Hubungan Penilaian Competency Level Index (CLI) Terhadap Kinerja Karyawan Pada PT. Perkebunan Nusantara III
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 KOMPETENSI
2.1.1. Pengertian Kompetensi
Kompetensi adalah suatu kemampuan untuk melaksanakan atau
melakukan suatu pekerjaan atau tugas yang dilandasi atas keterampilan
dan pengetahuan serta didukung oleh sikap kerja yang dituntut oleh
pekerjaan tersebut (Wibowo, 2013:324).
Spancer dan Spencer dalam moeheriono (2012) menyatakan bahwa
kompetensi
merupakan
landasan
dasar
karakteristik
orang
dan
mengindikasikan cara berprilaku dan berfikir, menyamakan situasi, dan
mendukung untuk periode waktu cukup lama.
Kompetensi merupakan dimensi perilaku yang berada di belakang
kinerja kompeten. Sering dinamakan kompetensi perilaku karena
dimaksudkan untuk menjelaskan bagaiman orang berperilaku ketika
mereka menjalankan perannya dengan baik (Armstrong dan Baron dalam
moeheriono, 2012)
Dari berbagai pandangan tersebut di atas dapat dirumuskan
kesimpulan bahwa kompetensi merupakan kemampuan menjalankan tugas
atau pekerjaan dengan dilandasi oleh pengetahuan, keterampilan, dan
didukung oleh sikap yang menjadi karakteristik individu.
6
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2.1.2 Tipe Kompetensi
Tipe kompetensi berkaitan dengan aspek perilaku manusia dan
dengan kemampuannya mendemonstrasikan kemampuan perilaku tersebut.
Ada beberapa tipe kompetensi yang dapat dijelaskan sebagai
berikut:
1. Planning competency, dikaitkan dengan tindakan tertentu seperti
mentapkan tujuan, menilai resiko dna mengembangkan urutan
tindakan untuk mencapai tujuan.
2. Influence competency, dikaitkan dengan tindakan seperti mempunyai
dampak pada orang lain, memaksa melakukan tindakan tertentu atau
membuat keputusan tertentu, dan memberi inspirasi untuk bekerja
menuju tujuan organisasional. Kedua tipe kompetensi ini melibatkan
aspek yang berbeda dari perilaku manusia. Kompetensi secara
tradisional dikaitkan dengan kinerja yang sukses.
3. Communication competency, dalam bentuk kemampuan berbicara,
mendengarkan orang lain, komunikasi tertulis dan nonverbal.
4. Interpersonal competency, meliputi empatti, membangun konsensus,
networking, persuasi, negosiasi, diplomasi, manajemen konflik,
menghargai orang lain, dan menjadi team player.
5. Thinking competency, berkenaan dengan berfikir strategis, berfikir
analitis, berkomitmen terhadap tindakan, memerlukan kemampuan
kognitif, mengidentifikasi mata rantai dan membangkitkan gagasan
kreatif.
7
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
6. Organizational competency, meliputi kemampuan merencanakan
pekerjaan, mengorganisasi sumber daya, mendapatkan perkerjaan
dilakukan, mengukur kemajuan, dan mengambil resiko yang
diperhitungkan.
7. Human resources management competency, merupakan kemampuan
dalam
bidang
team
building,
mendorong
berpartisipasi,
mengembangkan bakat, mengusahakan umpan balik kinerja, dan
menghargai keberagaman.
8. Leadership competency, merupakan kompetensi meliputi kecakapan
memosisikan diri, pengembangan organisasional, mengelola transisi,
orientasi strategis, membangun visi, merencanakan masa depan,
menguasai perubahan dan memelopori kesehatan tempat kerja.
9. Client
service
competency,
merupakan
kompetensi
berupa:
mengidentifikasi dan mengananlisis pelanggan, orientasi pelayanan
dan pengiriman, bekerja dengan pelangga, tindak lanjut dengan
pelanggan, membangun partnership dan berkomitmen terhadap
kualitas.
10. Business
competency,
nerupakan
kompetensi
yang
meliputi:
nabajemen finansial, keterampilan pengambilan keputusan bisnis,
bekerja dalam sistem, menggunakan ketajaman bisnis, membuat
keputusan bisnis dan membangkitkan pendapatan.
11. Selfmanagement competency, kompetensi berkaitan dengan menjadi
motivasi diri, bertindak dengan percaya diri, mengelola pembelajaran
sendiri, mendemonstrasikan fleksibilitas, dan berinisiatif.
8
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
12. Technical/operational competency, kompetensi berkaitan dengan
mengerjakan tugas kantor, bekerja dengan teknologi komputer,
menggunakan peralatan lain, mendemonstrasikan keahlian teknis dan
profesional, dan membiasakan bekerja dengan data dan angka.
Dalam sejumlah literatur, kompetensi sering dibedakan menjadi
dua tipe, yaitu:
1. Hard competency, kompetensi yang berkaitan dengan kemampuan
fungsional atau teknis suatu pekerjaan. Dengan kata lain kompetensi
ini berkaitan dengan seluk beluk teknis yang berkaitan dengan
pekerjaan yang ditekuni. Contohnya : marketing research, financial
analysis,
manpower
planning.
Hard
competency
ditentukan
berdasarkan Job Description dari masing-masing jabatan.
2. Soft competency, kompetensi yang berkaitan dengan kemampuan
untuk mengelola proses pekerjaan, hubungan antar manusia serta
membangun interaksi dengan orang lain. Contohnya : leadership,
communication, interpersonal relation.
Menurut Raharjo, Soft Competency terbagi atas 3 jenis kompetensi,
yaitu:
a. Core Competency (kompetensi inti), merupakan kompetensi
yang harus dimiliki oleh seluruh karyawan apapun levelnya,
biasanya kompetensi ini diturunkan dari visi, misi, budaya
perusahaan atau hal-hal lain yang dianggap penting untuk
dimiliki oleh seluruh karyawan.
9
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
b. Functional Competency (kompetensi fungsional), merupakan
kompetensi yang harus dimiliki oleh level jabatan tertentu di
perusahaan.
c. Departement
Competency
(kompetensi
departemen),
merupakan kompetensi yang harus dimiliki departemen
tertentu agar peran departemen tertentu menjadi maksimal.
2.1.3 Strata Kompetensi
Kompetensi dapat dipilah-pilih menurut stratanya. Kompetensi
dapat dibagi menjadi:
1. Core Competancies merupakan kompetensi inti yang dihubungkan
dengan strategi organisasi sehingga harus dimiliki oleh semua
karyawan dalam organisasi.
2. Managerial
Competancies
merupakan
kompetensi
yang
mencerminkan aktivitas manajerial dan kinerja yang diperlukan
dalam peran tertentu.
3. Functional
Competencies
merupakan
kompetensi
yang
menjelaskan tentang kemampuan peran tertentu yang diperlukan
dan biasanya dihubungkan dengan keterampilan profesional dan
teknis.
Kompetensi inti merupakan pemahaman terhadap visi, misi, dan
nilai-nilai perusahaan. Suatu kompetemsi yang dihubungkan dengan
strategi organisasi yang dapat diterapkan pada semua karyawan sebagai
suatu keahlian unggulan suatu organisasi. Kompetensi inti merupakan
10
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
prasyarat mutlak yang harus dimiliki seseorang untuk melakukan
pekerjaan unggul. Sementara itu, kompetensi manajerial menunjukkan
kemampuan dalam menjalankan manajemen dan kompetensi fungsional
merupakan kemampuan berdasar profesi di bidang teknis tertentu.
2.1.4 Manajemen Sumber Daya Manusia Berbasis Kompetensi
Kondisi
lingkungan
bisnis
di
masa
depan
menunjukkan
meningkatnya teknologi dan perubahan sosial. Di satu sisi harus mengikuti
perkembangan teknologi, di sisi lain semakin meningkat tanggung jawab
sosial organisasi. Pergeseran informasi ekonomi memerlukan knowledge
worker, tingkat sumber daya manusia yang memiliki pengetahuan semakin
tinggi. Sementara itu, persaingan global semakin intensif. Pasar semakin
terfragmentasi dalam spesialisasi.
Sumber daya manusia perlu memahami kecenderungan organisasi
multikultural dan keberagaman kultural. Di sisi lain pekerja dan pelanggan
sangat beragam menurut ras, jenis kelamin, negara dan budaya. Dengan
demikian, sumber daya manusia perlu memahami masalah dalam
keberagaman budaya.
Keadaan tersebut membuat kompetensi sumber daya manusia
semakin penting, baik bagi eksekutif, manajer maupun pekerja (Spencer
dan Spencer dalam Moeheriono, 2009)
1. Bagi Eksekutif
Kompetensi yang diperlukan bagi eksekutif adalah sebagai berikut:
11
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
a. Strategic Thinking merupakan kemampuan eksekutif untuk
memahami kecenederungan perubahan lingkungan yang cepat,
melihat peluang pasar, mendeteksi ancaman kompetitif dan
kekuatan,
kelemahan
organisasi
mereka,
untuk
mengidentifikasi respons strategik optimumnya.
b. Change Leadership merupakan kemampuan eksekutif untuk
mengkomunikasikan visi strategi organisasi yang membuat
respon
adaptif
berkembang
dan
diterima
stakeholder,
membangkitkan motivasi dan komitmennya, bertindak sebagai
sponsor inovasi dan kewirausahaan, dan mengalokasikan
sumber daya organisasi secara optimal untuk melaksanakan
banyak perubahan.
c. Relationship Management merupakan kemampuan eksekutif
untuk membangun hubungan baik dengan stakeholder di
dalam maupun di luar organisasi. Stakeholder di dalam
organisasi meliputi bawahan, rekan kerja, atasan langsung dan
pemegang saham. Stakeholder di luar organisasi dapat terdiri
dari
pemasok,
konsultan,
rekanan,
kontraktor,
pelanggan,
pemerintah,
saluran
distribusi,
legislatif,
kelompok
kepentingan, dan sebagainya.
Eksekutif perlu membangun jaringan dengan stakeholder internal
dan ekseternal karena memerlukan kerja samanya untuk memperoleh
keberhasilan. Sering kali kerja sama tersebut menjadi lebih semakin
12
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
penting apabila tidak memiliki kewenangan terhadap mereka, bahkan
membutuhkan bantuannya.
2. Bagi Manajer
Bagi
manajer
diperlukan
kompetensi
yang
memberikan
kemampuan dalam bidang yang menunjukkan hal-hal berikut :
a. Flexibility
(fleksibilitas)
merupakan
keinginan
dan
kemampuan manajer untuk mengubah struktur dan proses
manajerial apabila diperlukan untuk menjalankan strategi
perubahan
organisasi.
Kemampuan
untuk
melakukan
perubahan apabila timbul kebutuhan untuk melakukannnya.
b. Change Implementation (implementasi perubahan) merupakan
kemampuan
kepemimpinan
perubahan
untuk
mengkomunikasikan keutuhan organisasi akan perubahan
kepada bawahan, dan keterampilan manajemen perubahan
berupa komunikasi, pelatihan, fasilitas proses kelompok yang
diperlukan untuk mengimplementasikan perubahan dalam
kelompok kerjanya.
c. Enterpreneurial
Innovation
(inovasi
kewirausahaan)
merupakan inovasi untuk memelopori dan mengungguli
dengan memunculkan produk baru mendahului pesaingnya,
dan dalam memberikan pelayanan dan proses produksi yang
semakin efisien.
d. Interpersonal Understanding (memahami hubungan antar
manusia) merupakan kemampuan memahami dan menilai
13
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
masukan orang lain yang berbeda. Kemampuan dalam
memahamu
hubungan
antarpribadi.
Hal
ini
dapat
menumbuhkan saling pengertian antar manajer dan bawahan
maupun di antara sesama manajer dan sesama bawahan.
e. Empowering
(memberdayakan)
merupakan
perilaku
manajerial, untuk berbagi informasi, secara partisipasif
mengumpulkan gagasan bawahan, mendorong pengembangan
pekerja, mendelegasikan tanggung jawab penting, memberikan
umpan balik, coaching, menyatakan harapan positif bawahan,
dan menghargai perbaikan kinerja sehingga membuat pekerja
meraasa lebih mampu dan termotivasi untuk menerima
tanggung jawab yang lebih besar.
f. Team Fasilitation (memfasilitasi tim) merupakan keterampilan
proses kelompok
yang diperlukan untuk
mendapatkan
kelompok orang yang berbeda bekerja bersama secara efektif
untuk mencapai tujuan bersama untuk menciptakan tujuan dan
kejelasan peran, mengontrol orang yang berbicara terlalu
banyak, mengajak anggota pendiam untuk berpartisipasi dan
menyelesaikan konflik.
g. Portability
(kemudahan
menyesuaikan)
merupakan
kemampuan untuk menyesuaikan dengan cepat dan berfungsi
secara efektif di setiap lingkungan asing sehingga manajer
dapat dipindahkan pada posisi di mana saja. Penelitian
menunjukkan kompetensi ini mempunyai korelasi dengan
14
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
kesenangan berpergian, resisten terhadapa stres dan memahami
hubungan lintas budaya. Kemampuan ini akan menjadi
pertimbangan dalam penempatan posisi di luar negeri.
3. Bagi Pekerja
Beberapa kompetensi yang mencerminkan kemampuan yang perlu
dimiliki pekerja antara lain adalah sebagai berikut :
a. Flexibility (fleksibilitas) merupakan kecenderungan untuk
melihat perubahan sebagai peluang yang menarik daripada
sebagai tantangan, misalnya kesediaan untuk adopsi teknologi
baru.
b. Information-Seeking Motivation and Ability to Learn (motivasi
mencari informasi dan kemampuan belajar) merupakan
antusiasme untuk mencari peluang belajar teknologi baru dan
keterampilan dalam hubungan antarpribadi. Pembelajaran
jangka panjang tentang pengetahuan dan keterampilan baru
diperlukan oleh perubahan persyaratan pekerjaan di masa
depan.
c. Achievement Motivation (motivasi berprestasi) merupakan
dorongan untuk inovasi dan “kaizen”, perbaikan terus-menerus
dalam kualitas dan produktivitas yang diperlukan untuk
menghadapi meningkatnya kompetisi..
d. Work Motivation under Time Pressure (motivasi kerja dalam
tekanan
waktu)
merupakan
beberapa
kombinasi
dari
fleksibilitas, motivasi berprestasi, resistensi terhadap stres dan
15
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
komitmen organisasi yang memungkinkan individu bekerja
dalam permintaan yang meningkat atas produk dan jasa baru
dalam kurun waktu lebih pendek.
e. Collaborativeness
(kesediaan
bekerja
sama)
merupakan
kemampuan untuk bekerja secara kooperatif dalam kelompok
yang bersifat multidisiplin dan rekan kerja yang berbeda. Hal
tersebut menunjukkan sikap positif terhadap orang lain,
memiliki pemahaman tentang hubungan antarpribadi dan
menunjukkan komitmen organisasional.
f. Customer Service Orientation (orientasi pada pelayanan
pelanggan) merupakan keinginan membantu orang lain,
pemahaman tentang hubungan antarpribadi, bersedia untuk
mendengarkan kebutuhan pelanggan dan tahapan emosi,
mempunyai cukup inisiatif untuk mengatasi hambatan dalam
organisasi untuk mengatasi masalah pelanggan.
2.1.5 Competency Level Index (CLI)
Competency Level Index (CLI) adalah indeks level kompetensi
karyawan/perusahaan yang diperoleh dari hasil pengukuran kompetensi
(competency assessment). Competency Level Index merupakan Indeks
tingkatan kompetensi perusahaan sebagai Key Performance Indicator (KPI)
dalam penerapan ICBHRMS (Integrated Competency Based Human
Resources Management) dalam pengelolaan Sumber Daya Manusia pada
PT. Perkebunan Nusantara 3 (PTPN 3).
16
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Competency Level Index (CLI) digunakan untuk mengetahui sejauh
mana kesesuaian antara kompetensi individu karyawan (current competency
level) dengan kompetensi jabatan yang dipersyaratkan (required competency
level) yang diperlukan dalam penyusunan program pengembangan individu
karyawan (purpose competency level).
Indikator penilaian Competency Level Index (CLI) yang digunakan
oleh PT. Perkebunan Nusantara 3 (PTPN 3) terdiri atas:
1. Soft Competency Assessment merupakan kompetensi umum yang
dibagi dalam dua kompetensi yaitu Kompetensi Inti dan Kompetensi
Perilaku Manajerial. Kedua kompetensi ini wajib dimiliki oleh seluruh
karyawan PT. Perkebunan Nusantara III dan levelnya dibedakan
berdasarkan strata.
2. Hard Competency Assessment merupakan kompetensi khusus yang
dibagi menjadi tiga kompetensi, yaitu :
a. Kompetensi perkebunan. Kompetensi yang harus dimiliki oleh
semua unit kerja/distrik manajer/bagian
b. Kompetensi Produksi Perkebunan. Kompetensi yang harus
dimiliki oleh semua unit kerja/distrik manajer
c. Kompetensi Fungsional Perkebunan. Kompetensi yang khas dari
masing-masing jabatan di unit kerja/distrik manajer/ bagian.
17
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2.2 KINERJA
2.2.1 Pengertian Kinerja
Kinerja atau performance merupakan gambaran mengenai tingkat
pencapaian pelaksanaan suatu program kegiatan atau kebijakan dalam
mewujudkan sasaran, tujuan, visi dan misi organisasi yang dituangkan
melalui perencanaan strategis suatu organisasi (Moeheriono, 2012:95).
Menurut Oxford Dictionary, kinerja (performance) adalah suatu
tindakan proses atau cara bertindak atau melakukan fungsi organisasi.
Robbins mengatakan bahwa kinerja sebagai fungsi interaksi antara
kemampuan atau Ability (A), Motivasi atau Motivation (M), dan
Kesempatan atau Opportunity (O), yaitu Kinerja = f (A x M x O), artinya
kinerja merupakan fungsi dari kemampuan, motivasi dan kesempatan.
Robbins (2002) menyatakan bahwa kinerja adalah ukuran
mengenai apa yang dikerjakan dan apa yang tidak dikerjakan oleh
karyawan. Menurut Mangkunegara dalam Pramudyo (2010) prestasi kerja
berasal dari kata job performance atau actual performance yaitu hasil
kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai
dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggungjawab yang
diberikan kepadanya.
Dari beberapa defenisi yang telah dikemukakan, maka kesimpulan
pengertian atau defenisi dari kinerja dapat disimpulkan sebagai hasil kerja
yang dapat dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang dalam suatu
organisasi baik secara kuantitatif maupun kualitatif, sesuai dengan
kewenangan dan tugas tanggung jawab masing-masing, dalam upaya
18
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
mencapai tujuan organisasi bersangkutan secara legal, tidak melanggar
hukum dan sesuai dengan moral maupun etika (Moeheriono, 2012:96).
2.2.2 Pengukuran Kinerja
Pengukuran kinerja (Performance Measurement) merupakan suatu
proses penilaian tentang kemajuan pekerjaan terhadap tujuan dan sasaran
dalam pengelolaan sumber daya manusia untuk menghasilkan barang dan
jasa, termasuk informasi atas efisiensi serta efektivitas tindakan dalam
mencapai tujuan organisasi.
Berdasarkan defenisi kinerja dan pengukuran kinerja yang telah
disebutkan sebelumnya, maka dapat disimpulkan beberapa aspek yang
mendasar dan paling pokok dari pengukuran kinerja sebagai berikut:
1. Menetapkan
tujuan,
sasaran
dan
strategi
organisasi,
dengan
menetapkan secara umum apa yang diinginkan oleh organisasi sesuai
dengan tujuan, visi dan misinya.
2. Merumuskan indikator kinerja dan ukuran kinerja, yang mengacu
pada penilaian kinerja secara tidak langsung, sedangkan indikator
kinerja mengarah pada pengukuran kinerja secara langsung yang
berbentuk keberhasilan utama (critical success factors) dan indikator
kinerja kunci (key performance indicator).
3. Mengukur tingkat capaian tujuan dan sasaran organisasi, menganalisis
hasil pengukuran kinerja yang dapat diimplementasikan dengan
membandingkan tingkat capaian tujuan dan sasaran organisasi.
19
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
4. Mengevaluasi kinerja dengan menilai kemampuan organisasi dan
pengambilan keputusan yang berkualitas, memberikan gambaran atau
hasil kepada organisasi seberapa besar tingkat keberhasilan tersebut
dan mengevaluasi langkah apa yang diambil organisasi selanjutnya.
2.2.3 Perbedaan Evaluasi Kinerja Dengan Pengukuran Kinerja
Pada umumnya, dan sering kali pengertian evaluasi kinerja
(performance evaluation) dengan pengukuran kinerja (performance
measurement) dianggap memiliki kesamaan dan memiliki arti defenisi
yang sama. Dalam literatur dan kamus bahas Indonesia populer, fungsi
pemantauan (monitoring) sering dijadikan satu atau gandenga dengan
evaluasi (evaluation). Sehingga artinya menjadi pemantauan-evaluasi,
karena keduanya dianggap memiliki arti kesamaan dalam beberapa hal, di
antaranya hasil kegiatan pemantauan (monitoring) dapat digunakan dalam
melakukan kegiatan evaluasi (evaluation). Oleh karena itu, penyebutannya
sering digabungkan menjadi satu disebut “mon-ev” dingkatan dari
monitoring dan evaluasi.
Namun demikian, pengertian evaluasi dan monitoring secara
esensial keduanya dapat dibedakan, meskipun ada kesamaan dan
perbedaannya. Beberapa perbedaannya adalah sebagai berikut:
1. Pengertian evaluasi memiliki cakupan lebih luas daripada monitoring,
karena evaluasi lebih menekankan pada sasaran dan strategi yang
dilaksanakan, apakah sudah tepat atau tidak pada pelaksanaan
tersebut.
20
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2. Pengertian evaluasi dianggap kurang intens atau kurang kontinu sesuai
dengan kebutuhan organisasi, sedangkan monitoring dilakukan lebih
intens dan kontinu (terkonsentrasi).
3. Pihak yang mengevaluasi (evaluator) pada umumnya berasal dari
pihak luar (eksternal) dari organisasi yang dinilai, meskipun tidak
menutup kemungkinan dilakukan oleh pihak dalam (internal) sendiri,
sedangkan monitoring hanya dilakukan oleh pihak dalam internal saja.
2.2.4 Persyaratan Penilaian Kinerja
Dalam syarat-syarat penilaian kinerja ada beberapa aspek yang
harus diperhatikan oleh penilai, karena persyaratan tersebut sangat
menentukan hasil penilaian kinerja selanjutnya. Adapun persyaratan yang
harus diperhatikan adalah sebagai berikut:
1. Input (Potensi)
Agar penilaian kinerja tidak membias dan tercapai sasaran sesuai
dengan yang dihendaki oleh organisasi, maka perlunya ditetapkan,
disepakati, dan diketahui aspek-aspek yang akan dinilai atau
dievaluasi
sebelumnya,
sehingga
setiap
karyawan
sudah
mengetahui dengan pasti aspek-aspek apa saja yang akan dinilai.
Dengan demikian akan tercipta ketenangan kerja selama penilaian
pada karyawan.
2. Proses (Pelaksanaan)
Dalam fase pelaksanaan ini, proses komunikasi dan konsultasi
antara individu dan kelompok harus dilakukan sesering mungkin,
21
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
agar dapat menjamin seluruh aspek dari sistem penilaian kinerja
secara menyeluruh dari pokok-pokok yang berhubungan dengan
praktik. Proses tersebut dapat dilakuan melalui beberapa tahap
berikut ini:
a. Memberikan briefing (penjelasan singkat), agar pelaksanaan
sukses, maka persyaratan yang cukup penting adalah seluruh
karyawan harus dilibatkan, penilai atau yang dinilai harus
diberikan penjelasan secara menyeluruh mengenai cara dan
sistem penilaiannya.
b. Memberikan pelatihan, agar memberikan dampak yang baik
dan lebih efektif daripada hanya wawancara saja. Salah satu
kebiasaan atau kecenderungan zaman sekarang adalah
memberikan pelatihan bagi karyawan yang dinilai sebagai
kelompok yang selalu terabaikan atau malas bekerja. Biasanya,
bila suatu perusahaan akan memperkenalkan sistem baru atau
memodifikasi sistem lama, maka pelatihan bagi para penilai
akan terfokus pada: (1) penilaian kebijakan perusahaan (2)
sistem dan dokumentasi (3) keterampilan penilaian, dan (4)
menambah kompetensi.
3. Output (Hasil)
Perlu adanya kejelasan hasil penilaian dari atasan, seperti manfaat,
dampak dan risiko, serta tindak lanjut dari rekomendasi penilaian.
Selain itu, perlu diketahui pula apakah hasil penilaian tersebut
berhasil meningkatkan kualitas kerja, motivasi kerja, etos kerja,
22
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
dan kepuasan kerja karyawan, yang akhirnya nanti akan
direfleksikan pada peningkatan kinerja perusahaan.
2.2.5 Indikator Kinerja
Spencer dan Spencer (dalam Moeheriono, 2009) mengemukakan
tingkat kompetensi seperti gunung es dimana ada yang tampak di
permukaan, tetapi ada pula yang tidak terlihat di permukaan.
Tingkatan kompetensi dapat dikelompokkan dalam tiga tingkatan,
yaitu:
1. Behavioral Tools
a. Knowledge, merupakan informasi yang digunakan orang dalam
bidang tertentu, misalnya membedakan antara akuntan senior
dan junior.
b. Skill, merupakan kemampuan orang untuk melakukan sesuatu
dengan baik. Skill menunjukkan produk.
2. Image Attribute
a. Social role merupakan pola perilaku orang yang diperkuat oleh
kelompok sosial atau organisasi. Misalnya, menjadi pemimpin
atau pengikut, menjadi agen perunahan atau menolak
perubahan.
b. Self image merupakan pandangan orang terhadap dirinya
sendiri, identitas, kepribadian, dan harga dirinya. Misalnya,
melihat dirinya sebagai pengembang atau manajer yang berada
di atas “fast track”.
23
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
3. Personal Characteristic
a. Traits merupakan aspek tipikal berprilaku. Misalnya, menjadi
pendengar yang baik.
b. Motive merupakan apa yang mendorong perilaku seseorang
dalam bidang tertentu (prestasi, afiliasi, kekuasaan). Misalnya,
ingin memengaruhi perilaku orang lain untuk kebaikan
organisasi.
2.3 HUBUNGAN KOMPETENSI DAN KINERJA
Setiawati (2009), menyatakan bahwa kompetensi memiliki korelasi positif
dengan kinerja dengan pengaruh yang signifikan. Sehingga semakin tinggi tingkat
kompetensi seorang karyawan (individu) maka tingkat kinerja individu tersebut
juga akan tinggi. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh
Widyatmini dan Hakim (2008).
Penelitian yang dilakukan oleh Anung Pramudyo (2010) mengenai faktorfaktor yang mempengaruhi kinerja dosen negeri dipekerjakan pada kopertis
wilayah V Yogyakarta menghasilkan kesimpulan kompetensi sebagai salah satu
faktor memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja.
Becker et al. (2001) mengatakan bahwa kompetensi mengacu pada
karakter knowledge, skill, dan abilities setiap individu atau karakter personal yang
mempengaruhi job performance individu secara langsung. Grote (1996)
menyatakan bahwa kompetensi adalah karakteristik mendasar dari individu yang
berhubungan dengan ukuran atau referensi efektif atau tidaknya kinerja dalam
suatu pekerjaan atau situasi tertentu. Menurut Grote, kompetensi dapat digunakan
24
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
untuk memprediksi kinerja, yaitu siapa yang berkinerja baik dan kurang baik
tergantung pada kompetensi yang dimilikinya, diukur dari kriteria atau standar
yang digunakan.
Penelitian yang dilakukan oleh Chainiral (2005) terhadap pejabat imigrasi
tentang hubungan antara tingkat pengetahuan dan keterampilan dengan kinerja
mendapatkan pengaruh yang positif antara tingkat pengetahuhan dan keterampilan
dengan kinerja dan mempunyai hubungan yang kurang kuat serta signifikan
secara statistik.
Menurut Spencer dalam moeheriono (2010), kompetensi memiliki
hubungan sebab-akibat (causally related) jika dikaitkan dengan kinerja seorang
karyawan serta kompetensi yang diharapkan dapat memprediksikan perilaku
seseorang sehingga akhirnya dapat memprediksi kinerja orang tersebut.
Kompetensi selalu mengandung maksud dan tujuan tertentu yang
merupakan dorongan motif atau sifat (trait) yang menyebabkan suatu tindakan
seseorang untuk memperoleh hasil. Kompetensi yang baik atau tinggi jika
diintegrasikan dengan kompetensi jabatan, maka akan menghasilkan kinerja yang
optimal.
25
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
LANDASAN TEORI
2.1 KOMPETENSI
2.1.1. Pengertian Kompetensi
Kompetensi adalah suatu kemampuan untuk melaksanakan atau
melakukan suatu pekerjaan atau tugas yang dilandasi atas keterampilan
dan pengetahuan serta didukung oleh sikap kerja yang dituntut oleh
pekerjaan tersebut (Wibowo, 2013:324).
Spancer dan Spencer dalam moeheriono (2012) menyatakan bahwa
kompetensi
merupakan
landasan
dasar
karakteristik
orang
dan
mengindikasikan cara berprilaku dan berfikir, menyamakan situasi, dan
mendukung untuk periode waktu cukup lama.
Kompetensi merupakan dimensi perilaku yang berada di belakang
kinerja kompeten. Sering dinamakan kompetensi perilaku karena
dimaksudkan untuk menjelaskan bagaiman orang berperilaku ketika
mereka menjalankan perannya dengan baik (Armstrong dan Baron dalam
moeheriono, 2012)
Dari berbagai pandangan tersebut di atas dapat dirumuskan
kesimpulan bahwa kompetensi merupakan kemampuan menjalankan tugas
atau pekerjaan dengan dilandasi oleh pengetahuan, keterampilan, dan
didukung oleh sikap yang menjadi karakteristik individu.
6
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2.1.2 Tipe Kompetensi
Tipe kompetensi berkaitan dengan aspek perilaku manusia dan
dengan kemampuannya mendemonstrasikan kemampuan perilaku tersebut.
Ada beberapa tipe kompetensi yang dapat dijelaskan sebagai
berikut:
1. Planning competency, dikaitkan dengan tindakan tertentu seperti
mentapkan tujuan, menilai resiko dna mengembangkan urutan
tindakan untuk mencapai tujuan.
2. Influence competency, dikaitkan dengan tindakan seperti mempunyai
dampak pada orang lain, memaksa melakukan tindakan tertentu atau
membuat keputusan tertentu, dan memberi inspirasi untuk bekerja
menuju tujuan organisasional. Kedua tipe kompetensi ini melibatkan
aspek yang berbeda dari perilaku manusia. Kompetensi secara
tradisional dikaitkan dengan kinerja yang sukses.
3. Communication competency, dalam bentuk kemampuan berbicara,
mendengarkan orang lain, komunikasi tertulis dan nonverbal.
4. Interpersonal competency, meliputi empatti, membangun konsensus,
networking, persuasi, negosiasi, diplomasi, manajemen konflik,
menghargai orang lain, dan menjadi team player.
5. Thinking competency, berkenaan dengan berfikir strategis, berfikir
analitis, berkomitmen terhadap tindakan, memerlukan kemampuan
kognitif, mengidentifikasi mata rantai dan membangkitkan gagasan
kreatif.
7
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
6. Organizational competency, meliputi kemampuan merencanakan
pekerjaan, mengorganisasi sumber daya, mendapatkan perkerjaan
dilakukan, mengukur kemajuan, dan mengambil resiko yang
diperhitungkan.
7. Human resources management competency, merupakan kemampuan
dalam
bidang
team
building,
mendorong
berpartisipasi,
mengembangkan bakat, mengusahakan umpan balik kinerja, dan
menghargai keberagaman.
8. Leadership competency, merupakan kompetensi meliputi kecakapan
memosisikan diri, pengembangan organisasional, mengelola transisi,
orientasi strategis, membangun visi, merencanakan masa depan,
menguasai perubahan dan memelopori kesehatan tempat kerja.
9. Client
service
competency,
merupakan
kompetensi
berupa:
mengidentifikasi dan mengananlisis pelanggan, orientasi pelayanan
dan pengiriman, bekerja dengan pelangga, tindak lanjut dengan
pelanggan, membangun partnership dan berkomitmen terhadap
kualitas.
10. Business
competency,
nerupakan
kompetensi
yang
meliputi:
nabajemen finansial, keterampilan pengambilan keputusan bisnis,
bekerja dalam sistem, menggunakan ketajaman bisnis, membuat
keputusan bisnis dan membangkitkan pendapatan.
11. Selfmanagement competency, kompetensi berkaitan dengan menjadi
motivasi diri, bertindak dengan percaya diri, mengelola pembelajaran
sendiri, mendemonstrasikan fleksibilitas, dan berinisiatif.
8
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
12. Technical/operational competency, kompetensi berkaitan dengan
mengerjakan tugas kantor, bekerja dengan teknologi komputer,
menggunakan peralatan lain, mendemonstrasikan keahlian teknis dan
profesional, dan membiasakan bekerja dengan data dan angka.
Dalam sejumlah literatur, kompetensi sering dibedakan menjadi
dua tipe, yaitu:
1. Hard competency, kompetensi yang berkaitan dengan kemampuan
fungsional atau teknis suatu pekerjaan. Dengan kata lain kompetensi
ini berkaitan dengan seluk beluk teknis yang berkaitan dengan
pekerjaan yang ditekuni. Contohnya : marketing research, financial
analysis,
manpower
planning.
Hard
competency
ditentukan
berdasarkan Job Description dari masing-masing jabatan.
2. Soft competency, kompetensi yang berkaitan dengan kemampuan
untuk mengelola proses pekerjaan, hubungan antar manusia serta
membangun interaksi dengan orang lain. Contohnya : leadership,
communication, interpersonal relation.
Menurut Raharjo, Soft Competency terbagi atas 3 jenis kompetensi,
yaitu:
a. Core Competency (kompetensi inti), merupakan kompetensi
yang harus dimiliki oleh seluruh karyawan apapun levelnya,
biasanya kompetensi ini diturunkan dari visi, misi, budaya
perusahaan atau hal-hal lain yang dianggap penting untuk
dimiliki oleh seluruh karyawan.
9
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
b. Functional Competency (kompetensi fungsional), merupakan
kompetensi yang harus dimiliki oleh level jabatan tertentu di
perusahaan.
c. Departement
Competency
(kompetensi
departemen),
merupakan kompetensi yang harus dimiliki departemen
tertentu agar peran departemen tertentu menjadi maksimal.
2.1.3 Strata Kompetensi
Kompetensi dapat dipilah-pilih menurut stratanya. Kompetensi
dapat dibagi menjadi:
1. Core Competancies merupakan kompetensi inti yang dihubungkan
dengan strategi organisasi sehingga harus dimiliki oleh semua
karyawan dalam organisasi.
2. Managerial
Competancies
merupakan
kompetensi
yang
mencerminkan aktivitas manajerial dan kinerja yang diperlukan
dalam peran tertentu.
3. Functional
Competencies
merupakan
kompetensi
yang
menjelaskan tentang kemampuan peran tertentu yang diperlukan
dan biasanya dihubungkan dengan keterampilan profesional dan
teknis.
Kompetensi inti merupakan pemahaman terhadap visi, misi, dan
nilai-nilai perusahaan. Suatu kompetemsi yang dihubungkan dengan
strategi organisasi yang dapat diterapkan pada semua karyawan sebagai
suatu keahlian unggulan suatu organisasi. Kompetensi inti merupakan
10
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
prasyarat mutlak yang harus dimiliki seseorang untuk melakukan
pekerjaan unggul. Sementara itu, kompetensi manajerial menunjukkan
kemampuan dalam menjalankan manajemen dan kompetensi fungsional
merupakan kemampuan berdasar profesi di bidang teknis tertentu.
2.1.4 Manajemen Sumber Daya Manusia Berbasis Kompetensi
Kondisi
lingkungan
bisnis
di
masa
depan
menunjukkan
meningkatnya teknologi dan perubahan sosial. Di satu sisi harus mengikuti
perkembangan teknologi, di sisi lain semakin meningkat tanggung jawab
sosial organisasi. Pergeseran informasi ekonomi memerlukan knowledge
worker, tingkat sumber daya manusia yang memiliki pengetahuan semakin
tinggi. Sementara itu, persaingan global semakin intensif. Pasar semakin
terfragmentasi dalam spesialisasi.
Sumber daya manusia perlu memahami kecenderungan organisasi
multikultural dan keberagaman kultural. Di sisi lain pekerja dan pelanggan
sangat beragam menurut ras, jenis kelamin, negara dan budaya. Dengan
demikian, sumber daya manusia perlu memahami masalah dalam
keberagaman budaya.
Keadaan tersebut membuat kompetensi sumber daya manusia
semakin penting, baik bagi eksekutif, manajer maupun pekerja (Spencer
dan Spencer dalam Moeheriono, 2009)
1. Bagi Eksekutif
Kompetensi yang diperlukan bagi eksekutif adalah sebagai berikut:
11
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
a. Strategic Thinking merupakan kemampuan eksekutif untuk
memahami kecenederungan perubahan lingkungan yang cepat,
melihat peluang pasar, mendeteksi ancaman kompetitif dan
kekuatan,
kelemahan
organisasi
mereka,
untuk
mengidentifikasi respons strategik optimumnya.
b. Change Leadership merupakan kemampuan eksekutif untuk
mengkomunikasikan visi strategi organisasi yang membuat
respon
adaptif
berkembang
dan
diterima
stakeholder,
membangkitkan motivasi dan komitmennya, bertindak sebagai
sponsor inovasi dan kewirausahaan, dan mengalokasikan
sumber daya organisasi secara optimal untuk melaksanakan
banyak perubahan.
c. Relationship Management merupakan kemampuan eksekutif
untuk membangun hubungan baik dengan stakeholder di
dalam maupun di luar organisasi. Stakeholder di dalam
organisasi meliputi bawahan, rekan kerja, atasan langsung dan
pemegang saham. Stakeholder di luar organisasi dapat terdiri
dari
pemasok,
konsultan,
rekanan,
kontraktor,
pelanggan,
pemerintah,
saluran
distribusi,
legislatif,
kelompok
kepentingan, dan sebagainya.
Eksekutif perlu membangun jaringan dengan stakeholder internal
dan ekseternal karena memerlukan kerja samanya untuk memperoleh
keberhasilan. Sering kali kerja sama tersebut menjadi lebih semakin
12
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
penting apabila tidak memiliki kewenangan terhadap mereka, bahkan
membutuhkan bantuannya.
2. Bagi Manajer
Bagi
manajer
diperlukan
kompetensi
yang
memberikan
kemampuan dalam bidang yang menunjukkan hal-hal berikut :
a. Flexibility
(fleksibilitas)
merupakan
keinginan
dan
kemampuan manajer untuk mengubah struktur dan proses
manajerial apabila diperlukan untuk menjalankan strategi
perubahan
organisasi.
Kemampuan
untuk
melakukan
perubahan apabila timbul kebutuhan untuk melakukannnya.
b. Change Implementation (implementasi perubahan) merupakan
kemampuan
kepemimpinan
perubahan
untuk
mengkomunikasikan keutuhan organisasi akan perubahan
kepada bawahan, dan keterampilan manajemen perubahan
berupa komunikasi, pelatihan, fasilitas proses kelompok yang
diperlukan untuk mengimplementasikan perubahan dalam
kelompok kerjanya.
c. Enterpreneurial
Innovation
(inovasi
kewirausahaan)
merupakan inovasi untuk memelopori dan mengungguli
dengan memunculkan produk baru mendahului pesaingnya,
dan dalam memberikan pelayanan dan proses produksi yang
semakin efisien.
d. Interpersonal Understanding (memahami hubungan antar
manusia) merupakan kemampuan memahami dan menilai
13
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
masukan orang lain yang berbeda. Kemampuan dalam
memahamu
hubungan
antarpribadi.
Hal
ini
dapat
menumbuhkan saling pengertian antar manajer dan bawahan
maupun di antara sesama manajer dan sesama bawahan.
e. Empowering
(memberdayakan)
merupakan
perilaku
manajerial, untuk berbagi informasi, secara partisipasif
mengumpulkan gagasan bawahan, mendorong pengembangan
pekerja, mendelegasikan tanggung jawab penting, memberikan
umpan balik, coaching, menyatakan harapan positif bawahan,
dan menghargai perbaikan kinerja sehingga membuat pekerja
meraasa lebih mampu dan termotivasi untuk menerima
tanggung jawab yang lebih besar.
f. Team Fasilitation (memfasilitasi tim) merupakan keterampilan
proses kelompok
yang diperlukan untuk
mendapatkan
kelompok orang yang berbeda bekerja bersama secara efektif
untuk mencapai tujuan bersama untuk menciptakan tujuan dan
kejelasan peran, mengontrol orang yang berbicara terlalu
banyak, mengajak anggota pendiam untuk berpartisipasi dan
menyelesaikan konflik.
g. Portability
(kemudahan
menyesuaikan)
merupakan
kemampuan untuk menyesuaikan dengan cepat dan berfungsi
secara efektif di setiap lingkungan asing sehingga manajer
dapat dipindahkan pada posisi di mana saja. Penelitian
menunjukkan kompetensi ini mempunyai korelasi dengan
14
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
kesenangan berpergian, resisten terhadapa stres dan memahami
hubungan lintas budaya. Kemampuan ini akan menjadi
pertimbangan dalam penempatan posisi di luar negeri.
3. Bagi Pekerja
Beberapa kompetensi yang mencerminkan kemampuan yang perlu
dimiliki pekerja antara lain adalah sebagai berikut :
a. Flexibility (fleksibilitas) merupakan kecenderungan untuk
melihat perubahan sebagai peluang yang menarik daripada
sebagai tantangan, misalnya kesediaan untuk adopsi teknologi
baru.
b. Information-Seeking Motivation and Ability to Learn (motivasi
mencari informasi dan kemampuan belajar) merupakan
antusiasme untuk mencari peluang belajar teknologi baru dan
keterampilan dalam hubungan antarpribadi. Pembelajaran
jangka panjang tentang pengetahuan dan keterampilan baru
diperlukan oleh perubahan persyaratan pekerjaan di masa
depan.
c. Achievement Motivation (motivasi berprestasi) merupakan
dorongan untuk inovasi dan “kaizen”, perbaikan terus-menerus
dalam kualitas dan produktivitas yang diperlukan untuk
menghadapi meningkatnya kompetisi..
d. Work Motivation under Time Pressure (motivasi kerja dalam
tekanan
waktu)
merupakan
beberapa
kombinasi
dari
fleksibilitas, motivasi berprestasi, resistensi terhadap stres dan
15
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
komitmen organisasi yang memungkinkan individu bekerja
dalam permintaan yang meningkat atas produk dan jasa baru
dalam kurun waktu lebih pendek.
e. Collaborativeness
(kesediaan
bekerja
sama)
merupakan
kemampuan untuk bekerja secara kooperatif dalam kelompok
yang bersifat multidisiplin dan rekan kerja yang berbeda. Hal
tersebut menunjukkan sikap positif terhadap orang lain,
memiliki pemahaman tentang hubungan antarpribadi dan
menunjukkan komitmen organisasional.
f. Customer Service Orientation (orientasi pada pelayanan
pelanggan) merupakan keinginan membantu orang lain,
pemahaman tentang hubungan antarpribadi, bersedia untuk
mendengarkan kebutuhan pelanggan dan tahapan emosi,
mempunyai cukup inisiatif untuk mengatasi hambatan dalam
organisasi untuk mengatasi masalah pelanggan.
2.1.5 Competency Level Index (CLI)
Competency Level Index (CLI) adalah indeks level kompetensi
karyawan/perusahaan yang diperoleh dari hasil pengukuran kompetensi
(competency assessment). Competency Level Index merupakan Indeks
tingkatan kompetensi perusahaan sebagai Key Performance Indicator (KPI)
dalam penerapan ICBHRMS (Integrated Competency Based Human
Resources Management) dalam pengelolaan Sumber Daya Manusia pada
PT. Perkebunan Nusantara 3 (PTPN 3).
16
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Competency Level Index (CLI) digunakan untuk mengetahui sejauh
mana kesesuaian antara kompetensi individu karyawan (current competency
level) dengan kompetensi jabatan yang dipersyaratkan (required competency
level) yang diperlukan dalam penyusunan program pengembangan individu
karyawan (purpose competency level).
Indikator penilaian Competency Level Index (CLI) yang digunakan
oleh PT. Perkebunan Nusantara 3 (PTPN 3) terdiri atas:
1. Soft Competency Assessment merupakan kompetensi umum yang
dibagi dalam dua kompetensi yaitu Kompetensi Inti dan Kompetensi
Perilaku Manajerial. Kedua kompetensi ini wajib dimiliki oleh seluruh
karyawan PT. Perkebunan Nusantara III dan levelnya dibedakan
berdasarkan strata.
2. Hard Competency Assessment merupakan kompetensi khusus yang
dibagi menjadi tiga kompetensi, yaitu :
a. Kompetensi perkebunan. Kompetensi yang harus dimiliki oleh
semua unit kerja/distrik manajer/bagian
b. Kompetensi Produksi Perkebunan. Kompetensi yang harus
dimiliki oleh semua unit kerja/distrik manajer
c. Kompetensi Fungsional Perkebunan. Kompetensi yang khas dari
masing-masing jabatan di unit kerja/distrik manajer/ bagian.
17
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2.2 KINERJA
2.2.1 Pengertian Kinerja
Kinerja atau performance merupakan gambaran mengenai tingkat
pencapaian pelaksanaan suatu program kegiatan atau kebijakan dalam
mewujudkan sasaran, tujuan, visi dan misi organisasi yang dituangkan
melalui perencanaan strategis suatu organisasi (Moeheriono, 2012:95).
Menurut Oxford Dictionary, kinerja (performance) adalah suatu
tindakan proses atau cara bertindak atau melakukan fungsi organisasi.
Robbins mengatakan bahwa kinerja sebagai fungsi interaksi antara
kemampuan atau Ability (A), Motivasi atau Motivation (M), dan
Kesempatan atau Opportunity (O), yaitu Kinerja = f (A x M x O), artinya
kinerja merupakan fungsi dari kemampuan, motivasi dan kesempatan.
Robbins (2002) menyatakan bahwa kinerja adalah ukuran
mengenai apa yang dikerjakan dan apa yang tidak dikerjakan oleh
karyawan. Menurut Mangkunegara dalam Pramudyo (2010) prestasi kerja
berasal dari kata job performance atau actual performance yaitu hasil
kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai
dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggungjawab yang
diberikan kepadanya.
Dari beberapa defenisi yang telah dikemukakan, maka kesimpulan
pengertian atau defenisi dari kinerja dapat disimpulkan sebagai hasil kerja
yang dapat dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang dalam suatu
organisasi baik secara kuantitatif maupun kualitatif, sesuai dengan
kewenangan dan tugas tanggung jawab masing-masing, dalam upaya
18
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
mencapai tujuan organisasi bersangkutan secara legal, tidak melanggar
hukum dan sesuai dengan moral maupun etika (Moeheriono, 2012:96).
2.2.2 Pengukuran Kinerja
Pengukuran kinerja (Performance Measurement) merupakan suatu
proses penilaian tentang kemajuan pekerjaan terhadap tujuan dan sasaran
dalam pengelolaan sumber daya manusia untuk menghasilkan barang dan
jasa, termasuk informasi atas efisiensi serta efektivitas tindakan dalam
mencapai tujuan organisasi.
Berdasarkan defenisi kinerja dan pengukuran kinerja yang telah
disebutkan sebelumnya, maka dapat disimpulkan beberapa aspek yang
mendasar dan paling pokok dari pengukuran kinerja sebagai berikut:
1. Menetapkan
tujuan,
sasaran
dan
strategi
organisasi,
dengan
menetapkan secara umum apa yang diinginkan oleh organisasi sesuai
dengan tujuan, visi dan misinya.
2. Merumuskan indikator kinerja dan ukuran kinerja, yang mengacu
pada penilaian kinerja secara tidak langsung, sedangkan indikator
kinerja mengarah pada pengukuran kinerja secara langsung yang
berbentuk keberhasilan utama (critical success factors) dan indikator
kinerja kunci (key performance indicator).
3. Mengukur tingkat capaian tujuan dan sasaran organisasi, menganalisis
hasil pengukuran kinerja yang dapat diimplementasikan dengan
membandingkan tingkat capaian tujuan dan sasaran organisasi.
19
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
4. Mengevaluasi kinerja dengan menilai kemampuan organisasi dan
pengambilan keputusan yang berkualitas, memberikan gambaran atau
hasil kepada organisasi seberapa besar tingkat keberhasilan tersebut
dan mengevaluasi langkah apa yang diambil organisasi selanjutnya.
2.2.3 Perbedaan Evaluasi Kinerja Dengan Pengukuran Kinerja
Pada umumnya, dan sering kali pengertian evaluasi kinerja
(performance evaluation) dengan pengukuran kinerja (performance
measurement) dianggap memiliki kesamaan dan memiliki arti defenisi
yang sama. Dalam literatur dan kamus bahas Indonesia populer, fungsi
pemantauan (monitoring) sering dijadikan satu atau gandenga dengan
evaluasi (evaluation). Sehingga artinya menjadi pemantauan-evaluasi,
karena keduanya dianggap memiliki arti kesamaan dalam beberapa hal, di
antaranya hasil kegiatan pemantauan (monitoring) dapat digunakan dalam
melakukan kegiatan evaluasi (evaluation). Oleh karena itu, penyebutannya
sering digabungkan menjadi satu disebut “mon-ev” dingkatan dari
monitoring dan evaluasi.
Namun demikian, pengertian evaluasi dan monitoring secara
esensial keduanya dapat dibedakan, meskipun ada kesamaan dan
perbedaannya. Beberapa perbedaannya adalah sebagai berikut:
1. Pengertian evaluasi memiliki cakupan lebih luas daripada monitoring,
karena evaluasi lebih menekankan pada sasaran dan strategi yang
dilaksanakan, apakah sudah tepat atau tidak pada pelaksanaan
tersebut.
20
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2. Pengertian evaluasi dianggap kurang intens atau kurang kontinu sesuai
dengan kebutuhan organisasi, sedangkan monitoring dilakukan lebih
intens dan kontinu (terkonsentrasi).
3. Pihak yang mengevaluasi (evaluator) pada umumnya berasal dari
pihak luar (eksternal) dari organisasi yang dinilai, meskipun tidak
menutup kemungkinan dilakukan oleh pihak dalam (internal) sendiri,
sedangkan monitoring hanya dilakukan oleh pihak dalam internal saja.
2.2.4 Persyaratan Penilaian Kinerja
Dalam syarat-syarat penilaian kinerja ada beberapa aspek yang
harus diperhatikan oleh penilai, karena persyaratan tersebut sangat
menentukan hasil penilaian kinerja selanjutnya. Adapun persyaratan yang
harus diperhatikan adalah sebagai berikut:
1. Input (Potensi)
Agar penilaian kinerja tidak membias dan tercapai sasaran sesuai
dengan yang dihendaki oleh organisasi, maka perlunya ditetapkan,
disepakati, dan diketahui aspek-aspek yang akan dinilai atau
dievaluasi
sebelumnya,
sehingga
setiap
karyawan
sudah
mengetahui dengan pasti aspek-aspek apa saja yang akan dinilai.
Dengan demikian akan tercipta ketenangan kerja selama penilaian
pada karyawan.
2. Proses (Pelaksanaan)
Dalam fase pelaksanaan ini, proses komunikasi dan konsultasi
antara individu dan kelompok harus dilakukan sesering mungkin,
21
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
agar dapat menjamin seluruh aspek dari sistem penilaian kinerja
secara menyeluruh dari pokok-pokok yang berhubungan dengan
praktik. Proses tersebut dapat dilakuan melalui beberapa tahap
berikut ini:
a. Memberikan briefing (penjelasan singkat), agar pelaksanaan
sukses, maka persyaratan yang cukup penting adalah seluruh
karyawan harus dilibatkan, penilai atau yang dinilai harus
diberikan penjelasan secara menyeluruh mengenai cara dan
sistem penilaiannya.
b. Memberikan pelatihan, agar memberikan dampak yang baik
dan lebih efektif daripada hanya wawancara saja. Salah satu
kebiasaan atau kecenderungan zaman sekarang adalah
memberikan pelatihan bagi karyawan yang dinilai sebagai
kelompok yang selalu terabaikan atau malas bekerja. Biasanya,
bila suatu perusahaan akan memperkenalkan sistem baru atau
memodifikasi sistem lama, maka pelatihan bagi para penilai
akan terfokus pada: (1) penilaian kebijakan perusahaan (2)
sistem dan dokumentasi (3) keterampilan penilaian, dan (4)
menambah kompetensi.
3. Output (Hasil)
Perlu adanya kejelasan hasil penilaian dari atasan, seperti manfaat,
dampak dan risiko, serta tindak lanjut dari rekomendasi penilaian.
Selain itu, perlu diketahui pula apakah hasil penilaian tersebut
berhasil meningkatkan kualitas kerja, motivasi kerja, etos kerja,
22
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
dan kepuasan kerja karyawan, yang akhirnya nanti akan
direfleksikan pada peningkatan kinerja perusahaan.
2.2.5 Indikator Kinerja
Spencer dan Spencer (dalam Moeheriono, 2009) mengemukakan
tingkat kompetensi seperti gunung es dimana ada yang tampak di
permukaan, tetapi ada pula yang tidak terlihat di permukaan.
Tingkatan kompetensi dapat dikelompokkan dalam tiga tingkatan,
yaitu:
1. Behavioral Tools
a. Knowledge, merupakan informasi yang digunakan orang dalam
bidang tertentu, misalnya membedakan antara akuntan senior
dan junior.
b. Skill, merupakan kemampuan orang untuk melakukan sesuatu
dengan baik. Skill menunjukkan produk.
2. Image Attribute
a. Social role merupakan pola perilaku orang yang diperkuat oleh
kelompok sosial atau organisasi. Misalnya, menjadi pemimpin
atau pengikut, menjadi agen perunahan atau menolak
perubahan.
b. Self image merupakan pandangan orang terhadap dirinya
sendiri, identitas, kepribadian, dan harga dirinya. Misalnya,
melihat dirinya sebagai pengembang atau manajer yang berada
di atas “fast track”.
23
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
3. Personal Characteristic
a. Traits merupakan aspek tipikal berprilaku. Misalnya, menjadi
pendengar yang baik.
b. Motive merupakan apa yang mendorong perilaku seseorang
dalam bidang tertentu (prestasi, afiliasi, kekuasaan). Misalnya,
ingin memengaruhi perilaku orang lain untuk kebaikan
organisasi.
2.3 HUBUNGAN KOMPETENSI DAN KINERJA
Setiawati (2009), menyatakan bahwa kompetensi memiliki korelasi positif
dengan kinerja dengan pengaruh yang signifikan. Sehingga semakin tinggi tingkat
kompetensi seorang karyawan (individu) maka tingkat kinerja individu tersebut
juga akan tinggi. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh
Widyatmini dan Hakim (2008).
Penelitian yang dilakukan oleh Anung Pramudyo (2010) mengenai faktorfaktor yang mempengaruhi kinerja dosen negeri dipekerjakan pada kopertis
wilayah V Yogyakarta menghasilkan kesimpulan kompetensi sebagai salah satu
faktor memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja.
Becker et al. (2001) mengatakan bahwa kompetensi mengacu pada
karakter knowledge, skill, dan abilities setiap individu atau karakter personal yang
mempengaruhi job performance individu secara langsung. Grote (1996)
menyatakan bahwa kompetensi adalah karakteristik mendasar dari individu yang
berhubungan dengan ukuran atau referensi efektif atau tidaknya kinerja dalam
suatu pekerjaan atau situasi tertentu. Menurut Grote, kompetensi dapat digunakan
24
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
untuk memprediksi kinerja, yaitu siapa yang berkinerja baik dan kurang baik
tergantung pada kompetensi yang dimilikinya, diukur dari kriteria atau standar
yang digunakan.
Penelitian yang dilakukan oleh Chainiral (2005) terhadap pejabat imigrasi
tentang hubungan antara tingkat pengetahuan dan keterampilan dengan kinerja
mendapatkan pengaruh yang positif antara tingkat pengetahuhan dan keterampilan
dengan kinerja dan mempunyai hubungan yang kurang kuat serta signifikan
secara statistik.
Menurut Spencer dalam moeheriono (2010), kompetensi memiliki
hubungan sebab-akibat (causally related) jika dikaitkan dengan kinerja seorang
karyawan serta kompetensi yang diharapkan dapat memprediksikan perilaku
seseorang sehingga akhirnya dapat memprediksi kinerja orang tersebut.
Kompetensi selalu mengandung maksud dan tujuan tertentu yang
merupakan dorongan motif atau sifat (trait) yang menyebabkan suatu tindakan
seseorang untuk memperoleh hasil. Kompetensi yang baik atau tinggi jika
diintegrasikan dengan kompetensi jabatan, maka akan menghasilkan kinerja yang
optimal.
25
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA