Dampak Upaya Pemberdayaan Melalui Credit Union Terhadap Perkembangan Kelompok

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian Dampak
Dampak adalah suatu perubahan yang terjadi akibat suatu aktivitas. Aktivitas tersebut
dapat bersifat alamiah, baik sosial, ekonomi, fisik, kimia maupun biologi. Sedangakan
menurut KBBI dampak adalah benturan, pengaruh yang mendatangkan akibat baik positif
maupun negatif. Pengaruh adalah daya yang ada dan timbul dari sesuatu (orang, benda) yang
ikut membentuk watak kepercayaan atau perbuatan seseorang.
Adapun dampak memberikan pengaruh berupa:
1. Dampak Positif yaitu dampak yang berpengaruh positif.
2. Dampak Negatif yaitu dampak yang berpengaruh negatif.
3. Dampak Langsung yaitu dampak yang dirasakan langsung dan berkaitan dengan
dampak positif.
4. Dampak tidak langsung yaitu dampak tidak langsung yang dirasakan dengan adanya
suatu pengaruh.

2.2. Kemiskinan
2.2.1 Pengertian Kemiskinan
Memahami kemiskinan tidak cukup dari satu aspek saja, mengingat kemiskinan itu
multideminsi apabila dilihat dari kondisi kebutuhan manusia yang juga beragam. Kemiskinan
mencakup dimensi kerentanan, ketidakberdayaan, dan ketidakmampuan. Kemiskinan

memiliki berbagai dimensi, yaitu:
1. Ketidakmampuan memenuhi kebutuhan konsumsi dasar (pangan, sandang dan papan)
2. Tidak adanya akses terhadap kebutuhan hidup dasar lainnya (kesehatan, pendidikan,
sanitasi, air bersih dan transportasi)

Universitas Sumatera Utara

3. Tidak adanya jaminan masa depan (karena tiadanya investasi untuk pendidikan dan
keluarga)
4. Kerentanan terhadap goncangan yang bersifat individual maupun massal.
5. Rendahnya kualitas sumber daya manusia dan keterbatasan sumber alam
6. Tidak dilibatkannya dalam kegiatan sosial masyarakat
7. Tidak adanya akses terhadap lapangan kerja dan mata pencaharian yang
berkesinambungan
8. Ketidakmampuan untuk berusaha karena cacat fisik maupun mental
9. Ketidakmampuan dan ketidakberuntungan sosial (Suharto, dkk, 2004)
Aspek-aspek kemiskinan saling berkaitan satu sama lain, baik secara langsung
maupun tidak langsung. Kemiskinan dapat diukur dengan adanya standart kebutuhan hidup
layak dan yang miskin adalah manusianya. Lebih dalam lagi, jika kemiskinan ditinjau dari
sandart kebutuhan hidup yang layak atau pemenuhan kebutuhan pokok, maka kemiskinan

adalah suatu kondisi tidak terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan pokok atau kebutuhankebutuhan dasar yang disebabkan kekurangan barang-barang dan pelayanan-pelayanan yang
dibutuhkan dalam upaya memenuhi sndart hidup yang layak.
Ditinjau dari segi pendapatan, dapat didefinisikan kemiskinan sebagai suatu kondisi
kurangnya pendapatan sebagai modal untuk memenuhi kebutuhan hidup yang pokok.
Apabila ditinjau dari segi kesempatan, maka kemiskinan merupakan dampak dari
ketidaksamaan kesempatan memperoleh dan mengakumulasikan basis-basis kekuatan sosial,
seperti:
a. Keterampilan yang memadai
b. Informasi dan berbagai pengetahuan yang bermanfaat bagi kemajuan hidup
c. Jaringan-jaringan sosial
d. Organisasi-Organisasi sosial dan politik

Universitas Sumatera Utara

e. Sumber-sumber modal yang diperlukan dalam upaya peningkatan pengembangan
kehidupan.
Kemiskinan dalam perspektif ekonomi, didefinisikan sebagai kekurangan sumber
daya yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup dan meningkatkan
kesejahteraan. Sementara Kemiskinan dalam perspektif kesejahteraan sosial mengarah pada
keterbatasan individu atau kelompok dalam mengakses jaringan dan struktur sosial yang

mendukung dalam mendapatkan kesempatan-kesempatan peningkatan produktivitas. Ada 2
faktor yang menjadi penghambat keterbatasan individu untuk mendapatkan kesempatan,
yakni faktor internal dan eksternal. Faktor internal bersumber dari diri individu, disebabkan
karena rendahnya tingkat pendidikan dan adanya hambatan budaya mengakibatkan seseorang
tidak mendapat kesempatan untuk meningkatkan produktivitasnya. Sedangkan Faktor
eksternal berasal dari luar individu, seperti birokrasi atau peraturan-peraturan yang dapat
menghambat seseorang mendapatkan sumber daya.
Sementara Mencher dalam Siagian (2012) mengemukakan, kemiskinan adalah gejala
penurunan kemampuan seseorang atau sekelompok orang atau wilayah sehingga
mempengaruhi daya dukung hidup seseorang atau sekelompok orang tersebut, dimana pada
suatu titik waktu secara nyata mereka tidak mampu mencapai kehidupan yang layak. Dalam
hal ini dipahami bahwa kemiskinan terjadi karena seseorang atau sekelompok orang tidak
lagi mempunyai kemampuan memenuhi kebutuhan hidupnya atau wilayah mengalami
penurunan produksi.
2.2.2. Ciri-ciri Kemiskinan
Adapun ciri-ciri kemiskinan itu yakni:
1. Tidak memiliki faktor produksi, seperti tanah yang luas, modal yang memadai dan
keterampilan yang memadai untuk melakukan suatu aktivitas ekonomi untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya.


Universitas Sumatera Utara

2. Tidak mempunyai kemungkinan atau peluang untuk memperoleh asset produksi
dengan kekuatan sendiri sehingga aktivitas hanya berorientasi pada pemenuhan
konsumsi semata.
3. Tingkat pendidikan pada umumnya rendah, dimana seseorang tidak mempunyai
pengetahuan yang cukup untuk memperoleh kesempatan kerja.
4. Penduduk miskin pada umumnya tergolong kedalam kategori setengah menganggur,
yang disebabkan karena pendidikan dan keterampilan yang rendah membuat mereka
sulit mendapat akses diberbagai sektor formal.
5. Mereka yang datang dari desa ke kota dengan maksud mencari pekerjaan, namun
tidak mempunyai keterampilan atau pendidikan yang memadai dalam berbagai bidang
pekerjaan.
2.2.3. Indikator kemiskinan
Dalam laporan PBB 1 berjudul Report on International Definition and Measurement
of Living, badan dunia tersebut menetapkan 12 jenis komponen yang digunakan sebagai
dasar memperkirakan kebutuhan manusia, meliputi:
1. Kesehatan, termasuk kondisi demografi
2. Makanan dan Gizi
3. Pendidikan, termasuk literacy dan skill

4. Kondisi pekerjaan
5. Situasi kesempatan kerja
6. Konsumsi dan tata hubungan aggregatif
7. Pengangkutan
8. Parumahan, termasuk fasilitas-fasilitas perumahan
9. Sandang
10. Rekreasi dan hiburan

Universitas Sumatera Utara

11. Jaminan sosial
12. Kebebasan manusia
Departemen sosial dalam rangka menetapkan sasaran pelayanan kesejahteraan sosial,
dirumuskan indikator yang merefleksikan tingkat kemiskinan yang ada di masyarakat,
diantaranya:
1. Penghasilan rendah atau berada dibawah garis sangat miskin yang diukur dari tingkat
pengeluaran perorangan perbulan berdasarkan standar BPS per wilayah provinsi dan
kabupaten/kota.
2. Ketergantungan pada bantuan pangan untuk penduduk miskin (seperti zakat/ beras
untuk miskin/ santunan sosial).

3. Keterbatasan kepemilikan pakaian untuk setiap anggota keluarga pertahun (hanya
mampu memiliki satu stel pakaian lengkap perorang pertahun).
4. Tidak mampu membiayai pengobatan jika ada salah satu anggota keluarga yang sakit.
5. Tidak mampu membiayai pendidikan dasar sembilan tahun anak-anaknya.
6. Tidak memiliki harta (asset) yang dapat dimanfaatkan hasilnya atau dijual untuk
membiayai kebutuhan hidup selama tiga bulan atau dua kali batas garis sangat miskin.
7. Ada anggota keluarga yang meninggal dalam usia muda atau kurang dari 40 tahun
akibat tidak mampu mengobati penyakit sejak awal.
8. Ada anggota keluarga usia 15 tahun ke atas yang buta huruf.
9. Tinggal dirumah yang tidak layak huni.
10. Luas rumah kurang dari 4 meter persegi.
11. Kesulitan air bersih.
12. Rumah tidak mempunyai sirkulasi udara.
13. Sanitasi lingkungan yang kumuh atau tidak sehat (Departemen Sosial, 2006)

Universitas Sumatera Utara

2.2.4 Faktor Penyebab Kemiskinan
Secara umum ada dua faktor penyebab kemiskinan, yaitu:
1. Faktor Internal, merupakan faktor yang berasal dari dalam diri individu yang

mengalami

kemiskinan

yang

secara

substansial

adalah

dalam

bentuk

kekurangmampuan, meliputi:
a. Fisik, misalnya cacat, kurang gizi, sakit-sakitan.
b. Intelektual, seperti kurangnya pengetahuan, kebodohan, miskinnya informasi
c. Mental emosional atau tempramental, seperti malas, mudah menyerah dan putus

asa
d. Spiritual, seperti tidak jujur, penipu, serakah, dan tidak disiplin
e. Sosial psikologis, seperti kurang motivasi, kurang percaya diri, depresi, stress,
kurang relasi dan kurang mampu mencari dukungan.
f. Keterampilan, seperti tidak memiliki keahlian yang sesuai dengan tuntutan
lapangan kerja
g. Asset, seperti tidak memiliki stok kekayaan dalam bentuk tanah, rumah, tabungan,
kendaraan dan modal kerja
2. Faktor Eksternal, yaitu faktor yang berasal dari luar diri individu atau keluarga yang
mengalami dan menghadapi kemiskinan itu, sehingga pada suatu titik waktu
menjadikannya miskin, meliputi:
a. Terbatasnya pelayanan sosial dasar
b. Tidak dilindunginya hak atas kepemilikan tanah sebagai asset dan alat memenuhi
kebutuhan hidup
c. Terbatasnya lapangan pekerjaan formal dan kurang terlindunginya usaha-usaha
sektor informal

Universitas Sumatera Utara

d. Kebijakan perbankan terhadap pelayanan kredit mikro dan tingkat bunga yang

tidak mendukung sektor usaha mikro
e. Belum terciptanya sistem ekonomi kerakyatan dengan prioritas sektor riil
masyarakat banyak
f. Sistem mobilisasi dan pendayagunaan dana sosial masyarakat yang belum
optimal, seperti zakat
g. Dampak sosial negatif dari program penyesuaian struktural (srtructural adjusment
program)
h. Budaya yang kurang mendukung kemajuan dan kesejahteraan
i. Kondisi geografis yang sulit, tandus, terpencil atau daerah bencana
j. Pembangunan yang lebih berorientasi fisik material.
k. Pembangunan ekonomi antar daerah yang belum merata
l. Kebijakan publik yang belum berpihak kepada penduduk miskin

2.3. Koperasi Simpan Pinjam/Credit Union
2.3.1 Pengertian Koperasi
Koperasi menurut Undang-Undang Koperasi tahun 1967 No. 12 tentang pokok-pokok
Perkoperasian adalah: organisasi ekonomi rakyat yang berwatak sosial, beranggotakan orangorang atau badan-badan hukum koperasi yang merupakan tata susunan ekonomi sebagai
usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan. Tujuan dari koperasi sendiri adalah
memajukan kesejahteraan khususnya anggota dan masyarakat pada umumnya serta ikut
membangun tatanan perekonomian nasional dalam rangka mewujudkan masyarakat yang

maju, adil dan makmur berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
Koperasi merupakan gerakan ekonomi rakyat yang berperan serta untuk mewujudkan
masyarakat yang maju, adil, makmur dalam tata perekonomian nasional yang disusun sebagai

Universitas Sumatera Utara

usaha bersama atas asas kekeluargaan. Koperasi sebagai badan usaha harus mampu
mengembangkan usaha dan kelembagaan termasuk menciptakan profit, benefit dan efisiensi
serta meningkatkan kesejahteraan anggota. Koperasi sebagai badan usaha berbeda dengan
badan usaha lainnya dan secara spesifik memiliki prinsip-prinsip dan nilai-nilai koperasi,
dimana didalamnya terkandung unsur-unsur moral dan etika. Nilai-nilai yang terkandung
dalam koperasi yaitu menolong diri sendiri dan percaya pada diri sendiri serta kebersamaan
dalam lembaga koperasi. Kekuatan pokok koperasi terletak pada kepercayaan dan
kebersamaan anggota. Oleh karena itu partisipasi dan peran aktif anggota perlu diperkokoh
dan ditumbuh kembangkan. Sifat keanggotaan koperasi adalah sukarela dan terbuka, yang
mana setiap anggota koperasi tidak boleh dipaksakan, anggota koperasi dapat mengundurkan
diri dari keanggotaannya serta sifat terbuka mengandung makna keanggotaan tidak dilakukan
pembatasan dalam bentuk apapun (Sinaga, Pariaman dkk, 2008).
Dalam UU RI No. 25 Tahun 1992 Pasal 16 dinyatakan bahwa, jenis koperasi
didasarkan pada kesamaan kegiatan dan kepentingan ekonomi anggotanya. Dasar untuk

menentukan jenis koperasi adalah kesamaan aktifitas, kepentingan dan kebutuhan ekonomi
anggotanya, seperti Koperasi Konsumsi, Koperasi Kredit (Koperasi Simpan Pinjam),
Koperasi Produksi, Koperasi Jasa dan Koperasi Serba Usaha.
Koperasi berasaskan kekeluargaan dan kegotongroyongan. Dimana asas kekeluargaan
ialah mencerminkan adanya kesadaran dari budi hati nurani manusia untuk bekerja sama
dalam koperasi oleh semua untuk semua, di bawah pimpinan pengurus serta pemilikan dari
pada anggota atas dasar keadilan dan kebenaran serta keberanian berkorban bagi kepentingan
bersama. Sedangkan asas kegotong-royongan berarti bahwa pada koperasi terhadap
keinsyafan dan semangat bekerja sama, rasa bertanggung jawab bersama tanpa memikirkan
diri sendiri melainkan selalu untuk kesejahteraan bersama.

Universitas Sumatera Utara

Untuk mewujudkan pembangunan menuju masyarakat sejahtera sebagaimana tertuang
dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, yaitu tercapainya masyarakat yang adil dan
makmur baik materiil maupun spiritual adalah dengan berkoperasi. Sistem perkoperasin yang
dimaksud adalah koperasi yang mendorong adanya produktifitas setiap anggota koperasi
(Firdaus & Susanto, 2004)
Kegiatan koperasi yang menekankan produktifitas setiap anggota adalah Koperasi
Simpan Pinjam. Dimana ada usaha yang dilakukan yaitu mengumpulkan uang untuk
dijadikan modal koperasi. Modal yang ada dipinjamkan kepada sesama yang menjadi anggota
koperasi dan pinjaman digunakan untuk tujuan produktif dan bermanfaat bagi peminjam.
2.3.2 Koperasi Simpan Pinjam atau Credit Union
Koperasi simpan pinjam adalah koperasi yang bergerak dalam lapangan usaha
pembentukan modal melalui tabungan para anggota secara teratur dan terus-menerus untuk
kemudian dipinjamkan kepada para anggota dengan cara mudah, murah, cepat dan tepat
untuk tujuan produktif dan kesejahteraan. Unit koperasi Simpan Pinjam adalah Credit Union
(Anoraga & Widiyanti, 2007: 23).
Credit Union pertama kali diperkenalkan oleh Friedrich Wilhelm Raiffeisen sebagai
solusi mengatasi masalah kemiskinan yang terjadi akibat revolusi industri di jerman pada
abad 19. CU merupakan sebuah lembaga keuangan yang bergerak dibidang simpan pinjam
dengan tujuan memberdayakan masyarakat (anggotanya) dalam rangka meningkatkan
kesejahteraan. Konsep CU yang kembangkan beliau ialah kaum miskin harus dibantu oleh
sesama kaum miskin juga. Kaum miskin mengumpulkan uang secara bersama-sama untuk
dipinjamkan kepada sesama mereka yang membutuhkan dan pinjaman digunakan untuk
tujuan produktif dan bermanfaat. Pinjaman diberikan atas dasar kepercayaan.
CU berasal dari bahasa Latin “credere” yang artinya percaya dan “union” atau “unus”
berarti kumpulan. Sehingga “Credit Union” memiliki makna kumpulan orang yang saling

Universitas Sumatera Utara

percaya, dalam suatu ikatan pemersatu dan sepakat untuk menabungkan uang mereka
sehingga menciptakan modal bersama untuk dipinjamkan kepada anggota dengan tujuan
produktif dan kesejahteraan.
CU

didirikan

untuk

memberikan

kesempatan

kepada

anggota-anggotanya

memperoleh pimjaman dengan mudah dan dengan bunga yang ringan. Untuk dapat
memberikan pinjaman, Koperasi memerlukan modal. Modal koperasi yang utama adalah
simpanan anggota sendiri. Dari uang simpanan yang dikumpulkan bersama-sama itu
diberikan pinjaman kepada anggota yang perlu dibantu.
Fungsi pinjaman dalam CU adalah sesuai dengan tujuan-tujuan koperasi pada
umumnya, yaitu untuk memperbaiki kehidupan para anggotanya. Dalam memberikan
pelayanan-pelayanan itu pengurus CU selalu berusaha supaya bunga ditetapkan serendah
mungkin agar dirasakan ringan oleh para anggotanya. Selain itu pengurus CU harus
memperhatikan agar pinjaman itu betul-betul digunakan untuk hal-hal yang bermanfaat Ibid,
dalam Anoraga & Widiyanti (2007).
Selain mudah memperoleh pinjaman dengan suku bunga rendah, CU memberikan
pemahaman kepada masyarakat untuk berinvestasi dalam skala kecil. Bagaiman menyimpan
uang dan kemudian menggunakannya untuk keperluan yang bermanfaat. Kehadiran CU juga
dapat menjadi jalan bagi masyarakat untuk mengenal lembaga keuangan yang lebih besar
sehingga mereka punya pemahaman mengenai tabungan dan melakukan pinjaman.
Sebagai lembaga keuangan yang didirikan secara bersama untuk mengubah nasib
anggotanya, CU memegang prinsip bahwa CU dibentuk karena ada sekelompok orang yang
merasa senasib dan menyadari bersama nasib mereka harus diperbaiki. Kebersamaan di CU
diwujudkan dengan menyimpan dan memberikan pinjaman kepada anggota yang paling
memerlukan.

Universitas Sumatera Utara

2.3.3. Anggota Credit Union
Berdasakan Undang-Undang No. 25 Tahun 1992, anggota koperasi begitu juga
dengan CU adalah pemilik dan seklaigus pangguna jasa CU. Sebagai pemilik dan pengguna
jasa CU, anggota berpartisipasi aktif dalam kegiatan CU. Anggota CU adalah setiap warga
negara Indonesia pemilik sekaligus pengguna jasa CU yang mampu melakukan tindakan
hukum atau CU yang memenuhi persyaratan sebagaimana ditetapkan dalam anggaran dasar.
Untuk menjadi anggota CU diwajibkan membayar uang pangkal sebesar Rp. 25.000,
simpanan pokok Rp. 25.000 dan Simpanan Wajib minimal Rp. 20.000. Aturan menyimpan
dilakukan setiap bulan atau sebulan sekali, disesuaikan aturan kelompok CU. Anggota yang
meminjam diberlakukan pinjaman 3 kali saham. Dana uang pangkal dipakai untuk membeli
buku dan gaji untuk pengajar dalam melakukan pendidikan.
Adapun Syarat-syarat untuk menjadi anggota CU adalah:
1. Mampu berpartisipasi aktif dalam CU
2. Memanfaatka pelayanan-pelayanan yang diberikan CU
3. Bersedia menaati peraturan-peraturan CU terutama untuk menabung terus menerus
4. Yang lebih bersifat normatifnya, mempunyai ikatan kepentingan yang sama, seperti
anggota lain
Keanggotaan CU dapat lebih dari satu orang dalam sebuah keluarga, karena
keanggotannya adalah perorangan maka setiap orang dalam sebuah keluarga dapat menjadi
anggota CU. Hendaknya tujuan mereka bukannya untuk mendapatkan pinjaman sebanyak
mungkin. Seseorang yang ingin menjadi anggota CU harus mendapatkan pendidikan tentang
dasar-dasar CU. Dasar dan prinsip CU/ Koperasi yang terpenting adalah:
1. Pengendalian secara demokratis
2. Keanggotaan yang terbuka
3. Bunga terbatas atas modal

Universitas Sumatera Utara

4. Pembagian sisa hasil usaha kepada anggota secara proporsional
5. Pembayaran secara tunai atas transaksi perdagangan
6. Tidak menjual barang palsu
7. Mengadakan pendidikan kepada anggota atas asas koperasi dan perdagangan yang
saling membantu
8. Netral terhadap agama dan politik
2.4. Lembaga Swadaya Masyarakat
LSM adalah bentuk organisasi yang terdiri dari sekelompok orang yang bekerja untuk
memberdayakan sekelompok masyarakat. Lebih dalam lagi, melalui LSM sekelompok
minoritas kreatif menganalisis, merencanakan dan melakukan sesuatu bagi mayoritas
masyarakat pasif (Dominggo, 2004).
Dalam perspektif ilmu kesejahteraan sosial, LSM disebut juga Lembaga
Kesejahteraan Sosial. Dalam Undang-Undang No 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan
Sosial mendefinisikan Lembaga kesejahteraan Sosial sebagai organisasi sosial atau
perkumpulan sosial yang melaksanakan penyelenggaraan kesejahteraan sosial yang dibentuk
oleh masyarakat, baik yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum. Lembaga
kesejahteraan sosial berfungsi sebagai sarana partisipasi masyarakat dalam pembangunan
bangsa dan negara. Sebagai makhluk yang selalu hidup bersama-sama, manusia membentuk
organisasi sosial untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu yang tidak dapat mereka capai
sendiri.
Pemerintah melalui Instruksi Mentri Dalam Negeri Nomor 8 Tahun 1990 tentang
pembinaan Lembaga Swadaya Masyarakat, mendefinisikan LSM sebagai lembaga yang
anggotanya yakni masyarakat warga negara Republik Indonesia yang secara suka rela atau
kehendak sendiri berniat serta bergerak di bidang tertentu yang ditetapkan oleh organisasi/
lembaga sebagai wujud partisipasi masyarakat dalam upaya meningkatkan taraf hidup dan

Universitas Sumatera Utara

kesejahteraan masyarakat yang menitikberatkan kepada pengabdian secara swadaya (Siagian,
2007).

2.5. Pemberdayaan
2.5.1 Pengertian Pemberdayaan
Pemberdayaan selalu dihadapkan dengan fenomena ketidakberdayaan sebagai titik
tolak dari aktivitas pembedayaan. Pemberdayaan masyarakat merupakan upaya yang
dilakukan untuk mengoptimalkan potensi diri agar individu berdaya dan mempunyai
kemampuan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehingga dapat hidup layak dan sejahtera.
Pemberdayaan adalah proses meningkatkan kekuatan pribadi, antarpribadi, atau
politik sehingga individu-individu, keluarga-keluarga, dan komunitas-komunitas dapat
mengambil tindakan-tindakan untuk memperbaiki situasi-situasi mereka (Gutierrez dalam
Fahrudin, 2012).
Menurut (Robbins, Chatterjee, dan Canda dalam Fahrudin, 2012) pemberdayaan
menunjukkan proses

yang dengan itu individu-individu dan kelompok-kelompok

memperoleh kekuatan, akses pada sumber-sumber, dan kontrol atas kehidupan mereka
sendiri. Dalam melakukan itu, mereka memperoleh kemampuan untuk mencapai aspirasiaspirasi dan tujuan-tujuan pribadi dan kolektif mereka yang tertinggi.
Teori pemberdayaan secara tegas memusat pada hambatan-hambatan yang
menghalangi seseorang untuk menjangkau sumber-sumber yang diperlukan untuk
kesejahteraan. Hambatan ini dapat berupa distribusi kekayaan yang timpang akibat
ketidakberdayaan

individu-individu

maupun

kelompok-kelompok

tertekan

dan

termarginalkan. Teori Pemberdayaan menekankan proses pemberdayaan dan juga hasil
dengan memberi akses lebih besar pada sumber-sumber dan kekuatan bagi individu dan
kelompok marginal.

Universitas Sumatera Utara

2.5.2 Proses Pemberdayaan
Proses pemberdayaan pada intinya dilakukan guna membantu klien memperoleh daya
untuk mengambil keputusan dan menentukan tindakan yang akan dilakukan yang terkait
dengan diri mereka termasuk mengurangi efek hambatan pribadi dan sosial dan melakukan
tindakan. Hal ini dilakukan melalui peningkatan kemampuan dan rasa percaya diri untuk
menggunakan daya yang dimiliki, antara lain melalui transfer daya dari lingkungannya Payne
dalam Adi (2003).
DuBois & Miley dalam Fahrudin (2012) menyatakan beberapa unsur yang menandai
proses pemberdayaan:
1. Memusatkan pada kekuatan-kekuatan. Walaupun menyadari adanya masalah dan
kekurangan-kekurangan pada diri individu maupun kelompok, pelaku pemberdayaan
menekankan adanya kekuatan-kekuatan dan kemampuan-kemampuan yang ada pada
mereka untuk dikembangkan lebih lanjut. Menekankan kekuatan dan kemampuan
yang ada pada klien lebih dapat mendorong mereka untuk melakukan perubahan atas
situasinya ketimbang mengemukakan masalah dan kekurangan-kekurangannya.
2. Bekerja secara kolaboratif atau partisipatif. Klien harus terlibat secara integral dalam
proses perubahan, mulai dari merumuskan situasi sampai pada penentuan tujuan,
memilih rangkaian tindakan, dan mengevaluasi hasilnya. Klien dipandang sebagai
kolega, atau bahkan sebagai ahli dan konsultan dalam proses perubahan atas
situasinya.
3. Secara kritis memikirkan tentang pengaturan struktural. Pelaku pemberdayaan perlu
memeriksa secara kritis pengaturan sosiopolitis yang mungkin membatasi akses pada
sumber-sumber dan kesempatan-kesempatan. Pemikiran kritis mempertanyakan
pengaturan struktural yang ada, distribusi kekuatan dan kewenangan, dan akses pada
sumber-sumber dan kesempatan-kesempatan.

Universitas Sumatera Utara

4. Menghubungkan kekuatan pribadi meliputi kemampuan individu untuk mengontrol
kehidupannya

dan

mempengaruhi

lingkungannya.

Kekuatan

politis

adalah

kemampuan untuk mengubah sistem, mendistribusikan kembali sumber-sumber,
membuka

struktur

Berpartisipasi

kesempatan,

dalam

perumusan

dan

mengorganisasi

kebijakan

sosial

kembali

merupakan

masyarakat.
jalan

untuk

melaksanakan kekuatan politik untuk perubahan sosial yang konstruktif.
Pemberdayaan sebagai proses memiliki lima dimensi yaitu:

1. Enabling, yaitu menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi
masyarakat berkembang secara optimal. Pemberdayaan harus mampu membebaskan
masyarakat dari sekat-sekat struktural dan kultural yang menghambat.
2. Empowering adalah penguatan pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki
masyarakat dalam memecahkan masalah dan memenuhi kebutuhan-kebutuhannya.
Pemberdayaan harus mampu menumbuhkembangkan segenap kemampuan dan
kepercayaan diri masyarakat yang menunjang kemandirian.
3. Protecting, yaitu melindungi masyarakat terutama kelompok-kelompok lemah agar
tidak tertindas oleh kelompok-kelompok kuat dan dominan, menghindari persaingan
yang tidak seimbang, mencegah terjadinya eksploitasi kelompok kuat terhadap yang
lemah. Pemberdayaan harus diarahkan pada penghapusan segala jenis diskriminasi
dan dominasi yang tidak menguntungkan masyarakat kecil. Pemberdayaan harus
melindungi kelompok lemah, minoritas dan masyarakat terasing.
4. Supporting, yaitu pemberian bimbingan dan dukungan kepada masyarakat lemah agar
mampu menjalankan peran dan fungsi kehidupannya. Pemberdayaan harus mampu
menyokong masyarakat agar tidak terjatuh ke dalam keadaan dan posisi yang semakin
lemah dan terpinggirkan.

Universitas Sumatera Utara

5. Fostering, yaitu memelihara kondisi kondusif agar tetap terjadi keseimbangan
distribusi kekuasaan antara berbagai kelompok masyarakat. Pemberdayaan harus
mampu menjamin keseimbangan dan keselarasan yang memungkinkan setiap orang
memperoleh kesempatan usaha (Suharto, 2005)
2.5.3 Pendekatan Pemberdayaan
Pemberdayaan dapat dilakukan melalui tiga pendekatan yaitu:
1. Pendekatan Mikro. Pemberdayaan dilakukan terhadap individu maupun kelompok
melalui bimbingan, konseling, risis intervention. Tujuan utamanya adalah
membimbing atau melatih individu dalam menjalankan tugas-tugas kesehariannya.
Model ini sering disebut sebagai pendekatan yang berpusat pada tugas (task centered
approach).
2. Pendetakatan Mezzo. Pemberdayaan dilakukan terhadap kelompok masyarakat,
pemberdayaan dilakukan dengan menggunakan pendekatan kelompok sebagai media
intervensi. Pendidikan, pelatihan, dinamika kelompok biasanya digunakan sebagai
strategi dalam meningkatkan kesadaran, pengetahuan, keterampilan serta sikap-sikap
kelompok agar memiliki kemampuan memecahkan permasalahan yang dihadapi.
3. Pendekatan Makro. Pendekatan ini sering disebut dengan strategi sistem pasar (largesystem strategy), karena sasaran perubahan diarahkan pada sistem lingkungan yang
luas.

Perumusan

kebijakan,

perencanaan

sosial,

kampanye,

aksi

sosial,

pengorganisasian dan pengembangan masyarakat adalah beberapa strategi dalam
pendekatan ini (Suharto, 2005)
2.5.4 Pemberdayaan Masyarakat
Pemberdayaan masyarakat secara sederhana dapat diartikan sebagai suatu proses
mengupayakan masyarakat yang didalamnya terkandung gagasan dan maksud kesadaran
tentang martabat dan harga diri, hak-hak masyarakat mengambil sikap, membuat keputusan

Universitas Sumatera Utara

dan selanjutnya secara aktif melibatkan diri dalam menangani perubahan Bahari dalam
Siagian (2012).
Pemberdayaan masyarakat (Community Development) adalah suatu proses yang
merupakan usaha masyarakat yang diintegrasikan dengan otoritas pemerintah guna
memperbaiki kondisi sosial ekonomi, kultur komunikasi, mengintegrasikan komunitas ke
dalam kehidupan nasional dan mendorong kontribusi yang lebih optimal bagi kemajuan
nasional (Soetomo, 2006).
Permendagri (Peraturan Mentri Dalam Negeri) Republik Indonesia Nomor 7 tahun
2007 pasal 1 ayat 8 tentang kader pemberdayaan masyarakat menyatakan bahwa
pemberdayaan masyarakat adalah suatu strategi yang digunakan dalam pembangunan
masyarakat sebagai upaya untuk mewujudkan kemampuan dan kemandirian dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
2.5.5 Konsep Pemberdayaan
Pemberdayaan sebagai proses mengembangkan, memandirikan, menswadayakan,
memperkuat posisi tawar menawar masyarakat lapisan bawah terhadap kekuatan-kekuatan
penekan disegala bidang dan sektor kehidupan (Sutoro Eko, 2002).
Konsep pemberdayaan dapat dipahami dengan 2

cara pandang, pertama

pemberdayaan dipahami sebagai menempatkan posisi berdiri masyarakat, bukan sebagai
penerima manfaat melainkan berpartisipasi secara mandiri dalam artian tidak lepas tanggung
jawab. Pemberian layanan publik

(Kesehatan, pendidikan, perumahan dan transportasi)

kepada masyarakat merupakan tugas (kewajiban) negara secara given. Masyarakat mandiri
sebagai partisipan berarti terbukanya ruang dan kapasitas mengembangkan potensi-kreasi,
mengontol lingkungan dan sumber dayanya sendiri. Menyelesaikan masalah secara mandiri
dan ikut menentukan proses politik. masyarakat ikut berpartisipasi dalam proses
pembangunan dan pemerintahan (Sutoro Eko, 2002).

Universitas Sumatera Utara

Konsep pemberdayaan masyarakat menempatkan masyarakat secara sentral, dan
kepentingan masyarakat senantiasa menjadi variabel utama dalam proses penyususnan unitunit aktivitas yang akan dilaksanakan. Mary Lane dalam Siagian (2012) mengemukakan
pemberdayaan

masyarakat

adalah

suatu

seni

yang

melakukan

aktivitas

melalui

pengembangan hubungan, mendorong masyarakat untuk bertemu, membentuk jaringan kerja
dan mengemukakan kepentingan, keinginan, dan harapan mereka melalui bentuk
pengungkapan yang kreatif. Dari pernyataan yang dikemukakan Mary Lane, konsep
pemberdayaan masyarakat dimaksud benar-benar meletakkan masyarakat sebagai subjek
sekaligus objek. Bukan sekedar objek dari serangkaian aktivitas. Implementasi program
pemberdayaan masyarakat sebagai suatu strategi dan pendekatan intervensi sosial,
masyarakat harus dilibatkan secara aktif. Pemberdayaan masyarakat merupakan strategi
peningkatan kualitas hidup masyarakat dengan mengutamakan pengembangan kapasitas
internal masyarakat.
Smith dalam Siagian (2012) menyatakan pada prakteknya ruang lingkup program
pemberdayaan masyarakat dapat diawali dari ikhtiar sederhana dalam suatu kelompok kecil.
Ikhtiar tersebut selanjutnya dapat dikembangkan menjadi program dan aktivitas yang lebih
luas, dan pada kelompok sasaran yang lebih luas pula. Efektivitas pemberdayaan masyarakat
dapat dicapai jika dirancang dalam masa panjang, melalui rancangan yang tepat, menyeluruh
dan akurat, mengembangkan ikhtiar dan dukungan anggota masyarakat sebagai kelompok
sasaran, menguntungkan masyarakat, dan berakhir pada pengalaman yang berkesan.
Efektivitas program pemberdayaan masyarakat hanya akan tercapai apabila program tersebut
berisikan peluang dan masyarakat bersikap tanggap. Selanjutnya masyarakat sadar atas
kemampuan dan keterbatasannya dan mau bertindak bersama untuk mencapai keuntungan
bersama, dan semua perubahan yang terjadi ditanggapi secara positif.

Universitas Sumatera Utara

Chambers (dalam Ginandjar, 1997) mengatakan bahwa Pemberdayaan masyarakat
adalah konsep pembangunan ekonomi yang merangkum nilai-nilai sosial. Konsep ini
mencerminkan paradigma baru pembangunan, yakni yang bersifat “people-centered,
participatory, empowering, and sustainable” Konsep ini lebih luas dari hanya semata-mata
memenuhi kebutuhan dasar (basic needs) atau yang menyediakan mekanisme untuk
mencegah proses pemiskinan lebih lanjut (safety net).
Konsep pemberdayaan ini dapat dilihat dari 3 sisi:
1. Menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi berkembang (enabling).
Titik tolaknya adalah pengenalan bahwa setiap manusia, setiap masyarakat, memiliki
potensi yang dapat dikembangkan. Artinya tidak ada masyarakat yang sama sekali
tanpa daya, karena, kalau demikian akan sudah punah. Pemberdayaan adalah upaya
untuk membangun daya itu. Dengan mendorong, memotivasi dan membangkitkan
kesadaran akan membangkitkan kesadaran akan potensi yang dimilikinya serta
berupaya untuk mengembangkannya.
2. Memperkuat potensi atau daya yang dimiliki oleh masyarakat (empowering). Dalam
rangka ini diperlukan langkah-langkah lebih positif, selain hanya menciptakan iklim
dan suasana. Perkuatan ini meliputi langkah-langkah nyata, dan menyangkut
penyediaan berbagai masukan (input), serta pembukaan akses ke dalam berbagai
peluang (opportunities) yang akan membuat masyarakat menjadi makin berdaya.
3. Memberdayakan mengandung arti melindungi. Dalam proses pemberdayaan harus
dicegah yang lemah bertambah lemah, karena kekurangberdayaan dalam menghadapi
yang kuat. Oleh karena itu, perlindungan dan pemihakan kepada yang lemah amat
mendasar sifatnya dalam konsep pemberdayaan masyarakat. Melindungi tidak berarti
mengisolasi atau menutupi dari interaksi, karena itu justru akan mengerdilkan yang
kecil dan melemahkan yang lemah. Melindungi berarti upaya mencegah terjadinya

Universitas Sumatera Utara

persaingan yang tidak seimbang, serta eksploitasi yang kuat atas yang lemah
(Ginandjar, 1997)
2.5.6 Strategi Pemberdayaan Masyarakat
Strategi pemberdayaan masyarakat yang dapat diterapkan menurut Cholisin (2011) dapat
dilihat dari tiga sisi yaitu:
1. Menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi

masyarakat

berkembang (enabling). Titik tolaknya adalah pengenalan bahwa setiap manusia,
setiap masyarakat memiliki potensi yang dapat dikembangkan
2. Memperkuat potensi atau daya yang dimiliki masyarakat (empowering). Dalam
rangka pemberdayaan, upaya yang pokok peningkatan taraf pendidikan, dan derajat
kesehatan, serta akses ke dalam sumber-sumber kemajuan ekonomi seperi modal,
teknologi, informasi, lapangan kerja dan pasar. Pemberdayaan ini menyangkut
prasarana dan sarana dasar fisik, seperti irigasi, jalan, listrik, maupun sosial seperti
sekolah dan fasilitas pelayanan kesehatan, yang dapat dijangkau oleh masyarakat
lapisan bawah serta ketersediaan lembaga-lembaga pendanaan, pelatihan, dan
pemasaran di pedesaan, dimana terkonsentrasi penduduk yang keberdayaannya amat
kurang.
Pemberdayaan tidak hanya meliputi penguatan individu anggota masyarakat, tetapi
juga pranata-pranatanya. Menanamkan nilai-nilai budaya modern, seperti bekerja
keras, hemat keterbukaan, dan kebertanggungjawaban adalah bagian pokok dari
upaya pemberdayaan. Demikian pula pembaharuan institusi-institusi sosial dan
pengintegrasiannya ke dalam kegiatan pembangunan serta masyarakat didalamnya.
Yang terpenting dalam upaya pemberdayaan adalah partisipasi rakyat dalam proses
pengambilan keputusan yang menyangkut diri dan masyarakatnya. Oleh karna itu

Universitas Sumatera Utara

pemberdayaan erat kaitannya dengan pemantapan, pembudayaan dan pengalaman
demokrasi.
3. Memberdayakan mengandung arti melindungi. Dalam proses pemberdayaan, harus
dicegah yang lemah menjadi tambah lemah, oleh karena kekurangberdayaan dalam
menghadapi yang kuat. Perlindungan dan pemihakan kepada yang lemah amat
mendasar sifatnya dalam konsep pemberdayaan masyarakat. Melindungi tidak berarti
mengisolasi atau menutupi dari interaksi, hal itu justru akan mengkerdilkan yang kecil
dan melunglaikan yang lemah. Melindungi dilihat sebagai upaya mencegah terjadinya
persaingan yang tidak seimbang, serta eksploitasi yang kuat atas yang lemah.
Pemberdayaan masyarakat bukan membuat masyarakat menjadi tergantung pada
berbagai program pemberian (charity). Pada dasarnya setiap apa yang dinikmati harus
dihasilkan atas usaha sendiri. Dengan demikian tujuan akhir pemberdayaan
masyarakat adalah memandirikan masyarakat, memampukan, dan membangun
kemampuan untuk memajukan diri ke arah kehidupan yang lebih baik secara
berkesinambungan.
2.5.7 Tahapan Pemberdayaan
Tahapan pemberdayaan menurut Adi (2003), yaitu:
1. Tahap Persiapan
Pada tahap persiapan, ada 2 tahapan yang harus dilakukan yaitu:
a. Persiapan Tugas, dimana terdapat tenaga pemberdayaan masyarakat (Community
Worker)
b. Persiapan

Lapangan,

merupakan

persyaratan

suksesnya

suatu

program

pemberdayaan masyarakat yang pada dasarnya dilakukan secara non-direktif.
2. Tahap Pengkajian

Universitas Sumatera Utara

Proses pengkajian dilakukan secara individual melalui tokoh-tokoh masyarakat, dapat
juga melalui kelompok-kelompok masyarakat. Pada tahapan ini, petugas sebagai agen
berusaha mengidentifikasikan masalah (kebutuhan yang dirasakan), serta sumber daya
yang dimiliki klien.
3. Tahap Perencanaan Alternatif Program atau Kegiatan
Pada tahap ini, petugas sebagai agent of change. Secara partisipatif mencoba
melibatkan warga untuk berfikir tentang masalah yang mereka hadapi dan bagaimana
cara mengatasinya. Permasalahan yang ada, masyarakat sangat diharapkan dapat
memikirkan beberapa alternatif program dan kegiatan yang dapat mereka lakukan.
4. Tahap Performulasian Rencana Aksi
Pada tahap ini, diharapkan petugas dan masyarakat dapat membayangkan dan
menuliskan tujuan jangka pendek apa yang akan mereka capai dan bagaimana cara
mencapai tujuan tersebut.
5. Tahap Pelaksanaan Program atau Kegiatan
Tahap ini merupakan salah satu tahap yang paling penting dalam program
pemberdayaan masyarakat, karena sesuatu yang telah direncanakan dengan baik akan
dapat melenceng dalam pelaksanaannya di lapangan bila tidak ada kerjasama antara
petugas dan warga masyarakat maupun kerjasama anatar warga, pertentangan
kelompok warga juga dapat menghambat pelaksanaan suatu program ataupun
kegiatan.
6. Tahap Evaluasi
Evaluasi merupakan sebuah proses pengawasan dari warga dan petugas terhadap
program pemberdayaan masyarakat yang sedang berjalan. Sebaiknya, evaluasi
dilakukan dengan melibatkan warga. Dengan keterlibatan warga pada tahap ini
diharapkan akan terbentuk suatu sistem dalam komunitas untuk melakukan

Universitas Sumatera Utara

pengawasan secara internal. Sehingga dalam jangka panjang akan dapat membentuk
sistem dalam masyarakat yang mandiri dengan memanfaatkan sumber daya yang ada.
7. Tahap Terminasi
Tahap ini merupakan tahap pemutusan hubungan secara formal dengan komunitas
sasaran (Adi, 2003).
2.5.8 Pemberdayaan Kelompok/Intervensi Mikro
Pemberdayaan dikenal dua bentuk intervensi sosial yang dikembangkan guna
meningkatkan taraf hidup masyarakat, intervensi di level Mikro (Individu, Keluarga dan
kelompok) dan Intervensi di level Makro (Komunitas dan Organisasi). Intervensi mikro
merupakan bentuk intervensi yang memusatkan pada Metode Bimbingan Sosial Perorangan
(social casework) dan Bimbingan Sosial Kelompok (social groupwork). Sedangkan
Intervensi makro merupakan bentuk intervensi yang digunakan guna melakukan perubahan
dan pemberdayaan pada tingkat komunitas dan organisasi (Adi, 2003).
Intervensi mikro merupakan bentuk intervensi yang memberikan pelayanan sosial
bagi individu maupun kelompok yang mengalami masalah sosial. Terkait upaya
pemberdayaan, intervensi dilakukan melalui kelompok sehingga nantinya mereka dapat
menjalankan fungsi sosialnya. Adapun upaya-upaya yang dapat dilakukan melalui intervensi
mikro antara lain, dikemukanan Siagian (2012) dalam rangka mengatasi masalah kemiskinan
di Indonesia:
1. Kebijakan yang seragam yang berlaku di seluruh indonesia dan gai seluruh
masyarakat indonesia tidak akan efektif, harus dihentikan serta dicegah
2. Pendekatan aparatur dengan masyarakat. Misalnya, aparatur pertanian, peternakan
dan perikanan yang selama ini banyak di kantor harus meninggalkan kantornya dan
secara intensif berinteraksi dan melayani petani, peternak dan pelaku sub sektor

Universitas Sumatera Utara

perikanan. Selama ini para petani, dibiarkan sendiri menghadapi masalah yang
dihadapi yang justru diluar kapasitas yang dimiliki.
3. Aparatur perdagangan melihat kondisi pasar secara akurat dan detail untuk dijadikan
referensi dalam menetapkan kebijakan.
4. Melakukan program pemberdayaan masyarakat yang benar dan komprehensif,
sehingga masyarakat mengalami perubahan dari yang sebelumnya powerless menjadi
powerfull, dibuktikan dengan kemampuan menjalankan fungsi sosial secara baik.
5. Menumbuhkembangkan pengetahuan dan ktrampilan masyarakat setempat yang
benar-benar sesuai dengan potensi alam sekitar. Lebih dalam lagi diterapkan
pengembangan teknologi local spesific, dengan demikian masyarakat mampu
mengelola sumber daya alam yang ada disekitarnya dengan baik, sekaligus menjamin
pendapatan yang memadai sehingga masyarakat tidak dalam kondisi miskin
6. Menumbuhkembangkan budaya baca bagi masyarakat khususnya masyarakat desa.
7. Membentuk kelompok-kelompok masyarakat yang bersifat khusus dengan aktivitas
khusus pula, seperti kelompok budidaya ikan lele, kelompok budidaya ikan mas,
kelompok budidaya ikan mujahir, kelompok budidaya bawang, kelompok budidaya
cabai. Kelompok-kelompok masyarakat ini dibina, dan jika perlu diberi kesempatan
studi banding ke daerah-daerah lain.
8. Mendatangkan instruktur-instruktur teknologi dan personality building secara berkala
ke desa-desa, sehingga budaya menerima keadaan apa saja berubah menjadi sikap
optimis akan hidup yang lebih baik.
Mas’oed (1999) menyatakan tahapan intervensi kelompok melalui beberapa proses:
1. Pengenalan kelompok baik sosial maupun ekonomi dan budaya sehingga tergali ideide dan maunya kelompok
2. Identifikasi lingkungan dan kemampuan ekonomi kelompok

Universitas Sumatera Utara

3. Latihan dan penyuluhan tentang budidaya, teknologi pasca panen dan tentang pasar
serta bagaimana menyusun rencana kerja dalam bentuk kegiatan yang akan
dilaksanakan oleh kelompok.
4. Menyusun rencana kerja, implementasi hingga menjual hasil panen dalam hal ini
kelompok mengaktualisasikan diri sesuai dengan tugasnya
5. Evaluasi kegiatan kelompok yakni mengoreksi kesalahan untuk melakukan perbaikan

2.6. Kegiatan Pemberdayaan Kelompok
Kegiatan pemberdayaan kelompok dikonsep sesuai dengan kebutuhan kelompok dan
masalah yang dihadapi. Kegiatan pemberdayaan dianggap menjadi kebutuhan masyarakat
untuk menjawab persoalan yang dihadapi. Kegiatan pemberdayaan meliputi:
2.6.1. Advokasi
2.6.1.1. Pengertian Advokasi
Dalam Undang-Undang No 11 Tahun 2009 Tentang Kesejahteraan Sosial. Advokasi
dimaksudkan untuk melindungi dan membela seseorang, keluarga, kelompok, atau
masyarakat yang dilanggar haknya. Advokasi dapat dilakukan dalam bentuk penyadaran hak
dan kewajiban, pembelaan, dan pemenuhan hak.
Zastrow dalam Fahrudin (2010) mengartikan advokasi adalah aktivitas menolong
klien atau sekelompok klien untuk mencapai layanan tertentu ketika mereka ditolak suatu
lembaga atau suatu sistem layanan, dan membantu memperluas pelayanan agar mencakup
lebih banyak orang yang membutuhkan.
Advokasi merupakan tindakan yang secara langsung mewakili, mempertahankan,
mencampuri, mendukung, atau merekomendasikan tindakan tertentu untuk kepentingan satu
atau lebih individu, kelompok, atau masyarakat dengan tujuan untuk menjamin atau
menopang keadilan sosial.

Universitas Sumatera Utara

Selanjutnya, menurut Sheafor dan Horejsi menjelaskan, tindakan advokasi bertujuan
untuk membantu klien dalam menegakkan hak-hak mereka untuk menerima sumber-sumber
dan pelayanan-pelayanan atau untuk memberikan dukungan aktif terhadap perubahanperubahan kebijakan dan program-program yang memiliki efek negatif pada klien baik secara
individual maupun kelompok. Ada 2 fungsi advokasi, yaitu:
a. Advokasi kasus atau klien (client or case advocacy).
Tujuannya adalah untuk menjamin bahwa pelayanan-pelayanan atau sumber-sumber
yang ditujukan bagi klien diterima sesuai dengan faktanya. Upaya advokasi seperti ini
diarahkan pada agensi sendiri atau pada yang lainnya dalam jaringan pelayanan
kemanusiaan. Langkah-langkahnya yang penting meliputi pengumpulan informasi
dan penentuan apakah klien secara faktual terdaftar dalam pelayanan yang diinginkan.
Klien dibantu untuk menggunakan prosedur yang tersedia dan dalam beberapa kasus
mengambil tindakan legal (hukum) untuk melawan lembaga atau pemberi pelayanan.
b. Advokasi kelas/kelompok (class advocacy).
Advokasi bagi kelompok-kelompok klien atau penduduk yang memiliki masalah yang
sama. Secara khusus, advokasi kelompok terdiri dari tindakan-tindakan yang
ditujukan untuk mengatasi hambatan-hambatan yang membatasi sekelompok atau
kategori orang-orang tertentu dalam merealisasikan hak-hak sipil atau dalam
penerimaan manfaat yang ditujukan bagi mereka. Hal ini biasanya memerlukan upaya
yang bertujuan untuk mengubah peraturan-peraturan lembaga, kebijakan sosial atau
hukum dan perundang-undangan. Akibatnya, advokasi kelompok memerlukan
kegiatan dalam arena politik dan legislasi serta dalam membangun koalisi dengan
organisasi-organisasi yang berkepentingan dengan isu yang sama.
Pada dasarnya tujuan advokasi adalah untuk mengubah kebijakan, program atau
kedudukan (stance) dari sebuah pemerintahan, institusi atau organisasi. Advokasi pada

Universitas Sumatera Utara

hakeatnya adalah apa yang ingin kita rubah, siapa yang akan melakukan perubahan tersebut,
seberapa besar dan kapan perubahan itu bermula. Advokasi adalah menolong klien atau
sekelompok klien untuk mencapai layanan tertentu ketika mereka ditolak suatu lembaga atau
suatu sistem pelayanan, dan membantu memperluas layanan agar mencakup lebih banyak
orang yang membutuhkan.
2.6.1.2. Tahapan Advokasi
Advokasi merupakan proses dinamis yang menyangkut seperangkat pelaku, gagasan, agenda
dan politik yang selalu berubah. Proses ini dapat dibagi menjadi lima tahap;
1. Mengidentifikasi masalah
Langkah pertama adalah mengidentifikasi masalah untuk mengambil tindakan kebijakan.
Tahap ini juga mengacu pada penetapan agenda. Mungkin saja terdapat masalah yang besar
yang perlu diperhatikan, tetapi tidak semuanya harus mendapat tempat di dalam agenda
tindakan. Pekerja sosial sebagai advokat harus menentukan masalah mana yang perlu dituju
dan diusahakan untuk mencapai lembaga yang menjadi sasaran agar diketahui bahwa isu
tersebut memerlukan tindakan.
2. Merumuskan solusi
Pekerja sosial yang berperan sebagai advokat harus merumuskan solusi mengenai
masalah yang telah diidentifikasi dan memilih salah satu yang paling feasible ditangani
secara politis, ekonomis dan sosial.
3. Membangunan kemauan politik
Membangun kemauan politik (political will) untuk bertindak menangani isu dan
mendapatkan solusinya merupakan bagian terpenting dari advokasi. Tindakan pada tahap ini
antara lain membentuk koalisi, menemui para pembuat keputusan, membangun kesadaran
dan menyampaikan pesan secara efektif.
4. Melaksanakan kebijakan

Universitas Sumatera Utara

Jika masalahnya telah dikenal pasti, solusi telahpun dirumuskan serta adanya kemauan
politik untuk bertindak maka peluang ini dapat dijadikan titik masuk pekerja sosial untuk
bertindak melaksanakan kebijakan.
5. Evaluasi
Kegiatan advokasi yang baik harus menilai efektifitas advokasi yang telah dilakukan.
Selain itu evaluasi dapat juga dilakukan terhadap usaha yang telah berjalan dan menentukan
sasaran baru berdasarkan pengalaman mereka. Berbagai pihak termasuk lembaga yang
menerima perubahan kebijakan perlu menilai efektifitas perubahan tersebut secara periodik.
Dikaitkan dengan kegiatan advokasi yang dilakukan YAK bertujuan untuk
mewujudkan solidaritas masyarakat yang peduli dan mampu membela haknya untuk
menyelesaikan persoalan secara kritis dan jujur melalui kegiatan pendidikan hak-hak dasar,
penyadaran hukum dan politik, pendidikan kesetaraan gender, penyadaran HIV/AIDS dan
Narkoba, Pendidikan Penyadaran Keluarga Harmonis dan lain sebagainya.
2.6.2. Pengembangan Ekonomi Masyarakat (PEM)
Pengembangan Ekonomi Masyarakat merupakan upaya yang dilakukan untuk
meningkatkan

pendapatan

melalui

usaha-usaha

pertanian

dan

peternakan

dengan

mengoptimalkan sumber daya alam dan sumber daya manusia yang tersedia. Pengembangan
ekonomi masyarakat bertujuan untuk menyeimbangkan pendapatan petani hasil panennya
tidak stabil sehingga dengan adanya kegiatan PEM kebutuhan masyarakat dapat terpenuhi.
Kegiatan-kegiatan yang dilakukan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat,
melalui usaha pertanian selaras alam, yaitu pertanian dengan tanaman menggunakan pupuk
rganik atau minim pestisida dan bahan kimia. Ada kegiatan peternakan dan home industry.
Kegiatan yang dilakukan diantaranya: praktek pembuatan dan pemakaian pupuk organik,
pembuatan demplot mix farming, budidaya jamur tiram, memanfaatkan sumber daya lokal
seperti talas, pisang, ubi, labu, menjadi industri rumah tangga.

Universitas Sumatera Utara

2.6.3. Infrastruktur
Infastruktur merupakan kegiatan pembangunan sarana dan prasarana desa dengan
mengoptimalkan sumber daya yang dapat digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat. Adapun kegiatan infrastruktur dilakukan dengan memanfaatan sumber daya
alam, terknologi yang sederhana dan tepat guna seperti: pembangunan sarana air minum,
pembangikit listrik tenaga air, bio gas.

2.7. Perkembangan Kelompok
Kegiatan pemberdayaan ditujukan untuk perkembangan kelompok. Perkembangan
kelompok diartikan sebagai perubahan kelompok dari waktu ke waktu seiring dengan
interaksi antar anggota, pembelajaran tentang satu sama lain, serta terbentuknya struktur
hubungan dan peran dalam kelompok (Burn dalam Merry, 2004). Teori perkembangan
kelompok Tuckman berfokus pada kelompok yang anggota-anggotanya tidak memiliki
sedikit pengalaman bersama-sama pada awal terbentuknya kelompok. Tuckman mengatakan
bahwa anggota kelompok harus bekerja secara simultan dan memiliki hubungan interpersonal
dengan anggota-anggota yang lain dalam menyelesaikan tugas. Ada 4 definisi perkembangan
kelompok:
1. Foarming (Orientation): tahap pencobaan atau tahap partisipasi dengan keraguraguan, karena anggota kelompok mencoba mencari tahu tingkah laku apa yang
dapat diterima oleh kelompok. Pada tahap ini anggota kelompok masih sangat
bergantung pada peminpin kelompok.
2. Storming (Conflict): adanya konflik dalam kelompok . anggota kelompok
mengalami konflik dengan sesama anggota ataupun dengan peminpin. Pada tahap
ini anggota mulai menunjukkan diri yang sebenarnya dan ketegangan didalam
kelompok meningkat.

Universitas Sumatera Utara

3. Norming (Stucture): merupakan masa penengahan setelah konflik, disebut tahap
kohesif karena anggota sudah dapat menerima kelompok dan keunikan tiap
individu dalam kelompok. Anggota kelompok merasa sebagai bagian dari
kelompok dan menerima norma-norma dalam kelompok. Struktur, peran, dan rasa
kekitaan mulai terbentuk dalam kelompok. Walaupun anggota kelompok memiliki
interpretasi yang berlainan tentang tugas dan cara mencapainya, tetapi
penekanannya adalah pada harmoni. Anggota-anggota mengesampingkan konflik
yang terjadi dan mengembangkan norma untuk dapat mengatasinya.
4. Performing (Work): merupakan tahap dimana kelompok berfokus pada
pencapaian tujuan kelompok. Pada tahap ini anggota-anggota kelompok
bekerjasama mencapai tujuan kelompok. Dalam tahap ini struktur interpersonal
yang dikembangkan dalam tahap-tahap sebelumnya menjadi modal bagi
penyelesaian tugas. Masalah-masalah interpersonal menjadi bagian dari masa lau
dan energi kelompok dituangkan dalam pengerjaan tugas kelompok. Pada tahap
ini fokus kelompok adalah penyelesaian tugas kelompok. Anggot