Keanekaragaman Genetik Padi (Oryza sativa L.) Lokal Sumatera Utara dengan Menggunakan Penanda Simple Sequence Repeat (SSR)

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Botani Padi (Oryza sativa L.)
Padi merupakan tanaman pangan penting yang menyediakan bahan pangan pokok,
dan 35-60% kalorinya dikonsumsi lebih dari 2,7 milyar penduduk dunia. Sekitar
80% total padi yang ditanam, 55% merupakan padi lahan sawah irigasi dan 25%
sisanya adalah padi tadah hujan yang berada pada dataran rendah (Gorantla et al.,
2005)
Di alam ditemukan ribuan varietas tanaman padi yang dikenal manusia,
namun tidak semuanya mempunyai nilai ekonomis. Spesies yang dibudayakan oleh
petani umumnya adalah spesies Oryza sativa L. Genus Oryza terdiri tidak kurang
dari 25 spesies, beberapa spesies yang dikenal oleh masyarakat antara lain Oryza
sativa,

Oryza

glaberrima,

Oryza


australiensis,

Oryza

latifolia,

Oryza

longistaminata, Oryza meridionalis, Oryza officinalis, Oryza punctata, Oryza
rufipogan dan Oryza nivara. Salah satu spesies yang memiliki nilai ekonomi tinggi

dari beberapa spesies tersebut adalah spesies Oryza sativa L. Yang sangat
berkembang karena mampu berproduksi dan beradaptasi dengan baik (Utama,
2015). Ada dua spesies padi yang dibudidayakan manusia secara massal, Oryza
sativa yang berasal dari Asia dan O. glaberrima yang berasal dari Afrika Barat

(Norsalis, 2011).
Jumlah anakan pada setiap padi rumpun sangat bervariasi, tergantung dari
varietas dan metode budidaya. Pada varietas unggul denga metode budidaya yang
baik, jumlah anakan dapat mencapai 35-110 anakan, sedangkan tinggi tanaman padi

dapat mencapai ukuran 150-200 cm, tergantung pada varietas yang dibudidayakan.
Namun, varietas unggul baru (VUB) yang dihasilkan oleh para pemulia tanaman
padi cenderung menghasilkan tanaman yang lebih pendek. Helaian daun berbentuk
garis berwarna hijau, panjangnya dapat mencapai 15-90 cm, tumbuh ke atas, dan
ujung daun akan mengantung. Selain itu, juga mempunyai cabang malai yang kasar,
dengan anak bulir sangat beragam, antara lain ada yang tidak berjarum, berjarum
pendek atau panjang, berjarum licin atau kasar, hijau atau coklat, gundul atau

Universitas Sumatera Utara

5

berambut dengan ukuran panjang antara 7-10 mm dan lebar sekitar 3 mm. Pada
waktu masak, buah akan bewarna kuning, pada jenis tertentu ada yang rontok ada
yang tidak. Buah (padi) memiliki kandungan yang berbeda, ada yang kaya pati,
tetapi ada juga yang kaya perekat (ketan). Tanaman padi dapat tumbuh di
ketinggian antara 1-2000 meter dari permukaan laut. Umur tanaman padi sangat
bervariasi, dari yang berumur genjah sampai berumur dalam. Varietas yang
berumur genjah sudah dapat dipanen pada umur 90 hari, tetapi pada varietas dalam,
tanaman padi baru dapat dipanen pada umur lebih dari 6 bulan. Varietas yang

dibudidayakan oleh petani umumnya sudah dapat dipanen pada umur 3-4 bulan
setelah tanam, sehingga pada sawah irigasi petani dapat menanam padi 2-3 kali
dalam satu tahun, tergantung varietas yang digunakan (Utama, 2015).

2.2 Keanekaragaman Genetik Padi
Indonesia merupakan suatu negara dengan keanekaragaman hayati sangat tinggi
atau disebut megabiodiversity (Suryanto, 2003). Indonesia memiliki kekayaan
plasma nutfah padi yang cukup besar berupa varietas lokal dan atau spesies liar.
Kepulauan Nusantara di zaman dahulu kala menjadi satu dengan benua Asia,
merupakan Pusat Asal Tanaman (Center of Species Origin ) padi. Varietas lokal
padi telah berabad-abad dibudidayakan secara turun-temurun oleh sekelompok
masyarakat pada agroekosistem spesifik, sehingga varietas lokal masing-masing
memiliki sifat tahan/toleran terhadap cekaman biotik maupun abiotik yang terjadi
pada agroekosistem spesifik terkait (Sitaresmi et al., 2013). Keanekaragaman
genetik dapat terjadi karena adanya perubahan nukleotida penyusun DNA.
Perubahan ini mungkin dapat mempengaruhi fenotipe suatu organisme yang dapat
dipantau dengan mata telanjang, atau mempengaruhi reaksi individu terhadap
lingkungan tertentu. Secara umum keanekaragaman genetik dari suatu populasi
dapat terjadi karena adanya mutasi, rekombinasi, atau migrasi gen dari satu tempat
ke tempat lain (Suryanto, 2003).

Padi merupakan tanaman pangan berupa rumput berumpun. Tanaman
pertanian kuno ini berasal dari dua benua, yaitu Asia dan Afrika Barat tropis dan
subtropis (Purwono & Purnamawati, 2007). Padi yang dibudidayakan di Asia
tumbuh hampir di seluruh dunia. Sedangkan padi yang dibudidayakan di Afrika

Universitas Sumatera Utara

6

adalah O. glaberrima yang ditanam pada skala kecil di Afrika Barat (Khush, 1997).
Jenis yang dikenal adalah O. sativa dengan dua subspesies. Pertama, Japonica (padi
bulu) yang ditanam di Indonesia. Adaptasi Japonica yang berkembang di beberapa
daerah di Indonesia disebut subspesies Javanica. Berdasarkan sistem budidaya, padi
dibedakan dalam dua tipe, yaitu padi kering (gogo) dan padi sawah. Padi gogo
ditanamn di lahan kering (tidak digenangi), sedangkan padi sawah ditanam di
sawah yang selalu tergenang. Varietas unggul padi yang saat ini banyak ditanaman
berasal dari hasil silanagn IRRI atau silangan dalam negri. Varietas hasil silangan
IRRI diawali dengan IR, yaitu IR 48, IR 64, IR 65, IR70, IR 72 dan IR 74. Varietas
hasil silangan dalam negeri antara lain:


Cisadane, Cisanggarung, Cisantana,

Cisakon, Citanduy, Citarum, Fatmawati, Sintanur, Winongo dan Yuwono
(Purwono & Purnamawati, 2007). Tanaman padi yang didomestikasi di Asia
umumnya tergolong spesies sativa . Dalam spesies Oryza sativa , telah terbentuk
populasi genotipe padi yang sangat beragam dan berbeda dari satu sentra produksi
ke sentra produksi lainnya. Dalam terminologi pemuliaan dan teknik budi daya,
populasi genotipe yang homogen (uniform), unik, dan stabil disebut sebagai
varietas atau kultivar (Sitaresmi et al., 2013).

2.3 Plasma Nutfah Padi Lokal
Biodiversitas (plasma nutfah) padi merupakan sumber genetik yang sangat
diperlukan untuk membentuk varietas padi unggul, dengan cara merakit sifat-sifat
yang diinginkan melalui program pemuliaan, baik konvensional maupun
inkonvensional. Kelompok plasma nutfah padi antara lain varietas introduksi,
varietas unggul, kultivar primitif, galur-galur harapan, dan varietas lokal
(Wijayanto, 2013).
Sebelum adanya teknologi Revolusi Hijau, petani di setiap wilayah
menanam padi lokal yang beradaptasi pada agroekosistem spesifik. Varietas lokal
tersebut telah dibudidayakan sejak berabad-abad lalu secara turun-temurun. Dalam

perjalanannya, varietas lokal tersebut telah beradaptasi pada kondisi agroekosistem
dan cekaman biotik maupun abiotik di wilayah setempat. Kondisi agroekosistem
yang bersifat suboptimal seperti kekeringan, lahan masam, lahan tergenang,
keracunan besi, dan lain-lain akan membentuk varietas lokal toleran terhadap

Universitas Sumatera Utara

7

kondisi suboptimal tersebut. Setiap musim petani memilih varietas padi dengan rasa
nasi enak, sehingga varietas lokal pada umumnya memiliki mutu yang tinggi
(Sitaresmi et al., 2013).

2.4 Marka Molekular
Kemajuan dalam bidang biologi molekuler, memungkinkan keragaman
genetik suatu populasi dapat diamati pada tingkat DNA. Marka molekuler ini tidak
dipengaruhi oleh faktor lingkungan (Handayani et al., 2012). Pendekatan genetika
molekuler dengan menggunakan penanda DNA telah berhasil membentuk penanda
molekuler yang mampu mendeteksi gen dan sifat-sifat tertentu. Marka molekuler
pada tanaman dapat dibedakan menjadi dua yaitu penanda molekuler berdasarkan

teknik PCR dan marka molekuler tanpa menggunakan teknik PCR. Penanda
molekuler yang berdasarkan teknik PCR antara lain Random Amplified
Polymorphic DNA (RAPD), AFLP dan SSR sedangkan RFLP merupakan penanda

molekuler yang tidak menggunakan teknik PCR (Afifah, 2012).

2.5 SSR
Istilah mikrosatelit ini pertama kali diciptakan oleh Litt dan Luty (Litt & Luty,
1998). Mikrosatelit sederhana dengan motif berulang yang terdiri dari 1 sampai 6
pasangan basa, dan dapat ditemukan pada wilayah coding dan non – coding.
Dengan laju mutasi dari jenis penanda genetik dapat diperkirakan antara 10-2 dan
10-4 per generasi. Urutan berulang-ulang tersebut membentuk motif yang unik
untuk suatu jenis organisme. Mikrosatelit banyak dijumpai pada genom eukariot
dan umumnya terdistribusi secara merata pada genom organisme tertentu. Marka
mikrosatelit ini bersifat kodominan dan memiliki tingkat keragaman alel yang
tinggi serta mudah, cepat, dan ekonomis dalam aplikasinya karena berdasarkan
teknik PCR (Bahagiawati et al., 2005).
Keuntungan utama dari mikrosatelit sebagai penanda genetik adalah bahwa
marka ini mewarisi model Mendel sebagai penanda kodominan. Selanjutnya,
tingkat polimorfisme yang tinggi, kelimpahan tinggi dan distribusi yang luas di

seluruh genom, membuat mikrosatelit sebagai salah satu penanda genetik yang
paling populer digunakan dalam program pemuliaan tanaman (Morgante et al.,

Universitas Sumatera Utara

8

2002 & Wright & Bentzen, 1994). Dan juga, marka mikrosatelit atau SSR memiliki
variasi alelik yang tinggi, mudah dianalisis dengan menggunakan teknik PCR dan
memiliki kemampuan untuk diulang (reprodusibilitas) yang tinggi (McCouch et al.
2002). Namun, kelemahan dari analisis mikrosatelit ini adalah biaya yang relatif
tinggi dan teknis yang sulit karena menggunakan primer yang spesifik (Miah et al.,
2013).

2.6 Kromosom Padi
Padi budidaya (Oryza sativa L.) yang telah berkembang penggunaannya hingga saat
ini adalah spesies padi dari genus Oryza. Genus ini mempunyai sedikitnya 23
spesies, termasuk dua spesies padi budidaya O. Sativa yang dikenal sebagai padi
Asia dan O. Glaberrima Stud yang berasal dari afrika (Abdullah, 2006).
O. Sativa memiliki kromosom 2n = 24, AA dan O. Glaberrima memiliki


kromosom 2n = 24, AA. Selain itu terdapat 22 spesies padi lainnya yang sebagian
besar termasuk padi liar yang memiliki jumlah kromosom 2n = 24 atau 4n = 48
(Vaughan, 1994; 2003; Aggarwal et al., 1997; Ge, 1994 dalam Daradjat et al.,
2015). Spesies tersebut tersebar di seluruh dunia kecuali antartika. Dua kerabat
dekat spesies O. sativa adalah O. nivara dan O. Rufipogon yang tersebar di Asia
Selatan, Asia Tenggara dan Asia Timur. Kedua jenis padi tersebut adalah diploid
(2n = 24) dan memiliki genom yang sama (AA) dan turunan mereka bersifat fertil
sebagian. Spesies O. glaberrima , berkerabat dekat dengan O. barthii. Kedua spesies
tersebut adalah padi semusim yang bersifat diploid (2n = 24, AA) Di duga nenek
moyang dari O. sativa adalah O. Rufipogon yang tetap hidup sebagai padi tahunan
(perennial) dan O. nivara sebagai padi semusim, sedangkan O. glaberrima diduga
berasal dari O. longistaminata yang hidup sebagai tanaman tahunan, dan O. barthii
yang hidup sebagai tanaman semusim. Spesies liar memiliki banyak kelemahan
misalnya tanaman kerdil, perawakan seperti rumput, hasil sangat rendah namun
sangat berguna sebagai sumber gen untuk cekaman biotik (Hama dan penyakit) dan
abiotik (Daradjat et al., 2015).

Universitas Sumatera Utara