Revitalisasi Gedung Bioskop Ria Kota Pematangsiantar Sebagai Upaya Peningkatan Potensi Wisata Sejarah

BAB 2
KAJIAN PUSTAKA
2.1

Revitalisasi

2.1.1

Pengertian Revitalisasi
Revitalisasi adalah upaya untuk meningkatkan nilai ekonomi lahan melalui

pembangunan kembali suatu bangunan untuk meningkatkan fungsi bangunan
sebelumnya (Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor: 18/Prt/M/2010).
Revitalisasi bertujuan untuk mengembalikan vitalitas ataupun daya hidup
sebuah bangunan atau kawasan pada suatu kota. Umumnya revitalisasi dapat
dikaitkan dengan proses peremajaan bangunan, dimana intervensi yang dilakukan
dapat mencakup aspek fisik dan non fisik (ekonomi, sosial budaya, dll.). Selama
dua dekade terakhir praktek peremajaan dan revitalisasi bangunan telah terjadi
beberapa perubahan dan perkembangan konseptual dalam kebijakan penataan
lingkungan binaan (Martokusumo, 2008).
Bila dikaitkan dengan paradigma keberlanjutan, revitalisasi merupakan

sebuah upaya untuk mendaur ulang (recycle) aset perkotaan untuk memberikan
fungsi baru, meningkatkan fungsi yang ada atau bahkan menghidupkan kembali
fungsi yang pernah ada. Namun, dapat dipastikan tujuannya adalah untuk
menciptakan kehidupan baru yang produktif serta mampu memberikan kontribusi
positif pada kehidupan sosial-budaya dan terutama kehidupan ekonomi kota
(Martokusumo, 2008). Hubungan revitalisasi dengan peremajaan, rehabilitasi dan
redevelopment dapat dilihat pada gambar 2.1 berikut ini :

6
Universitas Sumatera Utara

Peremajaan (Renewal):
Perubahan fisik kawasan yang terjadi karena tuntutan kegiatan/ aktifitas ekonomi
atau kekuatan sosial

Rehabilitasi (Rehabilitation) :
a. Surface Rehabilitation
Perubahan hanya sebatas kulit
luar bangunan
b. Deep Rehabilitation

Perubahan fisik yang
signifikan

Revitalisasi (Revitalisation) :
Upaya meningkatkan fungsi bangunan
melalui
peningkatan
kualitas
lingkungan, dengan mepertimbangkan
aspek sosial budaya dan karakteristik
kawasan

Redevelopment:
Proses peremajaan yang ditandai dengan adanya perubahan total terhadap struktur
fisik dan morfologi bangunan fungsional kota (pembangunan kembali) untuk
peningkatan fungsi bangunan.

Gambar 2.1 Skema Hubungan Peremajaan, Rehabilitasi,
Redevelopment dengan Revitalisasi
Sumber : Martokusumo, Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota, 2008


Sementara itu, Budiono (2006) mengaitkan revitalisasi sebagai rangkaian
upaya untuk menata kembali suatu kondisi kawasan maupun bangunan yang
memiliki potensi dan nilai strategis dengan mengembalikan vitalitas suatu
kawasan

yang

mengalami

penurunan,

agar

kawasan-kawasan

tersebut

mendapatkan nilai tambah yang optimal terhadap produktivitas ekonomi, sosial
dan budaya kawasan perkotaan.

Vitalitas kawasan adalah kualitas suatu kawasan yang dapat mendukung
kelangsungan hidup warganya dan mendukung produktivitas sosial, budaya, dan
ekonomi dengan tetap mempertahankan kualitas lingkungan fisik, dan/atau
mencegah kerusakan warisan budaya (Peraturan Menteri Pekerjaan Umum
Nomor: 18/Prt/M/2010).

7
Universitas Sumatera Utara

Penetapan kriteria dan rencana revitalisasi kawasan dapat dilakukan
dengan menelaah penyebab penurunan kinerja kawasan. Dimensi penurunan
kinerja sebuah kawasan kota dapat mencakup hal-hal sebagai berikut
(Martokusumo, 2008):
a. Kondisi lingkungan yang buruk, artinya ditinjau dari segi infrastruktur fisik
dan sosial tidak layak lagi untuk dihuni. Kondisi buruk tersebut
mempercepat proses degradasi lingkungan yang dipastikan justru kontra
produktif terhadap proses kehidupan sosial budaya yang sehat.
b. Tingkat kepadatan bangunan dan manusia melampaui batas daya dukung
lahan dan kemampuan infrastruktur (sarana dan prasarana) yang ada.
c. Efektifitas pemanfaatan lahan sangat rendah, akibat terjadinya penurunan

aktifitas/ kegiatan atau dengan kata lain under utilised. Hal ini dapat pula
diakibatkan oleh alokasi fungsi yang tidak tepat, termasuk lahan-lahan yang
tidak memiliki fungsi yang jelas.
d. Lahan memiliki potensi untuk dikembangkan lebih lanjut, karena misalnya
letak yang sangat strategis bagi pengembangan tata kota, dan tingkat
percepatan pembangunan yang tinggi.
e. Batasan luas lahan yang cukup, harga memadai dan proses pembebasan
lahan memungkinkan.
f. Memiliki aset lingkungan yang menonjol, seperti peninggalan bersejarah
(bangunan dan lingkungan) yang tidak tergantikan, misalnya tradisi
penduduk yang khas terhadap pemanfaatan lanskap/ ruang hidupnya

8
Universitas Sumatera Utara

(cultural landscape), unsur alami yang menarik, sumber tenaga kerja,
infrastruktur dasar yang relatif memadai.

2.1.2


Manfaat Revitalisasi
Konservasi sebagai suatu proses memelihara place untuk mempertahankan

nilai-nilai estetik, sejarah, ilmu pengetahuan dan sosial yang berguna bagi
generasi lampau, sekarang dan masa yang akan datang, termasuk di dalamnya
maintenance sangat tergantung kepada keadaan termasuk juga preservation,
restoration, reconstruction, adaptation

(revitalisation) dan kombinasinya.

Maintenance bertujuan memberi perlindungan dan pemeliharaan yang terus

menerus terhadap semua material fisik dari place, untuk mempertahankan kondisi
bangunan yang diinginkan. Jenis pekerjaan pemeliharaan rutin juga bisa berupa
perbaikan. Perbaikan mencakup restoration dan reconstruction, dan harus
diperlakukan semestinya. Kerusakan-kerusakan yang harus diperbaiki bisa
diakibatkan oleh proses alami, seperti kerapuhan, lapuk, kusam atau proses
pemakaian, seperti goresan, pecah dsb (Busono, 2009).
Revitalisasi, sebagai bagian dari pelestarian atau konservasi memiliki
beberapa manfaat bagi masyarakat di sebuah ruang kota, diantaranya adalah :

a. Identitas dan Sense of Place
Peninggalan sejarah merupakan satu-satunya penghubung kita dengan masa
lalu, menghubungkan kita dengan suatu tempat tertentu.

9
Universitas Sumatera Utara

b. Nilai Sejarah
Dalam proses perjalanan sebuah bangsa, terdapat peristiwa-peristiwa yang
penting untuk dikenang, dihormati dan dipahami oleh masyarakat. Memelihara
bangunan dan lingkungan yang bernilai historis menunjukkan penghormatan
kita kepada masa lalu, yang merupakan bagian dari eksistensi masa lalu.
c. Nilai Arsitektur
Salah satu alasan memelihara lingkungan dan bangunan bersejarah adalah
karena nilai intristiknya sebagai karya seni, dapat berupa hasil pencapaian yang
tinggi, contohnya seperti laggam atau seni tertentu yang menjadi landmark
sebuah tempat.
d. Manfaat Ekonomi
Bangunan yang telah ada seringkali memiliki keunggulan ekonomis tertentu.
Bukti empiris menunjukkan bahwa pemanfaatan bangunan yang sudah ada

seringkali lebih murah daripada membuat bangunan baru. Di negara maju,
proyek konservasi telah berhasil menjadi pemicu revitalisasi lingkungan kota
yang sudah menurun kualitasnya, melalui urban renewal dan adaptive-reuse.
e. Pariwisata dan Rekreasi
Kekhasan atau nilai sejarah suatu tempat telah terbukti mampu menjadi daya
tarik yang mendatangkan wisatawan ke tempat tersebut.
f. Sumber Inspirasi
Banyak tempat dan bangunan bersejarah yang berhubungan dengan rasa
patriotisme, gerakan sosial serta orang dan peristiwa penting di masa lalu.

10
Universitas Sumatera Utara

g. Edukasi
Lingkungan, bangunan dan artefak bersejarah melengkapi dokumen tertulis
tentang masa lampau. Melalui ruang dan benda tiga dimensi sebagai
laboratorium, orang dapat belajar dan memahami kehidupan dalam kurun
waktu yang menyangkut peristiwa, masyarakat atau individu tertentu, serta
lebih menghormati lingkungan alam.
Manfaat revitalisasi lainnya menurut Direktorat Jenderal Penataan Ruang

Kementrian Pekerjaan Umum (2013) adalah sebagai berikut :
a. Peningkatan kualitas ruang kota/ kawasan
b. Menguatnya identitas kota/ kawasan
c. Terselamatkannya aset pusaka kota
d. Meningkatnya vitalitas/ produktivitas ekonomi perkotaan

2.2

Bioskop

2.2.1

Pengertian Bioskop
Bioskop adalah pertunjukan yang diperlihatkan dengan gambar (film),

yang disorot sehingga dapat bergerak (berbicara); gedung pertunjukan film cerita
(Kamus Besar Bahasa Indonesia 2001). Secara populer ”Bioskop” dikenal sebagai
gedung atau tempat pertunjukan film untuk umum dengan dipungut biaya ataupun
bayaran.
Bioskop berasal dari bahasa yunani, gabungan suku kata bios = hidup dan

skoein = melihat atau mengamati. Sejak awal kehadirannya di Indonesia

diterjemahkan sebagai gambar hidoep. Secara khusus “Bioskop” diartikan sebagai

11
Universitas Sumatera Utara

tempat bercengkrama (rendevous) bagi pembuat (sinears) dengan penggemar/
pecinta seni film dan alur seni (Tjasmadi, 1992).

2.2.2

Sejarah Bioskop
Gedung Bioskop pertama di dunia dibuka pada tanggal 16 Juni 1889.

Bangunan permanen yang dirancang khusus untuk memutar film itu berada di
Perancis, tepatnya di Kota Pelabuhan La Ciotat dan diberi nama L‟ Eden Theatre
(www.konstelasi.com). Meskipun pemutaran film bioskop pertama di dunia
terjadi pada tahun 1846, namun pemutaran film tersebut diadakan di sebuah
gedung


pertunjukan

musik

Koster

&

Bials

Music

Hall

(http://cyberman.cbn.net.id).

Gambar 2.2 Gedung Bioskop pertama di dunia
Sumber : www.konstelasi.com

Pertunjukan Bioskop pertama di Indonesia hadir di Tanah Abang pada 5
Desember 1900 di rumah seorang Belanda kaya yang diubah dan diisi dengan
susunan kursi-kursi. Pertunjukan filmnya diselenggarakan oleh De Nederlandsch
Bioscope Maatschppij. Mereka menjual tiket dengan harga yang sangat mahal,

12
Universitas Sumatera Utara

sehingga mayoritas penontonnya adalah orang-orang Belanda. Gedung bioskop
pertama mulai didirikan pada tahun 1903 di beberapa tempat di Batavia. Dengan
munculnya gedung bioskop, sedikit demi sedikit seni pertunjukan tradisional
keliling juga mulai ditinggalkan, puncaknya terjadi pada tahun 1930-an
(www.karbonjournal.org).

Gambar 2.3 Salah satu gedung bioskop pertama di Indonesia, terdapat di Batavia
Sumber : KITLV Collection

Bioskop sebagai salah satu bentuk ruang publik khas budaya urban
mengalami perkembangan menarik yang tidak bisa dilepaskan dari sejarah kota
dan negara, serta dari dinamika global. Dalam konteks Asia Tenggara, bioskop
hadir sebagai warisan kolonial dengan warna yang beragam, tergantung pada
sejarah kolonialisme di masing-masing negara (yaitu, pengaruh jajahan Belanda,
Amerika Serikat, Spanyol dan Inggris). Bentuk dan tata ruang bioskop serta
aktifitas manusia di dalamnya kemudian berkembang dengan berbagai variasi,
berkaitan antara lain dengan perbedaan kelas sosial, dengan perkembangan
teknologi dan dengan budaya hiburan. Sebagai bagian dari dinamika itu pun pada

13
Universitas Sumatera Utara

akhirnya banyak gedung bioskop beralih fungsi atau lenyap sama sekali
(www.filmindonesia.or.id).

2.2.3

Bioskop Ria Kota Pematangsiantar
Bioskop di Kota Pematangsiantar mulai berkembang di tahun 1970-an.

Salah satunya adalah Bioskop Ria. Bioskop Ria Kota Pematangsiantar berdiri
sekitar tahun 1955 dengan Arsitektur Kolonial Belanda. Data sejarah mengenai
gedung bioskop ini sangat terbatas, sehingga sulit untuk menemukan fakta
mendalam mengenai gedung bioskop ini.
Data sejarah yang ada mengenai perkembangan perfilman di bioskopbioskop di Kota Pematangsiantar menyebutkan bahwa pada masa dahulu, bioskop
diminati masyarakat. Masa kejayaan bioskop di Kota Pematangsiantar terjadi pada
era 1970-1980-an. Sebelum menyandang nama Bioskop Ria, bioskop ini memiliki
nama Bioskop Rio dan hanya menayangkan layar tancap hingga tahun 1970-an.

Gambar 2.4 Gedung Bioskop Rio (Sekarang „Ria‟) pada tahun 1955-1965
Sumber : KITLV Collection

Gedung bioskop tersebut pada saat ini sudah tidak berfungsi lagi. Hal ini
diakibatkan oleh menurunnya minat masyarakat terhadap pertunjukan film dalam

14
Universitas Sumatera Utara

gedung bioskop. Banyak orang beralih minat dari bioskop ke video VHS,
dilanjutkan oleh Video Compact Disc (VCD) bajakan yang murah dan produk
lanjutannya yang dapat ditonton sendiri di rumah. Akhirnya bioskop ini ditutup
pada tahun 2003 dan diserahkan menjadi aset Provinsi Sumatera Utara. Setelah
sekian dekade tidak berfungsi, gedung bioskop ini disewakan oleh Pemerintah
Provinsi Sumatera Utara kepada pihak swasta selama 30 tahun dan akan dibangun
sebuah pusat perbelanjaan di Kota Pematangsiantar (www.hetanews.com).

Gambar 2.5 Gedung Bioskop Ria Pada Masa Sekarang
Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2015

2.3

Pariwisata

2.3.1

Pengertian Pariwisata
Pariwisata adalah fenomena pergerakan manusia, barang dan jasa yang

sangat kompleks. Ia terkait erat dengan organisasi, hubungan-hubungan
kelembagaan dan individu, kebutuhan, layanan, penyediaan kebutuhan layanan
dan sebagainya (Damanik dan Weber, 2006).
Pariwisata adalah perpindahan sementara yang dilakukan manusia dengan
tujuan keluar dari pekerjaan-pekerjaan rutin, keluar dari tempat kediamannya.
Aktifitas dlakukan selama mereka tinggal di tempat yang dituju dan fasilitas
dibuat untuk memenuhi kebutuhan mereka (Marpaung, 2002).

15
Universitas Sumatera Utara

Pariwisata adalah industri yang paling besar di dunia saat ini bila dilihat
dari jumlah orang yang terlibat maupun uang yang beredar di dalamnya. Bersamasama dengan sektor pertanian dan industri manufaktur, pariwisata adalah ujung
tombak perekonomian dunia. Industri pariwisata terbentuk dari 7 unsur, yaitu :
a. Informasi Wisata
b. Biro Perjalanan
c. Transportasi
d. Aksesibilitas
e. Destinasi Wisata
f. Atraksi Wisata
g. Unsur Penunjang (seperti pendidikan pariwisata maupun pemasaran)
Infrastuktur, sumber daya alam dan budaya merupakan syarat penting
keberhasilan pariwisata. Demikian halnya dengan keinginan baik (public
goodwill) dan keramahtamahan penduduk daerah tujuan wisata. Kedua hal diatas

merupakan faktor-faktor yang mendukung pelaksanaan pariwisata pusaka
(heritage tourism).
Menurut Undang-undang No. 10 Tahun 2009 Tentang Kepariwisataan,
yang dimaksud dengan pariwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata dan
didukung berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan oleh masyarakat,
pengusaha, Pemerintah dan Pemerintah Daerah.
Berdasarkan motivasi wisatawan serta atraksi yang terdapat di daerah
tujuan wisata maka kegiatan pariwisata dibedakan dalam dua kelompok besar,
yaitu pariwisata yang bersifat massal dan pariwisata minat khusus. Jika pada

16
Universitas Sumatera Utara

pariwisata jenis pertama lebih ditekankan pada aspek kesenangan (leisure) maka
pada tipe kedua penekanannya adalah pada aspek pengalaman dan pengetahuan
(Cahyadi, Gunawijaya, 2009).
Menurut Damanik dan Weber, ada beberapa peran mutlak yang menjadi
tanggungjawab pemerintah terhadap pariwisata, yaitu :
a. Penegasan dan konsistensi tentang tata guna lahan untuk pengembangan
kawasan wisata, termasuk kepastian hak kepemilikan, sistem persewaan dan
sebagainya.
b. Perlindungan lingkungan alam dan cagar budaya untuk mempertanyakan daya
tarik objek wisata, termasuk aturan pemanfaatan sumber daya lingkungan
tersebut.
c. Penyediaan infrastuktur (jalan, pelabuhan, bandara dan angkatan pariwisata).
d. Fasilitas fiskal, pajak, kredit dan ijin usaha yang tidak rumit agar masyarakat
lebih terdorong untuk melakukan wisata dan usaha-usaha kepariwisataan
semakin cepat berkembang.
e. Keamanan dan kenyamanan berwisata melalui penugasan polisi khusus
pariwisata di kawasan wisata dan uji kelayakan fasilitas wisata (kendaraan,
jalan dan lain-lain).
f. Jaminan kesehatan di daerah tujuan wisata melalui sertifikasi kualitas
lingkungan dan mutu barang yang digunakan wisatawan.
g. Penguatan kelembagaan pariwisata dengan cara memfasilitasi perluasan
jaringan kelompok dan organisasi kepariwisataan.

17
Universitas Sumatera Utara

h. Pendampingan dalam promosi wisata, yakni perluasan dan intensifikasi
jejaring kegiatan promosi di dalam dan luar negeri.
i. Regulasi persaingan usaha yang memungkinkan kesempatan yang sama bagi
semua orang untuk berusaha di sektor pariwisata, melindungi UKM wisata,
mencegah perang tarif dan sebagainya.
j. Pengembangan sumber daya manusia dengan menerapkan sistem sertifikasi
kompetensi tenaga kerja pariwisata dan akreditasi lembaga pendidikan
pariwisata.

2.3.2

Jenis-jenis Pariwisata
Menurut Pendit (1994), pariwisata dapat dibedakan menurut motif

wisatawan untuk mengunjungi suatu tempat. Jenis-jenis pariwisata tersebut adalah
sebagai berikut :
a. Wisata Budaya atau Sejarah
b. Wisata Maritim atau Bahari
c. Wisata Cagar Alam (Taman Konservasi)
d. Wisata Konvensi
e. Wisata Pertanian (Agrowisata)
f. Wisata Buru
g. Wisata Ziarah
Masih banyak jenis-jenis wisata lain, tergantung pada kondisi dan situasi
perkembangan dunia kepariwisataan di suatu daerah atau negeri, dan selera atau
daya kreativitas para ahli profesional yang berkecimpung dalam bisnis industri

18
Universitas Sumatera Utara

pariwisata. Semakin kreatif dan banyak gagasan-gagasan yang dimiliki oleh
mereka yang mendedikasikan hidup mereka bagi perkembangan dunia
kepariwisataan, semakin bertambah pula bentuk dan jenis wisata yang dapat
diciptakan bagi kemajuan industri ini.
Swarbrooke dan Horner (1999) membagi jenis-jenis wisata dalam
beberapa bagian, yaitu:
a. Visiting Friends And Relatives (VFR)
Pada dasarnya, VFR adalah keinginan untuk bertemu dan berkumpul bersama
keluarga, teman, dan/ relasi yang berada/ tinggal di tempat yang berlainan
sehingga wisatawan mendapatkan nuansa/ pemandangan baru.
b. Wisata Bisnis (Business Tourism)
Wisata bisnis adalah wisata yang ada hubungannya dengan kegiatan bisnis.
Seperti seminar, konferensi, kunjungan ke perusahaan, kunjungan ke potential
customer, launching product, dan sebagainya.

c. Wisata Pilgrim (Religious Tourism)
Wisata Pilgrim adalah jenis wisata yang berhubungan dengan agama, sejarah,
adat istiadat, dan kepercayaan yang di anut oleh wisatawan. Tujuan wisatawan
melakukan perjalanan wisata ini dengan niat untuk mendapatkan ketenangan
dan kekuatan batin, keteguhan iman, memperoleh restu, dan banyak juga yang
bertujuan untuk mencari kekayaan dan berkah.
d. Wisata Kesehatan (Health Tourism)
Wisata kesehatan adalah perjalanan wisata ke suatu tempat untuk tujuan
kesehatan, seperti pengobatan penyakit, pengembalian vitalitas, penyegaran

19
Universitas Sumatera Utara

jasmani, dan kebugaran tubuh. Jenis kunjungan ini disebut wisata karena
wisatawan mendapatkan berbagai bentuk hiburan di sela-sela kegiatannya.
e. Wisata Sosial (Social Tourism)
Sebuah kegiatan yang banyak melibatkan orang-orang untuk tujuan sosial.
Jenis liburan yang disubsidi dalam beberapa cara, baik oleh instansi pemerintah
atau sektor sukarela seperti organisasi non-profit atau serikat pekerja.
f. Wisata Pendidikan (Educational Tourism)
Wisata Pendidikan dapat didefinisikan sebagai suatu penjalanan wisata dengan
tujuan untuk memperoleh pendidikan dan memperluas wawasan wisatawan
mengenai suatu fenomena. Seperti pertukaran pelajar, dimana seorang pelajar
melakukan perjalanan keluar negeri untuk mempelajari lebih banyak tentang
budaya dan bahasa dari masyarakat di negara tersebut.
g. Wisata Budaya (Cultural Tourism)
Wisata budaya adalah perjalanan wisata yang dilakukan untuk memperluas
pengetahuan tentang seni, adat istiadat, cara hidup, kebiasaan, dan budaya dari
tempat yang dikunjungi.
h. Wisata Alam (Scenic Tourism)
Kegiatan wisata untuk melihat pemandangan alam yang spektakuler dapat di

sebut sebagai wisata alam. seperti mengunjungi lokasi Air terjun, hiking,
melihat matahari terbit dari puncak gunung, dan sebagainya.
i. Wisata Hedonistik (Hedonistic Tourism)
Wisata Hedonistik adalah suatu wisata yang yang dimotivasi oleh keinginan
akan kenikmatan sensual, terangkum dalam empat „S‟s‟, yaitu sea, sun, sand,

20
Universitas Sumatera Utara

dan sex. Semua kegiatan wisata yang di lakukan akan berhubungan dengan
empat „S‟ tersebut.
j. Wisata Aktivitas (Activity Tourism)
Wisata aktivitas adalah sebuah kegiatan wisata yang didasarkan pada keinginan
akan sebuah pengalaman dan pandangan baru mengenai suatu objek wisata.
k. Wisata Minat Khusus (Special Interest Tourism)
Wisata minat khusus adalah jenis kegiatan wisata untuk menikmati minat
tertentu di lokasi yang baru atau lokasi yang familiar, atau mengembangkan
minat baru di lokasi yang baru atau lokasi yang familiar (Swarbrooke and
Horner, 1999)
Menurut Soetomo (1994), yang didasarkan pada ketentuan WATA (World
Association of Travel Agent), wisata adalah perjalanan keliling selama lebih dari
tiga hari yang dilaksanakan oleh wisatawan. Pengertian wisata lebih menekankan
pada kegiatan yang dilakukan oleh wisatawan dalam suatu perjalanan pariwisata.

2.4

Wisata Sejarah

2.4.1

Pengertian Wisata Sejarah
Pariwisata

berbasis

sejarah

merupakan

komponen

di

bidang

pengembangan kepariwisataan yang saat ini makin gencar dilakukan karena
pertimbangan bahwa setiap daerah memiliki sejarah yang berbeda dan unik yang
tidak dimiliki daerah lain (Mackellar, 2006).
Orientasi pengembangan pariwisata berbasis sejarah sangat menarik untuk
dikembangkan, di satu sisi memberikan dampak positif bagi penerimaan daerah

21
Universitas Sumatera Utara

dan di sisi lain memberikan manfaat bagi penumbuh-kembangan industri kreatif
yang berpengaruh bagi peningkatan pendapatan per kapita di daerah (Saleh,
2004).
Riset tentang wisata berbasis sejarah banyak dilakukan dengan berbagai
model pendekatan, misalnya dari aspek arsitektur, arkeologi, historis, keterlibatan
atau partisipasi publik, cost budgeting, konservasi, sosio-ekonomi-budaya dan
juga eksibisi yang dipromosikan (Shipley dan Kovacs, 2008).
Wisata sejarah (historic tourism) adalah salah satu bentuk wisata budaya.
Wisata budaya sendiri didefinisikan sebagai perjalanan yang dilakukan atas dasar
keinginan untuk memperluas pandangan hidup seseorang dengan mengadakan
kunjungan, mempelajari keadaan rakyat, kebiasaan dan adat istiadat, cara hidup,
budaya dan seni suatu daerah (Budiyono et al., 2012).
Pariwisata sejarah di berbagai belahan dunia saat ini menjadi populer
karena memberi pengalaman tersendiri bagi para wisatawan. Salah satu tempat
wisata sejarah yang paling terkenal saat ini adalah Tembok Besar di negara Cina
(Great Wall, China). Tembok besar Cina merupakan sebuah tembok raksasa yang
membentang sepanjang 6.350 km. Tembok besar ini dibangun pada masa
pemerintahan Kaisar Qin Shihuang (lebih dikenal dengan nama Shi Huang Ti)
pada tahun 221 SM, kemudian rancangannya disempurnakan pada masa Dinasti
Ming pada tahun 1368-1644. Ujung barat Tembok Besar Cina berakhir di Top
Lake, sedangkan ujung Timurnya berakhir di Shanhaiguan, Laut Bohai.
Shanhaiguan atau Shanhai Pass dijuluki sebagai “Old Dragon’s Head” atau
disebut juga “Laolongtou ” karena mirip naga yang kepalanya terbenam di laut.

22
Universitas Sumatera Utara

Dua tempat favorit wisatawan adalah Changtai Tower dan Nereus Temple.
Changtai Tower merupakan bangunan dua lantai dengan pondasi kayu dan bata,
berfungsi sebagai menara pemantau. Sementara itu, Nereus Temple merupakan
sebuah kuil bersejarah dari masa Dinasti Qing, dulunya menjadi tempat berdoa
para kaisar kepada leluhur sebelum melanjutkan perjalanan ke sebelah Timur Laut
Cina (www.ilmusiana.com).

Gambar 2.6 Changtai Tower, salah satu tempat favorit wisatawan
Sumber : www.google.co.id

Wisatawan yang berkunjung ke Tembok Besar Cina selalu ramai dan
mengalami peningkatan setiap tahunnya. Tercatat pada tahun 2001 sebanyak 2,5
juta wisatawan datang ke tempat ini dalam setahun dan pada tahun 2011
meningkat menjadi 70.000 pengunjung dalam sehari (www.chinahighlights.com).
Tempat wisata sejarah di Indonesia juga tak kalah menarik dibanding
tempat-tempat lainnya di luar negeri. Salah satu tempat wisata sejarah yang
terkenal di Indonesia adalah kawasan Kota Tua Jakarta. Kota Tua Jakarta terletak

23
Universitas Sumatera Utara

di Provinsi DKI Jakarta dengan luas kawasan 1,3 kilometer persegi. Kawasan
Kota Tua Jakarta memiliki banyak gedung-gedung bersejarah peninggalan jaman
Kolonial Belanda. Bangunan-bangunan tersebut berupa lima buah museum
(Museum Bank Mandiri, Museum Bank Indonesia, Museum Fatahillah, Museum
Seni Rupa dan Keramik Indonesia serta Museum Wayang), Gedung Pos
Indonesia, Gedung Kerta Niaga, Cafe Batavia, dan Rumah Merah. Terdapat juga
area terbuka yang pada akhir pekan dijadikan tempat kegiatan seni dan budaya
Indonesia. Dalam kawasan ini, pengunjung dapat berbelanja barang-barang yang
dijual pedagang kaki lima ataupun berkeliling dengan menyewa sepeda onthel
(www.indotravellers.com).

Gambar 2.7 Kawasan Kota Tua Jakarta
Sumber : www.google.co.id

Daya tarik yang terdapat di Kawasan Kota Tua ini adalah museummuseum yang letaknya berdekatan sehingga pengunjung bisa mencapainya
dengan berjalan kaki dari satu museum ke museum lain. Pengunjung dapat
menikmati dan belajar mengenai sejarah di masa perjuangan hingga kemerdekaan
Indonesia di Jakarta melalui museum-museum yang terdapat di kawasan ini
(www.indotravellers.com).

24
Universitas Sumatera Utara

Provinsi Sumatera Utara juga memiliki destinasi wisata berbasis sejarah.
Salah satunya adalah Istana Maimun yang terdapat di Kota Medan. Istana
Maimun merupakan peninggalan Kerajaan Deli yang saat itu disebut juga Istana
Putri Hijau. Istana Maimun dibangun pada tanggal 28 Agustus 1888 oleh Sultan
Mahmud Al Rasyid dan selesai pada tanggal 18 Mei 1891. Bangunan istana terdiri
dari dua lantai dengan tiga bagian, yaitu bangunan induk, bangunan sayap kanan
dan bangunan sayap kiri. Istana didesain dengan gaya tradisional Melayu dan pola
India Islam (Moghul) yang terlihat dari bentuk lengkungan atap.

Gambar 2.8 Istana Maimun, Medan
Sumber : www.google.co.id

Selain dapat menambah pengetahuan tentang sejarah Kerajaan Deli di
Kota Medan, wisatawan juga dapat menyewa baju adat melayu dan berfoto
layaknya bangsawan Melayu pada jaman dahulu.

25
Universitas Sumatera Utara

2.4.2

Tempat-tempat Wisata di Kota Pematangsiantar
Pematangsiantar, merupakan salah satu kota yang terdapat di Provinsi

Sumatera Utara memiliki karakteristik Kota Kolonial yang masih terlihat.
Gedung-gedung atau benda-benda bersejarah masih dapat terlihat di kota ini.
Namun, belum satupun benda bersejarah di kota ini terdaftar sebagai benda cagar
budaya. Beberapa tempat wisata termasuk wisata sejarah di Kota Pematangsiantar
dapat dilihat pada tabel 2.1 berikut:

Tabel 2.1 Daftar Beberapa Tempat Wisata di Kota Pematangsiantar
Jarak Lokasi dari
Jenis Wisata

Objek

Keterangan
Pusat Kota (km)

Taman Hewan
Wisata Pendidikan

0,80 km

Rahmat International Wildlife
1 km
Museum & Gallery
Lapangan Merdeka (Taman Bunga)
Kolam Renang Detis Sari Indah

0,30 km
1 km

Wisata Kesehatan

Wisata Alam

Kolam Renang Siantar Hotel

0,80 km

Gedung Olahraga

1,70 km

Permandian Karang Anyar

5 km

Permandian Sampuran

3 km

Taman Rekreasi Rindam

3 km

Permandian Timuran

6 km

Air Terjun Serbelawan

8 km

Bangunan Bersejarah

Kolam Renang Tirta Yudha (Bah
4,10 km
Sorma)
Wisata Budaya/

Museum Simalungun

0,12 km

Bangunan Bersejarah

26
Universitas Sumatera Utara

Jarak Lokasi dari
Jenis Wisata

Objek

Keterangan
Pusat Kota (km)

Sejarah

GKPS Sudirman

0,15 km

Bangunan Bersejarah

HKBP Martoba

1,5 km

Bangunan Bersejarah

Siantar Hotel

0,5 km

Bangunan Bersejarah

Monumen Perjuangan Rakyat

0,40 km

Situs Bersejarah

Lapangan H. Adam Malik

0,23 km

Kawasan Bersejarah

Mesjid Raya Siantar

0,80 km

Bangunan Bersejarah

Vihara Avalokitesvara

2,54 km

Gereja Katolik St. Laurensius

1,50 km

Bangunan Bersejarah

Wisata Ziarah

Makam Raja Siantar

1,16 km

Kawasan Bersejarah

Wisata Sosial

Siantar Waterpark

6 km

Toko Roti Ganda

1 km

Wisata Religi

Kuliner Siantar City Square

Wisata Kuliner

1,64 km

Miramar Restaurant

1 km

Rumah Makan Asmara Murni

1 km

Rumah Makan Garuda

2,83 km

Bakso Kota Cak Man

2 km

Rumah Makan Beringin Indah

4 km

Crystal Palace

2 km

Siantar Restaurant

0,8 km

Kedai Kopi Sedap

1 km

Mega Land City

3 km

Kedai Kopi Kok Tong

1,14 km

Kawasan Simpang Empat

0,60 km

Pasar Horas

1 km

Bangunan Bersejarah

Bangunan Bersejarah

Wisata Belanja
Suzuya Supermarket

0,71 km

27
Universitas Sumatera Utara

Jarak Lokasi dari
Jenis Wisata

Objek

Keterangan
Pusat Kota (km)

2.5

Supermarket Ramayana

2,26 km

Supermarket Hypermart

5 km

Revitalisasi Untuk Pengembangan Wisata Sejarah
Secara

ringkas,

revitalisasi

bangunan

cagar

budaya

seyogianya

mengandung tiga unsur perlakuan, yaitu :
a. Konservasi, yaitu pemeliharaan serta perbaikan bagian-bagian yang rusak
(pemugaran)
b. Pemberian nilai ekonomi, yaitu penambahan fungsi atau perubahan fungsi
sesuai dengan kebutuhan manusia masa kini, sehingga alih-alih menjadi cost
center bangunan cagar budaya hendaknya menjadi profit center.

c. Pemilihan jenis penggunaan yang dapat memberikan manfaat bagi masyarakat
luas, dengan demikian bangunan cagar budaya tidak menjadi sarana atau
wadah kegiatan yang eksklusif (Priatmojo, 2009).
Pendekatan ekonomi sebagai hasil kebijakan memang sangat penting,
tetapi aspek lain juga perlu mendapat perhatian, sebab keberhasilan dari
pengembangan sektor kepariwisataan pasca revitalisasi tidak hanya dipengaruhi
oleh objek wisata, tetapi juga dipengaruhi oleh banyak faktor (Adi et al, 2012).
Masyarakat lokal terutama penduduk yang bermukim disekitar kawasan
wisata menjadi pemain kunci dalam pariwisata, karena merekalah yang akan
menyediakan berbagai produk dan kualitas produk pariwisata. Dalam upaya
pengembangan pariwisata pemerintah harus lebih memberdayakan masyarakat

28
Universitas Sumatera Utara

lokal, di samping perencanaan yang matang dan bersinergi dengan berbagai
kepentingan (Susanto, 2014).
Hubungan antara revitalisasi untuk pengembangan wisata sejarah yang
berdampak pada meningkatnya perekonomian secara singkat dapat dilihat pada
gambar 2.9 berikut ini:

Kawasan/ Gedung Bersejarah

Tidak Berfungsi

Berfungsi

Difungsikan kembali pasca
revitalisasi

Menjadi Objek Wisata Sejarah
Meningkatkan Perekonomian

Faktor Pendukung Utama :
Masyarakat Lokal,
Pemerintah, Perencanaan yang
matang

Gambar 2.9 Skema hubungan Revitalisasi untuk Pengembangan Wisata Sejarah dengan
peningkatan perekonomian pada suatu kawasan/ kota

2.6

Studi Kasus Proyek Sejenis

2.6.1 Revitalisasi Goedang Ransoem, Sawahlunto, Sumatera Barat
Museum Gedung Ransum didirikan pada tahun 1918. Dulunya museum ini
dibangun untuk dijadikan dapur umum, tempat memasak untuk memenuhi
kebutuhan makanan bagi para buruh tambang. Pada saat dapur umum ini
dibangun, Pemerintah Kolonial sudah memanfaatkan kemajuan teknologi untuk
memasak, yaitu dengan menggunakan teknologi uap panas. Sejak tahun 1945,
Dapur Umum tidak lagi efektif sebagai penyedia kebutuhan makanan bagi
pegawai tambang. Tempat tersebut diambil alih oleh Tentara Kedaulatan Republik

29
Universitas Sumatera Utara

Indonesia (TKRI). Pada tahun 1948, dapur umum kembali beralih fungsi menjadi
tempat memasak makanan bagi tentara Belanda. Aktifitas memasak di dapur
umum berhenti sejak tahun 1950. Pada tahun 1950-1960, Dapur Umum
dimanfaatkan sebagai tempat penyelenggaraan Administrasi PT. BO, kemudian
beralih bangunan ini berubah fungsi menjadi tempat pendidikan formal setingkat
SMP pada tahun 1970-2005. Hingga sekarang, bangunan ini difungsikan menjadi
tempat hunian bagi karyawan tambang (www.wisatakandi.com).

Gambar 2.10 Kondisi Goedang Ransoem sebelum revitalisasi
Sumber : Pedoman Revitalisasi Kawasan, 2011

Melihat latar belakangnya, bekas dapur umum tersebut begitu banyak
menyimpan sejarah perjalanan Kota Sawahlunto. Seiring visi dan misi Pemerintah
Daerah yang mencanangkan, bahwa pada tahun 2020, Sawahlunto menjadi Kota
Wisata Tambang yang Berbudaya, maka bekas dapur umum ini ditetapkan
menjadi Museum Gudang Ransum oleh Wakil Presiden Republik Indonesia, Jusuf
Kalla (www.wisatakandi.com).

30
Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.11 Kondisi Goedang Ransoem setelah revitalisasi
Sumber : Pedoman Revitalisasi Kawasan, 2011

2.6.2

Revitalisasi Gedung Arsip Nasional, Jakarta
Bangunan ini yang awalnya adalah rumah tinggal seorang petinggi VOC

bernama Reinier de Klerk yang merupakan Gubernur-Jendral Hindia-Belanda
XXXI. Rancangan dasar kompleks bangunan ini dibuat sendiri oleh de Klerk.
Bangunan utamanya mengikuti model closed Dutch style atau Indische
Woonhuizen dengan ciri tanpa beranda, baik di bagian depan maupun di

belakangnya. Konon model ini sesuai untuk rumah di daerah tropis. Jendelajendela berukuran besar dan jumlahnya relatif banyak merupakan ciri lain dari
rumah tropis di samping langit-langit yang tinggi.

31
Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.12 Gedung Arsip Nasional sebelum Konservasi
Sumber : www.google.co.id

Sepeninggal de Klerk bangunan ini telah berganti-ganti kepemilikannya.
Sampai akhirnya pada tahun 1925, setelah dipakai untuk kantor dinas
pertambangan, pemerintah memutuskan untuk menjadikannya Landsarchief atau
Arsip Negara. Berbagai perbaikan dilakukan, taman-taman di bagian depan dan
belakang rumah induk dikembalikan seperti semula. Paviliun diperbaiki untuk
menyesuaikan dengan fungsi barunya. Setelah pengakuan kedaulatan RI oleh
pemerintah Belanda pada 1949, Arsip Negara diubah menjadi Kantor Arsip
Negara yang berada di bawah Departemen PP&K. Pada 1961 diubah lagi menjadi
Gedung Arsip Nasional hingga sekarang.
Namun seiring usianya yang semakin menua, perlahan-lahan gedung mulai
mengalami pelapukan di sana sini, terutama yang berbahan kayu. Sistem drainase
yang dirancang sebelumnya sudah tidak lagi memadai. Sehingga ketika terjadi
hujan, air menggenang di sekitar bangunan. Keadaan lingkungan di kiri-kanan
yang padat bangunan, di sepanjang Jl. Gajah Mada, ikut menyebabkan genangan
itu. Melihat kondisi yang demikian itu sejumlah pengusaha asal Belanda di
Jakarta tergerak untuk melakukan pemugaran demi pelestariannya. Maka pada

32
Universitas Sumatera Utara

1993 dibentuklah Stichting Commite Cadeau Indonesie (SCCI) atau Yayasan
Komite Hadiah Indonesia di Belanda, yang bertugas menghimpun dana.

Gambar 2.13 Suasana Gedung Arsip Nasional setelah Revitalisasi,
dapat dijadikan tempat resepsi pernikahan
Sumber : www.google.co.id

Revitalisasi dan renovasi melibatkan perusahaan konsultan dan kontraktor
utama, yakni PT Han Awal Architects & Partners, Budi Liem Architects &
Partners, PT Decorient-Balast Joint Operation Project, dan PT MLD (Belanda).
Dalam proyek ini dilibatkan juga ahli-ahli lain, di antaranya beberapa arkeolog
dari Direktorat Perlindungan dan Pembinaan Peninggalan Sejarah dan Purbakala
(Ditbinjarah), Dirjen Kebudayaan, Depdikbud RI. Pemugaran bangunan diarahkan
ke kondisi sebelum 1925, yang tidak lain adalah bangunan yang didirikan de
Klerk. Sebab, ketika masih sebagai Landsarchief pada 1925, beranda pada kedua
paviliun di belakang rumah induk ditutup untuk kepentingan penyimpanan arsip.
Sekarang setelah mengalami renovasi, kompleks Gedung Arsip Nasional
mengalami banyak sekali perubahan, selain aspek fisik yaitu tampilan bangunan
yang mengalami

peremajaan, aspek

fungsi

bangunan juga mengalami

pertambahan. Selain dapat difungsikan sebagai tempat penyimpanan dokumen
dokumen bersejarah, bangunan ini juga dapat dijadikan sebagai salah satu obyek

33
Universitas Sumatera Utara

wisata sejarah di Jakarta, bahkan ada yang pernah juga menggunakan sebagai
tempat resepsi pernikahan.

2.6.3

Revitalisasi Gedung Merdeka, Bandung
Museum Konferensi Asia Afrika (KAA) merupakan museum khusus untuk

mengabadikan Konferensi Asia Afrika (KAA) yang berlangsung pada tahun 1955
di Gedung Merdeka. KAA berperan besar bagi perjuangan kemerdekaan negaranegara Asia dan Afrika yang pada waktu itu berada dalam kolonialisasi bangsa
Eropa. Museum KAA telah terdaftar dalam Peraturan Daerah No. 19 Tahun 2009
sebagai salah satu Bangunan Cagar Budaya di Kota Bandung. Museum KAA
terletak di Jalan Asia Afrika No. 65 Bandung. Bangunan yang sekarang berfungsi
sebagai Museum KAA dibangun pada tahun 1895. Pada tahun tersebut tempat ini
hanya berupa bangunan sederhana, yang sebagian dindingnya terbuat dari papan
dan penerangan halamannya memakai lentera minyak tanah. Bangunan ini berada
di sudut jalan Groote Postweg (sekarang Jalan Asia Afrika) dan Bragweg
(sekarang Jalan Braga). Sisi sebelah kanannya berdekatan dengan kali
Tjikapoendoeng (Cikapundung) yang sejuk karena banyak ditumbuhi pohon

rindang (http://asianafrican-museum.org/).

34
Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.14 Gedung Concordia tahun 1895
Sumber : http://asianafrican-museum.org/

Pada tahun 1921, dilakukan pembenahan pada gedung tersebut agar lebih
menarik, yaitu dengan cara merenovasi bagian sayap kiri bangunan oleh
perancang C. P. Wolf Schoemaker dengan gaya arsitektur Art Deco. Gedung ini
berubah wajah menjadi gedung pertemuan super club yang paling mewah,
lengkap, eksklusif dan modern di Nusantara (http://asianafrican-museum.org/).

Gambar 2.15 Gedung Concordia tahun 1921
Sumber : http://asianafrican-museum.org/

Societeit Concordia kembali mengalami perombakan pada tahun 1940
dengan gaya arsitektur International Style oleh Arsitek A. F. Albers. Bangunan
gaya arsitektur ini bercirikan dinding tembok plesteran dengan atap mendatar,

35
Universitas Sumatera Utara

tampak depan bangunan terdiri dari garis dan elemen horizontal, sedangkan
bagian gedung bercorak kubisme (http://asianafrican-museum.org/).

Gambar 2.16 Gedung Concordia tahun 1949
Sumber : http://asianafrican-museum.org/

Pada masa pendudukan Jepang, bangunan utama gedung ini berganti nama
menjadi Dai Toa Kaikan yang digunakan sebagai pusat kebudayaan. Sedangkan
bangunan sayap kiri gedung diberi nama Yamato yang berfungsi sebagai tempat
minum-minum, yang kemudian terbakar (1944).
Setelah Proklamasi Kemerdekan Indonesia (17 Agustus 1945), gedung ini
dijadikan markas pemuda Indonesia menghadapi tentara Jepang dan selanjutnya
menjadi tempat kegiatan Pemerintah Kota Bandung. Pada masa pemerintahan
presiden pertama (1946 – 1950), fungsi gedung dikembalikan menjadi tempat
rekreasi.
Menjelang Konferensi Asia Afrika, gedung itu mengalami perbaikan dan
diubah namanya oleh Presiden Indonesia, Soekarno, menjadi Gedung Merdeka
pada 7 April 1955. Setelah terbentuk Konstituante Republik Indonesia sebagai
hasil pemilihan umum tahun 1955, Gedung Merdeka dijadikan Gedung
Konstituante. Ketika konstituante dibubarkan melalui Dekrit Presiden 5 Juli 1959,

36
Universitas Sumatera Utara

gedung ini dijadikan tempat kegiatan Badan Perancang Nasional (Bapenas),
kemudian diubah menjadi Gedung Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara
(MPRS) dari tahun 1960-1971. Pada 1965, di gedung tersebut berlangsung
Konferensi Islam Afrika Asia (http://asianafrican-museum.org/).

Gambar 2.17 Gedung Concordia menjadi Gedung Medeka tahun 1955
Sumber : http://asianafrican-museum.org/

Setelah meletus pemberontakan G30S tahun 1965, Gedung Merdeka
dikuasai oleh instansi militer dan sebagian dari gedung tersebut dijadikan tempat
tahanan politik. Pada 1966, pemeliharaan gedung diserahkan dari pemerintah
pusat ke Pemerintah Daerah Tingkat I Jawa Barat, yang selanjutnya diserahkan
lagi pelaksanaannya kepada Pemerintah Daerah Tingkat II Kotamadya Bandung.

37
Universitas Sumatera Utara

Tahun 1968, MPRS mengubah surat keputusannya dengan ketentuan bahwa yang
diserahkan adalah bangunan induk gedung, sedangkan bangunan-bangunan
lainnya yang terletak di bagian belakang masih tetap menjadi tanggung jawab
MPRS. Tahun 1969, pengelolaan gedung diambil alih kembali oleh Pemerintah
Daerah Tingkat I Jawa Barat dari Pemerintah Daerah Tingkat II Kotamadya
Bandung (http://asianafrican-museum.org/).

Gambar 2.18 Lokasi Museum Asia Afrika setelah Revitalisasi Gedung Merdeka
Sumber : Fitriyani, 2014

Pada Peringatan Konferensi Asia-Afrika ke-25, 8 April 1980, bangunan
sayap Gedung Merdeka diresmikan sebagai Museum Konferensi Asia Afrika.
Gedung Merdeka dan Museum KAA berada dibawah otoritas Kementrian Luar
Negeri, adapun masalah pengelolaan dan pemeliharaan diserahkan kepada
Pemerintah Provinsi Jawa Barat (Fitriyani, 2014).

38
Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.19 Layout dan Storyline Museum Konferensi Asia-Afrika
Sumber : Fitriyani, 2014

Gambar 2.20 Tampak Museum Konferensi Asia-Afrika dari arah Timur
Sumber : Fitriyani, 2014

39
Universitas Sumatera Utara