Aspek Hukum Internasional dan Hukum Nasional Indonesia atas Konsep Pembangunan Berkelanjutan dan Relevansinya dengan UNEP

BAB II
PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN DALAM HUKUM
INTERNASIONAL

A.

Konsep Pembangunan Berkelanjutan
Sebagaimana diketahui, bahwa salah satu tujuan utama pengelolaan

lingkungan hidup adalah terlaksananya pembangunan berkelanjutan dan
terkendalinya pemanfaatan sumber daya alam secara bijaksana. Untuk itu, sejak
awal perencanaan kegiatan sudah harus memperkirakan perubahan lingkungan,
akibat

pembentukan

menguntungkan,

suatu

maupun


kondisi
yang

lingkungan

merugikan

yang

akibat

baru,

baik

yang

diselenggarakannya


pembangunan.
Definisi Pembangunan menurut UU No. 32 Tahun 2009 adalah upaya
sadar dan terencana yang memadukan aspek lingkungan hidup, sosial, dan
ekonomi ke dalam strategi pembangunan untuk menjamin keutuhan lingkungan
hidup, serta keselamatan, kemampuan, kesejahteraan, dan mutu hidup generasi
masa kini dan masa depan 23. Pembangunan Berkelanjutan adalah proses
pembangunan (lahan, kota, bisnis, masyarakat, dan sebagainya) yang berprinsip
“memenuhi kebutuhan sekarang tanpa mengorbankan pemenuhan kebutuhan
generasi masa depan 24”.
Indonesia sampai saat ini masih menjadi negara yang berkembang. Ilmu
pengetahuan dan perekonomian yang ada di dunia global menjadi tolak ukur
sejauh mana negara ini berkembang. Sayangnya, beberapa masalah perekonomian
terutama kemiskinan yang dirasakan sebagian besar masyarakat Indonesia sulit
23

UU No. 32 Tahun 2009 pasal 1 ayat 3
http://id.wikipedia.org/wiki/pemb.berkelanjutan, diakses pada tanggal 02 November
2016 pukul : 11.18 WIB.
24


20

Universitas Sumatera Utara

21

untuk diselesaikan dan memperlambat laju pembangunan yang diharapkan untuk
tercipta. Pembangunan yang saat ini menjadi pemikiran adalah membuat suatu
pembangunan berkelanjutan dalam segi perekonomian dengan dibantu oleh
program pemerintah untuk menuju Indonesia yang lebih maju 25.
Pembangunan memiliki makna melakukan perubahan kearah yang lebih
baik. Pembangunan yang diharapkan dapat terlaksana dengan baik yaitu
pembangunan yang berkelanjutan. Menurut Jaya, Pembangunan Berkelanjutan
pada hakekatnya ditujukan untuk mencari pemerataan pembangunan antar
generasi pada masa kini maupun masa mendatang. Tujuan akhir dari setiap usaha
pembangunan adalah memperlakukan manusia, untuk memperbaiki kondisi
manusia dan memperbesar pilihan manusia 26.
Dalam pelaksanaan pembangunan berkelanjutan, sumber-sumber daya
alam harus digunakan secara rasional. Penggalian sumber kekayaan alam, harus di
usahakan agar tidak merusak Tata Lingkungan Hidup Manusia, untuk menunjang

pembangunan berkelanjutan, pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan
hidup

harus

memperhatikan

keseimbangan

lingkungan,

kelestarian

dan

kemampuannya, sehingga dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi
pembangunan dan kesejahteraan rakyat, dan bagi generasi mendatang.
Konsep pembangunan berkelanjutan dalam Hasil KTT Bumi di Rio De
Janeiro tahun 1992, mengandung dua gagasan penting, yaitu :
a. Gagasan Kebutuhan, khususnya kebutuhan pokok manusia untuk

mendukung hidup ;

25

Askar Jaya, Konsep Pembangunan Berkelanjutan”, sumber : http://www.
Rudyct.com/PPS702-ipb/09145/askar_jaya.pdf, diakses pada tanggal 01 November 2016, pada
pukul : 17.49 WIB
26
Kumpulan tulisan berjudul “Dimensi Manusia dalam Pembangunan Berkelanjutan”
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, 1998 hlm. 8

Universitas Sumatera Utara

22

b. Gagasan Keterbatasan, yaitu keterbatasan kemampuan lingkungan
untuk memenuhi kebutuhan baik masa sekarang maupun masa yang
akan datang 27.
Selain itu, Pembangunan berkelanjutan juga mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :
1. Memberi kemungkinan kepada kelangsungan hidup dengan jalan

melestarikan fungsi dan kemampuan ekosistem yang mendukungnya,
baik secara langsung maupun tidak langsung ;
2. Memanfaatkan sumber alam sebanyak alam atau teknologi pengelolaan
maupun menghasilkannya secara lestari ;
3. Memberikan kesempatan kepada sektor dan kegiatan lainnya untuk
berkembang bersama-sama baik di daerah dan kurun waktu yang sama
maupun di daerah dan kurun waktu yang berbeda secara sambung
menyambung ;
4. Meningkatkan dan melestarikan kemampuan dan fungsi ekosistem
untuk memasok sumber alam dan melindungi serta mendukung
perikehidupan secara terus-menerus ;
5. Menggunakan prosedur dan tata cara yang memperhatikan kelestarian
fungsi dan kemampuan ekosistem untuk mendukung perikehidupan,
baik masa kini maupun masa yang akan datang 28.
Setiap kegiatan pembangunan, di mana pun dan kapan pun pasti akan
menimbulkan dampak. Dampak disini dapat bernilai positif yang berarti
memberikan manfaat bagi kehidupan manusia dan dapat berarti negatif yaitu,

27


http://uwityangyoyo.wordpress.com/2011/12/01/348 diakses pada tanggal 02 November
pukul : 11.11 WIB
28
R.M. Gatot Soemartono, Mengenal Hukum Lingkungan Indonesia, Sinar Grafika,
Jakarta, 1999 hal. 145-146

Universitas Sumatera Utara

23

timbulnya risiko yang merugikan masyarakat. Dampak positif pembangunan
berkelanjutan sangatlah banyak, diantaranya adalah sebagai berikut :
1. Meningkatnya pertumbuhan ekonomi secara bertahap sehingga terjadi
perubahan struktur ekonomi yang lebih baik, maju, sehat dan
seimbang;
2. Meningkatnya kemampuan dan penguasaan teknologi yang akan
menumbuh kembangkan kemampuan dunia usaha nasional ;
3. Mamperluas dan memeratakan kesempatan kerja dan kesempatan
berusaha ;
4. Menunjang dan memperkuat stabilitas nasional yang sehat dan dinamis

dan rangka memperkokoh ketahanan nasional 29.
Demikian pula dampak positif pembangunan terhadap lingkungan hidup,
misalnya terkendalinya hama dan penyakit, tersedianya air bersih, terkendalinya
banjir, dan lain-lain. Adapun dampak negatif akibat kegiatan pembangunan
berkelanjutan terhadap lingkungan, yang sangat menonjol adalah masalah
pencemaran lingkungan.
Menurut Emil Salim, terdapat 5 pokok yang harus di kembangkan dengan
sungguh-sungguh untuk melaksanakan pembangunan berkelanjutan, yaitu sebagai
berikut :
1. Menumbuhkan

sikap

kerja

berdasarkan

kesadaran

saling


membutuhkan antara satu dengan yang lain. Hakikat lingkungan hidup
memuat hubungan saling kait-mengkait dan hubungan saling
membutuhkan antara sektor satu dengan sektor lainnya, bahkan antara
generasi sekarang dengan generasi mendatang. Oleh karena itu,

29

Ibid. hlm. 72-73

Universitas Sumatera Utara

24

diperlukan sikap kerjasama dengan semangat solidaritas antar sektor,
antar daerah, antarnegara dan antargenerasi ;
2. Kemampuan menyerasikan kebutuhan dengan kemampuan sumber
daya alam dalam menghasilkan barang dan jasa. Kebutuhan manusia
yang terus-menerus mengikat perlu di kendalikan untuk disesuaikan
dengan pola penggunaan sumber alam secara bijaksana ;

3. Mengembangkan sumber daya manusia agar mampu menanggapi
tantangan pembangunan tanpa merusak lingkungan. Untuk Indonesia,
yang akan memasuki tahap industrialisasi dalam Repelita-Repelita
yang akan datang, harus mampu mencegah terulangnya pola
industrialisasi yang merusak lingkungan seperti yang dialami oleh
Negara-negara maju ;
4. Mengembangkan kesadaran lingkungan di kalangan masyarakat
sehingga tumbuh menjadi kesadaran berbuat ;
5. Menumbuhkan lembaga-lembaga swadaya masyarakat yang dapat
mendayagunakan dirinya untuk menggalakan partisipasi lingkungan
hidup 30.

A.1.

Prinsip Pembangunan Berkelanjutan
Makna

pembangunan

berkelanjutan


akan

menjadi

lemah

karena

pertumbuhan meningkat. Dalam Prinsip Keberlanjutan, dimana sistem-sistem
yang berperan harus mampu dipertahankan dalam jangka panjang 31.
KTT Bumi di Rio De Janeiro dalam sidangnya menghasilkan Prinsipprinsip Pembangunan Berkelanjutan, Prinsip-Prinsip tersebut antara lain adalah :
30

Ibid. Hlm. 69-71
Kumpulan Tulisan berjudul “Dimensi Manusia dalam Pembangunan Berkelanjutan”
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, 1998 hlm. 9
31

Universitas Sumatera Utara

25

a. Prinsip Keadilan Antar Generasi ;
b. Prinsip Keadilan Dalam Generasi ;
c. Prinsip Pencegahan Dini ;
d. Prinsip Perlindungan Keanekaragaman Hayati 32.
Selain itu, Pembangunan Berkelanjutan juga mempunyai Prinsip Dasar.
Adapun Prinsip dasar pembangunan berkelanjutan meliputi:
1. Pemerataan dan keadilan sosial dalam hal ini pembangunan
berkelanjutan harus menjamin adanya pemerataan untuk generasi
sekarang dan generasi yang akan datang, berupa pemerataan distribusi
sumber lahan, faktor produksi dan ekonomi yang berkeseimbangan,
berupa kesejahteraan semua lapisan masyarakat ;
2. Menghargai keanekaragaman, perlu dijaga keanekaragaman hayati dan
keanekaragaman budaya. Keanekaragaman hayati adalah prasyarat
untuk memastikan bahwa sumber daya alam selalu tersedia secara
berkelanjutan untuk masa kini dan yang akan datang. Pemeliharaan
keanekaragaman budaya akan mendorong perlakuan merata terhadap
setiap orang dan membuat pengetahuan terhadap tradisi berbagai
masyarakat dapat lebih dimengerti oleh masyarakat ;
3. Mengunakan pendekatan integratif. Pembangunan berkelanjutan
mengutamakan keterkaitan antara manusia dengan alam. Manusia
mempengaruhi alam dengan cara bermanfaat dan merusak karena itu
pemanfaatan harus didasarkan pada pemahaman akan kompleknya
keterkaitan antara sistem alam dan sistem sosial dengan cara-cara yang
lebih integrative dalam pelaksanaan pembangunan,
32

http://uwityangyoyo.wordpress.com/2011/12/01/348 diakses pada tanggal 02 November
pukul :11.11 WIB

Universitas Sumatera Utara

26

4. Perspektif jangka panjang, dalam hal ini pembangunan berkelanjutan
sering kali diabaikan karena masyarakat cenderung menilai masa kini
lebih utama dari masa yang akan datang. Karena itu persepsi semacam
itu perlu dirubah 33.
Dalam rangka mencapai tujuan Pembangunan Nasional, penting untuk
menanggapi tantangan pembangunan yang timbul dalam kurun waktu tertentu
secara tepat. Permasalahan di atas menunjukkan bahwa hal mendasar yang harus
dilakukan dalam pembangunan adalah perombakan struktur ekonomi Indonesia.
Hal ini dikarenakan struktur ekonomi terlalu berat pada pertanian dan pengelolaan
bahan mentah, yang semuanta berorientasi ke luar dan peka terhadap gejolak
perubahan harga di pasaran dunia 34.

B.

Pilar Pembangunan Berkelanjutan
Kemajuan suatu bangsa hanya dapat dicapai dengan melaksanakan

pembangunan di segala bidang. Pembangunan merupakan proses pengolahan
sumber daya alam dan pendayagunaan sumber daya manusia dengan
memanfaatkan

teknologi.

Dalam

pola

pembangunan

tersebut,

perlu

memperhatikan fungsi sumber daya alam dan sumber daya manusia, agar dapat
terus menerus menunjang kegiatan atau proses pembangunan yang berkelanjutan.
Pengertian pembangunan berkelanjutan itu sendiri adalah : Perubahan positif
sosial ekonomi yang tidak mengabaikan sistem ekologi dan sosial dimana
masyarakat bergantung kepadanya. Keberhasilan penerapannya memerlukan
kebijakan, perencanaan, dan proses pembelajaran sosial yang terpadu, viabilitas

33

Salmani, Pembangunan Berkelanjutan dan Implikasinya di Indonesia, Pada Bahan
Kuliah Keseimbangan Lingkungan dan Pembangunan.
34
R.M. Gatot Soemartono,Mengenal Hukum Lingkungan Indonesia, Sinar Grafika,
Jakarta, 1999 hal. 62-67.

Universitas Sumatera Utara

27

politiknya tergantung pada dukungan penuh masyarakat melalui pemerintahannya,
kelembagaan sosialnya, dan kegiatan dunia usahanya 35.
Secara implisit, definisi tersebut menurut Hegley, Jr. 1992 mengandung
pengertian strategi imperatif bagi pembangunan berkelanjutan sebagai berikut :
a. Berorientasi untuk pertumbuhan yang mendukung secara nyata tujuan
ekologi, sosial dan ekonomi.
b. Memperhatikan batas-batas ekologis dalam konsumsi materi dan
memperkuat pembangunan kualitatif pada tingkat masyarakat dan
individu dengan distribusi yang adil.
c. Perlunya campur tangan pemerintah, dukungan, dan kerja sama, dunia
usaha dalam upaya konservasi dan pemanfaatan yang berbasis sumber
daya.
d. Perlunya keterpaduan kebijakan dan koordinasi pada semua tingkat
dan antara yurisdiksi politik terkait dalam pengembangan energi bagi
pertumbuhan kebutuhan hidup.
e. Bergantung pada pendidikan, perencanaan, dan proses politik yang
terinformasikan, terbuka, dan adil dalam pengembangan teknologi dan
manajemen.
f. Mengintegrasikan biaya sosial dan biaya lingkungan dari dampak
pembangunan ke dalam perhitungan ekonomi 36.
Konsep pembangunan berkelanjutan memberikan implikasi adanya batas
yang di tentukan oleh tingkat masyarakat dan organisasi sosial mengenai sumber
daya alam, serta kemampuan biosfer dalam menyerap berbagai pengaruh aktivitas

35

http://jembatan4.blogspot.co.id/2013/08/tiga-pilar-pembangunan-berkelanjutan.html?m=1
diakses pada tanggal 02 November 2016 pukul :11.26
36
Aca Sugandhy dan Rustam Hakim, Prinsip Dasar Kebijakan Pembangunan
Berkelanjutan Berwawasan Lingkungan, Bumi Aksara, Jakarta, 2009 hal. 22

Universitas Sumatera Utara

28

manusia. Proses pembangunan berlangsung secara berlanjut dan di dukung
sumber daya alam yangada dengan kualitas lingkungan dan manusia yang
semakun berkembang dalam batas daya dukung lingkupannya. Pembangunan
akan memungkinkan generasi sekarang meningkatkan kesejahteraannya, tanpa
mengurangi kemungkinan bagi generasi masa depan untuk meningkatkan
kesejahteraannya 37.
Tiga pilar pembangunan berkelanjutan sejak Deklarasi Stockholm 1972
menuju Rio De Janeiro 1992, sampai dengan Rio + 10 di Johannesburg 2002
ditekankan perlunya koordinasi dan integrasi sumber daya alam, sumber daya
manusia, dan sumber daya buatan dalam setiap pembangunan nasional dengan
pendekatan

kependudukan,

pembangunan.

Lingkungan

yang

menjadi

pertimbangan sekarang adalah bagaimana pelaksanaan untuk mengintegrasikan
ketiga pilar tersebut 38.

B.1

Dimensi Pembangunan Berkelanjutan
Adapun Dimensi Pembangunan Berkelanjutan adalah sebagai berikut :

a.

Dimensi Sosial
Pemenuhan kebutuhan dasar bagi semua (Bruntland G.H 1987), keadilan
sosial, kesetaraan gender, rasa aman, menghargai diversitas budaya
Penekanan pada proses pertumbuhan sosial yang dinamis, keadilan sosial
dan pemerataan (Becker 1997) 39.
Masalah utama dimensi ini adalah pertumbuhan jumlah penduduk
masyarakat dunia, sehingga menimbulkan faktor-faktor tingkat penduduk
37

http://jembatan4.blogspot.co.id/2013/08/tiga-pilar-pembangunan-berkelanjutan.html?
m=1 , diakses pada tanggal 02 November 2016 pukul :11.26
38
Aca Sugandhy, Op. Cit hal. 23.
39
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/30654/4/Chapter%20II.pdf,diakses pada
tanggal 2 November 2016 pada pukul 11.19 Wib

Universitas Sumatera Utara

29

yang tidak terkendali, kemiskinan dan kekurangan air yang berujung pada
masalah kekurangan gizi pada manusia 40.

b.

Dimensi Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi untuk pemenuhan kebutuhan dasar (Bruntland),
ekonomi kesejahteraan, Ekonomi Kesejahteraan (Becker). 41
Masalah utama pada dimensi ekonomi adalah perubahan global dan
globalisasi, maksudnya adalah perubahan keadaan lingkungan hidup
global, globalisasi ekonomi, perubahan budaya dan konflik utara-selatan.
Dalam era Globalisasi, semua negara harus mempersiapkan diri setangguh
mungkin agar tidak tertindas oleh negara yang lebih kaya dan maju 42.

c.

Dimensi Lingkungan
Lingkungan untuk generasi sekarang dan yang akan datang (Bruntland),
Keseimbangan Lingkungan yang sehat, Lingkungan adalah dimensi sentral
dalam proses sosial (Becker) 43.

B.2

Dimensi Manusia sebagai Subjek dan Objek Pembangunan Sosial
Ekonomi

a)

Manusia sebagai Individu
Proses pembangunan seharusnya menempatkan manusia sebagai subjek

sekaligus objek pembangunan, karena ia merupakan pelaksana pembangunan.
Manusia menjadi objek pembangunan, sebab sasaran hasil pembangunan pada
40

http://pustaka.unpad.ac.id/wpcontent/uploads/2009/06/jurnal_Imfe_pemb_berkelanjutan-ekonomiekologi-sust_commsust_rep_fani.pdf, hlm. 3 diakses pada tanggal 02 November 2016 pada pukul : 11.29 Wib
41
Op. Cit. Diakses pada tanggal 02 November 2016 pukul 11.19 WIB
42
Op. Cit. Pustaka Unpad. Hlm. 5, diakses pada tanggal 02 November 2016 pada pukul :
11.29 WIB
43
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/30654/4/Chapter%20II.pdf,diakses pada
tanggal 2 November 2016 pada pukul 11.19 WIB

Universitas Sumatera Utara

30

hakikatnya untuk kepentingan manusia itu sendiri. Pembangunan dilaksanakan
oleh dan untuk manusia, karenanya, aspek kesejahteraan yang adil dan merata di
setiap wilayah harus diupayakan. Dalam pelaksanaan pembangunan, manusia
memiliki hak dan kewajiban. Hak dan kewajiban ini di atur sedemikian rupa
sehingga kedudukan manusia sebagai subjek dan objek pembangunan dapat
terwujud 44.
Dalam pembangunan lingkungan hidup Indonesia, masalah hak dan
kewajiban pengelolaan lingkungan di atur dalam UU No. 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup khususnya pada Bab III yang
mengatur hak dan kewajiban dan peran masyarakat, yakni pada pasal 6 dan pasal
7. Pasal 5 UU No. 32 Tahun 2009 ini mengatur menganai hak setiap orang, yakni:
a. Setiap orang mempunyai hak atas informasi lingkungan hidup yang
baik dan sehat.
b. Setiap orang mempunyai hak atas informasi lingkungan hidup, yang
berkaitan dengan peran dalam pengelolaan lingkungan hidup.
c. Setiap orang mempunyai hak untuk berperan dalam pengelolaan
lingkungan hidup, sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku 45.
Kemudian dalam Pasal 6 diatur mengenai kewajiban setiap orang yakni :
a. Setiap orang berkewajiban memelihara pelestarian fungsi lingkungan
hidup, mencegah serta menanggulangi pencemaran dan perusakan
lingkungan hidup.

44

Aca Sugandhy danRustam Hakim,Prinsip Dasar Kebijakan
Berkelanjutam Berwawasan Lingkungan, Bumi Aksara, Jakarta, 2009 hal. 24
45
UU No. 32 Tahun 2009 Pasal 5

Pembangunan

Universitas Sumatera Utara

31

b. Setiap orang yang melakukan usaha dan atau kegiatan, berkewajiban
memberikan informasi yang benar dan akurat mengenai pengelolaan
lingkungan hidup 46.
Kewajiban setiap orang ini tidak terlepas dari kedudukannya sebagai
anggota masyarakat, yang mencerminkan harkat manusia sebagai individu dan
makhluk sosial. Selanjutnya mengenai peran masyarakat dalam pengelolaan
lingkungan hidup beserta cara pelaksanaannya di atur dalam pasal 7, yakni
masyarakat mempunyai kesempatan yang sama dan seluas-luasnya untuk berperan
dalam pengelolaan lingkungan hidup. Pelaksanaan hal tersebut dilakukan dengan
cara :
a. Meningkatkan kemandirian, keberdayaan masyarakat, dan kemitraan.
b. Menumbuhkembangkan kemampuan dan kepeloporan masyarakat.
c. Menumbuhkan ketanggapan masyarakat untuk melakukan pengawasan
sosial.
d. Memberikan sarana pendapat.
e. Menyampaikan informasi dan atau menyampaikan laporan 47.
b)

Manusia sebagai Masyarakat dan Bangsa
Manusia sebagai anggota masyarakat dan bangsa, di samping hak dan

kewajibannya, dituntut peranannya dalam pembangunan suatu bangsa. Untuk itu,
setiap orang dalam suatu masyarakat dan bangsa dituntut untuk memiliki visi ke
depan atau masa mendatang sebagai suatu tantangan yang akan mereka hadapi
dengan tindakan aktif dan kreatif. Setiap orang perlu mempelajari potensi yang
mereka miliki untuk menyiapkan masa depannya yang lebih baik.

46

Ibid. pasal 6
http://febyoktora-archi.blogspot.co.id/2011/05/dimensi-pembangunanberkelanjutan.html?m=1 diakses pada tanggal 02 November 2016 pada pukul : 11.36 WIB
47

Universitas Sumatera Utara

32

Sebagai bagian suatu bangsa, setiap manusia di tuntut membawa misi
untuk mampu menjamin kebutuhan masa depan, secara pasti dan memuaskan,
bagi setiap orang dalam masyarakat secara adil, pasti, dan penuh perhatian akan
semua kebutuhan dasar bagi kehidupan. Jaminan kebutuhan masa depan ini juga
menyangkut masa depan bangsanya, artinya generasi masa depan bangsa juga
harus terjamin kebutuhan hidupnya 48.
Dalam konsep pembangunan berkelanjutan, terkandung makna bahwa
segala upaya pemanfaatan sumber daya, pengembangan teknologi, perubahan
tatanan kelembagaan, peningkatan investasi harus di arahkan secara harmonis dan
terpadu untuk memenuhi kebutuhan generasi masa kini dan generasi masa
mendatang. Hal ini dinyatakan secara tegas oleh Komisi Dunia untuk
Pembangunan dan Lingkungan di Stockholm, Swedia tahun 1984 yakni manusia
pada

prinsipnya

memiliki

kemampuan

untuk

membuat

pembangunan

berkelanjutan, sehingga terjamin pemenuhan kebutuhan manusia untuk hari ini,
tanpa mengurangi hak generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhannya akan
sumber daya alam 49.
c)

Dimensi Ruang Wilayah dari Pembangunan Berkelanjutan
Pembangunan Berkelanjutan merupakan suatu proses pembangunan yang

mengoptimalkan manfaat sumber daya alam dan sumber daya manusia secara
berkelanjutan, dengan cara menyerasikan aktivitas manusia sesuai dengan
kemampuan sumberdaya alam yang menopangnya dalam suatu ruang wilayah
daratan, lautan, dan udara sebagai satu kesatuan 50.

48

Aca Sugandhy dan Rustam Hakim, Prinsip Dasar Kebijakan Pembangunan
Berkelanjutam Berwawasan Lingkungan, Bumi Aksara, Jakarta, 2009 hal. 25
49
http://febyoktora-archi.blogspot.co.id/2011/05/dimensi-pembangunan-berkelanjutan
html?m=1 diakses pada tanggal 02 November 2016 pada pukul : 11.36 WIB
50
Aca Sugandhy, Op. Cit. Hlm. 26

Universitas Sumatera Utara

33

Pembangunan Berkelanjutan tidak bisa dilepaskan dengan pemanfaatan
ruang wilayah beserta potensi sumber daya yang ada bagi tujuan pembangunan
manusia atau masyarakatnya itu sendiri. Hal yang berkaitan dengan upaya
pelayanan pada masyarakat dalam optimalisasi pemanfaatan ruang wilayah harus
di analisis secara dinamis. Pembangunan yang dititik beratkan pada segi
kebutuhan kualitas hidup manusia dalam pemanfaatan ruang wilayah, meliputi
masalah :
1. Pengentasan Kemiskinan
2. Pola Konsumsi dan Pola Produksi
3. Dinamika Kependudukan
4. Pengelolaan dan Peningkatan Kesehatan
5. Pengembangan Perumahan dan Permukiman 51.

C.

Pengaturan

Hukum

Internasional

tentang

Pembangunan

Berkelanjutan
a)

Deklarasi Stockholm
Latar belakang yang mendasari sampai dengan di keluarkannya Deklarasi

Stockholm merupakan peristiwa yang sangat bersejarah bagi hukum lingkungan.
Perhatian terhadap masalah lingkungan hidup ini dimulai di kalangan Dewan
Keamanan dan Sosial PBB pada waktu di adakan peninjauan terhadap hasil-hasil
gerakan “Dasawarsa Pembangunan Dunia ke-1 (1960-1970)” guna merumuskan
strategi “Dasawarsa Pembangunan Dunia ke-2 (1970-1980)”. Dalam laporannya,
Sekretaris Jenderal PBB menyatakan betapa mutlak perlunya dikembangkan sikap

51

Op. Cit.diakses pada tanggal 02 November 2016 pada pukul : 11.36 WIB

Universitas Sumatera Utara

34

dan tanggapan baru terhadap lingkungan hidup. Maksud untuk menangani
masalah-masalah lingkungan hidup itu adalah demi pertumbuhan ekonomi dan
sosial, khususnya mengenai perencanaan, pengelolaan, dan pengawasan 52.
Bertepatan dengan di umumkannya “Strategi Pembangunan Internasional”
bagi Dasawarsa Pembangunan Dunia ke-2 (The Second UN-Development
Decade), yang dimulai pada tanggal 1 Juni 1970, Sidang Umum PBB menyerukan
untuk meningkatkan usaha dan tindakan nasional serta internasional guna
menanggulangi proses kemerosotan kualitas lingkungan hidup, agar dapat
diselamatkan keseimbangan dan keserasian ekologis, demi kelangsungan hidup
manusia 53.

Dalam Laporan tahun 1971, Panitia Persiapan menyarankan adanya 6 mata
acara bagi konferensi sebagai mata acara pokok, yaitu :
1. Perencanaan dan pengelolaan pemukiman manusia demi kualitas
lingkungan hidup ;
2. Segi-segi lingkungan hidup dalam pengelolaan sumber-sumber daya
alam ;
3. Identifikasi dan pengendalian jenis-jenis pencemaran dan gangguan
yang berpengaruh internasional secara luas ;
4. Segi-segi pendidikan, penerangan, sosial, dan kebudayaan dalam
masalah-masalah lingkungan hidup ;
5. Pembangunan dan lingkungan hidup ;

52

R.M. Gatot Soemartono, Mengenal Hukum Lingkungan Indonesia, Sinar Grafika,
Jakarta, 1999 hal. 20.
53
Syahrul Machmud, Penegakan Hukum Lingkungan Indonesia, Graha Ilmu, Edisi
Kedua, Yogyakarta, 2012, Hlm. 7

Universitas Sumatera Utara

35

6. Implikasi organisasi secara internasional mengenai tindakan-tindakan
yang di usulkan konferensi 54.
Di samping sara tersebut di atas, panitia persiapan telah membentuk
“Panitia Kerja Antar Pemerintah” guna menyiapkan bahan-bahan serta rancangan
perumusan mengenai :
1. Deklarasi tentang lingkungan hidup manusia ;
2. Pencemaran laut ;
3. Pencemaran tanah ;
4. Monitoring dan Pengawasan ;
5. Konversi alam 55.
Selanjutnya diadakanlah konferensi PBB tentang lingkungan Hidup
Manusia diselenggarakan di Stockholm pada tanggal 5- 16 Juni 1972, diikuti oleh
113 negara dan beberapa pulau peninjau. Uni Soviet dan Negara-negara Eropa
Timur telah memboikot Konferensi ini sebagai protes terhadap ketentuan yang
menyebabkan beberapa negara tidak diundang dengan kedudukan yang sama
dengan peserta-peserta lain, seperti antara lain : Republik Demokrasi Jerman 56.
Pada akhir Sidang, yaitu pada tanggal 16 Juni 1972, Konferensi
mengesahkan hasil-hasilnya, berupa :
1. Deklarasi tentang Lingkungan Hidup Manusia, terdiri atas : Preamble
dan 26 asas yang lazim disebut Stockholm Declaration ;
2. Rencana Aksi Lingkungan Hidup Manusia (Action Plan), terdiri dari
109 rekomendasi termasuk di dalamnya 18 rekomendasi tentang
Perencanaan dan Pengelolaan Pemukiman Manusia ;

54

Moh. Taufik Makarao, Aspek-Aspek Hukum Lingkungan, Indeks, 2006, Hlm. 184
R.M. Gatot Soemartono, Mengenal Hukum Lingkungan Indonesia, Sinar Grafika,
Jakarta, 1999 hal. 22.
56
Mohammad Taufik Makarao, Op. Cit. hlm,186
55

Universitas Sumatera Utara

36

3. Rekomendasi tentang Kelembagaan dan Keuangan yang menunjang
Pelaksanaan Rencana Aksi tersebut di atas, terdiri dari :
a. Dewan Pengurus (Governing Council) Program Lingkungan Hidup
(UN Environment Programme) ;
b. Secretariat, yang di Kepalai oleh Seorang Direktur Eksekutif ;
c. Dana Lingkungan Hidup ;
d. Badan Koordinasi Lingkungan Hidup 57.
Dengan suatu Resolusi Khusus, Konferensi menetapkan tanggal 5 Juni
sebagai “Hari Lingkungan Hidup Sedunia”.
Pengaturan

tentang

Pembangunan

Berkelanjutan

dalam

Deklarasi

Stockholm tidak memuat secara jelas tentang Pembangunan Berkelanjutan, tetapi
hanya

menjelaskan

hubungan

antara

perlindungan

lingkungan

dengan

Pembangunan ekonomi. Hubungan tersebut telah dimuat dengan jelas dalam
prinsip-prinsip Deklarasi Stockholm, yaitu sebagai berikut :
a. Prinsip 4 ;
b. Prinsip 13;
c. Prinsip 15 ;
d. Prinsip 16 ;
e. Prinsip 17 ;
f. Prinsip 18 ;
g. Prinsip 19 ;
h. Prinsip 20 ;
Dengan adanya Deklarasi Stockholm ini, perkembangan Hukum
Lingkungan telah memperoleh dorongan yang kuat, baik pada taraf nasional,
57

Marhaeni Ria Siombo, Hukum Lingkungan dan pelaksanaan Pembangunan
Berkelanjutan di Indonesia, PT Gramedia, Pustaka Umum, Jakarta, 2002, Hlm. 17

Universitas Sumatera Utara

37

regional, maupun internasional dan di dorong oleh hasil kerja WCED (World
Commission on Environment and Development) yang dibentuk PBB untuk
memenuhi keputusan Sidang Umum PBB pada Desember 1983. WCED
mendekati masalah lingkungan dan pembangunan dari 6 sudut pandang.
Keenam sudut pandang ini digunakan dalam meneropong masalahmasalah pembangunan berkelanjutan, yaitu :
a. Perspektif kependudukan, pembangunan ekonomi, teknologi ;
b. Pengembangan energi berwawasan lingkungan, termasuk CO2, polusi
udara, hujan asam, kayu bakar dan lain-lain;
c. Pengembangan

industri

berwawasan

lingkungan,

termasuk

pencemaran kimia, pengelolaan limbah, dan daur ulang ;
d. Pengembangan pertanian, termasuk erosi tanah, hilangnya lahan
pertanian ;
e. Kehutanan, pertanian dan lingkungan, termasuk hutan tropis dan
diversitas biologi ;
f. Hubungan ekonomi internasional dan lingkungan, termasuk bantuan
ekonomi, kebijaksanaan moneter, kebijaksanaan perdagangan;
g. Kerjasama internasional 58.

b)

WCED (The World Commission on Environment and Development)
Kegiatan global yang juga berhubungan dengan masalah pembangunan

berwawasan lingkungan dilakukan oleh WCED, yang pertama kali mengadakan
pertemuan tanggal 1-3 Oktober 1984 di Geneva. Kegiatan WCED banyak
memberikan pengaruh dan arah terhadap keserasian antara pembangunan dan
58

R.M. Gatot Soemartono,. Mengenal Hukum Lingkungan Indonesia, Sinar Grafika,
Jakarta, 1999 hal. 27.

Universitas Sumatera Utara

38

lingkungan di banyak negara di dunia. Sejalan dengan penugasan dari Sidang
Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk merumuskan pemikiran tentang “A
global agenda for change 59” .
Perkembangan terbaru dalam pengembangan kebijaksanaan lingkungan
hidup didorong oleh hasil kerja WCED. WCED dibentuk PBB memenuhi
keputusan sidang PBB Desember 1983 dan dipimpin oleh Nyonya Harlem
Bruntland (Norwegia). Keanggoatan WCED ini mencakup pemuka-pemuka dari
Jimbabwe, Jerman Barat, Hungaria, Jepang, Guyana, Saudi Arabia, Italia,
Meksiko, Alzajair, Nigeria, Yugoslavia, Indonesia.

Sekretaris Jendral WCED berkedudukan di Geneva. Tugas WCED adalah:
1. Mengajukan strategi jangka panjang, pengembangan lingkungan
menuju pembangunan yang berkelanjutan di tahun 2000 dan
sesudahnya.
2. Mengajukan cara-cara supaya keprihatinan terhadap lingkungan dapat
dituangkan dalam kerjasama antara negara untuk mencapai keserasian
antar

kependudukan,

sumber

daya

alam,

supaya

masyarakat

lingkungan

dan

pembangunan.
3. Mengajukan

cara-cara

internasional

dapat

menanggapi secara aktif, pola pembangunan berkelanjutan.
4. Mengajukan cara-cara lingkungan jangka panjang dapat ditanggapi
dalam agenda aksi untuk dasawarsa pembangunan 60.
59

Siti Sundari Rangkuti, Hukum Lingkungan dan Kebijakasanaan Lingkungan Nasional
Edisi ke-3, 2005, Erlangga, University Press, Surabaya, Hlm 56.

Universitas Sumatera Utara

39

Lebih lanjut
Sidang

di

Tokyo

pada tanggal 23-28 Februari 1987 WCED mengadakan
sebagai

akhir

pelaksanaan

tugas

dari

PBB

untuk

mengintegrasikan pembangunan berkelanjutan dalam prinsip-prinsip yang
dituangkan dalam Tokyo Declaration (27 Februari 1987) 61. WCED telah
menyampaikan hasil penyusunan laporan mengenai pembangunan berkelanjutan
kepada Sidang Umum PBB pada tahun 1987. Laporan tersebut berjudul “Our
Common Future”, yang menegakkan analisis terhadap hubungan yang erat antara
lingkungan dan pembangunan.
Disamping itu, tindak lanjut “Our Common Future” WCED menghasilkan
karya pakar hukum lingkungan yang juga dipublikasikan tahun 1987, prinsipPrinsip Hukum Lingkungan ini sangat penting dan bersifat inovatif dan perlu
dituangkan

kedalam

Peraturan

Perundang-Undangan

Lingkungan

dalam

Pembentukan Sistem Hukum Lingkungan Nasional 62.

c)

UNEP (United Nations Environmental Programme)
UNEP adalah organisasi dunia yang bergerak di bidang lingkungan hidup

yang berpusat di Nairobi, Kenya, Afrika. UNEP dibentuk setelah Konferensi
Stockholm, organisasi ini tidak untuk menyelesaikan masalah lingkungan secara
langsung, tetapi program-programnya membiayai dan menggerakkan organisasi
lain untuk memecahkan persoalan lingkungan. UNEP telah membantu
pengembangan pedoman dan perjanjian isu-isu seperti perdagangan internasional
bahan kimia yang berpotensi bahaya, lintas batas polusi udara, dan pencemaran

60

Moh. Taufik Makarao, Aspek-Aspek Hukum Lingkungan, Indeks, 2006, Hlm. 191
Siti Sundari Rangkuti, Op. Cit. Hlm 57.
62
Syamsul Arifin,, Hukum Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup di
Indonesia, PT SOFMEDIA, medan, 2012 hal. 21-22
61

Universitas Sumatera Utara

40

perairan internasional. UNEP juga merupakan salah satu, dari beberapa badan
pelaksana untuk Global Environment Facility (GEF) 63.
UNEP merupakan organisasi dunia dari PBB yang pertama dipusatkan di
Negara berkembang dan juga merupakan badan baru dari PBB. Kegiatan UNEP
tidak bersifat menyelesaikan masalah lingkungan atau membiayai badan untuk
tugas tersebut. Usahanya lebih bersifat menggerakkan dunia untuk bertindak,
dalam arti berupaya agar dunia bekerja atas kemampuan sendiri 64. Pada tanggal
20 Mei – 2 Juni 1982 dilaksanakan sidang Governing Council UNEP di Nairobi
yang telah menerima Deklarasi Nairobi terdiri dari 10 butir pokok pikiran sebagai
tindak lanjut dari pertemuan sedunia untuk memperingati 10 tahun Konferensi
Stockholm, tanggal 10-18 Mei 1982. Butir-butir pokok dari Deklarasi Nairobi
secara tegas mengemukakan perlunya intensifikasi upaya melindungi dan
menjatuhkan lingkungan hidup pada tahap global, regional, dan nasional. Dengan
demikian, berarti bahwa sangat besar peranan dalam mendorong dan memajukan
upaya untuk mencegah dan menanggulangi pencemaran lingkungan hidup di
dunia, termasuk pula melalui sarana pengaturan hukumnya 65.

d)

Deklarasi Rio De Janeiro
Dua

dasawarsa

setelah

berlangsungnya

Konferensi

Stockholm,

diadakanlah Deklarasi Rio De Janeiro, Brazilia, pada tanggal 3 sampai dengan 14
Juni 1992. Deklarasi ini yang dibuat PBB tentang lingkungan dan pembangunan.
Konferensi Bangsa-bangsa tentang lingkungan dan pembangunan ini dilaksanakan

63

Marhaeni Ria Siombo, Hukum Lingkungan dan Pelaksanaan Pembangunan
Berkelanjutan di Indonesia, PT Gramedia, Pustaka Umum, Jakarta, 2002, Hlm. 24-25
64
Siti Sundari Rangkuti,Hukum Lingkungan dan Kebijakasanaan Lingkungan Nasional
Edisi ke-3, 2005, Erlangga, University Press, Surabaya, Hlm 36.
65
Syamsul Arifin,, Hukum Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup di
Indonesia, PT Sofmedia, Medan, 2012 hal 14-19

Universitas Sumatera Utara

41

pada bulan Juni 1992 di Rio De Janeiro, Brazil. Merupakan sejarah yang
menakjubkan dimana mempertemukan kepala negara dengan pejabat pemerintah
di berbagai negara, juga dari lembaga-lembaga PBB, organisasi internasional dan
lembaga swadaya masyarakat dengan dihadiri oleh 177 orang 66. KTT Rio telah
menghasilkan beberapa hal, yaitu :
1. Deklarasi Rio terdiri dari 27 prinsip,
2. Prinsip-prinsip tentang hutan,
3. Agenda 21
4. Konvensi tentang perubahan iklim,
5. Konvensi tentang keanekaragaman hayati.
KTT Rio menegaskan lebih jauh apa yang dihasilkan dalam Deklarasi
Stockholm. Pada KTT Bumi ini dilahirkan kesepakatan yang Konfeherensi di
bidang kehutanan, yaitu dokumen Forest Principles. Setelah ada kesepakatan
Konferehensif terbentuk kembali forum kehutanan tertinggi di PBB pada tahun
2002, UNFF (United Nations Forum on Forest) yang berfungsi memfasilitasi
dialog mengenai pengelolaan hutan secara konferehensif ditingkat dunia dan
implementasi hasil-hasil KTT Bumi. Ada tema penting yang ingin dibawa dalam
KTT Bumi tahun ini yaitu isu pengadaan air bersih untuk rakyat miskin.
Sangatlah beralasan jika KTT Bumi mencoba mengangkat isu sentral ini
kepermukaan, karena air adalah sumber kehidupan yang paling dekat dengan
manusia 67.
KTT Rio menjawab kembali persoalan-persoalan lingkungan, dimana
setelah berselang dilangsungkannya Konferensi Stockholm 1972, permasalahan

66

Mohammad Taufik Makarao, Aspek-Aspek Hukum Lingkungan, PT Indeks, 2006

hlm,193
67

Marhaeni Ria Siombo, Hukum Lingkungan dan pelaksanaan Pembangunan
Berkelanjutan di Indonesia, PT Gramedia, Pustaka Umum, Jakarta, 2002, Hlm. 20

Universitas Sumatera Utara

42

permasalahan lingkungan semakin serius. Oleh karena itu, hakikatnya deklarasi
Rio merupakan penegasan kembali dari deklarasi Stockholm 68. KTT Bumi
merupakan salah satu ajang yang patut digunakan oleh negara-negara di dunia
yang peduli pada lingkungan, sekalipun negara major power seperti AS menolak
menandatangani dan meratifikasi perjanjian apapun yang berkaitan dengan
lingkungan hidup dengan alasan akan mengurangi pasokan ekonominya 69.

d.1.

Prinsip-Prinsip Deklarasi Rio
KTT Rio menjawab kembali persoalan-persoalan lingkungan, yang setelah

dilangsungkannya konferensi Stockholm 1972, permasalahan-permasalahan
lingkungan menjadi makin serius. Menurut Emil Salim, bahwa sulit disangkal
permasalahan lingkungan semakin besar,

tidak hanya di negara berkembang

tetapi juga di negara maju. Pembangunan yang sudah meningkatkan kesejahteraan
penduduk, kemudian dapat menimbulkan peristiwa yang mengancam kehidupan
berupa hujan asam, lautan yang semakin kotor, udara yang semakin tercemar,
tanah yang semakin tandus, serta banyak jenis flora dan fauna punah 70.
Kesimpulannya masalah lingkungan bukannya semakin berkurang namun
kualitas lingkungan semakin buruk, sehingga PBB perlu merumuskan
komitmennya kembali untuk mengelola lingkungan. Penegasan demikian berarti
nilai-nilai Deklarasi Stockholm masih tetap relevan untuk masa kini, namun perlu
didukung oleh komitmen baru dengan mewujudkan kemitraan global baru dan
adil sebagaimana dihasilkan oleh KTT Rio 71.

68

N.H.T Siahaan, Hukum Lingkungan, Jakarta, Cetakan kedua, Pancuran Alam, 2008,
Hlm 26-27.
69
Marhaeni Ria Siombo, Op. Cit. Hlm. 21
70
Emil Salim, Pola Pembangunan Terlanjutkan, dalam Hari Depan Kita Bersama,
Penerbit PT Gramedia, Jakarta, 1988.
71
Op. Cit. hlm. 145-147

Universitas Sumatera Utara

43

Dalam Deklarasi Rio 1992, terdapat prinsip-prinsip yang meyangkut
tentang pembangunan berkelanjutan, yaitu :
a. Prinsip 1 ;
b.

Prinsip 4 ;

c.

Prinsip 5 ;

d.

Prinsip 7 ;

e. Prinsip 8 ;
f. Prinsip 12 ;
g. Prinsip 20 ;
h.

Prinsip 21 ;

i. Prinsip 22 ;
j.

Prinsip 24 dan ;

k.

Prinsip 27.

Ada beberapa prinsip penting digariskan oleh pembangunan berkelanjutan
dalam KTT Rio, yang kemudian menjadi sumber penting bagi pembentukan
hukum lingkungan. Prinsip-prinsip tersebut adalah sebagai berikut:
1. Prinsip keadilan antar generasi,
2. Prinsip keadilan intra-generasi,
3. Prinsip pencegahan dini,
4. Perlindungan keanekaan hayati,
5. Internalisasi biaya lingkungan dan mekanisme insentif 72
.
e)

WSSD Johannesburg 2002

72

N.H.T Siahaan, Hukum Lingkungan, Jakarta, Cetakan kedua, Pancuran Alam, 2008,

Hlm 71

Universitas Sumatera Utara

44

Pada 1-5 September 2002 di Johannesburg berlangsung KTT mengenai
Pembangunan Berkelanjutan, atau WSSD (World Summit on Sustainable
Development), atau lazim juga disebut dengan KTT Johannesburg. Menghadapi
persiapan-persiapan WSSD tersebut, pada Juni 2002 di Bali, Indonesia, telah
dilangsungkan perundingan-perundingan komite persiapan. KTT Johannesburg
menegaskan kembali tentang pembangunan berkelanjutan sebagaimana yang
dicetuskan pada KTT Rio tahun 1992. Ada 3 hal pokok yang diagendakan oleh
WSSD, yakni :
1. Pemberantasan kemiskinan ;
2. Perubahan pola konsumsi dan produksi ;
3. Perlindungan dan Pengelolaan Sumber Daya Alam 73.
Ketiga hal di atas menjadi dasar dari 10 pokok dan rencana pelaksanaan
yang harus dikerjakan oleh setiap negara 74. Upaya pemberantasan kemiskinan
dilakukan dengan meningkatkan pendapatan, memberantas kelaparan, penyediaan
air bersih, pembukaan akses terhadap sumber daya dan kesempatan kerja yang
melibatkan perempuan dan masyarakat tradisional, perluasan akses energi, serta
perbaikan kesehatan.
Pelaksanaan KTT Pembangunan Berkelanjutan di Johannesburg telah
menghasilkan beberapa hal, yaitu :
a. Mengadopsi target baru dalam sanitasi dasar untuk mengurangi jumlah
penduduk yang tidak memiliki akses pada sanitasi sampai separuhnya
pada tahun 2015 ;
b. Pengakuan pengelolaan sumber daya alam berbasis masyarakat. Disini
disepakati komitmen, yang di dalamnya juga tercakup hak-hak
73

Marhaeni Ria Siombo, Hukum Lingkungan dan pelaksanaan Pembangunan
Berkelanjutan di Indonesia, PT Gramedia, Pustaka Umum, Jakarta, 2002, Hlm. 24
74
Op. Cit.. Hlm. 27-28

Universitas Sumatera Utara

45

masyarakat adat dengan paling sedikit 12 penjabaran, termasuk posisi
masyarakat dan akses perempuan pada hak atas tanah dan sumber daya
lainnya.
c. Masuknya prinsip-prinsip Rio, terlepas dari tuntutan NGO untuk
merundingkan konvensi yang mengikat mengenai isu corporate
accountability dan responsibility.
d. Komitmen pemerintah untuk menjamin akses ke informasi lingkungan,
hukum, dan cara kerjanya dalam pengelolaan lingkungan, termasuk
partisipasi public dalam pengambilan keputusan.
e. Pengakuan akan pentingnya etika dalam pembangunan berkelanjutan.
Hal ini menguatkan keyakinan bahwa isu pembangunan dan
lingkungan tidak bisa diimplementasikan secara seimbang kecuali
pemerintah, masyarakat, dan komunitas memahami serta meyakini
peran kritis dan norma etika dalam proses pengambilan keputusan 75.

f)

Agenda 21
Agenda 21 merupakan rencana kerja global yang pertama kali disusun

secara menyeluruh mengenai pembangunan berkelanjutan meliputi berbagai isu
ekonomi, sosial, dan lingkungan yang berbeda-beda dan menampung masukan
dari semua negara di dunia ini. Agenda 21 Global merupakan suatu dokumen
yang berisikan program aksi pembangunan berkelanjutan menjelang abad ke-21,
melalui serangkaian penelitian selama 2 tahun, menyusun konsep dan negosiasi
intensif yang dilakukan sebelum dan menjelang konferensi, akhirnya Agenda 21

75

N.H.T Siahaan, Hukum Lingkungan, Jakarta, Cetakan kedua, Pancuran Alam, 2008,
Hlm. 150-151

Universitas Sumatera Utara

46

ditandatangani oleh semua negara termasuk Indonesia yang hadir pada konferensi
tersebut.
Agenda

21

dapat

digunakan

baik

oleh

pemerintah,

organisasi

internasional, kalangan industri maupun masyarakat lainnya untuk mendukung
upaya pengintegrasian lingkungan ke dalam seluruh kegiatan sosial ekonomi.
Agenda 21 juga membahas dampak kegiatan manusia terhadap lingkungan dan
kesinambungan sistem produksi. Tujuan dari setiap kegiatan yang tercantum
dalam Agenda 21 pada dasarnya adalah untuk mengentaskan kemiskinan,
kelaparan, pemberantasan penyakit dan buta huruf diseluruh dunia, disamping
untuk menghentikan kerusakan ekosistem penting bagi kehidupan manusia 76.

g)

United Nations Commission on Sustainable Development (CSD)
Berdasarkan agenda 21, pada tahun 1992 telah diselenggarakan sidang

umum PBB dan The Economic and Social Council (ECOSOC) untuk membentuk
Commission on Sustainable Development (CSD) yang beranggotakan 53 negara
yang dipilih oleh ECOSOC dengan memperhatikan kelayakan distribusi
geografis. Sekretariat CSD berkedudukan di New York dan pertemuanpertemuannya diselenggarakan di New York dan Geneva.

h)

New Delhi Declaration on Principles of International Law Relating to
Sustainable Development
Konferensi ke-70 Internasional Law Asociation yang diselenggarakan

tanggal 2-6 April 2002 di New Delhi dengan memperhitungkan Declaration on
76

Syahrul Machmud, Penegakan Hukum Lingkungan Indonesia, Edisi Kedua, Graha
Ilmu,Yogyakarta, 2012, Hlm. 22-23

Universitas Sumatera Utara

47

the Right to Development of 1986 pada sidang umum PBB, menetapkan bahwa
prinsip-prinsip hukum internasional yang relevan terhadap kegiatan-kegiatan
pelaku yang terlibat bersifat instrumental dalam mencapai tujuan pembangunan
berkelanjutan secara efektif. Deklarasi New Delhi disepakati tanggal 6 April 2002
oleh anggota peserta kongres ke-70 International Law Asociation di New Delhi,
India 77.
C.1.

Pengaturan

Pembangunan

Berkelanjutan

dalam

Perjanjian-

Perjanjian Internasional
a.

Konvensi Keanekaragaman Hayati 1992
Dalam

Konvensi

ini,

tidak

dijelaskan

mengenai

pembangunan

berkelanjutan, tetapi konvensi ini mengandung makna pembangunan di dalamnya.
Dalam konvensi ini, makna pembangunan terdapat pada :
1. Pembukaan yang bunyinya:
“Mengakui bahwa pembangunan ekonomi dan sosial serta pengentasan
kemiskinan merupakan prioritas pertama dan utama negara-negara
berkembang” 78.
2. Pasal 3 tentang Prinsip, yang isinya :
“Sesuai dengan Perserikatan Bangsa-Bangsa dan azas-azas hukum
internasional,

setiap

negara mempunyai

hak

berdaulat

untuk

memanfaatkan sumber-sumber dayanya sesuai dengan kebijakan
pembangunan lingkungannya sendiri, dan tanggungjawab untuk
menjamin bahwa kegiatan-kegiatan yang dilakukan di dalam
yurisdiksinya atau kendalinya tidak akan menimbulkan kerusakan
77

Siti Sundari Rangkuti, Hukum Lingkungan dan Kebijakasanaan Lingkungan Nasional,
Edisi ke-3, 2005, Erlangga, University Press, Surabaya, Hlm 59
78

Terjemahan Resmi Salinan Asli Naskah Asli Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa
tentang Keanekaragaman Hayati.

Universitas Sumatera Utara

48

terhadap lingkungan negara lain, atau kawasan lain di luar batas
yurisdiksi nasionalnya.
3. Pasal 8 huruf e, yang berbunyi :
“Memajukan pembangunan berwawasan lingkungan dan berkelanjutan
di kawasan yang berdekatan dengan kawasan lindung dengan maksud
untuk dapat melindungi kawasan-kawasan ini 79.
Dalam UU No. 5 tahun 1994, konsep pembangunan berkelanjutan hanya
terdapat dalam bagian penjelasan umum huruf d, yang berbunyi: “Kerja sama
regional dan internasional mengenai pemeliharaan dan perlindungan lingkungan
hidup, dan peran serta dalam pengembangan kebijaksanaan internasional serta
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi tentang lingkungan perlu terus
ditingkatkan bagi kepentingan pembangunan berkelanjutan 80”.

b.

Protokol Cartagena 2000
Konsep pembangunan berkelanjutan dalam protocol Cartagena, termuat

dalam UU No. 21 tahun 2004, yaitu sebagai berikut :
1. Bagian menimbang huruf b ;
“bahwa Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki
keanekaragaman hayati sangat kaya yang perlu dikelola untuk
melaksanakan

pembangunan

berkelanjutan

dalam

rangka

meningkatkan kesejahteraan umum”.
2. Pasal 2 ayat 1;

79

Ibid. Pasal 3 dan Pasal 8
Penjelasan Umum UU No. 5 Tahun 1994 tentang Pengesahan United Nations Convetion
on Biological Diversity (Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa mengenai Keanekaragaman
Hayati).
80

Universitas Sumatera Utara

49

“Setiap pihak yang termasuk dalam lampiran I, dalam mencapai
komitmen pembatasan dan pengurangan jumlah etnisnya berdasarkan
Pasal 3, dalam rangka mendorong pembangunan berkelanjutan, wajib:
. . .”.
3. Pasal 10 ;
“Semua pihak dengan mempertimbangkan tanggungjawab bersama
tetapi berbeda dan prioritas pembangunan nasional dan regional yang
spesifik, tujuan dan keadaan, tanpa mengenalkan setiap komitmen baru
untuk parapihak yang tidak termasuk dalam Lampiran I, tetapi
menegaskan kembali komitmen yang ada berdasarkan Pasal 4 ayat 1
Konvensi, dan merumuskan peningkatan pelaksanaan komitmen
tersebut

untuk

mencapai

pembangunan

berkelanjutan

dengan

mempertimbangkan Pasal 4 ayat 3, 5, dan 7 Konvensi, wajib : . . . ”.
4. Pasal 12 ;
“Tujuan dari mekanisme pembangunan bersih adalah untuk membantu
para pihak yang tidak termasuk dalam Lampiran I dalam mencapai
pembangunan berkelanjutan dan berkontribusi untuk mencapai
tujuan 81”.

c.

Konvensi Perubahan Iklim
Pengaturan pembangunan berkelanjutan dalam Konvensi ini terdapat pada

UU No. 6 Tahun 1994 tentang Pengesahan United Nations Framework
Convention on Climate Change (Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan BangsaBangsa mengenai Perubahan Iklim), yaitu :
81

UU No. 21 tahun 2004 tentang Pengesahan Cartagena Protocol on Biosafety to the
Convention on Biological Diversity (Protokol Cartagena tentang Keamanan Hayati atas Konvensi
tentang Keanekaragaman Hayati)

Universitas Sumatera Utara

50

1. Penjelasan Umum, yang berbunyi :
“Pembukaan UUD 1945 antara lain menegaskan agar pemerintah
Negara Indonesia melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh
tumpah darah Indonesia, dan untuk memajukan kesejahteraan umum,
mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban
dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan
sosial. Selain itu, Pasal 33 ayat 3 UUD 1945 menyebutkan bahwa
Bumi, dan air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya
dikuasai

oleh

negara

dan

dipergunakan

untu

sebesar-besar

kemakmuran rakyat. Pasal tersebut mengandung esendi amanat yang
mendasar bagi pelaksanaan pembangunan nasional Indonesia. Dalam
pembangunan yang berwawasan lingkungan, manusia dapat berperan
dalam mengendalikan sistem iklim melalui pengelolaan sumber daya
alam, untuk itu, perlu dikembangkan pola interaksi timbale balik antara
atmosfer, bumi, dan air yang membentuk sistem iklim tersebut.
Pengelola iklim terus dikembangkan guna menunjang pembangunan
diberbagai sektor, seperti pertanian dan kehutanan.
2. Penjelasan Umum huruf b ;
“Dalam pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan,
dikembangkan pola tata ruang yang menyerasikan tata guna lahan, air,
serta sumber daya alam lainnya dalam suatu kesatuan tata lingkungan
yang harmonis dan dinamis serta ditunjang oleh pengelolaan
perkembangan kependudukan yang serasi. Tata ruang perlu . . .”.
3. Penjelasan Umum huruf d ;

Universitas Sumatera Utara

51

“kerjasama regional dan internasional mengenai pemeliharaan dan
perlindungan lingkungan hidup, dan peran serta dalam pengembangan
kebijakan internasional serta kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi

tentang

lingkungan

perlu

terus

ditingkatkan

bagi

kepentingan pembangunan berkelanjutan” 82.

d.

UNCLOS
Dalam Konvensi ini, tidak ditemukan pejelasan mengenai Pembangunan

Berkelanjutan. Konvensi ini hanya membahas tentang Pembangunan, yaitu dalam:
1. Article 61 ;
“Such measures shall also be designed to maintain or restore
populations of harvested species at levels which can produce than
maximum sustainable yield, as qualified by relevan environmental and
economic factors, including the economic needs of coastal fishing
communities and the special requirements of developing States, and
talking into account fishing patterns, the interdependentce of stocks
and any generally recommended international minimum standards,
whether subregional, regional, or global”.
2. Article 119 (1) a;
“take measures which are designed, on the best scientific evidence
available to the States concerned, to maintain or restore populations
of harvested species at levels which can produce the maximum
sustainable field, as qualified by relevant environmental and economic
factors, including the special requirements of developing States, and

82

Penjelasan Umum UU No. 6 Tahun 1994

Universitas Sumatera Utara

52

talking into account fishing patterns, the interdependentce of stocks
and any generally recommended international minimum standards,
whether subregional, regional, or global 83”.

C.2.

Perkembangan Konsep Pembangunan Berkelanjutan dalam Hukum
Internasional
Perkembangan Konsep Pembangunan Berkelanjutan dalam Hukum

Internasional, dapat dilihat sebagaimana berikut :
a. Deklarasi Stockholm ;
Pembangunan Berkelanjutan secara resmi bermula pada tahun 1972
melalui Konferensi Stockholm tentang Lingkungan Manusia, dimana
sekalipun

kata

pembangunan

berkelanjutan

tidak

disebutkan

didalamnya. Namun, hubungan antara perlindungan lingkungan
dengan Pembangunan ekonomi telah dimuat dengan jelas dalam
prinsip-prinsip Deklarasi Stockholm 84, yaitu :
1) Prinsi