Pengukuran Kinerja Rumah Sakit Bhayangkara Tebing Tinggi dengan Pendekatan Balanced Scorecard

1

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
Ketatnya persaingan bisnis dan adanya pasar bebas memaksa perusahaan
untuk membuat terobosan agar mampu bersaing secara sehat dengan kunci
persaingan adalah kualitas total yang mencakup penekanan pada produk, biaya,
harga, pelayanan, penyerahan tepat waktu, estetika dan bentuk kualitas lain yang
terus berkembang guna memberikan kepuasan yang terus menerus kepada pelanggan
(Hansen & Mowen, 1999 dalam Fatmanelly, 2010). Setiap unit usaha dituntut untuk
meningkatkan mutu dan bekerja lebih efektif dan efisien agar mendapatkan hasil
yang optimal sehingga tetap eksis didunia usaha. Perubahan orientasi dari produk
oriented menjadi customer oriented menuntut manajemen untuk memandang
organisasi secara komprehensif sehingga mampu menghasilkan kinerja perusahaan
yang baik, mempertahankan konsumen yang sudah ada dan menarik konsumen baru
(Wijono, 2008).
Rumah sakit juga merupakan institusi yang padat modal, padat teknologi dan
padat tenaga kerja sehingga pengelolaan rumah sakit tidak bisa sebagai unit sosial
semata, tetapi menjadi unit sosio ekonomi, tetap mempunyai tanggung jawab sosial

tetapi dalam pengelolaan keuangannya menerapkan prinsip-prisip ekonomi.
Konsumen yang mengkonsumsi jasa rumah sakit tidak berbeda dengan konsumen
yang mengkonsumsi produk dan jasa yang dihasilkan oleh perusahaan-perusahaan

1
Universitas Sumatera Utara

2

yang bermotif laba. Oleh karena itu, untuk dapat bertahan hidup dan berkembang
dalam lingkungan bisnis yang telah berubah ini, manajemen perusahaan harus
berusaha mengubah paradigma manajemen mereka agar sikap dan tindakan mereka
dalam menjalankan bisnis menjadi lebih efektif. Perubahan paradigma tersebut
membuat rumah sakit harus mempertanggungjawabkan kinerjanya secara total, baik
kinerja pelayanan maupun kinerja keuangan dengan memperhatikan standar-standar
kerja dan peningkatan mutu yang terus-menerus (Trisnantoro, 2005).
Penilaian kinerja merupakan proses kontrol kinerja karyawan yang dievaluasi
berdasarkan standar tertentu. Penilaian kinerja dilakukan secara efektif untuk
mengarahkan perilaku karyawan dalam rangka menghasilkan jasa dengan kualitas
yang tinggi. Selain itu, penilaian kinerja juga dilakukan untuk memotivasi karyawan

melakukan tugas-tugasnya dan mewujudkan tujuan rumah sakit (Samba, 2000 dalam
Mudayana, 2010). Manfaat dari penilaian kinerja digunakan untuk perbaikan prestasi
kerja,

penyesuaian

kompensasi,

kebutuhan

pengembangan,

serta

melihat

penyimpangan maupun kesalahan dalam pekerjaan. Kegunaan tersebut mengharuskan
penilaian kinerja mampu memberikan gambaran yang akurat dan obyektif mengenai
prestasi kerja karyawan (Handoko, 2008). Untuk menghadapi persaingan bisnis yang
sangat kompetitif, kinerja merupakan faktor penting yang harus diperhatikan oleh

suatu rumah sakit. Kinerja dalam suatu periode tertentu dapat dijadikan acuan untuk
mengukur tingkat keberhasilan rumah sakit. Oleh karena itu, sistem kinerja yang
sesuai dan cocok sangat diperlukan agar suatu rumah sakit mampu bersaing dan
berkembang.

Universitas Sumatera Utara

3

Salah satu aktivitas rutin yang dilakukan dalam statistik rumah sakit untuk
mengetahui kinerja pelayanan adalah menghitung tingkat efisisensi hunian tempat
tidur, bertujuan untuk memantau aktivitas penggunaan tempat tidur di unit perawatan
rawat inap dan untuk merencanakan pengembangannya. Salah satu parameter yang
digunakan untuk memantau efisiensi penggunaan tempat tidur yaitu Bed Occupancy
Rate (BOR).
Perhitungan BOR sebagai salah satu indikator yang menggambarkan tinggi
rendahnya tingkat pemanfaatan tempat tidur rumah sakit adalah prosentase
pemakaian tempat tidur pada satu satuan waktu tertentu. Menurut Barber Johnson
nilai ideal BOR adalah 75-85% sedangkan Dinas Kesehatan menentukan nilai ideal
sebesar 60-85%. Untuk perhitungan BOR ini maka data-data yang lengkap dan akurat

sangat dibutuhkan.
Meskipun demikian untuk kategori-kategori yang menunjukkan tingkat
pemanfaatan fasilitas keseluruhan rumah sakit hingga sekarang nampaknya masih
belum optimal. Sebab menurut statistik jumlah penderita yang berobat jalan dengan
menggunakan fasilitas rumah sakit hanya 7,1%, jumlah ini masih dibawah puskesmas
dan puskesmas pembantu yang mencapai 33,4%. Disamping itu kategori lain seperti
BOR atau prosentasi yang menunjukkan rata-rata tempat tidur yang dipakai setiap
harinya yang ada selama ini masih berada dibawah standar yang seharusnya dicapai.
Tingkat BOR ) yang dicapai rumah sakit umum yang ada di Indonesia sekarang ini
masih berkisar antara 50%. Padahal standar nilai atau angka ideal yang seharusnya
dicapai dengan mengacu pada standar Depkes RI yaitu 65-85%.

Universitas Sumatera Utara

4

Penelitian Hanna, H. (2004) yang berjudul Analisis Faktor-faktor Pelayanan
yang Mempengaruhi Bed Occupancy Rate (BOR) Unit Stroke RS Islam Jakarta
(2000-2003) yang dilatarbelakangi oleh fakta bahwa BOR Unit stroke center RS
Islam Jakarta rata-rata hanya 44,72% sejak berdirinya (2000) sampai tahun 2003.

Padahal unit Stroke Center ini merupakan salah satu pelayanan rawat inap unggulan
RS Islam Jakarta. Pihak manajemen membuat perhitungan bahwa untuk mencapai
BEP diperlukan minimal BOR 65% pada unit Stroke Center dalam waktu tiga tahun.
Penelitian mengenai BOR adalah penelitian Widaryanto (2005) di Rumah Sakit
Kariadi Semarang tahun 2004 bahwa rata-rata BOR di Rumah Sakit tersebut sebesar
59,53%. Nilai BOR ini lebih kecil dari nilai BOR yang seharusnya. Rendahnya
tingkat BOR yang dicapai menunjukkan bahwa kualitas pelayanan di Rumah Sakit
Kariadi Semarang belum maksimal.
Rendahnya tingkat BOR yang dicapai sebenarnya menggambarkan bahwa
kualitas pelayanan di rumah sakit yang bersangkutan kurang baik. Jika BOR rendah
dan AvLOS (Average Length of Stay) tinggi, maka berarti pelayanan rumah sakit
buruk. Oleh karena itu sebagai konskuensinya jika angka BOR rendah maka pihak
manajemen rumah sakit yang bersangkutan harus meningkatkan kualitas pelayanan
pada pasien, terutama bagi mereka yang sedang dalam rawat inap.
Rendahnya BOR suatu rumah sakit menunjukkan rendah pula kinerja rumah
sakit tersebut. Untuk mengatasi permasalahan ini diperlukan suatu sistem pengukuran
kinerja yang komprehensif yang mampu mengukur dan meningkatkan kinerja rumah
sakit. Kinerja yang baik harus mempunyai sistem pengukuran kinerja yang andal dan

Universitas Sumatera Utara


5

berkualitas. Pengukuran kinerja yang tidak hanya mengandalkan aspek keuangan saja
tetapi juga memperhatikan aspek-aspek non-keuangan yang melibatkan pasien dan
pekerja serta bisnis rumah sakit. Pengukuran kinerja tersebut dapat menggunakan
Balanced Scorecard. Balanced Scorecard dipelopori oleh Robert S. Kaplan dan
David P. Norton pada tahun 1990. Balanced Scorecard merupakan suatu ukuran yang
cukup komprehensif dalam mewujudkan kinerja, yang mana keberhasilan keuangan
yang dicapai perusahaan bersifat jangka panjang (Mulyadi dan Johny Setyawan,
1999). Balanced Scorecard terdiri dari dua kata : (1) Kartu skor (Scorecard) dan (2)
berimbang (balanced). Kartu skor adalah kartu yang digunakan untuk mencatat skor
hasil kinerja seseorang. Kata berimbang dimaksudkan untuk menunjukkan bahwa
kinerja personel diukur secara berimbang dari dua aspek : keuangan dan non
keuangan, jangka panjang dan jangka pendek, intern dan ekstern. Balanced
Scorecard tidak hanya sebagai alat pengukur kinerja perusahaan tetapi merupakan
suatu bentuk transformasi strategik secara secara total kepada seluruh tingkatan
dalam organisasi. Dengan pengukuran kinerja yang komprehensif

tidak hanya


merupakan ukuran-ukuran keuangan tetapi penggabungan ukuran-ukuran keuangan
dan non keuangan maka perusahaan dapat menjalankan bisnisnya dengan lebih baik.
Awalnya, Balanced Scorecard dirancang untuk digunakan pada organisasi
yang bersifat mencari laba, namun kemudian berkembang dan diterapkan pada
organisasi nirlaba. Terdapat perbedaan yang signifikan terhadap penggunaan pada
organisasi laba dengan organisasi nirlaba, diantaranya: pada organisasi laba
perspektif finansial adalah tujuan utama dari perspektif yang ada, sedangkan pada

Universitas Sumatera Utara

6

organisasi nirlaba perspektif konsumen merupakan tujuan utama dari perspektif yang
ada. Persfektif finansial dalam organisasi laba adalah berupa finansial atau
keuntungan, sedangkan dalam organisasi nirlaba perspektif finansisal adalah
pertanggungjawaban keuangan mengenai penggunaan sumber daya yang efektif dan
efisien dalam rangka memenuhi kebutuhan masyarakat. Balanced Scorecard dinilai
cocok untuk organisasi nirlaba karena Balanced Scorecard tidak hanya menekankan
pada aspek kuantitatif-finansial, tetapi juga aspek kualitatif dan nonfinansial. Rumah

sakit sebagai salah satu organisasi nirlaba dapat menggunakan Balanced Scorecard
untuk pengukuran kinerja (Srimindarti, 2008).
Rumah Sakit Bhayangkara Tebing Tinggi adalah rumah sakit POLRI yang
berdiri sejak tahun 1956, awalnya rumah sakit ini adalah klinik bersalin dan
berkembang menjadi Rumah Sakit Bhayangkara sampai sekarang. Rumah sakit ini
memberikan pelayanan kesehatan bagi anggota POLRI, PNS beserta keluarganya dan
masyarakat umum sekitarnya. Beberapa fasilitas kesehatan di rumah sakit ini adalah
Poliklinik Umum, Poli Gigi, Poli Bedah, Poli Kebidanan, Gawat Darurat, Rawat
Inap, Kamar Jenazah, Kamar Rawat Tahanan, Kamar Operasi, Ruang Pulih Sadar,
Ruang Bersalin, Radiologi, Apotik Dinas, Apotik Umum, Laboratorium dan Rekam
Medik dengan jumlah tempat tidur sebanyak 44 buah. Untuk sumber daya manusia,
rumah sakit ini memiliki 19 orang dokter spesialis, 1 orang dokter gigi dan empat
orang dokter umum (Profil RS Bhayangkara Tebing Tinggi, 2013).

Universitas Sumatera Utara

7

Hasil survei pendahuluan menggambarkan keberadaan Rumah Sakit
Bhayangkara Tebing Tinggi, BOR pada Januari 2013 dapat dilihat dalam Tabel 1.1

di bawah ini :
Tabel 1.1. Data BOR Rumah Sakit Bayangkara Tebing Tinggi
Tahun 2013
Bulan
Jumlah Tempat Tidur
44
Januari
Februari
44
Maret
44
April
44
Mei
44
Juni
44
Juli
44
Agustus

44
September
44
Nopember
44
Desember
44
Rata-rata
44
Sumber : Rumah Sakit Bhayangkara Tebing Tinggi

BOR
78,52%
69,40%
79,18%
86,14%
58,21%
52,42%
50,95%
42,30%

63,33%
58,28%
66,35%
64,09%

Dari Tabel 1.1 di atas pada bulan Januari 2013 BOR sebesar 78,52% dan di
bulan Desember 2013 BOR menurun menjadi 66,35%.

BOR Rumah Sakit

Bhayangkara Tebing Tinggi pada tahun 2013 angkanya tidak konstan dari bulan ke
bulan. BOR terendah pada bulan Agustus 2013 yaitu sebesar 42,30% sedangkan BOR
tertinggi pada bulan April sebesar 86,14%. Perbedaan angka BOR yang cukup jauh
menunjukkan kinerja pelayanan Rumah Sakit Bhayangkara Tebing Tinggi belum
optimal. Bila dirata-ratakan dalam setahun, maka BOR di rumah sakit ini pada tahun
2013 adalah 64.09%. Angka ini masih berada di bawah posisi standar yang

Universitas Sumatera Utara

8

ditentukan oleh Depkes

yaitu 65-85%. Sehingga rumah sakit ini dikategorikan

pelayanannya belum baik.
Fenomena mengenai angka BOR ini menarik perhatian penulis untuk
mengetahui lebih jauh kinerja Rumah Sakit Bhayangkara Tebing Tinggi

secara

keseluruhan. Selama ini pengukuran kinerja RS Bhayangkara Tebing Tinggi hanya
menggunakan pengukuran kinerja secara tradisional, yaitu membandingkan target
pendapatan yang telah ditetapkan dengan realisasi pendapatan yang diterima oleh
rumah sakit, serta ukuran jasa standar pelayanan rumah sakit. Pengukuran tersebut
dirasa kurang memadai karena hanya menggunakan standar umum penilaian.
Berdasarkan uraian tersebut, maka penulis ingin menerapkan elemen-elemen
yang dimiliki Balanced Scorecard untuk mengukur kinerja organisasi melalui empat
aspek yaitu aspek keuangan, aspek pelanggan, aspek bisnis internal dan aspek
pembelajaran dan pertumbuhan berdasarkan visi, misi dan tujuan yang dijabarkan
dalam strategi organisasi dan nantinya setelah aspek-aspek non finansial tersebut
diukur, diharapkan dapat membuat pengukuran kinerja di Rumah Sakit Bhayangkara
Tebing Tinggi menjadi lebih baik dari sekarang. Keberhasilan suatu rumah sakit
menggunakan sistem pengukuran yang dirancang dengan baik memberikan kontribusi
terhadap keberhasilan rumah sakit untuk bertahan dan bersaing.

Universitas Sumatera Utara

9

1.2. Permasalahan
Permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini adalah: Bagaimana kinerja
Rumah Sakit Bhayangkara Tebing Tinggi dengan mengacu pada pengukuran kinerja
menggunakan Balanced Scorecard.

1.3. Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui dan menganalisis kinerja

Rumah Sakit Bhayangkara

Tebing Tinggi dengan pendekatan Balanced Scorecard.

1.4. Manfaat Penelitian
Penelitian yang dilaksanakan, diharapkan memberikan manfaat sebagai
berikut:
a) Bagi Akademik
Institusi pendidikan, khususnya Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara Medan, sebagai bahan
tinjauan keilmuan/pengembangan perpustakaan khususnya, sehingga dapat
meningkatkan pengetahuan peserta didik dan menambah khasanah ilmu
pengetahuan yang berkaitan dengan penilaian kinerja dengan menggunakan
Balanced Scorecard .
b) Bagi Rumah Sakit Bhayangkara Tebing Tinggi
Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu rumah sakit sebagai organisasi
sektor publik dalam melakukan pengukuran kinerja yang mampu mencerminkan

Universitas Sumatera Utara

10

seluruh aspek baik tangible maupun intangible dengan menggunakan konsep
Balanced Scorecard yang mungkin dapat diterapkan dimasa yang akan datang.
3) Bagi POLRI
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi Polri dalam
pengambilan kebijakan mengenai pengukuran kinerja pada instansi-instansi Polri
agar lebih komprehensif mencakup semua aspek.

Universitas Sumatera Utara