Hubungan Hemodialisis dan Skor Pruritus pada Pasien yang Menjalani Hemodialisis di RSUP Haji Adam Malik Medan
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penyakit ginjal kronik (PGK) adalah suatu proses patofisiologis dengan
etiologi beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif dan pada
umumnya berakhir dengan gagal ginjal.1 Gagal ginjal adalah suatu keadaan klinis
yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang ireversibel pada stadium 5.
Pada keadaan ini terjadi penumpukan toksin-toksin sehingga dapat terjadi
gangguan fungsi organ lain dan terjadi komplikasi.1,2
Insidensi PGK di Amerika Serikat pada tahun 1995-1999 diperkirakan 100
kasus per 1 juta penduduk per tahun, dan angka ini meningkat 8% setiap
tahunnya. Pada tahun 2003, didapatkan prevalensi lebih dari 320.000 pasien yang
menderita penyakit ginjal stadium akhir di Amerika Serikat, dan prevalensinya
diperkirakan meningkat menjadi 650.000 pada tahun 2010 dan 2 juta pada tahun
2030.3 Di Indonesia, menurut Perhimpunan Nefrologi Indonesia pada tahun 2009,
prevalensi gagal ginjal kronik di Indonesia sekitar 12,5%, yang berarti terdapat 18
juta orang dewasa di Indonesia menderita penyakit ginjal kronik.4
Etiologi PGK sangat bervariasi, meliputi diabetes melitus, hipertensi,
glomerulonefritis, penyakit sistemik lain seperti lupus dan vaskulitis, neoplasma,
obstruksi dan infeksi serta sebab-sebab lain. Pada stadium akhir, penatalaksanaan
yang diberikan adalah terapi pengganti ginjal berupa dialisis atau transplantasi
ginjal.1,2
Universitas Sumatera Utara
Hemodialisis adalah suatu sistem penggantian ginjal modern yang
menggunakan dialisis melalui difusi dan hemofiltrasi untuk mengeluarkan air,
yang membawa serta zat terlarut yang tidak diinginkan, yang dilakukan pada
pasien-pasien gagal ginjal kronik.5,6 Pruritus merupakan salah satu dari gejala
subjektif yang paling sering terjadi pada pasien dengan penyakit ginjal kronik dan
menyebabkan penderitaan.7 Pruritus yang berhubungan dengan pasien-pasien
yang menderita penyakit ginjal kronik atau penyakit ginjal stadium akhir disebut
sebagai pruritus uremikum.3 Laporan Dialysis Outcomes and Practice Pattern
Study (DOPPS) dan sebuah penelitian yang besar di Jepang menunjukkan bahwa
gatal yang berhubungan dengan penyakit ginjal kronik menginduksi terjadinya
depresi, gangguan tidur dan meningkatkan mortalitas.8,9
Patogenesis pruritus uremikum adalah multifaktor.10 Mekanisme yang
mendasarinya masih belum diketahui dengan jelas. Teori-teori terakhir
menyebutkan pruritus uremikum berkaitan dengan histamin, sensitisasi alergi,
proliferasi sel mast kulit, anemia defisiensi besi, hipervitaminosis A, xerosis,
neuropati dan perubahan-perubahan neurologi, keterlibatan sistem opioid
(dibawah stimulasi reseptor κ dan ekspresi yang berlebihan dari reseptor μ),
sitokin-sitokin, asam empedu serum, nitrat oksida, atau beberapa kombinasi dari
faktor-faktor tersebut, serta banyak faktor-faktor metabolik telah terlibat.9,11
Dialisis hanya memiliki efek yang ringan untuk mengurangi pruritus uremikum.11
Pada banyak penelitian, didapatkan prevalensi pruritus uremikum berkisar
antara 41.9% hingga 67% pada pasien-pasien penyakit ginjal stadium akhir yang
menjalani hemodialisis.12,13 Survei-survei terbaru, termasuk DOPPS, yang
meneliti lebih dari 18.000 pasien, melaporkan pruritus terjadi pada 42% pasien-
Universitas Sumatera Utara
pasien yang sedang menjalani hemodialisis, dengan peningkatan risiko kematian
sebesar 17%.8,10,14 Simanungkalit, pada tahun 1999 melaporkan bahwa pruritus
terjadi pada 40,1% pasien hemodialisis di beberapa rumah sakit di Medan.15
Selama 20 tahun terakhir insidensi pruritus uremikum menurun dari 85% pada
awal tahun 1970-an menjadi 30% pada akhir tahun 1990-an.16
Dalam kurun waktu tersebut, penurunan prevalensi pruritus uremikum ini
dikaitkan
dengan
adanya
peningkatan
pada
teknik-teknik
dialisis
dan
penatalaksanaan pasien.3 Telah dilaporkan bahwa efikasi dialisis yang lebih tinggi
dengan pemberian nutrisi yang baik menurunkan prevalensi dan derajat keparahan
pruritus pada pasien-pasien hemodialisis.9
Awal
timbulnya
gejala
pruritus
uremikum yang berkaitan dengan dialisis juga bervariasi. Welter melaporkan
bahwa pruritus dimulai sekitar enam bulan sebelum dimulainya dialisis, dan dapat
bersifat setempat dan sementara, menetap, atau bertambah luas dan berat.17,18
Sementara dalam penelitian lain disebutkan bahwa pruritus biasanya dimulai kirakira enam bulan setelah dialisis dimulai.11
Mengenai efek dari hemodialisis pada pruritus ini masih terdapat
kontroversi. Beberapa peneliti melaporkan adanya pengurangan rasa gatal setelah
beberapa sesi hemodialisis sementara laporan lain menyebutkan perburukan gejala
selama atau setelah hemodialisis.19-21 Pada suatu studi di Nepal, pruritus lebih
sering didapatkan pada pasien-pasien penyakit ginjal stadium akhir yang telah
menjalani
hemodialisis
dibandingkan
dengan
yang
belum
menjalani
hemodialisis.13 Khan dan Tareen melaporkan bahwa pruritus lebih sering terjadi
pada pasien-pasien yang menjalani hemodialisis lebih dari 3 tahun dibandingkan
dengan durasi 1 dan 2 tahun, sedangkan Gatmiri et al melaporkan bahwa pruritus
Universitas Sumatera Utara
uremikum didapatkan pada pasien-pasien yang sudah didialisis selama lebih dari 2
tahun.18,22 Beberapa penelitian lain melaporkan tidak ditemukan adanya hubungan
yang signifikan antara durasi dialisis dengan derajat keparahan pruritus.8,12
Untuk menilai derajat keparahan dari pruritus, ada beberapa metode yang
dapat dilakukan. Visual Analogue Scale (VAS) merupakan salah satu metode
yang paling sering digunakan, karena dapat memberikan estimasi rasa gatal yang
mudah dan cepat.10,18,23,24 Untuk menilai derajat keparahan pruritus yang lebih
terperinci dapat digunakan metode yang diusulkan oleh Duo pada tahun 1987 dan
dimodifikasi oleh Mettang et al.12 Metode ini didasarkan pada kriteria yang
mencakup scratching, keparahan, frekuensi dan distribusi pruritus, serta gangguan
tidur yang berkaitan dengan pruritus uremikum.12,25
Dari data rekam medis Unit Hemodialisis di Rumah Sakit Umum Pusat
(RSUP) Haji Adam Malik Medan, pada tahun 2014, didapatkan rata-rata jumlah
pasien yang menjalani hemodialisis per bulan adalah 181 orang. Jumlah pasien
hemodialisis yang masih tinggi di RSUP Haji Adam Malik Medan, dan
kontroversi hasil penelitian-penelitian sebelumnya mengenai hubungan lama
menjalani hemodialisis dengan pruritus uremikum, mendorong peneliti ingin
mengetahui hubungan tersebut di RSUP Haji Adam Malik Medan.
1.2 Rumusan Masalah
Apakah terdapat hubungan lama menjalani hemodialisis dan skor pruritus
pada pasien yang menjalani hemodialisis di Unit Hemodialisis RSUP Haji Adam
Malik Medan?
Universitas Sumatera Utara
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui hubungan lama menjalani hemodialisis dan skor pruritus
pada pasien yang menjalani hemodialisis di Unit Hemodialisis RSUP
Haji Adam Malik Medan.
1.3.2 Tujuan Khusus
a. Mengetahui proporsi pruritus pada pasien yang menjalani
hemodialisis di Unit Hemodialisis RSUP Haji Adam Malik
Medan.
b. Mengetahui lama menjalani hemodialisis dan distribusinya
berdasarkan usia dan jenis kelamin, pada pasien yang menjalani
hemodialisis pada Unit Hemodialisis RSUP Haji Adam Malik
Medan.
c. Mengetahui skor pruritus dan distribusinya berdasarkan usia dan
jenis kelamin pada pasien yang menjalani hemodialisis pada Unit
Hemodialisis RSUP Haji Adam Malik Medan.
d.
Mengetahui hubungan lama menjalani hemodialisis dan derajat
keparahan pruritus pada pasien yang menjalani hemodialisis di
Unit Hemodialisis RSUP Haji Adam Malik Medan.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Dalam bidang akademik
Menambah
pengetahuan
mengenai
hubungan
lama
menjalani
hemodialisis dan pruritus uremikum.
Universitas Sumatera Utara
1.4.2 Dalam pelayanan masyarakat:
Menjadi masukan bagi pengembangan penatalaksanaan pruritus
yang nantinya diharapkan dapat digunakan untuk penatalaksanaan
pruritus pada pasien-pasien yang menjalani hemodialisis.
1.4.3 Dalam pengembangan penelitian
Sebagai masukan teori bagi penelitian selanjutnya mengenai
gambaran pruritus pada pasien-pasien yang menjalani hemodialisis
di Unit Hemodialisis RSUP Haji Adam Malik Medan khususnya
dalam hal hubungan pruritus dengan lama menjalani hemodialisis.
Universitas Sumatera Utara
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penyakit ginjal kronik (PGK) adalah suatu proses patofisiologis dengan
etiologi beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif dan pada
umumnya berakhir dengan gagal ginjal.1 Gagal ginjal adalah suatu keadaan klinis
yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang ireversibel pada stadium 5.
Pada keadaan ini terjadi penumpukan toksin-toksin sehingga dapat terjadi
gangguan fungsi organ lain dan terjadi komplikasi.1,2
Insidensi PGK di Amerika Serikat pada tahun 1995-1999 diperkirakan 100
kasus per 1 juta penduduk per tahun, dan angka ini meningkat 8% setiap
tahunnya. Pada tahun 2003, didapatkan prevalensi lebih dari 320.000 pasien yang
menderita penyakit ginjal stadium akhir di Amerika Serikat, dan prevalensinya
diperkirakan meningkat menjadi 650.000 pada tahun 2010 dan 2 juta pada tahun
2030.3 Di Indonesia, menurut Perhimpunan Nefrologi Indonesia pada tahun 2009,
prevalensi gagal ginjal kronik di Indonesia sekitar 12,5%, yang berarti terdapat 18
juta orang dewasa di Indonesia menderita penyakit ginjal kronik.4
Etiologi PGK sangat bervariasi, meliputi diabetes melitus, hipertensi,
glomerulonefritis, penyakit sistemik lain seperti lupus dan vaskulitis, neoplasma,
obstruksi dan infeksi serta sebab-sebab lain. Pada stadium akhir, penatalaksanaan
yang diberikan adalah terapi pengganti ginjal berupa dialisis atau transplantasi
ginjal.1,2
Universitas Sumatera Utara
Hemodialisis adalah suatu sistem penggantian ginjal modern yang
menggunakan dialisis melalui difusi dan hemofiltrasi untuk mengeluarkan air,
yang membawa serta zat terlarut yang tidak diinginkan, yang dilakukan pada
pasien-pasien gagal ginjal kronik.5,6 Pruritus merupakan salah satu dari gejala
subjektif yang paling sering terjadi pada pasien dengan penyakit ginjal kronik dan
menyebabkan penderitaan.7 Pruritus yang berhubungan dengan pasien-pasien
yang menderita penyakit ginjal kronik atau penyakit ginjal stadium akhir disebut
sebagai pruritus uremikum.3 Laporan Dialysis Outcomes and Practice Pattern
Study (DOPPS) dan sebuah penelitian yang besar di Jepang menunjukkan bahwa
gatal yang berhubungan dengan penyakit ginjal kronik menginduksi terjadinya
depresi, gangguan tidur dan meningkatkan mortalitas.8,9
Patogenesis pruritus uremikum adalah multifaktor.10 Mekanisme yang
mendasarinya masih belum diketahui dengan jelas. Teori-teori terakhir
menyebutkan pruritus uremikum berkaitan dengan histamin, sensitisasi alergi,
proliferasi sel mast kulit, anemia defisiensi besi, hipervitaminosis A, xerosis,
neuropati dan perubahan-perubahan neurologi, keterlibatan sistem opioid
(dibawah stimulasi reseptor κ dan ekspresi yang berlebihan dari reseptor μ),
sitokin-sitokin, asam empedu serum, nitrat oksida, atau beberapa kombinasi dari
faktor-faktor tersebut, serta banyak faktor-faktor metabolik telah terlibat.9,11
Dialisis hanya memiliki efek yang ringan untuk mengurangi pruritus uremikum.11
Pada banyak penelitian, didapatkan prevalensi pruritus uremikum berkisar
antara 41.9% hingga 67% pada pasien-pasien penyakit ginjal stadium akhir yang
menjalani hemodialisis.12,13 Survei-survei terbaru, termasuk DOPPS, yang
meneliti lebih dari 18.000 pasien, melaporkan pruritus terjadi pada 42% pasien-
Universitas Sumatera Utara
pasien yang sedang menjalani hemodialisis, dengan peningkatan risiko kematian
sebesar 17%.8,10,14 Simanungkalit, pada tahun 1999 melaporkan bahwa pruritus
terjadi pada 40,1% pasien hemodialisis di beberapa rumah sakit di Medan.15
Selama 20 tahun terakhir insidensi pruritus uremikum menurun dari 85% pada
awal tahun 1970-an menjadi 30% pada akhir tahun 1990-an.16
Dalam kurun waktu tersebut, penurunan prevalensi pruritus uremikum ini
dikaitkan
dengan
adanya
peningkatan
pada
teknik-teknik
dialisis
dan
penatalaksanaan pasien.3 Telah dilaporkan bahwa efikasi dialisis yang lebih tinggi
dengan pemberian nutrisi yang baik menurunkan prevalensi dan derajat keparahan
pruritus pada pasien-pasien hemodialisis.9
Awal
timbulnya
gejala
pruritus
uremikum yang berkaitan dengan dialisis juga bervariasi. Welter melaporkan
bahwa pruritus dimulai sekitar enam bulan sebelum dimulainya dialisis, dan dapat
bersifat setempat dan sementara, menetap, atau bertambah luas dan berat.17,18
Sementara dalam penelitian lain disebutkan bahwa pruritus biasanya dimulai kirakira enam bulan setelah dialisis dimulai.11
Mengenai efek dari hemodialisis pada pruritus ini masih terdapat
kontroversi. Beberapa peneliti melaporkan adanya pengurangan rasa gatal setelah
beberapa sesi hemodialisis sementara laporan lain menyebutkan perburukan gejala
selama atau setelah hemodialisis.19-21 Pada suatu studi di Nepal, pruritus lebih
sering didapatkan pada pasien-pasien penyakit ginjal stadium akhir yang telah
menjalani
hemodialisis
dibandingkan
dengan
yang
belum
menjalani
hemodialisis.13 Khan dan Tareen melaporkan bahwa pruritus lebih sering terjadi
pada pasien-pasien yang menjalani hemodialisis lebih dari 3 tahun dibandingkan
dengan durasi 1 dan 2 tahun, sedangkan Gatmiri et al melaporkan bahwa pruritus
Universitas Sumatera Utara
uremikum didapatkan pada pasien-pasien yang sudah didialisis selama lebih dari 2
tahun.18,22 Beberapa penelitian lain melaporkan tidak ditemukan adanya hubungan
yang signifikan antara durasi dialisis dengan derajat keparahan pruritus.8,12
Untuk menilai derajat keparahan dari pruritus, ada beberapa metode yang
dapat dilakukan. Visual Analogue Scale (VAS) merupakan salah satu metode
yang paling sering digunakan, karena dapat memberikan estimasi rasa gatal yang
mudah dan cepat.10,18,23,24 Untuk menilai derajat keparahan pruritus yang lebih
terperinci dapat digunakan metode yang diusulkan oleh Duo pada tahun 1987 dan
dimodifikasi oleh Mettang et al.12 Metode ini didasarkan pada kriteria yang
mencakup scratching, keparahan, frekuensi dan distribusi pruritus, serta gangguan
tidur yang berkaitan dengan pruritus uremikum.12,25
Dari data rekam medis Unit Hemodialisis di Rumah Sakit Umum Pusat
(RSUP) Haji Adam Malik Medan, pada tahun 2014, didapatkan rata-rata jumlah
pasien yang menjalani hemodialisis per bulan adalah 181 orang. Jumlah pasien
hemodialisis yang masih tinggi di RSUP Haji Adam Malik Medan, dan
kontroversi hasil penelitian-penelitian sebelumnya mengenai hubungan lama
menjalani hemodialisis dengan pruritus uremikum, mendorong peneliti ingin
mengetahui hubungan tersebut di RSUP Haji Adam Malik Medan.
1.2 Rumusan Masalah
Apakah terdapat hubungan lama menjalani hemodialisis dan skor pruritus
pada pasien yang menjalani hemodialisis di Unit Hemodialisis RSUP Haji Adam
Malik Medan?
Universitas Sumatera Utara
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui hubungan lama menjalani hemodialisis dan skor pruritus
pada pasien yang menjalani hemodialisis di Unit Hemodialisis RSUP
Haji Adam Malik Medan.
1.3.2 Tujuan Khusus
a. Mengetahui proporsi pruritus pada pasien yang menjalani
hemodialisis di Unit Hemodialisis RSUP Haji Adam Malik
Medan.
b. Mengetahui lama menjalani hemodialisis dan distribusinya
berdasarkan usia dan jenis kelamin, pada pasien yang menjalani
hemodialisis pada Unit Hemodialisis RSUP Haji Adam Malik
Medan.
c. Mengetahui skor pruritus dan distribusinya berdasarkan usia dan
jenis kelamin pada pasien yang menjalani hemodialisis pada Unit
Hemodialisis RSUP Haji Adam Malik Medan.
d.
Mengetahui hubungan lama menjalani hemodialisis dan derajat
keparahan pruritus pada pasien yang menjalani hemodialisis di
Unit Hemodialisis RSUP Haji Adam Malik Medan.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Dalam bidang akademik
Menambah
pengetahuan
mengenai
hubungan
lama
menjalani
hemodialisis dan pruritus uremikum.
Universitas Sumatera Utara
1.4.2 Dalam pelayanan masyarakat:
Menjadi masukan bagi pengembangan penatalaksanaan pruritus
yang nantinya diharapkan dapat digunakan untuk penatalaksanaan
pruritus pada pasien-pasien yang menjalani hemodialisis.
1.4.3 Dalam pengembangan penelitian
Sebagai masukan teori bagi penelitian selanjutnya mengenai
gambaran pruritus pada pasien-pasien yang menjalani hemodialisis
di Unit Hemodialisis RSUP Haji Adam Malik Medan khususnya
dalam hal hubungan pruritus dengan lama menjalani hemodialisis.
Universitas Sumatera Utara