Sistem Akuntansi Pemerintah Daerah (1)
Sistem Akuntansi Pemerintah Daerah
SISTEM AKUNTANSI PEMERINTAH DAERAH
Dengan bergulirnya UU Nomor 22 Tahun 1999 tentang
Pemerintahan ,Daerah dan UU Nomor 25 Tahun 1999 tentang
Perimbangan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah, dan aturan
pelaksanaannya khususnya PP Nomor 105 Tahun 2000 tentang
Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah maka terhitung
tahun anggaran 2001, telah terjadi pembaharuan di dalam manajemen
keuangan daerah. Dengan adanya otonomi ini, daerah diberikan
kewenangan yang luas untuk mengurus rumah tangganya sendiri dengan
sesedikit mungkin campur tangan pemerintah pusat. Pemerintah daerah
mempunyai hak dan kewenangan yang luas untuk menggunakan sumbersumber keuangan yang dimilikinya sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi
masyarakat yang berkembang di daerah.
Namun demikian, dengan kewenangan yang luas tersebut,
tidaklah berarti bahwa pemerintah daerah dapat menggunakan sumbersumber keuangan yang dimilikinya sekehendaknya, tanpa arah dan tujuan
yang jelas. Hak dan kewenangan yang luas yang diberikan kepada daerah,
pada hakikatnya merupakan amanah yang harus dipertanggungjawabkan
secara akuntabel dan transparan, baik kepada masyarakat di daerah
maupun kepada Pemerintah pusat yang telah membagikan dana
perimbangan kepada seluruh daerah di Indonesia,
Pembaharuan manajemen keuangan daerah di era otonomi
daerah ini, ditandai dengan pcrubahan yang sangat mendasar, mulai dari
sistem
penganggarannya,
perbendaharaan
sampai
kepada
pertanggungjawaban laporan keuangannya. Sehelum bergulirnya otonomi
daerah, pertanggungjawaban laporan keuangan daerah yang harus
disiapkan oleh Pemerintah Daerah hanya herupa Laporan Perhitungan
Anggaran
dan
Nota
Perhitungan
dan
sistem yang digunakan
untuk menghasilkan
laporan
tersebut
adalah
MAKUDA
(Manual
Administrasi Keuangan Daerah) yang diberlakukan sejak tahun 1981.
Penerapan otonomi daerah seutuhnya membawa konsekuensi
logis
berupa
pelaksanaan
penyelenggaraan
pemerintahan
dan
pembangunan berdasarkan manajemen keuangan yang sehat. Sesuai
dengan Peraturan Pemerintah Nomor 105 Tahun 2001, pernerintah daerah
memiliki kewenangan untuk menetapkan sistem dan prosedur
pengelolaan keuangan daerah dalam bentuk Peraturan Daerah. Sistem
tersebut sangat diperlukan dalam memenuhi kewajiban pemerintah
daerah dalarn membuat laporan pertanggungjawaban kuangan daerah
yang bersangkutan. Dengan bergulirnya otonomi daerah, laporan
pertanggungjawaban keuangan yang harus dibuat oleh Kepala Daerah
adalah berupa Laporan Perhitungan Anggaran, Nota Perhitungan, Laporan
Arus Kas dan Neraca Daerah. Kewajiban untuk menyampaikan laporan
keuangan daerah ini diberlakukan sejak 1 Januari 2001, sampai pada
akhirnya saat ini pemerintah sudah mempunyai standar akuntansi
pemerintahan yang dapat digunakan sebagai acuan bagi pernerintah
daerah di dalam membangun sistem akuntansi keuangan daerahnya,
yang tertuang dalam Peraturan Pemerintahan Nomor 24 Tahun 2005.
Pengertian Sistem Akuntansi
Pemerintah Daerah perlu menjalankan sistem akuntansi yang baik
untuk mendukung pelaksanaan pemerintahannya. Pengertian Sistem
akuntansi pemerintahan adalah serangkaian prosedur manual maupun
yang terkomputerisasi mulai dari pengumpulan data, pencatatan,
pengikhtisaran, hingga pelaporan posisi keuangan (neraca) dan operasi
keuangan pemerintah (LRA).
Sistem Akuntansi Pemerintah Daerah
Sistem Akuntansi Pemerintah Daerah (SAPD) dapat dikelompokkan ke
dalam dua sub sistem pokok berikut :
1. Sistem Akuntansi SKPD (SA-SKPD)
SKPD merupaka entitas akuntansi yang berkewajiban menyusun laporan
keuangan dan menyampaikannya kepada kepala daerah melalui PPKD.
2. Sistem Akuntansi PPKD (SA-PPKD)
SA-PPKD terbagi kedalam dua subsistem yang terintegrasi, yaitu:
a. SA-PPKD sebagai pengguna anggaran (entitas akuntansi) yang akan
menghasilkan laporan keuangan PPKD yang terdiri dari LRA PPKD, Neraca
PPKD, dan CaLK PPKD.
b. SA-Konsolidator sebagai wakil pemda (entitas pelaporan) yang akan
mencatat transaksi resiprokal antara SKPD dan PPKD (selaku BUD) dan
melakukan proses konsolidasi lapkeu (lapkeu dari seluruh SKPD dan PPKD
menjadi lapkeu pemda yang terdiri dari Laporan Realisai APBD (LRA),
Neraca Pemda, LAK, dan CaLK Pemda).
Proses Akuntansi
Proses akuntansi adalah serangkaian kegiatan akuntansi mulai dari
penjurnalan transaksi (berdasarkan bukti transaksi), posting ke buku
besar, penyusunan neraca saldo, jurnal penyesuaian, hingga penyusunan
laporan keuangan, dilanjutkan dengan jurnal penutup dan akhirnya
penyusunan neraca saldo setelah tutup buku. Proses akuntansi
pemerintahan diselenggarakan seiring dengan pelaksanaan anggaran.
Sistem Pembukuan Berpasangan
Persamaan akuntansi pemerintahan:
Asset = kewajiban + ekuitas dana
Asset = hak kreditor + hak residual pemerintah
Kebijakan Akuntansi
Kebijakan akuntansi adalah prinsip-prinsip, dasar-dasar, konvensikonvensi, aturan-aturan, dan praktik-praktik spesifik yang dipilih oleh
suatu entitas pelaporan dalam penyusunan dan penyajian laporan
keuangan.
Kebiajakan akuntansi pemda dimaksudkan sebagai pedoman teknis
akuntansi tambahan yang bersifat yang mengacu kepada SAP dan
ketentuan perundang-undangan mengenai keuangan daerah. Kebiajakan
akuntansi tersebut ditetapkan dengan peraturan kepala daerah dengan
berpedoman kepada SAP dan peraturan daerah tentang pokok-pokok
pengelolaan keuangan daerah.
Bagan Akun
Bagan akun berisi nama dan kode akun yang akan digunakan untuk
mencatat dan mengklasifikasikan setiap jenis transaksi yang serupa
secara detil. Nama dan kode akun dapat dikembangkan dari
struktur/format laporan keuangan yang ingin dihasilkan oleh pemda
sesuai dengan SAP.
PEMBAHARUAN DALAM SISTEM AKUNTANSI KEUANGAN DAERAH
Neraca dan laporan arus kas merupakan bentuk laporan yang baru
pemerintah daerah dan untuk dapat menyusunnya diperlukan adanya
standar akuntansi. Sistem akuntansi keuangan pemerintahan yang
diterapkan sejak bangsa ini merdeka 59 tahun yang lalu didasarkan
Undang-Undang Perbendaharaan Indonesia (ICW) Staatblads 1928, yang
memang tidak diarahkan atau ditujukan untuk menghasilkan laporan
neraca dan laporan arus kas.
Dengan adanya reformasi atau pembaharuan di dalam sistem
pertangungjawaban keuangan daerah, sistem lama yang digunakan oleh
Pemda baik pernerintah provinsi maupun pemerintah kabupaten/kota
yaitu Manual Administrasi Keuangan Daerah (MAKUDA) yang diterapkan
sejak 1981 tidak dapat lagi mendukung kebutuhan Pemda untuk
menghasilkan laporan keuangan dalam bentuk neraca dan laporan arus
kas. Untuk dapat menghasilkan laporan keuangan tersebut diperlukan
suatu sistem akuntansi keuangan daerah yang didasarkan atas standar
akuntansi pemerintahan.
Sistem yang lama (MAKUDA) dertgan ciri-ciri antara lain Single
Entry(pembukuan tunggal),Incremental Budgeting (penganggaran secara
tradisional) yang:
a. Tidak mampu memherikan informasi mengenai kekayaan yang dimiliki
oleh daerah. atau dengan kata lain tidak dapat memberikan laporan
neraca.
b. Tidak mampu memberikan informasi mengenai laporan aliran kas sehingga manajemen atau publik tidak dapat mengetahui faktor apa saja
yang menyebabkan adanya kenaikan atau penurunan kas daerah.
c. Sistem yang lama (MAKUDA) ini juga tidak dapat membantu daerah
untuk menyusun laporan pertanggungjawaban pelaksanaan APBD berbasis kiner‘ja sesuai tuntutan masyarakat
d. Tidak mampu memherikan informasi mengenai kekayaan yang dimiliki
oleh daerah, atau dengan kata lain tidak dapat memberikan laporan
neraca.
Pembaharuan di dalam manajemen keuangan daerah sebagaimana yang
dikehendaki ketentuan perundang-undangan yang ada telah direspons
oleh pemerintah pusat dan Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) sebagai asosiasi
profesi yaitu dengan dihentuknya “Kornite Standar Akuntansi Pemerintah
Pusat dan Daerah”. Komite ini bertugas untuk merumuskan dan
mengembangkan konsep Standar Akuntansi Pemerintah Pusat dan
Daerah, yang keanggotaannya terdiri dari kalangan birokrasi (Departemen
Keuangan, Departemen Dalam Negeri dan BPKP), IAI dan kalangan
akademisi.
Dengan adanya Komite Standar Akuntansi Pemerintah Pusat clan Daerah,
isu mcngenai siapa yang berkewenangan untuk menetapkan standar
akuntansi pernerintah pusat dan pemerintah daerah sudah dapat
terpecahkan. Berdasarkan UU Nomor 1 tahun 2004, pemberlakuan
Standar Akuntansi Pemerintahan yang dihasilkan oleh Komite Standar
setelah meminta pertimbangan BPK ditetapkan dengan Peraturan
Petnerintah. Standar akuntansi pemerintahan yang dihasilkan oleh Komite
ini diharapkan dapat memayungi praktek-praktek akuntansi yang telah
diterapkan oleh Pemerintah Daerah saat ini dan untuk masa yang akan
datang.
AKUNTANSI PEMERINTAH DAERAH
Pengembangan akuntansi di tingkat pemerintah daeral telah dilakukan
melalui Sistem Akuntansi dan Pengendalian Anggaran (SAPA) sejak tahun
1986. Perubahan penting yang secara koinsidental terjadi adalah
reformasi di bidang keuangan negara. Setelah selama bertahun-tahun
Indonesia menggunakan UU di bidang perbendaharaan negara yang
terbentuk semenjak zaman kolonial maka pada abad 21 ini telah
ditetapkan tiga paket perundang-undangan di bidang keuangan negara
yang menjadi landasan hukum reformasi di bidang keuangan negara,
yaitu Undang-Undang No. 17 Tahun 2004 tentang Keuangan Negara,
Undang-Undang No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, dan
Undang-Undang No. 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Tanggung Jawab
dan Pengelolaan Keuangan Negara.
Arti penting akuntabilitas dalam good governance ini tampaknya sangat
disadari sebagaimana terlihat dari aturan vang dituangkan dalam
peraturan
pemerintah
tersebut
di
atas.Penyajian
laporan
pertanggungjawaban keuangan antara lain hcrisikan Ncraca, Laporan
Perhitungan Anggaranaran dan Laporan Arus Kas
Permasalahan di atas sebenarnya bukan politis, sebagian besar adalah
berasal dari permasalahan teoritis, sistem dan prosedur akuntansi dan
pelaporan pertanggungjawaban keuangan daerah. Masalah teoritis,
sistem dan prosedur ini muncul sebagai konsekuensi logis dari implikasi
progresivitas pembaharuan yang dituntut oleh masyarakat. Pembaruanpembaruan tersebut, pada dasarnya menyangkut hal-hal sebagai berikut:
1. Pembaruan anggaran, melalui perubahan struktur anggaran, proses penyusunananggaran,
perubahan
format
clan
administrasi
pelaksanaannya, serta
penerapan standar akuntansi;
2. Pembaruan pendanaan melalui perubahan kewenangan daerah dalam
memanfaatkan dana, prinsip pengelolaan kas, cadangan, penggunaan
dana pinjaman, dan pembelanjaan defisit, dan
3. Penyederhanaan prosedur, baik dalam penyusunan anggaran, pelaksanaan, maupun dalam perhitungannya.
Kata kunci dari seluruh pembaharuan di atas adalah Kinerja. Dan ini
memang secara khusus ditegaskan dalam pasal Peraturan Pemerintah
yang mengatur bahwa APBD disusun berdasarkan kinerja yang tolok
ukurnya perlu dikembangkan sehingga dapat dievaluasi atau diukur.
Perangkat perundang-undangan otonomi daerah sesungguhnya sudah
pula melengkapi manajemen pemerintahan daerah dengan Peraturan
Pemerintah
Nomor
108
Tahun
2000
tentang
Tata
Cara
Pertanggungjawaban
Kepala
Daerah.
Peraturan
Pemerintah
ini
menyebutkan bahwa Pertanggungjawaban Kepala Daerah dinilai
berdasarkan tolok ukur Rencana Strategis. Setiap daerah wajib
menetapkan Rencana Strategis dalam jangka 1 (satu) bulan setelah
Kepala Daerah dilantik. Rencana strategis ini beserta dokumen perencanaan daerah lainnya memerlukan pengesahan oleh DPRD.
KEBIJAKAN UMUM AKUNTANSI KEUANGAN PEMERINTAH
Terdapat tiga tujuan dari pelaporan keuangan pemerintah yaitu
akuntabilitas, manajerial, clan transparansi. Akuntabilitas diartikan
sebagai upaya untuk mempertanggungjawabkan pengelolaan sumber
daya serta pelaksanaan
kebijakan yang dipercayakan kepada unit organisasi pemerintah dalam
rangka pencapaian tu_juan yang telah ditetapkan melalui laporan
keuangan pemerintah secara periodik. Manajerial berarti menyediakan
informasi keuangan yang berguna untuk perencanaan dan pengelolaan
keuangan pemerintah serta memudahkan pengendalian yang efektif atas
seluruh aset, utang, dan ekuitas dana. Sedangkan transparansi dalam
pelaporan keuangan bertujuan untuk menyediakan informasi keuangan
yang
terbuka
bagi
masyarakat
dalam
rangka
mewujudkan
penyelenggaraan pemerintahan yang baik.
Laporan keuangan pemerintah yang selanjutnya disebut sebagai laporan
pertanggungjawaban merupakan hasil proses akuntansi atas transaksitransaksi keuangan pemerintah. Laporan pertanggungjawaban untuk
tujuan umum, terdiri dari laporan perhitungan anggaran, neraca, laporan
arus kas dan nota perhitungan anggaran. Tidak tertutup kemungkinan
laporan keuangan dapat dikembangkan untuk tujuan khusus.
ASAS AKUNTANSI KEUANGAN PEMERINTAH
1. Dasar Kas
Pendapatan diakui pada saat dibukukan pada Kas Umum Negara/Daerah
dan belanja diakui pada saat dikeluarkan dari Kas Umurn Negara/Daerah.
1. Asas Universalitas
Semua pengeluaran harus tercermin dalam anggaran. Hal ini berarti
bahwa anggaran belanja merupakan batas komitmen tertinggi yang bisa
dilakukan oleh pemerintah daerah untuk dapat membebani APBD.
3. Asas Bruto
Tidak ada kompensasi antara penerimaan dan pengeluaran. Misalnya
Pendapatan Daerah memperoleh pendapatan dan untuk memperolehnya
diperlukan belanja, maka pelaporannya harus gross income artinya
pendapatan dilaporkan sebesar nilai pendapatan yang diperoleh, dan
belanja dibukukan pada pos belanja yang bersangkutan sebesar belanja
yang dikeluarkan.
4. Dana Umum
Dana Umum adalah suatu entitas fiskal dan akuntansi yang
mempertanggungjawabkan keseluruhan penerimaan dan pengeluaran
negara termasuk aset, utang, dan ekuitas dana. Dana Umum yang
dimaksud adalah Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara/Daerah. Dana
yang
digunakan
untuk
membiayai
kegiatan
tertentu
dipertanggungjawabkan secara khusus yang merupakan bagian tak
terpisahkan dari Dana Umum.
ENTITAS
Untuk memastikan prosedur penuntasan akuntabilitas (accountability
discharge), perlu ditetapkan entitas untuk menunjukkan entitas akuntansi
yang menjadi pusat-pusat pertanggungjawaban keuangan pemerintah.
Entitas pelaporan keuangan mengacu pada konsep bahwa setiap pusat
pertanggungjawaban harus bertanggung jawab atas pelaksanaan tugasnya sesuai dengan peraturan.
Penetapan Dinas sebagai entitas akuntansi pemerintah daerah didasarkan
pada pengertian bahwa pengukuran kinerja akan lebih tepat jika dilakukan
atas suatu fungsi. Dalam struktur pemerintah daerah, dinas merupakan
suatu unit kerja yang paling mcndekati gambaran suatu fungsi
pemerintah daerah.
KODE REKENING
Akuntansi keuangan pemerintah meliputi semua kegiatan yang
meliputi pengumpulan data, pengklasifikasian, pembukuan dan pelaporan
keuangan pemcrintah. Kode perkiraan seragam dan konsisten mutlak
diperlukan sehingga mempermudah dalam penyusunan laporan keuangan
konsolidasi di tingkat daerah maupun di tingkat pusat. Mengingat bahwa
Indonesia merupakan negara kesatuan berarti bahwa daerah merupakan
bagian yang tak terpisahkan dari negara kesatuan Republik Indonesia,
maka dalam era otononipun tetap diperlukan informasi keuangan per
wilayah ataupun secara nasional untuk analisis fiskal maupun ekonomi
makro. Konsekuensi dari tuntutan kebutuhan tersebut adalah
diperlukannya harmonisasi praktek akuntansi antara pemerintah pusat
dan daerah. Hal ini diatur melalui bagan perkiraan standar yang menjadi
acuan bagi pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam
mengembangkan sistem akuniansinya.
Di samping untuk memfasilitasi pengkonsolidasian kinerja keuangan
pemerintah daerah atau pemerintah pusat, klasifikasi perkiraan dan
pengkodeannya juga diperlukan untuk menyelaraskan akuntansi
keuangan pemerintah dengan sistem statistik keuangan Internasional,
sebagaimana
diusulkan
oleh International
Monetary
Fund dalam
konsepGovernment Finance Statistk (GFS). Satu hal yang mendasar dari
klasifikasi menurut GFS adalah bahwa klasifikasi tersebut harus dapat
mengakomodasi pengukuran kinerja pemerintah.
Untuk memenuhi kebutuhan tersebut maka klasifikasi perkiraan selan
berdasarkan sistem anggaran lama, yaitu per mata anggaran penerimaar
(MAP), mata anggaran pengeluaran (MAK), maka seluruh aktivitas
keuangan pemerintah daerah harus dapat dirinci berdasarkan organisasi,
fungsi dan klasifikasi ekonomi.
Sumber: http://pecanducoffee.blogspot.com/2013/07/sistem-akuntansipemerintah-daerah.html
SISTEM AKUNTANSI PEMERINTAH DAERAH
Dengan bergulirnya UU Nomor 22 Tahun 1999 tentang
Pemerintahan ,Daerah dan UU Nomor 25 Tahun 1999 tentang
Perimbangan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah, dan aturan
pelaksanaannya khususnya PP Nomor 105 Tahun 2000 tentang
Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah maka terhitung
tahun anggaran 2001, telah terjadi pembaharuan di dalam manajemen
keuangan daerah. Dengan adanya otonomi ini, daerah diberikan
kewenangan yang luas untuk mengurus rumah tangganya sendiri dengan
sesedikit mungkin campur tangan pemerintah pusat. Pemerintah daerah
mempunyai hak dan kewenangan yang luas untuk menggunakan sumbersumber keuangan yang dimilikinya sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi
masyarakat yang berkembang di daerah.
Namun demikian, dengan kewenangan yang luas tersebut,
tidaklah berarti bahwa pemerintah daerah dapat menggunakan sumbersumber keuangan yang dimilikinya sekehendaknya, tanpa arah dan tujuan
yang jelas. Hak dan kewenangan yang luas yang diberikan kepada daerah,
pada hakikatnya merupakan amanah yang harus dipertanggungjawabkan
secara akuntabel dan transparan, baik kepada masyarakat di daerah
maupun kepada Pemerintah pusat yang telah membagikan dana
perimbangan kepada seluruh daerah di Indonesia,
Pembaharuan manajemen keuangan daerah di era otonomi
daerah ini, ditandai dengan pcrubahan yang sangat mendasar, mulai dari
sistem
penganggarannya,
perbendaharaan
sampai
kepada
pertanggungjawaban laporan keuangannya. Sehelum bergulirnya otonomi
daerah, pertanggungjawaban laporan keuangan daerah yang harus
disiapkan oleh Pemerintah Daerah hanya herupa Laporan Perhitungan
Anggaran
dan
Nota
Perhitungan
dan
sistem yang digunakan
untuk menghasilkan
laporan
tersebut
adalah
MAKUDA
(Manual
Administrasi Keuangan Daerah) yang diberlakukan sejak tahun 1981.
Penerapan otonomi daerah seutuhnya membawa konsekuensi
logis
berupa
pelaksanaan
penyelenggaraan
pemerintahan
dan
pembangunan berdasarkan manajemen keuangan yang sehat. Sesuai
dengan Peraturan Pemerintah Nomor 105 Tahun 2001, pernerintah daerah
memiliki kewenangan untuk menetapkan sistem dan prosedur
pengelolaan keuangan daerah dalam bentuk Peraturan Daerah. Sistem
tersebut sangat diperlukan dalam memenuhi kewajiban pemerintah
daerah dalarn membuat laporan pertanggungjawaban kuangan daerah
yang bersangkutan. Dengan bergulirnya otonomi daerah, laporan
pertanggungjawaban keuangan yang harus dibuat oleh Kepala Daerah
adalah berupa Laporan Perhitungan Anggaran, Nota Perhitungan, Laporan
Arus Kas dan Neraca Daerah. Kewajiban untuk menyampaikan laporan
keuangan daerah ini diberlakukan sejak 1 Januari 2001, sampai pada
akhirnya saat ini pemerintah sudah mempunyai standar akuntansi
pemerintahan yang dapat digunakan sebagai acuan bagi pernerintah
daerah di dalam membangun sistem akuntansi keuangan daerahnya,
yang tertuang dalam Peraturan Pemerintahan Nomor 24 Tahun 2005.
Pengertian Sistem Akuntansi
Pemerintah Daerah perlu menjalankan sistem akuntansi yang baik
untuk mendukung pelaksanaan pemerintahannya. Pengertian Sistem
akuntansi pemerintahan adalah serangkaian prosedur manual maupun
yang terkomputerisasi mulai dari pengumpulan data, pencatatan,
pengikhtisaran, hingga pelaporan posisi keuangan (neraca) dan operasi
keuangan pemerintah (LRA).
Sistem Akuntansi Pemerintah Daerah
Sistem Akuntansi Pemerintah Daerah (SAPD) dapat dikelompokkan ke
dalam dua sub sistem pokok berikut :
1. Sistem Akuntansi SKPD (SA-SKPD)
SKPD merupaka entitas akuntansi yang berkewajiban menyusun laporan
keuangan dan menyampaikannya kepada kepala daerah melalui PPKD.
2. Sistem Akuntansi PPKD (SA-PPKD)
SA-PPKD terbagi kedalam dua subsistem yang terintegrasi, yaitu:
a. SA-PPKD sebagai pengguna anggaran (entitas akuntansi) yang akan
menghasilkan laporan keuangan PPKD yang terdiri dari LRA PPKD, Neraca
PPKD, dan CaLK PPKD.
b. SA-Konsolidator sebagai wakil pemda (entitas pelaporan) yang akan
mencatat transaksi resiprokal antara SKPD dan PPKD (selaku BUD) dan
melakukan proses konsolidasi lapkeu (lapkeu dari seluruh SKPD dan PPKD
menjadi lapkeu pemda yang terdiri dari Laporan Realisai APBD (LRA),
Neraca Pemda, LAK, dan CaLK Pemda).
Proses Akuntansi
Proses akuntansi adalah serangkaian kegiatan akuntansi mulai dari
penjurnalan transaksi (berdasarkan bukti transaksi), posting ke buku
besar, penyusunan neraca saldo, jurnal penyesuaian, hingga penyusunan
laporan keuangan, dilanjutkan dengan jurnal penutup dan akhirnya
penyusunan neraca saldo setelah tutup buku. Proses akuntansi
pemerintahan diselenggarakan seiring dengan pelaksanaan anggaran.
Sistem Pembukuan Berpasangan
Persamaan akuntansi pemerintahan:
Asset = kewajiban + ekuitas dana
Asset = hak kreditor + hak residual pemerintah
Kebijakan Akuntansi
Kebijakan akuntansi adalah prinsip-prinsip, dasar-dasar, konvensikonvensi, aturan-aturan, dan praktik-praktik spesifik yang dipilih oleh
suatu entitas pelaporan dalam penyusunan dan penyajian laporan
keuangan.
Kebiajakan akuntansi pemda dimaksudkan sebagai pedoman teknis
akuntansi tambahan yang bersifat yang mengacu kepada SAP dan
ketentuan perundang-undangan mengenai keuangan daerah. Kebiajakan
akuntansi tersebut ditetapkan dengan peraturan kepala daerah dengan
berpedoman kepada SAP dan peraturan daerah tentang pokok-pokok
pengelolaan keuangan daerah.
Bagan Akun
Bagan akun berisi nama dan kode akun yang akan digunakan untuk
mencatat dan mengklasifikasikan setiap jenis transaksi yang serupa
secara detil. Nama dan kode akun dapat dikembangkan dari
struktur/format laporan keuangan yang ingin dihasilkan oleh pemda
sesuai dengan SAP.
PEMBAHARUAN DALAM SISTEM AKUNTANSI KEUANGAN DAERAH
Neraca dan laporan arus kas merupakan bentuk laporan yang baru
pemerintah daerah dan untuk dapat menyusunnya diperlukan adanya
standar akuntansi. Sistem akuntansi keuangan pemerintahan yang
diterapkan sejak bangsa ini merdeka 59 tahun yang lalu didasarkan
Undang-Undang Perbendaharaan Indonesia (ICW) Staatblads 1928, yang
memang tidak diarahkan atau ditujukan untuk menghasilkan laporan
neraca dan laporan arus kas.
Dengan adanya reformasi atau pembaharuan di dalam sistem
pertangungjawaban keuangan daerah, sistem lama yang digunakan oleh
Pemda baik pernerintah provinsi maupun pemerintah kabupaten/kota
yaitu Manual Administrasi Keuangan Daerah (MAKUDA) yang diterapkan
sejak 1981 tidak dapat lagi mendukung kebutuhan Pemda untuk
menghasilkan laporan keuangan dalam bentuk neraca dan laporan arus
kas. Untuk dapat menghasilkan laporan keuangan tersebut diperlukan
suatu sistem akuntansi keuangan daerah yang didasarkan atas standar
akuntansi pemerintahan.
Sistem yang lama (MAKUDA) dertgan ciri-ciri antara lain Single
Entry(pembukuan tunggal),Incremental Budgeting (penganggaran secara
tradisional) yang:
a. Tidak mampu memherikan informasi mengenai kekayaan yang dimiliki
oleh daerah. atau dengan kata lain tidak dapat memberikan laporan
neraca.
b. Tidak mampu memberikan informasi mengenai laporan aliran kas sehingga manajemen atau publik tidak dapat mengetahui faktor apa saja
yang menyebabkan adanya kenaikan atau penurunan kas daerah.
c. Sistem yang lama (MAKUDA) ini juga tidak dapat membantu daerah
untuk menyusun laporan pertanggungjawaban pelaksanaan APBD berbasis kiner‘ja sesuai tuntutan masyarakat
d. Tidak mampu memherikan informasi mengenai kekayaan yang dimiliki
oleh daerah, atau dengan kata lain tidak dapat memberikan laporan
neraca.
Pembaharuan di dalam manajemen keuangan daerah sebagaimana yang
dikehendaki ketentuan perundang-undangan yang ada telah direspons
oleh pemerintah pusat dan Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) sebagai asosiasi
profesi yaitu dengan dihentuknya “Kornite Standar Akuntansi Pemerintah
Pusat dan Daerah”. Komite ini bertugas untuk merumuskan dan
mengembangkan konsep Standar Akuntansi Pemerintah Pusat dan
Daerah, yang keanggotaannya terdiri dari kalangan birokrasi (Departemen
Keuangan, Departemen Dalam Negeri dan BPKP), IAI dan kalangan
akademisi.
Dengan adanya Komite Standar Akuntansi Pemerintah Pusat clan Daerah,
isu mcngenai siapa yang berkewenangan untuk menetapkan standar
akuntansi pernerintah pusat dan pemerintah daerah sudah dapat
terpecahkan. Berdasarkan UU Nomor 1 tahun 2004, pemberlakuan
Standar Akuntansi Pemerintahan yang dihasilkan oleh Komite Standar
setelah meminta pertimbangan BPK ditetapkan dengan Peraturan
Petnerintah. Standar akuntansi pemerintahan yang dihasilkan oleh Komite
ini diharapkan dapat memayungi praktek-praktek akuntansi yang telah
diterapkan oleh Pemerintah Daerah saat ini dan untuk masa yang akan
datang.
AKUNTANSI PEMERINTAH DAERAH
Pengembangan akuntansi di tingkat pemerintah daeral telah dilakukan
melalui Sistem Akuntansi dan Pengendalian Anggaran (SAPA) sejak tahun
1986. Perubahan penting yang secara koinsidental terjadi adalah
reformasi di bidang keuangan negara. Setelah selama bertahun-tahun
Indonesia menggunakan UU di bidang perbendaharaan negara yang
terbentuk semenjak zaman kolonial maka pada abad 21 ini telah
ditetapkan tiga paket perundang-undangan di bidang keuangan negara
yang menjadi landasan hukum reformasi di bidang keuangan negara,
yaitu Undang-Undang No. 17 Tahun 2004 tentang Keuangan Negara,
Undang-Undang No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, dan
Undang-Undang No. 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Tanggung Jawab
dan Pengelolaan Keuangan Negara.
Arti penting akuntabilitas dalam good governance ini tampaknya sangat
disadari sebagaimana terlihat dari aturan vang dituangkan dalam
peraturan
pemerintah
tersebut
di
atas.Penyajian
laporan
pertanggungjawaban keuangan antara lain hcrisikan Ncraca, Laporan
Perhitungan Anggaranaran dan Laporan Arus Kas
Permasalahan di atas sebenarnya bukan politis, sebagian besar adalah
berasal dari permasalahan teoritis, sistem dan prosedur akuntansi dan
pelaporan pertanggungjawaban keuangan daerah. Masalah teoritis,
sistem dan prosedur ini muncul sebagai konsekuensi logis dari implikasi
progresivitas pembaharuan yang dituntut oleh masyarakat. Pembaruanpembaruan tersebut, pada dasarnya menyangkut hal-hal sebagai berikut:
1. Pembaruan anggaran, melalui perubahan struktur anggaran, proses penyusunananggaran,
perubahan
format
clan
administrasi
pelaksanaannya, serta
penerapan standar akuntansi;
2. Pembaruan pendanaan melalui perubahan kewenangan daerah dalam
memanfaatkan dana, prinsip pengelolaan kas, cadangan, penggunaan
dana pinjaman, dan pembelanjaan defisit, dan
3. Penyederhanaan prosedur, baik dalam penyusunan anggaran, pelaksanaan, maupun dalam perhitungannya.
Kata kunci dari seluruh pembaharuan di atas adalah Kinerja. Dan ini
memang secara khusus ditegaskan dalam pasal Peraturan Pemerintah
yang mengatur bahwa APBD disusun berdasarkan kinerja yang tolok
ukurnya perlu dikembangkan sehingga dapat dievaluasi atau diukur.
Perangkat perundang-undangan otonomi daerah sesungguhnya sudah
pula melengkapi manajemen pemerintahan daerah dengan Peraturan
Pemerintah
Nomor
108
Tahun
2000
tentang
Tata
Cara
Pertanggungjawaban
Kepala
Daerah.
Peraturan
Pemerintah
ini
menyebutkan bahwa Pertanggungjawaban Kepala Daerah dinilai
berdasarkan tolok ukur Rencana Strategis. Setiap daerah wajib
menetapkan Rencana Strategis dalam jangka 1 (satu) bulan setelah
Kepala Daerah dilantik. Rencana strategis ini beserta dokumen perencanaan daerah lainnya memerlukan pengesahan oleh DPRD.
KEBIJAKAN UMUM AKUNTANSI KEUANGAN PEMERINTAH
Terdapat tiga tujuan dari pelaporan keuangan pemerintah yaitu
akuntabilitas, manajerial, clan transparansi. Akuntabilitas diartikan
sebagai upaya untuk mempertanggungjawabkan pengelolaan sumber
daya serta pelaksanaan
kebijakan yang dipercayakan kepada unit organisasi pemerintah dalam
rangka pencapaian tu_juan yang telah ditetapkan melalui laporan
keuangan pemerintah secara periodik. Manajerial berarti menyediakan
informasi keuangan yang berguna untuk perencanaan dan pengelolaan
keuangan pemerintah serta memudahkan pengendalian yang efektif atas
seluruh aset, utang, dan ekuitas dana. Sedangkan transparansi dalam
pelaporan keuangan bertujuan untuk menyediakan informasi keuangan
yang
terbuka
bagi
masyarakat
dalam
rangka
mewujudkan
penyelenggaraan pemerintahan yang baik.
Laporan keuangan pemerintah yang selanjutnya disebut sebagai laporan
pertanggungjawaban merupakan hasil proses akuntansi atas transaksitransaksi keuangan pemerintah. Laporan pertanggungjawaban untuk
tujuan umum, terdiri dari laporan perhitungan anggaran, neraca, laporan
arus kas dan nota perhitungan anggaran. Tidak tertutup kemungkinan
laporan keuangan dapat dikembangkan untuk tujuan khusus.
ASAS AKUNTANSI KEUANGAN PEMERINTAH
1. Dasar Kas
Pendapatan diakui pada saat dibukukan pada Kas Umum Negara/Daerah
dan belanja diakui pada saat dikeluarkan dari Kas Umurn Negara/Daerah.
1. Asas Universalitas
Semua pengeluaran harus tercermin dalam anggaran. Hal ini berarti
bahwa anggaran belanja merupakan batas komitmen tertinggi yang bisa
dilakukan oleh pemerintah daerah untuk dapat membebani APBD.
3. Asas Bruto
Tidak ada kompensasi antara penerimaan dan pengeluaran. Misalnya
Pendapatan Daerah memperoleh pendapatan dan untuk memperolehnya
diperlukan belanja, maka pelaporannya harus gross income artinya
pendapatan dilaporkan sebesar nilai pendapatan yang diperoleh, dan
belanja dibukukan pada pos belanja yang bersangkutan sebesar belanja
yang dikeluarkan.
4. Dana Umum
Dana Umum adalah suatu entitas fiskal dan akuntansi yang
mempertanggungjawabkan keseluruhan penerimaan dan pengeluaran
negara termasuk aset, utang, dan ekuitas dana. Dana Umum yang
dimaksud adalah Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara/Daerah. Dana
yang
digunakan
untuk
membiayai
kegiatan
tertentu
dipertanggungjawabkan secara khusus yang merupakan bagian tak
terpisahkan dari Dana Umum.
ENTITAS
Untuk memastikan prosedur penuntasan akuntabilitas (accountability
discharge), perlu ditetapkan entitas untuk menunjukkan entitas akuntansi
yang menjadi pusat-pusat pertanggungjawaban keuangan pemerintah.
Entitas pelaporan keuangan mengacu pada konsep bahwa setiap pusat
pertanggungjawaban harus bertanggung jawab atas pelaksanaan tugasnya sesuai dengan peraturan.
Penetapan Dinas sebagai entitas akuntansi pemerintah daerah didasarkan
pada pengertian bahwa pengukuran kinerja akan lebih tepat jika dilakukan
atas suatu fungsi. Dalam struktur pemerintah daerah, dinas merupakan
suatu unit kerja yang paling mcndekati gambaran suatu fungsi
pemerintah daerah.
KODE REKENING
Akuntansi keuangan pemerintah meliputi semua kegiatan yang
meliputi pengumpulan data, pengklasifikasian, pembukuan dan pelaporan
keuangan pemcrintah. Kode perkiraan seragam dan konsisten mutlak
diperlukan sehingga mempermudah dalam penyusunan laporan keuangan
konsolidasi di tingkat daerah maupun di tingkat pusat. Mengingat bahwa
Indonesia merupakan negara kesatuan berarti bahwa daerah merupakan
bagian yang tak terpisahkan dari negara kesatuan Republik Indonesia,
maka dalam era otononipun tetap diperlukan informasi keuangan per
wilayah ataupun secara nasional untuk analisis fiskal maupun ekonomi
makro. Konsekuensi dari tuntutan kebutuhan tersebut adalah
diperlukannya harmonisasi praktek akuntansi antara pemerintah pusat
dan daerah. Hal ini diatur melalui bagan perkiraan standar yang menjadi
acuan bagi pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam
mengembangkan sistem akuniansinya.
Di samping untuk memfasilitasi pengkonsolidasian kinerja keuangan
pemerintah daerah atau pemerintah pusat, klasifikasi perkiraan dan
pengkodeannya juga diperlukan untuk menyelaraskan akuntansi
keuangan pemerintah dengan sistem statistik keuangan Internasional,
sebagaimana
diusulkan
oleh International
Monetary
Fund dalam
konsepGovernment Finance Statistk (GFS). Satu hal yang mendasar dari
klasifikasi menurut GFS adalah bahwa klasifikasi tersebut harus dapat
mengakomodasi pengukuran kinerja pemerintah.
Untuk memenuhi kebutuhan tersebut maka klasifikasi perkiraan selan
berdasarkan sistem anggaran lama, yaitu per mata anggaran penerimaar
(MAP), mata anggaran pengeluaran (MAK), maka seluruh aktivitas
keuangan pemerintah daerah harus dapat dirinci berdasarkan organisasi,
fungsi dan klasifikasi ekonomi.
Sumber: http://pecanducoffee.blogspot.com/2013/07/sistem-akuntansipemerintah-daerah.html