ini, kemungkinan seorang manajer harus terikat komitmen untuk
mengembangkan suatu produk atau jasa baru, membangun dan mengembangkan
fasilitas produksi, menambah kemampuan operasi, mengembangkan sistem,
infrastruktur dan jaringan distribusi yang akan mendukung hubungan global, serta
mengasuh dan mengembangkan hubungan dengan pelanggan.
2) Sustain Stage (Bertahan)
Bertahan merupakan tahap kedua yaitu suatu tahap dimana perusahaan masih
melakukan

investasi

pengembalian

yang

dan

reinvestasi

terbaik,

Dalam

dengan
tahap

mempersyaratkan
ini

perusahaan

tingkat
berusaha

mempertahankan pangsa pasar yang ada dan mengembankannya apabila mungkin.
Investasi yang dilakukan umumnya diarahkan untuk menghilangkan kemacetan,
mengembangkan kapasitas dan meningkatkan perbaikan operasional secara
konsisten. Pada tahap ini perusahaan tidak lagi bertumpu pada strategi-strategi

Universitas Sumatera Utara

36

jangka panjang. Sasaran keuangan tahap ini lebih diarahkan pada besarnya tingkat
pengembalian atas investasi yang dilakukan.
3) Harvest (Panen)
Tahap ini merupakan tahap kematangan (mature), suatu tahap dimana perusahaan
melakukan panen (harvest) terhadap investasi mereka. Perusahaan tidak lagi
melakukan investasi lebih jauh kecuali hanya untuk memelihara dan perbaikan
fasilitas, tidak untuk melakukan ekspansi atau membangun suatu kemampuan
baru. Tujuan utama dalam tahap ini adalah memaksimumkan arus kas yang masuk
ke perusahaan. Sasaran keuangan untuk harvest adalah cash flow maksimum yang
mampu dikembalikan dari investasi dimasa lalu.
Tiga sasaran utama pada perspektif ini adalah: Pertumbuhan pendapatan
(revenue growth), manajemen biaya (cost management) dan utilisasi aset (Supangkat,
2003).
1. Revenue (pertumbuhan dan pendapatan)
Pertumbuhan pendapatan mengacu kepada berbagai usaha untuk memperluas
penawaran produk, jasa dan menjangkau pelanggan dan pasar baru, mengubah
bauran produk dan jasa ke arah penciptaan nilai tambah yang lebih tinggi, serta
penetapan ulang harga produk dan jasa.
2. Penghematan cost
Tujuan penghematan cost dan peningkatan produktivitas mengacu kepada usaha
untuk menurunkan cost langsung produk dan jasa, mengurangi cost tidak langsung
dan pemanfaatan bersama berbagai sumber daya perusahaan.

Universitas Sumatera Utara

37

3. Utilisasi Aset
Aset perusahaan digunakan untuk memperoleh laba sebesar-besarnya. Laba
digunakan untuk mengukur hasil akhir dari berbagai kebijakan dan keputusan
manajemen dalam menjalankan rumah sakit. Rasio ini menggunakan tingkat
efektivitas pengelolaan rumah sakit oleh manajemen
b. Perspektif Pelanggan/Konsumen
Kaplan dan Norton (2000) menjelaskan ada dua kelompok pengukuran yang
terkait di dalam perspektif pelanggan, yaitu:
1) Kelompok Inti (core measurement)
a) Pangsa pasar
Pangsa pasar menggambarkan proporsi bisnis yang dijual oleh sebuah unit
bisnis di pasar tertentu. Hal itu diungkapkan dalam bentuk jumlah pelanggan,
uang yang dibelanjakan atau volume satuan yang terjual.
b) Akuisisi pelanggan
Mengukur seberapa banyak perusahaan berhasil menarik pelanggan-pelanggan
baru. Akuisisi ini diukur dengan membandingkan jumlah pelanggan dari tahun
ke tahun.
c) Retensi pelanggan
Mengukur seberapa banyak perusahaan berhasil mempertahankan pelanganpelanggan lama. Pengukuran dapat dilakukan dengan mengetahui besarnya
persentase pertumbuhan bisnis dengan pelanggan yang ada saat ini dengan cara
membandingkan jumlah pelanggan tahun berjalan dengan tahun sebelumnya.

Universitas Sumatera Utara

38

d) Tingkat kepuasan pelanggan
Menurut Mulyadi (1999) dalam perspektif pelanggan, kinerja organisasi diukur
dari bagaimana memuaskan customer. Perspektif ini menjelaskan pula betapa
fatal akibatnya bagi organisasi apabila pelanggan tidak puas. Oleh karena itu
strategi manajemen diarahkan pada upaya menghasilkan value yang terbaik
bagi pelanggan. Salah satu pendekatan kualitas pelayanan yang banyak
dijadikan acuan dalam riset pemasaran adalah model ServQual (Service
Quality) yang dikembangkan oleh

Parasuraman, Zeithaml, dan Berry

(Lupiyoadi, 2001). Terdapat lima dimensi ServQual sebagai berikut :
-

Tangibles, atau bukti fisik yaitu kemampuan suatu perusahaan dalam
menunjukkan

eksistensinya kepada pihak eksternal. Penampilan dan

kemampuan sarana dan prasarana fisik perusahaan dan keadaan lingkungan
sekitarnya adalah bukti nyata dari pelayanan yang diberikan oleh pemberi
jasa. Yang meliputi fasilitas fisik (gedung, gudang, dan lain sebagainya),
perlengkapan dan peralatan yang dipergunakan (teknologi), serta
penampilan pegawainya.
-

Reliability,

atau

keandalan

yaitu

kemampuan

perusahaan

untuk

memberikan pelayanan sesuai yang dijanjikan secara akurat dan terpercaya.
Kinerja harus sesuai dengan harapan pelanggan yang berarti ketepatan
waktu, pelayanan yang sama untuk semua pelanggan tanpa kesalahan ,
sikap yang simpatik, dan dengan akurasi yang tinggi.

Universitas Sumatera Utara

39

-

Responsiveness, atau ketanggapan yaitu suatu kemauan untuk membantu
dan memberikan pelayanan yang cepat (responsif) dan tepat kepada
pelanggan, dengan penyampaian informasi yang

jelas. Membiarkan

konsumen menunggu tanpa adanya suatu alasan yang jelas menyebabkan
persepsi yang negatif dalam kualitas pelayanan.
-

Assurance,

atau

jaminan

dan

kepastian

yaitu

pengetahuan,

kesopansantunan, dan kemampuan para pegawai perusahaan untuk
menumbuhkan rasa percaya para pelanggan kepada perusahaan. Terdiri
dari beberapa komponen antara lain komunikasi (communication),
kredibilitas (credibility), keamanan (security), kompetensi (competence),
dan sopan santun (courtesy).
-

Emphaty, yaitu memberikan perhatian yang tulus dan bersifat individual
atau pribadi

yang diberikan kepada para pelanggan dengan berupaya

memahami keinginan konsumen. Dimana suatu perusahaan memiliki
pengertian dan pengetahuan tentang pelanggan, memahami kebutuhan
pelanggan secara spesifik, serta memiliki waktu pengoperasian yang
nyaman bagi pelanggan.
2) Kelompok Penunjang (performance drivers)
a) Atribut-atribut Produk
Tolok ukur atribut produk dilihat dari beberapa aspek:
-

Tingkat harga eceran relatif (tingkat harga yang dibandingkan dengan
tingkat harga produk pesaing).

Universitas Sumatera Utara

40

-

Tingkat daya guna produk (seberapa jauh produk yang telah dibeli berdaya
guna bagi pelanggan).

-

Tingkat pengembalian produk oleh pelanggan sebagai akibat ketidak
sempurnaan proses produksi (cacat, rusak, atau tidak lengkap).

-

Mutu peralatan dan fasilitas produksi yang digunakan

-

Kemampuan sumber daya manusia

-

Tingkat efisiensi produksi.

b) Hubungan Dengan Pelanggan
Tolok ukur yang termasuk sub kelompok ini, tingkat fleksibilitas perusahaan
dalam memenuhi keinginan dan kebutuhan para pelanggannya, penampilan
fisik dan mutu layanan yang diberikan oleh pramuniaga serta penampilan fisik
fasilitas penjualan.
c) Citra dan reputasi perusahaan beserta produk-produknya dimata para
pelanggannya dan masyarakat konsumen.
c. Perspektif Proses Bisnis Internal
Menurut Kaplan dan Norton (2000) dalam proses bisnis internal, manajer
harus bisa mengidentifikasi proses internal yang penting dimana perusahaan
diharuskan melakukan dengan baik karena proses internal tersebut mempunyai nilainilai yang diinginkan konsumen dan dapat memberikan pengembalian yang
diharapkan oleh para pemegang saham. Tahapan dalam proses bisnis internal
meliputi:

Universitas Sumatera Utara

41

1) Inovasi
Inovasi yang dilakukan dalam perusahaan biasanya dilakukan oleh bagian riset dan
pengembangan. Dalam tahap inovasi ini tolok ukur yang digunakan adalah
besarnya

produk-produk

baru,

lama

waktu

yang

dibutuhkan

untuk

mengembangkan suatu produk secara relatif jika dibandingkan perusahaan
pesaing, besarnya biaya, banyaknya produk baru yang berhasil dikembangkan.
2) Proses Operasional
Tahapan ini merupakan tahapan dimana perusahaan berupaya untuk memberikan
solusi kepada para pelanggan dalam memenuhi kebutuhan dan keinginan
pelanggan. Tolok ukur yang digunakan antara lain Manufacturing Cycle
Effectiveness (MCE), tingkat kerusakan produk pra penjualan, banyaknya bahan
baku terbuang percuma, frekuensi pengerjaan ulang produk sebagai akibat
terjadinya kerusakan, banyaknya permintaan para pelanggan yang tidak dapat
dipenuhi, penyimpangan biaya produksi aktual terhadap biaya anggaran produksi
serta tingkat efisiensi per kegiatan produksi.
3) Proses Penyampaian Produk atau Jasa pada Pelanggan
Aktivitas penyampaian produk atau jasa pada pelanggan meliputi pengumpulan,
penyimpanan dan pendistribusian produk atau jasa serta layanan purna jual dimana
perusahaan berupaya memberikan manfaat tambahan kepada pelanggan yang telah
membeli produknya seperti layanan pemeliharaan produk, layanan perbaikan
kerusakan, layanan penggantian suku cadang, dan perbaikan pembayaran.

Universitas Sumatera Utara

42

d. Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan
Adapun faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam perspektif pembelajaran
dan pertumbuhan adalah (Kaplan dan Norton, 2000) :
1) Kepuasan Karyawan
Hal yang perlu ditinjau adalah kepuasan karyawan dan produktivitas kerja
karyawan. Untuk mengetahui tingkat kepuasan karyawan perusahaan perlu
melakukan survei secara reguler. Beberapa elemen kepuasan karyawan adalah
keterlibatan dalam pengambilan keputusan, pengakuan, akses untuk memperoleh
informasi, dorongan untuk melakukan kreativitas dan inisiatif serta dukungan dari
atasan. Produktivitas kerja merupakan hasil dari pengaruh agregat peningkatan
keahlian moral, inovasi, perbaikan proses internal dan tingkat kepuasan konsumen.
Di dalam menilai produktivitas kerja setiap karyawan dibutuhkan pemantauan
secara terus menerus.
2) Kemampuan Sistem Informasi
Perusahaan perlu memiliki prosedur informasi yang mudah dipahami dan mudah
dijalankan. Tolok ukur yang sering digunakan adalah bahwa informasi yang
dibutuhkan mudah didapatkan, tepat dan tidak memerlukan waktu lama untuk
mendapat informasi tersebut.
3) Motivasi, pemberdayaan dan keselarasan
Pegawai yang memiliki informasi yang berlimpah tidak akan memberikan
kontribusi pada keberhasilan usaha, apabila mereka tidak mempunyai motivasi

Universitas Sumatera Utara

43

untuk bertindak selaras dengan tujuan perusahaan atau tidak diberi kebebasan
dalam pengambilan keputusan atau bertindak.

2.8. Keunggulan Balanced Scorecard
Balance Scorecard memiliki beberapa keunggulan (Gunawan, 2000 dalam
Srimindarti, 2004):
a. Komprehensif
Balance Scorecard menekankan pengukuran kinerja tidak hanya aspek kuantitatif
saja, tetapi juga aspek kualitatif. Keempat perspektif menyediakan keseimbangan
antara pengukuran eksternal seperti laba, sedangkan pada ukuran internal seperti
pengembangan produk baru.
b. Koheren
Balance Scorecard mengharuskan personil untuk menentukan hubungan sebab
akibat diantara berbagai sasaran yang dihasilkan dalam setiap perencanaan. Setiap
sasaran yang ditetapkan dalam perspektif keuangan harus mempunyai hubungan
kausal dengan sasaran keuangan baik secara langsung maupun tidak langsung.
c. Seimbang
Keseimbangan sasaran yang dihasilkan oleh sistem perencanaan penting untuk
menghasilkan kinerja keuangan yang berjangka panjang.
d. Terukur
Keterukuran sasaran yang dihasilkan oleh sistem perencanaan menjanjikan
ketercapaian berbagai sasaran yang dihasilkan oleh sistem tersebut. Balance

Universitas Sumatera Utara

44

Scorecard mengukur sasaran-sasaran yang sulit untuk diukur. Sasaran pada
perspektif pelanggan, proses bisnis internal, serta pembelajaran dan pertumbuhan
merupakan sasaran yang tidak mudah untuk diukur, namun dalam Balance
Scorecard sasaran ketiga perspektif non keuangan tersebut dapat diukur.

2.9. Balanced Scorecard pada Organisasi Nirlaba dan Organisasi Pemerintah
Seperti kita ketahui, bahwa konsep Balanced Scorecard awal mulanya
memang diciptakan untuk kalangan perusahaan bisnis, dimana keuntungan
merupakan tujuan dan motivasi utama. Tetapi, seiring perkembangan zaman dan
banyaknya keberhasilan penggunaan Balanced Scorecard oleh perusahaan bisnis,
kemudian banyak organisasi nirlaba, seperti pemerintah dan organisasi sosial
termasuk rumah sakit. Tentunya, penerapan Balanced Scorecard dalam organisasi
nirlaba memerlukan penyesuiaan. Karena tidak seperti organisasi bisnis yang
berorientasi pada keuntungan, organisasi nirlaba umumnya didirikan dengan suatu
misi tertentu untuk melayani golongan masyarakat tertentu dengan jasa pelayanan
tertentu pula. Pendorong dan motivasi utamanya adalah pencapaiaan kebutuhan
pelanggan sebagai perwujudan misi pendiri dan bahkan jika perlu, rela mengalami
defisit dalam segi keuangan. Oleh karena itu ukuran utama yang perlu diperhatikan
adalah perspektif pelanggan untuk mencapai misi organisasi. Berikut ini adalah
model Balanced Scorecard untuk organisasi nirlaba (Paul R. Niven dalam Iseu
Tresiana):

Universitas Sumatera Utara

45

MISI
Perspektif Pelanggan

Perspektif
Keuangan

STRATEGI

Perspektif Proses
Bisnis Internal

Perspektif
Pembelajaran &
Pertumbuhan
Gambar 2.1. Balanced Scorecard untuk organisasi Nirlaba (Paul R. Niven)
Menurut Gasperz dalam Pramadhany (2011) pemerintah seyogianya
menjembatani kesenjangan antara ekspektasi publik atau kebutuhan sosial dan
penyerahan

pelayanan

publik

yang

diberikannya.

Organisasi pemerintahan

merupakan sistem penyerahan pelayanan publik (public service delivery system)
kepada masyarakat. Di dalamnya terdapat perbedaan-perbedaan perspektif. Balanced
Scorecard yang ditetapkan pada organisasi bisnis berorientasi pada keuangan (private
sector), sedangkan yang diterapkan pada pemerintah berorientasi publik (public
sector). Penerapan Balanced Scorecard organisasi pemerintah memerlukan beberapa
penyesuaian karena hal-hal berikut:
1. Fokus utama sektor publik adalah masyarakat (publik) dan kelompok-kelompok
tertentu (interest groups), sedangkan fokus utama sektor swasta adalah pelanggan
dan pemegang saham.

Universitas Sumatera Utara

46

2. Tujuan utama organisasi sektor publik adalah bukan maksimalisasi hasil-hasil
finansial, tetapi keseimbangan pertanggungjawaban finansial (anggaran) melalui
pelayanan kepada pihak-pihak yang berkepentingan (stakeholder) sesuai dengan
visi dan misi organisasi pemerintahan.
3. Mendefinisikan ukuran dan target dalam perspektif costumer atau stakeholder
membutuhkan pandangan dan kepedulian yang tinggi, sebagai konsekuensi dari
peran kepengurusan organisasi pemerintahan, dan membutuhkan definisi yang
jelas serta strategis.

2.10. Indikator-indikator Pengukuran Kinerja
Kriteria pengukuran yang seimbang menurut Mulyadi (2001) adalah sejauh
mana sasaran strategik dicapai secara seimbang. Sasaran strategik adalah indikator
yang akan diukur dan ditentukan skala pengukurannya. Skor tiap-tiap kinerja
diberikan berdasarkan rating scale sebagai berikut:
Tabel 2.2. Rating Scale Skore Kinerja
Rating Scale Skor
Nilai
-1
Kurang
0
Cukup
1
Baik
Sumber: Mulyadi 2001
Setelah menentukan rating scale, selanjutnya adalah membuat ukuran kinerja
berisi indikator-indikator yang akan digunakan sebagai dasar pemberian skor. Ukuran
kinerja dapat dilihat pada Tabel 2.2 berikut ini :

Universitas Sumatera Utara

47

Tabel 2.3. Ukuran Kinerja
Perspektif
Keuangan

Pelanggan

Bisnis
Internal

Pembelajaran
dan
Pertumbuhan

Sasaran
Ukuran
Strategik
Hasil
Pemacu Ki