Gambaran Tekanan Darah Pasien Saat Menjalani Hemodialisis di RSUP Haji Adam Malik Medan

1

BAB I
PENDAHULUAN
1.1.

Latar Belakang
Hemodialisis merupakan suatu metode terapi dialisis yang digunakan

untuk mengeluarkan sisa metabolisme atau racun tertentu dari peredaran darah
manusia seperti air, natrium, kalium, hidrogen, urea, kreatinin, dan zat-zat lain
melalui membran semipermeabel sebagai pemisah darah dan cairan dialisat pada
ginjal buatan dimana terjadi proses difusi, osmosis, dan ultrafiltrasi. Pasien
hemodialisis dirawat di rumah sakit atau unit hemodialisis dimana mereka
menjadi pasien rawat jalan dan membutuhkan waktu 12-15 jam hemodialisis
setiap minggunya yang terbagi dalam dua atau tiga sesi, setiap sesi berlangsung
selama 3-6 jam. Hemodialisis akan berlangsung terus menerus seumur hidup
kecuali pasien tersebut melakukan transplantasi ginjal (Brunner & Suddart, 2001).
Data USRDS (United State Renal Data System) tahun 2011 menunjukkan
lebih dari 380.000 orang Amerika menjalani hemodialisis regular pada tahun
2009. Data Indonesian Renal Registry (IRR) tahun 2012, sebanyak 22.304 pasien

menjalani hemodialisis

tahun 2011, dan terjadi peningkatan sebanyak 6.478

pasien tahun 2012, sehingga terdapat 28.782 pasien yang menjalani hemodialisis
pada tahun 2012, dari 28.782 pasien tersebut dilaporkan 3.332 pasien meninggal,
1.335 berhenti hemodialisis tanpa keterangan, dan 70 pasien ganti terapi di tahun
yang sama.

Universitas Sumatera Utara

2

Hemodialisis mengalami perkembangan yang cukup pesat, namun masih
banyak pasien mengalami masalah medis saat menjalani hemodialisis, sehingga
perlu dilakukan pemantauan yang konstan untuk mendeteksi berbagai komplikasi
yang terjadi. Komplikasi yang sering terjadi pada pasien saat menjalani
hemodialisis adalah gangguan hemodinamik (Landry & Oliver, 2006). Indikator
klinis terjadinya gangguan hemodinamik adalah tekanan darah pasien. Gangguan
hemodinamik yang terjadi dapat berupa hipotensi intradialisis dan hipertensi

intradialisis (Grange, Hanoy, Roy, Guerrot, & Godin, 2013). Gangguan
hemodinamik saat hemodialisis bisa disebabkan oleh tindakan dialisis yang
diberikan seperti: sesi hemodialisis yang pendek, laju ultrafiltrasi yang tinggi,
temperatur dialisat yang tinggi, dan konsentrasi sodium dialisat yang rendah
(Kooman et al., 2007).
Faktor penyebab hipotensi intradialisis yang paling dominan adalah
berkurangnya volume sirkulasi darah karena ultrafiltrasi, penurunan osmolalitas
ekstraseluler dengan cepat yang berhubungan dengan perpidahan sodium, dan
ketidakseimbangan antara ultrafiltrasi dan plasma refilling. Tubuh akan berespon
terhadap penurunan volume darah karena ultrafiltrasi untuk mempertahankan
hemodinamik tubuh melalui sistem kardiovaskuler (Kooman et al., 2007).
Respon kardiovaskuler untuk mempertahankan hemodinamik tubuh karena
penurunan volume darah adalah takikardi serta vasokontriksi arteri dan vena yang
merupakan respon dari cardiac underfilling dan hipovolemia. Jika tubuh tidak
mampu berespon secara adekuat terhadap penurunan volume darah saat
hemodialisis maka akan terjadi hipotensi intradialisis (Kooman et al., 2007).

Universitas Sumatera Utara

3


Mekanisme terjadinya hipertensi intradialisis saat hemodialisis sampai saat
ini belum sepenuhnya diketahui. Banyak faktor yang diduga sebagai penyebab
hipertensi intradialisis seperti aktivasi sistem renin angiotensin aldosteron system
(RAAS) karena diinduksi oleh hipovolemia saat dilakukan ultrafiltrasi (UF),
overaktif dari simpatis, variasi dari ion K+ dan Ca2+ saat hemodialisis, viskositas
darah yang meningkat karena diinduksi oleh terapi eritropoeitin (EPO), fluid
overload, peningkatan cardiac output (COP), obat antihipertensi yang ditarik saat

hemodialisis dan vasokonstriksi yang diinduksi oleh endothelin-1(ET-1). Faktor
yang paling umum diketahui sebagai penyebab hipertensi intradialisis adalah
stimulasi RAAS oleh hipovolemia yang disebabkan oleh ultrafiltrasi yang
berlebihan saat hemodialisis dan variasi dari kadar elektrolit terutama kalsium dan
kalium (Chazot & Jean, 2010).
Hasil penelitian Armiyati (2012) menunjukan 70% pasien mengalami
hipertensi intradialisis dan 26% mengalami hipotensi intradialisis saat menjalani
hemodialisis. Hipotensi intradialisis paling banyak dialami pasien pada jam
pertama hemodialisis dan paling sedikit pada jam ke empat. Hipertensi
intradialisis paling banyak dialami pasien pada jam ke empat.
Tekanan darah pasien bisa normal saat memulai hemodialisis, kemudian

meningkat sehingga pasien menjadi hipertensi saat dan pada akhir hemodialisis.
Bisa juga pada saat memulai hemodialisis tekanan darah pasien sudah tinggi dan
meningkat pada saat hemodialisis, hingga akhir dari hemodialisis. Peningkatan
tekanan darah ini bisa berat sampai terjadi krisis hipertensi (Chazot dan Jean,
2010).

Universitas Sumatera Utara

4

Stephen, An, Thakur, Zhang dan Reisin (2003) menyebutkan hipertensi
intradialisis berkontribusi terhadap peningkatan kejadian gagal jantung dan
kematian pasien. Studi yang dilakukan oleh Inrig, et al (2009) menunjukkan
bahwa setiap peningkatan tekanan darah >10 mmHg selama hemodialisis
meningkatkan resiko mortalitas dan rawat inap di rumah sakit.
Selain hipertensi intradialisis, gangguan hemodinamik lainnya adalah
hipotensi intradialisis. Pedoman dari NKF K/DOQI (The National Kidney
Foundation

Kidney


Disease

Outcomes

Quality

Initiative)

tahun

2005

menyebutkan hipotensi intradialisis menimbulkan gejala seperti: perasaan tidak
nyaman pada perut (abdominal discomfort); menguap (yawning); sighing; mual;
muntah; kram otot; gelisah; pusing dan kecemasan yang dapat mengganggu
kenyamanan pasien. Hipotensi intradialisis merupakan faktor predisposisi
terjadinya penyakit jantung koroner dan infark miokard serta dapat mencetuskan
aritmia jantung.
Hipotensi intradialisis merupakan komplikasi yang perlu mendapatkan

perhatian serius karena akan menyebabkan gangguan perfusi jaringan (serebral,
renal, miokard, perifer). Hipotensi intradialisis yang tidak diatasi akan
membahayakan pasien, karena menyebabkan pengiriman nutrisi dan oksigen ke
organ vital seperti otak, jantung, ginjal dan organ lain akan berkurang bahkan
dapat mengakibatkan kerusakan (Armiyati, 2012). Hasil penelitian Shoji,
Tsubakihara, Fujii, Imai (2004) menunjukkan hipotensi intradialisis meningkatkan
mortalitas pasien hemodialisis.

Universitas Sumatera Utara

5

Hipotensi intradialisis dan hipertensi intradialisis dapat menyebabkan
hemodialisis tidak adekuat (NKF K/DOQI, 2006). Hemodialisis yang tidak
adekuat menyebabkan setelah hemodialisis ditemukan gejala seperti: anoreksia,
letargi, anemia yang memburuk, hipotensi, kram, hipotensi postural, pusing,
hipertensi, udema atau sesak nafas (Cahyaningsih, 2011). Gejala-gejala seperti
anoreksia, kram, pusing, dan sesak nafas dapat menurunkan kualitas hidup pasien
hemodialisis (Jablonski, 2007)
Hipotensi intradialisis dan hipertensi intradialisis disebabkan oleh

multifaktor dan faktor yang paling dominan adalah penarikan cairan (ultrafiltrasi)
yang berlebihan. Penentuan besarnya ultrafiltrasi harus optimal dengan tujuan
untuk mencapai kondisi pasien euvolemik dan tekanan darah normal saat
hemodialisis. Ultrafiltrasi dilakukan untuk menarik cairan yang berlebihan dalam
darah, besarnya ultrafiltrasi yang dilakukan tergantung dari penambahan berat
badan pasien antar waktu hemodialisis dan target berat badan kering pasien
(K/DOQI, 2006).
Berat badan kering didefinisikan sebagai berat badan dimana volume
cairan optimal. Penentuan berat badan kering ini harus akurat, tetapi pada unit
hemodialisis tidak selalu tersedia alat untuk menentukan berat badan kering yaitu
multiple frequency bioimpedance spectroscopy. Oleh karena itu, penentuan berat

badan kering dilakukan secara klinis melalui evaluasi tekanan darah, tanda-tanda
overload cairan dan toleransi pasien terhadap ultrafiltrasi saat hemodialisis untuk
mencapai target berat badan kering (K/DOQI, 2006).

Universitas Sumatera Utara

6


Perawat perlu memantau tekanan darah pasien selama menjalani
hemodialisis untuk mengetahui perubahan tekanan darah dari jam ke jam,
sehingga dapat mengantisipasi sedini mungkin kejadian komplikasi (Armiyati,
2012). Berdasarkan latar belakang diatas peneliti ingin mengetahui gambaran
tekanan darah pasien saat menjalani hemodialisis di RSUP Haji Adam Malik
Medan.
1.2.

Perumusan Masalah
Tindakan hemodialisis dapat menyebabkan gangguan hemodimanik.
Indikator klinis terjadinya gangguan hemodinamik adalah tekanan darah
pasien. Gangguan hemodinamik yang terjadi dapat berupa hipotensi
intradialisis dan hipertensi intradialisis.
Perawat perlu memantau tekanan darah selama hemodiliasis untuk
mengantisipasi sedini mungkin kejadian komplikasi dan hasil pemantauan
tekanan darah dapat dijadikan bahan evaluasi bagi perawat. Berdasarkan
uraian tersebut peneliti ingin melihat bagaimana gambaran tekanan darah
pasien saat menjalan hemodialisis di RSUP Haji Adam Malik Medan

1.3.


Pertanyaan Penelitian
Bagaimana gambaran tekanan darah pasien saat menjalani hemodialisis di
RSUP Haji Adam Malik Medan?

1.4.

Tujuan Penelitian
Mendeskripsikan gambaran tekanan darah pasien saat menjalani
hemodialisis di RSUP Haji Adam Malik Medan.

Universitas Sumatera Utara

7

1.5.

Manfaat Penelitian
1.


Bagi Pasien
Hasil penelitian yang diperoleh dapat dijadikan sumber informasi
bagi pasien tentang bagaimana tekanan darahnya saat menjalani
hemodialisis di RSUP Haji Adam Malik Medan sehingga pasien
mengetahui keadaannya bermasalah atau tidak dan dapat
melakukan tindakan pencegahan terjadinya komplikasi.

2.

Bagi Pelayanan Keperawatan
Hasil penelitian yang diperoleh dapat dijadikan bahan evaluasi bagi
perawat untuk meningkatkan mutu asuhan keperawatan melalui
monitoring

berkelanjutan

selama

hemodialisis,


pendidikan

kesehatan dan kolaborasi.

Universitas Sumatera Utara