T1__Full text Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Deskripsi Kemampuan Berpikir Reflektif Siswa SMA Berkemampuan Matematika Tinggi pada Materi Bentuk Aljabar T1 Full text

DESKRIPSI KEMAMPUAN BERPIKIR REFLEKTIF SISWA SMA
BERKEMAMPUAN MATEMATIKA TINGGI
PADA MATERI BENTUK ALJABAR

JURNAL
Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar sarjana
pendidikan pada Universitas Kristen Satya Wacana

Oleh:
Martina Agustin
202013078

PROGRAM STUDI S1 PENDIDIKAN MATEMATIKA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
2017

DESKRIPSI KEMAMPUAN BERPIKIR REFLEKTIF SISWA SMA
BERKEMAMPUAN MATEMATIKA TINGGI
PADA MATERI BENTUK ALJABAR

Martina Agustin1), Tri Nova Hasti Yunianta2)
202013078@student.uksw.edu1), trinova.yunianta@staff.uksw.edu 2)
Universitas Kristen Satya Wacana1, 2)
Abstrak

Kemampuan berpikir merupakan salah satu kecakapan matematika dan merupakan
tolak ukur tercapainya tujuan pembelajaran matematika. Penelitian ini bertujuan
mendeskripsikan kemampuan berpikir reflektif siswa SMA berkemampuan matematika tinggi
pada materi bentuk aljabar. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif.
Penentuan subjek dalam penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling yaitu 3 siswa
kelas XI IPA 5 SMA Negeri 2 Salatiga dengan kemampuan matematika tinggi. Berdasarkan
analisis data diperoleh hasil bahwa subjek DY dan QL memiliki kemampuan berpikir
reflektif tinggi pada materi bentuk aljabar karena melalui tiga fase kemampuan berpikir
reflektif yaitu reacting, elaborating dan contemplating. Subjek SW memiliki kemampuan
berpikir reflektif sedang pada materi bentuk aljabar karena hanya melalui dua fase
kemampuan berpikir reflektif yaitu reacting dan elaborating. Hasil di atas menunjukkan
kemampuan berpikir reflektif siswa berbeda meskipun memiliki tingkat kemampuan
matematika yang sama. Temuan ini memberikan gambaran mengenai kemampuan berpikir
reflektif siswa dan masukan perlunya menciptakan pembelajaran yang memunculkan
aktivitas–aktivitas untuk meningkatkan kemampuan berpikir reflektif.

Kata Kunci : kemampuan berpikir reflektif, bentuk aljabar.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
The Partnership for 21’ century skills (Mahmudi, 2016: 4), menyatakan salah satu
bagian penting dari sistem pendukung bagi bertumbuhnya kompetensi masa depan adalah
kurikulum yang selanjutnya diopersionalkan dalam kegiatan pembelajaran, termasuk
pembelajaran matematika. Hal tersebut sejalan dengan tujuan pembelajaran matematika yang
tidak hanya dimaksudkan untuk menguasai materi matematika sebagai ilmu semata,
melainkan untuk mencapai tujuan yang lebih ideal, yakni penguasaan akan kecakapan
matematika (mathematical literacy) yang diperlukan untuk memahami dunia disekitarnya
serta untuk keberhasilan dalam kehidupan. Salah satu kecakapan matematika yaitu
menggunakan kemampuan berpikir dan bernalar dalam pemecahan masalah (Permendikbud
Nomor 21, 2016: 10)
Kemampuan berpikir akan mempengaruhi keberhasilan hidup karena terkait dengan
apa yang akan dikerjakan dan apa yang akan menjadi output individu. Tak heran jika

kemampuan berpikir matematika menjadi salah satu tolak ukur tercapainya tujuan
pembelajaran matematika. Peningkatan kemampuan berpikir perlu dilakukan mulai level
terendah yaitu recall (kemampuan bersifat ingatan dan spontanitas), basic (kemampuan
bersifat pemahaman), sampai pada kemampuan berpikir tingkat tinggi (Restu, 2012: 5).

Krulik (1993: 1) menyatakan bahwa kemampuan berpikir tingkat tinggi meliputi
berpikir kritis, penalaran, berpikir reflektif, kemampuan metakognitif dan berpikir kreatif.
Salah satu kemampuan berpikir tingkat tinggi yaitu berpikir reflektif. Fisher (2001: 2-3)
menjelaskan bahwa teori mengenai kemampuan berpikir reflektif dimulai dari pemikiran
John Dewey bahwa berpikir reflektif merupakan pemikiran secara aktif, terus menerus dan
hati-hati dalam suatu keyakinan atau bentuk dugaan dari pengetahuan dengan alasan jelas
yang mendukung dan untuk menuju kesimpulan yang lebih lanjut.
Gurol (2011: 388) mendefinisikan berpikir reflektif sebagai proses kegiatan terarah
dan tepat dimana individu menyadari untuk diikuti, menganalisis, mengevaluasi, memotivasi,
mendapatkan makna yang mendalam, menggunakan strategi pembelajaran yang tepat. Skemp
(1982: 54-55) mengemukakan bahwa berpikir reflektif dapat digambarkan sebagai proses
berpikir yang merespon masalah dengan menggunakan informasi atau data yang berasal dari
dalam diri (internal), dapat menjelaskan apa yang telah dilakukan, memperbaiki kesalahan
yang ditemukan dalam memecahkan masalah, serta mengkomunikasikan ide dengan simbol
bukan dengan gambar atau objek langsung. Berpikir reflektif sangat dibutuhkan dalam
menyelesaikan permasalahan matematika.
Selama ini masih terdapat siswa yang cenderung fokus pada menghafal rumus untuk
menyelesaikan masalah matematika. Menurut Dea Kania (2012: 8), para siswa cenderung
menganggap matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang sulit sebab mereka hanya
terfokus pada hafalan rumus untuk menyelesaikan masalah. Mereka berpikir hanya dengan

menghafalkan rumus bisa menemukan solusi dari permasalahan. Padahal, hal itu belum tentu
bisa terealisasikan. Belajar matematika dengan cara menghafal membuat siswa cepat sekali
melupakan apa yang mereka pelajari dan mengalami kesulitan ketika dihadapkan dengan
permasalahan matematika.
Permasalahan matematika salah satunya dapat disajikan dalam materi bentuk aljabar.
Materi tersebut pertama kali diperkenalkan kepada siswa tingkat sekolah menengah pertama
dan merupakan salah satu materi matematika yang memerlukan keterampilan berpikir.
Aljabar merupakan salah satu cabang penting dari matematika yang sering dianggap sulit dan
abstrak (Hayati, 2013: 398). Salah satu hambatan dalam aljabar adalah menyatakan ekspresi
menggunakan simbol-simbol. Berpikir aljabar merupakan elemen penting dan mendasar dari

kemampuan berpikir matematika dan penalaran. Salah satu cara untuk mengembangkan
kemampuan berpikir siswa adalah dengan mengembangkan kemampuan berpikir aljabar
siswa, dengan membiasakan siswa menyelesaikan soal-soal pemecahan masalah (Prianto,
2014: 2).
Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Lailatun Nisak (2013: 15) dalam
penelitiannya mengenai analisis kemampuan berpikir reflektif siswa dalam memecahkan
masalah berbentuk semantik, figural, dan simbolik pada pokok bahasan fungsi kelas XI IPA
menunjukkan berpikir reflektif siswa adalah tinggi. Immas Metika dkk (2016: 820) dalam
penelitiannya mengenai analisi proses berpikir reflektif siswa dalam memecahkan masalah

matematika non rutin dikelas VII SMP ditinjau dari kemampuan awal menunjukan siswa
menunjukkan siswa dengan kemampuan awal tinggi mencapai semua tahap berpikir reflektif.
Berdasarkan latar belakang di atas maka dianggap perlu mengetahui kemampuan
berpikir reflektif siswa pada materi bentuk aljabar, karena aljabar merupakan salah satu
materi matematika yang memerlukan keterampilan berpikir. Menurut van De Walle (2006: 1)
berpikir aljabar bisa ditemukan diseluruh area matematika dan cukup penting membuat
matematika berguna dengan kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian yang bertujuan untuk mendeskripsi kemampuan berpikir reflektif Siswa
SMA berkemampuan matematika tinggi pada materi bentuk aljabar.

KEMAMPUAN BERPIKIR REFLEKTIF
Surbeck, Han dan Moyer (Noer, 2010: 39) mengutarakan bahwa kemampuan berpikir
reflektif adalah kemampuan mengidentifikasi apa yang sudah diketahui, menerapkan
pengetahuan yang dimiliki dalam situasi yang lain, memodifikasi pemahaman berdasarkan
informasi dan pengalaman-pengalaman baru yang meliputi tiga fase/tingkat seperti berikut
ini.
a. Reacting (berpikir reflektif untuk aksi): bereaksi dengan pemahaman pribadi terhadap
peristiwa, situasi, atau masalah matematis dengan berfokus pada sifat alami situasi.
b. Elaborating (berpikir reflektif untuk evaluasi): melakukan analisis dan klarifikasi
pengalaman individual, serta makna dan informasi-informasi untuk mengevaluasi apa

yang diyakini dengan cara membandingkan reaksi dengan pengalaman yang lain, seperti
mengacu pada suatu prinsip umum maupun suatu teori.
c.

Contemplating (berpikir reflektif untuk inkuiri kritis): mengutamakan pengertian pribadi

yang mendalam. Dalam hal ini fokus terhadap suatu tingkatan pribadi dalam proses-

proses seperti menguraikan, menginformasikan, mempertimbangkan dan merekonstruksi
situasi atau masalah.
Adapun indikator pada setiap fase atau tingkatan kemampuan berpikir reflektif dapat
dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Indikator Fase atau Tingkatan Kemampuan Berpikir Reflektif
Fase/
Tingkatan

Reacting

Indikator
a.

b.
c.
d.

Elaborating

Contemplating

a.
b.
a.
b.
c.
d.

Menyebutkan apa yang ditanyakan.
Menyebutkan apa yang diketahui.
Menyebutkan hubungan antara yang ditanya dengan yang
diketahui.
Mampu menjelaskan apa yang diketahui sudah cukup untuk

menjawab yang ditanyakan
Menjelaskan jawaban pada permasalahan yang pernah didapatkan.
Mengaitkan masalah yang ditanyakan dengan masalah yang pernah
dihadapi.
Menentukan maksud dari permasalahan.
Mendeteksi kesalahan pada jawaban.
Memperbaiki dan menjelaskan jika terjadi kesalahan pada jawaban.
Membuat kesimpulan dengan benar
Diadaptasi dari Nisak (2013: 31-32)

Nisak (2013: 32-33) menyatakan bahwa tingkatan atau fase kemampuan berpikir
reflektif siswa yaitu memiliki kemampuan berpikir kurang reflektif apabila hanya melalui
fase reacting yaitu bisa melakukan pemahaman terhadap masalah yang dihadapi melalui
beberapa indikator di atas. Siswa memiliki kemampuan berpikir cukup reflektif apabila dapat
melalui fase reacting dan comparing yaitu bisa memahami masalah sekaligus menjelaskan
jawaban dari permasalahan yang pernah didapatkan, mengaitkan masalah yang ada dengan
permasalahan lain yang hampir sama dan pernah dihadapi. Siswa memiliki kemampuan
berpikir reflektif apabila dapat melalui fase reacting, elaborating, dan contemplating yaitu
bisa membuat kesimpulan berdasarkan pemahaman terhadap apa yang ditanyakan,
pengaitannya dengan permasalahan yang pernah dihadapi, menentukan maksud dari

permasalahan, dapat memperbaiki dan menjelaskan jika jawaban yang diutarakan salah.
Kemampuan berpikir reflektif siswa dikatakan sangat rendah jika semua hasil
jawaban siswa berada pada kurang reflektif. Kemampuan berpikir reflektif siswa dikatakan
rendah jika jawaban siswa berada pada kurang reflektif dan jawaban yang lain berada pada
cukup reflektif. Kemampuan berpikir reflektif siswa dikatakan sedang jika jawaban siswa
berada pada kurang reflektif dan jawaban lainnya berada pada reflektif. Kemampuan berpikir
reflektif siswa dikatakan sedang jika semua jawaban berada pada cukup reflektif.
Kemampuan berpikir reflektif siswa dikatakan tinggi jika jawaban siswa berada pada cukup

reflektif dan jawaban siswa yang lain berada pada reflektif. Kemampuan berpikir reflektif
siswa dikatakan sangat tinggi jika semua jawaban siswa berada pada reflektif.
ALJABAR
Aljabar merupakan salah satu cabang materi matematika, diindonesia aljabar
diajarkan mulai pada sekolah menengah pertama. Kaput (Walle, 2006:2) menyatakan bahwa
aljabar

“meliputi

melakukan


generalisasi

dan

menampilkan

generalisasi

tersebut

menggunakan bahasa yang semakin formal, dimana generalisasi dimulai dari aritmatika,
situasi pemodelan, geometri dan hampir semua matematika yang ada ditingkat dasar.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan menggunakan pendekatan
kualitatif. Penelitian deskriptif adalah penelitian yang dilakukan untuk menggambarkan
atau menjelaskan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai sifat populasi tertentu,
dengan kata lain peneliti hendak menggambarkan suatu gejala (fenomena), atau sifat
tertentu,

mencari


atau

menerangkan keterkaitan antar variabel (Sanjaya, 2013: 59).

Penelitian ini menggambarkan data kualitatif dan dideskripsikan untuk menghasilkan
gambaran yang mendalam serta terperinci mengenai deskripsi kemampuan berpikir reflektif
siswa SMA berkemampuan matematika tinggi pada materi bentuk aljabar.
Penelitian ini dilaksanakan di SMA Negeri 2 Salatiga pada tahun ajaran 2016/2017.
Penentuan subjek dalam penelitian ini menggunakan purposive sampling yaitu 3 siswa kelas
XI IPA 5 dengan kemampuan matematika tinggi. Alasan memilih ketiga subjek
berkemampuan matematika tinggi yaitu agar ketiga subjek memiliki level kemampuan
matematika yang setara. Adapun pemilihan subjek tersebut dengan pertimbangan tertentu
yaitu, subjek telah mempelajari materi aljabar sejak sekolah menengah pertama dan materi
bentuk aljabar lainnya pada kelas X Sekolah Menengah Atas, memiliki kemampuan
matematika tinggi berdasarkan nilai UAS serta merupakan rekomendasi dari guru yang
mengampu sebagai siswa yang mudah dalam berkomunikasi. Subjek yang terpilih diberi
kode DY untuk subjek 1, QL untuk subjek 2 dan SW untuk subjek 3.
Teknik pengumpulan data pada penelitian ini adalah menggunakan teknik tes tertulis,
wawancara, pengamatan dan dokumentasi. Pada teknik tes tertulis peneliti menggunakan soal
uraian berupa soal aljabar sebanyak 4 butir soal yang kemudian diperkuat dengan melalui
wawancara sehingga dapat dianalisis. Instrumen utama dalam penelitian ini adalah peneliti
sendiri yang dibantu dengan instrumen lainnya yaitu soal tes tertulis, pedoman wawancara
yang disusun sesuai dengan tingkatan serta indikator berpikir reflektif.

Uji validitas instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji validitas
konstruksi yang diperoleh melalui expert judgement atau melalui pendapat para ahli
(Sugiyono, 2010: 125). Teknik analisis data dalam penelitian ini menggunakan model Miles
& Huberman (Sugiyono, 2010: 337) yang memaparkan analisis data kualitatif deskriptif
melalui tiga alur, yaitu reduksi data, penyajian data, penarikan kesimpulan dan verifikasi.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan analisis terhadap hasil tes dan wawancara, diperoleh bahwa kemampuan
berpikir reflektif ketiga subjek yang memiliki kemampuan matematika tinggi pada materi
aljabar berada pada fase atau tingkatan yang berbeda pada setiap butir soal.
Kemampuan Berpikir Reflektif pada Soal Nomor 1
Berdasarkan hasil analisis dari tes tertulis dan wawancara yang dilakukan pada subjek
DY, QL dan SW pada soal nomor satu, ketiga subjek memiliki kemampuan berpikir reflektif
karena melalui ketiga fase atau tingkatan berpikir reflektif yaitu fase reacting, elaborating
dan contemplating. Pada fase reacting ketiga subjek dapat menjelaskan apa yang ditanyakan

pada soal, apa saja yang diketahui pada soal, menyatakan apa yang diketahui pada soal sudah
cukup untuk menjawab yang ditanyakan dan dapat menghubungkan apa yang diketahui
dengan apa yang ditanyakan.
Pada fase elaborating ketiga subjek dapat menjelaskan pernah mendapatkan masalah
yang hampir sama seperti pada soal dan dapat mengaitkan masalah yang dihadapi dahulu
dengan masalah yang sekarang. Adapun hasil tes tertulis subjek DY dan QL dapat dilihat
pada Gambar 1.

Subjek DY

Subjek SW

Gambar 1. Hasil Tes Tertulis Subjek DY dan SW

Selanjutnya pada fase contemplating subjek DY dan SW dapat menjelaskan
jawabannya sekaligus mengecek jawaban, meyakini jawabannya benar dan dapat membuat
kesimpulan dengan benar. Subjek QL dapat menjelaskan jawabannya dan menyadari
kesalahan dalam membuat model matematika dari apa yang ditanyakan dari soal dan dapat
memperbaiki kesalahan, diperkuat dengan membuat kesimpulan dengan benar dari soal.
adapun hasil tes tertulis dan cuplikan wawancara subjek QL dapat dilihat pada Gambar 2.
P
QL
P
QL
P
QL
P
QL

: “menurutmu jawaban yang diungkapkan
apakah sudah benar?”
: “ Sudah”
: “yakin? Apakah sudah teliti?”
: “ yakin, ehh tapi ini salah yang 2x sama 2y
harusnya 2+x trus 2+y”
: “ terus jawaban benarnya seperti apa?”
: “Jawabannya sudah benar Cuma salah
nulis ini aja tadi”
: “bagaimana kesimpulan dari soal
tersebut?”
: “jadi umur ayah dua tahun mendatang
37 dan umur anak dua tahun yang akan
datang 11 tahun”

Subjek QL

Subjek QL

Gambar 2. Hasil Tes Tertulis dan Cuplikan Wawancara Subjek QL
Kemampuan Berpikir Reflektif pada Soal Nomor 2
Pada soal nomor dua, berdasarkan analisis dari tes tertulis dan diperkuat dengan
wawancara yang dilakukan subjek DY, QL dan SW, didapatkan hasil subjek DY dan QL
memiliki kemampuan berpikir reflektif karena melalui ketiga fase atau tingkatan berpikir
reflektif yaitu fase reacting, elaborating dan contemplating. Subjek SW memiliki
kemampuan berpikir kurang reflektif karena hanya melalui fase atau tingkatan berpikir
reflektif reacting.
Pada fase reacting ketiga subjek dapat menjelaskan apa yang ditanyakan pada soal,
apa saja yang diketahui pada soal, menyatakan apa yang diketahui pada soal sudah cukup
untuk menjawab yang ditanyakan dan dapat menghubungkan apa yang diketahui dengan apa
yang ditanyakan. Pada fase elaborating subjek DY dan QL menyatakan pernah mendapatkan
masalah yang hampir sama seperti soal dan dapat mengaitkan masalah yang sekarang dengan
masalah yang dahulu dihadapi. Subjek SW tidak dapat mengaitkan masalah yang dihadapi
dahulu dengan yg sekarang terlihat pada petikan wawancara “kaitannya gak tau, lupa
soalnya.”

Selanjutnya pada fase contemplating subjek DY dapat menjelaskan jawabannya dan
meyakini jawabannya benar serta dapat membuat kesimpulan dengan benar. Subjek QL
menyadari kesalahan ketika menjelaskan jawabannya. Subjek QL menyadari kesalahan saat
mensubstitusikan dan dapat memperbaiki jawabannya sampai pada membuat kesimpulan
secara benar. Adapun hasil hasil tes tertulis dan cuplikan wawancara subjek QL dapat dilihat
pada Gambar 3.
P
: “kurang yakinnya dimana?”
QL : “ kurang yakin saat mensubstitusikan”
P
: “ coba lihat lagi substitusinya”
QL : “iyaa ini harusnya x + y + z
disubstitusikan dulu sama 16 tapi ini
malah dikalikan dengan 21 dan dikalikan 13
P
: “coba diperbaiki kesalahannya”
QL : “jadi harusnya 21 dikali 16 lalu ditambah
13 dan dapat hasilnya 349
P
:“sekarang bagaimana kesimpulan dari soal
tersebut?”
QL : “kesimpulannya nilai bilangan itu berarti 349”

Subjek QL

Subjek QL

Gambar 3. Hasil Tes Tertulis dan Cuplikan Wawancara Subjek QL
Subjek SW tidak meyakini jawabannya benar dan pada saat menjelaskan jawaban
yang didapat subjek juga tidak menyadari kesalahan dari jawabannya tersebut, sehingga tidak
dapat membuat kesimpulan secara benar. Adapun hasil hasil tes tertulis dan cuplikan
wawancara subjek SW dapat dilihat pada Gambar 4.
: “menurutmu jawaban yang diungkapkan
apakah sudah benar?”
SW : “enggak”
P
: “kenapa?”
SW : “gak yakin”
P
: “kalau enggak yakin benar, tau salahnya
dimana?”
SW : “gak tau juga salahnya dimana, bingung”

P

Subjek SW

Subjek SW

Gambar 4. Hasil Tes Tertulis dan Cuplikan Wawancara Subjek SW
Kemampuan Berpikir Reflektif pada Soal Nomor 3
Pada soal nomor tiga, berdasarkan analisis dari tes tertulis dan diperkuat dengan
wawancara yang dilakukan subjek DY, QL dan SW, didapatkan hasil subjek DY memiliki
kemampuan berpikir reflektif karena melalui ketiga fase atau tingkatan berpikir reflektif yaitu
fase reacting, elaborating dan contemplating. Sedangkan subjek QL dan SW memiliki
kemampuan berpikir cukup reflektif
reflektif reacting dan elaborating.

karena hanya melalui fase atau tingkatan berpikir

Pada fase reacting ketiga subjek dapat menjelaskan apa yang ditanyakan pada soal,
apa saja yang diketahui pada soal, menyatakan apa yang diketahui pada soal sudah cukup
untuk menjawab yang ditanyakan dan dapat menghubungkan apa yang diketahui dengan apa
yang ditanyakan. Pada fase elaborating subjek DY, QL, dan SW menyatakan pernah
mendapatkan masalah yang hampir sama seperti soal dan dapat mengaitkan masalah yang
sekarang dengan masalah yang dahulu dihadapi.
Selanjutnya pada fase contemplating subjek DY dapat menjelaskan jawabannya dan
meyakini jawabannya benar serta dapat membuat kesimpulan dengan benar. Subjek QL dan
SW dapat menjelaskan jawabannya tetapi tidak dapat menyadari kesalahan. Subjek QL tidak
menyadari kesalahan hitungan dan subjek SW tidak menyadari variabel x dan y yang
digunakan tertukar.

Subjek QL dan SW tetap meyakini jawaban mereka sudah benar,

sehingga berdampak pada kesimpulan yang mereka buat salah. Adapun hasil hasil tes tertulis
subjek QL dan SW dapat dilihat pada Gambar 5.

Subjek QL

Subjek SW

Gambar 5. Hasil Tes Tertulis Subjek QL dan SW
Kemampuan Berpikir Reflektif pada Soal Nomor 4
Pada soal nomor empat, berdasarkan analisis dari tes tertulis dan diperkuat dengan
wawancara yang dilakukan subjek DY, QL, dan SW, didapatkan hasil subjek DY, SW dan
QL memiliki kemampuan berpikir cukup reflektif karena melalui ketiga fase atau tingkatan
berpikir reflektif yaitu fase reacting dan elaborating.
Pada fase reacting ketiga subjek dapat menjelaskan apa yang ditanyakan pada soal,
apa saja yang diketahui pada soal, menyatakan apa yang diketahui pada soal sudah cukup
untuk menjawab yang ditanyakan dan dapat menghubungkan apa yang diketahui dengan apa
yang ditanyakan. Pada fase elaborating subjek DY, QL, dan SW

menyatakan pernah

mendapatkan masalah yang hampir sama seperti soal dan dapat mengaitkan masalah yang
sekarang dengan masalah yang dahulu dihadapi.

Selanjutnya pada fase contemplating subjek DY dapat menjelaskan jawabannya dan
tidak meyakini jawabannya benar namun tidak menyadari adanya kesalahan perhitungan
sehingga berdampak pada kesimpulan yang salah. Subjek QL dan SW tidak mengerjakan soal
nomor 4, baru sampai membuat model matematika dikarenakan tidak mengerti cara
melanjutkan jawaban dan angkanya dianggap sulit karena berbentuk pecahan. Adapun hasil
hasil tes tertulis dan cuplikan wawancara subjek DY dapat dilihat pada Gambar 6.
P
DY
P
DY
P
DY
P
DY

Subjek DY

: “menurutmu jawaban yang diungkapkan
apakah sudah benar?”
: “ enggak”
: “kenapa enggak?”
: “ gak yakin karena hasilnya koma”
: “kalau gak yakin, salahnya dimana?”
: “ gak tau, kemungkinan salah
perhitungan, tapi sudah diulang berkalikali tetap koma”
: “yaa coba bagaimana kesimpulan dari
soal tersebut yang kamu dapat?”
: “jadi besar sudut C itu 36,9 , sudut A
90,71 dan sudut B 52,39”

Subjek DY

Gambar 6. Hasil Tes Tertulis dan Cuplikan Wawancara Subjek DY
PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil analisis, diperoleh bahwa kemampuan berpikir reflektif subjek DY
pada materi bentuk aljabar adalah tinggi. Hal ini terbukti dari hasil analisis ketiga soal siswa
dikatakan reflektif, karena melalui ketiga fase kemampuan berpikir reflektif yaitu reacting,
elaborating, dan contemplating. Sementara satu soal lainnya siswa dikatakan cukup reflektif

karena hanya melalui dua fase kemampuan berpikir reflektif yaitu reacting, dan elaborating.
Kemampuan berpikir reflektif subjek QL pada materi bentuk aljabar adalah tinggi.
Hal ini terbukti dari hasil analisis dua soal siswa dikatakan memiliki kemampuan berpikir
reflektif, karena melalui ketiga fase kemampuan berpikir reflektif yaitu reacting, elaborating,
dan contemplating. Sementara dua soal lainnya siswa dikatakan cukup reflektif karena hanya
melalui dua fase kemampuan berpikir reflektif yaitu reacting dan elaborating.
Selanjutnya kemampuan berpikir reflektif subjek SW pada materi bentuk aljabar
adalah sedang. Hal ini terbukti dari hasil analisis satu soal siswa dikatakan reflektif, karena
melalui ketiga fase kemampuan berpikir reflektif yaitu reacting, elaborating, dan
contemplating. Dua soal lainnya siswa dikatakan cukup reflektif karena hanya melalui dua

fase kemampuan berpikir reflektif yaitu reacting, dan elaborating. Sementara satu soal siswa

dikatakan kurang reflektif karena hanya melalui satu fase kemampuan berpikir reflektif yaitu
elaborating.

Temuan pada penelitian ini yaitu kemampuan berpikir reflektif siswa pada materi
bentuk aljabar tidak berada pada fase atau tingkatan kemampuan berpikir reflektif yang sama
meskipun berada pada kategori kemampuan matematika yang sama yaitu tinggi dan berada
pada level pendidikan yang sama yaitu kelas XI SMA. Hal ini menujukkan hasil berbeda
dengan penelitian yang sebelumnya dilakukan oleh Immas Metika dkk (2016: 820) dalam
penelitiannya mengenai analisis proses berpikir reflektif siswa dalam memecahkan masalah
matematika non rutin ditinjau dari kemampuan awal siswa, didapatkan hasil siswa dengan
kemampuan awal tinggi memiliki semua tahap berpikir reflektif. Lailatun Nisak (2013: 15)
dalam penelitiannya

mengenai analisis kemampuan berpikir reflektif siswa dalam

memecahkan masalah berbentuk semantik, figural, dan simbolik pada pokok bahasan fungsi
kelas XI IPA juga menunjukkan siswa dengan kemampuan awal matematika tinggi memiliki
kemampuan berpikir reflektif tinggi. Selain itu juga ditemukan tidak ada subjek yang
memiliki kemampuan berpikir reflektif sangat tinggi, karena tidak ada subjek memiliki
kemampuan berpikir reflektif atau melalui semua fase berpikir reflektif yaitu reacting,
elaborating dan contemplanting pada semua butir soal.

PENUTUP
Berdasarkan hasil dan pembahasan dapat disimpulkan yaitu kemampuan berpikir
reflektif siswa berkemampuan matematika tinggi pada materi bentuk aljabar tidak berada
pada fase atau tingkatan kemampuan berpikir reflektif yang sama. Subjek DY dan QL
memiliki kemampuan berpikir reflektif tinggi pada materi bentuk aljabar karena melalui tiga
fase kemampuan berpikir reflektif yaitu reacting, elaborating dan contemplating. Sedangkan
subjek SW memiliki kemampuan berpikir reflektif sedang pada materi bentuk aljabar karena
hanya melalui dua fase kemampuan berpikir reflektif yaitu reacting dan elaborating. Selain
itu juga tidak ada subjek yang memiliki kemampuan berpikir reflektif sangat tinggi.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran kepada guru dan kepada
peneliti lainnya tentang kemampuan berpikir reflektif siswa kelas XI SMA berkemampuan
matematika tinggi pada materi bentuk aljabar. Diharapkan dengan mengetahui tingkatan atau
fase kemampuan berpikir refklektif siswa, guru dan peneliti dapat merancang pembelajaran
yang memunculkan aktivitas–aktivitas untuk meningkatkan kemampuan berpikir reflektif,
hendaknya dihadirkan bukan hanya pada saat pembelajaran matematika yang dilaksanakan
dengan pendekatan khusus, tetapi juga dalam pendekatan yang sifatnya tradisional atau
konvensional yang umumnya digunakan guru di kelas.

Guru perlu menghadirkan situasi-situasi pemecahan masalah yang yang memberikan
peluang untuk meningkatkan kemampuan berpikir reflektif siswa. Siswa juga hendaknya
lebih melatih lagi kemampuan berpikir reflektif dan membiasakan untuk menerapkannya
dalam menyelesaikan masalah sehingga diharapkan mampu meningkatkan prestasi siswa.
Bagi penelitian lain disarankan untuk meneliti kemampuan berpikir reflektif siswa dengan
kemampuan awal matematika sedang atau rendah dan pada materi matematika lainnya yang
membutuhkan kemampuan berpikir reflektif.

DAFTAR PUSTAKA
Dea,Kania. 2012. Penerapan Model Pembelajaran Berbasis Masalah untuk Meningkatkan
Kemampuan Berpikir Reflektif. Skripsi. Bandung: FPMIPA UPI
Fisher, A. 2001. Critical Thinking: An Introduction. Cambridge: Cambridge University Press.
Gurol. A. 2011. Determining the reflective thinking skills of pre-service teachers in learning
teaching process. Energy Education Science and Technology Part B: Social and
Educational Studies 2011 Volume (issue) 3(3): 387-402.
Hayati, L. 2013. Pembelajaran Pendidikan Matematika Realistik Untuk Mengembangkan
Kemampuan Berpikir Aljabar Siswa. Prosiding Seminar nasional matematika dan
pendidikan matematika FMIPA UNY Yogyakarta, 9 November 2013. ISBN: 978-97916353-9.
Krulik, S., Rudnick, J., dan Milou, E. 2003. Teaching Mathematics in Middle School A
Practical Guide. Boston.
Mahmudi, Ali. 2016. Memberdayakan Pembelajaran Matematika Untuk Mengembangkan
Kompetensi Masa Depan. Prosiding Seminar Nasional Matematika Dan Pendidikan
Matematika UNY 2016.
Metika, Immas dkk. 2016. Analisis Proses Berpikir Reflektif Siswa Dalam Memecahkan
Masalah Matematika Non Rutin Di Kelas VIII SMP Islamic International School
Pesantren Sabilil Muttaqien (IIS PSM) Magetan Ditinjau Dari Kemampuan Awal.
Jurnal Elektronik Pembelajaran Matematika ISSN: 2339-1685 Vol. 4, No. 9, hal 812823 November 2016
Nisak, Lailatun. 2013. Analisis Kemampuan Berpikir Reflektif Siswa dalam Memecahkan
Masalah Berbentuk Semantik, Figural, dan Simbolik pada Pokok Bahasan Fungsi
Kelas XI IPA di MAN Nglawak Kertosono Nganjuk. Skripsi. Surabaya: IAIN Sunan
Ampel.
Noer, Sri Hastuti. 2010. Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis, Kreatif, Reflektif (K2R)
Matematis Siswa SMP Melalui Pembelajaran Berbasis Masalah . Disertasi. Bandung:
FPMIPA UPI.
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI nomor 21 Tahun 2016 tentang Standar Isi
Pendidikan Dasar dan Menengah.
Priatno, Agus. 2014. Kajian Materi Aljabar dan Komunikasi Matematis. Indonesia digital
journal of mathematics and education Vol 2 edisi 2014
Rahmy, Zulmaulida. 2012. Pengaruh Pembelajaran Dengan Pendekatan Proses Berpikir
Terhadap Peningkatan Kemampuan Koneksi Dan Berpikir Kritis Matematis Siswa .
Banda aceh

Restu, Widiawati. 2012. Kemampuan Berpikir Reflektif Siswa Dalam Memecahkan Masalah
Matematika Pada Materi Sistem Persamaan Linier Dua Variabel (SPLDV)
Berdasarkan Gender Kelas VIII Di Mts Negeri Tanjunganom. Jurnal universitas
Nusantara PGRI Kediri
Sanjaya, Wina. 2103. Penelitian Pendidikan Jenis, Metode, dan Prosedur . Jakarta: Prenada
Media Group.
Subagya. 2004. Metode Penelitian dalam Teori dan Praktek. Jakarta. Rineka Cipta.
Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D .
Bandung: Alfabeta.
Skemp, R. 1982. The Psycology of Learning Mathenatics. USA. Peguin Books.
The Partnership for 21st Century Skills. 2007. Framework for 21st Century Learning . Dapat
diakses di www.p21.org pada 17 maret 2017.
Walle, John. A. Van. De. 2006. Sekolah Dasar Dan Menengah Matematika Pengembangan
Pengajaran. Jakarta: Erlangga.

Dokumen yang terkait

Analisis komparatif rasio finansial ditinjau dari aturan depkop dengan standar akuntansi Indonesia pada laporan keuanagn tahun 1999 pusat koperasi pegawai

15 355 84

Keanekaragaman Makrofauna Tanah Daerah Pertanian Apel Semi Organik dan Pertanian Apel Non Organik Kecamatan Bumiaji Kota Batu sebagai Bahan Ajar Biologi SMA

26 317 36

FREKWENSI PESAN PEMELIHARAAN KESEHATAN DALAM IKLAN LAYANAN MASYARAKAT Analisis Isi pada Empat Versi ILM Televisi Tanggap Flu Burung Milik Komnas FBPI

10 189 3

SENSUALITAS DALAM FILM HOROR DI INDONESIA(Analisis Isi pada Film Tali Pocong Perawan karya Arie Azis)

33 290 2

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

DOMESTIFIKASI PEREMPUAN DALAM IKLAN Studi Semiotika pada Iklan "Mama Suka", "Mama Lemon", dan "BuKrim"

133 700 21

Representasi Nasionalisme Melalui Karya Fotografi (Analisis Semiotik pada Buku "Ketika Indonesia Dipertanyakan")

53 338 50

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

PENERAPAN MEDIA LITERASI DI KALANGAN JURNALIS KAMPUS (Studi pada Jurnalis Unit Aktivitas Pers Kampus Mahasiswa (UKPM) Kavling 10, Koran Bestari, dan Unit Kegitan Pers Mahasiswa (UKPM) Civitas)

105 442 24

DAMPAK INVESTASI ASET TEKNOLOGI INFORMASI TERHADAP INOVASI DENGAN LINGKUNGAN INDUSTRI SEBAGAI VARIABEL PEMODERASI (Studi Empiris pada perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) Tahun 2006-2012)

12 142 22