Analisis Financial Literacy dan Financial Behavior serta Financial Attitude Mahasiswa Universitas Sumatera Utara

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Kebutuhan individu dan produk finansial yang semakin kompleks menuntut
setiap individu untuk dapat mengelola keuangannya dengan baik. Setiap individu
membutuhkan literasi keuangan (financial literacy), skill keuangan (financial
behavior) dan sikap keuangan (financial attitude) yang baik dalam mengelola dan
menentukan sikap pada sumber daya keuangan yang terbatas secara efektif dan
efisien demi kesejahteraan hidupnya. Pemahaman mengenai keuangan juga
ditujukan guna membuat suatu keputusan keuangan jangka pendek seperti
tabungan dan pinjaman serta keputusan keuangan jangka panjang seperti
perencanaan pensiun, perencanaan bisnis dan perencanaan pendidikan.
Suatu keputusan individu yang terkait dengan masalah keuangan memerlukan
pemahaman yang baik di bidang keuangan. Pemahaman yang baik diseputar
masalah keuangan yang dikenal dengan istilah literasi keuangan (financial
literacy) seharusnya menjadi pedoman keuangan bagi setiap orang yang memiliki
masalah keuangan atau urusan keuangan. Dengan demikian, financial literacy
menjadi salah satu faktor yang berkontribusi terhadap keputusan keuangan yang
minim informasi sehingga dapat menimbulkan dampak negatif (OECD/INFE,
2009).


Universitas Sumatera Utara

Menurut Garman dan Forgue (2000) literasi keuangan (financial literacy)
merupakan pemahaman dan pengetahuan yang mendasar yang juga dibutuhkan
untuk kebutuhan pengaturan keuangan pribadi yang sukses. Dalam penelitian
Tulio Japelli (2009) mengenai financial literacy dikatakan bahwa Indonesia
menempati posisi ke-43 diantara 55 negara lainnya, sedangkan yang menduduki
posisi pertama ialah Singapura dan diikuti oleh

Negara Firlandia, Irlandia,

Hongkong dan Australia.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) baru-baru ini mengadakan sosialisasi
menyangkut literasi keuangan di Medan. Berdasarkan hasil penelitian OJK,
peningkatan literasi keuangan sangat penting artinya baik bagi lembaga keuangan
seperti OJK maupun bagi pertumbuhan perekonomian negara Indonesia, hal ini
didukung oleh pernyataan Direktur Literasi dan Edukasi Keuangan OJK Lasmaida
S Gultom yang menyatakan bahwa masih rendahnya tingkat literasi dan inklusi
keuangan secara nasional menunjukkan hanya 21,84 persen penduduk Indonesia

yang memahami hak, kewajiban, biaya, risiko dan manfaat produk dan layanan
jasa keuangan. Sehingga diharapkan kepada masyarakat luas untuk tidak hanya
mengetahui dan memahami lembaga jasa keuangan, produk dan jasa keuangan,
melainkan juga dapat mengubah perilaku masyarakat (behavior) dalam
pengelolaan keuangan sehingga mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat
(Kompas, 27 Oktober 2015).
Hasil penelitian OJK pada tahun 2013 juga menyebutkan bahwa tingkat
literasi masyarakat Indonesia sebesar 21,8% yang termasuk dalam kategori rendah
ini juga berarti penggunaan produk dan jasa keuangan (inklusi) lembaga keuangan

Universitas Sumatera Utara

di Indonesia masih terbatas. Masyarakat Indonesia harus didorong untuk
memanfaatkan produk dan jasa lembaga keuangan sebagai salah satu cara
meningkatkan kesejahteraannya yang lebih baik (Waspada, 10 November 2015).
Tabel 1.1
Alasan Utama pentingnya Financial Literacy
Complexity of Individuals’ Needs
1. Growing instability of
individuals’ working life

2. Decrease of social security
3. Increasing personal
responsibility
4. Increasing prosperity
5. Increasing indebtness
6. Increasing in life expectancy
7. Increasing number of ownermanaged enterprises

Complexity of Financial Products
1. New distribution chanels
2. Deregulation in financial market
3. Wider range of financial product
and increasing dynamic in the
development of new product
4. Increasing amount of information

Sumber: Habschick, 2007

Berdasarkan Tabel 1.1 dapat dijelaskan bahwa kebutuhan individual yang
semakin kompleks yang juga disertai dengan produk-produk finansial yang

semakin kompleks menjadi alasan utama (pendorong) bagi masyakat untuk
memiliki literasi keuangan yang memadai. Pada bagian kebutuhan individu dapat
dijelaskan bahwa stabilitas dunia kerja semakin menurun, dan tingkat
pengangguran semakin tinggi karena lapangan pekerjaan tidak memadai seiring
dengan pertumbuhan tenaga kerja. Jaminan sosial dari pemerintah juga semakin
rendah, yang berdampak pada tanggung jawab pribadi semakin besar.
Kemiskinan, utang, dan jumlah orang yang berwirausaha juga semakin
meningkat. Selanjutnya, pola distribusi yang baru, deregulasi di pasar keuangan,
semakin luas dan beragamnya cakupan produk-produk finansial, serta

Universitas Sumatera Utara

meningkatnya jumlah informasi juga turut meningkatkan kompleksitas produkproduk keuangan.
Banyaknya masyarakat yang tidak mengerti tentang finansial menyebabkan
banyak masyarakat yang mengalami kerugian, baik akibat penurunan kondisi
perekonomian dan inflasi atau karena berkembangnya sistem ekonomi yang
cenderung boros karena masyarakat semakin konsumtif (Nababan dan Sadalia,
2012). Masyarakat banyak yang memanfaatkan kredit rumah dan kartu kredit,
tetapi karena pengetahuan yang minim, tidak sedikit yang mengalami kerugian
atau sering terjadi perbedaan perhitungan antara konsumen dan bank.

Banyak masyarakat yang tidak berinvestasi ataupun tidak bisa mengakses
pasar modal dan pasar uang, karena memang tidak memiliki pengetahuan yang
cukup mengenai hal tersebut. Literasi keuangan sangat diperlukan dan dibutuhkan
pada era globalisasi seperti sekarang, sebab menurut Orton (2007), literasi
keuangan tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan seseorang karena literasi
keuangan digunakan oleh individu tersebut untuk melakukan pengambilan
keputusan keuangan pribadi.
Dibeberapa Negara seperti Amerika Serikat, Kanada, Jerman, Jepang,
Australia, Swedia, Belanda, dan New Zealand sudah mulai memberikan edukasi
finansial kepada masyarakatnya terutama mahasiswa dengan harapan financial
literacy, financial behavior dan financial attitude bisa semakin meningkat.
Sedangkan, menurut survey Bank Dunia, negara seperti Malaysia, Thailand,
Filipina dan Singapura memiliki tingkat literasi yang lebih tinggi dari Indonesia.
Dia memberi contoh bahwa tingkat literasi di Singapura sudah mencapai 90%,

Universitas Sumatera Utara

sementara tingkat inklusinya sudah mencapai 96%. Tingkat literasi di Indonesia
baru mencapai 21,8% dan tingkat inklusi sebesar 59,7%. OJK juga menyatakan
bahwa, banyak masyarakat yang belum paham apa itu lembaga keuangan. Mereka

menggunakan jasa bank karena keterpaksaan seperti membayar rekening PDAM,
listrik, cicilan harga rumah, dan lain-lain. Dalam hubungan ini, Bachtiar
menyatakan salah satu permasalahan di Indonesia adalah kemajuan perekonomian
Indonesia tidak berjalan seiring pemahaman masyarakatnya tentang lembaga
keuangan (Waspada, 10 November 2015).
Pengetahuan keuangan (financial literacy) sebaiknya ditanamkan sejak dini
pada masyarakat Indonesia dan diimbangi dengan skill keuangan (financial
behavior) dan sikap keuangan (financial attitude) terutama untuk generasi muda
dan disertakan dalam kurikulum pembelajaran sehingga saat generasi muda
bertumbuh, mereka mampu memahami bagaimana mengelola dunia keuangan
dengan lebih baik.
Financial literacy mengarahkan setiap individu agar mampu menggunakan
instrumen-instrumen dan produk-produk keuangan serta mampu membuat
keputusan keuangan yang tepat, sedangkan financial behavior merupakan suatu
perilaku yang berkaitan dengan praktek atau aplikasi keuangan (Noor et.al, 2013),
dan financial literacy merupakan keadaan pikiran, pendapat serta penilaian
tentang keuangan (Pankow, 2003), sehingga ketiga variabel inilah yang menjadi
tolak ukur keberhasilan seseorang dalam mengelola keuangan dan mengambil
keputusan keuangan yang tepat.


Universitas Sumatera Utara

Menurut Direktur Literasi dan Edukasi Keuangan OJK RI Horas VM
Tarihoran, pemahaman industri keuangan nasional cukup rendah di Indonesia
yakni berkisar 21,8%, hal ini didukung oleh survei Otoritas Jasa Keuangan (OJK)
mengenai tingkat literasi masyarakat berkisar 21,8 % yang mengerti tentang
industri keuangan. Hal ini juga yang membuat OJK terus mendorong masyarakat
Indonesia melek industri keuangan secara bertahap.
Pernyataan tersebut didukung oleh pendapat Wakil Wali Kota Palangka Raya
Mofit Saptono Subagio dalam acara pelatihan yang dilakukan OJK kepada para
guru sekolah dasar di Palangka Raya yang menyatakan bahwa kemampuan untuk
mendalami masalah keuangan harus dipersiapkan sejak dini karena jika tidak
bangsa kita akan semakin tertinggal bangsa lain (Tribun Medan, 28 April 2016).
Berikut ini daftar beberapa negara dan lembaga yang melakukan penelitian dan
memberikan edukasi finansial secara aktif kepada masyarakatnya :
Tabel 1.2
Lembaga-Lembaga yang Melakukan Penelitian Financial Literacy
di Beberapa Negara
Negara
Australia

Canada

Organisasi
Alamat Situs Internet
ANZ Bank
www.anz.com
Statistics Canada and www.statcan.gc.ca
Human Resources and
Skills Development

Singapura

Financial
Education www.mas.gov.sg
Stering Commite
Financial
Services www.pfrc.bris.ac.uk
Authority
FINRA
www.finrafoundation.org


UK
USA
Sumber: OECD, 2009

Universitas Sumatera Utara

Kurangnya financial literacy memiliki dampak terhadap individu maupun
perekonomian secara keseluruhan. Sebab menurut Marwan (Stabilitas, 4 Februari
2014) salah satu prasyarat bagi keberhasilan pembangunan ekonomi adalah
terciptanya suatu sistem keuangan yang baik dan memberi manfaat bagi seluruh
lapisan masyarakat. Dalam hal ini, financial literacy dapat menjadi faktor dalam
menyusun

sistem

keuangan

yang


baik

demi

tercapainya

keberhasilan

pembangunan ekonomi. Skema berikut menunjukkan dampak yang diakibatkan
oleh kurangnya financial literacy.

Sumber: Evers and Jung, 2007

Gambar 1.1
Dampak dari Kurangnya Financial Literacy
Berdasarkan Gambar 1.1 dapat dilihat berbagai dampak dari kurangnya
financial literacy ditambah dengan rendahnya tingkat pendapatan akan membatasi
akses ke lembaga keuangan sehingga terjadi mis-alokasi dari kekayaan dan
pendapatan yang berdampak langsung terhadap individu itu sendiri maupun
terhadap perekonomian. Dampaknya antara lain, perkembangan ekonomi individu


Universitas Sumatera Utara

yang kurang menguntungkan, utang yang berlebihan, struktur dan pertumbuhan
pasar yang kurang optimas, dan meningkatnya beban bagi sistem jaminan sosial.
Mahasiswa merupakan salah satu komponen masyarakat yang jumlahnya
cukup besar dan akan memberikan pengaruh besar terhadap perekonomian karena
di kemudian hari mahasiswa tersebut akan memasuki dunia kerja dan mulai
mandiri termasuk dalam pengelolaan keuangannya. Menurut Lusardi (2010: 21),
mahasiswa sebagai generasi muda tidak hanya akan menghadapi kompleksitas
yang semakin meningkat baik dalam produk keuangan, jasa dan pasar, tetapi lebih
cenderung harus menanggung resiko keuangan lebih besar dari orang tua mereka
di masa yang akan datang.
Masa kuliah adalah saat pertama bagi sebagian besar mahasiswa untuk
mengelola keuangan secara mandiri tanpa pengawasan penuh dari orang tua
(Sabri et.al., 2010). Pada masa pembelajaran kuliah, mahasiswa berada dalam
masa peralihan dari ketergantungan menuju kemandirian secara finansial dan di
masa perkuliahan jugalah mahasiswa harus membuat rencana yang akan
mempengaruhi kesejahteraan dan keberhasilan masa depan.
Pada umumnya banyak mahasiswa yang memulai masa kuliah dengan atau
tanpa mengerti dan bertanggung jawab terhadap keuangan pribadi mereka sendiri
(Cunningham 2000; Nellie Mae 2002). Keuangan pribadi yang dimaksud bisa
disebut sebagai manajemen uang atau pembiayaan konsumen, termasuk masalah
keuangan individu seperti rencana arus kas, kredit, asuransi, investasi, obligasi
dan tabungan. Menurut (Zahroh, 2014) keuangan pribadi terdiri dari 2 (dua)
bagian, yaitu “Keuangan” yang berkaitan dengan keuangan, atau uang, atau juga

Universitas Sumatera Utara

dapat diartikan sebagai ilmu mengelola uang. “Pribadi” berarti orang, atau
seseorang.
Dalam konteks ini, keuangan pribadi dapat didefenisikan sebagai manajemen
keuangan individu atau keluarga yang diperlukan untuk mendapatkan anggaran,
tabungan dan membelanjakan sumber uang dari waktu ke waktu dengan
mempertimbangkan berbagai resiko keuangan untuk masa depan. Mahasiswa juga
sering diperhadapkan pada masalah keuangan yang kompleks karena sebagian
besar mahasiswa belum memiliki pendapatan, cadangan dana juga terbatas untuk
digunakan setiap bulannya serta gaya hidup dan pola konsumsi boros yang
terkadang tidak dapat dihindari oleh mahasiswa.
Dari beberapa penelitian sebelumnya (Xiao et.al, 2008; Mandell dan Klein,
2009) menyimpulkan bahwa cara terbaik untuk memperbaiki perilaku di usia
dewasa adalah dengan mengajarkan perilaku yang baik sejak kecil, termasuk
perilaku keuangan (financial behavior), sementara di Indonesia masih minim
ditemui pendidikan keuangan pribadi (personal finance education) baik di sekolah
dasar sampai perguruan tinggi. Jika dikaitkan dengan kesulitan keuangan, hal ini
bukan hanya disebabkan oleh rendahnya tingkat penghasilan/pendapatan, namun
juga disebabkan oleh kesalahan dalam manajemen keuangan, sehingga faktor
financial literacy sangat dibutuhkan. Menurut (Warsono, 2010), dengan adanya
financial literacy, indvidu maupun keluarga dapat menikmati hidup dengan
menggunakan sumber daya keuangannya dengan tepat dalam rangka mencapai
tujuan keuangan pribadinya.

Universitas Sumatera Utara

Beberapa penelitian yang telah dilakukan sebelumnya Chen & Volpe (1998)
menemukan bahwa tingkat financial literacy mahasiswa perempuan lebih rendah
daripada laki-laki. Serupa dengan penelitian Nababan dan Sadalia (2012) yang
menemukan bahwa laki-laki cenderung memiliki financial literacy yang lebih
tinggi daripada perempuan. Selanjutnya, Tania (2014) menemukan bahwa tingkat
financial literacy mahasiswa dan mahasiswi Universitas Atmajaya tergolong
rendah, terdapat hubungan antara tingkat financial knowledge terhadap financial
attitude dan financial behavior, dan terdapat hubungan antara karakteristik
responden terhadap financial attitude dan financial behavior. Fatima dan
Muhamed (2013) menemukan bahwa tingkat financial literacy dan financial
attitude masyarakat UAE, Dubai termasuk dalam kategori rendah terhadap utang
pribadi. Berbeda dengan penelitian Retno dan Maria (2010) yang menemukan
bahwa tingkat financial attitude perempuan lebih tinggi daripada laki-laki dan
tidak terdapat perbedaan antara komunikasi keluarga terhadap pengeluaran uang
saku. Selanjutnya, Ayu Khrisna, Maya Sari, Rofi Rofaida (2010) menemukan
bahwa laki-laki memiliki kemungkinan tingkat financial literacy yang lebih
rendah daripada perempuan terutama yang berkaitan dengan pengetahuan
investasi, kredit dan asuransi.
Penelitian Dahlia, Rabita dan Zuraidah (2009) menemukan bahwa terdapat
perbedaan signifikan dalam tingkatan sikap keuangan antara perempuan dan lakilaki dan tidak terdapat perbedaan yang signifikan dalam pengetahuan keuangan
(financial literacy) berdasarkan jenis kelamin, jurusan dan angkatan. Penelitian
Brent A. Marsh (2006) menemukan bahwa terdapat perbedaan tingkat financial

Universitas Sumatera Utara

literacy, financial behavior dan financial attitude yang signifikan pada mahasiswa
tahun pertama dan mahasiswa tahun akhir yang disebabkan oleh lamanya waktu
perkuliahan dan pengalaman kuliah mahasiswa tersebut. Sedangkan, Sulaeman
Rahman Nidar dan Sandi Bestari (2012) menemukan bahwa tidak ada perbedaan
financial literacy antara perempuan dan laki-laki.
Berdasarkan uraian dan permasalahan yang ditemukan, maka peneliti tertarik
untuk meneliti seberapa besar pengaruh tingkat financial literacy, financial
behavior dan financial attitude dari generasi muda. Peneliti menggunakan
mahasiswa dan mahasiswi di lingkungan Universitas Sumatera Utara sebagai
subjek penelitian karena mahasiswa dan mahasiswi secara psikologis sudah
memiliki kematangan emosional dalam mengelola keuangan, merencanakan
investasi, lebih bijak dalam pengambilan keputusan keuangan dan memiliki
pengetahuan keuangan yang lebih baik. Alasan tersebut diperkuat oleh beberapa
penelitian sebelumnya yang mengatakan bahwa mahasiswa yang memiliki tingkat
pemahaman mengenai pengetahuan keuangan (financial literacy) yang lebih
banyak dan baik memiliki kecenderungan berperilaku keuangan (financial
behavior) dan bersikap keuangan (financial attitude) yang lebih baik. Sehingga,
mahasiswa Universitas Sumatera Utara yang dipilih menjadi subjek penelitian
terdiri dari mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis yang telah mempelajari mata
kuliah manajemen keuangan dan akuntansi serta mahasiswa Non Ekonomi dan
Bisnis yang tidak mempelajari mata kuliah manajemen keuangan dan akuntansi.
Universitas Sumatera Utara adalah salah satu universitas yang memiliki
jumlah mahasiswa yang cukup besar diantara 14 Fakultas ditambah 1 (satu)

Universitas Sumatera Utara

Sekolah Pascasarjana di Universitas Sumatera Utara. Universitas Sumatera Utara
memiliki visi yaitu “Menjadi perguruan tinggi yang memiliki kemampuan
akademik sebagai barometer kemajuan ilmu pengetahuan yang mampu bersaing
dalam tataran dunia global”, sedangkan misi Universitas Sumatera Utara dapat
diuraikan sebagai berikut :
1.

Menyelenggarakan pendidikan tinggi berbasis otonomi yang menjadi wadah
bagi pengembangan karakter dan professionalism sumberdaya manusia yang
didasarkan pada pemberdayaan yang mengandung semangat demokratisasi
pendidikan yang mengakui keajemukan dengan orientasi pendidikan yang
berlandaskan kajian ilmiah, moral dan hati nurani.

2.

Menghasilkam lulusan yang menjadi pelaku perubahan sebagai kekuatan
modernisasi dalam kehidupan masyarakat luas, yang memiliki kompetensi
keilmuan,

relevansi

dan

daya

saing

yang

kuat

serta

berperilaku

kecendiakiawanan yang beretika.
3.

Melaksanakan, mengembangkan dan meningkatkan pendidikan, budaya
penelitian dan program pengabdian masyarakat dalam rangka peningkatan
kualitas akademik dengan mengembangkan ilmu yang unggul, yang
bermanfaat bagi perubahan kehidupan masyarakat luas yang lebih baik.

Universitas Sumatera Utara memiliki 14 Fakultas yaitu Fakultas Non
Ekonomi dan Bisnis, Kedokteran, Kedokteran Gigi, Hukum, Pertanian, Tehnik,
Ilmu Budaya, Matematika dan IPA, Ilmu Sosial dan Politik, Kesehatan
Masyarakat, Keperawatan, Psikologi, Ilmu Komputer dan Teknologi Informasi
serta Fakultas Farmasi. Hampir seluruh mahasiswa sedang berada dalam masa

Universitas Sumatera Utara

peralihan dari ketergantungan finansial (financial dependence) berubah menjadi
mandiri finansial (financial independence), sehingga dalam masa peralihan
tersebut, aspek-aspek financial literacy, financial behavior dan financial attitude
sangat dibutuhkan sebagai bekal pedoman dalam pengelolaan keuangan dan
pengambilan keputusan keuangan di masa depan.

Berdasarkan fenomena tersebut, maka penulis tertarik membuat penelitian
dengan judul “Analisis Financial Literacy dan Financial Behavior serta
Financial Attitude Mahasiswa Universitas Sumatera Utara”.

1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka terdapat beberapa
perumusan masalah sebagai-berikut :
1. Apakah terdapat perbedaan financial literacy mahasiswa Universitas
Sumatera Utara berdasarkan jenis kelamin?
2. Apakah terdapat perbedaan financial behavior mahasiswa Universitas
Sumatera Utara berdasarkan jenis kelamin?
3. Apakah terdapat perbedaan financial attitude mahasiswa Universitas
Sumatera Utara berdasarkan jenis kelamin?
4. Apakah terdapat perbedaan financial literacy mahasiswa fakultas Ekonomi
dan Bisnis dengan fakultas Non Ekonomi dan Bisnis?
5. Apakah terdapat perbedaan financial behavior mahasiswa fakultas
Ekonomi dan Bisnis dengan fakultas Non Ekonomi dan Bisnis?

Universitas Sumatera Utara

6. Apakah terdapat perbedaan financial attitude mahasiswa fakultas Ekonomi
dan Bisnis dengan fakultas Non Ekonomi dan Bisnis?
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun penelitian ini memiliki tujuan sebagai berikut :
1. Untuk menganalisis secara deskriptif perbedaan tingkat financial literacy
mahasiswa Universitas Sumatera Utara berdasarkan jenis kelamin.
2. Untuk menganalisis secara deskriptif perbedaan financial behavior
mahasiswa Universitas Sumatera Utara berdasarkan jenis kelamin.
3. Untuk menganalisis secara deskriptif perbedaan financial attitude
mahasiswa Universitas Sumatera Utara berdasarkan jenis kelamin.
4. Untuk menganalisis secara deskriptif perbedaan financial literacy
mahasiswa fakultas Ekonomi dan Bisnis dengan fakultas Non Ekonomi
dan Bisnis.
5. Untuk menganalisis secara deskriptif perbedaan financial behavior
mahasiswa fakultas Ekonomi dan Bisnis dengan fakultas Non Ekonomi
dan Bisnis.
6. Untuk menganalisis secara deskriptif perbedaan financial attitude
mahasiswa fakultas Ekonomi dan Bisnis dengan fakultas Non Ekonomi
dan Bisnis.
1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat bagi pihak-pihak
sebagai berikut :

Universitas Sumatera Utara

1. Bagi Peneliti, penelitian ini bermanfaat sebagai sarana untuk menerapkan
dan mengaplikasikan ilmu yang didapat selama di bangku perkuliahan
sekaligus meningkatkan tingkat financial literacy, financial behavior dan
financial attitude peneliti sendiri.
2. Bagi Mahasiswa dan Masyarakat, penelitian ini bermanfaat dapat lebih
membuat mahasiswa dan masyarakat menyadari pentingnya financial
literacy, financial behavior dan financial attitude dalam mengelola
kompleksitas kebutuhan individu dan produk finansial, sehingga lebih
termotivasi untuk belajar menjadi konsumen yang cerdas dan dapat
membuat keputusan keuangan lebih baik.
3. Bagi Universitas, penelitian ini bermanfaat dalam memberikan gambaran
mengenai tingkat financial literacy, financial behavior dan financial
attitude mahasiswa di Universitas Sumatera Utara, sehingga pihak
Universitas dapat lebih mengetahui gambaran pemahaman keuangan di
kalangan mahasiswa dan terdorong untuk memberikan edukasi finansial
kepada seluruh mahasiswa Universitas Sumatera Utara.
4. Bagi Bank, penelitian ini bermanfaat sebagai literatur dalam memberikan
edukasi finansial menyangkut aspek financial literacy, financial behavior
dan financial attitude kepada masyarakat sebagai bentuk tanggung jawab
lembaga keuangan terhadap masyarakat Indonesia.
5. Bagi Peneliti selanjutnya dan pihak lainnya, penelitian ini bermanfaat
sebagai bahan referensi dalam membuat penelitian-penelitian sejenisnya.

Universitas Sumatera Utara