BAB III ARAHAN PEMBANGUNAN BIDANG CIPTA KARYA KOTA BEKASI - DOCRPIJM 9ef5dc62da BAB IIIBAB 3docx

BAB III ARAHAN PEMBANGUNAN BIDANG CIPTA KARYA KOTA BEKASI

  

3.1 ARAHAN PEMBANGUNAN BIDANG CIPTA KARYA DAN

ARAHAN PENATAAN RUANG

  Dalam rangka mewujudkan kawasan permukiman yang layak huni dan berkelanjutan, konsep perencanaan pembangunan infrastruktur Bidang Cipta Karya disusun dengan berlandaskan pada berbagai peraturanperundangan dan amanat perencanaan pembangunan. Untukmewujudkan keterpaduan pembangunan permukiman, Pemerintah Pusat, Provinsi, dan Kabupaten Karawang perlu memahami arahan kebijakan tersebut, sebagai dasar perencanaan, pemrograman, dan pembiayaanpembangunan Bidang Cipta Karya.

3.1.1 Arahan Pembangunan Bidang Cipta Karya

  Dalam pelaksanaannya, pembangunan infrastruktur Bidang Cipta Karya dihadapkan pada beberapa isu strategis, antara lain bencana alam, perubahan iklim, kemiskinan, reformasi birokrasi, kepadatan penduduk perkotaan, pengarusutamaan gender, serta green economy. Disamping isu umum, terdapat juga permasalahan dan potensi pada masing-masing daerah, sehingga dukungan seluruh stakeholders pada penyusunan RPIJM Bidang Cipta Karya sangat diperlukan.

3.1.1.1 RPJP Nasional 2005 – 2025 (UU No. 17 Tahun 2007)

  RPJPN 2005-2025 yang ditetapkan melalui UU No. 17 Tahun 2007, merupakan dokumen perencanaan pembangunan jangka panjang sebagai arah dan prioritas pembangunan secara menyeluruh yang akan dilakukan secara bertahap dalam jangka waktu 2005-2025. Dalam dokumen tersebut, ditetapkan bahwa Visi Indonesia pada tahun 2025 ad alah “Indonesia yang Mandiri, Maju, Adil dan

  Makmur

  ”. Dalam penjabarannya RPJPN mengamanatkan beberapa hal sebagai berikut dalam pembangunan bidang Cipta Karya, yaitu:

  a.

  Dalam mewujudkan Indonesia yang berdaya saing maka pembangunan dan penyediaan air minum dan sanitasi diarahkan untuk mewujudkan terpenuhinya kebutuhan dasar masyarakat serta kebutuhan sektor- sektor terkait lainnya, seperti industri,perdagangan, transportasi, pariwisata, dan jasa sebagai upaya mendorong pertumbuhan ekonomi. Pemenuhan kebutuhan tersebut dilakukan melalui pendekatan tanggap kebutuhan (demand responsive approach) dan pendekatan terpadu dengan sektor sumber daya alam dan lingkungan hidup, sumber daya air, serta kesehatan.

  b.

  Dalam mewujudkan pembangunan yang lebih merata dan berkeadilan maka Pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat yang berupa air minum dan sanitasi diarahkan pada (1) peningkatan kualitas pengelolaan aset (asset management) dalam penyediaan air minum dan sanitasi, (2) pemenuhan kebutuhan minimal air minum dan sanitasi dasar bagi masyarakat, (3) penyelenggaraan pelayanan air minum dan sanitasi yang kredibel dan profesional, dan (4)penyediaan sumber- sumber pembiayaan murah dalam pelayanan air minum dan sanitasi bagi masyarakat miskin.

  c.

  Salah satu sasaran dalam mewujudkan pembangunan yang lebih merata dan berkeadilan adalah terpenuhinya kebutuhan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana pendukungnya bagi seluruh masyarakat untuk mewujudkan kota tanpa permukiman kumuh. Peran pemerintah akan lebih difokuskan pada perumusan kebijakan pembangunan sarana dan prasarana, sementara peran swasta dalam penyediaan sarana dan prasarana akan makin ditingkatkan terutama untuk proyek-proyek yang bersifat komersial.

  d.

  Upaya perwujudan kota tanpa permukiman kumuh dilakukan pada setiap tahapan RPJMN, yaitu :  RPJMN ke 2 (2010-2014): Daya saing perekonomian ditingkatkan melalui percepatan pembangunan infrastruktur dengan lebih meningkatkan kerjasama antara pemerintah dan dunia usaha dalam pengembangan perumahan dan permukiman.  RPJMN ke 3 (2015-2019): Pemenuhan kebutuhan hunian bagi seluruh masyarakat terus meningkat karena didukung oleh sistem pembiayaan perumahan jangka panjang dan berkelanjutan, efisien, dan akuntabel. Kondisi itu semakin mendorong terwujudnya kota tanpa permukiman kumuh.

   RPJMN ke 4 (2020-2024): terpenuhinya kebutuhan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana pendukung sehingga terwujud kota tanpa permukiman kumuh.

3.1.1.2 RPJM Nasional 2010 – 2014 (Perpres No. 05 Tahun 2010) RPJMN 2010-2014 yang ditetapkan melalui Peraturan Presiden No.

5 Tahun 2010 menyebutkan bahwa infrastruktur merupakan salah

  satu prioritas pembangunan nasional untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan sosial yang berkeadilan dengan mendorong partisipasi masyarakat Dalam rangka pemenuhan hak dasar untuk tempat tinggal dan lingkungan yang layak sesuai dengan UUD 1945 Pasal

  28H, pemerintah memfasilitasi penyediaan perumahan bagi masyarakat berpendapatan rendah serta memberikan dukungan penyediaan prasarana dan sarana dasar permukiman, seperti air minum, air limbah,persampahan dan drainase.

  Dokumen RPJMN juga menetapkan sasaran pembangunan infrastruktur permukiman pada periode 2010-2014, yaitu:

  a.

  

Tersedianya akses air minum bagi 70 % penduduk pada akhir tahun

2014, dengan perincian akses air minum perpipaan 32 persen dan akses air minum non-perpipaan terlindungi 38 %.

  b.

  

Terwujudnya kondisi Stop Buang Air Besar Sembarangan (BABS) hingga akhir tahun 2014, yang ditandai dengan tersedianya akses terhadap sistem pengelolaan air limbah terpusat (off-site) bagi 10% total penduduk, baik melalui sistem pengelolaan air limbah terpusat skala kota sebesar 5% maupun sistem pengelolaan air limbah terpusat skala komunal sebesar 5 % serta penyediaan akses dan peningkatan kualitas sistem pengelolaan air limbah setempat (on-site) yang layak bagi 90 % total penduduk.

  c.

  

Tersedianya akses terhadap pengelolaan sampah bagi 80 % rumah

tangga di daerah perkotaan.

  d.

  

Menurunnya luas genangan sebesar 22.500 Ha di 100 kawasan strategis

perkotaan.

  Untuk mencapai sasaran tersebut maka kebijakan pembangunan diarahkan untuk meningkatkan aksesibilitas masyarakat terhadap layanan air minum dan sanitasi yang memadai, melalui: a.

  Menyediakan perangkat peraturan di tingkat Pusat dan/atau Daerah, b. Memastikan ketersediaan air baku air minum, c.

Meningkatkan prioritas pembangunan prasarana dan sarana

permukiman,

d. kinerja manajemen penyelenggaraan air

Meningkatkan minum,penanganan air limbah, dan pengelolaan persampahan, e.

Meningkatkan sistem perencanaan pembangunan air minum dan sanitasi,

f. Meningkatkan cakupan pelayanan prasarana permukiman, g.

  

Meningkatkan pemahaman masyarakat mengenai pentingnya perilaku

hidup bersih dan sehat (PHBS), h.

  

Mengembangkan alternatif sumber pendanaan bagi pembangunan

infrastruktur i.

  Meningkatkan keterlibatan masyarakat dan swasta, j. Mengurangi volume air limpasan, melalui penyediaan bidang resapan.

3.1.1.3 MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia)

  Dalam rangka transformasi ekonomi menuju negara maju denganpertumbuhan ekonomi 7-9 persen per tahun, Pemerintah menyusun MP3EI yang ditetapkan melalui Perpres No. 32 Tahun

  

2011. Dalam dokumen tersebut pembangunan setiap koridor ekonomi

  dilakukan sesuai tema pembangunan masing-masing dengan prioritas pada kawasan perhatian investasi (KPI MP3EI). Ditjen Cipta Karya diharapkan dapat mendukung penyediaan infrastruktur permukimanpada KPI Prioritas untuk menunjang kegiatan ekonomi di kawasantersebut. Kawasan Perhatian Investasi atau KPI dalam MP3EI adalah satu atau lebih kegiatan ekonomi atau sentra produksi yang terikat atau terhubung dengan satu atau lebih faktor konektivitas dan SDM IPTEK. Pendekatan KPI dilakukan untuk mempermudah identifikasi, pemantauan, dan evaluasi atas kegiatan ekonomi atau sentra produksi yang terikat dengan faktor konektivitas dan SDM IPTEKyang sama.

3.1.1.4 MP3KI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pengentasan Kemiskinan Indonesia)

  Dalam upaya menekan angka kemiskinan, pemerintah sejak 2009 mendesain program Masterplan Percepatan dan Perluasan Pengurangan Kemiskinan di Indonesia (MP3KI). Program ini langsung menyasar masyarakat bawah yang mengalami kemiskinan ekstrim di Indonesia. Sebagai program andalan, MP3KI ini juga bertujuan untuk mengimbangi rencana besar pembangunan ekonomi yang terintegrasi dalam Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI).

  MP3EI digulirkan guna menjaga stabilitas makro-ekonomi, mendorong percepatan pertumbuhan sektor riil, memperbaiki iklim investasi, mempercepat dan memperluas pembangunan infrastruktur, menguatkan skema kerja sama pembiayaan investasi dengan swasta, ketahanan energi, ketahanan pangan, reformasi birokrasi dan tata kelola, meningkatkan sumber daya manusia (SDM) dan inovasi teknologi. Fokus kerja MP3KI tertuang dalam sejumlah program, pertama, penanggulangan kemiskinan eksisting Klaster I, berupa bantuan dan jaminan/perlindungan sosial. Lalu di Klaster II adalah pemberdayaan masyarakat, Klaster III tentang Koperasi, Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (KUMKM), dan Klaster IV adalah program prorakyat. Kedua, transformasi perlindungan dan bantuan sosial. Ketiga, pengembangan livelihood, pemberdayaan, akses berusaha & kredit, dan pengembangan kawasan berbasis potensi lokal. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada diagram dibawah ini: Tahapan pelaksanaan MP3KI menjadi 3 (tiga) tahapan yaitu:

  TAHAP 1 (Periode 2013-2014)

 Percepatan pengurangan kemiskinan untuk mencapai target 8% -10%

pada tahun 2014;

 Tidak ada program baru kemiskinan. Perbaikan pelaksanaan program

penanggulangan kemiskinan yang berjalan selama ini, melalui cara “KEROYOKAN” DI KANTONG-KANTONG KEMISKINAN, SINERGI LOKASI DAN WAKTU, SERTA PERBAIKAN SASARAN (seperti : Program Gerbang Kampung di Menko Kesra);

  

Sustainable livelihood sebagai penguatan kegiatan usaha masyarakat

miskin, termasuk membangun keterkaitan dengan MP3EI;  Terbentuknya BPJS kesehatan pada tahun 2014 .

  TAHAP 2 (Periode 2015 –2019)  Transformasi program-program pengurangan kemiskinan;

 Peningkatan cakupan, terutama untuk Sistem Jaminan Sosial menuju

universal coverage;  Terbentuknya BPJS Tenaga Kerja;  Penguatan sustainable livelihood.

  TAHAP 3 (Periode 2020-2025)  Pemantapan system penanggulangan kemiskinan secara terpadu;  Sistem jaminan sosial mencapai universal coverage.

3.1.1.5 KEK (UU No. 39 Tahun 2009)

  

UU No. 39 Tahun 2009 menjelaskan bahwa Kawasan Ekonomi

  Khusus adalah kawasan dengan batas tertentu dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang ditetapkan untuk menyelenggarakan fungsi perekonomian dan memperoleh fasilitas tertentu. KEK dikembangkan melalui penyiapan kawasan yang memiliki keunggulan geoekonomi dan geostrategi dan berfungsi untuk menampung kegiatan industri, ekspor, impor, dan kegiatan ekonomi lain yang memiliki nilai ekonomi tinggi dan daya saing internasional. Di samping zona ekonomi, KEK juga dilengkapi zona fasilitas pendukung dan perumahan bagi pekerja. Ditjen Cipta Karya dalam hal ini diharapkan dapat mendukung infrastruktur permukiman pada kawasan tersebut sehingga menunjang kegiatan ekonomi di KEK.

3.1.1.6 Direktif Presiden (Inpres No. 3 Tahun 2010)

  Dalam Inpres No. 3 Tahun 2010, Presiden RI mengarahkan seluruh Kementerian, Gubernur, Walikota/Bupati, untuk menjalankan program pembangunan berkeadilan yang meliputi Program pro rakyat, Keadilan untuk semua, dan Program Pencapaian MDGs. Ditjen Cipta Karya memiliki peranan penting dalam pelaksanaan Program Pro Rakyat terutama program air bersih untuk rakyat dan program peningkatan kehidupan masyarakat perkotaan. Sedangkan dalam pencapaian MDGs, Ditjen Cipta Karya berperan dalam peningkatan akses pelayanan air minum dan sanitasi yang layak serta pengurangan permukiman kumuh.

3.1.2 Arahan Penataan Ruang

  Rencana Tata Ruang Wilayah memuat arahan struktur ruang dan pola ruang. Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman dan sistem jaringan prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat yang secara hirarkis memiliki hubungan fungsional, sedangkan pola ruang adalah distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah yang meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan peruntukan ruang untuk fungsi budidaya.

  Pembangunan bidang Cipta Karya harus memperhatikan arahan struktur dan pola ruang yang tertuang dalam RTRW, selain untuk mewujudkan permukiman yang layak huni dan berkelanjutan juga dapat mewujudkan tujuan dari penyelenggaraan penataan ruang yaitu keharmonisan antara lingkungan alam dan lingkungan buatan, keterpaduan dalam penggunaan sumber daya alam dan sumber daya buatan dengan memperhatikan sumber daya manusia, serta pelindungan fungsi ruang dan pencegahan dampak negatif terhadap lingkungan akibat pemanfaatan ruang.

3.1.2.1 RTRW NASIONAL

  Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN) adalah arahan kebijakan dan strategi pemanfaatan ruang wilayah negara. Penataan ruang wilayah nasional bertujuan untuk mewujudkan: 1.

  Ruang wilayah nasional yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan;

  2. Keharmonisan antara lingkungan alam dan lingkungan buatan; 3.

  Keterpaduan perencanaan tata ruang wilayah nasional, provinsi, dan kabupaten/kota;

  4. Keterpaduan pemanfaatan ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi dalam kerangka negara kesatuan republik indonesia; 5. Keterpaduan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah nasional, provinsi, dan kabupaten/kota dalam rangka pelindungan fungsi ruang dan pencegahan dampak negative terhadap lingkungan akibat pemanfaatan ruang;

  6. Pemanfaatan sumber daya alam secara berkelanjutan bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat;

  7. Keseimbangan dan keserasian perkembangan antar wilayah; 8.

  Keseimbangan dan keserasian kegiatan antar sektor; dan 9. Pertahanan dan keamanan negara yang dinamis serta integrasi nasional

  RTRWN menjadi pedoman untuk : 1.

  Penyusunan rencana pembangunan jangka panjang nasional

  2. Penyusunan rencana pembangunan jangka menengah nasional 3.

  Pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang di wilayah nasional

  4. Pewujudan keterpaduan, keterkaitan, dan keseimbangan perkembangan antarwilayah provinsi, serta keserasian antarsektor

  5. Penetapan lokasi dan fungsi ruang untuk investasi 6.

  Penataan ruang kawasan strategis nasional; dan 7. Penataan ruang wilayah provinsi dan kabupaten/kota.

A. Kebijakan Dan Strategi Penataan Ruang Nasional

  Kebijakan dan strategi penataan ruang wilayah nasional meliputi kebijakan dan strategi pengembangan struktur ruang dan pola ruang. Kebijakan pengembangan struktur ruang meliputi: a.

  Peningkatan akses pelayanan perkotaan dan pusat pertumbuhan ekonomi wilayah yang merata dan berhierarki; dan b.

  Peningkatan kualitas dan jangkauan pelayanan jaringan prasarana transportasi, telekomunikasi, energi, dan sumberdaya air yang terpadu dan merata di seluruh wilayah nasional.

  Strategi untuk peningkatan akses pelayanan perkotaan dan pusat pertumbuhan ekonomi wilayah meliputi:

  a.

  Menjaga keterkaitan antar kawasan perkotaan, antara kawasan perkotaan dan kawasan perdesaan, serta antara kawasan perkotaan dan wilayah di sekitarnya; b. Mengembangkan pusat pertumbuhan baru di kawasan yang belum terlayani oleh pusat pertumbuhan; c.

  Mengendalikan perkembangan kota-kota pantai; dan d.

  Mendorong kawasan perkotaan dan pusat pertumbuhan agar lebih kompetitif dan lebih efektif dalam pengembangan wilayah di sekitarnya.

  e.

  Strategi untuk peningkatan kualitas dan jangkauan pelayanan jaringan prasarana meliputi: f.

  Meningkatkan kualitas jaringan prasarana dan mewujudkan keterpaduan pelayanan transportasi darat,laut, dan udara; g.

  Mendorong pengembangan prasarana telekomunikasi terutama di kawasan terisolasi h.

  Meningkatkan jaringan energi untuk memanfaatkan energi terbarukan dan tak terbarukan secara optimal serta mewujudkan keterpaduan sistem penyediaan tenaga listrik i. Meningkatkan kualitas jaringan prasarana serta mewujudkan keterpaduan sistem jaringan sumber daya air;dan j.

  Meningkatkan jaringan transmisi dan distribusi minyak dan gas bumi, serta mewujudkan sistem jaringan pipa minyak dan gas bumi nasional yang optimal.

  Kebijakan dan strategi pengembangan pola ruang meliputi: a.

  kebijakan dan strategi pengembangan kawasan lindung; b. kebijakan dan strategi pengembangan kawasan budi daya; dan c.

kebijakan dan strategi pengembangan kawasan strategis nasional.

B. Rencana Struktur Ruang Wilayah Nasional

  Rencana struktur ruang wilayah nasional meliputi: 1.

  Sistem perkotaan nasional; 2. Sistem jaringan transportasi nasional 3. Sistem jaringan energi nasional 4. Sistem jaringan telekomunikasi nasional; dan 5. Sistem jaringan sumber daya air.

1. Sistem Perkotaan Nasional

  Sistem perkotaan nasional terdiri atas PKN, PKW, dan PKL.PKN dan PKW tercantum dalam Lampiran II yang merupakanbagian tidak terpisahkan dari Peraturan Pemerintah ini.PKL ditetapkan dengan Peraturan Daerah tentang RencanaTata Ruang Wilayah Provinsi berdasarkan usulan pemerintahkabupaten/kota, setelah dikonsultasikan dengan Menteri. PKN, PKW, dan PKL dapat berupa: a.

  Kawasan megapolitan; b. Kawasan metropolitan; c. Kawasan perkotaan besar; d.

  Kawasan perkotaan sedang; atau e. Kawasan perkotaan kecil.

Tabel 3.1 Sistem Perkotaan Nasional Provinsi Jawa Barat Provinsi PKN PKW PKL

  Daerah Khusus Kawasan

  • Ibukota Perkotaan Jakarta - Jawa Jabodetabek Barat - Banten Kawasan Perkotaan Sukabumi - Bandung Raya Cikampek -

  Cirebon Cikopo

  Jawa Barat Palabuhan ratu Indramayu Kadipaten Tasikmalaya Pangandaran

  Sumber : PP No 26 Tahun 2008 Tentang RTRW Nasional 2.

   Sistem Jaringan Transportasi Nasional

  Sistem jaringan transportasi nasional terdiri atas: a.

  Sistem jaringan transportasi darat; b. Sistem jaringan transportasi laut; dan c. Sistem jaringan transportasi udara.

  3. Sistem Jaringan Energi Nasional

  Sistem jaringan energi nasional terdiri atas: a.

  jaringan pipa minyak dan gas bumi; b. pembangkit tenaga listrik; dan c. jaringan transmisi tenaga listrik.

  4. Sistem Jaringan Sumber Daya Air

  Sistem jaringan sumber daya air sebagaimana dimaksud merupakan sistem sumber daya air pada setiap wilayah sungai dan cekungan air tanah.

C. Rencana Pola Ruang Wilayah Nasional

  Kawasan lindung nasional; dan b. Kawasan budi daya yang memiliki nilai strategis nasional 1.

  Kabupaten Bandung Barat

  Kabupaten Bandung dan Kabupaten Cianjur

  Kabupaten Bandung Cagar Alam Gunung Simpang

  Cagar Alam Kawah Kamojang

  Kabupaten Subang dan Purwakarta

  Kabupaten Garut Cagar Alam Gunung Burangrang

  Kabupaten Garut Cagar Alam Gunung Tilu Kabupaten Bandung Cagar Alam Gunung Papandayan

  Cagar Alam Leuweung Sancang

  Kabupaten Ciamis Cagar Alam Gunung Tangkuban Perahu

   Kawasan Lindung

  Rencana pola ruang wilayah nasional terdiri atas: a.

  Jawa Barat

  Kawasan Lindung Nasional Lokasi

Tabel 3.2 Kawasan Lindung Nasional Provinsi Jawa Barat Provinsi

  Kawasan rawan bencana alam; e. Kawasan lindung geologi; dan f. Kawasan lindung lainnya.

  Kawasan perlindungan setempat; c. Kawasan suaka alam, pelestarian alam, dan cagar budaya; d.

  Kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan\ bawahannya; b.

  Kawasan lindung nasional terdiri atas: a.

  Suaka Margasatwa Cikepuh Kabupaten Sukabumi Suaka Margasatwa Gunung Sawal

  • – Pangrango Kabupaten Ciajur, Kabupaten Sukabumi dan Kabupaten Bogor Taman Nasional Halimun –

   Kawasan peruntukan hutan produksi Kawasan peruntukan hutan produksi terdiri atas: 1.

  5. Kawasan peruntukan perikanan; d.

  Mendukung ketahanan pangan nasional; dan/atau 4. Dapat dikembangkan sesuai dengan tingkat ketersediaan air.

  2. Ditetapkan sebagai lahan pertanian pangan abadi; 3.

  Memiliki kesesuaian lahan untuk dikembangkan sebagai kawasan pertanian;

  Kawasan peruntukan pertanian ditetapkan dengan kriteria: 1.

  c. Kawasan peruntukan pertanian

  Kawasan peruntukan hutan rakyat ditetapkan dengan criteria kawasan yang dapat diusahakan sebagai hutan oleh orang pada tanah yang dibebani hak milik.

  b. Kawasan peruntukan hutan rakyat

  Kawasan peruntukan hutan produksi terbatas; 2. Kawasan peruntukan hutan produksi tetap; dan 3. Kawasan peruntukan hutan produksi yang dapat dikonversi.

  Kawasan budi daya terdiri atas: a.

  Provinsi Kawasan Lindung Nasional Lokasi

   Kawasan Budidaya Yang Memiliki Nilai Strategis

  Sumber : PP No 26 Tahun 2008 Tentang RTRW Nasional 2.

  Kabupaten Bandung, Kabupaten Sumedang dan Kabupaten Garut

  Kabupaten Pangandaran Taman Buru Gunung Masigit Kareumbi

  Kabupaten Sumedang Taman Wisata Alam Laut Cijulang

  Kabupaten Kuningan Taman Wisata Alam Gunung Tampomas

  Taman Nasional Gunung Ciremai

  Salak Kabupaten Bogor dan Kabupaten Sukabumi

  Taman Nasional Gunung Gede

   Kawasan peruntukan perikanan ditetapkan dengan kriteria:

  1. Wilayah yang dapat dimanfaatkan untuk kegiatan penangkapan,

budi daya, dan industri pengolahan hasil perikanan; dan/atau

2. Tidak mengganggu kelestarian lingkungan hidup.

  e. Kawasan peruntukan pertambangan

  Kawasan peruntukan pertambangan yang memiliki nilai strategis nasional terdiri atas pertambangan mineral dan batubara, pertambangan minyak dan gas bumi, pertambangan panas bumi, serta air tanah.

  f. Kawasan peruntukan industri;

  Kawasan peruntukan industri ditetapkan dengan kriteria: 1.

  Berupa wilayah yang dapat dimanfaatkan untuk kegiatan industri;

2. Tidak mengganggu kelestarian fungsi lingkungan hidup; dan/atau 3.

  Tidak mengubah lahan produktif.

  g. Kawasan peruntukan pariwisata;

  Kawasan peruntukan pariwisata ditetapkan dengan kriteria: 1.

  Memiliki objek dengan daya tarik wisata; dan/atau 2. Mendukung upaya pelestarian budaya, keindahan alam, dan lingkungan.

  h. Kawasan peruntukan permukiman; dan/atau

  Kawasan peruntukan permukiman ditetapkan dengan kriteria: 1.

  Berada di luar kawasan yang ditetapkan sebagai kawasan rawan bencana;

  2. Memiliki akses menuju pusat kegiatan masyarakat di luar kawasan; dan/atau

3. Memiliki kelengkapan prasarana, sarana, dan utilitas pendukung.

i. Kawasan peruntukan lainnya

  Kawasan budi daya yang memiliki nilai strategis nasional ditetapkan sebagai kawasan andalan. Nilai strategis nasional meliputi kemampuan kawasan untuk memacu pertumbuhan ekonomi kawasan dan wilayah di sekitarnya serta mendorong pemerataan perkembangan wilayah.

Tabel 3.3 Kawasan Andalan Provinsi Jawa Barat Provinsi Kawasan Andalan Sektor Unggulan

  Penetapan kawasan strategis nasional dilakukan berdasarkankepentingan:

  Kota Bandung, Kabupaten Bandung, Kota Cimahi dan

  Kawasan Perkotaan Cekungan Bandung

  Jawa Barat

  Kawasan Strategis Nasional Lokasi

Tabel 3.4 Kawasan Strategis Nasional Provinsi Jawa Barat Provinsi

  Pertumbuhan ekonomi; 3. Sosial dan budaya; 4. Pendayagunaan sumber daya alam dan/atau teknologi tinggi;dan/atau 5. Fungsi dan daya dukung lingkungan hidup.

   Penetapan Kawasan Strategis Nasional

  Jawa Barat Kawasan Bogor-Puncak- Cianjur (Bopunjur dan Sekitarnya) pertanian, pariwisata, industri dan perikanan

  Sumber : PP No 26 Tahun 2008 Tentang RTRW Nasional D.

  Kawasan Priangan Timur- Pangandaran pertanian, industri, perkebunan, pariwisata dan perikanan

  Kawasan Cirebon- Indramayu- Majalengka-Kuningan (Ciayumaja Kuning) dan Sekitarnya pertanian, industri, perikanan dan pertambangan

  Kawasan Cekungan Bandung industri, pertanian, pariwisata dan perkebunan

  Kawasan Purwakarta, Subang, Karawang (Purwasuka) pertanian, industri, pariwisata dan perikanan

  Kawasan Sukabumi dan Sekitarnya perikanan, pertanian, pariwisata dan perkebunan

1. Pertahanan dan keamanan; 2.

  Kabupaten Sumedang Kawasan Fasilitas Uji Terbang Roket Kabupaten Garut Pamengpeuk Kawasan Stasiun Pengamat Dirgantara Kabupaten Garut Pamengpeuk Kawasan Stasiun Pengamat Dirgantara Kabupaten Sumedang Tanjung Sari Kawasan Stasiun

  Provinsi Jawa Barat Telecomand Kawasan Stasiun Bumi

  Provinsi Jawa Barat Penerima Satelit Mikro

  Sumber : PP No 26 Tahun 2008 Tentang RTRW Nasional

3.1.2.2 RTRW KAWASAN STRATEGIS NASIONAL

  Penetapan kawasan strategis nasional dilakukan berdasarkan kepentingan:

  1. Pertahanan dan keamanan Kawasan strategis nasional dari sudut kepentingan pertahanan dan keamanan ditetapkan dengan kriteria: a. diperuntukkan bagi kepentingan pemeliharaan keamanan dan pertahanan negara berdasarkan geostrategi nasional; b. diperuntukkan bagi basis militer, daerah latihan militer, daerah pembuangan amunisi dan peralatan pertahanan lainnya, gudang amunisi, daerah uji coba sistem persenjataan, dan/atau kawasan industri sistem pertahanan; atau c. merupakan wilayah kedaulatan negara termasuk pulau-pulau kecil terluar yang berbatasan langsung dengan negara tetangga dan/atau laut lepas.

  2. Pertumbuhan ekonomi Kawasan strategis nasional dari sudut kepentingan pertumbuhan ekonomi ditetapkan dengan kriteria: a. memiliki potensi ekonomi cepat tumbuh; b. memiliki sektor unggulan yang dapat menggerakkan pertumbuhan ekonomi nasional; c. memiliki potensi ekspor; d. didukung jaringan prasarana dan fasilitas penunjang kegiatan ekonomi; e. memiliki kegiatan ekonomi yang memanfaatkan teknologi tinggi; f. berfungsi untuk mempertahankan tingkat produksi pangan nasional dalam rangka mewujudkan ketahanan pangan nasional; g. berfungsi untuk mempertahankan tingkat produksi sumber energi dalam rangka mewujudkan ketahanan energi nasional; atau h. pertumbuhan kawasan ditetapkan untuk mempercepat tertinggal.

  3. Sosial dan budaya Kawasan strategis nasional dari sudut kepentingan sosial dan budaya ditetapkan dengan kriteria: a. merupakan tempat pelestarian dan pengembangan adat istiadat atau budaya nasional; b. merupakan prioritas peningkatan kualitas sosial dan budaya serta jati diri bangsa; c. merupakan aset nasional atau internasional yang harus dilindungi dan dilestarikan; d. merupakan tempat perlindungan peninggalan budaya nasional; e. memberikan perlindungan terhadap keanekaragaman budaya; atau f. memiliki potensi kerawanan terhadap konflik sosial skala nasional.

  4. Pendayagunaan sumber daya alam dan/atau teknologi tinggi Kawasan strategis nasional dari sudut kepentingan pendayagunaan sumber daya alam dan/atau teknologi tinggi ditetapkan dengan kriteria:

  a. bagi kepentingan pengembangan ilmu diperuntukkan pengetahuan dan teknologi berdasarkan lokasi sumber daya alam strategis nasional, pengembangan antariksa, serta tenaga atom dan nuklir; b. memiliki sumber daya alam strategis nasional; c. berfungsi sebagai pusat pengendalian dan pengembangan antariksa; d. berfungsi sebagai pusat pengendalian tenaga atom dan nuklir; atau e. berfungsi sebagai lokasi penggunaan teknologi tinggi strategis.

5. Fungsi dan daya dukung lingkungan hidup.

  Kawasan strategis nasional dari sudut kepentingan fungsi dan daya dukung lingkungan hidup ditetapkan dengan kriteria: a. merupakan tempat perlindungan keanekaragaman hayati; b. merupakan aset nasional berupa kawasan lindung yang ditetapkan bagi perlindungan ekosistem, flora dan/atau fauna yang hampir punah atau diperkirakan akan punah yang harus dilindungi dan/atau dilestarikan; c. memberikan perlindungan keseimbangan tata guna air yang setiap tahun berpeluang menimbulkan kerugian negara; d. memberikan perlindungan terhadap keseimbangan iklim makro; e. menuntut prioritas tinggi peningkatan kualitas lingkungan hidup; f. rawan bencana alam nasional; atau g. sangat menentukan dalam perubahan rona alam dan mempunyai dampak luas terhadap kelangsungan kehidupan.

  Adapun RTRW KSN yang telah ditetapkan sampai saat ini adalah sebagai berikut : a.

  

Perpres No. 54 Tahun 2008 tentang Penataan Ruang Kawasan Jakarta,

Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Puncak, Cianjur; b.

  

Perpres No. 45 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Kawasan

Perkotaan Denpasar, Badung, Gianyar, dan Tabanan; c.

  

Perpres No. 55 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Kawasan

Perkotaan Makassar, Maros, Sungguminasa, Takalar; d.

  

Perpres No. 62 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Kawasan

Perkotaan Medan, Binjai, Deli Serdang, dan Karo; e.

  

Perpres No. 86 Tahun 2011 tentang Pengembangan Kawasan Strategis

dan Infrastruktur Selat Sunda; f.

  

Perpres No. 87 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Kawasan

Batam, Bintan, dan Karimun.

3.1.2.3 RTRW PULAU

  Rencana Tata Ruang (RTR) Pulau merupakan rencana rincidan operasionalisasi dari RTRWN. Adapun arahan yang harus diperhatikan dari RTR Pulau untuk penyusunan RPIJM Kabupaten/Kota adalah: a.

  

Arahan pengembangan pola ruang dan struktur ruangantara lain mencakup arahan pengembangan kawasanlindung dan budidaya, serta arahan pengembangan polaruang terkait bidang Cipta Karya seperti pengembanganRTH. d.

  b.

  

Arahan pengendalian pemanfaatan ruang yangmemberikan arahan

batasan wilayah mana yang dapatdikembangkan dan yang harus dikendalikan.

  c.

  

Strategi operasionalisasi rencana pola ruang dan struktur ruang

khususnya untuk bidang Cipta Karya seperti pengembangan prasarana sarana air minum, air limbah, persampahan, drainase, RTH, rusunawa, agropolitan, dll.

  Hingga saat ini RTRW Pulau yang telah ditetapkan adalah: a.

  

Perpres No. 88 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Pulau Sulawesi;

b.

Perpres No. 3 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Pulau

Kalimantan; c.

  

Perpres No. 13 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Pulau Sumatera;

  

Perpres No. 28 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Pulau Jawa-

Bali.

RTRW PROVINSI JAWA BARAT

3.1.2.4 RTRWP merupakan matra spasial dari Rencana Pembangunan

  Jangka Panjang Daerah (RPJPD) yang berfungsi sebagai penyelaras kebijakan penataan ruang nasional, Daerah, dan Kabupaten/Kota serta sebagai acuan bagi instansi Pemerintah, Pemerintah Daerah dan masyarakat untuk mengarahkan lokasi dan menyusun program pembangunan yang berkaitan dengan pemanfaatan ruang di Daerah. Kedudukan RTRWP adalah sebagai pedoman dalam : a.

  Penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) dan rencana sektoral lainnya; b. Pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang; c. Perwujudan keterpaduan, keterkaitan, dan keseimbangan perkembangan antar wilayah Kabupaten/Kota, serta keserasian antarsektor; d. Penetapan lokasi dan fungsi ruang untuk investasi; e. Penataan ruang KSP; dan f. Penataan ruang wilayah Kabupaten/Kota A.

   Kebijakan Dan Strategi Penataan Ruang

  Kebijakan dan strategi penataan ruang, meliputi : a.

  Kebijakan dan strategi perencanaan tata ruang; b. Kebijakan dan strategi pemanfaatan ruang; dan c. Kebijakan dan strategi pengendalian pemanfaatan ruang 1.

   Kebijakan dan Strategi Perencanaan Tata Ruang Kebijakan perencanaan tata ruang meliputi : a.

  Penyusunan dan peninjauan kembali rencana tata ruang yang dilakukan melalui pendekatan partisipatif; b.

  Tindaklanjut RTRWP ke dalam rencana yang lebih terperinci; c. Penyelarasan RTRW kabupaten/kota dengan substansi RTRWP.

  Strategi perencanaan tata ruang meliputi : a.

  Peningkatan peran kelembagaan dan peranserta masyarakat dalam perencanaan tata ruang; b.

  Penyelarasan RTRW kabupaten/kota dengan RTRWP; c. Menjadikan RTRWP sebagai acuan bagi perencanaan sektoral dan wilayah; d.

  Penyusunan kesepakatan RTRWP dengan rtrw provinsi yang berbatasan; e.

  Penyusunan rencana tata ruang KSP 2.

   Kebijakan dan Strategi Pemanfaatan Ruang Kebijakan dan strategi pemanfaatan ruang meliputi : a.

  Kebijakan dan strategi pengembangan wilayah; Kebijakan pengembangan wilayah diwujudkan melalui pembagian 6 (enam) WP serta keterkaitan fungsional antarwilayah dan antarpusat pengembangan. Penetapan WP dimaksudkan untuk meningkatkan efektivitas pengelolaan pembangunan. Penetapan WP merupakan penjabaran dari Kawasan Strategis Nasional dan Kawasan Andalan pada sistem nasional. Pembagian WP terdiri atas : a.

  WP Bodebekpunjur sebagai pengembangan kawasan perkotaan di wilayah Jawa Barat dengan kesetaraan fungsi dan peran kawasan di KSN Jabodetabekpunjur serta antisipatif terhadap perkembangan pembangunan wilayah perbatasan, meliputi Kota Bogor, Kabupaten Bogor, Kota Bekasi, Kabupaten Bekasi, Kota Depok dan sebagian wilayah di Kabupaten Cianjur; b.

  WP Purwasuka sebagai penjabaran dari Kawasan Andalan Purwasuka, meliputi Kabupaten Purwakarta, Kabupaten Subang, dan Kabupaten Karawang; c. WP Ciayumajakuning sebagai penjabaran dari Kawasan

  Andalan Ciayumajakuning yang antisipatif terhadap perkembangan pembangunan wilayah perbatasan, meliputi Kabupaten Cirebon, Kota Cirebon, Kabupaten Indramayu, Kabupaten Majalengka, Kabupaten Kuningan, dan sebagian wilayah di Kabupaten Sumedang; d.

  WP Priangan Timur-Pangandaran sebagai penjabaran dari Kawasan Andalan Priangan Timur-Pangandaran dengan kesetaraan fungsi dan peran kawasan di KSN Pacangsanak (Pangandaran-Kalipucang-Segara Anakan) yang antisipatif terhadap perkembangan pembangunan wilayah perbatasan, meliputi Kabupaten Garut, Kabupaten Tasikmalaya, Kota Tasikmalaya, Kabupaten Ciamis, dan Kota Banjar; e. WP Sukabumi dan sekitarnya sebagai penjabaran dari

  Kawasan Andalan Sukabumi yang antisipatif terhadap perkembangan pembangunan wilayah perbatasan, meliputi Kota Sukabumi, Kabupaten Sukabumi, dan sebagian wilayah di Kabupaten Cianjur; dan f.

  WP KK Cekungan Bandung, meliputi Kota Bandung, Kabupaten Bandung, Kabupaten Bandung Barat, Kota Cimahi dan sebagian wilayah di Kabupaten Sumedang.

  Kebijakan pengembangan wilayah melalui keterkaitan fungsional antar WP, meliputi: a.

  Kawasan yang terletak di bagian utara provinsi, mencakup WP Bodebekpunjur dan sebagian WP Purwasuka, WP KK Cekungan Bandung dan WP

  Ciayumajakuning, menjadi kawasan yang dikendalikan perkembangannya; b.

  Kawasan yang terletak di bagian timur provinsi, mencakup sebagian WP Ciayumajakuning, WP KK Cekungan Bandung dan WP Priangan Timur- Pangandaran, ditetapkan sebagai kawasan yang didorong perkembangannya; c.

  Kawasan yang terletak di bagian selatan provinsi, meliputi sebagian WP KK Cekungan Bandung, WP Sukabumi dan sekitarnya serta WP Priangan Timur- Pangandaran, ditetapkan menjadi kawasan yang dibatasi perkembangannya; d.

  Kawasan yang terletak di bagian barat provinsi, meliputi sebagian WP Bodebekpunjur, WP KK Cekungan Bandung dan WP Sukabumi dan sekitarnya, ditetapkan menjadi kawasan yang ditingkatkan perkembangannya.

  

Strategi pengembangan wilayah untuk kawasan dilakukan dengan

: a.

  

Mengendalikan pengembangan wilayah, meliputi :

1.

  Memenuhi kebutuhan pelayanan umum perkotaan yang berdayasaing dan ramah lingkungan;

  2. Membatasi kegiatan perkotaan yang membutuhkan lahan luas dan potensial menyebabkan alih fungsi kawasan lindung dan lahan sawah; 3. Menerapkan kebijakan yang ketat untuk kegiatan perkotaan yang menarik arus migrasi masuk tinggi;

4. Mengembangkan sistem transportasi massal; 5.

  Meningkatkan koordinasi dan kerjasama antarprovinsi dalam mewujudkan kesetaraan peran dan fungsi di ksn; dan

6. Mengembangkan mekanisme pembagian peran (role

  sharing) terutama dengan provinsi yang

  berbatasandalam pengelolaan kawasan lindung berbasis das dan pemanfaatan sumberdaya alam.

b. Mendorong pengembangan wilayah, meliputi: 1.

  Memprioritaskan investasi untuk mengembangkan kawasan sesuai dengan arahan RTRWP;

  2. Mendorong kegiatan ekonomi berbasis pertanian,

  kelautan dan perikanan, pariwisata, industri dan perdagangan/jasa;

  3. Memprioritaskan pengembangan infrastruktur wilayah; 4.

  Menjamin ketersediaan serta kualitas sarana dan prasarana permukiman yang memadai, terutama di wilayah perbatasan; dan 5. Meningkatkan koordinasi dan kerjasama antarprovinsi dalam mewujudkan kesetaraan peran dan fungsi di wilayah perbatasan.

c. Membatasi pengembangan wilayah, meliputi: 1.

  Mempertahankan dan menjaga kelestarian kawasan lindung yang telah ditetapkan;

  2. Meningkatkan produktivitas lahan dan aktivitas budidaya secara optimal dengan tetap memperhatikan fungsi lindung yang telah ditetapkan; 3. Meningkatkan akses menuju dan ke luar kawasan; 4. Meningkatkan sarana dan prasarana permukiman terutama di wilayah perbatasan;

  5. Meningkatkan koordinasi dan kerjasama antar provinsi dalam mewujudkan kesetaraan peran dan fungsi di ksn; dan 6. Mengembangkan mekanisme pembagian peran (role

  sharing) terutama dengan provinsi yang berbatasandalam pengelolaan kawasan lindung berbasis das.

d. Meningkatkan pengembangan wilayah, meliputi: 1.

  Mendorong kegiatan ekonomi berbasis pertanian, kelautan dan perikanan, pariwisata, industri, dan perdagangan/jasa; 2. Memprioritaskan pengembangan infrastruktur wilayah; 3. Mengembangkan sistem transportasi massal; 4. Menjamin ketersediaan dan kualitas sarana dan prasarana permukiman yang memadai, terutama di wilayah perbatasan; dan 5. koordinasi dalam mewujudkan

  Meningkatkan kesetaraan peran dan fungsi di wilayah perbatasan.

3. Kebijakan dan strategi pengembangan struktur ruang

  Kebijakan pengembangan struktur ruang meliputi: a.

  Pemantapan peran perkotaan di Daerah sesuai fungsi yang telah ditetapkan, yaitu PKN, pknp, PKW, pkwp, dan PKL; b.

  Pengembangan sistem kota-desa yang sesuai dengan dayadukung dan dayatampung serta fungsi kegiatan dominannya; c. Pengendalian perkembangan kawasan perkotaan di wilayah utara serta wilayah yang berada di antara wilayah utara dan selatan untuk menjaga lingkungan yang berkelanjutan; d. Pengendalian perkembangan sistem kota di wilayah selatan dengan tidak melebihi dayadukung dan dayatampungnya; e.

  Penataan dan pengembangan infrastruktur wilayah yang dapat menjadi pengarah, pembentuk, pengikat, pengendali dan pendorong pengembangan wilayah untuk mewujudkan sistem kota di Daerah; f.

  Mendorong terlaksananya peran WP serta KSP dalam mewujudkan pemerataan pertumbuhan wilayah dan sebaran penduduk. Strategi pemantapan peran kawasan perkotaan di Daerah sesuai fungsi yang telah ditetapkan meliputi : a.

  Meningkatkan peran PKN sebagai pusat koleksi dan distribusi skala internasional, nasional atau beberapa provinsi; b.

  Mengembangkan kegiatan ekonomi di bagian timur dengan orientasi pergerakan ke arah Cirebon; c.

  Meningkatkan peran kawasan perkotaan di bagian selatan menjadi PKNp yang mempunyai fungsi tertentu dengan skala pelayanan internasional, nasional atau beberapa provinsi; d. Meningkatkan peran PKW sebagai penghubung pergerakan dari PKL ke PKN terdekat melalui pengembangan prasarana dan permukiman yang dapat memfasilitasi kegiatan ekonomi di wilayah sekitarnya; e.

  Meningkatkan peran kawasan perkotaan di bagian timur dan selatan menjadi PKWp yang mempunyai fungsi tertentu dengan skala pelayanan provinsi atau beberapa kabupaten/kota; f.

  Meningkatkan peran PKL perkotaan sebagai kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala kabupaten/kota atau beberapa kecamatan; dan g. Meningkatkan peran PKL perdesaan sebagai pusat koleksi dan distribusi lokal yang menghubungkan desa sentra produksi dengan PKL perkotaan

  Strategi pengembangan sistem kota-desa yang sesuai dengan dayadukung lingkungan serta fungsi kegiatan dominannya meliputi: a.

  Mengendalikan mobilitas dan migrasi masuk terutama ke wilayah pusat pertumbuhan; b.

  Mengendalikan pertumbuhan permukiman skala besar dan mendorong pengembangan permukiman vertikal di kawasan padat penduduk, antara lain di kawasan perkotaan Bodebek dan kawasan perkotaan Bandung Raya; c.

  Mengendalikan pertumbuhan kawasan permukiman skala besar dan mendorong pengembangan permukiman vertikal di Kawasan Pantura untuk mengurangi kecenderungan alih fungsi lahan sawah; dan d.

  Mengendalikan perkembangan kegiatan industri manufaktur dan kawasan permukiman skala besar di koridor Bodebek- Cikampek-Bandung. Strategi pengendalian perkembangan kawasan perkotaan di wilayah utara dan wilayah yang berada di antara wilayah utara dan selatan untuk menjaga lingkungan yang berkelanjutan meliputi : a.

  Menetapkan WP Bodebekpunjur, WP Purwasuka, WP Ciayumajakuning, dan WP KK Cekungan Bandung ; b. Meningkatkan fungsi WP sebagai klaster pengembangan ekonomi wilayah belakangnya (hinterland); dan c.

  Memantapkan fungsi PKW, PKWp, dan PKL untuk mendukung klaster perekonomian di WP, melalui penyediaan prasarana dengan kuantitas dan kualitas sesuai standar pelayanan minimal. Strategi pengendalian dan pengembangan sistem kota di wilayah selatan sesuai dengan dayadukungnya meliputi : a.

  Menetapkan WP Sukabumi dan sekitarnya serta WP Priangan Timur-Pangandaran; b. Meningkatkan fungsi WP sebagai klaster pengembangan ekonomi; dan c.

  Memantapkan fungsi PKW, PKWp, dan PKL untuk mendukung klaster perekonomian di WP, melalui penyediaan prasarana dengan kuantitas dan kualitas sesuai standar pelayanan minimal. Strategi penataan dan pengembangan sistem prasarana wilayah yang dapat menjadi pengarah, pembentuk, pengikat, pengendali dan pendorong pengembangan wilayah untuk terwujudnya sistem kota di Daerah meliputi : a.

  Mengembangkan dan meningkatkan ketersediaan dan kualitas prasarana wilayah untuk mendukung pergerakan di sepanjang koridor kawasan perkotaan Bandung Raya-Cirebon, dan kawasan perkotaan Pangandaran ke arah Cirebon; b.

  Mengembangkan sistem angkutan umum massal di Kawasan Perkotaan Bodebek, Kawasan Perkotaan Bandung Raya dan Cirebon untuk mengurangi masalah transportasi perkotaan; c. Realisasi rencana pengembangan pelabuhan laut Internasional

  Cirebon dan Bandara Internasional Kertajati di Kabupaten Majalengka, untuk memantapkan peran kawasan perkotaan Cirebon dan mengurangi intensitas kegiatan di Kawasan Perkotaan Bodebek dan Kawasan Perkotaan Bandung Raya; d. Meningkatkan ketersediaan dan kualitas pelayanan prasarana serta fasilitas pendukung kegiatan perkotaan dan perdesaan pada WP; e. Mengembangkan sistem energi dan kelistrikan yang dapat memantapkan fungsi PKW, PKWp, PKL perkotaan, dan PKL perdesaan;

  f. ketersediaan dan kualitas prasarana Meningkatkan sumberdaya air berbasis DAS untuk menunjang kegiatan perkotaan dan pertanian; g.