Studi pemilihan struktur komposit dan struktur beton Bertulang ditinjau dari biaya pada bangunan hot air furnace
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Perilaku Struktur Beton, Baja dan Komposit Terhadap Perubahan Temperatur
2.1.1. Perilaku Beton Terhadap Api
Beton merupakan material bangunan yang memiliki tahanan terhadap api/panas yang
unggul dibandingkan jenis material lain, seperti kayu atau baja. Hal ini disebabkan karena
beton merupakan penghantar panas yang lemah (low thermal conductivity), sehingga dapat
membatasi kedalaman penetrasi panas. (Soemardi, dan Munaf,1998) .
Sifat termal agregat mempengaruhi keawetan dan kualitas lain dari betonnya. Sifatsifat utama sifat termal agregat yaitu: (Tjokrodimulyo,1996)
(1) Koefisien muai
(2) Panas jenis
(3) Penghantar panas
Gambar 2.1 Pengaruh perubahan suhu terhadap kekuatan beton
(Sumber: Trisni Bayuasri, Himawan Indarto dan Antonius. Perubahan Perilaku
Mekanis Beton akibat Temperatur Tinggi )
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.2 Modulus Elastisitas Beton Pada Temperatur Tinggi
(sumber: ACI 216R-89)
Peraturan mengenai struktur beton bertulang terhadap api yang digunakan selama ini
yakni SNI 03-2847-2002 mengenai tata cara perhitungan struktur beton untuk bangunan
gedung serta SNI mengenai pembebanan selama ini hanya membahas perhitungan desain
bangunan gedung yang mengikutsertakan beban hidup, beban mati, serta beban gempa
tanpa memperhitungkan beban api di dalamnya. Oleh karena itu, perlu adanya suatu acuan
yang dapat dipakai untuk menghitung ketahanan suatu struktur elemen beton bertulang
terhadap api di Indonesia khususnya. Salah satu peraturan yang dapat digunakan untuk
mengevaluasi suatu struktur terhadap api adalah manual ACI 216R-89. ACI 216R-89
merupakan suatu manual yang membahas mengenai ketahanan elemen beton terhadap api.
Peraturan ini berisikan mengenai panduan untuk menentukan ketahanan api pada elemen
beton, ringkasan informasi praktis yang dapat digunakan oleh arsitek, engineers dan orangorang yang terlibat dalam pembangunan suatu gedung atau bangunan yang mengharuskan
Universitas Sumatera Utara
adanya desain struktur beton dengan resistensi kebakaran tertentu atau mengevaluasi
struktur yang telah dirancang terhadap adanya unsur api.
Tahapan desain struktur (pelat, balok dan kolom) beton bertulang tahan api pada
dasarnya harus didahului dengan desain pendahuluan tanpa memperhitungkan beban api
didalamnya. Setelah itu dilakukan analisa kondisi eksisting dari pelat, balok dan kolom
yang telah didesain. Apabila dari hasil analisa telah didapatkan ketahanan api yang sesuai
dengan yang diinginkan maka desain tersebut telah dianggap selesai. Namun apabila
ketahanan api yang didapatkan kurang dari yang diharapkan maka harus dilakukan desain
ulang. Dalam melakukan desain ulang, analisa dilakukan terhadap 3 variabel yang sangat
berpengaruh yakni cover beton, mutu beton dan mutu baja.
2.1.2. Perilaku Baja Pada Temperatur Tinggi
Temperatur yang tinggi pada material baja akan sangat berpengaruh terhadap sifat
dan karakteristiknya. Pola dan perubahan perilaku dari suatu material baja yang
mengalami kenaikkan temperatur akan berbeda antara satu dengan yang lainnya. Hal ini
diakibatkan karena kandungan dan mikrostruktur pembentuknya saling berlainan, gambar
2.3 menunjukkan adanya variasi sifat mekanis baja terhadap temperatur.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.3 Variasi sifat mekanis baja terhadap temperatur
(sumber: SNI 03-1729-2002)
2.1.3. Perilaku Struktur Komposit Temperatur Tinggi
Batang komposit adalah batang yang terdiri dari profil baja dan beton yang digabung
bersama untuk memikul beban tekan dan atau lentur. Batang yang memikul lentur
umumnya disebut dengan balok komposit. Sedangkan batang yang memikul beban tekan
umumnya disebut dengan kolom komposit.
Dengan menggunakan konstruksi komposit dalam desain suatu komponen struktur
ternyata dapat diperoleh beberapa keuntungan sebagai berikut:
a. Dapat mereduksi berat profil baja yang dipakai
b. Tinggi profil baja yang dipakai dapat dikurangi
c. Meningkatkan kekakuan lantai
d. Dapat menambah panjang bentang layan
Universitas Sumatera Utara
Perubahan temperatur pada struktur komposit dapat menyebabkan sifat lekatan
antara baja dan beton menjadi berkurang. Balok komposit baja-beton (concrete-encased
beam) pasca bakar yang tidak dikekang (unconfind) akan mengalami penurunan faktor
kekakuan rata–rata lebih dari 50%. Dengan bertambahnya temperatur, balok komposit
baja-beton akan mengalami penurunan faktor daktilitas yang menyebabkan kemampuan
dalam menerima beban juga semakin kecil. (Brian Uy & Mark Andrew Bradford, 1995)
Gambar 2.4 Hubungan beban (P) dan lendutan () balok komposit
(Sumber: Lilis Indriani dan Ahmad Tohir. Kuat Lentur Balok Komposit
Baja-Beton Pasca Bakar )
2.2. Metode Perencanaan Struktur Beton Bertulang
2.2.1. Umum
Ada dua metode yang umum digunakan untuk perencanaan struktur beton bertulang,
yaitu metode beban kerja (working stress design) dan metode kekuatan batas (ultimate
strength design). Metode beban kerja sangat popular pada masa lampau, yaitu sekitar awal
sampai pertengahan abad 19. Penelitian mengenai metode kekuatan batas mulai banyak
dilakukan pada tahun 1950-an. Sedangkan di Indonesia mulai diperkenalkan metode
Universitas Sumatera Utara
kekuatan batas pada tahun 1955 dengan peraturan atau pedoman standar yang mengatur
perencanaan dan palaksanaan bangunan beton bertulang yaitu Peraturan Beton Indonesia
1955 (PBI 1955) kemudian PBI 1971.
Pada Peraturan Beton Indonesia 1971 (PBI 1971) metode kuat batas diperkenalkan
sebagai metode alternatif (masih mengandalkan metode beban kerja). Kemudian mulai
1991 dengan dikeluarkannya peraturan SK SNI T-15-1991-03 tentang “Tata Cara
Perhitungan Struktur Beton Bertulang Untuk Bangunan Gedung” telah mengacu pada kuat
batas yang merujuk pada peraturan perencanaan struktur beton Amerika (ACI 318M-83).
Pembaharuan tersebut tentunya dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan dalam upaya
mengimbangi pesatnya laju perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi khususnya
yang berkaitan dengan beton ataupun struktur beton bertulang. Sedangkan yang edisi yang
terbaru yaitu SK SNI 03-2847-2002 mengacu pada ketentuan dan persyaratan dari Uniform
building Code (UBC 1997) untuk pedoman ketahanan gempa, dan ACI 318-99 dan ACI
318-02 untuk mendisain dan pendetailan struktur dengan beberapa modifikasi. Menurut
Uniform Building Code (UBC 1997) beberapa perubahan sudah mencerminkan hasil
observasi perilaku struktur oleh kejadian gempa Northridge di California pada tahun 1994
dan kejadian gempa Hyogoken-Nanbu di Kobe Jepang pada tahun 1995.
Dalam tugas akhir ini, akan digunakan metode kuat batas sebagai perencanaan
struktur beton bertulang. Karena metode kuat batas (ultimate strength design) di peraturan
SNI 03-2847-2002 sebagai metode utama dalam perencanaan struktur beton bertulang.
2.2.2 Perencanaan Kuat Batas (Ultimate Strength Design)
Penampang struktur direncanakan dengan mempertimbangkan kondisi regangan inelastis saat mencapai kondisi batasnya (kondisi struktur yang stabil sesaat sebelum runtuh).
Beban yang menimbulkan kondisi seperti itu disebut beban batas (ultimate). Untuk
Universitas Sumatera Utara
mencari beban batas untuk setiap struktur sangat variatif sekali, sehingga dibuat
kesepakatan bahwa beban batas adalah sama dengan kombinasi beban layan dikalikan
faktor beban yang ditentukan.
Dalam menentukan beban batas, aksi redistribusi momen negatif dapat dimasukkan
sebagai hasil dari aksi nonlinear yang ada antara gaya dan deformasi penampang batang
pada pembebanan maksimum, dimana pada kondisi tersebut struktur mengalami deformasi
akibat pelelehan tulangan maupun terjadi retak-retak pada bagian beton tarik. Beberapa
alasan digunakannya metode kuat batas (ultimate strength design) sebagai trend
perencanaan struktur beton adalah:
a. Struktur beton bersifat in-elastis saat beban maksimum, sehingga teori elastis tidak
dapat secara akurat menghitung kekuatan batasnya. Untuk struktur yang
direncanakan dengan metode beban kerja (working stress design) maka faktor beban
(beban atas/beban kerja) tidak diketahui dan dapat bervariasi dari struktur yang
lainnya.
b. Faktor keamanan dalam bentuk faktor beban lebih rasional, yaitu faktor beban rendah
untuk struktur dengan pembebanan yang pasti, sedangkan faktor beban tinggi untuk
pembebanan yang fluaktif (berubah-berubah).
c. Kurva tegangan-regangan beton adalah nonliner dan tergantung dari waktu, misal
regangan rangkak (creep) akibat tegangan yang konstan dapat beberapa kali lipat dari
regangan elastis awal. Oleh karena itu, nilai rasio modulus (Es/Ey) yang digunakan
dapat menyimpang dari kondisi sebenarnya. Regangan rangkak dapat memberikan
redistribusi tegangan yang lumayan besar pada penampang struktur beton, artinya
tegangan sebenarnya yang terjadi pada struktur tersebut bisa berbeda dengan
tegangan yang diambil dalam perencanaan. Contoh, tulangan baja desak pada kolom
beton dapat mencapai leleh selama pembebanan tetap, meskipun kondisi tersebut
Universitas Sumatera Utara
tidak terlihat pada saat direncanakan dengan metode beban kerja yang memakai nilai
modular ratio sebelum creep. Metode perencanaan kuat batas tidak memerlukan rasio
modulus.
d. Metode perencanaan kuat batas memanfaatkan kekuatan yang dihasilkan dari
distribusi tegangan yang lebih efisien yang memungkinkan oleh adanya regangan inelastis. Sebagai contoh, penggunanaan tulangan desak pada penampang dengan
tulangan ganda dapat menghasilkan momen kapasitas yang lebih besar karena pada
tulangan desaknya dapat didayagunakan sampai mencapai tegangan leleh pada beban
batasnya, sedangkan dengan teori elastis tambahan tulangan desak tidak terlalu
terpengaruh karena hanya dicapai tegangan yang rendah pada baja.
e. Metode perencanaan kuat batas menghasilkan penampang struktur beton yang lebih
efisien jika digunakan tulangan baja mutu tinggi dan tinggi balok yang rendah dapat
digunakan tanpa perlu tulangan desak.
f. Metode perencanaan kuat batas dapat digunakan untuk mengakses daktilitas struktur
di luar batas elastisnya. Hal tersebut penting untuk memasukkan pengaruh
redistribusi momen dalam perencanaan terhadap beban gravitasi, perencanaan tahan
gempa dan perencanaan terhadap beban ledak (blasting).
2.2.2.1. Keruntuhan Lentur Akibat Kondisi Batas (Ultimite)
Untuk menjelaskan definisi atau pengertian mengenai apa yang dimaksud dengan
kuat batas atau kuat ultimate, maka akan ditinjau struktur balok beton bertulang yang
diberi beban terpusat secara bertahap sampai runtuh (tidak kuat menerima tambahan
beban lagi). Keruntuhan yang akan ditinjau adalah lentur. Agar dapat diperoleh suatu
keruntuhan lentur murni maka digunakan konfigurasi dua buah beban terpusat yang
Universitas Sumatera Utara
diletakkan simetris sehingga ditengah bentang struktur tersebut hanya timbul momen
lentur saja (tidak ada gaya geser).
Gambar 2.5 Balok yang dibebani sampai runtuh
(Sumber : MacGregor, Perencanaan Struktur Beton Bertulang)
Penampang ditengah diberi sensor-sensor regangan untuk mengetahui tegangan
yang terjadi. Beban diberikan secara bertahap dan dapat dilakukan pencatatan lendutan
ditengah bentang sehingga dapat diperoleh kurva hubungan momen dan kelengkungan
untuk setiap tahapan beban sampai beban maksimum sebelum balok tersebut runtuh.
Dari kurva momen-kelengkungan balok terlihat bahwa sebelum runtuh, tulangan
baja leleh terlebih dahulu (titik D). Jika beban terus ditingkatkan, meskipun besarnya
peningkatan relatif kecil akan tetapi lendutan yang terjadi cukup besar dibanding
tulangan leleh. Akhirnya pada suatu titik tertentu beton desak mengalami rusak (pecah
atau spalling) sedemikian sehingga jika beban dan akhirnya runtuh. Beban
batas/maksimum yang masih dapat dipikul oleh balok dengan beban tetap berada pada
kondisi keseimbangan disebut beban batas (ultimate) yang ditunjukkan oleh titik E.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.6 Kurva Momen – Kelengkungan Balok
(Sumber : MacGregor, Perencanaan Struktur Beton Bertulang)
Keruntuhan yang didahului oleh lendutan atau deformasi yang besar seperti yang
diperlihatkan pada balok diatas disebut keruntuhan yang bersifat daktail. Sifat seperti
itu dapat dijadikan peringatan dini mengenai kemungkinan akan adanya keruntuhan
sehingga pengguna struktur bangunan mempunyai waktu untuk menghindari struktur
tersebut sebelum benar-benar runtuh, dengan demikian jatuhnya korban jiwa dapat
dihindari.
Keruntuhan akibat lentur yang terjadi pada balok ternyata tidak semua
berperilaku sama, hal itu tergantung dari banyak atau sedikitnya jumlah tulangan tarik
yang ditempatkan pada penampang balok. Keruntuhan lentur tersebut dapat terjadi
dalam tiga cara yang berbeda, yaitu:
1. Keruntuhan Tarik, terjadi bila jumlah tulangan baja relatif sedikit sehingga
tulangan tersebut akan leleh terlebih dahulu sebelum betonnya pecah, yaitu apabila
regangan baja (εs) lebih besar dari regangan beton (εy). Penampang seperti itu
disebut penampang under-reinforced, perilakunya sama seperti yang diperlihatkan
Universitas Sumatera Utara
pada balok uji yaitu daktail (terjadinya deformasi yang besar sebelum runtuh).
Semua balok yang direncanakan sesuai peraturan diharapkan berperilaku seperti
itu.
2. Keruntuhan Tekan, karena jumlah tulangan baja relatif banyak maka keruntuhan
dimulai dari beton sedangkan tulangan bajanya masih elastis, yaitu apabila
regangan baja (εs) lebih kecil dari regangan beton (εy). Penampang seperti itu
disebut penampang over-reinforced, sifat keruntuhannya adalah getas (nondaktail). Suatu kondisi yang berbahaya karena penggunaan bangunan tidak melihat
adanya deformasi yang besar yang dapat dijadikan pertanda bilamana struktur
tersebut mau runtuh sehingga tidak ada kesempatan untuk menghindarinya terlebih
dahulu.
3. Keruntuhan Balance, jika baja dan beton tepat mencapai kuat batasnya, yaitu
apabila regangan baja (εs) sama besar dengan regangan beton (εy). Jumlah
penulangan yang menyebabkan keruntuhan balans dapat dijadikan acuan untuk
menentukan apakah tulangan relatif sedikit atau tidak, sehingga sifat keruntuhan
daktail atau sebaliknya.
Gambar 2.7 Perilaku Keruntuhan Balok
(Sumber : MacGregor, Perencanaan Struktur Beton Bertulang)
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.8 Ciri-Ciri Keruntuhan Penampang
(Sumber: Wiryanto Dewobroto, Analisis dan Desain Penampang Beton Bertulang)
2.2.2.2. Keruntuhan Akibat Geser
Keruntuhan akibat geser pada pembebanan balok, diketahui bahwa transfer beban
ketumpuan melampaui mekanisme momen lentur dan gaya geser yang terjadi secara
bersamaan. Pola keruntuhan (retak) yang terjadi akibat kedua mekanisme tersebut
terlihat berbeda dari komponen tegangan utama yang terjadi.
Gambar 2.9 Balok dengan Keruntuhan Geser
(Sumber : MacGregor, Perencanaan Struktur Beton Bertulang)
Universitas Sumatera Utara
Bagian yang menerima lentur dan geser, materialnya mengalami tegangan utama
biaksial dengan orientasi diagonal, sehingga retaknya pun terbentuk diagonal pada
daerah yang mengalami tegangan tarik. Perhatikan pada daerah lentur murni, retak
yang terjadi cenderung berorientasi vertikal. Keruntuhan balok akibat geser (akibat
tegangan biaksial) bersifat getas dan terjadinya tiba-tiba. Berbeda dengan keruntuhan
lentur yang bersifat daktail, didahului dengan timbulnya lendutan besar yang dapat
digunakan sebagai “pertanda”. Oleh karena itu, dalam perencanaan struktur, semua
elemen harus didesain sedemikian agar kekuatan gesernya lebih besar dari yang
diperlukan sehingga dapat dijamin bahwa keruntuhan lentur akan terjadi lebih dahulu.
2.2.2.3. Pengaruh Keruntuhan Geser Terhadap Jumlah Tulangan Memanjang
Dari gambar terlihat bahwa balok mempunyai rasio tulangan memanjang yang
kecil akan runtuh pada tegangan geser yang rendah. Dan juga memperlihatkan bahwa
pengurangan kapasitas geser diakibatkan oleh bertambahnya lebar retak, sehingga
bidang temu (interface) transfer geser juga berkurang. Hal yang sama juga berlaku jika
lentur (retak vertikal) semakin panjang sehingga mengurangi bidang temu gaya tekan.
Gambar 2.10 Rasio Tulangan Memanjang dan Kapasitas Geser
(Sumber: Wiryanto Dewobroto, Analisis dan Desain Penampang Beton Bertulang)
Universitas Sumatera Utara
Gambar di atas juga membandingkan pengaruh jumlah tulangan memanjang dari
sejumlah rumus empiris. Kapasitas lentur ditunjukkan juga untuk berbagai mutu
tulangan memanjang. Kurva diatas juga mengikuti fakta yang umum dikenal bahwa
keruntuhan lentur akan dominan dibanding keruntuhan geser untuk balok dengan rasio
bentang geser terhadap tinggi, a/d > 5 dengan jumlah tulangan memanjang yang rendah
(ρ < 1%), yang dipasang konstan sepanjang balok.
2.2.3. Kuat perlu
1. Kuat perlu U untuk menahan beban mati D paling tidak harus sama dengan
U = 1,4 D
Kuat perlu U untuk menahan beban mati D, beban hidup L, dan juga beban atap A
atau beban hujan R, paling tidak harus sama dengan
U = 1,2 D + 1,6 L + 0,5 (A atau R)
2. Bila ketahanan struktur terhadap beban angin W harus diperhitungkan dalam
perencanaan, maka pengaruh kombinasi beban D, L, dan W berikut harus ditinjau
untuk menentukan nilai U yang terbesar, yaitu:
U = 1,2 D + 1,0 L ± 1,6 W + 0,5 (A atau R)
Kombinasi beban juga harus memperhitungkan kemungkinan beban hidup L yang
penuh dan kosong untuk mendapatkan kondisi yang paling berbahaya, yaitu:
U = 0,9 D ± 1,6 W
3. Bila ketahanan struktur terhadap beban gempa E harus diperhitungkan dalam
perencanaan, maka nilai kuat perlu U harus diambil sebagai:
U = 1,2 D + 1,0 L ± 1,0 E
Faktor beban untuk W boleh dikurangi menjadi 1,3 bilamana beban angin W belum
direduksi oleh faktor arah. Faktor beban untuk L boleh direduksi menjadi 0,5
Universitas Sumatera Utara
kecuali untuk ruangan garasi, ruangan pertemuan, dan semua ruangan yang beban
hidup L-nya lebih besar daripada 500 kg/m2.
U = 0,9 D ± 1,0 E
dalam hal ini nilai E ditetapkan berdasarkan ketentuan SNI 03-1726-1989-F, Tata
cara perencanaan ketahanan gempa untuk rumah dan gedung, atau penggantinya.
2.2.4. Struktur Balok Persegi
Balok merupakan suatu komponen yang menerima beban lateral dari atap, lantai dan
sebagainya, serta menerima momen lentur, gaya lintang dan momen puntir.
a. Perhitungan dimensi balok
Tabel 2.1 Tebal minimum balok non-prategang atau pelat satu arah
bila lendutan tidak dihitung
Tebal minimum, h
Komponen
Struktur
Dua tumpuan
Satu ujung
Kedua ujung
sederhana
menerus
menerus
Kantilever
Komponen yang tidak menahan atau tidak disatukan dengan
partisi atau konstruksi lain yang mungkin akan rusak oleh
lendutan yang besar
Pelat
masif
satu arah
Balok
atau
pelat
rusuk
L/20
L/24
L/28
L/10
L/16
L/18,5
L/21
L/8
satu arah
(sumber: SNI 03-2847-2002)
Untuk lebar balok dihitung dengan b = 2/3 tebal balok
Universitas Sumatera Utara
b. Menentukan luas tulangan
1. Perhitungan Momen Ultimite
Momen ultimate adalah kuat lentur balok dimana kekuatan batang sama
dengan kekuatan teoritisnya dikalikan faktor reduksi kekuatan, atau:
Mu = Mn
Momen nominal adalah momen penahan teoritis atau momen penahan
nominal sebuah penampang.
Gambar 2.11. Beberapa kemungkinan bentuk distribusi tegangan
(sumber: Jack C. McCormac, Desain Beton Bertulang)
Dengan membuat persamaan-persamaan balok, dibuat acuan pada gambar
2.12 dengan menyamakan gaya horizontal C dan T dan mencari a, maka diperoleh:
Gambar 2.12. Distribusi Tegangan
(sumber: Jack C. McCormac, Desain Beton Bertulang)
Universitas Sumatera Utara
=
As. fy
0,85 fc′ b
=
ρ fy d
As
→ dimana ρ =
′
0,85 fc
bd
Karena jumlah tulangan baja terbatas dan akan leleh sebelum beton mencapai
kekuatan ultimitnya, nilai momen nominal adalah:
M = T d −
a
2
= As fy d −
a
2
Dan kuat lentur yang digunakan adalah:
M = ∅
= ∅ As fy d −
a
2
2. Persentase maksimum dan minimum baja yang diizinkan
Jika digunakan sebuah balok yang seimbang (baik dalam keadaan underreinforced
maupun overreinforced), secara teoritis balok tersebut akan runtuh secara tiba-tiba
tanpa peringatan sebelumnya. Maka dari itu, peraturan ACI membatasi persentase
baja yang digunakan, yaitu:
Persentase baja seimbang:
ρ =
0,85 β f
f
600
600 + f
Persentase baja maksimum: maks = 0,75 b
Persentase baja minimum:
ρ
=
f
4f
tetapi tidak boleh kurang dar i
1,4
f
2.2.5. Struktur Kolom
Kolom adalah komponen struktur bangunan yang tugas utamanya menyangga beban
aksial tekan vertikal dengan bagian tinggi yang tidak ditompang paling tidak tiga kali
dimensi lateral terkecil. Sedangkan komponen struktur yang menahan beban aksial vertikal
Universitas Sumatera Utara
dengan rasio bagian tinggi dengan dimensi lateral terkecil kurang dari tiga dinamakan
pedestal.
Secara garis besar ada tiga jenis kolom bertulang, yaitu :
1. Kolom menggunakan pengikat sengkang lateral. Kolom ini merupakan kolom
beton yang ditulangi dengan batang tulangan memanjang, yang pada jarak spasi
tertentu diikat dengan pengikat sengkang ke arah lateral, sedemikian rupa hingga
penulangan keseluruhan membentuk kerangka.
2. Kolom menggunakan pengikat spiral. Bentuknya sama dengan yang pertama hanya
saja sebagai pengikat tulangan pokok memanjang adalah tulangan spiral yang
dililitkan keliling membentuk heliks menerus di sepanjang kolom.
3. Struktur kolom komposit, merupakan komponen struktur tekan yang diperkuat
pada arah memanjang dngan gelagar baja profil atau pipa, dengan atau tanpa diberi
batang tulangan pokok memanjang.
2.2.5.1 Interaksi Beban Aksial dan Momen
Tergantung kepada besarnya momen M, relatif terhadap beban aksial Pu, terdapat
beberapa cara dimana suatu tampang akan hancur. Gambar 2.13 menunjukan suatu kolom
yang memikul suatu beban aksial Pu dengan letak eksentrisitas yang berbeda-beda dari
tidak bereksentrisitas hingga memiliki eksentrisitas yang sangat besar hingga beban Pu
dapat diabaikan. Kehancuran pada kolom diasumsikan terjadi ketika regangan tekan
mencapai 0,003.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.13 Kolom Memikul Beban Aksial
(sumber: Jack C. McCormac, Design of Reinforced Concrete)
Berikut ini adalah sedikit penjelasan terhadap gambar :
a. Beban aksial besar tanpa momen. Dalam situasi ini, kehancuran akan terjadi
dengan hancurnya beton dengan seluruh tulangan dalam kolom berada dalam
kondisi luluh akibat tekan.
b. Beban aksial besar dengan momen kecil sedemikian seluruh tampang masih berada
dalam keadaan tertekan. Ketika suatu kolom diberikan momen lentur yang kecil
(dimana eksentrisitas kecil), seluruh kolom akan dalam keadaan tertekan tetapi
tekanan akan lebih besar pada salah satu sisi lainnya. Tegangan tekan maksimum
pada kolom akan mencapai 0,85f’c dan kehancuran akan terjadi dengan hancurnya
beton dengan seluruh tulangan dalam keadaan tertekan.
c. Beban aksial dengan momen yang lebih besar dari pada keadaan (b) sedemikian
sehingga tegangan tarik mulai muncul pada salah satu sisi kolom. Jika eksentris
meningkat terus, tegangan tarik akan mulai terjadi pada salah satu sisi kolom dan
tulangan baja pada sisi itu akan tertarik tetapi masih belum meluluh. Sedangkan
pada sisi lainnya, tulangan baja akan dalam keadaan tertekan. Kehancuran akan
terjadi dengan hancurnya beton pada sisi yang tertekan.
Universitas Sumatera Utara
d. Kondisi
pembebanan
seimbang.
Seiring
dengan
semakin
bertambahnya
eksentrisitas, suatu kondisi akan tercapai dimana tulangan baja pada daerah tarik
akan mencapai tegangan luluhnya pada saat beton pada sisi lainnya mencapai
tekanan maksimumnya
sebesar
0,85f’c.
Kondisi ini dinamakan
kondisi
pembebanan seimbang.
e. Momen besar dengan beban aksial kecil. Jika eksentrisitas terus ditambahkan,
kehancuran akan ditentukan oleh luluhnya tulangan tarik pada kolom.
f. Momen besar tanpa beban aksial. Untuk kondisi ini, kehancuran akan terjadi
seperti yang terjadi pada balok.
Dengan demikian kekuatan suatu penampang kolom dapat diperhitungkan terhadap
banyak kemungkinan kombinasi beban aksial dan momen. Kuat lentur penampang kolom
dapat direncanakan untuk beberapa kemungkinan kuat beban aksial yang berbeda, dengan
masing-masing mempunyai pasangan kuat momen tersendiri.
Perencanaan dimensi kolom berdasarkan pembebanan aksial pada kolom: (Jack C.
McCormac, 2003)
Untuk kolom spiral ( = 0,75) dan kolom sengkang persegi ( = 0,70)
Pn
Pu
= 0,85 [0,85fc’(Ag – Ast) + fy. Ast ]
= Pn
Dimana:
Pn = beban aksial (N)
Ag = luas penampang (mm2)
= factor reduksi
Universitas Sumatera Utara
2.3. Metode Perencanaan Struktur Komposit
2.3.1. Umum
Kemajuan teknologi sangat berpengaruh terhadap perkembangan konstruksi di
Indonesia termasuk pemakaian baja menjadi bahan konstruksi. Baja menjadi sangat
penting karena memiliki tingkat daktalitas (ductility) yang sangat tinggi, dimana ductility
merupakan kemampuan untuk berdeformasi secara nyata baik dalam tegangan maupun
regangan sebelum terjadi kegagalan. (Charles G. Salmon, 1991)
Sebelumnya pada struktur komposit, kerangka baja yang menyangga konstruksi pelat
beton bertulang pengaruh komposit dari pelat beton dan baja yang bekerja bersama-sama
tidak diperhitungkan. Hal ini terjadi karena adanya asumsi pada saat mendesain bahwa
pelat beton dan baja dalam menahan beban bekerja secara terpisah, dan ikatan antara pelat
beton dan bagian atas balok baja dianggap tidak dapat diandalkan. Namun dengan
berkembangnya teknik pengelasan, pemakaian alat penyambung geser (shear connector)
mekanis menjadi praktis untuk menahan gaya geser horizontal yang timbul ketika batang
terlentur. (Charles G. Salmon, 1991)
Pada awal tahun 1960 mulai dikembangkan pula penggunaan komponen struktur
komposit untuk bangunan gedung yang menganut pada spesifikasi yang dikeluarkan oleh
AISC (American Institute of Steel Construction) pada tahun 1952. Komponen struktur
yang digunakan dapat berupa balok baja yang diselubungi dengan beton atau balok baja
yang menopang pelat beton tanpa penghubung geser. Namun sekarang struktur balok baja
yang diselubungi dengan beton sudah jarang digunakan, dan hampir seluruh struktur
komposit untuk bangunan gedung mempunyai penampang seperti pada gambar (c).
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.14 (a) Lantai jembatan komposit dengan penghubung geser, (b) Balok
baja yang diselubungi beton, (c) Lantai gedung komposit dengan penghubung geser.
(sumber: Agus Setiawan, 2008)
Karena struktur komposit melibatkan dua macam material yang berbeda, maka
perhitungan kapasitasnya tidak sesederhana bila struktur bukan komposit. Karakteristik
dan dimensi kedua bahan akan menentukan bagaimana pemilihan jenis profil dan pelat
beton yang akan dikomposisikan dan kinerja struktur tersebut. (Suprobo, 2000)
Sistem struktur komposit sendiri terbentuk akibat interaksi antara komponen struktur
baja dan beton yang karakteristik dasar masing-masing bahan dimanfaatkan secara
optimal. Karakteristik penting yang dimiliki oleh struktur baja adalah kekuatan tinggi,
modulus elastisitas tinggi, serta daktilitas tinggi. Sedangkan karakteristik penting yang
dimiliki oleh struktur beton adalah ketahanan yang baik terhadap api, mudah dibentuk, dan
murah. (Dong Keon Kim, 2005)
Batang komposit adalah batang yang terdiri dari profil baja dan beton yang digabung
bersama untuk memikul beban tekan dan atau lentur. Batang yang memikul lentur
umumnya disebut dengan balok komposit. Sedangkan batang yang memikul beban tekan
umumnya disebut dengan kolom komposit.
Di era modern saat ini banyak gedung-gedung dengan struktur komposit baja beton
untuk elemen baloknya menggunakan balok komposit penuh. Balok komposit penuh ini
Universitas Sumatera Utara
sendiri mempunyai beberapa tipe, diantaranya balok komposit dengan pelat beton yang
dicor tempat (solid in situ), balok komposit yang menggunakan precast reinforced
concrete planks yang bagian atasnya kemudian dicor tempat, balok komposit yang
penghubung gesernya diberi perkuatan, serta balok komposit yang diberi bondek.
Dengan menggunakan konstruksi komposit dalam desain suatu komponen struktur
ternyata dapat diperoleh beberapa keuntungan sebagai berikut:
a. Dapat mereduksi berat profil baja yang dipakai
b. Tinggi profil baja yang dipakai dapat dikurangi
c. Meningkatkan kekakuan lantai
d. Dapat menambah panjang bentang layan
Reduksi berat sekitar 20-30% dapat diperoleh dengan memanfaatkan perilaku sistem
komposit penuh. Dengan adanya reduksi berat ini maka secara langsung juga dapat
mengurangi tinggi profil baja yang dipakai. Berkurangnya profil baja yang dipakai akan
mengakibatkan berkurangnya tinggi bangunan secara keseluruhan dan membawa dampak
pula berupa penghematan material bangunan, terutama untuk dinding luar dan tangga.
2.3.2. Balok Komposit
Balok adalah salah satu diantara elemen-elemen struktur yang paling banyak
dijumpai pada setiap struktur. Balok adalah elemen struktur yang memikul beban yang
bekerja tegak lurus dengan sumbu longitudinalnya. Hal ini akan menyebabkan balok
melentur. (Spiegel & Limbrunner,1998).
Sebuah balok komposit (composite beam) adalah sebuah balok yang kekuatannya
bergantung pada interaksi mekanis diantara dua atau lebih bahan (Bowles,1980).
Beberapa jenis balok komposit antara lain :
Universitas Sumatera Utara
a) Balok komposit penuh
Untuk balok komposit penuh, penghubung geser harus disediakan dalam jumlah
yang memadai sehingga balok mampu mencapai kuat lentur maksimumnya. Pada
penentuan distribusi tegangan elastis, slip antara baja dan beton dianggap tidak
terjadi (SNI 03-1729-2002 Ps.12.2.6).
b) Balok komposit parsial
Pada balok komposit parsial, kekuatan balok dalam memikul lentur dibatasi oleh
kekuatan penghubung geser. Perhitungan elastis untuk balok seperti ini, seperti pada
penentuan defleksi atau tegangan akibat beban layan, harus mempertimbangkan
pengaruh adanya slip antara baja dan beton (SNI 03-1729-2002 Ps. 12.2.7).
c) Balok baja yang diberi selubung beton
Walaupun tidak diberi angker, balok baja yang diberi selubung beton disemua
permukaannya dianggap bekerja secara komposit dengan beton, selama hal-hal
berikut terpenuhi (SNI 03-1729-2002 Ps.12.2.8):
Tebal minimum selubung beton yang menyelimuti baja tidak kurang daripada 50
mm, kecuali yang disebutkan pada butir ke-2 di bawah.
Posisi tepi atas balok baja tidak boleh kurang daripada 40 mm di bawah sisi atas
pelat beton dan 50 mm di atas sisi bawah plat.
Selubung beton harus diberi kawat jaring atau baja tulangan dengan jumlah yang
memadai untuk menghindari terlepasnya bagian selubung tersebut pada saat
balok memikul beban.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.15 Penampang Balok Komposit
(sumber: Charles G. Salmon, 1991)
2.3.3. Lebar efektif pelat beton
Lebar efektif maksimum yang diijinkan oleh AISC-11.1 adalah harga terendah yang
dihitung dengan persamaan berikut:
Untuk balok-balok interior:
b ≤
L
4
b ≤ b (untuk jarak balok yang sama)
b ≤ b + 16t
Untuk balok-balok eksterior:
b ≤
L
12
+ b
1
b ≤ (b + b )
2
b ≤ b + 6t
Dimana : L = bentang balok ;
bo = bentang antar balok
Universitas Sumatera Utara
2.3.4. Kekuatan balok komposit dengan penghubung geser
Kuat lentur positif rencana ditentukan sebagai berikut (SNI 03-1729-2002 Pasal
12.4.2.1):
≤
a. Untuk
ø b = 0,85 dan Mn dihitung berdasarkan distribusi tegangan plastis pada
penampang komposit.
b. Untuk
.
,
. .
ø b = 0,9 dan Mn ditentukan berdasarkan superposisi tegangan-tegangan elastis
yang memperhitungkan pengaruh tumpuan sementara (perancah).
Kuat lentur negatif rencana øb.Mn harus dihitung untuk penampang baja saja,
dengan mengikuti ketentuan-ketentuan pada butir 8 (SNI 03-1729-2002 Pasal
12.4.2.2).
2.3.5. Menghitung Momen Nominal
Menghitung nilai transformasi beton ke baja:
= 4700
′ (MPa)………………….untuk beton normal
Dimana : Es = 200000 MPa
n=
E
E
; b =
b
n
dan A = ( b x ts)
Perhitungan Mn berdasar distribusi tegangan plastis :
Universitas Sumatera Utara
Menghitung momen nominal (Mn) positif
Gambar 2.16 Distribusi tegangan plastis (sumber: Charles G. Salmon, 1991)
Menghitung momen nominal (Mn) positif :
Gaya tekan (C) pada beton : C = 0,85. f’c.tp.beff
Gaya tarik (T) pada baja : T = As.fy
*dari hasil diatas dipilih nilai terkecil
Menentukan tinggi balok tekan effektif:
=
As.f y
Kekuatan momen nominal : Mn = C.d1 atau T.d1
Kuat nominal dalam bentuk gaya baja :
Menghitung momen nominal (Mn) negatif
′
0,85 .f c.bE
= A .f
+ ts −
Gambar 2.17 Distribusi tegangan plastis negatif
Universitas Sumatera Utara
Menghitung momen nominal (Mn) negatif :
Menentukan lokasi gaya tarik pada balok baja
Pc = n.Ar.fy dan Pyc = As.fy
Gaya pada sayap ; Pf = bf .tf . fy
Gaya pada badan ;
−
=
Menghitung jarak ke centroid
= ℎ +
=
=
(
−
. 0,5 .
) + (
(
+
+ 0,5 .
;
=
.
))
2
Menghitung momen ultimit
(
=
∶
+
)+
(
+
)
= ∅ .
2.3.6. Penghubung Geser (Shear Connector)
Gaya geser yang terjadi antara pelat beton dan profil baja harus dipikul oleh sejumlah
penghubung geser, sehingga tidak terjadi slip pada saat masa layan. Idealnya alat
penghubung geser harus cukup kaku untuk menghasilkan interaksi penuh, namun hal ini
akan memerlukan pengaku yang sangat tegar. Adapun jenis-jenis alat penghubung geser
yang biasa digunakan adalah sebagai berikut :
- Alat penyambung stud (stud connector) berkepala dan berbentuk pancing.
- Alat peyambung kanal (canal connector)
- Alat penyambung spiral (spiral connector)
- Alat penyambung siku (angle conector)
Universitas Sumatera Utara
Pada tugas akhir ini, alat penghubung geser yang digunakan berbentuk stud
berkepala (stud connector). Kekuatan penghubung geser adalah : (SNI 03-1729-2002 Pasal
12.6.3)
Dimana:
= 0,5 .
.
≤
.
Qn = kuat geser satu buah stud (N/stud)
Asc = luas stud (mm2)
f’c
= mutu beton (MPa)
Ec
= modulus elastisitas beton (MPa)
fu
= mutu stud (MPa)
Dan untuk perhitungan jumlah penghubung geser (shear connector) yang
dibutuhkan digunakan persamaan:
=
2.3.7. Kolom Komposit
Kolom komposit didefinisikan sebagai “kolom baja yang dibuat dari potongan baja
giling (rolled) built-up dan di cor di dalam beton struktural atau terbuat dari tabung atau
pipa baja dan diisi dengan beton struktural (Salmon & Jonson, 1996). Menurut SNI 031729-2002 Ada dua tipe kolom komposit, yaitu :
Kolom komposit yang terbuat dari profil baja yang diberi selubung beton di
sekelilingnya (kolom baja berselubung beton).
Kolom komposit terbuat dari penampang baja berongga (kolom baja berintikan
beton).
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.18 Penampang Kolom Komposit dari profil baja IWF (a), Kingcross yang
dibungkus beton (b), Persegi (c) dan O (d) yang diisi beton
(sumber: Salmon & Jonson, 1996)
Pada tugas akhir ini penulis merencanakan kolom komposit dengan penampang
dari profil kingcross yang dibungkus beton seperti yang tampak pada gambar di bawah:
Gambar 2.19 Profil Baja Kingcross
(sumber: Gunung Garuda, King Kross Product Spesification)
Pada kolom baja berselubung beton (gambar a dan b) penambahan beton dapat
menunda terjadinya kegagalan lokal buckling pada profil baja serta berfungsi sebagai
material penahan api, sementara itu material baja disini berfungsi sebagai penahan beban
yang terjadi setelah beton gagal. Sedangkan untuk kolom baja berintikan beton (gambar c
dan d) kehadiran material baja dapat meningkatkan kekuatan dari beton serta beton dapat
menghalangi terjadinya lokal buckling pada baja.
Universitas Sumatera Utara
Kolom komposit merupakan suatu solusi hemat untuk kasus dimana kapasitas beban
tambahan yang diinginkan lebih besar dibandingkan dengan penggunaan kolom baja
sendiri. Kolom komposit juga menjadi solusi yang efektif untuk berbagai permasalahan
yang ada pada desain praktis. Salah satunya, yaitu jika beban yang terjadi pada struktur
kolom sangatlah besar, maka penambahan material beton pada struktur kolom dapat
memikul beban yang terjadi, sehingga ukuran profil baja tidak perlu diperbesar lagi.
(Roberto Leon, Larry Griffis,2005)
Kriteria untuk kolom komposit bagi komponen struktur tekan (SNI 03-1729-2002
Ps.12.3.1) :
1. Luas penampang profil baja minimal sebesar 4 % dari luas penampang komposit
total.
2. Selubung beton untuk penampang komposit yang berintikan baja harus diberi
tulangan baja longitudinal dan tulangan pengekang lateral.
3. Tulangan baja longitudinal harus menerus pada lantai struktur portal, kecuali untuk
tulangan longitudinal yang hanya berfungsi memberi kekangan pada beton.
4. Jarak antar pengikat lateral tidak boleh melebihi 2/3 dari dimensi terkecil penampang
kolom komposit. Tebal bersih selimut beton dari tepi terluar tulangan longitudinal
dan transversal minimum sebesar 40 mm.
5. Mutu beton yang digunakan tidak lebih 55 MPa dan tidak kurang dari 21 MPa untuk
beton normal dan tidak kurang dari 28 MPa untuk beton ringan.
6. Tegangan leleh profil dan tulangan baja yang digunakan untuk perhitungan kekuatan
kolom komposit tidak boleh lebih dari 380 MPa.
7. Tebal minimum dinding pipa baja atau penampang baja berongga yang diisi beton
adalah
/ 3 untuk setiap sisi selebar b pada penampang persegi dan
/8
untuk penampang bulat yang mempunyai diameter luar D.
Universitas Sumatera Utara
Kuat rencana kolom komposit yang menumpu beban aksial adalah ø cNn dengan ø c=
0,85.
= (
)
.
≤ 0,25 ………………maka w = 1
Untuk:
0,25 ≤
,
,
,
= 1,25
Tegangan leleh modifikasi
=
=
Parameter kelangsingan kolom
=
≤ 1,2 ……… maka
≥ 1,2 ……………….. maka
Dengan:
=
+
+
Modulus elastisitas modifikasi
=
′
+
= 0,041
,
′
Jika beban desain kolom ditopang oleh kolom komposit (terdiri dari profil baja
dan beton). Persyaratan luas minimal penampang beton yang menahan beban desain
kolom adalah :
Kemampuan profil baja menahan beban
Pns = 0,85 x As x fy
Kemampuan penampang beton menahan beban
Pnc = ( Pn - Pns )
Universitas Sumatera Utara
Syarat untuk luas penampang beton:
Pnc ≤ 1,7 fc’ Ab
2.3.8. Aksi Komposit
Aksi komposit terjadi apabila dua batang struktural pemikul beban seperti pada pelat
beton dan balok baja sebagai penyangganya dihubungkan secara menyeluruh dan
mengalami defleksi sebagai satu kesatuan. Pada balok non-komposit pelat beton dan balok
baja tidak bekerja bersama-sama sebagai satu kesatuan karena tidak terpasang alat
penghubung geser, sehingga masing-masing memikul beban secara terpisah. Apabila balok
non-komposit mengalami defleksi pada saat dibebani, maka permukaan bawah pelat beton
akan tertarik dan mengalami perpanjangan sedangkan permukaan atas dari balok baja akan
tertekan dan mengalami perpendekan. Karena penghubung geser tidak terpasang pada
bidang pertemuan antara pelat beton dan balok baja maka pada bidang kontak tersebut
tidak ada gaya yang menahan perpanjangan serat bawah pelat dan perpendekan serat atas
balok baja. Dalam hal ini, pada bidang kontak tersebut hanya bekerja gaya geser vertikal.
Sedangkan pada balok komposit, pada bidang pertemuan antara pelat beton dan
balok baja dipasang alat penghubung geser (shear connector) sehingga pelat beton dan
balok baja bekerja sebagai satu kesatuan. Pada bidang kontak tersebut bekerja gaya geser
vertikal dan horizontal, dimana gaya geser horizontal tersebut akan menahan perpanjangan
serat bawah pelat dan perpendekan serat atas balok baja.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.20 Perbandingan defleksi antara balok komposit dan non-komposit
(sumber: Charles G. Salmon, 1991)
Pada dasarnya aksi komposit pada balok komposit dapat tercapai atau tidaknya
tergantung dari penghubung gesernya. Biasanya penghubung geser diletakkan disayap atas
profil baja. Hal ini bertujuan untuk mengurangi terjadinya slip pada pelat beton dengan
balok baja. (Bruce G Johnston, Fung-Jen Lin dan T.V. Galambos, 1980)
2.4. Rencana Anggaran Biaya
Rencana anggaran biaya proyek adalah perkiraan atas besarnya biaya yang
dibutuhkan atau diperlukan untuk bahan dan upah serta biaya-biaya lain yang berhubungan
dengan pelaksanaan bangunan atau proyek berdasarkan gambar spesifikasi teknis.
Sedangkan rencana anggaran biaya pelaksanaan proyek adalah perhitungan besarnya biaya
yang harus dikeluarkan untuk pelaksanaan pembangunan konstruksi.
Tujuan pembuatan anggaran biaya proyek adalah:
1. Mengetahui biaya pembangunan proyek yang akan dilaksanakan.
2. Mendapatkan perhitungan volume pekerjaan dari suatu konstruksi.
3. Mengetahui harga pekerjaan dan macam-macam pekerjaan yang terjadi dalam
konstruksi.
4. Mengetahui keuntungan yang didapat (profit).
Universitas Sumatera Utara
5. Mengantisipasi kerugian dari pelaksanaan proyek
Data-data yang mendukung dalam pembuatan rencana anggaran biaya suatu proyek
adalah sebagai berikut :
1. Gambar Bestek
Gambar bestek adalah gambar lanjutan dari uraian gambar pra rencana dan gambar
detail dasar dengan skala (perbandingan ukuran) yang lebih kecil. Gambar bestek
merupakan lampiran dari uraian dan syarat-syarat (bestek) pekerjaan.
2. Harga Satuan
Harga satuan adalah jumlah harga bahan, tenaga kerja dan peralatan berdasarkan
perhitungan analisis. Harga bahan dan peralatan didapat dalam satu daftar yang
dinamakan daftar anggaran satuan kerja. Analisa bahan adalah menghitung banyak
atau volume masing-masing bahan serta besarnya biaya yang diperlukan.
Sedangkan upah tenaga kerja didapatkan di lokasi, dikumpulkan dan dicatat dalam
satu daftar yang dinamakan daftar harga satuan upah. Analisa upah adalah
menghitung banyaknya tenaga yang diperlukan serta besarnya biaya yang
dibutuhkan untuk pekerjaan tersebut. Analisa peralatan adalah menghitung
produktifitas perjam yang diperlukan serta besarnya biaya yang dibutuhkan untuk
pekerjaan tersebut.
Harga Satuan = Bahan + Upah + Peralatan
Universitas Sumatera Utara
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Perilaku Struktur Beton, Baja dan Komposit Terhadap Perubahan Temperatur
2.1.1. Perilaku Beton Terhadap Api
Beton merupakan material bangunan yang memiliki tahanan terhadap api/panas yang
unggul dibandingkan jenis material lain, seperti kayu atau baja. Hal ini disebabkan karena
beton merupakan penghantar panas yang lemah (low thermal conductivity), sehingga dapat
membatasi kedalaman penetrasi panas. (Soemardi, dan Munaf,1998) .
Sifat termal agregat mempengaruhi keawetan dan kualitas lain dari betonnya. Sifatsifat utama sifat termal agregat yaitu: (Tjokrodimulyo,1996)
(1) Koefisien muai
(2) Panas jenis
(3) Penghantar panas
Gambar 2.1 Pengaruh perubahan suhu terhadap kekuatan beton
(Sumber: Trisni Bayuasri, Himawan Indarto dan Antonius. Perubahan Perilaku
Mekanis Beton akibat Temperatur Tinggi )
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.2 Modulus Elastisitas Beton Pada Temperatur Tinggi
(sumber: ACI 216R-89)
Peraturan mengenai struktur beton bertulang terhadap api yang digunakan selama ini
yakni SNI 03-2847-2002 mengenai tata cara perhitungan struktur beton untuk bangunan
gedung serta SNI mengenai pembebanan selama ini hanya membahas perhitungan desain
bangunan gedung yang mengikutsertakan beban hidup, beban mati, serta beban gempa
tanpa memperhitungkan beban api di dalamnya. Oleh karena itu, perlu adanya suatu acuan
yang dapat dipakai untuk menghitung ketahanan suatu struktur elemen beton bertulang
terhadap api di Indonesia khususnya. Salah satu peraturan yang dapat digunakan untuk
mengevaluasi suatu struktur terhadap api adalah manual ACI 216R-89. ACI 216R-89
merupakan suatu manual yang membahas mengenai ketahanan elemen beton terhadap api.
Peraturan ini berisikan mengenai panduan untuk menentukan ketahanan api pada elemen
beton, ringkasan informasi praktis yang dapat digunakan oleh arsitek, engineers dan orangorang yang terlibat dalam pembangunan suatu gedung atau bangunan yang mengharuskan
Universitas Sumatera Utara
adanya desain struktur beton dengan resistensi kebakaran tertentu atau mengevaluasi
struktur yang telah dirancang terhadap adanya unsur api.
Tahapan desain struktur (pelat, balok dan kolom) beton bertulang tahan api pada
dasarnya harus didahului dengan desain pendahuluan tanpa memperhitungkan beban api
didalamnya. Setelah itu dilakukan analisa kondisi eksisting dari pelat, balok dan kolom
yang telah didesain. Apabila dari hasil analisa telah didapatkan ketahanan api yang sesuai
dengan yang diinginkan maka desain tersebut telah dianggap selesai. Namun apabila
ketahanan api yang didapatkan kurang dari yang diharapkan maka harus dilakukan desain
ulang. Dalam melakukan desain ulang, analisa dilakukan terhadap 3 variabel yang sangat
berpengaruh yakni cover beton, mutu beton dan mutu baja.
2.1.2. Perilaku Baja Pada Temperatur Tinggi
Temperatur yang tinggi pada material baja akan sangat berpengaruh terhadap sifat
dan karakteristiknya. Pola dan perubahan perilaku dari suatu material baja yang
mengalami kenaikkan temperatur akan berbeda antara satu dengan yang lainnya. Hal ini
diakibatkan karena kandungan dan mikrostruktur pembentuknya saling berlainan, gambar
2.3 menunjukkan adanya variasi sifat mekanis baja terhadap temperatur.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.3 Variasi sifat mekanis baja terhadap temperatur
(sumber: SNI 03-1729-2002)
2.1.3. Perilaku Struktur Komposit Temperatur Tinggi
Batang komposit adalah batang yang terdiri dari profil baja dan beton yang digabung
bersama untuk memikul beban tekan dan atau lentur. Batang yang memikul lentur
umumnya disebut dengan balok komposit. Sedangkan batang yang memikul beban tekan
umumnya disebut dengan kolom komposit.
Dengan menggunakan konstruksi komposit dalam desain suatu komponen struktur
ternyata dapat diperoleh beberapa keuntungan sebagai berikut:
a. Dapat mereduksi berat profil baja yang dipakai
b. Tinggi profil baja yang dipakai dapat dikurangi
c. Meningkatkan kekakuan lantai
d. Dapat menambah panjang bentang layan
Universitas Sumatera Utara
Perubahan temperatur pada struktur komposit dapat menyebabkan sifat lekatan
antara baja dan beton menjadi berkurang. Balok komposit baja-beton (concrete-encased
beam) pasca bakar yang tidak dikekang (unconfind) akan mengalami penurunan faktor
kekakuan rata–rata lebih dari 50%. Dengan bertambahnya temperatur, balok komposit
baja-beton akan mengalami penurunan faktor daktilitas yang menyebabkan kemampuan
dalam menerima beban juga semakin kecil. (Brian Uy & Mark Andrew Bradford, 1995)
Gambar 2.4 Hubungan beban (P) dan lendutan () balok komposit
(Sumber: Lilis Indriani dan Ahmad Tohir. Kuat Lentur Balok Komposit
Baja-Beton Pasca Bakar )
2.2. Metode Perencanaan Struktur Beton Bertulang
2.2.1. Umum
Ada dua metode yang umum digunakan untuk perencanaan struktur beton bertulang,
yaitu metode beban kerja (working stress design) dan metode kekuatan batas (ultimate
strength design). Metode beban kerja sangat popular pada masa lampau, yaitu sekitar awal
sampai pertengahan abad 19. Penelitian mengenai metode kekuatan batas mulai banyak
dilakukan pada tahun 1950-an. Sedangkan di Indonesia mulai diperkenalkan metode
Universitas Sumatera Utara
kekuatan batas pada tahun 1955 dengan peraturan atau pedoman standar yang mengatur
perencanaan dan palaksanaan bangunan beton bertulang yaitu Peraturan Beton Indonesia
1955 (PBI 1955) kemudian PBI 1971.
Pada Peraturan Beton Indonesia 1971 (PBI 1971) metode kuat batas diperkenalkan
sebagai metode alternatif (masih mengandalkan metode beban kerja). Kemudian mulai
1991 dengan dikeluarkannya peraturan SK SNI T-15-1991-03 tentang “Tata Cara
Perhitungan Struktur Beton Bertulang Untuk Bangunan Gedung” telah mengacu pada kuat
batas yang merujuk pada peraturan perencanaan struktur beton Amerika (ACI 318M-83).
Pembaharuan tersebut tentunya dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan dalam upaya
mengimbangi pesatnya laju perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi khususnya
yang berkaitan dengan beton ataupun struktur beton bertulang. Sedangkan yang edisi yang
terbaru yaitu SK SNI 03-2847-2002 mengacu pada ketentuan dan persyaratan dari Uniform
building Code (UBC 1997) untuk pedoman ketahanan gempa, dan ACI 318-99 dan ACI
318-02 untuk mendisain dan pendetailan struktur dengan beberapa modifikasi. Menurut
Uniform Building Code (UBC 1997) beberapa perubahan sudah mencerminkan hasil
observasi perilaku struktur oleh kejadian gempa Northridge di California pada tahun 1994
dan kejadian gempa Hyogoken-Nanbu di Kobe Jepang pada tahun 1995.
Dalam tugas akhir ini, akan digunakan metode kuat batas sebagai perencanaan
struktur beton bertulang. Karena metode kuat batas (ultimate strength design) di peraturan
SNI 03-2847-2002 sebagai metode utama dalam perencanaan struktur beton bertulang.
2.2.2 Perencanaan Kuat Batas (Ultimate Strength Design)
Penampang struktur direncanakan dengan mempertimbangkan kondisi regangan inelastis saat mencapai kondisi batasnya (kondisi struktur yang stabil sesaat sebelum runtuh).
Beban yang menimbulkan kondisi seperti itu disebut beban batas (ultimate). Untuk
Universitas Sumatera Utara
mencari beban batas untuk setiap struktur sangat variatif sekali, sehingga dibuat
kesepakatan bahwa beban batas adalah sama dengan kombinasi beban layan dikalikan
faktor beban yang ditentukan.
Dalam menentukan beban batas, aksi redistribusi momen negatif dapat dimasukkan
sebagai hasil dari aksi nonlinear yang ada antara gaya dan deformasi penampang batang
pada pembebanan maksimum, dimana pada kondisi tersebut struktur mengalami deformasi
akibat pelelehan tulangan maupun terjadi retak-retak pada bagian beton tarik. Beberapa
alasan digunakannya metode kuat batas (ultimate strength design) sebagai trend
perencanaan struktur beton adalah:
a. Struktur beton bersifat in-elastis saat beban maksimum, sehingga teori elastis tidak
dapat secara akurat menghitung kekuatan batasnya. Untuk struktur yang
direncanakan dengan metode beban kerja (working stress design) maka faktor beban
(beban atas/beban kerja) tidak diketahui dan dapat bervariasi dari struktur yang
lainnya.
b. Faktor keamanan dalam bentuk faktor beban lebih rasional, yaitu faktor beban rendah
untuk struktur dengan pembebanan yang pasti, sedangkan faktor beban tinggi untuk
pembebanan yang fluaktif (berubah-berubah).
c. Kurva tegangan-regangan beton adalah nonliner dan tergantung dari waktu, misal
regangan rangkak (creep) akibat tegangan yang konstan dapat beberapa kali lipat dari
regangan elastis awal. Oleh karena itu, nilai rasio modulus (Es/Ey) yang digunakan
dapat menyimpang dari kondisi sebenarnya. Regangan rangkak dapat memberikan
redistribusi tegangan yang lumayan besar pada penampang struktur beton, artinya
tegangan sebenarnya yang terjadi pada struktur tersebut bisa berbeda dengan
tegangan yang diambil dalam perencanaan. Contoh, tulangan baja desak pada kolom
beton dapat mencapai leleh selama pembebanan tetap, meskipun kondisi tersebut
Universitas Sumatera Utara
tidak terlihat pada saat direncanakan dengan metode beban kerja yang memakai nilai
modular ratio sebelum creep. Metode perencanaan kuat batas tidak memerlukan rasio
modulus.
d. Metode perencanaan kuat batas memanfaatkan kekuatan yang dihasilkan dari
distribusi tegangan yang lebih efisien yang memungkinkan oleh adanya regangan inelastis. Sebagai contoh, penggunanaan tulangan desak pada penampang dengan
tulangan ganda dapat menghasilkan momen kapasitas yang lebih besar karena pada
tulangan desaknya dapat didayagunakan sampai mencapai tegangan leleh pada beban
batasnya, sedangkan dengan teori elastis tambahan tulangan desak tidak terlalu
terpengaruh karena hanya dicapai tegangan yang rendah pada baja.
e. Metode perencanaan kuat batas menghasilkan penampang struktur beton yang lebih
efisien jika digunakan tulangan baja mutu tinggi dan tinggi balok yang rendah dapat
digunakan tanpa perlu tulangan desak.
f. Metode perencanaan kuat batas dapat digunakan untuk mengakses daktilitas struktur
di luar batas elastisnya. Hal tersebut penting untuk memasukkan pengaruh
redistribusi momen dalam perencanaan terhadap beban gravitasi, perencanaan tahan
gempa dan perencanaan terhadap beban ledak (blasting).
2.2.2.1. Keruntuhan Lentur Akibat Kondisi Batas (Ultimite)
Untuk menjelaskan definisi atau pengertian mengenai apa yang dimaksud dengan
kuat batas atau kuat ultimate, maka akan ditinjau struktur balok beton bertulang yang
diberi beban terpusat secara bertahap sampai runtuh (tidak kuat menerima tambahan
beban lagi). Keruntuhan yang akan ditinjau adalah lentur. Agar dapat diperoleh suatu
keruntuhan lentur murni maka digunakan konfigurasi dua buah beban terpusat yang
Universitas Sumatera Utara
diletakkan simetris sehingga ditengah bentang struktur tersebut hanya timbul momen
lentur saja (tidak ada gaya geser).
Gambar 2.5 Balok yang dibebani sampai runtuh
(Sumber : MacGregor, Perencanaan Struktur Beton Bertulang)
Penampang ditengah diberi sensor-sensor regangan untuk mengetahui tegangan
yang terjadi. Beban diberikan secara bertahap dan dapat dilakukan pencatatan lendutan
ditengah bentang sehingga dapat diperoleh kurva hubungan momen dan kelengkungan
untuk setiap tahapan beban sampai beban maksimum sebelum balok tersebut runtuh.
Dari kurva momen-kelengkungan balok terlihat bahwa sebelum runtuh, tulangan
baja leleh terlebih dahulu (titik D). Jika beban terus ditingkatkan, meskipun besarnya
peningkatan relatif kecil akan tetapi lendutan yang terjadi cukup besar dibanding
tulangan leleh. Akhirnya pada suatu titik tertentu beton desak mengalami rusak (pecah
atau spalling) sedemikian sehingga jika beban dan akhirnya runtuh. Beban
batas/maksimum yang masih dapat dipikul oleh balok dengan beban tetap berada pada
kondisi keseimbangan disebut beban batas (ultimate) yang ditunjukkan oleh titik E.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.6 Kurva Momen – Kelengkungan Balok
(Sumber : MacGregor, Perencanaan Struktur Beton Bertulang)
Keruntuhan yang didahului oleh lendutan atau deformasi yang besar seperti yang
diperlihatkan pada balok diatas disebut keruntuhan yang bersifat daktail. Sifat seperti
itu dapat dijadikan peringatan dini mengenai kemungkinan akan adanya keruntuhan
sehingga pengguna struktur bangunan mempunyai waktu untuk menghindari struktur
tersebut sebelum benar-benar runtuh, dengan demikian jatuhnya korban jiwa dapat
dihindari.
Keruntuhan akibat lentur yang terjadi pada balok ternyata tidak semua
berperilaku sama, hal itu tergantung dari banyak atau sedikitnya jumlah tulangan tarik
yang ditempatkan pada penampang balok. Keruntuhan lentur tersebut dapat terjadi
dalam tiga cara yang berbeda, yaitu:
1. Keruntuhan Tarik, terjadi bila jumlah tulangan baja relatif sedikit sehingga
tulangan tersebut akan leleh terlebih dahulu sebelum betonnya pecah, yaitu apabila
regangan baja (εs) lebih besar dari regangan beton (εy). Penampang seperti itu
disebut penampang under-reinforced, perilakunya sama seperti yang diperlihatkan
Universitas Sumatera Utara
pada balok uji yaitu daktail (terjadinya deformasi yang besar sebelum runtuh).
Semua balok yang direncanakan sesuai peraturan diharapkan berperilaku seperti
itu.
2. Keruntuhan Tekan, karena jumlah tulangan baja relatif banyak maka keruntuhan
dimulai dari beton sedangkan tulangan bajanya masih elastis, yaitu apabila
regangan baja (εs) lebih kecil dari regangan beton (εy). Penampang seperti itu
disebut penampang over-reinforced, sifat keruntuhannya adalah getas (nondaktail). Suatu kondisi yang berbahaya karena penggunaan bangunan tidak melihat
adanya deformasi yang besar yang dapat dijadikan pertanda bilamana struktur
tersebut mau runtuh sehingga tidak ada kesempatan untuk menghindarinya terlebih
dahulu.
3. Keruntuhan Balance, jika baja dan beton tepat mencapai kuat batasnya, yaitu
apabila regangan baja (εs) sama besar dengan regangan beton (εy). Jumlah
penulangan yang menyebabkan keruntuhan balans dapat dijadikan acuan untuk
menentukan apakah tulangan relatif sedikit atau tidak, sehingga sifat keruntuhan
daktail atau sebaliknya.
Gambar 2.7 Perilaku Keruntuhan Balok
(Sumber : MacGregor, Perencanaan Struktur Beton Bertulang)
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.8 Ciri-Ciri Keruntuhan Penampang
(Sumber: Wiryanto Dewobroto, Analisis dan Desain Penampang Beton Bertulang)
2.2.2.2. Keruntuhan Akibat Geser
Keruntuhan akibat geser pada pembebanan balok, diketahui bahwa transfer beban
ketumpuan melampaui mekanisme momen lentur dan gaya geser yang terjadi secara
bersamaan. Pola keruntuhan (retak) yang terjadi akibat kedua mekanisme tersebut
terlihat berbeda dari komponen tegangan utama yang terjadi.
Gambar 2.9 Balok dengan Keruntuhan Geser
(Sumber : MacGregor, Perencanaan Struktur Beton Bertulang)
Universitas Sumatera Utara
Bagian yang menerima lentur dan geser, materialnya mengalami tegangan utama
biaksial dengan orientasi diagonal, sehingga retaknya pun terbentuk diagonal pada
daerah yang mengalami tegangan tarik. Perhatikan pada daerah lentur murni, retak
yang terjadi cenderung berorientasi vertikal. Keruntuhan balok akibat geser (akibat
tegangan biaksial) bersifat getas dan terjadinya tiba-tiba. Berbeda dengan keruntuhan
lentur yang bersifat daktail, didahului dengan timbulnya lendutan besar yang dapat
digunakan sebagai “pertanda”. Oleh karena itu, dalam perencanaan struktur, semua
elemen harus didesain sedemikian agar kekuatan gesernya lebih besar dari yang
diperlukan sehingga dapat dijamin bahwa keruntuhan lentur akan terjadi lebih dahulu.
2.2.2.3. Pengaruh Keruntuhan Geser Terhadap Jumlah Tulangan Memanjang
Dari gambar terlihat bahwa balok mempunyai rasio tulangan memanjang yang
kecil akan runtuh pada tegangan geser yang rendah. Dan juga memperlihatkan bahwa
pengurangan kapasitas geser diakibatkan oleh bertambahnya lebar retak, sehingga
bidang temu (interface) transfer geser juga berkurang. Hal yang sama juga berlaku jika
lentur (retak vertikal) semakin panjang sehingga mengurangi bidang temu gaya tekan.
Gambar 2.10 Rasio Tulangan Memanjang dan Kapasitas Geser
(Sumber: Wiryanto Dewobroto, Analisis dan Desain Penampang Beton Bertulang)
Universitas Sumatera Utara
Gambar di atas juga membandingkan pengaruh jumlah tulangan memanjang dari
sejumlah rumus empiris. Kapasitas lentur ditunjukkan juga untuk berbagai mutu
tulangan memanjang. Kurva diatas juga mengikuti fakta yang umum dikenal bahwa
keruntuhan lentur akan dominan dibanding keruntuhan geser untuk balok dengan rasio
bentang geser terhadap tinggi, a/d > 5 dengan jumlah tulangan memanjang yang rendah
(ρ < 1%), yang dipasang konstan sepanjang balok.
2.2.3. Kuat perlu
1. Kuat perlu U untuk menahan beban mati D paling tidak harus sama dengan
U = 1,4 D
Kuat perlu U untuk menahan beban mati D, beban hidup L, dan juga beban atap A
atau beban hujan R, paling tidak harus sama dengan
U = 1,2 D + 1,6 L + 0,5 (A atau R)
2. Bila ketahanan struktur terhadap beban angin W harus diperhitungkan dalam
perencanaan, maka pengaruh kombinasi beban D, L, dan W berikut harus ditinjau
untuk menentukan nilai U yang terbesar, yaitu:
U = 1,2 D + 1,0 L ± 1,6 W + 0,5 (A atau R)
Kombinasi beban juga harus memperhitungkan kemungkinan beban hidup L yang
penuh dan kosong untuk mendapatkan kondisi yang paling berbahaya, yaitu:
U = 0,9 D ± 1,6 W
3. Bila ketahanan struktur terhadap beban gempa E harus diperhitungkan dalam
perencanaan, maka nilai kuat perlu U harus diambil sebagai:
U = 1,2 D + 1,0 L ± 1,0 E
Faktor beban untuk W boleh dikurangi menjadi 1,3 bilamana beban angin W belum
direduksi oleh faktor arah. Faktor beban untuk L boleh direduksi menjadi 0,5
Universitas Sumatera Utara
kecuali untuk ruangan garasi, ruangan pertemuan, dan semua ruangan yang beban
hidup L-nya lebih besar daripada 500 kg/m2.
U = 0,9 D ± 1,0 E
dalam hal ini nilai E ditetapkan berdasarkan ketentuan SNI 03-1726-1989-F, Tata
cara perencanaan ketahanan gempa untuk rumah dan gedung, atau penggantinya.
2.2.4. Struktur Balok Persegi
Balok merupakan suatu komponen yang menerima beban lateral dari atap, lantai dan
sebagainya, serta menerima momen lentur, gaya lintang dan momen puntir.
a. Perhitungan dimensi balok
Tabel 2.1 Tebal minimum balok non-prategang atau pelat satu arah
bila lendutan tidak dihitung
Tebal minimum, h
Komponen
Struktur
Dua tumpuan
Satu ujung
Kedua ujung
sederhana
menerus
menerus
Kantilever
Komponen yang tidak menahan atau tidak disatukan dengan
partisi atau konstruksi lain yang mungkin akan rusak oleh
lendutan yang besar
Pelat
masif
satu arah
Balok
atau
pelat
rusuk
L/20
L/24
L/28
L/10
L/16
L/18,5
L/21
L/8
satu arah
(sumber: SNI 03-2847-2002)
Untuk lebar balok dihitung dengan b = 2/3 tebal balok
Universitas Sumatera Utara
b. Menentukan luas tulangan
1. Perhitungan Momen Ultimite
Momen ultimate adalah kuat lentur balok dimana kekuatan batang sama
dengan kekuatan teoritisnya dikalikan faktor reduksi kekuatan, atau:
Mu = Mn
Momen nominal adalah momen penahan teoritis atau momen penahan
nominal sebuah penampang.
Gambar 2.11. Beberapa kemungkinan bentuk distribusi tegangan
(sumber: Jack C. McCormac, Desain Beton Bertulang)
Dengan membuat persamaan-persamaan balok, dibuat acuan pada gambar
2.12 dengan menyamakan gaya horizontal C dan T dan mencari a, maka diperoleh:
Gambar 2.12. Distribusi Tegangan
(sumber: Jack C. McCormac, Desain Beton Bertulang)
Universitas Sumatera Utara
=
As. fy
0,85 fc′ b
=
ρ fy d
As
→ dimana ρ =
′
0,85 fc
bd
Karena jumlah tulangan baja terbatas dan akan leleh sebelum beton mencapai
kekuatan ultimitnya, nilai momen nominal adalah:
M = T d −
a
2
= As fy d −
a
2
Dan kuat lentur yang digunakan adalah:
M = ∅
= ∅ As fy d −
a
2
2. Persentase maksimum dan minimum baja yang diizinkan
Jika digunakan sebuah balok yang seimbang (baik dalam keadaan underreinforced
maupun overreinforced), secara teoritis balok tersebut akan runtuh secara tiba-tiba
tanpa peringatan sebelumnya. Maka dari itu, peraturan ACI membatasi persentase
baja yang digunakan, yaitu:
Persentase baja seimbang:
ρ =
0,85 β f
f
600
600 + f
Persentase baja maksimum: maks = 0,75 b
Persentase baja minimum:
ρ
=
f
4f
tetapi tidak boleh kurang dar i
1,4
f
2.2.5. Struktur Kolom
Kolom adalah komponen struktur bangunan yang tugas utamanya menyangga beban
aksial tekan vertikal dengan bagian tinggi yang tidak ditompang paling tidak tiga kali
dimensi lateral terkecil. Sedangkan komponen struktur yang menahan beban aksial vertikal
Universitas Sumatera Utara
dengan rasio bagian tinggi dengan dimensi lateral terkecil kurang dari tiga dinamakan
pedestal.
Secara garis besar ada tiga jenis kolom bertulang, yaitu :
1. Kolom menggunakan pengikat sengkang lateral. Kolom ini merupakan kolom
beton yang ditulangi dengan batang tulangan memanjang, yang pada jarak spasi
tertentu diikat dengan pengikat sengkang ke arah lateral, sedemikian rupa hingga
penulangan keseluruhan membentuk kerangka.
2. Kolom menggunakan pengikat spiral. Bentuknya sama dengan yang pertama hanya
saja sebagai pengikat tulangan pokok memanjang adalah tulangan spiral yang
dililitkan keliling membentuk heliks menerus di sepanjang kolom.
3. Struktur kolom komposit, merupakan komponen struktur tekan yang diperkuat
pada arah memanjang dngan gelagar baja profil atau pipa, dengan atau tanpa diberi
batang tulangan pokok memanjang.
2.2.5.1 Interaksi Beban Aksial dan Momen
Tergantung kepada besarnya momen M, relatif terhadap beban aksial Pu, terdapat
beberapa cara dimana suatu tampang akan hancur. Gambar 2.13 menunjukan suatu kolom
yang memikul suatu beban aksial Pu dengan letak eksentrisitas yang berbeda-beda dari
tidak bereksentrisitas hingga memiliki eksentrisitas yang sangat besar hingga beban Pu
dapat diabaikan. Kehancuran pada kolom diasumsikan terjadi ketika regangan tekan
mencapai 0,003.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.13 Kolom Memikul Beban Aksial
(sumber: Jack C. McCormac, Design of Reinforced Concrete)
Berikut ini adalah sedikit penjelasan terhadap gambar :
a. Beban aksial besar tanpa momen. Dalam situasi ini, kehancuran akan terjadi
dengan hancurnya beton dengan seluruh tulangan dalam kolom berada dalam
kondisi luluh akibat tekan.
b. Beban aksial besar dengan momen kecil sedemikian seluruh tampang masih berada
dalam keadaan tertekan. Ketika suatu kolom diberikan momen lentur yang kecil
(dimana eksentrisitas kecil), seluruh kolom akan dalam keadaan tertekan tetapi
tekanan akan lebih besar pada salah satu sisi lainnya. Tegangan tekan maksimum
pada kolom akan mencapai 0,85f’c dan kehancuran akan terjadi dengan hancurnya
beton dengan seluruh tulangan dalam keadaan tertekan.
c. Beban aksial dengan momen yang lebih besar dari pada keadaan (b) sedemikian
sehingga tegangan tarik mulai muncul pada salah satu sisi kolom. Jika eksentris
meningkat terus, tegangan tarik akan mulai terjadi pada salah satu sisi kolom dan
tulangan baja pada sisi itu akan tertarik tetapi masih belum meluluh. Sedangkan
pada sisi lainnya, tulangan baja akan dalam keadaan tertekan. Kehancuran akan
terjadi dengan hancurnya beton pada sisi yang tertekan.
Universitas Sumatera Utara
d. Kondisi
pembebanan
seimbang.
Seiring
dengan
semakin
bertambahnya
eksentrisitas, suatu kondisi akan tercapai dimana tulangan baja pada daerah tarik
akan mencapai tegangan luluhnya pada saat beton pada sisi lainnya mencapai
tekanan maksimumnya
sebesar
0,85f’c.
Kondisi ini dinamakan
kondisi
pembebanan seimbang.
e. Momen besar dengan beban aksial kecil. Jika eksentrisitas terus ditambahkan,
kehancuran akan ditentukan oleh luluhnya tulangan tarik pada kolom.
f. Momen besar tanpa beban aksial. Untuk kondisi ini, kehancuran akan terjadi
seperti yang terjadi pada balok.
Dengan demikian kekuatan suatu penampang kolom dapat diperhitungkan terhadap
banyak kemungkinan kombinasi beban aksial dan momen. Kuat lentur penampang kolom
dapat direncanakan untuk beberapa kemungkinan kuat beban aksial yang berbeda, dengan
masing-masing mempunyai pasangan kuat momen tersendiri.
Perencanaan dimensi kolom berdasarkan pembebanan aksial pada kolom: (Jack C.
McCormac, 2003)
Untuk kolom spiral ( = 0,75) dan kolom sengkang persegi ( = 0,70)
Pn
Pu
= 0,85 [0,85fc’(Ag – Ast) + fy. Ast ]
= Pn
Dimana:
Pn = beban aksial (N)
Ag = luas penampang (mm2)
= factor reduksi
Universitas Sumatera Utara
2.3. Metode Perencanaan Struktur Komposit
2.3.1. Umum
Kemajuan teknologi sangat berpengaruh terhadap perkembangan konstruksi di
Indonesia termasuk pemakaian baja menjadi bahan konstruksi. Baja menjadi sangat
penting karena memiliki tingkat daktalitas (ductility) yang sangat tinggi, dimana ductility
merupakan kemampuan untuk berdeformasi secara nyata baik dalam tegangan maupun
regangan sebelum terjadi kegagalan. (Charles G. Salmon, 1991)
Sebelumnya pada struktur komposit, kerangka baja yang menyangga konstruksi pelat
beton bertulang pengaruh komposit dari pelat beton dan baja yang bekerja bersama-sama
tidak diperhitungkan. Hal ini terjadi karena adanya asumsi pada saat mendesain bahwa
pelat beton dan baja dalam menahan beban bekerja secara terpisah, dan ikatan antara pelat
beton dan bagian atas balok baja dianggap tidak dapat diandalkan. Namun dengan
berkembangnya teknik pengelasan, pemakaian alat penyambung geser (shear connector)
mekanis menjadi praktis untuk menahan gaya geser horizontal yang timbul ketika batang
terlentur. (Charles G. Salmon, 1991)
Pada awal tahun 1960 mulai dikembangkan pula penggunaan komponen struktur
komposit untuk bangunan gedung yang menganut pada spesifikasi yang dikeluarkan oleh
AISC (American Institute of Steel Construction) pada tahun 1952. Komponen struktur
yang digunakan dapat berupa balok baja yang diselubungi dengan beton atau balok baja
yang menopang pelat beton tanpa penghubung geser. Namun sekarang struktur balok baja
yang diselubungi dengan beton sudah jarang digunakan, dan hampir seluruh struktur
komposit untuk bangunan gedung mempunyai penampang seperti pada gambar (c).
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.14 (a) Lantai jembatan komposit dengan penghubung geser, (b) Balok
baja yang diselubungi beton, (c) Lantai gedung komposit dengan penghubung geser.
(sumber: Agus Setiawan, 2008)
Karena struktur komposit melibatkan dua macam material yang berbeda, maka
perhitungan kapasitasnya tidak sesederhana bila struktur bukan komposit. Karakteristik
dan dimensi kedua bahan akan menentukan bagaimana pemilihan jenis profil dan pelat
beton yang akan dikomposisikan dan kinerja struktur tersebut. (Suprobo, 2000)
Sistem struktur komposit sendiri terbentuk akibat interaksi antara komponen struktur
baja dan beton yang karakteristik dasar masing-masing bahan dimanfaatkan secara
optimal. Karakteristik penting yang dimiliki oleh struktur baja adalah kekuatan tinggi,
modulus elastisitas tinggi, serta daktilitas tinggi. Sedangkan karakteristik penting yang
dimiliki oleh struktur beton adalah ketahanan yang baik terhadap api, mudah dibentuk, dan
murah. (Dong Keon Kim, 2005)
Batang komposit adalah batang yang terdiri dari profil baja dan beton yang digabung
bersama untuk memikul beban tekan dan atau lentur. Batang yang memikul lentur
umumnya disebut dengan balok komposit. Sedangkan batang yang memikul beban tekan
umumnya disebut dengan kolom komposit.
Di era modern saat ini banyak gedung-gedung dengan struktur komposit baja beton
untuk elemen baloknya menggunakan balok komposit penuh. Balok komposit penuh ini
Universitas Sumatera Utara
sendiri mempunyai beberapa tipe, diantaranya balok komposit dengan pelat beton yang
dicor tempat (solid in situ), balok komposit yang menggunakan precast reinforced
concrete planks yang bagian atasnya kemudian dicor tempat, balok komposit yang
penghubung gesernya diberi perkuatan, serta balok komposit yang diberi bondek.
Dengan menggunakan konstruksi komposit dalam desain suatu komponen struktur
ternyata dapat diperoleh beberapa keuntungan sebagai berikut:
a. Dapat mereduksi berat profil baja yang dipakai
b. Tinggi profil baja yang dipakai dapat dikurangi
c. Meningkatkan kekakuan lantai
d. Dapat menambah panjang bentang layan
Reduksi berat sekitar 20-30% dapat diperoleh dengan memanfaatkan perilaku sistem
komposit penuh. Dengan adanya reduksi berat ini maka secara langsung juga dapat
mengurangi tinggi profil baja yang dipakai. Berkurangnya profil baja yang dipakai akan
mengakibatkan berkurangnya tinggi bangunan secara keseluruhan dan membawa dampak
pula berupa penghematan material bangunan, terutama untuk dinding luar dan tangga.
2.3.2. Balok Komposit
Balok adalah salah satu diantara elemen-elemen struktur yang paling banyak
dijumpai pada setiap struktur. Balok adalah elemen struktur yang memikul beban yang
bekerja tegak lurus dengan sumbu longitudinalnya. Hal ini akan menyebabkan balok
melentur. (Spiegel & Limbrunner,1998).
Sebuah balok komposit (composite beam) adalah sebuah balok yang kekuatannya
bergantung pada interaksi mekanis diantara dua atau lebih bahan (Bowles,1980).
Beberapa jenis balok komposit antara lain :
Universitas Sumatera Utara
a) Balok komposit penuh
Untuk balok komposit penuh, penghubung geser harus disediakan dalam jumlah
yang memadai sehingga balok mampu mencapai kuat lentur maksimumnya. Pada
penentuan distribusi tegangan elastis, slip antara baja dan beton dianggap tidak
terjadi (SNI 03-1729-2002 Ps.12.2.6).
b) Balok komposit parsial
Pada balok komposit parsial, kekuatan balok dalam memikul lentur dibatasi oleh
kekuatan penghubung geser. Perhitungan elastis untuk balok seperti ini, seperti pada
penentuan defleksi atau tegangan akibat beban layan, harus mempertimbangkan
pengaruh adanya slip antara baja dan beton (SNI 03-1729-2002 Ps. 12.2.7).
c) Balok baja yang diberi selubung beton
Walaupun tidak diberi angker, balok baja yang diberi selubung beton disemua
permukaannya dianggap bekerja secara komposit dengan beton, selama hal-hal
berikut terpenuhi (SNI 03-1729-2002 Ps.12.2.8):
Tebal minimum selubung beton yang menyelimuti baja tidak kurang daripada 50
mm, kecuali yang disebutkan pada butir ke-2 di bawah.
Posisi tepi atas balok baja tidak boleh kurang daripada 40 mm di bawah sisi atas
pelat beton dan 50 mm di atas sisi bawah plat.
Selubung beton harus diberi kawat jaring atau baja tulangan dengan jumlah yang
memadai untuk menghindari terlepasnya bagian selubung tersebut pada saat
balok memikul beban.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.15 Penampang Balok Komposit
(sumber: Charles G. Salmon, 1991)
2.3.3. Lebar efektif pelat beton
Lebar efektif maksimum yang diijinkan oleh AISC-11.1 adalah harga terendah yang
dihitung dengan persamaan berikut:
Untuk balok-balok interior:
b ≤
L
4
b ≤ b (untuk jarak balok yang sama)
b ≤ b + 16t
Untuk balok-balok eksterior:
b ≤
L
12
+ b
1
b ≤ (b + b )
2
b ≤ b + 6t
Dimana : L = bentang balok ;
bo = bentang antar balok
Universitas Sumatera Utara
2.3.4. Kekuatan balok komposit dengan penghubung geser
Kuat lentur positif rencana ditentukan sebagai berikut (SNI 03-1729-2002 Pasal
12.4.2.1):
≤
a. Untuk
ø b = 0,85 dan Mn dihitung berdasarkan distribusi tegangan plastis pada
penampang komposit.
b. Untuk
.
,
. .
ø b = 0,9 dan Mn ditentukan berdasarkan superposisi tegangan-tegangan elastis
yang memperhitungkan pengaruh tumpuan sementara (perancah).
Kuat lentur negatif rencana øb.Mn harus dihitung untuk penampang baja saja,
dengan mengikuti ketentuan-ketentuan pada butir 8 (SNI 03-1729-2002 Pasal
12.4.2.2).
2.3.5. Menghitung Momen Nominal
Menghitung nilai transformasi beton ke baja:
= 4700
′ (MPa)………………….untuk beton normal
Dimana : Es = 200000 MPa
n=
E
E
; b =
b
n
dan A = ( b x ts)
Perhitungan Mn berdasar distribusi tegangan plastis :
Universitas Sumatera Utara
Menghitung momen nominal (Mn) positif
Gambar 2.16 Distribusi tegangan plastis (sumber: Charles G. Salmon, 1991)
Menghitung momen nominal (Mn) positif :
Gaya tekan (C) pada beton : C = 0,85. f’c.tp.beff
Gaya tarik (T) pada baja : T = As.fy
*dari hasil diatas dipilih nilai terkecil
Menentukan tinggi balok tekan effektif:
=
As.f y
Kekuatan momen nominal : Mn = C.d1 atau T.d1
Kuat nominal dalam bentuk gaya baja :
Menghitung momen nominal (Mn) negatif
′
0,85 .f c.bE
= A .f
+ ts −
Gambar 2.17 Distribusi tegangan plastis negatif
Universitas Sumatera Utara
Menghitung momen nominal (Mn) negatif :
Menentukan lokasi gaya tarik pada balok baja
Pc = n.Ar.fy dan Pyc = As.fy
Gaya pada sayap ; Pf = bf .tf . fy
Gaya pada badan ;
−
=
Menghitung jarak ke centroid
= ℎ +
=
=
(
−
. 0,5 .
) + (
(
+
+ 0,5 .
;
=
.
))
2
Menghitung momen ultimit
(
=
∶
+
)+
(
+
)
= ∅ .
2.3.6. Penghubung Geser (Shear Connector)
Gaya geser yang terjadi antara pelat beton dan profil baja harus dipikul oleh sejumlah
penghubung geser, sehingga tidak terjadi slip pada saat masa layan. Idealnya alat
penghubung geser harus cukup kaku untuk menghasilkan interaksi penuh, namun hal ini
akan memerlukan pengaku yang sangat tegar. Adapun jenis-jenis alat penghubung geser
yang biasa digunakan adalah sebagai berikut :
- Alat penyambung stud (stud connector) berkepala dan berbentuk pancing.
- Alat peyambung kanal (canal connector)
- Alat penyambung spiral (spiral connector)
- Alat penyambung siku (angle conector)
Universitas Sumatera Utara
Pada tugas akhir ini, alat penghubung geser yang digunakan berbentuk stud
berkepala (stud connector). Kekuatan penghubung geser adalah : (SNI 03-1729-2002 Pasal
12.6.3)
Dimana:
= 0,5 .
.
≤
.
Qn = kuat geser satu buah stud (N/stud)
Asc = luas stud (mm2)
f’c
= mutu beton (MPa)
Ec
= modulus elastisitas beton (MPa)
fu
= mutu stud (MPa)
Dan untuk perhitungan jumlah penghubung geser (shear connector) yang
dibutuhkan digunakan persamaan:
=
2.3.7. Kolom Komposit
Kolom komposit didefinisikan sebagai “kolom baja yang dibuat dari potongan baja
giling (rolled) built-up dan di cor di dalam beton struktural atau terbuat dari tabung atau
pipa baja dan diisi dengan beton struktural (Salmon & Jonson, 1996). Menurut SNI 031729-2002 Ada dua tipe kolom komposit, yaitu :
Kolom komposit yang terbuat dari profil baja yang diberi selubung beton di
sekelilingnya (kolom baja berselubung beton).
Kolom komposit terbuat dari penampang baja berongga (kolom baja berintikan
beton).
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.18 Penampang Kolom Komposit dari profil baja IWF (a), Kingcross yang
dibungkus beton (b), Persegi (c) dan O (d) yang diisi beton
(sumber: Salmon & Jonson, 1996)
Pada tugas akhir ini penulis merencanakan kolom komposit dengan penampang
dari profil kingcross yang dibungkus beton seperti yang tampak pada gambar di bawah:
Gambar 2.19 Profil Baja Kingcross
(sumber: Gunung Garuda, King Kross Product Spesification)
Pada kolom baja berselubung beton (gambar a dan b) penambahan beton dapat
menunda terjadinya kegagalan lokal buckling pada profil baja serta berfungsi sebagai
material penahan api, sementara itu material baja disini berfungsi sebagai penahan beban
yang terjadi setelah beton gagal. Sedangkan untuk kolom baja berintikan beton (gambar c
dan d) kehadiran material baja dapat meningkatkan kekuatan dari beton serta beton dapat
menghalangi terjadinya lokal buckling pada baja.
Universitas Sumatera Utara
Kolom komposit merupakan suatu solusi hemat untuk kasus dimana kapasitas beban
tambahan yang diinginkan lebih besar dibandingkan dengan penggunaan kolom baja
sendiri. Kolom komposit juga menjadi solusi yang efektif untuk berbagai permasalahan
yang ada pada desain praktis. Salah satunya, yaitu jika beban yang terjadi pada struktur
kolom sangatlah besar, maka penambahan material beton pada struktur kolom dapat
memikul beban yang terjadi, sehingga ukuran profil baja tidak perlu diperbesar lagi.
(Roberto Leon, Larry Griffis,2005)
Kriteria untuk kolom komposit bagi komponen struktur tekan (SNI 03-1729-2002
Ps.12.3.1) :
1. Luas penampang profil baja minimal sebesar 4 % dari luas penampang komposit
total.
2. Selubung beton untuk penampang komposit yang berintikan baja harus diberi
tulangan baja longitudinal dan tulangan pengekang lateral.
3. Tulangan baja longitudinal harus menerus pada lantai struktur portal, kecuali untuk
tulangan longitudinal yang hanya berfungsi memberi kekangan pada beton.
4. Jarak antar pengikat lateral tidak boleh melebihi 2/3 dari dimensi terkecil penampang
kolom komposit. Tebal bersih selimut beton dari tepi terluar tulangan longitudinal
dan transversal minimum sebesar 40 mm.
5. Mutu beton yang digunakan tidak lebih 55 MPa dan tidak kurang dari 21 MPa untuk
beton normal dan tidak kurang dari 28 MPa untuk beton ringan.
6. Tegangan leleh profil dan tulangan baja yang digunakan untuk perhitungan kekuatan
kolom komposit tidak boleh lebih dari 380 MPa.
7. Tebal minimum dinding pipa baja atau penampang baja berongga yang diisi beton
adalah
/ 3 untuk setiap sisi selebar b pada penampang persegi dan
/8
untuk penampang bulat yang mempunyai diameter luar D.
Universitas Sumatera Utara
Kuat rencana kolom komposit yang menumpu beban aksial adalah ø cNn dengan ø c=
0,85.
= (
)
.
≤ 0,25 ………………maka w = 1
Untuk:
0,25 ≤
,
,
,
= 1,25
Tegangan leleh modifikasi
=
=
Parameter kelangsingan kolom
=
≤ 1,2 ……… maka
≥ 1,2 ……………….. maka
Dengan:
=
+
+
Modulus elastisitas modifikasi
=
′
+
= 0,041
,
′
Jika beban desain kolom ditopang oleh kolom komposit (terdiri dari profil baja
dan beton). Persyaratan luas minimal penampang beton yang menahan beban desain
kolom adalah :
Kemampuan profil baja menahan beban
Pns = 0,85 x As x fy
Kemampuan penampang beton menahan beban
Pnc = ( Pn - Pns )
Universitas Sumatera Utara
Syarat untuk luas penampang beton:
Pnc ≤ 1,7 fc’ Ab
2.3.8. Aksi Komposit
Aksi komposit terjadi apabila dua batang struktural pemikul beban seperti pada pelat
beton dan balok baja sebagai penyangganya dihubungkan secara menyeluruh dan
mengalami defleksi sebagai satu kesatuan. Pada balok non-komposit pelat beton dan balok
baja tidak bekerja bersama-sama sebagai satu kesatuan karena tidak terpasang alat
penghubung geser, sehingga masing-masing memikul beban secara terpisah. Apabila balok
non-komposit mengalami defleksi pada saat dibebani, maka permukaan bawah pelat beton
akan tertarik dan mengalami perpanjangan sedangkan permukaan atas dari balok baja akan
tertekan dan mengalami perpendekan. Karena penghubung geser tidak terpasang pada
bidang pertemuan antara pelat beton dan balok baja maka pada bidang kontak tersebut
tidak ada gaya yang menahan perpanjangan serat bawah pelat dan perpendekan serat atas
balok baja. Dalam hal ini, pada bidang kontak tersebut hanya bekerja gaya geser vertikal.
Sedangkan pada balok komposit, pada bidang pertemuan antara pelat beton dan
balok baja dipasang alat penghubung geser (shear connector) sehingga pelat beton dan
balok baja bekerja sebagai satu kesatuan. Pada bidang kontak tersebut bekerja gaya geser
vertikal dan horizontal, dimana gaya geser horizontal tersebut akan menahan perpanjangan
serat bawah pelat dan perpendekan serat atas balok baja.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.20 Perbandingan defleksi antara balok komposit dan non-komposit
(sumber: Charles G. Salmon, 1991)
Pada dasarnya aksi komposit pada balok komposit dapat tercapai atau tidaknya
tergantung dari penghubung gesernya. Biasanya penghubung geser diletakkan disayap atas
profil baja. Hal ini bertujuan untuk mengurangi terjadinya slip pada pelat beton dengan
balok baja. (Bruce G Johnston, Fung-Jen Lin dan T.V. Galambos, 1980)
2.4. Rencana Anggaran Biaya
Rencana anggaran biaya proyek adalah perkiraan atas besarnya biaya yang
dibutuhkan atau diperlukan untuk bahan dan upah serta biaya-biaya lain yang berhubungan
dengan pelaksanaan bangunan atau proyek berdasarkan gambar spesifikasi teknis.
Sedangkan rencana anggaran biaya pelaksanaan proyek adalah perhitungan besarnya biaya
yang harus dikeluarkan untuk pelaksanaan pembangunan konstruksi.
Tujuan pembuatan anggaran biaya proyek adalah:
1. Mengetahui biaya pembangunan proyek yang akan dilaksanakan.
2. Mendapatkan perhitungan volume pekerjaan dari suatu konstruksi.
3. Mengetahui harga pekerjaan dan macam-macam pekerjaan yang terjadi dalam
konstruksi.
4. Mengetahui keuntungan yang didapat (profit).
Universitas Sumatera Utara
5. Mengantisipasi kerugian dari pelaksanaan proyek
Data-data yang mendukung dalam pembuatan rencana anggaran biaya suatu proyek
adalah sebagai berikut :
1. Gambar Bestek
Gambar bestek adalah gambar lanjutan dari uraian gambar pra rencana dan gambar
detail dasar dengan skala (perbandingan ukuran) yang lebih kecil. Gambar bestek
merupakan lampiran dari uraian dan syarat-syarat (bestek) pekerjaan.
2. Harga Satuan
Harga satuan adalah jumlah harga bahan, tenaga kerja dan peralatan berdasarkan
perhitungan analisis. Harga bahan dan peralatan didapat dalam satu daftar yang
dinamakan daftar anggaran satuan kerja. Analisa bahan adalah menghitung banyak
atau volume masing-masing bahan serta besarnya biaya yang diperlukan.
Sedangkan upah tenaga kerja didapatkan di lokasi, dikumpulkan dan dicatat dalam
satu daftar yang dinamakan daftar harga satuan upah. Analisa upah adalah
menghitung banyaknya tenaga yang diperlukan serta besarnya biaya yang
dibutuhkan untuk pekerjaan tersebut. Analisa peralatan adalah menghitung
produktifitas perjam yang diperlukan serta besarnya biaya yang dibutuhkan untuk
pekerjaan tersebut.
Harga Satuan = Bahan + Upah + Peralatan
Universitas Sumatera Utara