STUDI DESKRIPTIF HARGA DIRI PENYANYI WANITA SOLO ORGAN

STUDI DESKRIPTIF HARGA DIRI PENYANYI WANITA SOLO ORGAN SKRIPSI

  Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

  Program Studi Psikologi Oleh:

  Nama : Drian Warih Endro Gunanto NIM : 019114121 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2008

  

Sebab untuk Allah tidak ada yang mustahil

(L ukas 1 : 37)

A ku mengasihi engkau dan it u sudah cukup unt ukmu;

sebab kuasaKu j ust ru paling kuat kalau kau dalam keadaan lemah

  

MOTTO

Or a n g y a n g ber h ar a p k ep a da K u ak a n k u ber k a t i sel a l u

(Y er em i a 17 : 7)

  

( 2 Korint us 12 : 9)

PERSEMBAHAN

  • Yesus Kristus Juru Selamatk u
  • >Keluargak u terk asih, Bapak , Ibu, dan Kak ak -k ak ak
  • Fak ultas Psik ologi Universitas Sanata Dharma

  

ABSTRACT

Drian Warih Endro Gunanto (2008). The Descriptive Study Self Esteem

Woman Vocalist Solo Organ. Yogyakarta : Departement of Psychology ;

Sanata Dharma University.

  Solo organ is a musical that became popular because of the consumerism need. The essence of the solo organ was the way the singer perform the song on stage. Meanwhile, the self esteem is an individual judgment given to someone that is resulted from interaction with other people and there surroundings, self esteem categorized into two:high self esteem and low self esteem.

  The research involves a descriptive study which analysis of Javanese woman’s self esteem who have job as solo organ singers. The population for the study comprised 47 female solo organ singers in Ambarawa who were in the age 18 to 25 years old, the data were collected through scales which consist of 22 valid items in r = 0.796.

  The frequency of SPSS version 15.0 for windows was applied to analyze the data. The result of this study confirms the self esteem of female solo organ singers was categorized low with 57 % and 43% self esteem of female solo organ singers was categorized high.

  

ABSTRAK

Drian Warih Endro Gunanto (2008). Studi Deskriptif Harga Diri Penyanyi

Wanita Solo Organ. Yogyakarta : Fakultas Psikologi ; Jurusan Psikologi ;

Universitas Sanata Dharma.

  Solo organ adalah sebuah musik yang menjadi populer karena kebutuhan masyarakat. Dalam solo organ yang menjadi hal terpenting adalah penampilan penyanyi yang menyanyi di atas panggung. Sementara itu harga diri adalah penilaian individu yang diberikan kepada dirinya yang merupakan hasil interaksi individu dengan orang lain maupun lingkungan sekitarnya, harga diri dibagi menjadi dua kategori yaitu harga diri tinggi dan harga diri rendah.

  Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan bagaimana harga diri wanita jawa yang berprofesi sebagai penyanyi solo organ. Penelitian dilakukan di lingkungan Ambarawa dengan jumlah subjek 47 penyanyi wanita solo organ dengan batasan usia antara 18-25 tahun, dan berdomisili di Ambarawa. Pengumpulan data dilakukan melalui penyebaran skala harga diri yang terdiri dari 22 item valid dengan r = 0.796.

  Data dianalisis menggunakan frequencies dengan bantuan SPSS versi 15.0

  

for windows . Hasil penelitian menunjukkan prosentase sebesar 57% wanita yang

  berprofesi sebagai penyanyi solo organ memiliki harga diri dengan kategori rendah dan 43% wanita yang berprofesi sebagai penyanyi solo organ memiliki harga diri dengan kategori tinggi.

KATA PENGANTAR

  Puji syukur kepada Tuhan Yesus Kristus atas rahmat dan kasihNya hingga penulisan Tugas Akhir Sarjana Strata Satu dengan judul “Studi Deskriptif Harga Diri Penyanyi Wanita Solo Organ” ini dapat terselesaikan. Tugas akhir ini merupakan salah satu prasyarat dalam mencapai tingkat Sarjana Satu (S1), pada Program Studi Psikologi Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

  Banyak sekali bantuan dan dukungan yang diperoleh penulis selama mengerjakan tugas akhir ini, maka dengan segala kerendahan hati perkenankanlah penulis menghaturkan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada:

  1. Bapak dan Ibu Kahono, untuk segala cinta, doa dan pengorbanan yang telah diberikan dan boleh terima hingga saat ini.

  2. Mas Whisnu atas kebersamaan dalam tawa dan sedih selama ini serta mendukung untuk menyelesaikan tugas akhir ini.

  3. Mas Bayu dan Mbak Desi serta Amrta yang selalu memberiku motivasi agar aku cepat lulus.

  4. Bapak P. Eddy Suhartanto, S.Psi., M.Si., selaku dekan fakulatas Psikologi Universitas Sanata Dharma serta dosen wali studi yang telah memberikan saran selama aku belajar di USD.

  5. Ibu Kristiana Dewayani, S.Psi., M.Si., selaku pembimbing utama yang telah mengorbankan banyak waktu, tenaga, dan pikiran. Ibu menjadi doronganku untuk terus berusaha dan tidak putus asa.

  6. Ibu Agnes Indar Etikawati. S.Psi., M.Si., Psi. dan Ibu Passchedona Henrietta P.D.A.D.S., S.Psi. selaku penguji yang telah memberikan saran maupun kritikan.

  7. Karyawan fakultas Psikologi di Sekertariat Psikologi (Bu Nanik, Mas Gandung, Pak Gik) dan di Lab Fakultas Psikologi (Mas Muji ‘n Mas Doni) serta karyawan perpustakaan. Terima kasih atas segala bantuan dan kerjasamanya selama ini.

  8. Kepada segenap penyanyi solo organ yang sudi meluangkan waktu untuk mengisi angket penelitian ini.

  9. My beloved person, Ika Angga Kurniasari. Makasih Chayank buat perhatian dan kasih sayang yang selama ini aku terima, selalu menemaniku dalam suka maupun duka. Makasih buat kisah yang sudah terjalin dengan tulus dan indah.

  10. Keluarga basar Eko Rusjanto yang seakan akan sudah menganggap penulis sebagai keluarga sendiri, memberikan dukungan dan kasih sayang, dan perhatian dan doa kepada penulis.

  11. Sahabat yang sudah aku anggap sebagai kaka sendiri : Nugroho Agung alias Bang Kebo yang selalu membrikan dukungan untuk menyaelesaikan skripsi.

  12. Teman-teman seperjuangan psikologi ’01 khususnya ; Wisa, Dian, Teki, “aku nyusul kalian jadi sarjana oey……”. Shiro “ maturnuwun, bimbingan skripsi selama ini” Dan teman-teman ’01 yang tidak bias disebutkan satu- persatu.

  13. Best friend “Olep and Ahonk”, terima kasih buat kebersamaan kita selama ini dan dukungan untuk menyeleseikan skripsi ini.

  14. Semua pihak yang telah membantu dalam penulisan tugas akhir ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

  Akhir kata denagn segala kerendahan hati penulis menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan dalam penulisan tugas akhir ini, namun inilah usaha maksimal yang dapat penulis berikan dengan segala keterbatasan kemampun yang ada. Semoga tugas akhir ini dapat berguna dan dapat memberikan manfaat bagi banyak pihak.

  

DAFTAR ISI

  Halaman HALAMAN JUDUL ................................................................................... i HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ............................................ ii HALAMAN PENGESAHAN ...................................................................... iii HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN ............................................ iv LEMBAR PERNYATAAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH........................ v

  ABSTRACT .................................................................................................. vi

  ABSTRAK .................................................................................................. vii KATA PENGANTAR .................................................................................. viii PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ........................................................ xi DAFTAR ISI ............................................................................................... xii DAFTAR TABEL ........................................................................................ xiv DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................ xv

  BAB I PENDAHULUAN .......................................................................... 1 A. LATAR BELAKANG .................................................................... 1 B. RUMUSAN MASALAH ............................................................... 7 C. TUJUAN PENELITIAN ................................................................. 7 D. MANFAAT PENELITIAN ............................................................. 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................. 8 A. HARGA DIRI ................................................................................ 8

  1. Pengertian Harga Diri ................................................................ 8

  2. Karakteristik Harga Diri ............................................................ 11

  3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Harga Diri .......................... 15

  B. MASA DEWASA AWAL.............................................................. 17

  1. Pengertian Dewasa Awal ........................................................... 17

  2. Tugas Perkembangan Dewasa Awal .......................................... 18

  3. Fase-Fase Kognitif Dewasa ....................................................... 18

  C. EKSISTENSI WANITA DALAM BUDAYA JAWA..................... 20

  D. AKTIFITAS PENYANYI SOLO ORGAN..................................... 27

  E. HARGA DIRI PENYANYI SOLO ORGAN .................................. 28

  BAB III METODE PENELITIAN ............................................................... 30 A. JENIS PENELITIAN ..................................................................... 30 B. VARIABEL PENELITIAN ............................................................ 30 C. DEFINISI OPERASIONAL ........................................................... 31 D. SUBJEK PENELITIAN ................................................................ 32 E. PENGEMBANGAN ALAT PENGUMPULAN DATA................. 33 F. UJI VALIDITAS DAN RELIABILITAS ALAT UKUR ................ 38

  1. Uji Validitas .............................................................................. 38

  2. Seleksi Item ............................................................................... 38

  3. Uji Reliabilitas Alat Ukur .......................................................... 39

  G. METODE PENGUMPULAN DATA ............................................. 40

  H. ANALISIS DATA.......................................................................... 41

  BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN............................... 43 A. ALAT PENELITIAN ..................................................................... 43

  1. Pelaksanaan Uji Coba Penelitan................................................. 43

  2. Hasil Uji Coba Alat Penelitian ................................................... 43

  B. PELAKSANAAN PENELITIAN ................................................... 44

  C. ANALISIS DATA STATISTIK ..................................................... 46

  1. Uji Normalitas ........................................................................... 46

  2. Deskripsi Data Penelitian........................................................... 47

  3. Data Deskripsi Harga Diri ......................................................... 48

  D. PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN......................................... 49

  BAB V KESIMPULAN DAN SARAN....................................................... 52 A. KESIMPULAN .............................................................................. 52 B. SARAN.......................................................................................... 52 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 54

  LAMPIRAN ................................................................................................. 56

  DAFTAR TABEL

  Tabel 1 : Skor item favourabel ............................................................. 36 Tabel 2 : Skor item unfavourabel.......................................................... 36 Tabel 3 : Blueprint skala harga diri sebelum tryout............................... 37 Tabel 4 : Blueprint skala harga diri sesudah tryout ............................... 37 Tabel 5 : Nomor item yang sahih dan gugur ......................................... 39 Tabel 6 : Nomer item yang sahih dan gugur ......................................... 44 Tabel 7 : Kategori jumlah subjek berdasarkan usia ............................... 45 Tabel 8 : Deskripsi data penelitian........................................................ 47 Tabel 9 : Deskripsi harga diri ............................................................... 48

  DAFTAR LAMPIRAN

  Lampiran 1 : Angket harga diri tryout .................................................. 56 Lampiran 2 : Angket penelitian harga diri ............................................ 60 Lampiran 3 : Data mentah tryout harga diri .......................................... 63 Lampiran 4 : Uji validitas dan reliabilitas tryout harga diri ................... 72 Lampiran 5 : Data mentah angket penelitian harga diri ......................... 76 Lampiran 6 : Uji validitas dan reliabilitas angket harga diri .................. 85 Lampiran 7 : Data mentah angket harga diri sesudah valid ................... 88 Lampiran 8 : Kategorisasi berdasarkan percentile ................................. 97 Lampiran 9 : Uji normalitas.................................................................. 100 Lampiran 10: Uji anova........................................................................ 102 Lampiran 11: Surat ijin penelitian ........................................................ 112

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berbicara tentang “pria” dan “wanita”, lebih daripada sekedar

  perbincangan mengenai konsep sex atau jenis kelamin. Lebih jauh, pembicaraan tentang “pria” dan “wanita” selalu dikaitkan dengan type-type yang menyertainya. Misalnya, wanita digambarkan sebagai seorang “ibu” yang merefleksikan dirinya sebagai “sosok yang memelihara”, sedangkan pria digambarkan sebagai pekerja keras, penakluk, gemar berekspansi dan mempunyai sifat agresivitas yang tinggi. Sementara, setiap budaya mempunyai gagasan, premis, atau konsep yang berbeda tentang type-type yang menyertai kedua jenis kelamin itu, terutama berkaitan dengan konsep diri, orang lain, dan hubungan antara diri dengan orang lain (Matsumoto, 2004).

  Di banyak kebudayaan Barat misalnya, ada suatu keyakinan yang kuat tentang keterpisahan antar individu. Tugas normatif budaya-budaya ini adalah untuk mempertahankan independensi atau kemandirian individu sebagai entitas yang terpisah dan self-contained (terbatas pada diri). Dalam hal ini Matsumoto (2004) memberikan contoh seperti yang terjadi dalam masyarakat Amerika, di mana orang dibesarkan untuk menjadi unik, dapat mengekspresikan diri sebebas-bebasnya, serta dapat mewujudkan dan mengaktualisasikan diri yang sesungguhnya. Kebudayaan Amerika menyediakan tugas-tugas seperti ini bagi anggotanya, baik pria maupun wanita. Banyak dari tugas kultural yang ada dalam budaya Amerika saat ini dirancang dan diseleksi, melalui sejarah, untuk mendorong terbentuknya

  

independen si atau ketidaktergantungan masing-masing diri yang terpisah.

  Dengan adanya tugas-tugas kultural seperti ini, pengertian orang Amerika tentang harga diri atau nilai diri pun mengambil bentuk yang khas. Ketika seorang pria atau wanita berhasil menjalin tugas-tugas kultural ini, mereka akan sangat puas terhadap dirinya sendiri. Hal ini berdampak pada meningkatnya harga diri mereka. Di bawah konsep independen tentang diri ini, pria dan wanita cenderung memusatkan perhatian pada sifat-sifat diri untuk selanjutnya diekspresikan dalam ruang publik dengan mendasarkan serta mengkonfirmasikan sifat-sifat ini secara privat melalui perbandingan sosial.

  Berbeda dengan itu, banyak kebudayaan non-Barat yang tidak mengasumsikan ataupun menghargai keterpisahan antara independensi dengan

  

self-contained . Sebaliknya, budaya-budaya ini menekankan pada apa yang

  barangkali bisa disebut sebagai “kesalingterkaitan” yang mendasar pada manusia. Tugas normatif utama dalam budaya-budaya semacam ini adalah melakukan penyesuaian diri untuk menjadi sesuai dan mempertahankan

  

interdependensi di antara individu. Dengan demikian, banyak individu dalam

  budaya-budaya ini dibesarkan untuk menyesuaikan diri dengan orang dalam suatu hubungan atau kelompok, membaca maksud orang lain, menjadi orang yang simpatik, menempati dan menjalani peran yang diberikan pada diri seseorang, serta bertindak secara pantas sesuai nilai dan norma yang berlaku.

  Hal-hal ini adalah tugas-tugas kultural yang dirancang dan terseleksi lewat sejarah suatu kelompok budaya untuk mendorong terjadinya interdependensi antara diri dengan orang lain (Matsumoto, 2004).

  Contoh kebudayaan non-Barat dalam penelitian ini adalah Budaya Jawa. Tujuan hidup tertinggi orang jawa adalah kesatuan abdi dan Tuhan (manunggaling kawula Gusti), yang hanya dapat dicapai melalui penaklukan dunia lahir dan pengembangan dunia batin. Penaklukan ini dapat dicapai oleh manusia dengan olah roso, penghalusan, dan pendalaman terus-menerus. Tuhan hanya ditemukan oleh individu yang sudah mampu menaklukan dirinya, yang artinya memasuki dunia batin. Dunia batin adalah kenyataan dalam diri manusia yang secara hakiki bersifat halus. Tolak ukur arti pandangan orang jawa adalah untuk mencapai keharmonisan, ketenangan, ketentraman,dan keseimbangan batin (Handayani dan Novianto, 2004).

  Kondisi tersebut dapat diamati dalam ideologi gender yang terdapat pada masyarakat feodal-aristokratik Jawa. Peran utama laki-laki adalah sebagai penguasa utama rumah tangga yang memiliki hak-hak istimewa dan otoritas terbesar dalam keluarga. Dengan demikian, anggota-anggota keluarga lain, termasuk isteri harus tunduk kepada penguasa utama tersebut. Laki-laki dalam posisinya sebagai suami dan ayah merupakan figur sentral dalam keluarga. Ayah adalah pengayom dan pengambil keputusan utama dalam keluarga. Karena posisinya yang sangat penting, figur ayah dan suami memiliki otoritas yang besar dalam keluarga, serta kedudukan laki-laki dalam keluarga memberikan legitimasi untuk mendapatkan prestise dan kekuasaan dalam masyarakat. Sementara itu, peran utama wanita walaupun telah mengalami redefinisi dan transformasi, esensi dari sebagian nilai yang terkandung dalam ideologi tersebut tetap eksis dalam masyarakat Jawa masa kini. Secara ideal masih terdapat anggapan bahwa peran utama wanita ada di sekitar rumah tangga atau tugas-tugas domestik. “Kewanitaan” atau “feminitas” wanita ditentukan oleh peran mereka di sektor-sektor domestik.

  Konsep wanita sebagai ibu dan isteri merupakan tema sentral dalam pembicaraan tentang wanita yang seolah-olah tidak dapat dilepaskan dari kehidupan wanita. Aktivitas wanita dalam sektor lain, yaitu peran publik yang hanya sebatas tugas sekunder. Ideologi tersebut disosialisasikan dan berusaha diwujudkan dalam setiap kegiatan dan institusi-institusi sosial yang formal. Dalam hal ini, harga diri wanita tidak dapat dilepaskan dari peranannya sebagai ibu dan isteri, wanita dianggap sebagai mahluk sosial dan budaya yang utuh apabila telah memainkan kedua peranan yang disebut oleh Abdullah (1997) sebagai fenomena “housewifization”. Di mana wanita adalah sebagai ibu rumah tangga yang harus memberikan tenaga dan perhatiannya demi kepentingan keluarga tanpa boleh mengharapkan imbalan, prestise, serta kekuasaan.

  Meskipun demikian, secara mendasar integrasi sifat dinamika yang dibingkai oleh sifat keseimbangan yang menjadi paradigma kebudayaan Jawa, merupakan satu modal kebudayaan yang sangat potensial mendukung pengembangan peranan wanita, sehingga wanita Jawa dengan penuh rasa percaya diri dapat memasuki era kebangkitan wanita. Bertumpu pada konfigurasi, paradigma dan makna kebudayaan Jawa tersebut maka sosok wanita Jawa dari tinjauan budaya secara pokok dapat digambarkan sebagai wanita yang memiliki jati diri, terikat, fungsional dan dinamik (Abdullah, 1997). Sebagai suatu konstruk psikologis, budaya Jawa yang dianut oleh sekelompok orang yang mengaku dirinya sebagai “orang Jawa” dalam suatu rangkaian sikap, nilai, keyakinan, dan perilaku.

  Dari uraian tersebut salah satu contoh peran publik yang dijalankan wanita untuk membantu memenuhi kebutuhan adalah sebagai penyanyi solo organ. Solo organ merupakan suatu kesenian yang lahir dari suatu kebutuhan konsumerisme. Pemaknaan kesenian solo organ terletak pada sosok biduan dalam cara-cara membawakan suatu lagu di atas panggung. Oleh karena kesenian ini berasal dari kebutuhan konsumerisme, tidak jarang pihak pimpinan solo organ memberikan batasan usia pada para penyanyinya. Menurut penuturan pihak manajemen yang berhasil diperoleh dari hasil pra penelitian, pemberian batasan usia dilakukan untuk menjaga konsistensi penyanyi maupun penonton, karena umumnya penonton (yang sebagian besar pria) lebih menyukai penyanyi yang berusia muda. Hal ini menjadi alasan bagi sejumlah penyanyi yang memiliki bakat, hanya menjadikan solo organ sebagai batu loncatan. Sementara, bagi penyanyi dengan bakat yang kurang menonjol, menjadikan aktivitas di solo organ hanya sebagai kegiatan sebelum “akhirnya” mereka menikah.

  Penelitian ini akan menganalisis harga diri wanita Jawa sebagai penyanyi solo organ. Disebut wanita Jawa, karena sample penelitian ini akan menggunakan penyanyi dengan latar belakang budaya Jawa. Dalam hal ini analisis akan dikaitkan dengan konteks cultural dan histories. Tanpa pertimbangan terhadap konteks budaya dan sejarah, maka analisis dalam penelitian ini dapat menyesatkan dan bersifat parsial. Hal ini mengarahkan penulis untuk melakukan suatu kajian secara komprehensif mengenai ”studi deskriptif harga diri penyanyi wanita solo organ”.

  Uraian sebelumnya terlihat masyarakat di Jawa termasuk dalam tradisi patriarkat, menurut Field (2003) tradisi masyarakat patriarkat telah mewariskan banyak pertanyaan dan masalah. Selama berabad-abad, kekuasaan pribadi kaum wanita telah dikerdilkan dan peran mereka telah dijadikan marginal dalam suatu kultur yang hanya mengutamakan energi maskulin (mental dan fisik) serta mengerdilkan energi feminim (emosional dan spiritual). Pudjijogyanti (1985) menyatakan bahwa perbedaan peran seksual yang kurang menguntungkan peran wanita mengakibatkan wanita selalu bersikap negatif terhadap dirinya. Wanita juga kurang percaya diri apabila dia diminta menunjukkan seluruh kemampuannya. Adanya perasaan kurang percaya terhadap kemampuan, tingkat aspirasi yang rendah dan locus of

  

control eksternal telah menunjukkan bahwa wanita bersikap negatif terhadap

  dirinya sendiri. Martono (2000) mengatakan penilaian umum seseorang mengenai diri, pengalaman dan kemampuannya disebut juga harga diri.

  Menurut Zukav (dalam Ubaydillah 2007) harga diri terkait dengan kualitas emosi seseorang, menjadi lebih bisa mengoptimalkan potensi dirinya, keunggulan, dan keunikan dirinya atau disebut aktualisasi diri, juga bagaimana harga diri itu terkait erat dengan kepercayaan diri, hal itu juga akan berpengaruh pada problem solving atau kemampuannya menyelesaikan masalah. Hal ini jelas terlihat bahwa harga diri wanita sangat penting.

  B. Rumusan Masalah

  Dari latar belakang di atas maka permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: “Bagaimana harga diri penyanyi wanita solo organ?”

  C. Tujuan Penelitian

  Tujuan yang hendak dicapai melalui penelitian ini, yaitu untuk mengetahui tingkat harga diri penyanyi wanita solo organ.

  D. Manfaat Penelitian

  Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan yang berharga, baik secara praktis maupun teoritis.

  1. Manfaat teoritis Hasil penelitian ini dapat menambah kajian-kajian ilmiah bagi dunia ilmu pengetahuan, khususnya ilmu psikologi sosial agar dapat mengembangkan wilayah keilmuannya terutama yang berkaitan dengan harga diri dalam perspektif budaya.

  2. Manfaat praktis Memberikan suatu pandangan dan penilaian bagi masyarakat khususnya penyanyi solo organ tentang harga diri seorang wanita yang berprofesi sebagai penyanyi solo organ sehingga seorang wanita yang memiliki profesi sebagai penyanyi solo organ dapat mengembangkan diri mereka secara optimal dengan cara meningkatkan harga dirinya.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Harga diri

1. Pengertian Harga diri

  Coopersmith (dalam Handayani, 2002) mendefinisikan harga diri sebagai evaluasi yang dibuat individu mengenai hal-hal yang berkaitan dengan dirinya, yang mengekspresikan suatu sikap setuju atau tidak setuju dan menunjukkan tingkat keyakinan bahwa dirinya sendiri mampu, penting, berhasil dan berharga. Dengan kata lain harga diri merupakan suatu penilaian pribadi terhadap perasaan berharga yang diekspresikan di dalam sikap-sikap yang dipegang oleh individu tersebut. Walaupun tampak mengacu pada pengalaman subjektif, harga diri akan muncul dalam perilaku yang dapat diamati.

  Branden (2001) mengartikan harga diri sebagai pengalaman intim yang berada dalam inti kehidupan. Harga diri adalah apa yang dipikirkan dan rasakan tentang diri sendiri, bukanlah apa yang dipikirkan dan dirasakan orang lain tentang siapa diri kita sebenarnya.

  Menurut Hurlock (1999), harga diri merupakan evaluasi diri yang dibuat dan dipertahankan oleh seseorang yang berasal dari interaksi sosial dalam keluarga serta penghargaan, perlakuan dan penerimaannya dari orang lain. Selaras dengan pendapat diatas Berne dan Savary (1988) mendefinisikan harga diri sebagai penopang rasa percaya diri sehingga seseorang dapat membina hubungan yang sehat dengan orang lain, melihat diri mereka sebagai orang yang berhasil dan memperlakukan orang lain tanpa kekerasaan.

  Calhoun (1990) berpendapat bahwa harga diri merupakan hasil dari salah satu dimensi dari konsep diri, yang dimaksud adalah penilaian terhadap diri sendiri melawan apa yang dirasakan dapat dilakukan dan harus dapat dilakukan. Jadi evaluasi diri merupakan penilaian terhadap diri yang nyata dan yang dicita-citakan. Hasil dari penilaian ini menunjukkan tingkat harga diri seseorang. Maslow melihat harga diri sebagai sesuatu yang merupakan kebutuhan setiap orang dan terasa mulai dari tingkat yang rendah hingga tinggi. Kebutuhan untuk dihargai ini di dalam kehidupan bermasyarakat mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap perilaku seseorang dan mendorong untuk melakukan bermacam-macam hal demi mendapatkan penghargaan dari orang lain

  Menurut Tambunan (2001) harga diri itu sendiri mengandung arti suatu hasil penilaian individu terhadap dirinya yang diungkapkan dalam sikap–sikap yang dapat bersifat positif dan negatif. Bagaimana seseorang menilai tentang dirinya akan mempengaruhi perilaku dalam kehidupannya sehari–hari. Harga diri yang positif akan membangkitkan rasa percaya diri, penghargaan diri, rasa yakin akan kemampuan diri, rasa berguna serta rasa bahwa kehadirannya diperlukan di dunia ini.

  Dalam penelitian ini harga diri dapat disimpulkan sebagai evaluasi yang dibuat individu mengenai hal-hal yang berkaitan dengan dirinya, yang mengekspresikan suatu sikap setuju atau tidak setuju dan menunjukkan tingkat keyakinan bahwa dirinya sendiri mampu, penting, berhasil dan berharga. Dengan kata lain harga diri merupakan suatu penilaian pribadi terhadap perasaan berharga yang diekspresikan di dalam sikap-sikap yang dipegang oleh individu tersebut. Walaupun tampak mengacu pada pengalaman subjektif, harga diri akan muncul dalam perilaku yang dapat diamati.

2. Karakteristik Harga Diri

  Coopersmith (1976) membedakan dua jenis harga diri menurut karakteristik individu, yaitu rendah dan tinggi. Karakteristik-karakteristik tersebut adalah :

  a. Karakteristik harga diri tinggi 1. Aktif dan dapat mengekspresikan dirinya dengan baik.

  2. Berhasil dalam bidang akademik, terlebih dalam mengadakan hubungan sosial.

  3. Dapat menerima kritik dengan baik.

  4. Tidak terpaku pada dirinya atau tidak hanya memikirkan kesulitannya sendiri.

  5. Keyakinan akan dirinya tidak berdasarkan pada fantasinya karena memang mempunyai kemampuan, kecakapan sosial dan kualitas diri yang tinggi.

  6. Tidak terpengaruh pada penilaian dari orang lain tentang sifat atau kepribadiannya, baik itu positif ataupun negatif.

  7. Akan menyesuaikan diri dengan mudah pada suatu lingkungan yang belum jelas.

  8. Akan lebih banyak menghasilkan suasana yang berhubungan dengan kesukaan sehingga tercipta tingkat kecemasan dan perasaan tidak aman yang rendah serta memiliki daya pertahanan yang seimbang.

  b. Karateristik harga diri rendah 1. Memilki perasaan inferior.

  2. Takut dan mengalami kegagalan dalam mengadakan hubungan sosial.

  3. Terlihat sebagai orang yang putus asa dan depresi.

  4. Merasa diasingkan dan tidak diperhatikan.

  5. Kurang dapat mengekspresikan diri.

  6. Tidak konsisten.

  7. Secara positif akan selalu mengikuti apa yang ada dilingkungannya.

  8. Menggunakan banyak taktik pertahanan diri.

  9. Mudah mengakui kesalahan.

  Menurut Clemes, dkk (1995) karakteristik harga diri terbagi menjadi dua, yaitu: a. Harga Diri Tinggi

  1. Bertindak mandiri. Ia akan membuat pilihan dan mengambil keputusan tentang masalah seperti pemanfaatan waktu, uang, pekerjaan, pikiran, dan lain-lain. Ia akan mencari teman dan kesenangannya sendiri.

  2. Menerima tanggung jawab. Ia akan bertindak dengan segera dan penuh keyakinan dan kadang-kadang menerima tanggung jawab untuk tugas atau kebutuhan sehari-hai.

  3. Merasa bangga akan prestasinya. Ia akan menerima pengakuan terhadap prestasi yang dicapainya dengan gembira dan kadang- kadang memuji dirinya sendiri.

  4. Mendekati tantangan baru dengan penuh antusias. Tugas yang belum diketahui, belajar dan melakukan aktifitas baru, menarik perhatiannya dan ia mau melibatkan dirinya dengan penuh percaya diri.

  5. Menunjukkan sederet perasaan dan emosi yang luas. Ia mampu tertawa, berteriak, menangis, mengungkapkan kasih sayangnya secara spontan dan secara umum, mengalami berbagai perasaan, emosi tanpa menyadarinya.

  6. Mentolerir prestasi dengan baik. Ia akan mampu menghadapi frustasi dengan berbagai reaksi seperti menertawakan diri sendiri, berteriak keras-keras dan sebagainya, dan dapat berbicara tentang apa saja yang membuatnya frustasi.

  7. Merasa mampu mempengaruhi orang lain. Ia merasa percaya diri akan kesan yang diperolehnya dan mampu mempengaruhi anggota keluarga, teman bahkan para pemimpin seperti guru, mentor, direktur dan lain-lain.

  b. Harga Diri Rendah

  1. Meremehkan bakatnya sendiri. Ia akan mengatakan “saya tidak bisa melakukan ini atau itu……..saya tidak tau bagaimana……..., saya tidak pernah belajar itu”

  2. Merasa bahwa orang lain tidak menghargainya. Ia akan merasa tidak yakin dan selalu bersikap negatif terhadap dukungan dan kasih sayang orang tuanya atau teman.

  3. Merasa tidak berdaya. Kurang percaya diri atau bahkan ketidakberdayaannya akan tampak dalam sikap dan tindakan. Ia tidak mau berusaha keras menghadapi tantangan atau masalah.

  4. Mudah dipengaruhi orang lain. Gagasan dan perilakunya sering kali berubah mengikuti orang banyak bergaul dengannya.

  Seringkali ia dimanipulasi orang yang berkepribadian kuat.

  5. Menunjukkan deretan emosi dan perasaan yang sempit. Betapa emosi yang khas seperti misalnya : tidak sopan, keras kepala, histeria. Orang tua dapat meramalkan reaksi yang akan diperlihatkan dalam situasi tertentu.

  6. Menghindari situasi yang menimbulkan kecemasan. Toleransi yang rendah terhadap stess terutama rasa takut, amarah, lingkungan yang menimbulkan kekacauan.

  7. Menjadi defensif dan mudah frustasi.ia akan mudah tersinggung tidak mempu menerima kritikan atau perintah yang tidak diduga dan slalu mempunyai dalih mengapa ia tidak dapat melaksanakannya.

  8. Menyalahkan orang lain karena kesalahannya sendiri. Ia jaranag mau mengakui kesalahannya atau kelemahannya dan kerap kali menyalahkan orang lain atau keadaaan yang tidak menguntungkan sebagai penyebab kesulitannya.

  Karakteristik harga diri mengacu pada teori Coopersmith dimana hanya dijelaskan dalam dua tingkat harga diri, yaitu harga diri tinggi dan rendah. Harga diri tinggi misalnya berhasil di bidang akademik, lebih mampu mengadakan hubungan sosial termasuk dalam hubungan keluarga, dan dapat mengekspresikan dirinya dengan baik, sedangkan harga diri rendah misalnya mengalami ketakutan akan kegagalan dalam hubungan sosial, memiliki tingkat kecemasan tinggi sehingga merasa diasingkan dan tidak diperhatikan, juga kurang dapat mengkspresikan dirinya.

3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Harga diri

  Menurut Dusek (1996) ada beberapa faktor yang sangat mempengaruhi tinggi rendahnya harga diri seseorang antara lain : a. Jenis Kelamin Beberapa penelitian menunjukkan bahwa remaja putri mudah terkena gangguan terhadap bentuk tubuh dibanding dengan kelompok usia lainnya. Secara khusus harga diri mereka cenderung rendah. Penyebabnya adalah sangat bermaknanya harga diri fisik agar dapat diterima oleh kelompoknya.

  b. Kelas Sosial Penelitian menunjukkan bahwa kelas sosial remaja yang ditandai oleh pekerjaan, pendidikan dan penghasilan orang tua merupakan penentu yang penting dari harga diri, khususnya individu yang berpindah dari tahap remaja mengarah keremaja akhir. Pada umumnya, dengan kelas sosial menengah memiliki harga diri yang lebih tinggi dibanding kelompok menengah kebawah.

  c. Pengasuhan Salah satu faktor yang menentukan tinggi rendahnya harga diri adalah pengasuhan. Dari penelitaian yang dilakukan Coopersmith ditemukan bahwa individu yang diasuh dengan penerimaan dan kehangatan serta memiliki suasana rumah yang memahami dan toleran memilki harga diri yang tinggi dibandingkan dengan yang diasuh dengan orang tua yang otoriter.

B. Masa Dewasa Awal

1. Pengertian Dewasa Awal

  Istilah adult berasal dari kata kerja latin yang berarti “tumbuh menjadi kedewasaan”. Akan tetapi kata “adult” berasal dari bentuk lampau dari kata kerja adultus yang berarti “telah tumbuh menjadi kekuatan dan ukuran yang sempurna” atau “telah menjadi dewasa”. Orang dewasa adalah individu yang telah menyelesaikan pertumbuhannya dan siap menerima kedudukan dalam masyarakat bersama dengan orang dewasa lainnya, masa dewasa muda dimulai pada umur 18 tahun sampai 40 tahun, disaat perubahan fisik dan psikologis yang menyertai berkurangnya kemampuan produktif (Hurlock,1999).

  Hurlock (1999) berpendapat bahwa individu disebut dewasa bila telah memiliki kekuatan tubuh secara maksimal, siap bereproduksi dan memilki kesiapan kognitif, afektif, dan psikomotor serta diharapkan dapat memainkan perannya bersama dengan individu-individu lain dalam masyarakat.

  Menurut Piaget (dalam Hurlock,1999) secara psikologis masa dewasa adalah usia dimana individu berintegrasi dengan masyarakat luas. Masa dewasa adalah usia dimana individu mengalami perubahan intelektual yang mencolok, transformasi yang khas dari cara berpikir memungkinkan untuk mencapai integrasi dalam hubungan sosial orang dewasa yang kenyataannya merupakan ciri khas yang umum dari periode perkembangan.

  Salah satu ciri-ciri perkembangan masa dewasa awal menurut Hurlock (1999) adalah masa dewasa awal sebagai masa penyesuaian diri dengan cara hidup baru dimana seorang pada masa dewasa awal sedang melakukan penyesuaian terhadap pola peran seks atas dasar persamaan derajat yang menggantikan pola tradisional serta pola baru dalam kehidupan keluarga.

  2. Tugas Perkembangan Dewasa Awal

  Havigurst (Hurlock,1999) membagi tugas–tugas sebagai berikut, mulai bekerja, memilih pasangan hidup, belajar hidup dengan tunangan, mulai membina keluarga, mengasuh anak, mengelola rumah tangga, mengambil tanggung jawab sebagai warga negara, dan mencari kelompok sosial yang menyenangkan.

  3. Fase-Fase Kognitif Dewasa

  Piaget (dalam Santrock, 1995) percaya bahwa seorang remaja dan seorang dewasa berpikir dengan cara yang sama. Namun beberapa ahli perkembangan percaya bahwa baru pada saat masa dewasalah individu mengatur pemikiran operasional formal mereka. Mereka mungkin merencanakan dan membuat hipotesis tentang masalah-masalah seperti remaja, tetapi mereka menjadi lebih sistematis ketika mendekati masalah sebagai orang dewasa.

  Fase-fase kognitif masa dewasa menurut Schaie (dalam Santrock, 1995) adalah:

  a. Fase mencapai prestasi (Achieving Stage) Fase dimasa dewasa awal yang menurut Schaie (1977), melibatkan penerapan inteletualitas pada situasi yang memiliki konsekuensi besar dalam mencapai tujuan jangka panjang, seperti pencapaian karier dan pengetahuan. Solusi ini harus diintegrasikan dalam rencana hidup yang mencakup masa depan.

  b. Fase tanggung jawab (The Responsibility Stage) Fase yang terjadi ketika keluarga terbentuk dan perhatian diberikan kepada keperluan-keperluan pasangan dan keturunan. Fase tanggung jawab sering dimulai pada masa dewasa awal dan terus berlanjut ke masa dewasa tengah.

  c. Fase eksekutif (The executive Stage) Fase yang terjadi di masa dewasa tengah dimana seseorang bertanggung jawab pada sistem kemasyarakatan dan organisasi sosial.

  d. Fase reintegratif (The reintregrative Stage) Terjadi pada bagian akhir dewasa fase terakir dimana orang dewasa yang lebih tua memilih untuk memfokuskan tenaga mereka pada tugas dan kegiatan yang bermakna bagi mereka. Usia dewasa awal merupakan masa yang paling menentukan pada sosok wanita. Masa dewasa awal manusia harus sudah memutuskan untuk bekerja atau menjalin hubungan hingga ke jenjang pernikahan. Karena itu masa dewasa awal merupakan masa yang sangat penting karena pada masa ini seseorang perlu membuat pilihan yang tepat demi menjalin masa depannya. Pada masa ini seseorang akan menghadapi dilemma antara kerja dan keluarga, mereka sudah mulai menerima dan memikul tanggung jawab yang lebih berat.

  Masa dewasa awal disebut juga golden age dimana pada masa ini semangat hidup seorang wanita tidak dapat ditunggu lagi. Pada usia emas ini hidup harus diputuskan saat ini demi mewujudkan citi-citanya (Prasetyadi, 2008)

C. Eksistensi Wanita Dalam Budaya Jawa

  Menurut Handayani dan Novianto (2004) kata wanita dalam masyarakat Jawa lebih dipilih daripada perempuan, sebab berdasarkan pemaknaan, kata “wanita” lebih dekat dengan kesadaran praktis masyarakat Jawa, dalam artian ‘Wanita” berasal dari kata wani (berani) dan tata (diatur), artinya seorang wanita adalah sosok yang berani ditata dan diatur.

  Analisis terhadap status dan peran wanita Jawa, terutama dalam hubungannya dengan pola pembagian kerja menghasilkan dua kesimpulan yang bertolak belakang. Hal tersebut menurut Kusujiarti (dalam Abdullah, 1997) disebabkan adanya perbedaan persepsi dan pendekatan yang digunakan dalam mencermati hubungan gender dan dinamika interaksi yang terjadi dalam hubungan gender pada masyarakat Jawa.

  Analisis pertama mengemukakan bahwa perempuan Jawa memiliki kekuasaan yang besar dan status yang tinggi, baik dalam masyarakat luas maupun keluarga. Posisi tersebut dicapai perempuan antara lain karena adanya struktur keluarga yang bilateral, anggapan umum yang menyatakan bahwa laki-laki dan perempuan atau suami-istri adalah dua mahluk yang saling melengkapi, serta sumbangan perempuan yang cukup besar dalam ekonomi keluarga yang dicapai melalui partisipasi aktif mereka dalam kegiatan produktif (Handayani dan Novianto, 2004).

  Menurut Koentjaraningrat (1984) peranan penting perempuan juga ditunjukkan dengan adanya kenyataan bahwa di sebagian besar rumah tangga Jawa, perempuanlah yang bertanggung jawab dalam pengelolaan pendapatan dan pengeluaran rumah tangga. Selain itu, perempuan juga berperan penting dalam proses pengambilan keputusan. Hal ini sangat berbeda dengan keadaan dan status perempuan di negara-negara berkembang lainnya, seperti Banglades, India, dan Cina, bahkan di antara kelompok masyarakat lain di wilayah Indonesia. Faktor-faktor itu menunjukkan bahwa perempuan mempunyai akses yang cukup besar terhadap berbagai jenis sumber daya, baik yang ada dalam keluarga maupun masyarakat. Sedangkan kemampuan dan kesempatan untuk mendapatkan akses terhadap sumber daya ekonomi, sosial, dan kultural merupakan faktor-faktor yang sangat penting dalam menentukan status dan peranan perempuan

  Analisis kedua menyangkal pendapat tersebut. Menurut analisis ini, peranan penting perempuan dalam sektor ekonomi dan pengelolaan rumah tangga belum tentu menunjukkan tingginya status dan kekuasaan perempuan. Perempuan memiliki beban ganda karena mereka harus mencari nafkah untuk keluarga dan juga dituntut untuk menyelesaikan sebagian besar pekerjaan domestik, sehingga mereka harus membagi waktu dan sumber daya untuk memenuhi kedua kewajiban tersebut secara bersamaan (Murniati, 1998).

  Menurut Mukmin (1980) wanita Indonesia memiliki berbagai macam motivasi yang mendorong mereka untuk bekerja diluar rumah, antara lain ekonomi material, misalnya untuk menambah penghasilan keluarga, motivasi mental spiritual, yaitu untuk mempraktekkan ilmu pengetahuan yang diperoleh guna meningkatkan karier dan kepuasan mental atuapun hanya sekedar keisengan yaitu bekerja sebagai suatu hoby tanpa tujuan tertentu hanya untuk mengisi waktu luang saja. Pada umumnya motivasi wanita Indonesia bekerja adalah karena adanya motivasi ekomoni dan spiritual. Wanita memandang pekerjaan hanya sebagai hal sampingan sedangkan pria memandang pekerjaan sebagai hal pokok bahkan mereka mengidentifikasikan diri dengan pekerjaan.

  Dalam masyarakat Jawa banyak ditemukan wanita Jawa justru dapat bertindak lebih taktis dan lebih rasional dalam situasi yang penuh tekanan terutama secara sosial. Hal ini disebabkan karena posisi laki-laki ada di wilayah publik, biasanya kaum laki-lakilah yang paling merasa terdesak untuk membawa diri sesuai dengan tuntutan-tuntutan tata karma yang tepat. Dengan demikian, karena dia berada di posisi publik maka laki-laki Jawa menanggung beban publik untuk selalu bisa membawakan diri. Oleh karena itu, dalam situasi penh tekanan sosial dia akan cenderung tidak spontan dan kurang jernih. Adapun kaum wanita jauh lebih mudah mengikuti rasa spontannya mengingat posisinya di wilayah privat sehingga ia cenderung bebas dan lebih jernih untuk mengemukakan pendapatnya . (Handayani dan Novianto, 2004).

  Dari dua analisis tersebut dapat diketahui bahwa kondisi kekuasaan dan peran perempuan Jawa dalam masyarakat dan keluarga merupakan kenyataan semu yang masih membutuhkan kajian yang lebih kritis. Para penganut analisis kedua berpendapat bahwa sistem patriarki merupakan halangan terbesar bagi perempuan Jawa untuk mendapatkan status dan peran yang setara dengan laki-laki. Sistem patriarki dengan nilai-nilai yang mengutamakan laki-laki ini, mempengaruhi cara perempuan dan laki-laki dalam mempersepsikan status dan peranannya dalam keluarga dan masyarakat serta menentukan citra masing-masing jenis kelamin dalam tatanan masyarakat (Budiman, 1985).

  Dalam tatanan sosial yang dilandasi pada sistem hubungan yang patriarkis, walaupun perempuan aktif dalam proses produksi dan tidak menghadapi hambatan kultural dan sosial yang sangat berarti dalam pola pembagian kerja secara domestik ataupun publik, namun pada dasarnya segala aktivitas perempuan dan persepsi masyarakat terhadap status dan posisi perempuan dilingkupi oleh nilai-nilai patriarkis yang memihak pada laki-laki.

  Nilai-nilai yang patriarkis tersebut diinternalisasikan dan dilanggengkan melalui berbagai institusi sosial seperti lembaga politik, pendidikan, maupun kepercayaan-kepercayaan, sehingga subordinasi tersebut tidak dirasakan sebagai suatu sistem yang secara langsung sangat menekan dan memojokkan perempuan (Abdullah, 1997).

  Kedua analisis tersebut, meskipun nampaknya sangat berlawanan, namun sesungguhnya merupakan perspektif yang saling melengkapi. Di satu pihak, perempuan Jawa, khususnya perempuan Jawa yang berada di pedesaan menempati posisi yang penting dalam keluarga dan masyarakat. Namun, di pihak lain perempuan tidak mendapatkan prestise, kesempatan, dan kekuasaan yang sebanding dengan laki-laki. Ideologi gender yang hegemonis, ideologi familialisme, yang menekankan peranan perempuan sebagai ibu dan istri, merasuk dan mempengaruhi cara pandang maupun persepsi perempuan dan laki-laki terhadap pengalaman kesehariannya. Kedua analisis tersebut berguna untuk menganalisis status dan peranan perempuan Jawa dalam masyarakat dan keluarga.

  Pendekatan pertama lebih menitikberatkan pada segi positif dan faktor- faktor yang menguntungkan bagi perempuan Jawa untuk berperan dalam keluarga dan masyarakat, tanpa melihat secara kritis mekanisme dan struktur yang memojokkan serta menghambat perempuan. Pendekatan kedua menitikberatkan pada adanya mekanisme struktural dan kultural, serta ideologi yang hegemonik yang melahirkan subordinasi terhadap perempuan. Sebagai akibatnya, perspektif ini kurang melihat perempuan sebagai mahluk yang aktif, yang tidak begitu saja menyerah pada ketentuan struktur dan kultur.

  Cara pandang ini juga kurang melihat hubungan gender sebagai suatu interaksi yang dinamis. Secara implisit paradigma ini memprapersepsikan atau mengasumsikan bahwa setiap hubungan gender bersifat eksploitatif dan mensubordinasikan perempuan dan menganggap bahwa laki-laki secara konspiratif bersepakat, serempak, dan sadar berusaha menempatkan perempuan pada posisi yang tidak menguntungkan (Budiman, 1985).