Gambaran Pola Makan, Aktivitas Fisik, dan Status Gizi Siswa Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB) Negeri 057704 Kwala Bingai Kecamatan Stabat Tahun 2016

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Anak merupakan anugerah terindah yang diberikan kepada setiap orang
tua. Orang tua pasti menginginkan anak lahir dengan sehat, tanpa kekurangan
apapun. Setiap orang tua menginginkan anak yang normal, memiliki ciri standar
hampir sama dengan anak kebanyakan. Namun takdir berkata lain anak yang
dilahirkan memiliki kekhususan yang membedakannya dengan anak-anak pada
umumnya. Tak dipungkiri ada orang tua yang menolak kehadiran anak tersebut,
walaupun ternyata masih banyak orang tua yang menerima dengan ikhlas, lapang
dada serta mengasuh dengan penuh kasih dan sayang karena pada dasarnya setiap
anak memiliki hak yang sama untuk memperoleh kebutuhan jasmani maupun
rohani. Orang tua memiliki kewajiban menjaga dan merawat anak sampai tumbuh
dewasa dan memiliki kemandirian untuk melangsungkan kehidupan.
Indonesia pada saat ini mengalami masalah beban gizi ganda, dimana
ketika permasalahan gizi kurang belum terselesaikan, muncul permasalahan gizi
lebih. Gizi kurang banyak dihubungkan dengan penyakit-penyakit infeksi, maka
gizi lebih dan obesitas dianggap sebagai sinyal awal, dan munculnya kelompok
penyakit-penyakit degeneratif atau non infeksi yang sekarang ini banyak terjadi di
seluruh pelosok Indonesia (Simatupang, 2008). Menurut data Riset Kesehatan
Dasar (Riskesdas) tahun 2013, secara nasional prevalensi kurus pada anak umur

5-12 tahun adalah 11,2%, terdiri dari 7,2% kurus dan 4,0% sangat kurus.
Prevalensi gemuk pada anak umur 5-12 tahun masih tinggi yaitu 18,8%, terdiri
1

2

dari gemuk 10,8% dan sangat gemuk atau obesitas 8,0%.
Anak usia sekolah merupakan kelompok yang rentan gizi, kelompok
masyarakat yang paling mudah menderita kelainan gizi. Pada umumnya kelompok
ini berhubungan dengan proses pertumbuhan yang relatif pesat, yang memerlukan
zat-zat gizi dalam jumlah yang relatif besar (Sediaoetama, 2004). Pertumbuhan
dan perkembangan anak usia sekolah yang optimal tergantung pemberian nutrisi
dengan kualitas dan kuantitas yang benar. Dalam masa tumbuh kembang tersebut
pemberian nutrisi atau asupan zat gizi pada anak tidak selalu dapat dilaksanakan
dengan yang diharapkan. Banyak masalah yang ditimbulkan dalam pemberian
makanan yang tidak benar dan menyimpang. Penyimpangan ini mengakibatkan
gangguan pada banyak organ dan sistem tubuh anak (Judarwanto yang dikutip
oleh Damanik, 2011). Secara langsung keadaan zat gizi dipengaruhi oleh
kecukupan asupan makanan dan keadaan individu.
Anak berkebutuhan khusus adalah anak dengan karakteristik khusus yang

berbeda dengan anak pada umumnya. Menurut Efendi yang dikutip oleh Abdullah
(2013), istilah berkebutuhan khusus secara eksplisit ditujukan kepada anak yang
dianggap mempunyai kelainan atau penyimpangan dari kondisi rata-rata anak
normal umumnya, dalam hal fisik, mental maupun karakteristik perilaku
sosialnya. Menurut Sularyo & Kadim yang dikutip oleh Rahmawati (2013), saat
ini jumlah masyarakat berkebutuhan khusus tunagrahita diperkirakan lebih banyak
di negara berkembang dibandingkan dengan negara maju.
Menurut catatan UNESCAP (2009), di Indonesia tercatat 1,38%
penduduk dengan disability atau sekitar 3.063.000 jiwa. Berdasarkan Kementerian

3

Sosial Republik Indonesia tahun 2010 dari 14 propinsi di Indonesia yang menjadi
sasaran survei tercatat 1.167.111 jiwa penyandang disability (Irwanto, et al,
2010). Menurut data Sensus Nasional Biro Pusat Statistik tahun 2003 jumlah
penyandang cacat di Indonesia sebesar 0,7% dari jumlah penduduk sebesar
211.428.572 atau sebanyak 1.480.000 jiwa. Dari jumlah tersebut 24,45% atau
361.860 diantaranya adalah anak-anak usia 0-18 tahun dan 21,42% atau 317.016
anak merupakan anak cacat usia sekolah (5-18 tahun). Sekitar 66.610 anak usia
sekolah penyandang cacat (14,4% dari seluruh anak penyandang cacat) terdaftar

di Sekolah Luar Biasa (SLB). Ini berarti masih ada 295.250 anak penyandang
cacat (85,6%) ada di masyarakat di bawah pembinaan dan pengawasan orang tua
dan keluarga dan pada umumnya belum memperoleh akses pelayanan kesehatan
sebagaimana mestinya.
Data Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat tahun 2009
menunjukkan jumlah anak penyandang cacat yang ada di sekolah meningkat
menjadi 85.645 dengan rincian di SLB mulai dari Taman Kanak-kanak sampai
Sekolah Menengah Pertama sebanyak 70.501 anak dan di sekolah inklusif
sebanyak 15.144 anak. Data siswa penyandang cacat yang terdaftar di SLB
menurut Kementerian Pendidikan Nasional Republik Indonesia pada tahun 2009
adalah sebagai berikut: siswa tunanetra 1.105 orang, siswa tunarungu atau
tunawicara 5.610 orang, siswa tunagrahita 4.253 orang, siswa tunadaksa 229
orang, siswa tunalaras 487 orang, siswa autis 638 orang, siswa tunaganda 171
orang, dan siswa campuran 58.008 orang.

4

Anak berkebutuhan khusus memiliki masalah dalam perilaku sehari-hari
misalnya yang mengarah pada kesehatan. Anak tunagrahita tidak bisa menentukan
bagaimana mereka harus menjaga kesehatan, mengatur pola makan, dan

mencegah mereka dari penyakit yang mengancam kesehatannya. Anak tunagrahita
sedang sampai berat bahkan tidak bisa mengurus dirinya sendiri dan cenderung
melakukan sesuatu tanpa memikirkan akibatnya, sehingga harus selalu dibimbing
dan diawasi.
Menurut Mathur (2007), terdapat perbedaan status gizi anak dengan
disabilitas intelektual (tunagrahita) dengan status gizi anak normal. Studi Physical
Growth of Deaf Mute Boys of Punjab yang dilakukan pada anak-anak tunarungu
yang berusia antara 6 sampai 17 tahun menunjukkan bahwa anak laki-laki dan
perempuan yang berusia antara 6 sampai 10 tahun memiliki tinggi badan dibawah
standar (Singh yang dikutip oleh Putra, 2014). Menurut data yang diperoleh
Center for Diseases Control and Prevention (CDC) tahun 2010 anak penyandang
cacat yang berumur antara 10 sampai 17 tahun sebanyak 20% menderita obesitas
sedangkan anak dengan umur yang sama tanpa menderita cacat fisik maupun
mental sebesar 15% menderita obesitas (Strecker, 2011).
Penelitian lain juga menemukan bahwa anak tunagrahita sebagian besar
menderita obesitas daripada anak tunarungu, hal ini dikarenakan pada umumnya
karakteristik mereka lebih suka makan lebih banyak, serta kebiasaan hidup yang
senang berdiam diri dari pada anak disability lainnya sedangkan anak tunarungu
cenderung lebih kurus dari anak tunagrahita karena aktivitas mereka yang lebih
besar daripada asupan makanan yang diterima (Suzuki, et al. 1991). Hasil


5

penelitian yang dilakukan di SLBN Pembina Tingkat Nasional Kabupaten
Bandung juga menunjukkan siswa tunagrahita cenderung gemuk sedangkan siswa
tunarungu cenderung kurus (Putra, 2014). Aktivitas fisik yang dilakukan oleh
anak tunagrahita juga lebih rendah dibandingkan dengan anak normal karena
penurunan fungsi motorik. Menurut penelitian Foley dan Llyod yang dikutip oleh
Rahmawati (2013), aktivitas anak dengan disabilitas intelektual lebih rendah
dibandingkan dengan anak normal, terutama anak usia sekolah.
Menurut Sugiarto (2012) yang mengutip hasil penelitian Chatoor,
kenyataannya, 25% anak-anak normal dan 80% anak-anak dengan gangguan
perkembangan (berkebutuhan khusus) dilaporkan mempunyai masalah kesulitan
makan yang dapat memengaruhi tumbuh kembang anak. Berdasarkan pendapat
Rahmawati (2013) yang mengutip penelitian Ha, gangguan makan pada anak
berkebutuhan khusus tunagrahita berupa makan berlebihan atau terlalu sedikit,
menghindari makanan tertentu, maupun memilih makanan tertentu. Masalah
status gizi kurang maupun gizi lebih tentu dapat melemahkan sistem kekebalan
tubuh sehingga anak akan lebih mudah terserang penyakit, khususnya anak
dengan disability yang lebih membutuhkan perhatian khusus (Putra, 2014).

Status gizi yang baik dapat memudahkan anak tunagrahita melakukan
aktivitas fisik yang dapat menunjang kesehatan (Suprasetyo, 2015). Status gizi
yang kurang dan berlebih dapat menimbulkan risiko penyakit yang berbahaya.
Menurut Depkes RI yang dikutip oleh Supariasa (2001), kerugian berat badan
kurang yaitu: 1) penampilan cenderung kurang baik, 2) mudah letih, 3) risiko sakit
tinggi, antara lain: penyakit infeksi, depresi, anemia, dan diare, 4) wanita kurus

6

yang hamil mempunyai risiko tinggi melahirkan bayi dengan BBLR, 5) kurang
mampu bekerja keras. Sedangkan kelebihan berat badan berlebih yaitu: 1)
penampilan kurang menarik, 2) gerakan tidak gesit dan lamban, 3) mempunyai
risiko penyakit antara lain; jantung dan pembuluh darah, diabetes mellitus,
tekanan darah tinggi, gangguan sendi, gangguan tulang, gangguan ginjal,
gangguan kandungan empedu, dan kanker, 4) pada wanita dapat mengakibatkan
gangguan haid dan faktor penyakit pada persalinan.
Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB) Negeri 057704 Kwala Bingai
merupakan sekolah yang diperuntukan bagi anak berkebutuhan khusus di jenjang
sekolah dasar yang didirikan pada bulan Juni tahun 1982 dan merupakan sekolah
luar biasa satu-satunya di Kabupaten Langkat. Sekolah Dasar Luar Biasa Negeri

057704 memiliki siswa terdaftar tahun ajaran 2015/2016 sebanyak 162 orang
yang terbagi dalam 15 kelas. Siswa yang bersekolah di SDLB ini adalah siswa
yang memiliki kebutuhan khusus yaitu siswa autisme sebanyak 25 orang, siswa
tunadaksa 2 orang, siswa tunagrahita 91 orang, siswa tunanetra 1 orang dan siswa
tunarungu 43 orang, dengan rentang umur 7-26 tahun.
Pengamatan survei awal pada tanggal 28 Januari terdapat beberapa siswa
tunagrahita aktif selama belajar dan suka berlari. Menurut perbincangan dengan 2
ibu siswa tunarungu, anak mereka makan seperti anak biasanya 3 kali dalam
sehari namun dengan jumlah yang sedikit. Hasil penimbangan BB dan
pengukuran TB 20 siswa dari beberapa tingkatan kelas dengan rentang umur 8-12
tahun diperoleh status gizi berdasarkan Indeks Massa Tubuh menurut Umur
(IMT/U) adalah sebagai berikut: 11 siswa normal (55%), 4 siswa kurus (20%), 4

7

siswa gemuk (20%), dan 1 siswa obesitas (5%). Dua dari 4 siswa kurus memiliki
status gizi TB/U kategori pendek, dan 1 siswa gemuk kategori sangat pendek.
Survei kedua dilakukan pada tanggal 14 Maret dengan melakukan
wawancara food recall dan food frequency dengan responden 7 ibu siswa
tunarungu dan tunagrahita. Berdasarkan informasi dari ibu siswa yang sebagian

besar adalah ibu rumah tangga, anak mereka kurang memiliki selera makan,
diantaranya ada 1 anak makan dua kali dalam satu hari dengan waktu yang tidak
menentu. Asupan makanan yang dikonsumsi 6 siswa kurang dari angka
kecukupan energi yang dianjurkan. Tingkat konsumsi energi keenam siswa di
bawah 80% AKG. Tiga dari 7 siswa tersebut pada survei sebelumnya telah diukur
status gizinya dengan kategori 2 siswa normal dan 1 siswa kurus. Jenis makanan
yang dikonsumsi yaitu 4 siswa kurang lengkap terdiri dari makanan pokok, laukpauk, dan sayur; 3 siswa tidak lengkap terdiri dari makanan pokok, dan lauk-pauk
atau sayur. Berdasarkan wawancara, aktivitas anak di sekolah yaitu belajar dan
bermain, setelah pulang sekolah anak lebih suka berada di rumah untuk menonton
televisi dan terkadang bermain sepeda.

1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian dalam latar belakang di atas, maka rumusan masalah
dalam penelitian ini adalah bagaimana gambaran pola makan, aktivitas fisik, dan
status gizi siswa Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB) Negeri 057704 Kwala Bingai
Kecamatan Stabat Tahun 2016.

8

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran pola
makan, aktivitas fisik, dan status gizi siswa Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB)
Negeri 057704 Kwala Bingai Kecamatan Stabat tahun 2016.

1.4. Manfaat Penelitian
1. Memberikan informasi bagi pihak sekolah maupun guru Sekolah Dasar Luar
Biasa (SDLB) Negeri 057704 mengenai status gizi siswa.
2. Memberikan informasi bagi orang tua siswa khususnya Ibu mengenai
kebutuhan gizi dan status gizi anak serta memberi masukan dalam pemberian
makan pada anak.
3. Memberikan informasi bagi Puskesmas Stabat mengenai status gizi siswa
Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB) Negeri 057704 serta dapat digunakan sebagai
bahan pertimbangan guna meningkatkan pemantauan status gizi anak sekolah di
wilayah kerja puskesmas.

Dokumen yang terkait

Hubungan Pola Makan Dan Aktivitas Fisik Terhadap Kejadian Obesitas Anak Kelas V Dan VI Di Sekolah Dasar Yayasan Pendidikan Shafiyyatul Amalyyah

12 125 193

Pola Makan dan Status Gizi Anak Sekolah Dasar di Desa Perbukitan dan di Desa Tepi Danau Kecamatan Pangururan Kabupaten Samosir Tahun 2010

2 58 78

Gambaran Ketahanan Pangan Keluarga Dan Status Gizi Anak Balita di Desa Tertinggal Kecamatan Pintupohan Meranti Kabupaten Toba Samosir Tahun 2010

1 44 90

Hubungan Pengetahuan, Sikap, Tindakan Sarapan Dengan Status Gizi Dan Indeks Prestasi Anak Sekolah Dasar Di SD Negeri NO.101835 Bingkawan Kecamatan Sibolangit Tahun 2009

1 55 69

Gambaran Pola Makan, Aktivitas Fisik, dan Status Gizi Siswa Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB) Negeri 057704 Kwala Bingai Kecamatan Stabat Tahun 2016

2 30 120

Gambaran Pola Makan, Aktivitas Fisik, dan Status Gizi Siswa Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB) Negeri 057704 Kwala Bingai Kecamatan Stabat Tahun 2016

0 0 17

Gambaran Pola Makan, Aktivitas Fisik, dan Status Gizi Siswa Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB) Negeri 057704 Kwala Bingai Kecamatan Stabat Tahun 2016

0 0 2

Gambaran Pola Makan, Aktivitas Fisik, dan Status Gizi Siswa Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB) Negeri 057704 Kwala Bingai Kecamatan Stabat Tahun 2016

1 4 26

Gambaran Pola Makan, Aktivitas Fisik, dan Status Gizi Siswa Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB) Negeri 057704 Kwala Bingai Kecamatan Stabat Tahun 2016

0 2 3

Gambaran Pola Makan, Aktivitas Fisik, dan Status Gizi Siswa Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB) Negeri 057704 Kwala Bingai Kecamatan Stabat Tahun 2016

0 0 24