DISKRESI KEPALA DAERAH DALAM PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH YANG BERIMPLIKASI KERUGIAN

DISERTASI DISKRESI KEPALA DAERAH DALAM PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH YANG BERIMPLIKASI KERUGIAN

  Oleh:

  IG.Ng Indra Setiabudi Ranuh NIM 031217017305 PROGRAM STUDI DOKTOR ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS AIRLANGGA SURABAYA 2016

  Disertasi ini telah diuji pada Ujian Akhir Tahap II (Terbuka) Pada: Selasa, 23 Februari 2016

  1. Prof. Dr. Eman, S.H.,M.S. (Ketua)

  2. Prof. Dr. Tatiek Sri Djatmiati, S.H.,M.S. (Promotor)

  3. Dr. Sukardi, S.H., M.H. (Kopromotor)

  4. Dr. Soenarto, S.H.,M.H. (Anggota)

  5. Prof. Dr. Sri Hajati, S.H.,M.S. (Anggota/Sekretaris)

  6. Prof. Dr. Muchammad Zaidun, S.H., M.Si. (Anggota)

  7. Prof. Dr. Drs. Abd. Shomad, S.H., M.H. (Anggota)

  8. Dr. Lina Hastuti, S.H.,M.H. (Anggota)

  9. Dr. Lanny Ramli, S.H., M.Hum. (Anggota)

  10. Dr.Sarwirini, S.H., M.S. (Anggota) Ditetapkan dengan Surat Keputusan Dekan Fakultas Hukum Universitas Airlangga Nomor : 130/UN3.1.3/2016 Tanggal :

  16 Februari 2016

UCAPAN TERIMA KASIH

  Puji dan syukur saya panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga disertasi ini dapat terselesaikan. Atas selesainya disertasi ini saya mengucapkan terima kasih kepada: 1.

  Promotor yang terpelajar Prof. Dr. Tatiek Sri Djatmiati, S.H., M.S. yang telah membimbing saya sejak mulai menyusun naskah ujian akademik sebagai Penasehat Akademik sampai dengan selesainya penulisan disertasi ini. Hanya dengan ketekunan, ketelitian dan kesabaran beliau membimbing saya sehingga membuahkan hasil disertasi ini.

  2. Ko promotor yang terpelajar Dr. Sukardi, S.H., M.H. yang telah membimbing saya sejak penyusunan proposal disertasi sampai dengan selesainya penulisan disertasi ini. Kepakaran beliau di bidang Hukum Tata Usaha Negara khususnya pemerintahan daerah telah menjadikan disertasi ini semakin baik dari segi substansinya.

3. Rektor dan mantan Rektor Universitas Airlangga yang terpelajar

  Prof. Dr. Moh. Nasih, SE, MT., Ak., CMA dan yang terpelajar Prof. Dr. Fasich, Apt yang telah memberi izin kepada saya untuk

  menempuh pendidikan doktor ilmu hukum di Program Studi Doktor Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Airlangga.

  4. Dekan dan mantan Dekan Fakultas Hukum Universitas Airlangga yang terpelajar Prof. Dr. Eman, S.H., M.S dan yang terpelajar Prof. Dr.

  Muchammad Zaidun, S.H., M.Si yang telah memberi izin kepada saya

  untuk mengikuti pendidikan doktor ilmu hukum di Program Studi Doktor Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Airlangga.

  5. Ketua dan mantan Ketua serta Sekretaris Program Studi Doktor Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Airlangga yang terpelajar

  Prof. Dr. Sri Hajati, S.H., M.S., Prof. Dr. Didik Endro Purwoleksono, S.H., M.H. dan yang terpelajar Dr. Lina Hastuti, S.H., M.H., Dr. Iman Prihandono, S.H., M.H., L.L.M., Phd atas segala pelayanan

  akademiknya selama saya mengikuti pendidikan program doktor ilmu hukum di Program Studi Doktor Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Airlangga.

  6. Para pengajar perkuliahan semester pertama untuk mata kuliah Penelitian Hukum, Teori Hukum dan Filsafat Hukum pada Program Studi Doktor Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Airlangga yang terpelajar

  Prof. Dr. Frans Limahelu, S.H., L.LM., Prof. Dr. Peter Mahmud Marzuki, S.H., M.S., L.L.M., Prof. Dr. Muchammad Zaidun, S.H., M.SI., Prof. Dr. Eman, S.H., M.S., Prof. Dr. Drs. Abd. Shomad, S.H. M.H., dan Nurul Barizah, S.H., L.LM., Ph.D.

  7. Para pengajar Matakuliah Pengembangan Keilmuan dan Keahlian (MKPKK) yang terpelajar Prof. Dr. Tatiek Sri Djatmiati, S.H., M.S.,

  Prof. Dr. Agus Yudha Hernoko, S.H., M.H., Prof. Dr. Didik Endro

Purwoleksono, S.H., M.H., dan Dr. Sukardi, S.H.,M.H.

  8. Para pengajar Mata Kuliah Penunjang Disertasi (MKPD) yang terpelajar

  Prof. Dr. Tatiek Sri Djatmiati, S.H., M.S., Prof. Dr. I Gusti Ngurah

Wairocana, S.H., M.H., dan Dr. Sarwirini, S.H., M.S.

  9. Panitia penguji tahap ujian kualifikasi yang terpelajar Prof. Dr.Sri

  Djatmiati, S.H., M.S., Prof. Dr. Eman, S.H.,M.S., Prof. Dr. Agus Yudha Hernoko, S.H.,M.H., Prof. Dr. Didik Endro Purwoleksono, S.H.,M.H., Dr. Sukardi, S.H.,M.H., Dr. M. Hadi Shubhan, S.H.,M.H., C.N. dan Dr. Lanny Ramli, S.H.,M.Hum.

  10. Panitia penguji tahap ujian proposal yang terpelajar Prof. Dr. Tatiek Sri

  Djatmiati, S.H., M.S., Dr. Sukardi, S.H.,M.H., Prof. Dr. Eman, S.H., M.S., Prof. Dr. Agus Yudha Hernoko, S.H., M.H., Prof. Dr. I Gusti Ngurah Wairocana, S.H., M.H., Dr. Emanuel Sujatmoko, S.H., M.S., dan Dr. Lanny Ramli, S.H., M.Hum.

  11. Panitia penguji tahap ujian kelayakan yang terpelajar Prof. Dr. Tatiek Sri

  Djatmiati, S.H., M.S., Dr. Sukardi, S.H.,M.H., Prof. Dr. Eman, S.H., M.S., Dr. Sarwirini, S.H., M.S., Dr. Emanuel Sujatmoko, S.H., M.S., Dr. Lanny Ramli, S.H., M.Hum., dan Dr. Rr. Herini Siti Aisyah,

S.H.,M.H.

  12. Panitia penguji tahap ujian tertutup yang terpelajar Prof. Dr. Eman, S.H.,

  M.S., Prof. Dr. Tatiek Sri Djatmiati, S.H., M.S., Dr. Sukardi, S.H.,M.H., Prof. Dr. I Gusti Ngurah Wairocana, S.H., M.H., Prof. Dr. Sri Hajati, S.H., M.S., Dr. Sarwirini, S.H., M.S., dan Dr. Rr. Herini Siti Aisyah, S.H., M.H.

  13. Panitia penguji tahap ujian terbuka yang terpelajar Prof. Dr. Eman, S.H.,

  M.S., Prof. Dr. Tatiek Sri Djatmiati, S.H., M.S., Dr. Sukardi, S.H.,M.H., Prof. Dr. Muchammad Zaidun, S.H., M.Si, Prof. Dr. Sri Hajati, S.H., M.S., Prof. Dr. Drs. Abd. Shomad, S.H. M.H., Dr. H. Sunarto, S.H., M.H., Dr. Sarwirini, S.H., M.S., Dr. Lanny

Ramli, S.H., M.Hum. dan Dr. Lina Hastuti, S.H., M.H.

  14. Istri amat saya cintai Annie Retnowanti, S.H., CN berserta anak-anak saya yang amat saya banggakan dan sayangi IG Ng Irwan Dharmawan

  Ranuh, S.E., M.Sc, IGA Dewi Rachmawanti Ranuh, S.T., IG Adika Satriawan Ranuh dan IG Dimas Prasetyawan Ranuh yang selalu

  memberikan dukungan dan telah sangat sabar kehilangan banyak waktu dengan saya untuk urusan pekerjaan di kantor ditambah untuk menyelesaikan disertasi ini.

  15. Kedua orang tua saya yang amat sangat saya sayangi Prof. Dr. H. IG.N.

  Gde Ranuh, Sp.A(K) dan Hj. Rabiatul Abdijah yang selalu

  memberikan dukungan dan doanya kepada saya untuk memperoleh gelar doktor ilmu hukum dari Program Studi Doktor Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Airlangga.

  16. Gubernur Jawa Timur yang sangat saya hormati Bapak Dr. H. Soekarwo, yang telah mengizinkan dan memberikan dukungan kepada saya untuk mengikuti pendidikan doktor ilmu hukum di Program Studi Doktor Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Airlangga.

  17. Sekretaris dan mantan Sekretaris Daerah Provinsi Jawa Timur yang sangat saya hormati Bapak Dr. H. Akhmad Sukardi, M.M. dan Bapak Dr.

  Rasiyo, M.Si yang telah mengizinkan dan memberikan dukungan kepada

  saya untuk mengikuti pendidikan doktor ilmu hukum di Program Studi Doktor Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Airlangga.

  18. Kepala dan mantan Kepala Dinas Pendapatan Daerah Provinsi Jawa Timur yang sangat saya hormati Bapak Bobby Soemiarsono, S.H.,M.Si dan Bapak Drs. AA Gde Rakawija, M.Si yang telah mengizinkan dan memberikan dukungan kepada saya untuk mengikuti pendidikan doktor ilmu hukum di Program Doktor Studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Airlangga.

  19. Sahabat saya Muhammad Yusni, S.H., M.H Kepala Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara yang menjadi teman diskusi mengenai diskresi pejabat pemerintahan yang menjadi perkara tindak pidana korupsi.

  20. Sahabat, mentor dan teman diskusi saya Dr. H. Freddy Poernomo, S.H.,

  M.H. dan Dr. A ’an Efendi, S.H., M.H. yang banyak membantu saya

  untuk memahami hukum pemerintahan daerah, hukum administrasi dan hukum acara peradilan tata usaha negara.

  21. Yang terpelajar Prof. Dr. Henk Addink (Associate Professor-Utrecht University School Of Law) yang telah bersedia diajak diskusi mengenai

  good governance dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah ketika saya

  berkunjung ke kampus Beliau di Universitas Utrecht, Belanda, pada Juni 2015.

  22. Adik-adikku yaitu Dr. IGM Reza Gunadi Ranuh, dr.Sp.Ak dan dr. Ria Silvia, Dr. IGA Wahju Ardani Ranuh, drg.M.Kes,So.Ort. dan drg.

  Irfandi Doelyat, Ir. IG Bagus Kurniawan Ranuh dan Dra. Nora Puspitaningtyas beserta keponakan-keponakan saya yang selalu memberi

  kepada saya untuk mengejar cita-cita menjadi doktor ilmu hukum

  support

  dari Program Studi Doktor Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Airlangga. Dodo dan Rani, Aswin dan Tari, Iswan dan Farah, Irfan, Hanif, Firman, Rendi, Linda, Mita.

  23. Saudara saya di rumah, Pak Suyadi yang tanpa bantuan dan kesabarannya tidak mungkin urusan pekerjaan di kantor maupun studi saya akan lancar seperti ini.

  24. Para Kasi, Anang Noor Baiquni, S.STP, Eko Setiawan, S.Sos,

  Widaningrum Ema R., S.Sos, M.Si dan staf saya, Tutik Wahju Widarti, SH, Sutji Roessanti, Wiwik Susilowati, SE, Yudhi Arifin, Bambang Sutrisno, Aru Adia Syauqi, SE, Ahmad Arlifansah Ismail, SE, dan Bagus Muhammad Tombadawi di Bidang Pendapatan Lain-

  Lain Dispenda Provinsi Jawa Timur yang telah banyak membantu kelancaran studi saya.

  25. Para staf di Program Studi Doktor Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Airlangga, Pak Amin, Bu Nisa dan Bu Hermi atas semua pelayanan dan bantuannya selama saya mengikuti pendidikan program doktor ilmu hukum.

  Surabaya, Februari 2016

  IG.NG Indra S. Ranuh

  SUMMARY

  In the implementation of regional government, discretion is unavoidable. An ambiguous law or indeed with an intention to give choices that have to be stipulated based on the intepretation of the head of region that will produce a discretion. In the reality, discretion with the objective to complete an ambiguous law, in practice often cause deprivation to the public. The deprivation can be in form of individual deprivation as well as public deprivation which happen when a discretion implicates a criminal acts of corruption. The practice of head of region discretion that cause deprivation induce a responsibility and liability to the head of region.

  This dissertation stipulate three research problem: (1) philosophy of head of region discretion in the implementation of regional government; (2) discretion of head of region that implicates a deprivation; and (3) the responsibility and liability of the head of region towards the discretion that implicates a deprivation. In order to find the answer of these three research problems, this dissertation is using the legislation approach, conceptual approach, case approach and comparison approach.

  The philosophy of the discretion of head of region in the implementation of regional government is a separation power theory, transition power theory, complement theory and independent power theory. Based on the separation power theory then the legislative body determine a law that become the basis for the government decision making which mean that the government shall implement what has been determined by the legislative body in the law. However, the scope of government task which is already huge is not always get support from the law from the legislative body that can become the basis for the implementation of their task. In the event of prevent the vacuum of the government performance then the government is allowed to act without the law which later has been known as a government discretion. Based on the transition power theory which mean a discretion induce from the transfer from the legislative body to the government (regional government) to determine its own legal basis to act or issued a specific decision if there are no legal basis which should have been made by the legislative. Based on the complementary theory which mean that the discretion is the supplement of the principle of legality as the main source of the government implementation (regional governement). The principle of legality that stand on the written law is always left behind from the basic need of law as the basis of government performance which the scope is really huge so to overcome this the government has the right to discretion. Meanwhile based on the independent power theory which mean the discretion is the stand alone beside the other powers in the implementation of nation power. The power of discretion is special because this is induce if there is no regulation as the basis of an act of the government and in the same time government must act which can‟t be postponed because the non existence of the law.

  The head of region discretion that implicates a deprivation can be in the form of individual deprivation and public deprivation. Individual deprivation is a deprivation of individual right, for the example a discretion of the head of region which allow the demolition of the building own by a citizen, dismissal of the government employee and others. Public deprivation is a deprivation on the public rights collectively or State because the discretion of the head of region is induce a criminal act of corruption. The deprivation of nation economy as the induce a criminal act of corruption. The deprivation of state economy as the implication of criminal act of corruption is public deprivation not an individual deprivation.

  The discretion of the head of region that implicates a deprivation induce responsibility and liability to the involved head of region. Responsibility and liabilitiy of the head of region on the discretion that implicates a individual deprivation is to pay the compensation and restore the victim circumstances before the deprivation happened, the responsibility to compensate the deprivation and restoration will be become a resposnbility of the position responsibility or the person. The discretion of the head of region that implicates a public deprivation in the form of state eonomic can happened because an administration or the criminal act of corruption. An administration failure procedure induce a responsibility based on the administration law “return state economic and administration sanction while the criminal acts of corruption induce a cri minal responsibility for the head of region individually.”

  The law drafter in the formulate the law shall avoid the article that rose the choices which has multiple interpretations and without the stipulation avoid the different understanding. This is to prevent the different interpretation of the head of region, law enforcer about the choices that has been determined by the head ofregion based on the discretion, which in few days later will become a lawsuit.

  In the implementation of the discretion, the head of region should following the law regarding the discretion in the UUAP, so they don‟t have to worried about the discretion which is going to be a lawsuit in the coming days. Discretion of a head of region that implicates a economic stated deprivation should be checked before by a intern supervisor to decide whether they are administration problem or the criminal act of corruption. If based on the intern supervisor found that the deprivation is induce from the adminstration provblem then it will determine the obligation to return the state deprivation and followed by administration sanction based on the mistakes that lead to deprivation of state. The other head of region/ other offical whom concern with the decision of the intern supervisor can filed their concern to state administration judicature to be review. Vice versa, if the intern supervisor found that a state economic deprvation happen because a criminal act of corruption then the handling will be overtaken by the authorized enforcer.

  RINGKASAN

  Dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah, diskresi tidak mungkin dihindari. Undang-undang yang tidak lengkap atau memang memberikan pilihan- pilihan yang harus ditetapkan berdasarkan pertimbangan sendiri telah melahirkan diskresi oleh kepala daerah. Kenyataannya, diskresi yang tujuannya untuk menutupi ketidaklengkapan undang-undang itu justru dalam pelaksanaannya sering menimbulkan kerugian bagi masyarakat. Kerugian itu dapat berwujud kerugian individu maupun kerugian publik yaitu ketika diskresi berimplikasi pada tindak pidana korupsi. Pelaksanaan diskresi kepala daerah yang menimbulkan kerugian melahirkan tanggung jawab dan tanggung gugat bagi kepala daerah yang bersangkutan.

  Disertasi ini menetapkan tiga rumusan masalah yaitu: (1) filosofi diskresi kepala daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah; (2) diskresi kepala daerah yang berimplikasi kerugian; dan (3) tanggung jawab dan tanggung gugat kepala daerah terhadap diskresi yang berimplikasi kerugian. Dalam rangka menemukan jawaban dari tiga rumusan masalah tersebut, disertasi ini menggunakan pendekatan perundang-undangan, pendekatan konseptual, pendekatan kasus dan pendekatan perbandingan.

  Filosofi diskresi kepala daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah adalah teori pemisahan kekuasaan, teori peralihan kekuasaan, teori pelengkap dan teori kekuasaan mandiri. Berdasarkan teori pemisahan kekuasaan maka badan legislatif menetapkan undang-undang yang menjadi dasar pembuatan keputusan pemerintah yang berarti pemerintah hanya melaksanakan apa yang sudah ditetapkan oleh badan legislatif dalam undang-undang. Namun demikian, ruang lingkup tugas pemerintah yang sangat luas tidak selalu dapat diiringi oleh pembuatan undang- undang oleh badan legislatif yang akan menjadi dasar pelaksanaan tugas-tugas tersebut. Dalam rangka mencegah kevakuman pelaksanaan tugas-tugas pemerintahan maka pemerintah diperbolehkan untuk bertindak meskipun belum ada undang- undangnya yang kemudian dikenal sebagai kewenangan diskresi pemerintah. Menurut teori peralihan kekuasaan diskresi lahir karena ada penyerahan sebagian kekuasaan badan legislatif kepada pemerintah (pemerintah daerah) untuk menciptakan dasar hukum sendiri untuk melakukan suatu perbuatan atau mengeluarkan keputusan tertentu jika dasar hukum itu tidak ada dalam undang- undang yang mestinya harus dibuat oleh badan legislatif. Berdasarkan teori pelengkap yang berarti diskresi adalah pelengkap asas legalitas sebagai sumber utama penyelenggaraan pemerintahan (pemerintahan daerah). Asas legalitas yang bertumpu pada hukum tertulis selalu tertinggal dari kebutuhan dasar hukum tugas-tugas pemerintahan yang sangat luas sehingga untuk mengatasi itu pemerintah memiliki kewenangan diskresi. Sementara itu berdasarkan teori kekuasaan mandiri yang berarti diskresi adalah kekuasaan yang berdiri sendiri di luar kekuasaan-kekuasaan lain dalam penyelenggaraan kekuasaan negara. Kekuasaan diskresi sifatnya khusus karena baru ada jika tidak ada undang-undang sebagai dasar suatu tindakan oleh pemerintah

dan pada saat bersamaan pemerintah harus melakukan suatu tindakan yang tidak bisa ditunda karena ketiadaan undang-undang tersebut.

  Diskresi kepala daerah yang berimplikasi kerugian dapat berwujud kerugian individual dan kerugian publik. Kerugian individual adalah kerugian terhadap hak individu tertentu yang sifatnya personal, misalnya diskresi kepala daerah yang berwujud pembongkaran bangunan milik seorang warga, pemecatan pegawai negeri sipil dan lain sebagainya. Kerugian publik adalah kerugian terhadap hak publik masyarakat secara kolektif atau negara karena diskresi kepala daerah melahirkan tindak pidana korupsi. Kerugian keuangan negara akibat tindak pidana korupsi adalah kerugian publik bukan kerugian individu tertentu.

  Diskresi kepala daerah yang berimplikasi kerugian melahirkan tanggung jawab dan tanggung gugat bagi kepala daerah yang bersangkutan. Tanggung jawab dan tanggung gugat kepala daerah terhadap diskresi yang berimplikasi kerugian individual adalah membayar ganti kerugian dan memulihkan kedudukan pihak korban pada kondisi semula sebelum terjadinya kerugian. Kewajiban membayar ganti kerugian dan tindakan pemulihan akan menjadi tanggung jawab jabatan atau pribadi bergantung pada apakah kerugian itu disebabkan oleh kesalahan jabatan atau kesalahan pribadi. Diskresi kepala daerah yang berimplikasi kerugian publik yang berwujud kerugian keuangan negara dapat terjadi karena kesalahan administrasi maupun tindak pidana korupsi. Kesalahan administrasi melahirkan tanggung jawab menurut hukum administrasi yaitu mengembalikan keuangan negara dan sanksi administrasi sementara tindak pidana korupsi melahirkan tanggung jawab pidana bagi kepala daerah secara individu.

  Pembentuk undang-undang dalam merumuskan pasal-pasal dalam undang- undang hendaknya menghindari rumusan pasal yang memberikan pilihan-pilihan yang sifatnya multi tafsir dan tanpa penetapan ukuran untuk menetapkan pilihan- pilihan itu. Hal ini untuk menghindari perbedaan pemahaman antara kepala daerah dengan penegak hukum mengenai pilihan yang telah ditetapkan kepala daerah menurut pertimbangannya jika pilihan itu dikemudian hari menjadi perkara hukum.

  Dalam melaksanakan diskresi hendaknya kepala daerah mengikuti aturan- aturan mengenai diskresi dalam UUAP sehingga tidak khawatir tindakan diskresinya akan menjadi perkara hukum dikemudian hari. Diskresi kepala daerah yang berimplikasi kerugian keuangan negara hendaknya diperiksa terlebih dahulu oleh pengawas internal untuk menentukan apakah kerugian itu karena kesalahan administrasi atau tindak pidana korupsi. Jika berdasarkan pemeriksaan pengawas internal ditemukan bahwa kerugian itu karena kesalahan administrasi maka ditetapkan kewajiban untuk mengembalikan kerugian negara itu serta dibebani sanksi administrasi sesuai tingkat kesalahan yang menyebabkan kerugian negara. Kepala daerah/pejabat lain yang keberatan terhadap keputusan pengawas internal dapat mengajukan keberatan ke peradilan tata usaha negara untuk menguji keputusan pengawas internal. Sebaliknya, jika pengawas internal menemukan bahwa kerugian keuangan negara terjadi karena tindak pidana korupsi maka penanganannya diserahkan kepada penegak hukum yang berwenang.

  ABSTRACT Discretion of the Head of Region in the Implementation of Regional Government that Implicates Deprivation

  Discretion head of region that implicates public deprivation which is an economic state have to be investigated first by the intern supervisor to decided if that deprivation is caused by an administration error or a criminal act of corruption. If based on investigation by intern supervisor found that the deprivation is caused by administration mistake then it set an obligation to return the state losses and and also imposed administrative sanctions based on the error rate that generated the loss. Other state governor that doesn‟t agree with the decision made by the internal controller could appealed to the administrative state court to verify the decision made by the internal controller. If the court confirm intern supervisor decision then the regional government is obliged to give a compensation whereas if the court granted the appealed by the regional government then the intern supervisor decision is aborted. On the contrary, if the intern supervisor found that the state loss is occured by a criminal act of corruption than it will be handled to authorities law enforcer.

  Keywords: discretion, regional government, deprivation, responsbility and liability

DAFTAR PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

  Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1986 Nomor 77; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3344).

  Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Korupsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 140; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3874).

  Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286).

  Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355).

  Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 35; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4380).

  Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437).

  UU Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438). Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844).

  UU Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5049.).

  Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua atas Undang- Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 160; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5079).

  Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang- undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234). Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587).

  Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 292, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5601).

  Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1991 tentang Ganti Rugi dan Tata Cara Pelaksanaannya Pada Peradilan Tata Usaha Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1991 Nomor 52; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3448).

  Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 127, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4890).

  DAFTAR TABEL

  Tabel 1 : Diskresi Gubernur Jawa Timur

  3 ………………………………... Tabel 2 : Diskresi Kepala Daerah yang Berimplikasi Kerugian

  9 …………

  Tabel 3 : Kelebihan dan Kekurangan Peraturan Perundang-undangan ….. 133

  Tabel 4 : Peraturan Perundang-undangan yang Mengandung Diskresi bagi Kepala Daerah dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah

  151 …………………………………………………………. Tabel 5 : Diskresi Gubernur Jawa Timur dalam Pelayanan Publik Dinas

  161 Pendapatan Provinsi Jawa Timur………………………………

  Tabel 6 : Keluhan Masyarakat terhadap Pelayanan Publik Berdasarkan 173

  Klasifikasi Substansi Maladministrasi………………………… Tabel 7 : Laporan Masyarakat dalam Pelayanan Publik Berdasarkan

  178 Klasifikasi Terlapor……………………………………………. Tabel 8 : Laporan Pengaduan Masyarakat Jawa Timur dalam Pelayanan

  179 Publik Berdasarkan Daerah Terlapor………………………….. Tabel 9 : Korupsi Kepala Daerah yang Bermula dari Tindakan

  200 Diskresi…………………………………………………………

  Tabel 10 : Langkah- Langkah Tindakan Diskresi…………………………. 217

  Tabel 11 : Karakteristik Atribusi, Delegasi dan Mandat………………….. 235

  Tabel 12 : Perbedaan Tanggung Jawab Jaba tan dan Pribadi……………… 248

DAFTAR ISI LEMBAR PERSETUJUAN

  ………………………………………………

  ii PENETAPAN PANITIA UJIAN AKHIR TAHAP II (TERBUKA)

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN …………………………………………….

  15

  ………………………………………………

  14

  1.4.2 Manfaat Praktis………………………………….

  13

  1.4.1 Manfaat Teoritis…………………………………

  13

  13

  13

  1.3.1 Tujuan Umum…………………………………...

  13

  ………………………………………

  1.3 Tujuan Penelitian

  ……… iii

  UCAPAN TERIMA KASIH ……………………………………………... iv SUMMARY ……………………………………………………………….. xi RINGKASAN …………………………………………………………….. xv

ABSTRACT.......................................................................................... xx

DAFTAR PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

  ……………….

  xxi DAFTAR TABEL

  ………………………………………………………… xxiii

  ……………………………………………………………… xxiv

  1

  1.1 Latar Belakang Masalah

  ………………………………

  1

  1.2 Rumusan Masalah ……………………………………..

  12

1.3.2 Tujuan Khusus…………………………………..

1.4 Manfaat Penelitian ……………………………………..

1.5 Orisinalitas

  1.6 Kerangka Konseptual

  16 …………………………………..

  1.6.1

  17 Diskresi………………………………………….

  1.6.2

  19 Kepala Daerah…………………………………...

  1.6.3

  20 Pemerintah Daerah………………………………

  1.6.4

  23 Kerugian…………………………………………

  1.7 Metode Penelitian 23 ……………………………………….

  1.7.1 Tipe Penelitian

  23 …………………………………..

  1.7.2 Pendekatan Masalah

  25 …………………………….

  1.7.3

  29 Sumber Bahan Hukum…………………………..

  1.7.4

  30 Prosedur Pengumpulan Bahan Hukum………….

  1.7.5

  30 Pengolahan dan Analisis Bahan Hukum………...

  1.8 Pertanggungjawaban Sistematika

  31 ……………………..

  BAB II FILOSOFI DISKRESI KEPALA DAERAH DALAM PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH

  34 ….

  2.1 Pemerintahan Daerah di Indonesia................................

  34

  2.2 Pemerintahan Daerah di Jepang

  39 ……………………….

  2.3 Pemerintahan Daerah di Belanda

  46 ……………………...

  2.3.1 Belanda: Negara Kecil tetapi Sangat Berpengaruh

  46 ……………………………………...

  2.3.2

  48 Pemerintah Pusat………………………………...

  2.3.3

  48 Provinsi…………………………………………..

  2.3.4

  50 Struktur Pemerintah Lokal……………………….

  2.3.5 Tugas- Tugas Pokok Pemerintah Lokal…………..

2.5 Good Governance dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah …………………………………..

2.5.1 Konsep Good Governance……………………….

2.5.2.2 Keterbukaan……………………………

2.6 Filosofi Diskresi

  2.6.4 Teori Kekuasaan Mandiri………………………..

  2.6.2 Teori Peralihan Kekuasaan………………………

  94

  2.6.3 Teori Pelangkap………………………………….

  96

  2.8 Teori Mengenai Fungsi Hukum Administrasi Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah ……………... 114

  97

  98

  55

  2.8.1 Teori Lampu Merah……………………………...

  119

  122

  87

  2.6.1 Teori Pemisa han Kekuasaan……………………..

  86

  61

  2.3.6 Keuangan Pemerintah Lokal……………………..

  58

  2.3.7 Asosiasi Pemerintah Lokal di Belanda…………..

  58

  2.4 Perbedaan dan Persamaan Pemerintahan Daerah di Indonesia, Jepang dan Belanda ………………………...

  59

  61

  …………………………………………

  2.5.2 Prinsip-Prinsip Good Governance dalam Pen yelenggaraan Pemerintahan Daerah…………

  74

  2.5.2.1 Peran serta Masyarakat …………………

  74

  77

  2.5.2.3 Akuntabilitas…………………………...

  84

2.7 Diskresi Perpektif Negara Hukum …………………….

2.8.2 Teori Lampu Hijau………………………………

  BAB III DISKRESI KEPALA DAERAH YANG BERIMPLIKASI KERUGIAN …………………………………………………... 126

3.1 Konsep Diskresi Kepala Daerah ………………………. 126

  3.1.2 Asas Legalitas dan Diskresi yang Tidak Mungkin Dihindari…………………………………………

  168

  3.5.3 Diskresi Kepala Daerah yang Berimplikasi Tindak

  192

  3.5.2 Diskresi Kepala Daerah dan Tindak Pidana Korupsi…………………………………………...

  186

  3.5.1 Kerugian Aki bat Diskresi Kepala Daerah……….

  186

  3.5 Konsep Diskresi Kepala Daerah yang Berimplikasi Kerugian ………………………………………………...

  181

  3.4.5 Kasus Gugatan Pelayanan Publik………………..

  176

  3.4.4 Pelayanan Publik yang Berimplikasi Kerugian….

  3.4.3 Maladministrasi dalam Pelayanan Publik ………..

  130

  3.1.1 Asas Legalitas…………………………………… 126

  3.4.2 Diskresi Kepala Daerah dalam Pelayanan Publik di Jawa Timur ……………………………………

  154

  3.4.1 Konsep Pelayanan Publik ………………………..

  …………………………………… 154

  3.4 Diskresi Kepala Daerah dalam Pelayanan Publik: Studi di Jawa Timur

  3.3 Diskresi Kepala Daerah dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah ………………………………….. 150

  146

  ……………

  3.2 Diskresi Menurut Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan

  139

  3.1.3 Konsep Diskresi………………………………….

  158

  199 Pidana Korupsi…………………………..

3.6 Konsep Kerugian Keuangan Negara 207 ………………….

  3.7 Diskresi di Jerman dan Australia 214 ……………………...

BAB IV TANGGUNG JAWAB DAN TANGGUNG GUGAT KEPALA DAERAH TERHADAP DISKRESI YANG BERIMPLIKASI KERUGIAN 220

  ………………………………

  4.1 Prinsip Tiada Wewenang Tanpa Pertanggungjawaban 220 …………………………………...

4.2 Pengujian Penggunaan Wewenang 225

  ……………………

  4.2.1 Wewenang 225 ……………………………………….

4.2.2 Sumber wewenang 232 ……………………………….

  4.2.3 Pengujian Penggunaan Wewenang oleh pengawas 236 Internal…………………………………………...

  4.2.4 Pengujian Penggunaan Wewenang oleh Peradilan 240 Tata Usaha Negara……………………………….

  4.2.5 Pengujian Penggunaan Wewenang Diskresi 242

  Kepala Daerah……………………………………

4.3 Tanggung Jawab dan Tanggung Gugat Jabatan Kepala Daerah Terhadap Diskresi yang Berimplikasi Kerugian

  243 ………………………………………………...

  4.3.1 243 Tanggung Jawab dan Tanggung Gugat………….

  4.3.2 246

  Tanggung Jawab dan Tanggung Gugat Jabatan…

  4.3.3 250

  Kewajiban Pemulihan Kerugian…………………

  4.3.4 Analisis Kasus Tanggung Gugat Jabatan Kepala Daerah Terhadap Diskresi yang Berimplikasi Kerugian: Kasus Sisminardi dkk Melawan

  253 Walikota Surabaya……………………………….

  4.4 Tanggung Jawab dan Tanggung Gugat Pribadi Kepala Daerah Terhadap Diskresi yang Berimplikasi Kerugian 262 ………………………………………………...

  4.5 Tanggung Jawab Pidana Kepala Daerah Terhadap Diskresi yang Berimplikasi Tindak Pidana Korupsi 264

  …

  4.5.1 264 Pertanggungjawaban Pidana……………………..

  4.5.2 Sanks 270 i Pidana…………………………………….

  4.5.3 Analisis Kasus Diskresi Kepala Daerah yang 272 Berimplikasi Tindak Pidana Korupsi…………….

  4.5.3.1 Kasus Korupsi Bupati Tanjung 272

  Karang…………………………………